Anda di halaman 1dari 4

1.

Pengertian Frambusia
Frambusia adalah penyakit infeksi nonvenereal yang umumnya terdapat
pada anakanak usia sekolah yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum
subspecies pertenue (T.p.pertenue).1 Transmisi utama bakteri ini adalah melalui
kontak kulit langsung dengan penderita bersamaan dengan adanya luka. Penyakit
ini umumnya terjadi pada populasi di daerah miskin, terpencil, dan sulit dijangkau
oleh tenaga kesehatan di Afrika, Asia dan Amerika bagian Selatan. Tingkat
kerapatan penduduk yang tinggi, ketersediaan air yang kurang mencukupi,
ketiadaan sanitasi dan perilaku hidup kurang bersih memperbesar faktor resiko
tertular oleh penyakit ini (Arisanti, Tanjung, & Cahyani, 2019).

2. Epidemiologi Frambusia
Prevalensi frambusia secara global menurun drastis setelah dilakukan
kampanye pengobatan penisilin secara massal sekitar tahun 1950-1960; namun
kasus frambusia mulai ditemukan lagi di sebagian besar daerah khatulistiwa yaitu,
di Afrika Barat, Amerika Latin, Kepulauan Karibia, India, Thailand, Asia
Tenggara, Kepulauan Pasifik Selatan, Papua, dan New Guinea. Jumlah kasus
frambusia selalu berubah sesuai dengan perubahan iklim, prevalensinya
meningkat selama musim hujan (Pudjiati, Utami, & Waskito, n.d.).
Penyakit Frambusia merupakan salah satu penyakit menular yang belum
dapat ditangani secara tuntas. Upaya pemberantasan penyakit Frambusia di
Indonesia dimulai sejak tahun 1912 oleh Kodijat di beberapa kabupaten di
propinsi Jawa Tengah. Pemberantasan secara Nasional dimulai pada tahun 1950
melalui Proyek Treponema Control Programme (TCP) dan kemudian 1952
dilanjutkan dengan Treponema Control Programme Symplified (TCPS) (Depkes
RI, 2004). Secara Nasional penyakit Frambusia sudah dapat dikatakan berhasil
dikendalikan. Hal ini terlihat bahwa hampir 90 % propinsi di Indonesia telah
mencapai prevalensi < 1/10.000 penduduk pada tahun 1980 (Depkes RI, 2004).
Pengobatan penyakit ini sangat mudah yaitu dengan single shoot Penicillin
injeksi. Sekali injeksi dapat menyembuhkan penyakit ini. Namun penyakit
Frambusia belum hilang sama sekali dari wilayah Indonesia. Sampai saat ini
masih menyisakan daerah kantong endemi penyakit Frambusia. Adanya daerah
kantong Frambusia ini karena adanya fase laten dalam perjalanan penyakit
Frambusia yang secara klinis tidak tampak adanya kelainan akan tetapi didalam
tubuh manusia menyimpan banyak kuman (Tanaefeto & Ulfiana, 2004).

3. Penyebab Frambusia
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh
Treponema pallidum sub spesies pertenue yang memiliki 3 stadium dalam
manifestasi klinis yaitu ulkus atau granuloma (mother yaw), lesi non-destruktif
dini, dan lesi destruktif atau adanya infeksi lanjut pada kulit, tulang dan perios
(Pudjiati et al., n.d.).

4. Gejala Frambusia
Gejala klinis frambusia dibagi ke dalam empat stadium yaitu: stadium
satu, lesi primer atau disebut juga induk frambusia terbentuk pada situs inokulasi
setelah masa inkubasi 9 hingga 90 hari. Lesi primer ini sering terlihat pada bagian
kulit yang baru mengalami gigitan serangga atau luka sebelum inokulasi terjadi.
Lesi frambusia awalnya adalah papul yang membesar menjadi papilloma yang
sembuh secara spontan setelah 3-6 bulan. Stadium dua adalah lesi sekunder yang
terbentuk di dekat lesi primer atau di bagian tubuh yang lain, dan terjadi selama 6
bulan. Lesi sekunder tampak seperti kumpulan makula, papul, nodul dan lesi
hyperkeratotic juga dapat terjadi di telapak tangan dan kaki. Lesi sekunder juga
dapat sembuh secara spontan. Stadium tiga adalah lesi yang kambuh saat masa
laten. Lesi tersebut terlihat paling lama 5 tahun setelah infeksi, namun hampir
semua penderita frambusia memiliki lesi tidak menular seumur hidup mereka.
Stadium empat terjadi pada 10% penderita frambusia. Deformitas pada tulang
disebabkan oleh osteoperiostitis tibia yang tidak diobati. Lesi pada penderita
frambusia stadium empat meliputi monodactylitis, juxta-articular nodules, dan
gangosa (Arisanti et al., 2019).
5. Cara Penularan Frambusia
Cara penularan bakteri frambusia ini adalah melalui kontak kulit langsung
dengan penderita bersamaan dengan adanya luka. Penyakit ini umumnya terjadi
pada populasi di daerah miskin, terpencil, dan sulit dijangkau oleh tenaga
kesehatan di Afrika, Asia dan Amerika bagian Selatan. Tingkat kerapatan
penduduk yang tinggi, ketersediaan air yang kurang mencukupi, ketiadaan sanitasi
dan perilaku hidup kurang bersih memperbesar faktor resiko tertular oleh penyakit
ini (Arisanti et al., 2019).

6. Cara Pencegahan
Pada masyarakat Indonesia tokoh masyarakat merupakan panutan perilaku
masyarakat. Tokoh masyarakat terdiri dari tokoh masyarakat formal dan non
formal (Efendi & Makhfudli, 2009). Tokoh masyarakat formal antara lain guru,
camat, petugas kesehatan dan aparatur pemerintahan Desa. Sedangkan tokoh
masyarakat non formal yakni tokoh adat dan tokoh agama. Teori Green
menjelaskan bahwa tokoh masyarakat termasuk dalam faktor penguat atau
pendorong yang akan memotivasi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
untuk melakukan perilaku kesehatan. Dalam kegiatan pembangunan di bidang apa
saja tokoh masyarakat dapat berperan sebagai penyuluh, motivator, penggerak,
fasilitator, katalisator dan teladan (LIPI, 2008). Di kalangan masyarakat, tokoh
masyarakat juga menjadi tempat bertanya dan meminta nasihat mengenai urusan-
urusan tertentu. Tokoh masyarakat ini juga seringkali memiliki kemampuan
mempengaruhi orang lain untuk berperilaku, memiliki kedudukan sosial,
dihormati, dan diakui oleh masyarakat di lingkungannya. Berperilaku sehat
khususnya yang berkaitan dengan perilaku pencegahan penyakit Frambusia,
individu, keluarga dan masyarakat bukan hanya perlu pengetahuan, sikap positif
serta dukungan fasilitas saja melainkan diperlukan keteladanan dari tokoh
masyarakat. Tokoh masyarakat juga berperan dalam menghimbau dan mengajak
masyarakat untuk melakukan perilaku pencegahan penyakit Frambusia.
Keterlibatan tokoh masyarakat akan memotivasi anggota masyarakat yang lain
untuk melakukan perilaku pencegahan penyakit Frambusia. Peranan tokoh
masyarakat dalam mengarahkan, menginformasikan, mensponsori merupakan
faktor penguat dalam mewujudkan perilaku pencegahan penyakit Frambusia
(Tanaefeto & Ulfiana, 2004).

DAPUS :
Arisanti, Y., Tanjung, R., & Cahyani, V. D. (2019). Gambaran Umum Kasus
Frambusia setelah Pengobatan Massal dengan Azitromisin di Kota Jayapura.
Buletin Penelitian Kesehatan, 47(2), 77–82.
Pudjiati, S. R., Utami, L., & Waskito, F. (n.d.). Kontaktan Frambusia Di Wilayah
Kerja Puskesmas Nggaha Ori Angu Kabupaten Sumba Timur Propinsi Nusa
Tenggara Timur, (1), 14–17.
Tanaefeto, Y. G., & Ulfiana, E. (2004). ANALISIS FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT
FRAMBUSIA (The Analysis of Factors which Influence Preventive
Behavior on Yaws Disease). Keperawatan, 1980, 81–90. Retrieved from

Anda mungkin juga menyukai