DASAR-DASAR
PERLINDUNGAN TANAMAN
OLEH
Farid Halfero
1010212027
PRODI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2011
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim..
Puji dan syukur atas karunia yang diberikan oleh Allah SWT yang selalu memberi
kenikmatan iman dan islam serta nikmat dalam menikmati kehidupan didunia ini. Shlawat dan
salam tercurahnya selalu kepada baginda Besar Muhammad SAW, yang membawa ummadnya
dari zaman kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan. Sehingga ilmu sapai sekarang dapat
dimamfaatkan dalam berbagai kegunaan di dunia ini.
Salah satu solusi untuk dapat mengetahui jenis hama maupun penyakit perlu adanya
percobaan dan pengamatan pada objek yang bersangkutan secara langsung, dengan praktikum ini
salah satu solusi untuk mengetahui jenis nematoda pada tanaman itu sendiri. Laporan ini
merupakan syarat untuk mengikuti UAP dasar-dasar perlindungan tanaman padi semester III ini
yang berisi dari hasil pengamatan secara langsung dan penyebab dari nematoda terhadap
berbagai jenis tanaman.
Semoga dengan laporan ini sedikit bisa menjadikan bahan pegangan untuk
permasaalahan di lingkungan sendiri. Penulis menyadari masih banyak kesalahan didalam
penyusunan laporan ini, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritikan, saran dan masukan
dalam hal membangun agar dapat mempertajam dari kebenaran laporan ini kedepannya.
Akhirnya ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis kepada dosen, asisten yang sudah
membagikan ilmu dan membimbing penulis dalam suksesnya penyusunan laporan ini. Terima
kasih juaga kepada rekan-rekan seperjuangan yang sudah bekerja sama pada saat praktikum
berlangsung. Semoga laporan ini dapat bermamfaat terutama untuk penulis sendiri dan bagi
pembaca laporan ini, semoga bisa menjadi pegangan untuk melakukan kegiatan praktikum yang
sama kedepannya.
Padang, 02 Desember 2011
Penulis
DAFTAR ISI
1. 2. Tujuan Praktikum
Praktikum dasar perlindungan tanaman ini memiliki tujuan untuk mengetahui secara dalam
hama dari bentuk morfologinya, ordo, dan metamorfosisnya serta mengetahui berbagai macam
penyakit dan cara menanggulanginya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Patogen Jamur pada Tanaman
Klasifikasi dari penyakit Collectotrichum capsici yang menyerang tanaman cabai terdiri atas
Kingdom Fungi, Divisio Ascomycota, Kelas Sordariomycetes, Ordo Phyllachorales, Famili
Phyllachoraceae, Genus Collectotrichum capsici, spesies Collectotrichum capsici (Wordpress,
2008)
Klasifikasi dari penyakit Fusarium oxysporum yang menyerang tanaman tomat terdiri atas
Kindom Fungi, Divisi Eumycota, SubDivisi Deuteromycotina, Kelas Hypomycetes, Ordo
Moniliales, Famili Tuberculariaceae, Genus Fusarium, Spesies Fusarium
oxysporum f.sp lycopersici (Blogspot, 2009)
Klasifikasi dari penyakit Phytophthora palmivora yang menyerang tanaman kakao terdiri
atas Kingdom Stramenophiles, Kelas Oomycetes, ordo Peronosporales, Famili Pythiaceae,
Genus Phytophthora, Spesies Phytophtora palmivora Butler. (Wordpress, 2008)
Klasifikasi dari penyakit Fusarium oxysporum yang menyerang tanaman pisang terdiri atas
Kindom Fungi, Divisi Eumycota, SubDivisi Deuteromycotina, Kelas Hypomycetes, Ordo
Moniliales, Famili Tuberculariaceae, Genus Fusarium,
Spesies Fusarium oxysporum f.sp cubense (Blogspot, 2009)
Mekanisme Jamur Menginfeksi Tanaman
Jamur Collectotrichum capsici menginfeksi tanaman cabai melalui biji buah yang sakit
dengan masuk kedalam ruang biji. jamur ini dapat mempertahankan diri dalam sisa-sisa tanaman
sakit (Wordpress, 2008).
Jamur Fusarium oxysporum f.sp lycopersici menginfeksi tanaman tomat dengan cara
mengadakan infeksi pada akar melalui luka-luka, lalu menetap di berkas pembuluh. Selain itu,
Jamur dapat juga menginfeksi tanaman karena faktor pengangkutan bibit, tanah yang terbawa
oleh angin atau air atau alat pertanian (Blogspot, 2009).
Jamur Phytophthora palmivora dapat menginfeksi tanaman kakao melalui tanah ataupun
bagian tanaman lain yang sakit. Misalnya batang yang sakit kanker batang, buah yang sakit, dan
tumbuhan inang lainnya, Selain itu, tanaman dapat pula terinfeksi karena alat pertanian yang
digunakan terkontaminasi oleh jamur (Wordpress, 2008).
Jamur Fusarium oxysporum f.sp cubense dapat menginfeksi tanaman melalui adanya luka-
luka pada akar, penularan penyakit karena perakaran tanaman sehat berhubungan dengan spora
yang dilepaskan oleh tanaman sakit didekatnya. Jamur dapat pula terbawa oleh tanah yang
melekat pada alat-alat pertanian, selain itu, perendaman tanah dan air pengairan dapat juga
menyebabkan pemencaran setempat
(Blogspot, 2009).
Gejala Serangan
Menurut Triharso (2004), Gejala serangan Jamur Colletotrichum capsici pada tanaman
cabai mula-mula membentuk bercak cokelat kehitaman, yang lalu meluas menjadi busuk lunak.
Pada tengah bercak terdapat kumpulan titik-titik hitam yang terdiri dari kelompok seta dan
konidium jamur. Serangan yang berat dapat menyebabkan seluruh buah mengering dan mengerut
(keriput). Buah yang seharusnya berwarna merah menjadi berwarna seperti jerami. Jika cuaca
kering jamur hanya membentuk bercak kecil yang tidak meluas. Tetapi kelak setelah buah
dipetik, karena kelembaban udara yang tinggi selama disimpan dan diangkut, jamur akan
berkembang dengan cepat.
Menurut Semangun (2004),Gejala yang ditimbulkan Jamur Fusarium
oxysporum f.sp lycopersici pada tanaman tomat ialah menjadi pucatnya tulang-tulang daun,
terutama daun-daun sebelah atas,kemudian diikuti dengan merunduknya tangkai dan akhirnya
tanaman menjadi layu keseluruhan. kadang kelayuan didahului dengan menguningnya daun,
terutama daun-daun sebelah bawah. Tanaman menjadi kerdil dan merana tumbuhnya. Jika
tanaman yang sakit itu dipotong dekat pangkal batang atau dikelupas dengan kuku atau pisau
akan terlihat suatu cincin coklat dari berkas pembuluh.
Infeksi jamur Phytophthora palmivora pada buah menunjukkan gejala bercak berwarna
kelabu kehitaman. Biasanya bercak tersebut terdapat pada ujung buah. Bercak mengandung air
yang kemudian berkembang sehingga menunjukkan warna hitam. Bagian buah menjadi busuk
dan biji pun turut membusuk. Pembentukan spora terlihat dengan adanya warna putih di atas
bercak hitam yang telah meluas. Jaringan yang tidak terinfeksi tampak jelas dan dibatasi oleh
permukaan kasar, tetapi bercak dapat berkembang dengan cepat dan seringkali menampakkan
pembusukan yang menyeluruh dan berwarna hitam. (Blogspot, 2009)
Menurut Semangun (2004), Gejala serangan jamur Fusarium oxysporum f.sp cubense pada
tanaman pisang terlihat pada tepi daun-daun bawah berwarna kuning tua, yang lalu menjadi
coklat dan mengering. Tangkai daun patah disekeliling batang palsu. Gejala dalam yang dimiliki
jamur ini adalah jika pangkal batang dibelah membujur, terlihat garis-garis coklat atau hitam
menuju ke semua arah, dari batang ke atas melalui jaringan pembuluh ke pangkal daun dan
tangkai. Perubahan warna pada berkas pembuluh paling jelas tampak dalam batang.
2.2 Virus pada Tanaman
Virus hanya dapat membiak di dalam sel yang hidup dan disebut parasit yang biotroph.
Secara kimiawi virus terdiri dari nucleoprotein, suatu persenyawaan dari asam inti dan putih
telur.
Asam inti pada virus dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu RNA atau Ribo Nuclei
Acid yang terdapat pada virus yang menyerang tumbuhan dan DNA atau Deoxy Nuclei Acid
yang terdapat pada virus yang menyerang hewan dan bakteri.
Putih telur virus umumnya terdiri dari Purine dan Pyrymidine. Derivat dari Purine adalah
Adenine dan Guanine, sedangkan derivat dari Pyrimidine adalah Cytosine dan Thymine yang
mengikat DNA serta Cytosine dan Uracil yang mengikat RNA.
Pada virus yang berbentuk batang ternyata di dalamnya terdapat rongga sebesar 9,0 nm.
Asam inti pada virus tersebut berupa nucleotida yang membentuk spiral dan setiap tiga nucleitida
mengikat satu unit putih telur.
Virus sebenarnya bentuknya macam-macam. Tetapi kita tidak dapat mengadakan
determinasi hanya berdasarkan bentuk atau morfologi saja, sebab di samping satu virus
bentuknya dapat berubah-ubah juga ada beberapa virus yang bentuknya sama. Secara garis besar
bentuk virus dibedakan atas bulat (coccus), batang pendek (bacillus), batang biasa dan benang
(filamen).
Virus dapat menular dari suatu tanaman ke tanaman lain dengan berbagai cara antara lain
secara mekanis, melalui biji, dengan penyambungan atau penempelan dan yang paling umum
melalui vektornya yang dapat berupa serangga, nematoda, jamur, bakteri dan tumbuhan tinggi
parasitis. Virus yang ditularkan oleh vektor serangga dapat dibedakan menjadi nonpersisten
artinya begitu dihisap oleh serangga segera dapat ditularkan ke tanaman lain, tetapi daya
infektifnya cepat habis dan yang persisten artinya agar dapat ditularkan ke tanaman lain
memerlukan waktu di dalam tubuh serangganya, tetapi kalau sudah ditularkan daya infektifnya
lama bahkan ada yang dapat diturunkan ke anak cucunya.
Virus dapat di-inaktifkan dengan berbagai cara, antara lain dengan suhu baik rendah
maupun tinggi atau pembekuan serta pemanasan; radiasi dengan sinar X, sinar UV, sinar
radioaktif; dengan getaran ultrasonik; dengan penyimpangan; dengan tekanan tinggi; dengan
pengenceran; dengan perubahan pH dan bahan atau senyawa yang berasal dari organisme lain.
Virus dapat diberi nama menurut SMITH yaitu berdasarkan nama dari tanaman inangnya
dan bila pada tanaman itu terdapat banyak virus maka untuk membedakan virus satu dengan
virus yang lain dengan menggunakan nomer. Sedang menurut HOLMES pemberian nama seperti
pada organisme lain, misalnya Marmor saccaari sama dengan Saccjarum virus 1, Galla fijlensis
sama dengan Saccharum virus 2 dan seterusnya.
Virus yang dianggap sebagai suatu ordo dibagi menjadi tiga sub ordo berdasarkan
organisme yang diserangnya, yaitu sub ordo Phaginae yang menyerang bakteri, Phytophaginae
yang menyerang tumbuhan dan Zoophaginae yang menyerang hewan. Dari sub ordo
Phytophaginae ada beberapa genus yang penting misalnya Marmor antara lain M. tabaci yang
menyerang tembakau, M. theobromae yang menyerang coklat, M. arachidis yang menyerang
kacang tanah; genus Corium misalnya C. solani yang menyerang Solanaceae; genus Nanus
misalnya N. sacchari yang menyerang tebu; genus Ruga misalnya R. tabaci yang menyerang
tembakau; genus Rimocortium misalnya R. psorosis penyebab penyakit psorosis pada tanaman
jeruk.
2.GejalaHipoplasia
Yaitu type kerusakan yang disebabkan karena adanya ambatan atau terhentinya pertumbuhan
(underdevelopment) sel atau bagian sel. Terdapat berbagai bentuk gejala hipoplastik yang
disebabkan oleh berbagai patogen yang berbeda pada bagiantanamanyang,diserangnya:
Etiolasi : tumbuhan menjadi pucat, tumbuh memanjang dan mempunyai daun-daun yang sempit
karena mengalami kekurangan cahaya.
Kerdil (atrophy) : gejala habital yang disebabkan karena terhambatnya pertumbuhan sehingga
ukurannya menjadi lebih kecil daripada biasanya.
Klorosis : terjadinya penghambatan pembentukan klorofil sehingga bagian yang seharusnya
berwarna hijau menjadi berwarna kuning atau pucat. Bila pada daun hanya bagian sekitar tulang
daun yang berwarna hijaumaka disebut voin banding. Sebaliknnya jika bagian-bagian daun di
sekitar tulang daun yang menguning disebutvoinclearing.
Perubahan simetri : hambatan pertumbuhan pada bagian tertentu yang tidak disertai dengan
hambatan pada bagian di depannya, sehingga menyebabkan terjadinyapenyimpanganbentuk.
Roset : hambatan pertumbuhan ruas-ruas (internodia) batang tetapi pembentukan daun-daunnya
tidak terhambat, sebagai akibatnya daun-daun berdesak-desakan membentuk suatu
karangan. Klorosis karena terhambatnya pembentukan klorofil
3.gejalahiperplasia
Yaitu tipe kerusakan yang disebabkan karena adanya pertumbuhan sel atau bagian sel atau
bagian sel yang melebihi (overdevelopment) dari pada pertumbuhan biasa. Terdapat berbagai
bentuk gejala hipoplastik yang disebabkan oleh berbagai patogen yang berbeda pada bagian
tanaman yang, diserangnya:
Erinosa : terbentuknya banyak trikom (trichomata) yang luar biasa sehingga pada permukaan
alat itu (biasanya daun) terdapat bagian yang seperti beledu.
Fasiasi (Fasciasi, Fasciation) : suatu organ yang seharusnya bulat dan lurus berubah menjadi
pipih, lebar dan membelok, bahkan ada yang membentuk seperti spiral.
Intumesensia (intumesoensia) : sekumpulan sel pada daerah yang agak luas pada daun atau
batang memanjang sehingga bagian itu nampak membengkak, karena itu gejala ini disebut gejala
busung (cedema).
Kudis (scab) : bercak atau noda kasar, terbatas dan agak menonjol. Kadang-kadang pecah-
pecah. Di bagian tersebut terdapat sel-sel yang berubah menjadi sel-sel gabus. Gejala ini dapat
dijumpai pada daun, batang, buah atau umbi.
Menggulung atau mengeriting : gejala ini disebabkan karena pertumbuhan yang tidak
seimbang dari bagian-bagian daun. Gejala menggulung terjadi apabila salah satu sisi
pertumbuhannya selalu lebih cepat dari yang lain, sedang gejala mengeriting terjadi apabila sisi
yang pertumbuhannya lebih cepat bergantian.
Pembentukan alat yang luar biasa terdiri atas Antolisis (antholysis) : perubahan dari bunga
menjadi daun-daun kecil dan Enasi : pembentukan anak daun yang sangat kecil pada sisi bawah
tulang daun.
Perubahan Warna : perubahan yang dimaksud di sini adalah perubahan yang bukan
klorosis yang terjadi pada suatu organ (alat tanam).
Prolepsis : berkembangnya tunas-tunas tidur atau istirahat (dormant) yang berada dekat di
bawah bagian yang sakit, berkembang menjadi ranting-ranting segar yang tumbuh vertikal
dengan cepat yang juga dikenal dengan tunas air.
Rontoknya alat-alat : rontoknya daun, bunga atau buah yang terjadi sebelum waktunya dan
dalam jumlah yang lebih besar dari biasanya. Rontoknya alat tersebut karena terbentuknya
lapisan pemisah (abcission layar) yang terdiri dari sel-sel yang berbentuk bulat dan satu sama
lain terlepas.
Sapu (witches broom) : berkembangnya tunas-tunas ketiak atau samping yang biasanya tidur
(latent) menjadi seberkas ranting-ranting rapat. Gejala ini umumnya disertai dengan
terhambatnya perkembangan ruas-ruas (internodia) batang,daunpadatunasbaru.
Sesidia (cecidia) atau tumor : pembenkakan setempat pada jaringan tumbuhan sehingga
terbentuk bintil-bintil atau bisul-bisul. Bintil ini dapat terdiri dari jaringan tanaman dengan atau
tanpa koloni patogennya. Klorosis karena pigmen maupunklorofilyangberlebihan.
4.gejala Injury Yaitu tipe kerusakan yang disebabkan karena adanya aktivitas hama tertentu atau
setiap bentuk penyimpangan fisiologis tanaman sebagai akibat aktivitas atau serangan OPT.
2.9 Gulma
Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena
menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi.
Batasan gulma bersifat teknis dan plastis. Teknis, karena berkait dengan proses produksi suatu
tanaman pertanian. Keberadaan gulma menurunkan hasil karena mengganggu pertumbuhan
tanaman produksi melalui kompetisi. Plastis, karena batasan ini tidak mengikat
suatu spesies tumbuhan. Pada tingkat tertentu, tanaman berguna dapat menjadi gulma.
Sebaliknya, tumbuhan yang biasanya dianggap gulma dapat pula dianggap tidak mengganggu.
Contoh, kedelai yang tumbuh di sela-sela pertanaman monokultur jagung dapat dianggap sebagai
gulma, namun pada sistem tumpang sari keduanya merupakan tanaman utama. Meskipun
demikian, beberapa jenis tumbuhan dikenal sebagai gulma utama, seperti teki dan alang-
alang.Ilmu yang mempelajari gulma, perilakunya, dan pengendaliannya dikenal sebagai ilmu
gulma.
Macam-macam gulma
Biasanya orang membedakan gulma ke dalam tiga kelompok:
teki-tekian
rumput-rumputan
gulma daun lebar.
Ketiga kelompok gulma memiliki karakteristik tersendiri yang memerlukan strategi khusus untuk
mengendalikannya.
Gulma teki-tekian
Kelompok ini memiliki daya tahan luar biasa terhadap pengendalian mekanik karena
memiliki umbi batang di dalam tanah yang mampu bertahan berbulan-bulan. Selain itu, gulma
ini menjalankan jalur fotosintesis C4 yang menjadikannya sangat efisien dalam 'menguasai' areal
pertanian secara cepat. Ciri-cirinya adalah penampang lintang batang berbentuk segi tiga
membulat, dan tidak berongga, memiliki daun yang berurutan sepanjang batang dalam tiga baris,
tidak memiliki lidah daun, dan titik tumbuh tersembunyi. Kelompok ini mencakup semua
anggota Cyperaceae (suku teki-tekian) yang menjadi gulma. Contoh: teki ladang (Cyperus
rotundus), udelan (Cyperus kyllinga), dan Scirpus moritimus.
Gulma adalah sebagai tumbuhan yang tumbuh pada areal yang tidak dikehendaki tumbuh
pada areal pertanaman. Gulma secara langsung maupun tidak langsung merugikan tanaman
budidaya. Pengenalan suatu jenis gulma dapat dilakukan dengan melihat keadaan morfologinya,
habitatnya, dan bentuk pertumbuhanya. Berdasarkan keadaan morfologinya, dikenal gilma
rerumputan (grasses), teki-tekian (sedges), dan berdaun lebar (board leaf). Golongan gulma
rurumputan kebanyakan berasal dari famili gramineae (poaceae). Ukuran gulma golongan
rerumputan bervariasi, ada yang tegak, menjalar, hidup semusim, atau tahunan. Batangnya
disebut culms, terbagi menjadi ruas dengan buku-buku yang terdapat antara ruas. Batang tumbuh
bergantian pada dua buku pada setiap antara ruas daun terdiri dari dua bagian yaitu pelepah daun
dan helaian daun., contoh gulama rerumputan Panicium repens, Eleusine indica, Axonopus
compressus dan masih banyak lagi. Golongan teki-tekian kebanykan berasal dari famili
Cyperaceae. Golongan ini dari penampakanya hampir mirip dengan golongan rerumputan,
bedanya terletak pada bentuk batangnya. Batang dari golongan teki-tekian berbentuk segitiga.
Selain itu golongan teki-tekian tidak memiliki umbi atau akar ramping di dalam tanah. Contoh
golongan teki-tekian: Cyprus rotundus, Cyprus compresus. Golongan gulma berdaun lebar antara
lain: Mikania spp, Ageratum conyzoides, Euparotum odorotum. Berdaarkan habita tunbuhanya,
dikenal gulma darat, dan gulma air. Gulma darat merupakan gulma yang hidu didarat, dapat
merupakan gulma yang hidup setahun, dua tahun, atau tahunan (tidak terbatas). Penyebaranya
dapat melalui biji atau dengan cara vegetatif. Contoh gulma darat diantaranya Agerathum
conyzoides, Digitaria spp, Imperata cylindrical, Amaranthus spinosus. Gulma air merupakan
gulama yang hidupnya berada di air. Jenis gulma air dibedakan menjadi tiga, yaitu gulma air
yang hidupnya terapung dipermukaan air (Eichhorina crassipes, Silvinia) spp, gulma air yang
tenggelam di dalam air (Ceratophylium demersum), dan gulma air yang timbul ke permukaan
tumbuh dari dasar (Nymphae sp, Sagitaria spp).
Gulma daun lebar
Berbagai macam gulma dari anggota Dicotyledoneae termasuk dalam kelompok ini. Gulma ini
biasanya tumbuh pada akhir masa budidaya. Kompetisi terhadap tanaman utama berupa
kompetisi cahaya. Daun dibentuk pada meristem pucuk dan sangat sensitif terhadap kemikalia.
Terdapat stomata pada daun terutama pada permukaan bawah, lebih banyak dijumpai. Terdapat
tunas-tunas pada nodusa, serta titik tumbuh terletak di cabang. Contoh gulma
ini ceplukan (Physalis angulata L.), wedusan (Ageratum conyzoides L.), sembung
rambut (Mikania michranta), dan putri malu (Mimosa pudica).
Pengendalian gulma
Pengendalian gulma merupakan subjek yang sangat dinamis dan perlu strategi yang khas untuk
setiap kasus. Beberapa hal perlu dipertimbangkan sebelum pengendalian gulma dilakukan:
jenis gulma dominan
tumbuhan budidaya utama
alternatif pengendalian yang tersedia
dampak ekonomi dan ekologi
Kalangan pertanian sepakat dalam mengadopsi strategi pengendalian gulma terpadu untuk
mengendalikan pertumbuhan gulma.
Agensi pengendali gulma dinamakan herbisida (herbicide).
2.10 Pengendalian PHT
Menurut Smith dan Apple (1978), langkah langkah pokok yang perlu dikerjakan dalam
pengembangan PHT adalah sebagai berikut.
Langkah 1
Mengenal Status Hama yang Dikelola
Hama-hama yang menyerang pada suatu agroekosistem, perlu dikenal dengan baik. Sifat-
sifat hama perlu diketahui, meliputi perilaku hama, dinamika perkembangan populasi, tingkat
kesukaan makanan, dan tingkat kerusakan yang diakibatkannya. Pengenalan hama dapat
dilakukan melalui identifikasi dan hasil analisis status hama yang ada.
Dalam suatu agroekosistem, kelompok hama yang ada bisa dikategorikan atas hama utama,
hama kadangkala (hama minor), hama potensil, hama migran dan bukan hama. Dengan
mempelajari dan mengetahui status hama, dapat ditetapkan jenjang toleransi ekonomi untuk
masing-masing kategori hama.
Hama utama atau hama kunci (main pest) merupakan spesies hama yang selalu menyerang
pada suatu tempat, dengaan intensitas serangan yang berat dalam daerah yang luas, sehingga
memerlukan usaha pengendalian. Tanpa usaha pengendalian, kelompok hama ini akan
mendatangkan kerugian ekonomi bagi petani. Biasanya pada suatu agroekosistem, hanya ada
satu atau dua hama utama, selebihnya termasuk dalam kategori hama yang lain. Dalam
penerapan PHT sasaran yang dituju adalah menurunkan populasi hama utama.
Hama kadangkala atau hama minor (occasional pest) sering juga disebut hama kedua.
Kelompok ini merupakan jenis hama yang relatif kurang penting, karena kerusakan yang
diakibatkan masih dapat ditoleransikan oleh tanaman. Kadang-kadang populasinya pada suatu
saat meningkat melebihi aras toleransi ekonomik tanaman. Peningkatan populasi ini mungkin
disebabkan karena gangguan pada proses pengendali alami, keadaan iklim, atau kesalahan
pengelolaan oleh manusia. Kelompok hama ini sering kali peka terhadap perlakuan pengendalian
yang ditujukan pada hama utama. Oleh karena itu kelompok hama ini perlu diawasi, agar tidak
menimbulkan apa yang disebut ledakan populasi hama kedua.
Hama potensil merupakan sebagian besar jenis serangga herbivora yang saling berkompetisi
dalam memperoleh makanan. Kelompok hama ini, tidak mendatangkan kerugian yang berarti
dan tidak membahayakan dalam kondisi pengelolaan agroekosistem yang normal. Namun karena
kedudukannya dalam rantai makanan, populasi kelompok ini berpotensi meningkat, dan
menjadi hama yang membahayakan. Hal ini sangat mungkin terjadi, terlebih akibat perubahan
cara pengelolaan agroekosistem oleh manusia.
Hama migran merupakan hama yang tidak berasal i dari agroekosistem setempat. Kelompok
hama ini datang dari luar, dan sifatnya berpindah-pindah (migran). Banyak serangga belalang,
ulat grayak dan bangsa burung memiliki sifat demikian. Kelompok hama migran kalau datang
pada suatu tempat, dapat menimbulkan kerusakan yang berarti. Tetapi hanya dalam jangka waktu
yang pendek, karena akan pindah ke daerah lain.
Kecuali empat kelompok tersebut, ada beberapa pakar yang menambah satu kelompok hama
lagi yaitu hama sekunder atau hama sporadis. Kelompok hama ini dalam keadaan normal, selalu
dapat dikendalikan oleh musuh alaminya, sehingga tidak membahayakan. Kelompok ini baru
menjadi masalah bila populasi musuh alami berkurang, karena terbunuh oleh pestisida
misalnya.
Satu jenis serangga dalam kondisi tempat dan waktu tertentu dapat berubah status, misal dari
hama potensil menjadi hama utama, atau dari hama utama kemudian menjadi hama minor.
Langkah 2
Mempelajari Komponen Saling Tindak dalam Ekosistem
Komponen suatu ekosistem perlu ditelaah dan dipelajari. Terutama yang mempengaruhi
dinamika perkembangan populasi hama-hama utama. Termasuk dalam langkah ini, ialah
menginventarisir musuh-musuh alami, sekaligus mengetahui potensi mereka sebagai pengendali
alami.
Interaksi antar berbagai komponen biotis dan abiotis, dinamika populasi hama dan musuh
alami, studi fenologi tanaman dan hama, studi sebaran hama dan lain-lain, merupakan bahan
yang sangat diperlukan untuk menetapkan strategi pengendalian hama yang tepat.
Langkah 3
Penetapan dan Pengembangan Ambang Ekonomi
Ambang ekonomi atau ambang pengendalian sering juga diistilahkan sebagai ambang toleransi
ekonomik. Ambang ini merupakan ketetapan tentang pengambilan keputusan, kapan harus
dilaksanakan penggunaan pestisida. Apabila ternyata populasi atau kerusakan hama belum
mencapai aras tersebut, penggunaan pestisida masih belum diperlukan.
Untuk menetapkan ambang ekonomi bukanlah pekerjaan yang gampang. Dibutuhkan banyak
informasi, baik data biologi dan ekologi, serta ekonomi. Penetapan kerusakan hasil dalam
hubungannya dengan populasi hama, merupakan bagian yang penting dalam pengembangan
ambang ekonomi. Demikian juga analisis biaya dan manfaat pengendalian, sangat perlu
diketahui.
Langkah 4
Pengembangan Sistem Pengamatan dan Monitoring Hama
Untuk mengetahui padat populasi hama pada suatu waktu dan tempat, yang berkaitan
terhadap ambang ekonomi hama tersebut, dibutuhkan program pengamatan atau monitoring
hama secara rutin dan terorganisasi dengan baik. Metode pengambilan sampel secara benar perlu
dikembangkan. Agar data lapangan yang diperoleh dapat dipercaya secara statistik, dan cara
pengumpulan data mudah dikerjakan.
Jaringan dan organisasi monitoring yang merupakan salah satu bagian organisasi PHT, perlu
dikembangkan agar dapat menjamin ketepatan dan kecepatan arus informasi dari lapangan ke
pihak pengambil keputusan pengendalian hama dan sebaliknya.
Langkah 5.
Pengembangan Model Deskriptif dan Peramalan Hama
Dengan mengetahui gejolak populasi hama dan hubungannya dengan komponen-komponen
ekosistem lainnya, maka perlu dikembangkan model kuantitatif yang dinamis. Model yang
dikembangkan diharapkan mampu menggambarkan gejolak populasi dan kerusakan yang
ditimbulkan pada waktu yang akan datang. Sehingga, akan dapat diperkirakan dinamika
populasi, sekaligus mempertimbangkan bagaimana penanganan agar tidak sampai terjadi ledakan
populasi yang merugikan secara ekonomi.
Langkah 6
Pengembangan Srategi Pengelolaan Hama
Strategi dasar PHT adalah menggunakan taktik pengendalian ganda dalam suatu kesatuan
sistem yang terkordinasi. Strategi PHT mengusahakan agar populasi atau kerusakan yang
ditimbulkan hama tetap berada di bawah aras toleransi manusia. Beberapa taktik dasar PHT
antara lain : (1). memanfaatkan pengendalian hayati yang asli ditempat tersebut, (2).
mengoptimalkan pengelolaan lingkungan melalui penerapan kultur teknik yang baik, dan (3).
penggunaan pestisida secara selektif.
Srategi pengelolaan hama berdasarkan PHT, menempatkan pestisida sebagai alternatif
terakhir. Pestisida digunakan, jika teknik pengendalian yang lain dianggap tidak mampu
mengendalikan serangan hama.
Langkah 7
Penyuluhan Kepada Petani Agar Menerima dan Menerapkan PHT
Petani sebagai pelaksana utama pengendalian hama, perlu menyadari dan mengerti tentang
cara pendekatan PHT, termasuk bagaimana menerapkannya di lapangan. Pemahaman lama
secara konvensional tentang “pemberantasan” hama, perlu diganti dengan pengertian
“pengendalian” atau “pengelolaan” hama. Petani perlu diberikan kepercayaan dan kemampuan
untuk dapat mengamati sendiri dan melaporkan keadaan hama pada pertanamannya.
Langkah 8
Pengembangan Organisasi PHT
Sistem PHT mengharuskan adanya suatu organisasi yang efisien dan efektif, yang dapat
bekerja secara cepat dan tepat dalam menanggapi setiap perubahan yang terjadi pada
agroekosistem. Organisasi tersebut tersusun oleh komponen monitoring, pengambil keputusan,
program tindakan, dan penyuluhan pada petani. Organisasi PHT merupakan suatu organisasi
yang mampu menyelesaikan permasalahan hama secara mandiri, pada daerah atau unit kerja
yang menjadi tanggungjawabnya.
BAB III
BAHAN DAN METODA
3.3 Cara Kerja
Metoda moist chamber
Cara Kerja Moist chamber yang pratikan lakukan adalah :
Pertama sediakan alat dan bahan terlebih dahulu,lalu potong dingan pisau bagian yang terkena
antraknosa dengan perbandingan satu banding satu (1:1), artinya setengah bagian yang sehat dan
setengah yang sakit,setelah dipotong sampai 8 bagian dan disterilisasi kan dengan
aquades,alqohol lalu akuades lagi,setelah disterilisasi ambil dengan pinset bagian tanaman tadi
lalu masukan ke dalam petri dish yang telah di isi media tumbuh organisme(agar),lalu ingkubasi
di ruangan ingkubator 5 kali 24 jam.lalu amati dan gambar,dokumentasikan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
5. 1. Kesimpulan
Pengendalian hama merupakan upaya manusia untuk mengusir, menghindari dan
membunuh secara langsung maupun tidak langsung terhadap spesies hama. Pengendalian hama
tidak bermaksud memusnahkan spesies hama, melainkan hanya menekan sampai pada tingkat
tertentu saja sehingga secara ekonomi dan ekologi dapat dipertanggungjawabkan.
Penyebab penyakit atau patogen dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Biotik
(parasit) dan Abiotik (fisiopat). Kelompok biotik terdiri dari Tumbuhan tinggi parasitik, yang
dapat bersifat parasit sejati dan setengah parasit.
5. 2. Saran
Untuk lebih efektifnya praktikum diharapkan para praktikan agar mematuhi semua
peraturan yang ada pada saat di dalam laboratorium dan membawa objek praktikum yang
lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Posting Komentar
Posting LamaBeranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Pengikut
Arsip Blog
▼ 2012 (1)
o ▼ Januari (1)
laporan pratikum dasar dasar perlindungan tanaman
► 2011 (2)
Mengenai Saya
farid halfero
Lihat profil lengkapku
Tema Tanda Air. Diberdayakan oleh Blogger.