Anda di halaman 1dari 15

Sifat Fisika dan Kimia Alkohol 1

Etanol atau etil alkohol C2H5OH adalah suatu cairan bening tak berwarna ,
teurai secara biologis, memiliki toksisitas rendah dan tidak menimbulkan solusi
polusi udara yang besar apabila bocor. Etanol kaitannya dengan bahan bakar memili
angka oktan yang tinggi sehingga dapat menggantikan timbal sebagai peningkat nilai
oktan dalam bensin.
Etanol dulunya difarmentasi oleh gula, misalnya pada pembuatan minuman.
Pada umumnya industri pembuatan etanol saat ini masih menggunakan metode yang
sama dimana gula sederhana adalah sebagian bahan bakunya menggunakan enzim
sebagai pengubahnya yang diperoleh dari ragi dengan hasil akhir etanol dan karbon
dioksida. Etanol merupakan kelompok senyawa alkohol yang mengandung gugus
hidroksil
Adapun sifat fisik dan kimia etanol itu sendiri dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 1. Sifat Fisik Dan Kimia Etanol

Parameter Keterangan
Bentuk Cair
Warna Tidak berwarna
Ambang Bau 0,1-5058,5 ppm
Ph 7,0 pada 10g/l 20⁰C
Titik lebur, ⁰C -112⁰C
Titik didih ⁰C, 1 atm 78,4⁰C pada 1013hPa
Titik nyala 12⁰C
Laju penguapan Tidak tersedia infomasi
Flamabilitas (padatan, gas) Tidak tersedia informasi
Batas ledakan bawah 3,5%(V)
Batas ledakan atas 15%(V)
Tekanan uap 59hPa pada 20⁰C
Rapat uap relative 1,6
Kerapatan relative 0,790-0,793 g/cm3 pada 20⁰C
Kelarutan dalam air Pada 20⁰C tercampur sepenuhnya (larut
dalam air dan eter)
Viskositas 1,17 mPa pada 20⁰C
Sifat peledak Tidak diklasifikasikan sebagai mudah
meledak
Kegunaan alkohol 2

Alkohol umumnya berarti etanol atau etil alkohol yang biasa digunakan dalam
minuman beralkohol seperti bir, anggur dan minuman keras. Spiritus yang digunakan
untuk pembedahan, kandungan utamanya adalah etanol dengan sedikit methanol.
Etanol juga digunakan dalam sediaan obat, pencuci mulut, antiseptik, desinfektan,
dan kosmetik sepertii aftershave, parfum
dan cologne. Beberapa kegunaan yang lebih penting dari beberapa alkohol sederhana
seperti metanoldan etanol,
1. Minuman
Alkohol yang terdapat diiminuman beralkohol adalah etanol.
2. Sebagai bahan bakar
Etanol dapat dibakar untuk menghasilkan karbondioksida yang bisa
digunakan sebagai bahan bakar baik sendirimaupun dengan adanya campuran
bensin. Gasohol sebagai campuran yang mengandung 10%-20% etanol.
3. Sebagai pelarut
Etanol aman digunakan sebagai pelarut dari senyawa-senyawa organik. Salah
satu manfaat etanol sebagai pelarut yaitu digunakan pada parfum. Alkohol
bersifat racun bagi otak. Alkohol murni berupa cairan bening, yang mudah
menguap dan mempunyai aroma yang khas. Alkohol terdapat pada berbagai
jenis minuman; Alkohol absolut 99,9%, rectified spirit: 90%, methylated
spirit: 95%, rum dan minuman lainnya: 50%-60%, whisky, gin, brandy: 40%-
45%, port dan cherry: 20%, wine: 10%-15%, bir: 4%-8%, dan berbagai jenis
minuman keras daerah lainnya: 5%-10%.

PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK PADA KERACUNAN


ALKOHOL 3, 4, 5
Diagnosis pasti harus ditegakkan dengan pemeriksaan kadar alkohol darah
atau dapat pula digunakan pemeriksaan kadar alcohol dalam otak, hati, atau organ
lain seperti cairan serebrospinal yang memiliki kadar air yang tinggi. Pemeriksaan
hati tidak direkmendasikan kerena hati sangat mudah diinvasi oleh mikroorganisme
dan dapat menyediakan glikogen, bahan yang dapat digunakan untuk digunakan
untuk farmentasi dalam pembuatan etanol.
Penentuan kadar alcohol semikuantitatif dengan menggunakan mikrodifusi (Conway)
adalah sebagai berikut:
1. Letakan 2 ml reagen anti kedalam ruang tengah.Reagen anti dibuat dengan
melarutkan 3,70 mg kalium dikronat kedalam 150 ml air. Kemdian
ditambahkan 280 ml asam sulfat
dan terus diaduk. Encerkan dengan 500 ml akuades.
2. Sebabkan 1 ml darah atau urine yang akan diperiksa dalam ruang sebelah
luar dan
masukkan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada sisi
berlawanan.
3.Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya darah/ urine
bercampur dengan larutan kalium karbonat.
4. Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada temperatur ruang. Kemudian
angkat tutup dan amati reagen anti
5. warna kuning kenari menunjukkan hasil negative. Perubahan warna kuning
kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80% mg sedangkan warna hijau
kekuningan sekitar 300% mg.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan kadar etanol didalam tubuh,
diantaranya:
1. Trauma
2. Nutrisi
3. Metabolism serotonin
4. Mikroorganisme
Pemeriksaan Luar7 10. Syaulia, Andirezeki,wongso. Roman’s 4n6 Ed.20
http://scribd.com/doc/546/71022/67/KERACUNAN ALKOHOL.htm
Untuk pemeriksaan luar jenazah yang diduga akibat alcohol harus dilakukan
pemeriksaan sesegera mungkin. Pemeriksaan dilakukan dengan menekan dada
jenazah untuk menentukan apakah ada sesuatu bau yang keluar dari mulut atau
bahkan lubang hidung. Kemudian lakukan pemeriksaan pada pakaian jenazah,
bertujuan untuk melihat apakah ada bercak muntahan. Selanjutnya, kaku mayat nejadi
salah satu pertimbangan, pada korban yang diduga meninggal karena keracunan
alcohol biasanya akan terjadi perlambatan kaku mayat dan pembusukan pada mayat
yang lebih lama. Pemeriksaan dengan melihat konjungtiva menjadi salah satu
pertimbangan, yang mana pada kondisi akut akan ditemukan kongesti konjungtiva
yang sangat jelas.
Pemeriksaan Dalam 3,6
Pemeriksaan dalam dilakukan apabila dugaan kematian akibat alcohol tidak
ditemukan. Sebaiknya pada pemeriksaan dilakukan pembedahan pada tengkorak
dilakukan terlebih dahulu, hal ini dikarenakan bau alcohol akan tercium lebih kuat
pada bagian tengkorak. Lalu perhatikan darah korban, apabila kematian korban
terjadi secara cepat akibat alcohol biasanya tidak akan ditemukan pembekuan darah.
Pemeriksaan dalam yang dilakukan pada keracunan alcohol akut,akan
ditemukan:
1. Bau alkohol berupa bau asetat yang bisa tercium dari isi lambung dan
organ tubuh lainnya
2. Dinding lambung akan terlihat hiperemis da nisi lambung akan berwarna
coklat
3. Organ tubuh akan mengalami kongesti
4. Edema pada otak yang jelas terlihat pada girus otak yang semakin sempit
dan pelebaran pembuluh darah otak dan selaput otak, degenarasi bengkak
keruh pada bagian parenkim organ dan inflamasi mukosa saluran cerna.
Pemeriksaan dalam yang dilakukan pada keracunan alcohol kronik,akan ditemukan:
1. Mukosa lambung akan tampak hiperemis dan hipertropi
2. Hati dan ginjal mengalami kongesti. Pada hati terdapat infiltrasi lemak dan
perubahan sirosis
3. Jantung membesar membesar dan adanya ilfiltrasi lemak. Pada kasus
kronik, jantung akan terlihat fibrosis interstitial, sel-sel radang, hialinisasi,
edema, dan vakuolisasi serabut otot.
Pemeriksaan Penunjang3
Untuk mengukur kadar alkohol yang dikonsumsi seseorang terdapat
beberapa cara diantaranya adalah dengan mengukur kadar alkohol dalam
darah dengan metode sederhana conway. Pada pemeriksaan ini dibutuhkan
darah dari pembuluh darah vena perifer (kubiti atau femoralis).
Selain pemeriksaan Conway diatas, juga terdapat metode lain yaitu
dengan tes tiup alkohol. Pada tes ini dibutuhkan alat yang dapat mendeteksi
kadar alkohol melalui udara nafas seseorang. Saat ini terdapat berbagai alat
yang sering digunakan polisi untuk mengukur kadar alkohol pengguna jalan
raya. Masing-masing alat memiliki sensitifitas masing-masing dalam
mendeteksi kadar alkohol dalam udara nafas seseorang.
Bagian tubuh yang diperlukan untuk pemeriksaan kimia:
 Darah
 Paru-paru
 Otak

Pada bagian yang diambil tidak boleh ditambahkan zat pengawet dan
pemeriksaan dilakukan sesegera mungkin.

Spesimen untuk analisis alkohol

Dalam beberapa jam setelah kematian, darah pada sistem pembuluh darah
membeku dan secara spontan bekuan darah tersebut mengalami lisis. Lisis
tersebut kemudian dipakai untuk menentukan sampel yang akan diambil untuk
otopsi seluruhnya mencari atau sebagian saja mencari.

Serum dan plasma mengandung 10-15% air lebih banyak dari pada jumlah sel
darah. Karena etanol terdistribusi dalam darah dalam porsi cairan maka
diharapkan konsentrasinya dalam plasma 10-15% lebih tinggi dari pada
konsentrasi seluruh sel darah. Kandungan cairan pada darah postmortal akan
menurun dan arena etanol terdistribusi dalam fase cairan pada tubuh, hal ini akan
menyebabkan BAC menurun. Konsentrasi etanol pada cairan vitreus biasanya
18% lebih tinggi dari pada etanol dalam darah dan kadar etanol urine lebih tinggi
30% atau lebih dibandingkan konsentrasi pada darah. Bahan-bahan yang perlu
diambil untuk pemeriksaan toksikologi adalah darah, otak, ginjal, hati, dan urine.
Dalam urin ditemukan metil alkohol dan asam forniat sampai 12 hari setelah
keracunan

a. Blood alcohol concentration (BAC)


Kadar toksik etanol darah berdasarkan laporan kasus kematian manusia
dan eksperimen pada hewan adalah 500 hingga 550 mg/Dl. Walaupun
demikian, peninjauan dari kasus nyata menyatakan kadar 250 mg/Dl
berpotensi mematikan. Dari peninjauan 693 kematian akibat keracunan akut
alkohol , rata-rata BAC vena femoralis saat otopsi adalah 360 mg/dL. Kadar
toksik etanol darah yang sering dipakai sebagai racun (di atas 400 atau 450
mg/dL) hanya dapat berlaku pada kematian tanpa komplikasi selain akibat
intoksikasi alkohol pada peminum yang kurang berpengalaman. Suatu bentuk
penyimpangan seksual yang melibatkan enema dengan kandungan alkohol
(klezmomania) terbukti fatal dengan BAC 400 mg/dL yang ditemukan pada
otopsi.
Kematian yang berkaitan dengan alkohol berhubungan dengan asfiksia
dapat menunjukkan BAC yang lebih rendah dibandingkan keracunan alkohol
tanpa komplikasi. Karena itu penting untuk memperoleh dokumentasi yang
akurat mengenai posisi tubuh ketika ditemukan dan bukti apapun yang
menunjukkan aspirasi vomitus di TKP, karena regurgitasi pasif isi lambung
dan kontaminasi saluran nafas dapat terjadi postmortem saat pemindahan
jenazah ke kamar mayat. Dari banyak kematian dengan keterlibatan faktor
asfiksia, alkohol dalam urine juga diperkirakan lebih tinggi dari pada alkohol
darah, mengindikasikan mekanisme kematian adalah koma yang disebabkan
tingginya BAC dan diikuti gangguan sistem pernafasan dan anoksia. Dalam
kematian seperti itu, BAC yang diobservasi pada otopsi tidak selalu sama
dengan penyebab kematian, mengingat metabolime yang terjadi hingga waktu
kematian.
Faktor-faktor diagnostic dan asfiksia postural yang tak disengaja adalah
posisi tubuh yang menghambat pernafasan, seperti fleksi leher abnormal atau
limitasi gerakan dada, bersamaan dengan bukti yang menunjukkan posisi
tersebut tidak disengaja atau kecelakaan dan penjelasan terjadinya intoksikasi
alkohol yang menyebabkan korban tidak dapat mengubah posisi dan tak
adanya penjelasan lain mengenai kematian tersebut. Intoksikasi alkohol akut
merupakan faktor resiko utama dalam model kematian seperti ini, terbukti
dalam 22 hari 30 hasus dalam sebuah penelitian.
Konsentrasi etanol darah otopsi yang tinggi, meskipun menandakan
intoksikasi kimiawi pada saat kematian, tak selalu menandakan adanya
manifestasi klinis nyata berupa mabuk seperti pada peminum alkohol kronis.
Peminum berat dapat meningkatkan toleransi terhadap alkohol ke tingkat
dapat dipertahankannya konsentrasi etanol darah yang sangat tinggi, bahkan
dalam rentang toksik, dalam tubuh mereka. Toleransi seperti itu pada
peminum kronis terutama merupakan hasil dari adaptasi neuronal. Ketagihan
pada etanol, seperti yang terlihat adanya gejala dan tanda withdrawal pada
saat berenti minum alkohol, dapat menandakan adanya proses adaptasi.
Toleransi terhadap konsentrasi etanol darah yang tinggi seperti yang
terdapat pada alkoholik kronis menyulitkan interpretasi tingginya konsentrasi
etanol darah yang didapat pada otopsi terhadap orang seperti itu. Di lain
pihak, kadar etanol yang tidak mematikan dapat bermakna dalam beberapa
tipe kematian. Etanol memiliki pengaruh yang berkebalikan terhadap regulasi
panas tubuh dan bergantungan pada perubahan temperatur, dapat
menyebabkan hipotermia atau hipertermia. Dalam kematian yang berkaitan
dengan keracunan alkohol akut, rata-rata BAC 170 mg/dL pada kematian
yang tidak berhubungan dengan hipotermia berlawanan dengan BAC yang
jauh lebih tinggi yaitu 360 mg/dL pada kematian yang tidak berhubungan
dengan hipotermia. Konsumsi alkohol mempercepat kehilangan panas tubuh
dengan merangsang dilatasi pembuluh darah perifer dan relaksasi otot, karena
itu menghambat mekanisme menggigil yang menghasilkan panas. Kehilangan
panas lebih jauh difasilitasi dengan efek terhadap perilaku sebagai
konsekuensi perasaan hangat dan nyaman, dan depresi sistem saraf pusat.
Disfungsi kompleks cerebral akibat alkohol juga menyebabkan sindroma
kematian mendadak, yang berkaitan dengan alkohol, dan trauma kranio-fasial.
Dalam sindroma ini dari jenazah ditemukan trauma fasial tetapi yang tidak
mematikan bersamaan dengan BAC yang tinggi tetapi nonlethal.
Adanya obat bersamaan dengan etanol lebih menyulitkan interpretasi dari
konsentrasi yang diukur pada otopsi. Investigasi interaksi obat alkohol
sangatlah kompleks karena interaksi dipengaruhi oleh waktu administrasi
alkohol dengan obat dan dosis-dosis spesifiknya. Selain itu dioksidasi oleh
ADH, etanol juga dimetabolisme menjadi ecetildehid oleh enzim mikrosomal,
sitikrom p4502E1. Enzim ini juga yang terlibat dalam metaboslime substansi
endogen dan eksogen, termasuk obat therapeutic, dengan hasilnya mekanisme
interaksi obat alkohol yang melibatkan inhibisi ataupun induksi enzim
tersebut. Setelah menenggak alkohol dalam dosis tinggi secara akut, molekul
etanol berkompetisi dengan obat lain untuk detoksifikasi. Di lain pihak,
konsumsi kronis sejumlah besar alkohol menyebabkan induksi sistem enzim
sehingga alkoholik mendapatkan tambahan kapasistas untuk metabolisme
obat.
Disulfiram (tetraethylthiuram disulfide atau antabuse) menghambat
ALDH dan digunakan untuk terapi aversi untuk pengobatan ketergantungan
alkohol, meskipun efektivitas klinisnya masih diperdebatkan. Saat seseorang
meminum obat tersebut, kemudian menenggak alkohol, maka akan
menghasilkan gejala-gejala yang tidak menyenangkan sebagai hasil dari
akumulasi toksik asetaldehida. Kematian dilaporkan setelah mencapai BAC
rendah dan dengan konsentrasi asetaldehida dalam darah antara 12 dan 41
mg/dL.
Konsentrasi Etanol darah positif sekitar satu setengah dari semua
kematian tidak wajar sehingga screening rutin untuk etanol dari kematian
seperti itu sangat dianjurkan. Untuk kematian yang alami atau wajar, hasil
positif dari screening tidak terlalu bermakna, kecuali ada riwayat alkoholisme
kronis atau ingesti alkohol dalam jangka waktu dekat. Sampel darah otopsi
jangan pernah diambil dari leher, aorta, atau pembuluh darah besar lainnya di
dada atau abdomen atau dari genangan darah kantung pericardial, kavitas,
pleura, atau kavitas abdominal. Apabila spesimen tersebut merupakan satu-
satunya yang tersedia, maka diharuskan untuk dinyatakan dengan jelas dan
dimasukkan dalam ingterpretasi hasil analisa. Sampel darah otopsi rutin yang
paling pantas untuk analisa etanol ataupun obat, adalah yang diambil dari
vena femoralis atau vena ilika eksternus menggunakan jarum atau syringe
setelah proksimal pembuluh darah diikat. Sampel dari vitreus humor dan
urine, apabila tersedia, sebaiknya juga diambil. Interpretasi dari penemuan
dalam hasil analisa dari specimen-spesimen tersebut harus, apabila
diperlukan, dimasukkan dalam penemuan otopsi, dan pertimbangan sebab
kematian. Dalam usaha untuk menginterprestasikan kadar alkohol dalam
sebuah sampel darah yang diisolasi tanpa tambahan informasi merupakan
sebuah bencana medikolegal.

b. Vitreous Humor Alcohol Consentration (VHAC)


Analisa cairan vitreus berguna untuk mendukung bukti yang ditemukan
pada pemeriksaan BAC dan membantu membedakan intoksikasi antemortal
dan sintesis alkohol postmortal. Pemeriksaan cairan vitreus juga merupakan
cairan serosa, jernih dan gampang dianalisis. Secara anatomi, letaknya
terisolasi sehingga terlindungi dari bakteri pembusukan. Jika dimasukkan
dalam persamaan linier, maka BAC = 3.03 + 0. 852 VHAC.
Darah mengandung lebih sedikit air vitreus yang 98-99% adalah air, jadi
rasio BAC: VHAC akan kurang dari satu. Jika rasionya lebih dari satu,
menandakan kematian terjadi sebelum adanya difusi. Dapat diasumsikan
bahwa etanol dapat berdifusi ke dan dari cairan vitreus humor setelah tubuh
mengalami pembusukan. Namun hampir semua cairan pembusukan tidak
mengandung etil alkohol, melainkan metanol. Perbandingan konsentrasi
etanol pada 38 jenazah sebelum dan sesudah mengalami pembusukan
memberi hasil tidak adanya perubahan signifikan pada konsentrasi etanol pada
vitreus humor.
a. Urinary alcohol concentration (UAC)
Urin paa ureter memiliki konsentrasi alcohol kurang lebih 1.3 kali
lebih tinggi daripada darah. Urin biasanya diambil adalah urin pada kandung
kemih, namun tidak di ketahui tentang waktu dari urinasi terakhir dan
kematian. Oleh karena itu, UAC tidak mencerminkan BAC pada waktu
kematian. Terdapat beberapa penelitian yang memeriksa tentang rasio antara
BAC dan UAC kandung kemih pada otopsi. Salah satu penelitian menyatakan
rasio UAC/BAC adalah 1.28: 1 dengan rentang 0.22-2.66. pada penelitian
lainnya, rasio UAC/BAC adalah 1.2:1 dengan rentang 0.22-2.07. jika di
masukkan dalam persamaan linear, maka BAC=-5.6+0.811 UAC.
Ketika pada saat otopsi di dapatkan sampel darah dan urin, rasio
UAC/BAC dapat menjadi nilai interpretative, dengan menggambarkan
indikasi status absorpsi dan eliminasi alcohol. Rasio kurang dari satu atau
tidak lebih dari 1.2 menggambarkan adanya peningkatan BAC, meskipun
tidak berarti. Jika rasionya 1.3 hal ini menggambarkan bahwa telah melewati
fase post-absorbsi pada saat kematian.
Pada penelitian memeriksa rasio UAC/BAC pada 628 kasus kematian
akibat intoksikasi akut alcohol adalah 1.18, sementara pada 647 kasus
kematian akibat penggunaan kronik alcohol adalah 1.30. hal ini menandakan
kelompok yang meninggal secara khusus terjadi sebelum absorbs dan
distribusi selesai terjadi pada kasus intoksikasi akut alcohol. Untuk
mengetahui apakah sebelum meninggal, dapat dilakukan pengambilan sampel
lambung. Secara tidak umum, tingginya kadar UAC/BAC menggambarkan
akumulasi urin dalam waktu yang cukup lama dan rasio yang ekstrim di
kenali pada kasus kematian yang terjadi beberapa lama setelah intoksikasi
akut alcohol.
Pada kasus kematian traumatic, UAC dapat membantu menegakkan
peran alcohol dalam kasus tersebut. Etanol urin sebanyak 200 mg/dL,
mungkin kadar alcohol pada darah dapat negative.
b. Saliva Alcohol Concentration (SAC)
Tes alcohol air liur (saliva) dapat terjamin kualitasnya dengan
melakukan pemeriksaan yang terkontrol, dengan menggunakan saliva alcohol
ethanol control. Tes saliva dapat digunakan dalam jangka waktu 10-24 jam
setelah mengkonsumsi alcohol. Tes ini dapat mendeteksi konsentrasi alcohol
dalam darah sekitar 0.02%.

c. Residu alcohol di lambung


Difusi etanol post-mortem dari lambung ke dalam kantong pericardia;
dan rongga pleura kiri sangat signifikan dan dapat mengkontaminasi sampel
darah yang melewati daerah tersebut. Konsentrasi tertinggi di temukan pada
cairan pericardial yang dapat meningkatkan kadar alcohol terhadap darah
yang melewati darah ini. Lima puluh dari 10% alcohol masuk dalam
esophagus, setelah ligase dari hubungan gastro-esofagus menghasilkan
konsentrasi etanol yang sama pada darah aorta setelah penyulingan lambung.
Hal ini memberi kesan bahwa refluks gastroesofageal dan infuse dari
esophagus merupakan salah satu mekanisme dari peningkatan kadar etanol
dalam darah.
Alcohol dalam material lambung berdifusi dari saluran nafas kedalam
darah. Sejumlah kecil etanol trakea dari cadaver dapat di absorbs dalam darah
di jantung dan juga terjadi difusi langsungdari trakea ke dalam aorta dan vena
cava superior.
d. Pemeriksaan alcohol melalui lambung
Ketika di konsumsi, opiate, kokain, ganja dan amfetamin
dimetabolisme di tubuh dan pemecahan dari produk masuk secara permanen
ke dalam akar rambut. Perbedaan antara kebanyakan metabolit obat dan
metabolit alcohol adalah bagaimana cara masuknya ke dalam rambut. Fatty
Acid Ethyl Ethers (FAEE) masuk ke dalam rambut melalui keratinosit.
Terjadi pembentukan ethanol pada kelenjar sebasea dan menjadi perantara
bagi FAEE sehingga terjadi akumulasi dari FAEE pada proksimal rambut.
e. Pemeriksaan alcohol pada nafas
Pemeriksaan pernafasan bergantung pada :
1. Konsentrasi dari alcohol yang berasal dari mulut.
2. Lama alcohol yang tetap ada di mulut.
3. Waktu yang berlalu sejak alcohol di dalam mulut.

Eksperimen menunjukkan bahwa dalam 20 menit residu alcohol dalam


mulut dapat hilang.

Analisa nafas alcohol berdasarkan fakta bahwa terjadi difusi antara


alcohol di sirkulasi darah dan udara di paru-paru sesuai dengan hokum Henry
“berat jenis dari setiap gas yang larut dalam volume cairan tertentu
berbanding lurus dengan tekanan uap yang mendesak di atas cairan. Proporsi
ini berbeda tergantung pada suhu, tekanan dan volume tertentu”. Hal ini
berkaitan dengan adanya equilibrium dari konsentrasi di udara dan di cairan,
dengan menggunakan rumus.

Konsentrasi alcohol dalam udara ^ K (konstanta)

Konsentrasi alcohol dalam udara

Suhu yang di gunakan untuk pemeriksaan nafas alcohol ini sekitar 34


derajat celcius. Rasio antara jumlah udara dalam paru-paru dan alcohol dalam
darah arteri adalah 2100:1, yang artinya 2100 ml udara di paru-paru + 1ml d.
ASPEK MEDIKOLEGAL7,8

Ketentuan yang mengatur tentang penjual, penyedia, dan gangguan


oleh orang mabuk diatur dalam:
1. KUHP tentang kejahatan terhadap kesusilaan pasal 300: diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.
Ayat (1) “barangsiapa dengan sengaja menjual atau memberikan minuman
yang memabukkan kepada seseorang telah kelihatan mabuk; perdagangan
wanita atau perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam
dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
2. KUHP tentang pelanggaran kesusilaan pasal 536
Ayat (1) “barang siapa terang dalam keadaan mabuk dijalan umum,
diancam pidana denda sebanyak dua ratu dua puluh lima rupiah
3. KUHP pasal 538
Ayat (1) “penjual minuman keras atau wakilnya yang pada waktu
menjalankan pekerjaannya itu memberikan atau menjual minuman keras
atau arak kepada serang anak di bawah umur enam belas tahun, diancam
dengan pidana kurungan paling lama tiga minggu atau pidana denda
paling tinggi seribu lima ratus rupiah.”
4. KUHP pasal 539
“Barangsiapa menyediakan secara cuma-cuma minuman keras atau arak
atau menjanjikan sebagai hadiah pada waktu diadakan pesta keramaian
untuk umum atau pertunjukan rakyat atau pada waktu diselenggarakan
pawai untuk umum, diancam dengan pidana kurungan paling lama dua
belas hari atau pidana denda paling tinggi tiga ratus tujuh puluh lima
rupiah.”
5. Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 74 Tahun 2013, pasal 3 ayat 1
Minuman Beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau
asal impor dikelompokkan dalam golongan sebagai berikut:
a. Minuman Beralkohol golongan A adalah minuman yang
mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar
sampai dengan 5% (lima persen)
b. Minuman Beralkohol golongan B adalah minuman yang
mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar
lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh
persen)
c. Minuman Beralkohol golongan C adalah minuman yang
mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar
lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima
puluh lima persen.

1. Perry, Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, 1999, Mc-Grow-Hill.


Amerika
2. Anggraini, V, et all. Kegunaan Alkohol. Semarang: Universitas
Diponegoro 2009
3. Budianto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardhi T, Mun’in A, Sidhi, et all.
Ilmu Kedokteran Forensik.1997. Jakart: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
4. Patric OC. Alcohol abuse and dependent.In: Cecil medicine,
23rd.phyladelphia; 200
5. Canfield DV, Brink JD, Jhonson RD,Lewis RJ, Dubowski KM. Post mortem
etanol testing procedures available to accident investigators. Aerospace
medical institute. 2007 Aug.Report No: DOT//FAA//AM-07//22)
6. Syaulia, Andirezeki,wongso. Roman’s 4n6 Ed.20
http://scribd.com/doc/546/71022/67/KERACUNAN ALKOHOL.htm
7. Kitab undang-undang hukum pidana Republik Indonesia
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.94 tahun 2013

Anda mungkin juga menyukai