Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suku Minangkabau atau Minang yang seringkali lebih dikenal oleh banyak orang sebagai
Padang adalah suku yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat. Suku ini terkenal karena
adatnya yang matrilineal, walaupun orang-orang Minang sangat kuat memeluk agama Islam.
Adat basandi syara, syara basandi Kitabullah dapat diartikan sebagai adat bersendikan
hukum, hukum bersendikan Al-Quran, merupakan cerminan adat Minang yang berlandaskan
agama Islam. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minang memiliki tempat tinggal yang
banyak orang ketahui sebagai rumah adat yang bernama rumah gadang.

Rumah Gadang sendiri adalah nama untuk rumah adat Minangkabau yang


merupakan rumah tradisional dan banyak di jumpai di provinsi Sumatra Barat, Indonesia.
Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama Rumah
Bagonjong atau ada juga yang menyebut dengan nama Rumah Baanjuang.

Rumah dengan model banyak dijumpai di sumatra barat, Namun tidak semua kawasan di
Minangkabau (darek) yang boleh didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang sudah
memiliki status sebagai nagari saja Rumah Gadang ini boleh didirikan. Begitu juga pada
kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga dahulunya tidak ada yang didirikan
oleh para perantau Minangkabau.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Fungsi Rumah Gadang?
2. Bagaimana Bentuk Arsitektur Rumah Gadang?

C. Tujuan
1. Mengetahui Fungsi dari Rumah Gadang Masyarakat Minang
2. Mengetahui Bentuk-Bentuk Arsitektur pada Rumah Gadang

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Suku Minang

Suku Minangkabau atau Minang (seringkali disebut Orang Padang) adalah suku yang
berasal dari Provinsi Sumatera Barat. Suku ini terkenal karena adatnya yang matrilineal, walau
orang-orang Minang sangat kuat memeluk agama Islam. Adat basandi syara', syara' basandi
Kitabullah (Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan Al Qur'an) merupakan cerminan adat
minang yang berlandaskan Islam.

Suku Minang terutama menonjol dalam bidang pendidikan dan perdagangan. Lebih dari
separuh jumlah keseluruhan anggota suku ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada
umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam,
Palembang, dan Surabaya. Untuk di luar wilayah Indonesia, suku Minang banyak terdapat di
Malaysia (terutama Negeri Sembilan) dan Singapura. Di seluruh Indonesia dan bahkan di
mancanegara, masakan khas suku ini yang populer dengan sebutan masakan Padang, sangatlah
digemari.

Minangkabau merupakan tempat berlangsungnya perang Paderi yang terjadi pada tahun
1804 - 1837. Kekalahan dalam perang tersebut menyebabkan suku ini berada dibawah kekuasaan
pemerintah kolonial Hindia-Belanda.

B. Rumah Adat

Rumah adat Padang memiliki keunikan dari segi bentuk dan warnanya. Ada nilai yang
terkandung dalam artsiteknya membuat pesan tersendiri bagi yang melihatnya.

Fungsi dari rumah adat Minang sangatlah bermacam – macam. Mulai dari untuk
pertemuan keluarga sampai acara adat pesta pernikahan dan lain sebagainya. Setiap rumah khas
Padang memiliki fungsi masing – masing. Dan pada artikel ini akan kita bahas. Bahan untuk
membangun rumah adat Padang sangatlah tradisional. Kayu, bambu, ijuk kelapa sehingga mudah
sekali terbakar. Hal ini menimpa Istana Pagaruyung yang katanya sudah 2 kali terbakar.

Rumah khas Padang kini menjadi objek wisata bagi para pengunjung, baik yang datang dari
dalam negeri maupun luar negeri. Pemerintah setempat terus melestarikan budaya lokal Padang

2
dibantu dengan partisipasi masyarakat setempat. berikut mengenai rumah adat Padang Sumatera
Barat:

1. Rumah Gadang Batingkek (Rumah Gadang Bertingkat)

Model bangunan bergonjong empat dan bertingkat, banyak ditemukan di sekitar Singkarak,
Kab.Solok. Model Model bangunan Gajah Maharam bertingkap di desa Pasir, Singkarak, Kab.
Solok. Sayangnya, jenis bangunan termasuk langka dan tidak banyak lagi bangunan ini ada di
Sumatera Barat.

2. Rumah Gadang Surambi Papek

Ciri bangunan ini adalah pengakhiran kiri dan kanan bangunan yang disebut “bapamokok”
(papek) dalam bahasa Minang. Umumnya pintu masuk dari belakang dan ada pula yang
membuatnya dari depan.

Tipe bangunan Surambi Papek, di Koto Marapak Bukit Tinggi banyak dimodifikasi,
karena orang tidak selalu menyukai masuk dari belakang rumah, jadi pintu masuk dipindahkan
ke depan dan tidak jarang juga diberi serambi, dengan anak tangga dua buah. Masuk dari
belakang rumah (dapur) ini mengukuhkan prinsip bahwa yang punya rumah sebenarnya
perempuan, laki-laki (menantu) hanya menumpang.

Model bangunan Surambi Papek, bergonjong empat, di Bukittingg jaman kolonial,


penggunaan semen untuk tangga masuk yang di rubah di depan bangunan.

3. Rumah Gadang Gonjong Limo

Model bangunan bergonjong lima banyak berlokasi di kota Payakumbuh, Luhak Limo
Puluah Koto (50 Kota). Ciri bangunan Gonjong Limo adalah adanya tambahan gonjong pada
bagian kiri atau kanan bangunan, pengakhiran bangunannya mirip dengan Gajah Maharam,
dimana pengakhirannya tidak ditambah anjung (ruangan yang terletak pada sayap bangunan
sebelah kanan dan sebelah kiri rumah panggung tradisonal), sebab bangunan ini sebenarnya ada
anjung..

3
4. Rumah Gadang Jenis Gajah Maharam

Secara keseluruhan rumah ini terbuat dari bahan kayu dan atap yang berbahan seng. Arah
hadap bangunan adalah arah utara. Rumah Gadang Gajah Maharam memiliki gonjong sebanyak
lima buah, empat buah di bagian atap dan sebuah di bagian depan sebagai pelindung tangga
masuk rumah.

Berdasarkan informasi yang didapat, jenis kayu sebagai bahan utama komponen
bangunan adalah kayu Juar, Surian dan ruyung (pohon kelapa). Dinding pada Timur, Barat dan
Selatan rumah di gunakan Sasak.

Rumah adat ini mempunyai denah empat persegi panjang dengan jumlah tiang penopang
bangunan yang berjumlah 30 buah. Pada bagian dalam bangunan terdapat 4 buah kamar yang
terletak pada sisi selatan bangunan yang berjejer arah Timur-Barat. Pada masing-masing pintu
kamar ini terdapat ukiran-ukiran bermotif flora berupa les pintu. Sedangkan pada bagian atas
pintu kamar terdapat ukiran berbentuk setengah lingkaran dengan motif flora dan mahkota.
Diperkirakan motif mahkota ini dipengaruhi oleh masa kolonial.

Kota Padang adalah kota terbesar di pantai barat Pulau Sumatra sekaligus ibu kota dari
provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Kota ini merupakan pintu gerbang barat Indonesia dari
Samudra Hindia. Wilayah administratifnya memiliki luas 694,96 km² dengan kondisi geografi
berbatasan dengan laut dan dikelilingi perbukitan dengan ketinggian mencapai 1.853 mdpl.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017, kota ini memiliki jumlah
penduduk sebanyak 927.168 jiwa. Padang merupakan kota inti dari pengembangan wilayah
metropolitan Palapa.

Sejarah Kota Padang tidak terlepas dari peranannya sebagai kawasan rantau
Minangkabau, yang berawal dari perkampungan nelayan di muara Batang Arau lalu berkembang
menjadi bandar pelabuhan yang ramai setelah masuknya Belanda di bawah bendera Vereenigde
Oostindische Compagnie (VOC). Hari jadi kota ini ditetapkan pada 7 Agustus 1669, yang
merupakan hari terjadinya pergolakan masyarakat Pauh dan Koto Tangah melawan monopoli

4
VOC. Selama penjajahan Belanda, kota ini menjadi pusat perdagangan emas, teh, kopi, dan
rempah-rempah. Memasuki abad ke-20, ekspor batu bara dan semen mulai dilakukan melalui
Pelabuhan Teluk Bayur. Saat ini, infrastruktur Kota Padang telah dilengkapi oleh Bandar Udara
Internasional Minangkabau, serta jalur kereta api yang terhubung dengan kota lain di Sumatra
Barat.

Sentra perniagaan kota ini berada di Pasar Raya Padang, dan didukung oleh sejumlah
pusat perbelanjaan modern dan 16 pasar tradisional. Padang merupakan salah satu pusat
pendidikan terkemuka di luar Pulau Jawa, ditopang dengan keberadaan puluhan perguruan
tinggi, termasuk tiga universitas negeri. Sebagai kota seni dan budaya, Padang dikenal dengan
legenda Malin Kundang dan novel Sitti Nurbaya, dan setiap tahunnya menyelenggarakan
berbagai festival untuk menunjang sektor kepariwisataan. Di kalangan masyarakat Indonesia,
nama kota ini umumnya diasosiasikan dengan etnis Minangkabau dan masakan khas mereka
yang umumnya dikenal sebagai masakan Padang.

C. Filosofi Rumah Adat Minang – Rumah Gadang

Sebagai suku bangsa yang menganut falsafah alam, garis dan bentuk rumah gadang
tampak serasi dengan bentuk alam Bukit Barisan yang bagian puncaknya bergaris lengkung yang
meninggi pada bagian tengahnya serta garis lerengnya melengkung dan mengembang ke bawah
dengan bentuk bersegi tiga pula.

Garis alam Bukit Barisan dan garis rumah gadang merupakan garis-garis yang
berlawanan, tetapi merupakan komposisi yang harmonis jika dilihat secara estetika. Jika dilihat
dan segi fungsinya, garis-garis rumah gadang menunjukkan penyesuaian dengan alam tropis.
Atapnya yang lancip berguna untuk membebaskan endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis itu,
sehingga air hujan yang betapa pun sifat curahannya akan meluncur cepat pada atapnya.

Bangun rumah yang membesar ke atas, yang mereka sebut silek, membebaskannya dan
terpaan tampias. Kolongnya yang tinggi memberikan hawa yang segar, terutama pada musim
panas. Di samping itu rumah gadang dibangun berjajaran menurut arah mata angin dari utara ke
selatan guna membebaskannya dari panas matahari serta terpaan angin.

5
Jika dilihat secara keseluruhan, arsitektur rumah gadang itu dibangun menurut syarat-
syarat estetika dan fungsi yang sesuai dengan kodrat atau yang nilai-nilai kesatuan, kelarasan,
keseimbangan, dan kesetangkupan dalam keutuhannya yang padu.

Dari sisi filosofinya, rumah gadang dikatakan gadang (besar) bukan karena bentuknya
yang besar melainkan fungsinya yang gadang. Ini ternukil dalam ungkapan yang sering kita
dengan bila tetua-tetua adat membicarakan masalah rumah gadang tersebut.

Dari ungkapan tersebut, artinya fungsi rumah gadang tersebut menyelingkupi bagian
keseluruhan kehidupan sehari-hari orang Minangkabau, baik sebagai tempat kediaman keluarga
dan merawat keluarga, pusat melaksanakan berbagai upacara, sebagai tempat tinggal bersama
keluarga dan inipun diatur dimana tempat perempuan yang sudah berkeluarga dan yang belum,
sebagai tempat bermufakat, rumah gadang merupakan bangunan pusat dari seluruh anggota
kaum dalam membicarakan masalah mereka bersama dalam sebuah suku, kaum maupun nagari
dan sebagainya. Memang sebuah fungsional dari rumah gadang tersebut bila kita pahami dengan
baik.

D. Fungsi dari Rumah Gadang

Rumah Gadang kaya dengan makna yang merupakan gambaran umum dari kehidupan
masyarakat minangkabau secara keseluruhan. Dalam kehidupan sehari-hari, rumah gadang
memiliki fungsi-fungsi tersendiri, fungsi tersebut adalah:

1. Fungsi Adat

Sebuah rumah gadang, merupakan rumah utama yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat
minangkabau yang diikat oleh suatu suku tertentu. Sebagai rumah utama, rumah gadang
merupakan tempat untuk melangsungkan acara-acara adat dan acara-acara penting lain dari suku
yang bersangkutan.

Kegiatan-kegiatan adat pada masyarakat minangkabau dapat kita uraikan berdasarkan kepada
siklus kehidupan mereka, yaitu: Turun Mandi, Khitan, Perkawinan, Batagak Gala (Pengangkatan
Datuak), dan Kematian.

6
Fungsi-fungsi di atas dapat disebut juga fungsi temporer yang berlangsung pada suatu rumah
gadang, karena kegiatan tersebut tidak berlangsung setiap hari dan berlangsung pada waktu-
waktu tertentu saja.

2. Fungsi Keseharian

Rumah gadang merupakan wadah yang menampung kegiatan sehari-hari dari penghuninya.
Rumah gadang adalah rumah yang dihuni oleh sebuah keluarga besar dengan segala aktifitas
mereka setiap harinya. Pengertian dari keluarga besar disini adalah sebuah keluarga yang terdiri
dari ayah, ibu serta anak wanita, baik itu yang telah berkeluarga ataupun yang belum
berkeluarga, sedangkan anak laki-laki tidak memiliki tempat di dalam rumah gadang.

Jumlah kamar bergantung kepada jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya. Setiap
perempuan dalam kaum tersebut yang telah bersuami memperoleh sebuah kamar. Sementara
perempuan tua dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis remaja
memperoleh kamar bersama di ujung yang lain.

Fungsi inilah sebenarnya yang lebih dominan berlangsung pada suatu rumah gadang.
Sebagaimana lazimnya rumah tinggal bagi masyarakat umumnya, disinilah interaksi antar
anggota keluarga berlangsung. Aktifitas sehari-hari seperti makan, tidur, berkumpul bersama
anggota keluarga dan lain sebagainya lebih dominan berlangsung disini, disamping kegiatan-
kegiatan adat seperti yang telah diuraikan diatas.

E. Bentuk Arsitekstur Rumah Gadang

Bentuk rumah Gadang sendiri dapat diibaratkan seperti bentuk kapal. Kecil di bawah dan
besar di atas. Bentuk atapnya mempunyai lengkung ke atas, kurang lebih setengah lingkaran, dan
berasal dari daun Rumbio (nipah). Bentuknya menyerupai tanduk kerbau dengan jumlah
lengkung empat atau enam, dengan satu lengkungan ke arah depan rumah.

Setiap elemen dari rumah Gadang memiliki makna simbolis tersendiri. Unsur-unsur dari rumah
Gadang meliputi:

1. Gonjong, struktur atap yang seperti tanduk

7
2. Singkok, dinding segitiga yang terletak di bawah ujung gonjong
3. Pereng, rak di bawah singkok
4. Anjuang, lantai yang mengambang
5. Dindiang ari, dinding pada bagian samping
6. Dindiang tapi, dinding pada bagian depan dan belakang
7. Papan banyak, fasad depan
8. Papan sakapiang, rak di pinggiran rumah
9. Salangko, dinding di ruang bawah rumah

Pilar rumah Gadang yang ideal disusun dalam lima baris yang berjajar sepanjang rumah.
Baris ini membagi bagian interior menjadi empat ruang panjang yang disebut Lanjar. Lanjar di
belakang rumah dibagi menjadi kamar tidur (Ruang). Menurut adat, sebuah rumah Gadang harus
memiliki minimal lima Ruang, dan jumlah ideal adalah sembilan. Lanjar lain digunakan sebagai
area umum yang disebut labuah gajah (jalan gajah) yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari
dan acara seremonial.

Rumah Gadang juga memiliki beberapa lumbung padi (Rangkiang), dengan masing-
masing memiliki nama dan fungsi yang berbeda. Rangkiang Sitinjau Lauik berisi beras untuk
upacara adat. Rangkiang Sitangka Lapa berisi beras untuk sumbangan ke desa miskin dan desa
yang kelaparan. Rangkiang Sibayau-bayau berisi beras untuk kebutuhan sehari-hari keluarga. Di
halaman depan rumah Gadang terdapat pula ruang Anjuang, tempat pengantin bersanding atau
tempat penobatan kepala adat. Maka, rumah Gadang juga dinamakan sebagai rumah Baanjuang.

Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bagian,
muka dan belakang. Pada bagian depan dinding rumah Gadang dibuat dari bahan papan,
sedangkan bagian belakang dari bahan bambu. Papan dinding dipasang vertikal dan semua papan
yang menjadi dinding atau menjadi bingkai diberi ukiran sehingga seluruh dinding menjadi
penuh ukiran. Penempatan motif ukiran tergantung pada susunan dan letak papan pada dinding
rumah Gadang.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Menurut hasil riset yang kami lakukan, banyak dari masyarakat yang berasal dari padang
tidak semua memiliki Rumah Gadang, Rumah Gadang hanya dimiliki oleh orang orang tertentu.
Rumah Gadang merupakan Rumah Adat dari daerah Sumatera Barat yaitu Padang yang memiliki
fungsi sebagai tempat acara adat dan sebagai keseharian masyarakat. Bentuk arsitektur yang
menonjol berbentuk runcing menyerupai tanduk kerbau.

B. Saran

Setelah berhasil mencari informasi tentang Rumah Gadang, kami menyadari dari masih
banyak kekurangan yang telah kami lakukan, kami menerima seluruh kritik dari saran pembaca
yang berguna untuk membangun terutama untuk penulis itu sendiri. Meskipun penulis
menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini akan tetapi pada kenyataannya
masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya
pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya.

9
Daftar Pustaka

https://www.arsitag.com/article/rumah-gadang-rumah-tradisional-minangkabau

http://rumahadatistiadat.blogspot.com/2017/08/rumah-adat-minangkabau-sumatera-barat.html

10

Anda mungkin juga menyukai