MUTASYABIH AL-QUR’AN
Disusun Oleh:
Abdul Qoyyum
M. Ihya Ulumuddin
M. Khalil Qordhowi
FAKULTAS USHULUDDIN
Dalam hal ini pemakalah mencoba mengkaji beberapa ayat Mutasyabih yang ada
dalam Al-Qur’an, antaranya: QS. Hud ayat 10 & Fusshilat ayat 50, QS. Saba’ ayat 9 &
19, QS. Al-Qashash ayat 27 & Ash-Shaffat ayat 102. Dengan mengkaji beberapa ayat
Mutasyabih ini harapan pemakalah dapat dipahami oleh para pembaca. Wallahu’alam
BAB II
PEMBAHASAN
(Abdul Qoyyum)
ُ ضرَّا َء َم َّس ْتهُ لَيَقُولَ َّن هَ َذا لِي َو َما أَظُ ُّن السَّا َعةَ قَائِ َمةً َولَئِ ْن ُر ِجع
ْت إِلَى َ َولَئِ ْن أَ َذ ْقنَاهُ َرحْ َمةً ِمنَّا ِم ْن بَ ْع ِد
ٍ َربِّي إِ َّن لِي ِع ْن َدهُ لَ ْل ُح ْسنَى فَلَنُنَبِّئ ََّن الَّ ِذينَ َكفَرُوا بِ َما َع ِملُوا َولَنُ ِذيقَنَّهُْ@م ِم ْن َع َذا
ٍ ِب َغل
يظ
Artinya: “Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah
dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: "Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin
bahwa hari Kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku
maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya". Maka Kami
benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka
kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras.”
Tafsir Ayat
Ayat ini menjelaskan bahwa sifat buruk mereka itu sungguh mendarah daging
dalam diri mereka, sehingga pikiran dan emosi mereka hanya berkisar pada
kenikmatan duniawi, tidak memikirkan sebab-sebab yang melatarbelakangi
datangnya nikmat atau cobaan. Dengan demikian, jika kami rasakan kepada mereka
manusia, yang durhaka suatu rahmat, yakni menganugrahkan kepadanya nikmat
duniawi sehingga mereka merasakannya dan nikmat itu sumbernya dari kami bukan
milik merka, tidak juga perolehannya berdasar kemampuan dan kekuasaan mereka
secara mandiri, kemudian walau telah berlalu waktu yang lama setelah mereka
menikati rahmat yang kami anugrahkan itu kami cabut darinya, secara paksa pastilah
dia menjadi seorang yang berputus asa sehingga menduga bahwa nikmat tidak akan
diperolehnya lagi tidak juga dia berterima kasih atas anugrah kami yang telah kami
berikan sekian lama itu.1
Pada kedua ayat di atas ada beberapa kata yang membedakan kedua ayat tersebut:
• Surat Hud نَ ْع َما َءNa’ma atau nikmat adalah nikmat yang telah diperoleh secara
faktual, sehingga nampak dampaknya pada yang memperolehnya.
• Surat Fussilat ً َ َرحْ َمةRahmah untuk menunjukan nikmatnya sebagai isyarat bahwa
nikmat yang dianugrahkan Allah SWT kepada manusia merupakan anugrah yang
bersumber dari kasih sayangnya, bukan atas dasar kewajiban atau balas jasa
Artinya: “Maka mereka berkata, “ya Tuhan kami, jauhkanlah jarak perjalanan
kami,” dan (berarti mereka) mendzalimi diri mereka sendiri; maka kami jadikan
mereka bahan pembicaraan dan kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya.
Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi setiap orang yang sabar dan bersyukur.” (QS. Saba’: 19)
Tafsir ayat
Dalam surat Saba’ ayat 9 ini berupa ancaman atau teguran besar dari Allah swt.
Untuk hambanya. Bagaimana mungkin mereka melupakan tanda-tanda kekuasaan
Allah swt sementara mereka telah menyaksikannya dengan nyata. Sebab, manusia
hidup di alam semesta ini menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Allah yang tidak
mungkin terbantahkan lagi.
Di langit ada benda-benda yang bersinar, di laut ada gelombang dan di bumi
terdapat jurang-jurang. Bagaimana mungkin mengingkari kekuasaan Allah, sementara
mereka menyaksikannya. Oleh karena itu, Allah menyebutkan ancaman yang sangat
menakutkan kepada manusia, agar manusia menyadari kekeliruan yang telah mereka
lakukan. Allah menciptakan alam semesta ini berikut potensi yang ada di dalamnya
untuk kesejahtraan manusia itu sendiri. Sebagai peringatan agar manusia senantiasa
mawas diri dan mengoreksi dirinya dari kekeliruan.
Dalam sebuah hadis yang disebutkan Imam al-Ghazali dalam kita “Ihya Ulum
ad-Din” disebutkan bahwa sebenarnya langit, bumi dan lautan merasa geram dan
keberatan dengan tingkah laku manusia. Mereka meminta kepada Allah swt agar
mereka diledakkan sehingga menimpa manusia yang durhaka pada-Nya.
Namun Allah swt. Berkata: “Biarkan Aku dan makhluk ciptaan Ku. Karena Aku
telah menciptakan mereka, maka Aku akan menyayanginya. Apabila mereka
bertaubat kepada-Ku maka Akulah kekasih mereka. Namun sebaliknya jika mereka
tidak bertaubat dari dosa maka Aku jualah dokter bagi mereka.3
ِ َ بَ ِّع ْد بَ ْينَ أَ ْسف, hal itu disebabkan mereka mengingkari nikmat ini,
lain membaca ارنَا
sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abas, Mujahid. Al-Hasan dan selain mereka.
Mereka menyenangi padang pasir dan gurun, dimana dalam menempuhnya
memerlukan bekal, kendaraan dan berjalan di waktu terik disertai rasa takut.
Sebagaimana Bani Israil meminta kepada Musa agar Allah mengeluarkan bagi
mereka tanaman-tanaman yang ditumbuhkan bumi berupa sayur-sayur, mentimun,
bawang putih, kacang adas, da bawang merah. Padahal mereka berada di dalam
kehidupan yang makmur dengan manna dan salwa, serta makanan, minuman da
pakaian mewah yang mereka nikmati.4
Dapat dibayangkan betapa keras kepalanya penduduk Saba’ yang telah diberikan
oleh Allah nikmat tersebut. Perjalanan yang dekat mereka minta agar dijadikan jauh
dan sulit. Perjalanan yang penuh dengan rasa aman diminta agar aral melintang yang
mengganggu. Nikmat yang diberikan ternyata tidak membuat mereka puas hati. Akan
tetapi menjadikan mereka susah hati. Mereka meminta agar perjalanan itu
dipanjangkan dengan gurun pasir yang luas dan perkampungan yang dipisah-
pisahkan, sehingga tidak ada orang yang yang melintasinya kecuali dia orang kaya.
Dapat dipahami dari sikap congkak mereka itu, bahwa yang ada dalam benak mereka
adalah ketamakan dan kerakusan aka harta dunia. Mereka tidak siap bersaing dengan
orang lain, yang mereka inginkan agar yang kaya tetap memperbudak yang miskin.
Sebab dengan jauhnya perjalanan yang ditempuh dan sulitnya situasi dan kondisi
sehingga hanya orang-orang yang memliki modal besar saja yang dapat melakukan
perjalanan itu.
3
Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi, (Medan; Duta Azhar, 2011), Hal. 99
4
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibnu Katsir, (Bogor; Pustaka Imam
Syafi’i, 2004), Hal. 564
Pelajaran ini bagi orang-orang yang ش @ ُكور
َ َّار
@ٍ صبَ ِّ لِ ُك@@لbagi tiap-tiap seorang
mukmin yang senantiasa bersabar, lagi bersyukur. Kedua sifat yang disebutkan di
akhir ayat ini dalam bentuk superlative/mubalaghah, karena menghadapi orang
dengki dan keras kepala dibutuhkan kesabaran yang lebih pula. Kaum miskin yang
menerima danmpak paling parah dari kejadian itu harus bersabar semaksimal
mungkin, sebab cobaan ini tidaklah mudah untuk dihadapi.5
Tasyabbuh ayat
Kedua ayat di atas memiliki sedikit perbedaan redaksi, pada ayat 9 bahwa disana
memakai isim mufrad yakni الية, sedangkan pada ayat 19 memakai isim jama’ yakni
اليات.
Pada ayat 19 mengisahkan tentang kaum saba’, Mereka itu dijadikan oleh Allah
sebagai i’tibar (Contoh) yang dapat diambil pelajaran darinya, mereka (kaum saba’)
dipencarkan oleh Allah dan dihancurkan oleh Allah sehancur-hancurnya, dan yang
selamat maka mereka pergi ke Syam, ada yang ke yatsrib, dan sebagiannya ke ‘aman
(yordan).6
5
Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi, (Medan; Duta Azhar, 2011), 118-119
6
Muhammad Ibn Hamzah al-Kirmany, Asrar at-Tikrar Fi al-Qur’an, (Dar al Fhadilah, 2008), hal. 208
memberatkan engkau. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang
baik.” (QS. Al-Qashash : 27)
ت ۡٱف َع ۡل َما تُ ۡؤ َم ۖ ُر َ َك فَٱنظُ ۡ@ر َما َذا ت ََر ٰۚى ق
ِ َال یَ ٰۤـأَب َ ی إِنِّ ۤی أَ َر ٰى فِی ۡٱل َمن َِام أَنِّ ۤی أَ ۡذبَ ُح َ َفَلَ َّما بَلَ َغ َم َعهُ ٱلس َّۡع َی ق
َّ َال یَ ٰـبُن
َص ٰـبِ ِرینَّ َست َِج ُدنِ ۤی إِن َش ۤا َء ٱهَّلل ُ ِمنَ ٱل
Artinya: “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya,
(Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku
7
Abu Fida Ismail Bin Umar Bin Katsir al Quraisy, Tafsir al-Qur’an al’Adhim, (Dar Thayyibah Linnasyr
Wattawzi’, Damsyiq, 1999)
menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail)
menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu;
insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS. Ash-
Shafat : 102)
Ismail ketika tumbuh besar dan telah mencapai usia produktif untuk bekerja (ada
yang mengatakan tujuh tahun, adan yang mengatakan usia tiga belas tahun),
berkatalah nabi Ibrahim kepada putranya yang diperintahkan untuk disembelih
“Wahai anakku, aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, bagaimana
pendapatmu?”. Beliau menyampaikan kepada Ismail agar ia mempersiapkan diri
menjalankan perintah Allah SWT dan mengharapkan pahala dengan ketundukan
kepada perintah-Nya. Dan untuk mengetahui kesabarannya kepada perintah Allah
SWT karena mimpi para nabi adalah wahyu yang harus dilaksanakan.
Tasyabuh Ayat
Perebedaan di kedua ayat ini adalah di ujung ayat, di surah al-Qashash memakai
kata َ ٱلص َّٰـلِ ِحینsedangkan di surah ash-Shafat memakai kata َ ٱلص َّٰـبِ ِرین, Karena yang
terdapat di dalam surah al-Qashash adalah : Perkataan Syuaib, yaitu : dari orang-
orang shaleh dalam setiap pergaulan (ketika bergaul) dan amanah dalam perjanjian.
Dan dalam surah Ash-shafat dari perkataan ismail ketika dia berkata kepada ayahnya
“Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah
bagaimana pendapatmu!” lalu Ismail menjawab “Wahai ayahku! Lakukanlah apa
8
Dr. Wahbah bin Mushtafa Azzuhaili,, Tafsir al-Munir fi Aqidah wa Syariah wa Manhaj, (Dar al-fikr,
Damsyiq, 1997), Hal. 191
yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku
termasuk orang yang sabar.”9
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Wahbah bin Mushtafa Azzuhaili,, Tafsir al-Munir fi Aqidah wa Syariah wa Manhaj,
(Dar al-fikr, Damsyiq, 1997)
9
Mahmud bin Hamzah Bin Nashi dkk., Asrar Tikrar Fil Qur’an, Darul Fadhilah, hal.195