Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI

Dosen Pengampu : Ns. Alfi Talibo, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh :

Muhammad Wahyu Wicaksana (1901022)

Keperawatan (2A)

STIKES MUHAMMADIYAH MANADO

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

T.A 2019-2020
Hambatan Mobilitas Fisik

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Pengertian
a. Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat
proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi
(Mubarak, 2008)
b. Imobilisasi
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total tetapi juga mengalami
penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008)
2. Penyebab/Faktor Predisposisi

Penyebab

Imobilisasi dapat disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa


penyakit yang beresiko menyebabkan stroke seperti hipertensi, DM,
Arterosklerosis, embolis serta kontak antara bagian tubuh dengan sumber
panas ekstrem.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat mobilisasi seseorang


diantaranya menurut Aziz Alimul (2009) :
a) Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan
mobilisasi seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau
kebiasaan sehari-hari.
b) Proses Penyakit/Cedera. Proses penyakit dapat memengaruhi
kemampuan mobilisasi karena dapat memengaruhi fungsi sistem
tubuh. Sebagai contoh, orang yang mengalami fraktur femur akan
mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bawah. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit
tertentu misalnya penyakit stroke yang berakibat kelumpuhan typoid
dan penyakit kardiovaskuler.
c) Kebudayaan. Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga
dipengaruhi kebudayaan. Contohnya orang yang memiliki budaya
sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilisasi yang kuat;
sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilisasi (kaki)
karena adat dan kebudayaan tertentu dilarang untuk beraktivitas.
d) Tingkat Energi. Energi adalah sumber untuk melakukan mobilisasi.
Agar seseorang dapat melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan
energi yang cukup.
e) Usia dan Status Perkembangan. Terdapat perbedaan kemampuan
mobilisasi pada tingkat usia yang berbeda dalam Potter and Perry
(2005). Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat
gerak sejalan dengan perkembangan usia antara lain :
1. Bayi: sistem muskuloskeletal bayi bersifat fleksibel. Ekstremitas
lentur dan persendian memiliki ROM lengkap. Posturnya kaku
karena kepala dan tubuh bagian atas dibawa ke depan dan tidak
seimbang sehingga mudah terjatuh.
2. Batita: kekakuan postur tampak berkurang, garis pada tulang
belakang servikal dan lumbal lebih nyata
3. Balita dan anak sekolah: tulang-tulang panjang pada lengan dan
tungkai tumbuh. Otot, ligamen, dan tendon menjadi lebih kuat,
berakibat pada perkembangan postur dan peningkatan kekuatan
otot. Koordinasi yang lebih baik memungkinkan anak melakukan
tugas-tugas yang membutuhkan keterampilan motorik yang baik.
4. Remaja: remaja putri biasanya tumbuh dan berkembang lebih dulu
dibanding yang laki-laki. Pinggul membesar, lemak disimpan di
lengan atas, paha, dan bokong. Perubahan laki-laki pada bentuk
biasanya menghasilkan pertumbuhan tulang panjang dan
meningkatnya massa otot. Tungkai menjadi lebih panjang dan
pinggul menjadi lebih sempit. Perkembangan otot meningkat di
dada, lengan, bahu, dan tungkai atas.
5. Dewasa: postur dan kesegarisan tubuh lebih baik. Perubahan
normal pada tubuh dan kesegarisan tubuh pada orang dewasa
terjadi terutama pada wanita hamil. Perubahan ini akibat dari
respon adaptif tubuh terhadap penambahan berat dan pertumbuhan
fetus. Pusat gravitasi berpindah ke bagian depan. Wanita hamil
bersandar ke belakang dan agak berpunggung lengkung. Klien
biasanya mengeluh sakit punggung.
6. Lansia: kehilangan progresif pada massa tulang total terjadi pada
orangtua.
f) Kondisi patologik
1) Postur abnormal :
 Tortikolis : kepala miring pada satu sisi, di mana adanya
kontraktur pada otot sternoklei domanstoid.
 Lordosis : kurva spinal lumbal yang terlalu cembung ke depan/
anterior
 Kifosis : peningkatan kurva spinal torakal.
 Kipolordosis : kombinasi dari kifosis dan lordosis.
 Skolioasis : kurva spinal yang miring ke samping, tidak
samanya tinggi hip/ pinggul dan bahu.
 Kiposkoliosis: tidak normalnya kurva spinal anteroposterior
dan lateral.
 Footdrop: plantar fleksi, ketidakmampuan menekuk kaki
karena kerusakan saraf peroneal.
2) Gangguan perkembangan otot, seperti distropsi muskular, terjadi
karena gangguan yang disebabkan oleh degenerasi serat otot
skeletal.
3) Kerusakan sistem saraf pusat
4) Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal: kontusio, salah
urat, dan fraktur.
g) Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental yang menghalangi seseorang untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Ketidakmampuan dibagi
menjadi dua yaitu :
a. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau
trauma (misalnya : paraisis akibat gangguan atau cedera pada
medula spinalis).
b. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer (misalnya kelemahan otot dan tirah
baring) (Mubarak, 2008)
3. Patofisiologi terjadinya penyakit

Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam mobilisasi dapat


disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa penyakit yang beresiko
menyebabkan stroke seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis serta
kontak antara bagian tubuh dengan sumber panas ekstrem. Terjadinya trauma
dan kondisi patologis tersebut dapat menimbulkan adanya fraktur yang
menyebabkan pergeseran fragmen tulang sehingga terjadi perubahan bentuk
(deformitas) yang menimbulkan gangguan fungsi organ dan akhirnya
menimbulkan hambatan mobilitas fisik. Beberapa penyakit seperti hipertensi,
DM, Arterosklerosis, embolis dapat menyebabkan pembekuan darah dan
terjadi penyempitan pembuluh darah sehingga aliran darah ke otak terganggu
dan terjadi iskemia sel-sel otak yang menimbulkan stroke yang menyerang
pembuluh darah otak bagian depan mengakibatkan penurunan kekuatan otot
(hemiparesis) hingga hilangnya kekuatan otot (hemiplegia) yang akhirnya
menimbulkan hambatan mobilitas fisik. Penyebab lain karena kontak langsung
yang terjadi antara tubuh dengan sumber panas ekstrem seperti air panas, api,
bahan kimia, listrik yang menyebabkan combustio (luka bakar) dan merusak
jaringan kulit yang lebih dalam, menimbulkan sensasi nyeri terutama saat
dilakukan pergerakan pada bagian tersebut sehingga terjadi hambatan mobilitas
fisik. (WOC Terlampir)
4. Klasifikasi

Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam mpbilisasi dan
imobilisasi antara lain :

1. Jenis Mobilisasi
a. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan
interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
b. Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara
bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sensorik pada tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera
atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Mobilisasi sebagian
ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Dapat
disebabkan oleh trauma reversible pada sistem musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.

2. Mobilisasi permanen, merupakan kemampuan individu untuk


bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang ireversible,
contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena
cedera tulang belakang, poliomyelitis karena terganggunya
system saraf motorik dan sensorik.

2. Jenis Imobilisasi

a. Imobilisasi fisik, ketidakmampuan bergerak secara fisik karena


terjadi gangguan pada system neuro dan muskoloskeletal secara
langsung maupun komplikasi dari penyakit. Imobilitas fisik juda
merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada
pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan
tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi
tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
b. Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang
mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
c. Imobilisasi emosional, keadaan ktika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-
tiba dalam menyesuaikan diri. Contohnya keadaan stres berat dapat
disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami
kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang
paling dicintai.
d. Imobilisasi sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya
sehingga dapat memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
5. Gejala Klinis

Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA)


2012-2014, batasan karakteristik dari hambatan mobilitas fisik adalah sebagai
berikut:
 Penurunan waktu reaksi.
 Kesulitan membolak balik posisi
 Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti gerakan (mis.
Meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan
prilaku, fokus pada ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit).
 Dispnea setelah aktivitas.
 Perubahan cara berjalan.
 Pergerakan gemetar.
 Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik
halus.
 Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik
kasar.
 Keterbatasan rentang pergerakan sendi
 Tremor akibat pergerakan.
 Ketidakstabilan postur.
 Pergerakan lambat.
 Pergerakan tidak terkodinasi.
Seseorang yang mengalami gangguan mobilitas fisik akan
menunjukan tanda dan gejala seperti di atas.
6. Pemeriksaan Fisik

1) Mengkaji skelet tubuh


Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh
yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya
patah tulang.
2) Mengkaji tulang belakang : Skoliosis, Kifosis, Lordosis.
3) Mengkaji system persendian : Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun
pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.
4) Mengkaji system otot : Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan
koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk
mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
5)  Mengkaji cara berjalan
Misanya cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan
selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan
bergetar – penyakit Parkinson).
6) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
7)  Mengkaji  fungsional klien
7. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
 Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
 CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
 MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang Dll.
 Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin
dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
8. Therapy/tindakan penanganan

Therapy yang dapat dilakukan antara lain menurut Potter and Perry (2005)

1) Kesejajaran Tubuh
Dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat
mengangangkat klien dengan benar, menggunakan teknik posisi yang
tepat, dan memindahkan klien dengan posisi yang aman dari tempat
tidur ke kursi atau brankar.

Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,


digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan
fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu : posisi fowler
(setengah duduk), posisi litotomi, posisi dorsal recumbent, posisi
supinasi (terlentang), posisi pronasi (tengkurap), posisi lateral
(miring), posisi sim, posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari
kaki)
2) Mobilisasi Sendi

Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi sendi maka perawat dapat


mengajarkan klien latihan ROM (Range Of Motion). Apabila klien
tidak mempunyai control motorik volunteer maka perawat melakukan
latihan rentang gerak pasif. Mobilisasi sendi juga ditingkatkan dengan
berjalan. Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan
tindakan pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan
kelemahan otot. Latihan-latihan itu, yaitu : Fleksi dan ekstensi
pergelangan tangan, fleksi dan ekstensi siku, pronasi dan supinasi
lengan bawah, pronasi fleksi bahu, abduksi dan adduksi, rotasi bahu,
fleksi dan ekstensi jari-jari, infersi dan efersi  kaki fleksi dan ekstensi
pergelangan kaki, fleksi dan ekstensi lutut, rotasi pangkal paha.
3) Mengurangi Bahaya Mobilisasi
Intervensi keperawatan klien imobilisasi harus berfokus mencegah
dan meminimalkan bahaya imobilisasi. Intervensi harus diarahkan
untuk mempertahankan fungsi optimal pada seluruh sistem tubuh.
9. Komplikasi

Dampak dari imobilisasi dalam sangat besar pada tubuh Fundamental


Keperawatan Perry dan Potter (2005) diantaranya adalah :

a. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilisasi dapat mengganggu metabolisme
secara normal, mengingat imobilisasi dapat menyebabkan turunnya
kecepatan metabolisme di dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai
pada menurunnya basal metabolism rate (BMR) yang menyebabkan
berkurangnya energi untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat
memengaruhi gangguan oksigenasi sel.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai
dampak dari imobilisasi akan mengakibatkan persediaan protein
menurun dan konsentrasi protein serum berkurang sehingga dapat
mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di samping itu, berkurangnya
perpindahan cairan dari intravascular ke interstisial dapat
menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.

c. Gangguan Fungsi Gastriointestinal


Imobilisasi dapat menyebabkan gangguan fungsi
gastrointestinal. Hal ini disebabkan karena imobilisasi dapat
menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga penurunan jumlah
masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan, seperti perut
kembung, mual, dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan
gangguan proses eliminasi.
d. Perubahan Sistem Pernafasan
Akibat imobilisasi, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru
menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses
metabolisme terganggu.
e. Perubahan Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskular juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada
tiga perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban
kerja jantung, dan pembentukan thrombus. Hipotensi ortostatik adalah
penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10mmHg
ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri.
Pada klien imobilisasi, terjadi penurunan sirkulasi volume cairan,
pengumpulan darah pada ekstremitas bawah, dan penurunan respon
otonom.
f. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskeletal sebagai dampak


dari imobilisasi adalah sebagai berikut: (Fundamental Keperawatan
Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3)
 Gangguan Muskular. Menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.
Menurunnya fungsi kapasitas otot ditandai dengan menurunnya
stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat menyebabkan atropi
pada otot. Sebagai contoh, otot betis seseorang yang telah dirawat
lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil selain
menunjukkan tanda lemah atau lesu.

 Gangguan Skeletal. Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan


gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadinya kontraktur sendi
dan osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi yang abnormal
dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan atropi dan
memendeknya otot.
g. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan
elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi
dan terjadinya iskemia serta nekrosis jaringan superficial dengan
adanya luka decubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan
sirkulasi yang menurun ke jaringan.
h. Perubahan Eliminasi
Eliminasi urine klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada
posisi tegak lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk
ke dalam ureter dan kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien
dalam posisi rekumben atau datar, ginjal dan ureter membentuk garis
datar seperti pesawat. Ginjal yang membentuk urine harus masuk ke
dalam kandung kemih melawan gaya gravitasi. Akibat kontraksi
peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gaya gravitasi, pelvis
ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam ureter.
i. Perubahan Prilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilisasi, antara lain
timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi,
depresi, perubahan siklus tidur, dan menurunnya koping mekanisme.
Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan dampak
imobilisasi karena selama proses imobilisasi seseorang akan
mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain-lain.
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
1) Identitas
2) Nama : Ny. A
3) Umur : 72 Tahun
4) Jenis Kelamin : Perempuan
5) Agama : Islam
6) Suku Bangsa : Jawa/Indonesia
7) Bahasa : Jawa
8) Pendidikan Terakhir : SMP
9) Pekerjaan : Tidak bekerja
10) Alamat : Timunsari Hargojari Tanjungsari Gunung
kidul

KELUHAN UTAMA

Pasien mengatakan kakinya pegal-pegal dan sulit untuk digerakkan.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Dari data RM bahwa Ny.A mempunyai riwayat jatuh 1 tahun yang lalu. Dan
sebulan sebelum masuk rusah sakit kaki pasien membengkak

RIWAYAT PENYAKIT SEBELUM SAKIT

a. Penyakit yang pernah diderita : hipertensi

b. Obat yang biasa dikonsumsi : amlodipine 5mg

c. Kebiasaan berobat : Dokter

d. Perawatan di RS terakhir : Tidak ada

e. Alat bantu yang digunakan : Tidak menggunakan alat


bantu
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

Anggota keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit keturunan ataupun
menular.

RIWAYAT PSIKOLOGI

Pasien hidup bersama 2 anak beserta menantunya serta 4 cucu.

POLA AKTIVITAS SEHARI – HARI

1. Makan Dan Minum

 Kebiasaan makan sebelum sakit

 frekuensi : 3x / hari

 jenis : nasi sayur ,lauk + buah-buahan

 Pantangan : tidak ada

 Makanan yang disukai : Semua makanan disukai

 Makanan yang tidak disukai : Tidak ada

 Alergi makanan : Tidak alergi


makanan

 Kebiasaan minum sebelum sakit

 frekuensi : 5 x/hari @ 250 cc

 jenis : Air putih

 Pantangan : tidak ada

 Minuman yang diskai : Air putih

 Minuman yang tidak disukai : Tidak ada

 Alergi minuman : Tidak alergi minuman


 Kebiasaan makan saat sakit

 frekuensi : 3x / hari

 jenis : bubur, sayur, lauk + buah

 Pantangan : Tidak ada

 Makanan yang diskai : Semua makanan disukai

 Makanan yang tidak disukai : Tidak ada

 Alergi makanan : Tidak alergi makanan

 Klien makan dengan dibantu

 Kebiasaan saat sakit

 frekuensi : 5 x/hari @ 250 cc

 jenis : Air putih

 Pantangan : tidak ada

 Minuman yang diskai : Air putih

 Minuman yang tidak disukai : Tidak ada

 Alergi minuman : Tidak alergi minuman

 Klien minum dengan dibantu

2. Eliminasi

 Sebelum sakit

Klien mampu BAB dan BAK sendiri tanpa bantuan orang lain. BAK
5x/hari BAB 1x/hari tanpa obat pencahar

 Saat sakit
Klien masih mampu BAB dan BAK sendiri tanpa bantuan orang lain
BAK 5 x/hari BAB 1x/hari tanpa bantuan orang lain

3. Kebersihan

 Sebelum sakit

klien mandi 2x/ hari dan ganti pakaian 2x/ hari keramas 3 x/ minggu,
sikat gigi 2x/hari memotong kuku 1x/minggu. Semua tindakan
dilakukan secara mandiri.

 Saat sakit

Klien mandi 1x/ hari hanya diseka dan ganti pakaian 1x/ hari
keramas -, sikat gigi 1 x/hari memotong kuku -. Semua tindakan
dengan dibantu.

4. Pola Istirahat Dan Aktivitas

 Sebelum sakit

klien tidur siang kurang lebih1 2 jam/hari mulai pukul 13.00 – 15.00
WIB

klien tidur malam kurang lebih 6 jam/hari mulai pukul 22.00 - 04.00
WIB

aktivitas 4 jam/hari pukul 07.00 – 11.00 WIB

 Saat sakit

klien tidur siang 1 jam/hari

klien tidur malam kurang lebih 5 jam / hari, sering terbangun

aktivitas tidak ada

5. Pola Hubungan dan Peran


Hubungan klien di masyarakat sangat baik dan bisa bersosialisasi dengan
siapa saja

6. Pola Kognitif

Klien dapat berfikir dengan baik dan dapat berbincang-bincang dengan


baik

II. PENGKAJIAN PER SYSTEM

1. Pernafasan (Breathing)

a. Bentuk dada : Simetris

b. Batuk : Kadang
c. Nyeri waktu bernapas : Tidak
d. Pola napas : Regular
e. Frekuensi napas : 24 x/menit
f. Bunyi napas Abnormal : Ronchi – / - ,
wheezing + / +
g. Alat bantu napas : Tidak pakai alat
bantu napas

2. Kardiovaskuler (Blood)

a. Nadi : Regular

b. Frekuensi : 88 x/menit

c. Tekanan darah : 150/90 mmHg

d. Bunyi jantung : Normal

e. Suhu : 37 oC

f. Pembesaran jantung : Tidak ada

g. Nyeri dada : Tidak ada

3. Persyarafan (Brain)
a. Kesadaran : Compos Mentis

b. GCS : 4-5-6

c. Reflek : Normal

d. Kejang : Tidak ada

e. Koordinasi gerak : Baik

4. Perkemihan (Blader)

Masalah kandung kemih, tidak ada masalah, klien tidak terpasang


kateter, produksi urine ±200 cc setiap berkemih, warna jernih, kuning,
bau khas urine.

5. Otot, Tulang Dan Integumen (Bone)

a. Otot dan tulang

Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai bebas

Tidak ada fraktur, dislokasi, haematum, Kekuatan otot 5 5

3 4

a. Integumen

- Warna kulit : Kemerahan

- Akral : Hangat

- Turgor : Elastik,
kembali dalam < 2detik

ANALISA DATA

Nama Pasien : Ny. A

Umur : 72 tahun

No. Data Penunjang Masalah Etiologi


Dx

I DS : Gangguan kelemahan
mobilitas fisik
 Klien mengatakan
segala aktivitasnya dibantu

 Klien mengatakan
kakinya pegal pegal

DO :

 Kaki klien terlihat


bengkak, pitting uedem derajat
3

 Kedua kaki terlihat


kaku
Deficit
II Kelemahan
perawatan diri :
mandi
DS :

 Klien mengatakan
tidak bisa mandi sendiri

 klien mengatakan
mandi dibantu oleh keluarga

 klien mengatakan
mandi ditempat tidur dengan
cara di lap.

DO :

 indeks kartz 0

 klien tidak bisa pergi


ke kamar mandi
 kekuatan otot 5 5

44

PRIORITAS MASALAH

Nama Pasien : Ny. A

Umur : 72 tahun

Tanggal / Jam Diagnosa Keperawatan Paraf

14 Januari 2018 Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan

14 Januari 2018 Deficit perawatan diri : mandi b.d kelemahan


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny.A

Umur : 72 tahun

NO.
Tanggal Tujuan / Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional
Dx

14 Januari 1 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji 1. Sebagai acuan dalam melakukan


2018 keperawatan selama 3x24 kemampuan mobilisasi klien tindakan
jam, gangguan mobilitas
2. Latih ROM 2. ROM dapat mencegah kekakuan
fisik berkurang dengan
pasif pada otot
Kriteria hasil :
3. Posisikan 3. Posisi yang lebih tinggi dapat
 uedem pada kaki kaki lebih tinggi dari jantung mengurangi edema
berkurang
4. Edukasi 4. Edukasi dapat meningkatkan
 ekstremitas klien kepada klien untuk tetap motivasi klien
lemas/ tidak kaku mobilisasi semampunya semisal
5. Dokter dapat memberikan terapi
miring kiri kanan
farmakologi yang tepat untuk klien
5. Kolaborasi
dengan dokter terkait dengan
oedem pada klien
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. A

Umur : 72 tahun

Tangga NO.
Tujuan / Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional
l Dx

14 2 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kebutuhan perawatan diri klien 1. Sebagai acuan untuk menentukan
Januari keperawatan selama 3x24 jam, tindakan keperawatan
2. Bantu klien dalam memenuhu perawatan
2018 diharapkan deficit perawatan
mandinya 2. Bantuan yang diberikan untuk
diri: mandi teratasi dengan
klien dapat memenuhi kebutuhan
3. Edukasi klien untuk melapor kepada
Kriteria hasil : personal hygiene klien.
perawat apabila badan terasa kotor dan
1. Klien mandi secara tidak enak 3. Edukasi dapat meningkatkan
teratur 2x sehari motivasi klien sertadapat
4. Kolaborasi dengan praktikan dalam
meningkatkan mawas diri klien
2. Klien tampak pemenuhan perawatan diri klien
tentang kebersihan dirinya
bersih
4. Kolaborasi dapat lebih intensif
dalam merawat klien.
2. INTERVENSI

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


o Keperawatan

1 Hambatan Setelah dilakukan asuhan NIC Label


Mobilitas Fisik keperawatan ...x24jam Exercise o Menentukan
berhubungan diharapkan pasien dapat Therapy: Joint batas gerakan
dengan tetap mempertahankan Mobility yang akan
intoleransi pergerakannya, dengan dilakukan
aktivitas criteria: o Motivasi yang
ditandai dengan o Kaji tinggi dari
NOC Label : Body
keterbatasan keterbatasan pasien dpt
Mechanics Performance
kemampuan gerak sendi melancarkan
melakukan  Menggunakan posisi latihan
keterampilan duduk yang benar o Kaji motivasi o Agar pasien
motorik kasar  Mempertahankan klien untuk beserta
kekuatan otot mempertahan keluarga dapat
 Mempertahankan kan memahami dan
fleksibilitas sendi pergerakan mengetahui
sendi alasanpemberia
o Jelaskan n latihan
alasan/rasiona o Agar dapat
l pemberian memberikan
latihan kepada intervensi
pasien/ secara tepat
keluarga
o Cedera yg
o Monitor timbul dapat
lokasi memperburuk
ketidaknyama kondisi klien
nan atau nyeri
selama
o Memaksimalka
aktivitas
n latihan
o Lindungi
pasien dari
cedera selama
latihan

o Bantu klien ke o ROM dapat


posisi yang mempertahank
optimal untuk an pergerakan
latihan sendi
rentang gerak
o Anjurkan
klien untuk
melakukan
latihan range
o ROM pasif
of motion
dilakukan jika
secara aktif
klien tidak
jika
dapat
memungkinka
melakukan
n
o Anjurkan secara mandiri
untuk
melakukan
o Meningkatkan
range of
harga diri klien
motion pasif
jika
diindikasikan

o Beri
reinforcement
positif setiap
kemajuan
klien
DIAGNOSA CATATAN
NO TANGGAL IMPLEMENTASI PARAF
KEPERAWATAN PERKEMBANGAN
2. 14 Januari 2018 Hambatan mobilitas Jam S:
 Ny. A mengatakan susah
fisik berhubungan 1. Mengajarkan dan membantu klien
untuk berjalan
dengan pasca trauma untuk berpindah sesuai dengan
kebutuhan misalnya dari tempat tidur  Ny. A mengatakan susah
berjalan tanpa pegangan
ke kursi
 Ny. A mengatakan nyeri
pada kakinya
Jam
2. Memantau penggunaan alat bantu  Ny. A mengatakan tidak
mobilitas dapat berjalan jauh seperti
mengambil makan
Jam
ataupun keliling panti.
3. Memberikan penguatan positif selama
aktivitas.
O:
 Tremor pada kaki pada
Jam
saat berdiri
4. Mengajarkan klien dalam latihan
ROM aktif/pasif untuk  Ny. A tampak susah
untuk berjalan
mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot  Memiliki nilai resiko

Jam tinggi jatuh


5. Memotivasi klien untuk latihan ROM  Mengambil makanan yaitu
aktif/pasif dan merencanakan jadwal petugas panti
 Kekuatan otot
Jam
6. Berkolaborasi dengan petugas panti
untuk melatih ROM aktif/pasif secara
sistematis.
A : Hambatan mobilitas fisik

P : intervensi dilanjutkan
3. IMPLEMENTASI

DIAGNOSA CATATAN
NO TANGGAL IMPLEMENTASI PARAF
KEPERAWATAN PERKEMBANGAN
9. 01/10/2017 Hambatan mobilitas Jam S:
1. Memantau penggunaan alat bantu  Ny. RS mengatakan sudah
fisik berhubungan
mobilitas melakukan gerakan ROM
dengan pasca
sedikit pada waktu pagi
trauma
hari.
Jam
2. Mengajarkan klien dalam latihan ROM  Ny. RS mengatakan susah
aktif/pasif untuk mempertahankan atau berjalan tanpa pegangan
meningkatkan kekuatan dan ketahanan  Ny. RS mengatakan nyeri
otot pada kakinya
 Ny. RS mengatakan tidak
Jam dapat berjalan jauh seperti
3. Memotivasi klien untuk latihan ROM mengambil makan
aktif/pasif dan merencanakan jadwal ataupun keliling panti.

O:
Jam  Ny. RS tampak
4. Berkolaborasi dengan petugas panti
untuk melatih ROM aktif/pasif secara berpegangan saat berjalan
sistematis.  Tremor pada kaki pada
saat berdiri
 Ny. RS tampak susah
untuk berjalan
 Memiliki nilai resiko
tinggi jatuh
 Mengambil makanan yaitu
petugas panti
 Pandangan kabur
 Kekuatan Otot

A : Hambatan mobilitas fisik

P : intervensi dilanjutkan
DIAGNOSA CATATAN
NO TANGGAL IMPLEMENTASI PARAF
KEPERAWATAN PERKEMBANGAN
16. 14 Januari 2018 Hambatan mobilitas Jam S:
 Ny. A mengatakan sudah
fisik berhubungan 1. Mengajarkan dan membantu klien
melakukan gerakan ROM
dengan pasca trauma untuk berpindah sesuai dengan
sedikit pada waktu pagi
kebutuhan misalnya dari tempat
hari.
tidur ke kursi
 Ny. A mengatakan susah
berjalan tanpa pegangan
Jam
2. Memantau penggunaan alat bantu  Ny. A mengatakan tidak
mobilitas dapat berjalan jauh seperti
mengambil makan
Jam
ataupun keliling panti.
3. Mengajarkan klien dalam latihan
ROM aktif/pasif untuk
O:
mempertahankan atau  Ny. A tampak
meningkatkan kekuatan dan berpegangan saat berjalan.
ketahanan otot  Tremor pada kaki pada
Jam saat berdiri
4. Memotivasi klien untuk latihan  Ny. A tampak susah
ROM aktif/pasif dan untuk berjalan
merencanakan jadwal  Memiliki nilai resiko
tinggi jatuh
Jam  Kekuatan Otot
5. Berkolaborasi dengan petugas panti
untuk melatih ROM aktif/pasif
secara sistematis.

A : Hambatan mobilitas fisik

P : intervensi dilanjutkan

3. Evaluasi
Tanggal/Jam No. Dx Evaluasi formatif TTD
14 Januari 1 S :   Pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya, masih  
2018 terasa jika untuk bergerak tapi berkurang dengan nafas dalam,
2
skala nyeri:6O :   P : Nyeri jika untuk bergerak

3
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk

4
R : Nyeri pada luka post operasi hari kedua pada tungkai
sebelah kanan, 1/3 proksimal mendekati lutut.

S : Skala nyeri 6

T : Nyeri terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan dan


tidak bergerak.

Pasien tampak menahan sakit, ekspresi wajah tegang

A :   Masalah nyeri akut belum teratasi

P :   Lanjutkan intevensi:

1.    Kaji tingkat nyeri.

  Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien


  Atur posisi aman dan nyaman
  Imobilisasikan bagian yang sakit
  Lakukan program terapi dari dokter

S : Pasien mengatakan masih takut jika untuk bergerak,


pasien mengatakan nyeri jika untuk bergerak.

O : Pasien tampak bedrest, posisi pasien tidur terlentang


dengan elevasi tungkai paha kanan pasien diatas bantal,
pasien tampak takut dan kesakitan jika untuk bergerak,
aktivitas kebutuhan pasien sehari-hari dibantu keluarga dan
pasien tampak lemah.

Kekuatan otot

5         5

2         5

A : Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi

P : Lanjutkan intevensi:

1.   Pertahankan tirah baring


Atur posisi elevasi tungkai
Kolaborasi dengan Fisioterapi

S : Pasien mengatakan bersedia rajin untuk mengatasi posisi


dan bersedia untuk dilakukan tidakan keperawatan yaitu
perawatan luka, pasien mengatakan telah menghabiskan 2/3
dari porsi yang disediakan oleh RS.

O : Tampak 10 jahitan pada luka post ORIF, balutan luka


tampak bersih, tidak terdapat jaringan nekrotik, tampak kulit
yang dijahit belum menyatu.

A : Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi.

P : Lanjutkan intervensi:

1.    Ubah posisi dengan sering

Lakukan perawatan pada area kulit yang di operasi.


Kaji adanya jaringan nekrotik.
Lanjutkan pemberian obat topikal (sofratulle).
Pemberian diit RKTP.
S   :      Pasien mengatakan balutan luka belum diganti sejak
kemarin.

O : Balutan tampak tidak merembes, pasien tidak terpasang


drain, tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada bengkak,
TD : 110/ 70 mmHg,N   : 84 x/ menit, S    : 366 oC, RR : 22 x/
menit

A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi:

1.  Pantau KU & monitor TTV

Lakukan perawatan luka


Anjurkan banyak makan tinggi protein, vitamin C dan
D
Kolaborasi pemberian antibiotik

14 Januari 1 S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi hari Jurith
2018 ketiga sudah berkurang.O : P : masih sedikit nyeri jika untuk a
2
bergerak
Jurith
14 Januari
3  Q : nyeri seperti ngilu sedikit berkurang a
2018

4       R : nyeri pada tungkai kanan 1/3 proksimal Jurith


a
 S : skala nyeri 5
Jurith
      T: nyeri ± 10 menit kemudian berhenti jika posisi
a
nyaman dan nyeri timbul jika untuk bergerak.

Pasien tampak sedikit santai dan rileks, TD: 110/ 70 mmHg,


N: 80 x/ menit, S: 363 oC, RR: 20 x/ menit

A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi:

Kaji tingkat nyeri.


Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien
Atur posisi aman dan nyaman
Imobilisasikan bagian yang sakit
Lakukan program terapi dari dokter

S : Pasien mengatakan sudah tidak takut untuk bergerak dan


sudah latihan bergerak di tempat tidur.

O : Pasien tampak mencoba latihan di tempat tidur dengan


bergerak dan duduk di tempat tidur.

Pasien tampak tenang, pasien tampak menahan nyeri jika


bergerak/ tidak berhati-hati.

Kekuatan otot

5         5

2         5

A : Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi:

Pertahankan tirah baring


Atur posisi elevasi tungkai
Kolaborasi dengan Fisioterapi

S : Pasien mengatakan telah menghabiskan 2/3 dari porsi


yang disediakan oleh RS, pasien mengatakan banyak makan
putih telur, pasien mengatakan bersedia rajin untuk mengubah
posisi dan bersedia untuk dilakukan tindakan keperawatan
yaitu perawatan luka.

O : Tampak 10 jahitan pada luka post ORIF, balutan luka


tampak bersih, tidak terdapat jahitan yang lepas, tidak
terdapat jaringan nekrotik, tidak ada bulla.

A : Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi:

Pantau KU & monitor TTV


Lakukan perawatan luka
Anjurkan banyak makan tinggi protein, vitamin C dan
D
Kolaborasi pemberian antibiotik

S : Pasien mengatakan balutan luka sudah diganti tadi pagi

O : Balutan luka post ORIF tidak tambas, kering, tidak


berbau, balutan sudah dimedikasi, post operasi hari ketiga
tampak kaki kanan dan kiri terdapat luka post trauma mulai
mengering dan kemerahan, tidak ada bengkak pada area
operasi hanya bengkak pada jari kaki dan telapak kaki sebelah
kanan, pada luka post operasi tidak terpasang drain, terpasang
pinning pada os fibula 1/3 proksimal dengan 4 sekrup dan
platting pada os tibia 1/3 proksimal dengan 5 sekrup. TD  :
110/ 70 mmHg, N: 80x/ menit, S  : 363 oC, RR : 20 x/ menit

A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian

P : Pertahankan intervensi:

Ubah posisi dengan sering


Lakukan perawatan pada area kulit yang di operasi.
Kaji adanya jaringan nekrotik.
Lanjutkan pemberian obat topikal (sofratulle).
Pemberian diit RKTP.

 
Tanggal/Ja No.Dx Evaluasi Sumatif TTD
m
Sabtu 1 S :  Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi sudah Jurith
berkurang jika untuk bergerak, skala  nyeri: 4O :  P: Nyeri jika a
untuk bergerak karena tidak hati-hati
3 Mei ‘08 2 Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk Jurith
a
14.00 WIB 3 R : Nyeri pada luka post operasi pada tungkai kanan 1/3
proksimal Jurith
4
a
S : Skala nyeri : 4
Jurith
T : Nyeri kadang-kadang saja jika digunakan untuk bergerak.
a
Nyeri berkurang bila posisi nyaman dan dengan  nafas dalam.

TD : 110/ 70 mmHg, N  : 84 x/ menit, S  : 365 oc, RR :  22 x/


menit, KU pasien : baik

A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian

P : Pertahankan intervensi:

Kaji tingkat nyeri.


Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien
Atur posisi aman dan nyaman
 Imobilisasikan bagian yang sakit
 Lakukan program terapi dari dokter
S : Pasien mengatakan sudah tidak takut untuk bergerak dan
sudah bisa duduk dengan mandiri.

O : Pasien tampak latihan gerak dan duduk di tempat tidur,


pasien tampak rileks dan tidak takut bergerak, pasien tampak
memulai aktivitas secara mandiri. Kekuatan otot

5         5

2         5

A : Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi:

Pertahankan tirah baring


Atur posisi elevasi tungkai
Kolaborasi dengan Fisioterapi

S  :  Pasien mengatakan telah rajin mengkonsumsi putih telur dan


ikan kutuk, pasien mengatakan bersedia untuk mengubah posisi
tidurnya.
O : Tampak 10 jahitan pada luka post ORIF, belum dilakukan aff
jahitan karena kulit belum menyatu, balutan luka tampak bersih,
tidak terdapat jahitan yang lepas, tidak ada bulla dan tidak ada
jaringan nekrotik.

A : Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi:

Pantau KU & monitor TTV


Lakukan perawatan luka
Anjurkan banyak makan tinggi protein, vitamin C dan D
Kolaborasi pemberian antibiotik

S : Pasien mengatakan nyeri sewaktu lukanya dibersihkan, pasien


mengatakan sudah merasa nyaman karena luka telah dibersihkan.

O : Luka tambas, kering, tidak ada pus, tidak ada bengkak, tidak
ada tanda-tanda infeksi, TD : 110/ 70 mmHg, N : 84 x/ menit, S :
365 OC, RR : 22 x/ menit, masih terpasang pinning dan platting.

A : Masalah risiko infeksi belum teratasi


P : Lanjutkan intervensi:

Ubah posisi dengan sering


Lakukan perawatan pada area kulit yang di operasi.
Kaji adanya jaringan nekrotik.
Lanjutkan pemberian obat topikal (sofratulle).
Pemberian diit RKTP.

 
4. EVALUASI

Hambatan mobilitas fisik

Evaluasi

S : Klien mengatakan kekakuan sendinya mulai berkurang


O : Klien tampak berusaha dan mulai bisa untuk menggerakkan tubuhnya
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Daftar Pustaka

Alimul H., A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep dan

Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.

Alimul Aziz, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia, Jilid 2. Jakarta : Salemba Medika.

Bulechec M.Gloria, Butcher K. Howard, Dochterman Joanne McCloskey. 2004. Nursing

Interventions Classification (NIC). Edisi 5. Amerika: Mosby

Joanne&Gloria. 2004. Nursing Intervension Classification Fourth Edition, USA : Mosby

Elsevier

Moorhead, Sue. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. USA: Mosby

Elseviyer.

Mubarak, Wahit & Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi

dalam Praktik. Jakarta : EGC.

NANDA. 2006. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006. Jakarta : Prima

Medika
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik,Ed.4. Vol.2. Jakarta : EGC.
T. Heather Herdman. 2011. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-

2014, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai