Makalah Katak
Makalah Katak
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. apt. Nurfina Aznam, SU.
Disusun Oleh :
Anastia Rahmatan Nisa (2008047011)
i
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 3
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah ............................................................................................. 3
BAB II ....................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 4
2.1 Potensi Daging Katak dalam Penurunan Kolesterol pada Penderita
Hiperkolesterolemia ............................................................................................................... 4
2.2 Pandangan Islam Terkait Konsumsi Daging Katak ......................................................... 5
BAB III...................................................................................................................................... 8
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 8
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
bahwa keamanan pangan (food safety) ini secara implisit dinyatakan dalam QS. Al-Baqarah
ayat 168 yang berbunyi :
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah daging katak berpotensi dalam penurunan kolesterol pada penderita
hiperkolesterolemia ?
2. Bagaimanakah pandangan Islam terkait penggunaan daging katak dalam penurunan
kolesterol pada penderita hiperkolesterolemia ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
Gambar 1. Katak (Rana temporaria) (Oliveira, Filho, Pereira, & Mello, 2017).
Menurut (Ozogul, Olgunoglu, & Boga, 2008) dalam penelitiannya bahwa daging
katak adalah jenis daging yang mudah dicerna serta memiliki rasa dan tekstur hampir mirip
dengan daging ayam. Hal ini didasarkan pada nilai aktivitas bau, ada 3 senyawa pada daging
katak yang menyerupai daging ayam, yaitu (E,E) -2,4-decadienal; (E,Z) -2,4-decadienal dan
4
(E,Z) -2,6-nonadienal. Menurut (Oliveira, Filho, Pereira, & Mello, 2017) daging katak
khususnya pada bagian paha memiliki banyak sekali kandungan gizi (1 paha katak 45 gram)
sebagai berikut :
Tabel 2. Kandungan Gizi Daging Katak (Rana temporaria) (Oliveira, Filho, Pereira, & Mello, 2017).
Kandungan Jumlah
Air 36,86 gram
Kalori 33 Kcal
Protein 7,38 gram
Fosfor 66 mg
Vit B2 0,113 mg
Vit B1 0,63 mg
Vit B6 0,054 mg
Vit B12 0,18 µg
Cu 0,113 mg
Fe 0,68 mg
Choline 29,2 mg
Lemak jenuh 0,034 gram
Lemak tak jenuh 0,024 gram
Lemak tak jenuh jamak 0,046 gram
Tabel nilai gizi daging Katak menunjukkan bahwa kadar lemak jenuh atau yang
mengakibatkan kenaikan LDL lebih sedikit dibandingkan dengan lemak tak jenuh. Kadar
protein yang tinggi dengan kalori yang rendah membuat daging katak digunakan sebagai
alternatif dalam penurunan kolesterol bagi penderita hiperkolesterolemia.
5
1. Nash dari Al-Qur’an dan Hadist
2. Diperintahkan untuk membunuhnya
3. Dilarang untuk membunuhnya
4. Najis (kotor)
5. Memberi mudhorot
Katak merupakan jenis vertebrata pertama yang berevolusi untuk kehidupan di darat.
Amfibi juga dikatakan sebagai nenek moyang reptile. Hampir semua amfibi memiliki kulit
yang tipis dan halus. Hewan amfibi berdarah dingin, kulitnya lembab, dan biasanya hidup
didaerah lembab. Kebanyakan hewan mudanya sangat menyukai air dan mempunyai insang.
Ketika dewasa mereka bernafas dengan paru-paru (Deric, 2012).
Katak adalah hewan yang hidup di dua alam, yakni yang mampu hidup di darat dan di
laut. Dalam hal ini pendapat ulama berbeda dalam hukum membunuh atau memakan daging
katak. Menurut Al-Khattabi dalam hadis yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i mengatakan
bahwa katak itu haram untuk dimakan dan itu tidak dalam batas yang diperbolehkan dari
hewan air, dan siapapun yang melarang membunuhnya dari binatang itu, maka itu untuk satu
dari dua hal, baik untuk haram dalam dirinya sendiri atau adanya larangan dari dagingnya
yang khabais yaitu segala sesuatu yang dianggap kotor atau menjijikan oleh perasaan
manusia secara umum, walaupun beberapa prinsip mungkin menganggap tidak kotor.
Menurut Al-Khattabi obat dari sesuatu yang menjijikan adalah haram (Haqq, 2009). Segala
sesuatu yang kotor adalah haram, hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an telah terkait
kaidah umum untuk barang yang diharamkan (QS. Al-‘Araf: 157). Hal ini seperti firman
Allah SWT
َ ِعهَيهب َ انخَببَئ
ث َ ويحش ُو
ِّ
“Dan (Allah) mengharamkan bagi mereka segala yang buruk “
Menurut Imam Al-Ghazali hendaknya segala sesuatu yang masuk ke dalam tubuh
kita adalah yang berasal dari at-Thayyibaat yaitu semua yang dapat dinikmati oleh manusia
atau segala sesuatu yang baik-baik, tanpa adanya nash pengharaman.Ulama Syafi’iyah
berpendapat “Semua bangkai yang berada di air adalah halal kecuali katak”. Ulama
Hanbaliah berpendapat “Semua yang bisa hidup di darat dan di air tidak halal jika tanpa
disembelih, seperti katak tidak boleh di makan karena hadist Rasul SAW yang melarang
membunuhnya” (Fauzan, 1988).
Jadi dari pendapat berbeda-beda ulama diatas maka MUI mengambil kesimpulan dari
hukum memakan katak. Ni’am mengatakan binatang yang hidup di dua alam haram di
konsumsi sekalipun binatang itu suci dan bisa di kembangbiakkan. Para ulama beda
pendapat. Tapi jumhur (mayoritas ulama) menyatakan itu terlarang, dan MUI juga mengakui
bahwa ada madzhab yang menyatakan daging katak tidak boleh dikonsumsi. Semua ulama’
sepakat tentang keharaman membunuh katak karena berdasarkan nash hadist Rasulullah
SAW yang diriwayatkan diriwayatkan dari Abdurrahman bin Utsman :
فُهى,ّ وركش انضفذع يجعم في,ركش طبيب عُذ سسىل هللا صهى هللا عهيّ و سهى دواء
سسىل هللا صهى هللا عهيّ و سهى عٍ قحم ضفذع
6
“Suatu ketika ada seorang tabib yang berada di dekat Rasulullah menyebutkan tentang obat-
obatan. Di antaranya di sebutkan bahwa katak digunakan untuk obat. Lalu rasul melarang
membunuh katak” (HR. Ahmad : 15757).
Hukum membunuh serta konsumsi katak termasuk dalam hukum separuh-separuh
yaitu separuh halal dan separuh haram. Halal karena bangkainya bisa dimakan dan haram
karena katak tidak bisa disembelih (hewan darat). Dari hasil yang telah disepakati oleh
Majelis Ulama Indonesia memutuskan, bahwa membenarkan adanya pendapat Madzhab
Syafi’i/Jumhur Ulama tentang tidak halalnya memakan daging katak.
7
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Setelah membaca, memahami, menelaah mengenai manfaat daging katak dalam
menurunkan kolesterol bagi penderita hiperkolesterolemia yang jika ditinjau dari prespektif
Islam, dapat disimpulkan bahwa :
1. Katak termasuk hewan amfibi yang hidup di dua tempat (air dan darat), sehingga
hukum Hukum membunuh serta konsumsi katak termasuk dalam hukum separuh-
separuh yaitu separuh halal dan separuh haram. Halal karena bangkainya bisa
dimakan dan haram karena katak tidak bisa disembelih (hewan darat).
2. Katak termasuk dalam hewan yang khabais (kotor, jorok dan menjijikkan) sehingga
diharamkan untuk membunuh dan mengkonsumsi.
3. Majelis Ulama Indonesia memutuskan, bahwa membenarkan adanya pendapat
Madzhab Syafi’i/Jumhur Ulama tentang tidak halalnya memakan daging katak.
8
DAFTAR PUSTAKA
Deric. (2012). Memilih dan Memelihara 35 Jenis Reptil dan Amfibi. Jakarta Selatan: PT.
Agromedia Pustaka.
Ghazali, I. (2002). Benang Tipis Antara Halal dan Haram. Surabaya: Putra Pelajar.
Haqq, S. (2009). 'Aunul Ma'bud, jilid 10. Lebanon: Darul Kitab Ulmiyyah.
Kursini, M. (2007). Konservasi Amfibi di Indonesia : Masalah Global dan Tantangan. Jurnal
Konversi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Vol. XII, No. 2.
Oliveira, L., Filho, S., Pereira, M., & Mello, S. (2017). Frog Meat in Special Diets : Potential
For Use as a Functional Food. Bol. Inst. Pesca, São Paulo : 44, 99-106.
Ozogul, F., Olgunoglu, A., & Boga, E. (2008). Comparison of Fatty Acid, Mineral and
Proximate Composition of Body and Legs of Edible Frog (Rana esculenta).
International Journal of Food Sciences and Nutrition, 59 (7-8), 558-565.
Paixãu. (2009). Aplicação Terapêutica da Carne de Rã. Nutrição em Pauta : 94, 21-25.