Anda di halaman 1dari 7

1.

Menurut Wibowo (2013), beberapa faktor yang dapat memengaruhi perbedaan


volume setiap orang adalah :
- Posisi orang tersebut selama pengukuran
Volume yang terukur dapat dipengaruhi oleh posisi atau sikap seseorang pada saat
pengukuran dilakukan. Sikap berdiri akan menghasilkan kapasitas paru yang lebih
besar daripada saat duduk atau telentang. Ini disebabkan oleh kecenderungan isi
perut untuk menolak diafragma keatas saat duduk ataupun terlentang, gaya berat
uang menolong pernapasan pada saar berdiri lebih kecil sehingga udara yang
ditampung dalam paru juga lebih banyak.
- Kekuatan otot pernapasan
Paru-paru bergantung dengan otot di sekelilingnya karena paru-paru tidak
memiliki otot tersendiri.
- Jenis kelamin
Pada pria, ukuran kapasitas vital paru lebih besar daripada wanita. Salah satu
penyebabnya adalah bentuk tubuh.
- Tinggi badan, berat badan, dan usia
Perubahan fisik dan sistem metabolisme karea berat, tinggi badan, dan usia
mengakibatkan perubahan dari bentuk dan otot-otot. Hal ini menyebabkan
pengambilan oksigen juga akan mengalami perubahan.

2. Volume paru yang berada di bawah normal mengindikasikan terjadinya penurunan


fungsi paru. Fungsi paru menurun seiring bertambahnya usia dan terjadi ketika usia
dewasa. Selama masa dewasa fungsi paru dapat menurun dengan cepat akibat adanya
respon terhadap pola hidup yang tidak sehat seperti merokok (Vasquez, et al, 2017).
Penurunan fungsi paru berkaitan dengan berkurangnya ventilasi dan asupan oksigen
yang mempengaruhi fungsi tubuh. Pola hidup yang tidak sehat mempercepat
penurunan fungsi paru. Paru-paru pada orang tua memiliki kapasitas volume yang
lebih sedikit dibandingkan dengan paru-paru orang yang masih muda dan sehat.
Selain itu paru-paru dengan kapasitas volume yang rendah terdapat pada orang-orang
yang memiliki kebiasaan buruk seperti merokok(Wen, 2019). Merokok menghasilkan
perubahan akut di paru-paru termasuk perubahan resistensi terhadap aliran udara,
batuk, dan iritasi pada saluran napas. Merokok mempengaruhi otot pernapasan
melalui otot pernapasan lewat pengaruh radikal bebas pada sistem vaskuler,
mengakinatkan suplai darah pada otot perapasan menurun (Tantisuwat &
Thaveeratitham). Selain merokok, obesitas juga dapat menurunkan kapasitas paru-
paru. Peningkatan berat badan meningkatkan pertambahan jaringan adiposa pada
dinding dadadan pada abdomen yang membatasi perluasan diafragma saat menghirup
udara (Delgado & Bajaj, 2020)
3. Irama dasar respirasi/irama pernapasan dikendalikan oleh sistem saraf dalam medula
oblongata dan spons. Irama respirasi setiap individu berbeda. Pada percobaan irama
pernafasan, perlakuan yang pertama yaitu bernafas dengan duduk santai kemudian
dihitung frekuensi pernafasan selama 1 menit. Frekuensi normal pernapasan pada
orang dewasa adalah 16-20 kali permenit, sedangkan dalam keadaan istirahat 12-15
kali permenit. Tindakan pernapasan normal ini memiliki kecepatan dan volume
inspirasi yang relatif konstan yang bersama-sama membentuk ritme pernapasan
normal (Wheatley, 2018). Pada perlakuan kedua praktikan bernafas dengan cepat,
frekuensi pernapasan menjadi lebih cepat dari frekuensi normalnya, hal ini
dikarenakan adanya tekanan di paru-paru dan diagfragma yang menyebabkan
pertukaran udara pernafasan cepat. Pada perlakuan yang ketiga praktikan bernafas
didalam kantong plastik selama 2 menit, ketika bernafas di dalam plastik,
ketersediaan oksigen sangat terbatas hanya pada lingkungan di dalam plastik tersebut.
Ketika sekian kali respirasi, maka ketersediaan oksigen didalam plastik semakin
berkurang berganti dengan karbondioksida karena hasil dari ekshalasi berupa
karbondioksida. Dalam keadaan seperti ini akan semakin sulit untuk mengambil
oksigen pada inhalasi karena plastik semakin berisi dengan karbondioksida dan
ketersediaan oksigen semakin berkurang sehingga irama pernafasan yang terjadi
semakin pelan karena menjadi sesak. Jika hal ini terus berlanjut maka akan
menyebabkan sesak nafas. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi pernafasan diluar
kantong plastik lebih tinggi dibandingkan frekuensi pernafasan didalam plastic
karenakan oksigen yang berada didalam plastik lebih minim dibandingkan dengan
oksigen yang berada diluar plastik, ketersediaan oksigen yang berada didalam plastik
berganti dengan karbondioksida (Webel et al, 2020). Pada perlakuan lari ditempat 60
langkah, membuat pada saat inspirasi dan ekspirasi tidak optimal ketika tubuh sedang
berlari, respirasi akan menjadi lebih cepat setelah beristirahat untuk mengembalikan
tenaga yang terpakai selama berlari. Pada saat beraktivitas secara intensif konsumsi
oksigen akan meningkat (Coates & Kowalchik, 2019).
4. Kapasitas paru-paru merupakan kemampuan paru-paru dalam menampung udara
ketika bernapas. Beberapa faktor internal yang menyebabkan penurunan kapasitas
paru yaitu kondisi ketika paru-paru tidak bisa menyimpan udara terlalu banyak atau
disebut penyakit restriksi meliputi pneumonia, efusi pleura, fibrosis paru idiopatik,
penurunan volume paru-paru setelah operasi paru, pembengkakan paru, kerusakan
saraf pada otot pernapasan, penyakit paru interstisial, dan skoliosis, sehingga lebih
sulit menarik napas karena jaringan paru-paru yang rusak mengalami penurunan
elastisitas, atau karena adanya masalah pada otot pernapasan sehingga tubuh tidak
mampu menarik napas dengan maksimal (Haq dan Wijayanto, 2010). Kapasitas paru-
paru juga bisa mengalami peningkatan. Kondisi ini bisa terjadi pada penyakit paru
obstruktif. Beberapa kondisi medis yang terkait dengan peningkatan kapasitas paru-
paru, yakni penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), asma, bronkiektasis, dan cystic
fibrosis. Kondisi tersebut membuat udara yang bergerak ke luar lebih lambat dari
biasanya, sehingga terasa lebih sulit saat mengembuskan napas. Penderita juga
cenderung mengalami sesak napas saat menjalani aktivitas berat (Gultom, 2019).
Dengan mengukur volume paru-paru dapat diketahui kemampuan paru untuk
mengembang, serta ada atau tidaknya kelainan paru (obstruksi dan restriksi) (Sonata,
2015). Padula dan Yeaw (2006) dan Nusdwinuringtyas (2008) dalam Priyanto (2012)
dalam penelitiannya menjelaskan bahwa melatih otot inspirator dapat membantu
meningkatkan kapasitas vital paru. Latihan pernapasan dapat meningkatkan kapasitas
vital paru melalui pengukuran nilai FEV1 dan FVC. Terlatihnya otot inspirator akan
meningkatkan kemampuan paru untuk menampung udara, sehingga nilai FEV1 akan
mengalami peningkatan. Menurut Smeltzer, et al., 2008), menerangkan bahwa
fisiologis fungsi paru dapat diukur dengan spirometry/ peak flowmeter untuk menilai
FEV1. Rerata pada 1 (satu) jam paska ekstubasi hanya yang mampu mencapai nilai
FEV1 tidak lebih dari 160 mL/min. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi awal paru
paska ekstubasi yang sangat lemah, tetapi setelah menjalani perawatan, meningkat
hingga 275 mL/min (Priyanto, 2012).

5. Irama pernapasan, yaitu jumlah napas per menit, sangat diatur untuk memungkinkan
sel menghasilkan jumlah energi yang optimal pada setiap kesempatan. Sistem saraf
yang kompleks dari jaringan saraf mengatur laju aliran oksigen dan aliran keluar
karbon dioksida. Ini menyesuaikannya sesuai dalam kondisi yang cenderung
menurunkan tekanan gas parsial dalam darah. Respirasi adalah proses yang
melibatkan otak, batang otak, otot pernapasan, paru-paru, saluran udara, dan
pembuluh darah. Semua struktur ini memiliki keterlibatan secara struktural,
fungsional, dan pengaturan respirasi. Laju pernapasan dapat mengalami peningkatan
karena melakukan olahraga, demam atau karena penyakit paru, atau kondisi medis
lainnya (Chourpiliadis & Bhardwaj, 2019). Pusat pernapasan yang terletak di dalam
medula dan pons bertanggung jawab untuk menghasilkan irama pernapasan. Input
sensorik gabungan dari sistem sensorik perifer yang memantau kadar oksigen dan
sistem sensorik pusat yang memantau pH mengubah irama dan kedalaman
pernapasan. Sinyal-sinyal ini, bersama dengan beberapa input sensorik lainnya yang
berasal dari mekanoreseptor perifer, memodulasi irama pernapasan untuk
menciptakan sinyal saraf terpadu, yang dikirim ke otot-otot utama pernapasan. Input
total mencapai puncaknya pada irama pernapasan sekitar 12 napas per menit untuk
rata-rata orang dewasa saat istirahat atau tidak melakukan kegiatan yang tidak berat.
Mekanoreseptor yang berada di saluran udara, trakea, paru-paru, dan pembuluh paru
memberikan informasi sensorik ke pusat pernapasan di otak berkaitan dengan volume
paru-paru, dan peregangan saluran napas. Ada dua tipe utama sensor toraks: spindle
regangan yang beradaptasi lambat dan reseptor iritan yang cepat beradaptasi. Spindel
regangan hanya menyampaikan informasi volume sedangkan reseptor iritan
menanggapi pemicu bahan kimia yang mengiritasi seperti zat asing. Kedua jenis
mekanoreseptor tersebut mengirimkan informasi ke pusat pernapasan melalui saraf
kranial X (Saraf Vagus) untuk meningkatkan laju pernapasan, volume pernapasan,
atau untuk merangsang batuk (Brinkman, et al., 2020)

6. Respirasi merupakan keseluruhan proses terjadinya pemindahan pasif oksigen dari


atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel dan pemindahan pasif karbon
dioksida secara terus-menerus yang dihasilkan jaringan ke atmosfer. Kendali respirasi
sebagai dasar homeostatis terletak pada pertukaran gas dalam sistem respirasi,
khususnya yang terjadi di alveoli paru, yakni ketika darah melewati kapiler darah di
sekitar kantung alveoli yang kemudian karena adanya perbedaan gradien tekanan,
maka memungkinkan masuknya oksigen ke dalam aliran darah, dan karbondioksida
keluar dari darah melalui mekanisme difusi (Wagner, 2015). Pertukaran gas ini
berpengaruh pada keadaan kompleks tubuh. Pertukaran gas yang terjadi di paru-paru
merupakah salah satu cara bahwa sistem pernapasan dapat mempertahankan
homeostasis.
Pertukaran gas berpengaruh terhadap regulasi asam basa dalam tubuh sebagai bentuk
pengendalian homeostasis. Ketika pH dalam darah terlalu asam, maka tempo bernafas
akan naik, hal ini dilakukan untuk mereduksi kadar karbon dioksida dalam darah,
sehingga pH menjadi naik. Sebaliknya jika kadar pH dalam darah terlalu basa, maka
tempo bernafas akan turun, hal ini guna menaikkan kadar karbon dioksida dalam
darah (Stickland et al., 2013).

Pengendalian homeostasis lain adalah regulasi suhu melalui pernapasan, yakni ketika
udara masuk ke paru-paru dihangatkan oleh panas tubuh dan kemudian dihembuskan,
dimana ini diikuti dengan penguapan keringat dari kelenjar keringat guna
mendinginkan tubuh. Lebih lanjut, suhu rata-rata tubuh adalah 370 C sedangkan saat
menghembuskan napas, suhu tubuh bervariasi di sekitar 340 C (Anghel & Iacobescu,
2013).

Selain itu, homeostasis oleh pernapasan yang berkaitan dengan imunitas. Paru
menyekresikan antibodi, yakni IgA, Interleukin 25 (IL-25), dan Interleukin 33 (IL-
33), dimana interleukin ini merupakan salah satu tipe sitokin yang bekerja pada
berbagai sel imun bawaan termasuk sel dendritik, serta limfosit T dan B (Justiz
Vaillant & Qurie, 2021), untuk menghancurkan virus dan mikroba lain yang
merugikan tubuh. Di sisi lain, sistem pernapasan sebagai dinding pertahanan pertama,
dimana jaringan limfoid melapisi jaringan pernapasan dan menghasilkan limfosit
guna mengenali dan menonaktifkan mikroba (Sato & Kiyono, 2012). Selain itu
terdapat makrofag alveolar guna membentuk populasi sel kekebalan terbesar di paru-
paru (Allard et al., 2018).

Mekanisme feedforward atau antisipatif dapat mempertahankan homeostatis dengan


memprediksi perubahan fisiologi organisme dan memulai respon yang dapat
mengurangi pergerakan variabel yang keluar dari kisaran normalnya. Mekanisme ini
dapat membantu meminimalkan efek gangguan dan membantu memperahankan
homeostasis. Misalnya, antisipasi peningkatan frekuensi pernapasan akan mengurangi
waktu respon terhadap hipoksia akibat olahraga (Modell et al., 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Allard, B., Panariti, A., & Martin, J. G. 2018. Alveolar Macrophages in the Resolution of
Inflammation, Tissue Repair, and Tolerance to Infection. Frontiers in Immunology,
9. https://doi.org/10.3389/fimmu.2018.01777
Anghel, M.-A., & Iacobescu, F. 2013. The Influence of Temperature and CO2 in Exhaled
Breath. 16th International Congress of Metrology, 10012.
https://doi.org/10.1051/metrology/201310012
Brinkman, J. E., Toro, F., & Sharma, S. 2020. Physiology, respiratory drive. StatPearls
[Internet].
Chourpiliadis, C., & Bhardwaj, A. 2019. Physiology, Respiratory Rate. StatPearls [Internet].
Coates, Budd & Kowalchik, Claire. 2019. Everything You Need to Know About Rhythmic
Breathing. Runner’s World : Article.
Gultom, A. S. (2019). Rancang Bangun Alat Ukur Volume Paru dengan Menggunakan
Sensor Tekanan Untuk Mengenali Kelainan Paru-Paru.
Haq, M., & Wijayanto, A. (2010). Pengolahan Sinyal Respirasi dengan FIR untuk Analisa
Volume dan Kapasitas Pulmonary. EEPIS Final Project.
Justiz Vaillant, A. A., & Qurie, A. 2021. Interleukin. In StatPearls. StatPearls Publishing.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499840/.
Klocke, Robert A., Heath, Donald Albert and Elliott, David H. 2020. Human respiratory
system. Encyclopedia Britannica..
Modell, H., Cliff, W., Michael, J., McFarland, J., Wenderoth, M. P., & Wright, A. (2015). A
physiologist's view of homeostasis. Advances in physiology education, 39(4), 259–
266. https://doi.org/10.1152/advan.00107.2015.
Sato, S., & Kiyono, H. 2012. The mucosal immune system of the respiratory tract. Current
Opinion in Virology, 2(3), 225–232. https://doi.org/10.1016/j.coviro.2012.03.009
Priyanto, P., Irawaty, D., & Sabri, L. (2011). Peningkatan fungsi ventilasi oksigenasi paru
pada klien pasca ventilasi mekanik dengan deep breathing exercise. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 14(1), 23-30.

Sonata, W. E. (2015). Rancang Bangun Alat Ukur Laju Pernapasan Manusia Berbasis
Mikrokontroler Atmega8535. Jurnal Fisika Unand, 4(4).

Stickland, M., Lindinger, M., Olfert, I. M., Heigenhauser, G., & Hopkins, S. 2013.
Pulmonary Gas Exchange and Acid-Base Balance During Exercise. Comprehensive
Physiology, 3, 693–739. https://doi.org/10.1002/cphy.c110048
Wagner, P. D. 2015. The physiological basis of pulmonary gas exchange: Implications for
clinical interpretation of arterial blood gases. European Respiratory Journal, 45(1),
227–243. https://doi.org/10.1183/09031936.00039214
Wibowo, W.A. 2013. Perbedaan Kapasitas VO2 Maks dan Kapasitas Vital Paru pada Siswa
Sekolah Dasar yang Tinggal di Daerah Pegunungan dan Di Daerah Dataran
Rendah Kabupaten Purbalingga [Skripsi]. Semarang: Jurusan Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang.
Wheatley, I. 2018. Respiratory rate 4: breathing rhythm and chest movement. Nursing Times;
114: 9, 49-50.
Weibel, Ewald R., Burri, Peter H., Beers, Michael F., Cherniack, Neil S., Siebens, Arthur A.,

Anda mungkin juga menyukai