Anda di halaman 1dari 14

UPAYA DEPARTEMEN FOOD AND BEVERAGE

DALAM MENCIPTAKAN KEPUASAN PELANGGAN


(Studi Pengendalian Mutu Sushi Tei di Yogyakarta)

Cahyaningtyas Harley L1 dan Shilvy Cahyani P2


Email :
1cahyanimgtyasharley98@gmail.com
2shilvyputricahyani@gmail.com

ABSTRAC

Sushi Tei Restaurant is one of the restaurants that offers a Japanese menu with sushi
main menu at relatively affordable prices by students and students. The purpose of
this research is to analyze consumer purchasing decision process, consumer
satisfaction level, and consumer loyalty that will give implication to marketing mix
from Sushi Tei Restaurant. The method used in this research is descriptive analysis
method, Customer Satisfaction Index (CSI), Importance Performance Analysis
(IPA), and pyramid of loyalty. Location Sushi Tei Restaurant located on Jalan
Gejayan No 9, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta. Consumer characteristics
of Sushi Tei Restaurant with majority of female originated or domiciled in
Yogyakarta with age 17-30 years old and work as student, freshly educated senior
high school, and have income / monthly allowance of Rp 1,000,000 up to Rp
2,000,000. At the stage of purchase decision (planned purchase, influencing source is
a friend, day visit on weekdays, and time of visit is at night), and post purchase
decision (consumers feel satisfied and it affects consumers to visit again). The value
of the Costumer Satisfaction Index (CSI) is 72 percent. Consumers are satisfied with
restaurant products.
.
Kata Kunci: Characteristics of consumers, satisfaction

PENDAHULUAN

Paiwisata telah terbukti mampu menjadi solusi dalam menopang ekonomi


Negara Indonesia. Banyak industri pariwisata di berbagai daerah telah terbukti
mampu menciptakan lapangan kerja, menciptakan peluang usaha baru,
meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan sosial-ekonomi pada
umumnya (Hermawan, 2016a; dan Hermawan, 2016b)
Trend dalam ekonomi global saat ini, usaha jasa mendominasi ekonomi
global. Usaha jasa terbukti mampu menyumbang Gross Domestik Bruto (GDP) global
terbesar. Industri jasa termasuk pariwisata dan hospitality industry menyubang
sebesar 64% GDP Global, diikuti industri manufaktur 32%, kemudian sisanya
sebanyak 4% disumbang industri pertanian/ agriculture (Lovelock, 2011).

Pada zaman modern sekarang ini, usaha restoran menunjukkan


perkembangan yang sangat signifikan, perkembangan ini ditandai dengan semakin
banyaknya restoran yang bermunculan dengan aneka pilihan menu yang
ditawarkan dan ditambahkan dengan berbagai daya tarik pemandangan yang
menjadi kelebihan utama di berbagai restoran yang ada. Dengan semakin
banyaknya restoran yang berdiri, maka semakin banyak pula persaingan yang
dihadapi oleh setiap restoran. Untuk menghadapi persaingan tersebut, setiap
restoran dituntut untuk selalu peka terhadap perubahan- perubahan yang terjadi
pada pasar dan mampu menciptakan ide-ide yang kreatif agar produk dan jasa
yang ditawarkannya dapat menarik bagi konsumen, sehingga apa yang diinginkan
oleh konsumen dapat dipenuhi dan perusahaan dapat menghadapi dan bertahan
ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat.
Restoran adalah suatu usaha komersil yang menyediakan pelayanan makan
dan minum bagi umum dan dikelola secara profesional yang bertujuan untuk
mencari keuntungan dam kepuasan bagi tamu.
Menurut Sugiarto dan Sri Sulartiningrum dalam Pengantar Akomodasi dan
Restoran halaman 77 (2001) :
“restoran adalah suatu tempat yang identik dengan jajaran meja – meja yang
tersusun rapi, dengan kehadiran orang, timbulnya aroma semerbak dari dapur dan
pelayanan para pramusaji, berdentingnya bunyi – bunyian kecil karena
persentuhan gelas – gelas kaca, porselin, menyebabkan suasana hidup di
dalamnya.”
Menurut Soekresno (2000) dilihat dari pengelolaan dan sistem penyajian,
restoran dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu Restoran Formal, Restoran
Informal, dan Specialities Restoran. Restoran formal adalah industri jasa pelayanan
makanan dan minuman yang dikelola secara komersial dan professional dengan
pelayanan yang eksklusif. Ada beberapa ciri restoran formal seperti para pelanggan
terikat menggunakan pakaian resmi penerimaan pelanggan dengan sistem
pemesanan tempat terlebih dahulu, para pelanggan terikat menggunakan pakaian
resmi, harga makanan dan minuman relatif tinggi dibanding harga makanan dan
minuman di restoran informal, dan menyediakan hiburan musik langsung dan
tempat lesehan dengan suasana romantis dan exclusive. Sedangkan restoran
informal adalah industri jasa pelayanana makanan dan minuman yang dikelola
secara komersial dan professional dengan lebih mengutamakan kecepatan
pelayanan, kepraktisan, dan percepatan frekuensi yang silih berganti pelanggan.
Beberapa ciri restoran informal yaitu harga makanan dan minuman relatif murah,
penerimaan pelanggan tanpa sistem pemesanan tempat, para pelanggan yang
datang tidak terikat untuk mengenakan pakaian formal, tidak menyediakan
hiburan musik secara live, daftar menu oleh pramusaji tidak dipresentasikan
kepada tamu atau pelanggan namun dipajang di counter atau langsung di meja
makan untuk mempercepat proses pelayanan. Yang terakhir adalah specialities
restoran adalah industri jasa pelayanan makanan dan minuman yang dikelola
secara komersial dan professional dengan menyediakan makanan khas dan diikuti
dengan sistem penyajian yang khas dari suatu negara tersebut. Beberapa ciri dari
specialities restoran adalah menyediakan sistem pemesanan tempat, menyediakan
menu khas suatu negara tertentu popular dan disenangi banyak pelanggan secara
umum, hanya dibuka untuk menyediakan makan siang dan atau makan malam,
harga makanan relatif tinggi dibanding informal restoran dan lebih rendah
dibanding formal restoran.
Semakin banyaknya restoran yang berkembang di Kota Yogyakarta,
membuat persaingan di bidang kuliner. Hal tersebut menuntut para pihak restoran
untuk menciptakan perbedaan atau diferensiasi produk makanan yang ditawarkan.
Dengan menciptakan keberagaman produk makanan yang ditawarkan tersebut
dapat membantu pihak restoran untuk memenangkan persaingan dibidang kuliner.
Selain itu, diferensiasi rasa, mutu, suasana dan juga pelayanan dibutuhkan agar
dapat memberikan kepuasan bagi konsumen terhadap produk yang ditawarkan
oleh usaha restoran tersebut. Kepuasan dan ketidakpuasan yang dinilaikan
konsumen dapat dijadikan bahan perbaikan oleh pemilik restoran untuk
meningkatkan kualitasnya, baik kualitas produk maupun jasa. Saat ini berbagai
macam restoran berkembang di Kota Yogyakarta, mulai dari restoran yang
menyajikan makanan khas daerah Indonesia, seperti Jawa, Sunda, Padang, dan
daerah lainnya, hingga restoran yang menyajikan makanan internasional, seperi
China, Jepang, Amerika, dan makanan dari negara lainnya. Restoran yang
menyajikan masakan Jepang adalah salah satu restoran yang semakin berkembang
di Kota Yogyakarta karena banyak masyarakat yang menggemari masakannya.
Masakan Jepang merupakan salah satu jenis masakan yang memiliki keunikan
tersendiri baik dalam proses pembuatannya maupun penyajiannya. Selain
keunikannya, masakan Jepang merupakan jenis masakan yang diminati oleh
masyarakatkarena faktor kesehatannya. Masakan Jepang terkenal dengan
kandungan gizinya yang tinggi dan menyehatkan, terutama kandungan seratnya,
dan cara pengolahannya yang direbus.

Restoran menawarkan berbagai macam keunikan masing-masing yang


berbeda-beda dengan khas yang dimiliki masing-masing restoran, salah satunya
adalah Sushi Tei. Sushi Tei adalah salah satu restoran yang menyajikan masakan
Jepang yang terdapat di Kota Yogyakarta. Restoran yang berdiri sejak 2003 lalu ini
menyajikan masakan Jepang dengan menu utamanya yaitu sushi seperti nama
restorannya dengan harga terjangkau untuk dapat menjangkau semua kalangan
khususnya pelajar dan mahasiswa. Dalam perkembangan usaha restoran masakan
Jepang ini, Sushi Tei menghadapi persaingan. Oleh karena itu, konsentrasi pada
perilaku konsumen perlu dilakukan agar dapat memberikan kepuasan bagi
konsumennya dan tetap bertahan untuk menjadi pembeli setia Restoran Sushi Tei.

KAJIAN LITERATUR
Usaha Hospitality
Dari beberapa litaratur keilmuan maupun asal kosa katanya, diperoleh
difinisi hospitality dalam berbagai pemahaman yang memiliki sedikit perbedaan.
Diantara berbagai pengertian yang ada adalah sebagai berikut :
1. Secara etimologi, kata hospitality berasal dari bahasa Proto-Italic (yang
merupakan cikal bakal bahasa latin) “hospes”. Kata “hospes” tersebut
merupakan gabungan kata “hostis” yang berarti orang asing, dan “postis”
yang berarti tuan rumah.
2. Hospitality berasal dari bahasa Latin “hospitum” (atau kata sifatnya
hospitalis), yang berasal dari hospes, yang artinya “tamu” atau “tuan
rumah”. Konsep ini juga dipengaruhi oleh kata Yunani “xenos”, yang
menunjuk kepada orang asing yang menerima sambutan atau yang
melakukan penyambutan terhadap orang lain (Hershberger, 1999).
Hospitality dalam pengertian nomor 1 dan 2 diatas dimaknai dalam dimensi
subjek/ pelaku .
3. Hospitality berasal dari kata “hospes” yang berarti tamu. Hospitalitas berarti
sikap sebagai tuan rumah yang baik. Sering diartikan sebagai keramah-
tamahan orang yang suka menjamu, akrab dan dapat menciptakan suasana
santai (Nouwen, 1998). Hospitality dalam pengertian ini dimaknai sebagai
bentuk kata kerja.
4. Sedangkan dalam bahasa Inggris hospilality didifinisikan sebagai kata
friendly yang artinya “ramah” yang murah hati atau dermawan dan
memberikan hiburan kepada tamu atau orang baru. Kadang-kadang sering
digunakan untuk memberikan perlakuan istimewa terhadap tamu yang
tinggal dan menggunakan fasilitas. Adapun industry hospitality dapat
diartikan sebagai bentuk perusahaan yang terlibat dalam penyediaan jasa
untuk tamu (Concierge Oxford Dictionary).
5. Hospitality dalam Kamus Inggris-Indonesia, memiliki makna keramah-
tamahan, kesukaan/kesediaan menerima tamu (Echols, 1976).
6. Hospitality merupakan interaksi antara tuan rumah dengan tamu pada saat
yang bersamaan mengkonsumsi makanan dan minuman serta akomodasi
(Webster, 2000).
7. Hospitality adalah sikap keramah-tamahan dalam artian merujuk pada
hubungan antara guest/tamu dan host/tuan rumah/penyedia jasa dan juga
merujuk pada aktivitas/kegiatan keramahtamahan yaitu : penerimaan
tamu, dan pelayanan untuk para tamudengan kebebasan dan kenyamanan
(Yudik B).
8. Menurut Mill (1990) :“The hospitality of an area is the general feeling of welcome
that tourists receive while visiting the area. People do not want to go where they do
not feel welcome.” Jika diartikan secara bebas adalah tempat dimana
wisatawan dapat merasa diterima ketika mengunjungi tempat itu. Orang-
orang tidak akan datang jika mereka merasa tidak diterima.
9. Hospitality memiliki arti keramah-tamahan, kesopanan, keakraban dan juga
rasa saling menghormati. Jika dikaitkan dengan industry pariwisata, dapat
diibaratkan bahwa hospitality merupakan roh, jiwa, semangat dari
pariwisata. Tanpa adanya hospitality dalam pariwisata, maka seluruh
produk yang ditawarkan dalam pariwisata itu sendiri seperti benda mati
yang tidak memiliki nilai untuk dijual (Pendit dalam Ambarwati, 2017)
Hospitality bukan hanya soal keramah-tamahan seperti dalam arti sempit
bahasa (hospitable). Namun hospitality yang merupakan pengetahuan dan seni yang
kompleks dalam menjual jasa, yaitu jasa dengan pelayanan yang penuh rasa
hormat dan penuh rasa kemanusiaan sesuai kebutuhan jiwa manusia yang ingin
dihormati dan dihargai sebagai manusia seutuhnya yang memiliki akal dan budi
(Hermawan, Brahmanto, & Hamzah, 2018).
Bisnis hospitality bukan hanya tentang menjual kamar-kamar hotel kelas elit,
ataupun menjual makanan-makanan enak untuk sekedar memenuhi kebutuhan
perut. Akan tetapi bisnis hospitality adalah bisnis yang membutuhkan jiwa atau ruh
dalam sendi-sendi operasionalnya. Hospitality adalah mengenai bagaimana
menciptakan produk mati menjadi hidup, sehingga langsung dapat menyentuh
perasaan pelanggan sebagai manusia yang juga memiliki jiwa (ruh) (Hermawan et
al., 2018).
Usaha hospitality sebagai usaha jasa (pelayanan) memiliki karakter yang lebih
spesifik dalam operasionalnya. Menurut beberapa ahli setidaknya hospitality
memiliki 7 karakteristik khusus yang sedikit berbeda jika dibandingkan bentuk
usaha jasa lain. Tujuh karakteristik khusus tersebut meliputi :
1. Intangibility
Intangibility merupakan segala hal yang dapat memberikan rasa kehangatan
kepada tamu sebagai manusia, serta kesediaan untuk menyenangkan hati
orang lain (Sulastiyono, 2008). Intangibility juga didefinisikan sebagai variabel
produk yang tidak nyata, atau sesuatu yang susah diterjemahkan
menggunakan panca indera (pengecap, indera melihat, pendengar, dan indera
peraba), akan tetapi masih dapat dirasakan dan dialami oleh jiwa manusia
melalui akal dan perasaan, yang menentukan kepuasan (Hermawan et al.,
2018).
2. Simultaneity
Simultan berarti proses produksi dan konsumsi terjadi pada saat yang
bersamaan. Pengertian lainya adalah dari Robert G. Murdick dkk (1990) dalam
Hermawan dkk (2018) menyatakan bahwa pelayanan dapat berbentuk barang
dan jasa, pada umumnya dikonsumsi dan diproduksi secara bersamaan.
Dalam usaha jasa, pelanggan merupakan input. Jasa atau pelayanan yang
disediakan oleh penyedia jasa tidak dapat dilaksanakan tanpa kehadiran
pelanggan sebagai input pelayanan tersebut (Ariani, 2009).
Secara lebih tegas, produk hospitality hanya dapat diproduksi pada saat
bersamaan dengan waktu konsumsi pelanggan, “Proses melayani hanya akan
terjadi jika sudah ada yang akan dilayani”, dalam hal ini waktu konsumen
menikmati produk jasa juga berpartisipasi dalam proses pembuatan
(Hermawan et al., 2018).
3. Heterogeneity
Yoeti (2004) mengatakan bahwa “Jasa tidak memiliki standar ukuran yang
objektif.” Variable yang menentukan puas dan tidak puas dari masing-masing
konsumen juga akan sangat beragam, sangat relatif, serta sangat subyektif,
walaupun terhadap satu produk hospitality yang sama (Hermawan et al., 2018).
Zeithaml dan Bitner (1996) mengatakan bahwa dampak dari karakter produk
hospitality yang heterogen menjadikan produk hospitality akan sangat
tergantung pada kinerja masing masing staf dalam memberikan pelayanan.
4. Perisability
Perisable mengandung arti bahwa produk hospitality tidak dapat disimpan
(Lovelock, 2011). Juga dapat berarti bahwa produk hospitality tersebut tidak
bertahan lama (Hermawan et al., 2018).
5. Tangible
Tangible atau “komponen produk nyata” adalah segala sesuatu yang dapat
dilihat, disentuh/ diraba, diukur dan dihitung (Sulastiyono, 2011).
Secara umum komponen produk nyata ini termasuk tempat, desain furniture,
seragam karyawan, fasilitas-fasilitas, serta berbagai aspek nyata lain yang
memperngaruhi kepuasan pelanggan.
6. Immovability
Karakteristik produk hospitality selanjutnya adalah immovable, yang memiliki
arti tidak dapat dipindahkan (Hermawan et al., 2018). Artinya bahwa produk
hospitality hanya dapat dinikmati atau dikonsumsi di tempat dimana produk
hospitality itu dibuat.
7. Inseparability
Philip Kotler (dalam Yoeti, 2004) dan Lovelok (2011) memberi batasan service,
sebagai suatu aktivitas yang memberikan manfaat yang ditawarkan oleh satu
pihak kepada pihak lain dalam bentuk tidak nyata (intangible) dan tidak
menimbulkan perpindahan kepemilikan (Inseparability). Dalam bisnis
hospitality, pengalaman, kebanggaan dan naiknya nilai diri akibat manfaat
produk hospitality, merupakan sesuatu yang dibeli (Lovelock, 2011).

Pelayanan Hospitality
Yoeti (2004) mendefinisikan jasa (service) sebagai suatu produk yang tidak
nyata (intangible) dari hasil kegiatan timbal balik antara pemberi jasa (producer) dan
penerima jasa (consumer) melalui suatu atau beberapa aktifitas untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan.
Kotler & Makens (1999) memberi batasan tentang pelayanan/ service sebagai
suatu aktivitas yang memberikan manfaat, yang ditawarkan oleh satu pihak kepada
pihak lain dalam bentuk tidak nyata (intangible) dan tidak menimbulkan
perpindahan kepemilikan
Zeithaml dan Bitner (1996) memberi batasan tentang pelayanan/ service
sebagai berikut : “service is include all economic activities whose output is not a physical
product or contraction is generally consumed at that time it is produced and provides added
value in forms (such as convenience, amusement, confort or health”. Jika diartikan secara
bebas, pelayanan memiliki makna sebagai bentuk aktifitas ekonomi yang hasilnya
bukan merupakan produk dalam bentuk fisik, atau berupa kontruksi/ barang, yang
biasa dikonsumsi pada saat yang bersamaan dengan waktu produksi sambil
memberikan nilai tambah misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau
kesehatan.
Menurut teori beberapa ahli pelanggan menilai kualitas pelayanan hospitality
melalui dimensi-dimensi pelayanan sebagai tolok ukurnya, yaitu:
1. Realibilitas (realibility), adalah kemampuan untuk memberikan secara tepat dan
benar jenis pelayanan sesuai yang telah dijanjikan kepada pelanggan.
2. Responsif (Responsiveness), yaitu kesadaran atau keinginan untuk bertindak
capat dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan tepat waktu.
3. Kepastian/jaminan (Assurance), adalah pengetahuan dan kesopan santunan
serta kepercayaan diri pegawai. Dimensi assurance memiliki ciri-ciri:
kompetensi untuk memberikan pelayanan dan memiliki sifat respek kepada
tamu.
4. Empati (Empathy), memberikan perhatian individu kepada tamu secara khusus.
Dimensi empati memiliki ciri-ciri : kemauan untuk melakukan pendekatan,
memberikan perlindungan dan usaha untuk mengerti keinginan, kebutuhan
dan perasaan tamu.
5. Kemampuan akses (Access), kemampuan pendekatan dan kontak mata
6. Courtesy, kesopanan, rasa Hormat, pertimbangan dan keramahan personil
kontak pelanggan
7. Communication, menjaga informasi dalam bahasa mereka dapat memahami
8. Keamanan, kebebasan dari risiko, bahaya atau diragukan
9. Memahami / mengetahui pelanggan membuat upaya untuk mengetahui
kebutuhan pelanggan.
10. Nyata (Tangibles) yaitu sesuatu yang Nampak atau yang nyata yaitu:
penampilan para pegawai yang rapi, fasilitas peralatan yang bersih dan
higyene, peralatan fasilitas penunjang yang berfungsi baik dan lain sebagainya
(Parasuraman dkk., dalam Saleh & Ryan, 1991; dan Zeithaml & Bitner, 1996).

Pengendalian Mutu
Pengendalian yang baik disetiap bagian sangatlah diperlukan oleh setiap
perusahaan untuk melaksanakan rencananya dalam melakukan proses produksi,
sehingga apa yang dicapai tidak menyimpang dari yang telah direncanakan.
Sector produksi adalah salah satu bagian yang ada dalam perusahaan yang
memerlukan adanya suatu pengendalain, yang mana pengendalian ini
dilaksanakan untuk menjamin agar mutu produksi dapat sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Dan pelaksanaan pengendalian mutu tidak hanya dapat
dilakukan pada salah satu bagian saja, tetapi pengendalian tersebut harus
dilakukan pada semua bagian, baik pada bagian bahan baku, bagian bahan dalam
proses produksi dan bagian barang jadi.Pengendalian mutu pada proses produksi
membantu perusahaan mencegah dan mengatasi penyimpangan-penyimpangan
yang akan terjadi atau yang telah terjadi.

Menurut Shigeru Mizuno ; “ pengendalian mutu adalah memperbaiki desain,


standar dan prosedur kerja sedemikian rupa sehingga tidak akan ada produk yang
cacat. Pengendalian mutu adalah pencegahan. Dalam arti ini , boleh dikatakan
bahwa pengendalian mutu adalah seni melakukan sesuatu yang sudah jelas dan
melakukanya dengan betul” ( 1994 : 17).

Ada beberapa factor yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pengendalian


mutu antara lain : Produk yang dihasilkan harus mempunyai mutu yang baik dan
terjamin, Menentukan sifat-sifat produk yang ada hubungannya dengan selera
konsumen.

Pengendalian mutu mencakup keseluruhan kegiatan produksi, dari mulai


perencanaan (plan), kemudian mengimplementasikan perencanaan itu menjadi
kenyataan (do), dan meninjau kembali sejauhmana kesesuaian antara hasil dengan
rencana semula (check). Selanjutnya harus dilakukan perbaikan yang perlu apabila
kesesuaian antara hasil dengan rencana tudak tercapai (action). Keseluruhan
langkah tersebut, P-D-C-A (Plan, Do, Check, Action) akan menjadi sebuah siklus
pengendalian yang satu sama lain saling bergantung dan berkesinambungan.
Oleh sebab itu diperlukan penciptaan terhadap divisi pengendalian mutu dalam
sebuah organisasi/perusahaan. Divisi ini bertugas menyebarkan tanggung jawab
untuk menjaga mutu produk ke seluruh divisi dan ini harus melibatkan anggota
perusahaan secara keseluruhan. Melibatkan semua orang dan setiap kegiatan dari
manajemen perusahaan secara terpadu. Pengendalian mutu tersebut adalah sebuah
diagnostic. Apabila terjadi sebuah produk cacat muncul, penyebabnya dicari dan
dilakukan perbaikan. Akan tetapi kita tidak boleh hanya menangani penyembuhan
penyakitnya saja. Justru hal yang terpenting adalah mencari dan menelusuri
penyebab terjadinya permasalahan, sehingga dapat diterapkan prosedur kerja baru,
yang menjamin persoalan yang sama tidak akan terulang. Dalam industri
tradisional seperti yang banyak berkembang di Indonesia system jaminan kualitas
hanya berfokus pada aktivitas inspeksi untuk mencegah lolosnya produk-produk
cacat ketangan konsumen dengan cara menyortir produk yang baik dari produk
jelek. Pada umumnya system kualitas modern dibangun oleh industri-industri dari
negara maju memiliki karakteristik:
1. Berorientasi Kepada Konsumen Produk didesain sesuai dengan keinginan
konsumen melalui riset pasar, sehingga memenuhi spesifikasi desain, serta
purna jual yang baik.
2. Partisipasi aktif yang dipimpin oleh Manajemen Puncak Konsekuensi rendahnya
motivasi pekerja terhadap kualitas karena kurang perhatian dari manajemen
puncak.
3. Adanya pemahaman dari setiap orang terhadap Tanggung J awab yang spesifik
untuk Kualitas Adanya komitmen bersama dari level bawah sampai level atas
akan pengertian tentang kualitas.
4. Aktivitas yang Berorientasi Pada Tindakan pencegahan Kerusakan. Kualitas
tidak hanya cukup dilakukan pada mendeteksi kerusakan , tetapi difokuskan
pada tindakan pencegahan dengan cara melakukan aktivitas secara baik sesuai
dengan instruksi pekerjaan, sesuatu dilakukan dengan cara do it right the first
time.
5. Filosofi menganggap bahwa Kualitas Merupakan Jalan Hidup (Way of life) Isu-
isu tentang kualitasselalu didiskusikan dalam pertemuan manajemen ,
karyawan diberikan pelatihan pelatihan tentang konsep kualitas beserta
methode-methodenya. Adanya kultur budaya perusahaan melaksanakan proses
peningkatan kualitas secara terus menerus.

Dari uraian di atas dapatlah ditarik pengertian pengertian sebagai berikut:


1. Pengendalian mutu adalah merupakan proses manajemen yang di dalamnya
terdapat unsure a. mengevaluasi kinerja nyata, b. membandingkan kinerja nyata
dengan tujuan, dan c. mengambil tindakan terhadap perbedaan.
2. Tujuan Utama Pengendalian adalah meminimalkan kerusakan, dengan tindakan
cepat untuk memulihkan status quo atau lebih baik lagi, mencegah kerusakan
sebelum terjadi.
3. Konsep pengendalian adalah salah satu “pemilikan status quo” : menjaga proses
terencana pada keadaan yang terencana sehingga tetap dapat memenuhi tujuan
operasi.

Jadi Pengendalian mutu adalah metode yang digunakan untuk meningkatkan


performansi mutu secara terus menerus dan sebagai penjamin konformansi akan
mutu pada setiap level operasi atau proses kerja yang harus mendapat komitmen
dari seluruh jajaran dari pimpinan tertinggi sampai basic level dengan
menggunakan sumber daya manusia dan property yang tersedia.

Usaha Food and Beverage


1. Pemasaran Kreatif Melalui Media Social Atau Website
Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa dalam menjalankan bisnis online,
media social hanya digunakan sebagai alat promosi saja. Manfaatkan media
social maupun website secara baik, dengan menawarkan berbagai promo dan
juga aneka menu berbeda setiap harinya. Dengan begitu, para pelanggan akan
tertarik dan penasaran untuk berkunjung ke restoran anda.

2. Tidak Berdasarkan Asumsi


Tidak dipungkiri jika tren makanan yang sedang muncul bisa jadi lahan bisnis
yang menggiurkan, namun tentunya anda harus siap dengan berbagai
persaingan dengan penjual lainnya. apalagi selera makan seseorang dan tren
bisa berubah sewaktu-waktu. Apa yang disukai orang saat ini belum tentu
disukai pada saat menjatang. Oleh karena itu, anda harus bisa melakukan
inovasi lainnya.

3. Ciptakan Menu Yang Berbeda


Selain tren, orang akan senang jika mencicipi makanan yang beda dari yang
lainnya, atau menu yang anda sajikan tidak ada direstoran lain. Strategi ini
sangat ampuh anda coba, sebab anda tidak memiliki pesaing lainnya. Meskipun
demikian, pastinya selera orang juga berbeda-beda, sehingga anda harus bisa
menyajikan berbagai jenis menu pilihan yang berbeda pula.

4. Lokasi Yang Mudah Dijangkau


Lokasi yang mudah dijangkau terkadang juga akan mendatangkan pelanggan
yang banyak. misalnya dekat dengan kampus, sekolahan, gedung perkantoran,
atau yang lainnya. maka dari itu, sebelum membuka bisnis ini, tentukan lokasi
yang benar-benar strategis dan dapat dijangkau oleh semua orang.

5. Interior Yang Menarik Dan Berubah Sewaktu-Waktu


Interior juga menjadi hal menarik yang menjadi pemikat para pelanggan.
Banyak kita lihat, jika selain makan seseorang akan senang berselfi atau foto di
restoran tertentu. Menyediakan beberapa spot foto yang menarik bisa jadi
pilihan yang tepat. Anda juga bisa mengubah interior beberapa bulan sekali,
karena dengan begitu pelanggan akan berada di resto yang berbeda, sehingga
konsumen akan tertarik untuk kembali datang ke resto anda.

6. Jasa Delivery Order


Sebagai produsen, anda juga harus jeli mempertimbangkan beberapa hal
lainnya. Terkadang ada beberapa orang yang ingin makan di restoran anda,
namun tidak memiliki teman, sehingga keinginan tersebut hilang begitu saja.
Anda bisa menghindari permasalahan tersebut dengan menawarkan jasa
“Delivery Order”. Tentunya jasa ini hanya berlaku dalam kota saja.

7. Kualitas Makanan
Dari sekian banyak strategi yang anda, cita rasa dan kualitas makanan juga tidak
boleh anda lewatkan. Meskipun, tidak dipungkiri jika tujuan orang pergi ke
restoran tidak hanya sekedar mengisi perut saja, akan tetapi jika menu yang
anda sajikan tidak enak, maka pelanggan pun enggan untuk kembali lagi.

8. Harga
Bagi seorang pelajar atau mahasiswa, harga sebuah makanan sangat penting
bagi mereka. Keterbatasan uang saku yang mereka miliki membuat mereka lebih
memilih makanan yang murah dibanding yang mahal. Anda yang ingin
membuka restoran juga harus memikirkan hal ini. Apalagi jika resto yang anda
bangun masih tergolong baru dan belum memiliki ciri khas sendiri, jangan
sekali-kali memberi harga yang tinggi. Berikan menu yang bervariasi dan harga
yang bervariasi tentunya sesuai kualitas, sehingga menu yang anda tawarkan
dapat dijangkau oleh semua kalangan.

9. Memiliki Koki Yang Handal


Cita rasa dari sebuah makanan tergantung dari koki yang memasak. Maka dari
itu koki adalah hal penting yang harus anda miliki ketika membangun bisnis
restoran. Memiliki koki yang handal, akan mengasilkan makanan yang lezat,
dan menarik pelanggan yang banyak. selain itu, jangan mengganti koki
sembarangan, karena beda koki berbeda pula cita rasa yang dihasilkan. Pilihlah
beberapa koki, dan tentukan tugas masing-masing mereka tentunya dengan
kemampuan memasak yang mereka miliki.

Kepuasan Pelanggan
Kepuasan wisatawan adalah tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan
harapannya (Kotler dan Makens, 1999).
Dalam bukunya yang lain, Kotler (2002) mendefinisikan kepuasan sebagai
perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan
antara persepsi/ kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-
harapannya. Kepuasan tentang produk dibandingkan dengan harapan wisatawan
sebelum menikmati produk hospitality dan pariwisata.
Kepuasan telah begitu lama menjadi perhatian para ahli pemasaran, karena
wisatawan yang puas akan cenderung loyal terhadap suatu produk atau jasa.
Kepuasan pelanggan merupakan faktor penentu, apakah suatu bisnis akan
berkelanjutan atau tidak (Hermawan, 2017a). Begitu juga dalam usaha hospitality
dan pariwisata, upaya untuk menciptakan kepuasan wisatawan juga menjadi
perhatian serius para pengelola usaha.

METODE PENELITIAN
Artikel ini ditujukan untuk menggali lebih dalam tentang “Analisis Tingkat
Kepuasan Konsumen di Restoran Sushi Tei Yogyakarta”.
Metode penelitian yang digunakan merupakan metode desktiptif kualitatif.
Selain itu pendekatan kualitatif digunakan untuk memperoeh gambaran diskriptif
yang lebih luas mengenai fenomena yang diamatai (Moleong, 2004). Karena,
pendekatan kualitatif dipandang mampu menggali pemaknaan terhadap fenomena
secara lebih mendalam (Creswell, 1994).
Lokasi penelitian di Restoran Sushi Tei di Jalan Gejayan No. 9 Caturtunggal,
Depok, Sleman, Yogyakarta. Sedangkan waktu pelaksanaanya telah dilakukan pada
22 Maret sampai 25 Maret 2018.
Sebagai jaminan kevalidan data, dilakukan kroscek menggunakan 3 sumber
data, biasa dikenal sebagai triangulasi (Hermawan, 2017b). Responden yang
menjadi narasumber utama adalah Bapak Sonny Kurniawan dan Ibu Andika Putri
dan Moza Fenasa
Teknik pecarian data digunakan adalah wawancara, pengamatan, serta
kegiatan dokumentasi berupa pencatatan, perekaman, video, dan foto-foto.
Analisis data digunakan mengacu pada kaidah-kaidah metodologi kualitatif
secara umum seperti reduksi, penyajian data, verifikasi serta triangulasi data
(Moleong, 2004; dan Brahmanto, Hermawan, & Hamzah, 2017)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Responden yang berkunjung dan melakukan pembelian di Restoran Sushi Tei Kota
Yogyakrta memiliki karakteristik yang beragam. Karakteristik responden dalam
penelitian ini digambarkan melalui karakteristik demografi yang terdiri dari jenis
kelamin, domisili, usia, profesi, pendidikan, dan jumlah pendapatan per bulan.
Karakteristik umum responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah
konsumen yang pada saat penelitian sedang atau pernah berkunjung ke Restoran
Sushi Tei Kota Yogyakarta dalam waktu beberapa hari terakhir :
1. Jenis Kelamin
Responden dengan jenis kelamin perempuan memiliki jumlah persentase
sebesar 65 persen, sedangkan laki-laki sebesar 35 persen. Perbedaan yang besar
tersebut dapat menunjukkan beberapa hal diantaranya perempuan memiliki
peran yang lebih besar dalam pengambilan keputusan pembelian serta kegiatan
pemenuhan kebutuhan konsumsi seperti makan di Restoran. Selain itu, hal ini
juga menunjukkan bahwa responden yang berkunjung sudah sesuai dengan
segmentasi dan target Restoran Sushi Tei Mall Kota Yogyakarta.
2. Domisili
Bahwa responden yang berasal dari Yogyakarta lebih banyak yang mengunjungi
Restoran Sushi Tei. Hal ini disebabkan karena lokasi restoran yang berada pada
Pusat Perbelanjaan Kota atau mall berstandar tinggi dan dekat dengan sekolah-
sekolah dan kampus-kampus di Yogyakarta, kawasan perkantoran, dan
pemukiman warga.
3. Usia
Responden yang berada pada kelompok usia 17-25 tahun memiliki jumlah
persentase tertinggi yaitu sebesar 80 persen. Kemudian diikuti oleh kelompok
usia >30 tahun tahun sebesar 6 persen dan 26-30 tahun yang masing-masing
sebesar 5 persen. Hal tersebut menunjukkan konsumen Restoran Sushi Tei Kota
Yogjakarta didominasi oleh konsumen dengan usia muda di mana pada usia
tersebut konsumen bersifat aktif dan konsumtif. Hal ini juga menunjukkan
bahwa responden sesuai dengan segmentasi dan target Restoran Sushi Tei Mall
Kota Yogyakarta.
4. Profesi
Pekerjaan yang dimiliki responden sebagian besar berprofesi sebagai mahasiswa
sebesar 64 persen, diikuti oleh golongan pegawai swasta sebesar 21 persen,
pekerjaan lainnya sebesar 6 persen, pelajar sebesar 5 persen, wiraswasta sebesar
2 persen, dan Ibu rumah tangga sebesar 2 persen. Hal ini disebabkan karena
letak restoran yang berada di dalam Mall dekat dengan sekolah dan kampus,
kawasan perkantoran, dan pemukiman warga. Selain itu, pusat perbelanjaan
kota seperti Ambarrukmo Plaza, Lippo Mall, dan Empire XXI ini juga lebih
disukai oleh konsumen usia muda.
5. Pendidikan
Tingkat Pendidikan merupakan salah satu karakteristik demografi yang penting.
Konsumen dengan tingkat pendidikan lebih tinggi akan memperhatikan kualitas
produk dan juga kesehatan serta keamanan produk bagi dirinya. Responden
dengan latar belakang pendidikan sarjana (S1) memiliki jumlah persentase
terbesar yaitu 86 persen. Kemudian diikuti oleh responden dengan latar
belakang pendidikan SMA sebesar 7 persen, D3 sebesar 5 persen, dan
pascasarjana (S2) sebesar 2 persen. Besarnya jumlah persentase responden
dengan latar belakang pendidikan S1 menunjukkan bahwa konsumen yang
memiliki tingkat pendidikan tinggi lebih responsif terhadap informasi produk
Restoran Sushi Tei.
6. Jumlah Pendapatan Per Bulan
Pendapatan sangat berkaitannya dengan daya beli responden untuk
mengunjungi Restoran Sushi Tei. Jumlah pengeluaran responden berkaitan
dengan status pekerjaan responden. Semakin tinggi pendapatan yang dimiliki
oleh responden, akan semakin besar pengeluarannya. Responden dengan
pengeluaran per bulan sebesar Rp1.000.000 – Rp2.000.000 memiliki jumlah
persentase tertinggi sebesar 41 persen. Kemudian diikuti oleh responden dengan
pengeluaran per bulan sebesar Rp1.500.000 – Rp 3.000.000 dengan persentase
sebesar 33 persen. Nilai persentase terkecil yaitu sebesar 5 persen dimiliki oleh
responden dengan pengeluaran per bulan kurang dari Rp 500.000. Hal ini
menunjukkan responden yang berkunjung sesuai dengan segmentasi dan target
Restoran Sushi Tei Mall Kota Yogyakarta yaitu masyarakat dari kalangan
menengah atas.
Di Restaurant sushi tei menyajikan berbagai macam sushi, sashimi, dessert, dan
berbagai macam makanan jepang. Sushi tei juga sealu berinovasi dengan
mengeluarkan menu-menu baru yang cukup menarik.Dari segi harga memang
restoran sushi tei ini lumayan mahal, tetapi karena kualitas, rasa, dan porsi yang
menjanjikan dan terpercaya maka pembeli tidak akan ragu lagi untuk makan
kembali ke restoran sushi tei. Semua aspek terjaga kualitasnya dengan sangat
baik. Pelayanan dari sushi tei juga sangat memuaskan mulai dari pertama kali
mengantri masuk sampai pembayaran. Makanan pun datang tidak terlalu lama
dan sesuai dengan pesanan. Dan menariknya lagi pelayan yang menyajikan
makanan mempunyai grooming saat mengantar makanan yaitu “itadakimasu”
yang artinya selamat makan, jadi ketika setiba disana suasana dan atmosfernya
benar-benar seperti di jepang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk
meningkatkan citra restoran perlu adanya pelayanan yang berkualitas, sajian
makanan yang berkualitas dan lingkungan fisik restoran yang baik, ketepatan
waktu dan nyaman. Sedangkan untuk mencapai nilai yang dirasakan pelanggan
restoran Jepang Sushi Tei, perlu adanya kontribusi dari kualitas pelayanan yang
diberikan kepada para pelanggan. Kemudian guna memperoleh tingkat
kepuasan pelanggan yang tinggi, diperlukan terciptanya citra restoran yang
baik. Secara akumulasi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan
pelanggan mempengaruhi niat perilaku pembelian kembali pelanggan restoran
Jepang Sushi Tei.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan
bahwa karakteristik konsumen di Restoran Sushi Tei mayoritas berjenis kelamin
perempuan, berasal/domisili di Yogyakarta, dan berumur 17-30 tahun. Sebagian
besar responden adalah lulusan SMA dengan status pernikahan belum menikah,
karena sebagian besar konsumen masih seorang pelajar/mahasiswa yang sebagian
besar berpendapatan sebesar Rp 1.000.000 sampai Rp 2.000.000 per bulan. Pada
proses keputusan pembelian konsumen diperoleh informasi bahwa bentuk promosi
yang paling menarik bagi konsumen adalah penyediaan paket menu promosi.
Sumber informasi yang sering digunakan oleh konsumen adalah dari pihak lain
yaitu teman ( word of mouth ). Pertimbangan konsumen untuk mengunjungi
Restoran Sushi Tei adalah karena cita rasanya yang khas. Konsumen biasanya
mengunjungi Restoran Sushi Tei sudah direncanakan dari awal yang diengaruhi
oleh temannya. Mereka melakukan kunjungan pada hari kerja yaitu pada waktu
malam hari sekitar antara jam 15.00 sampai 22.00. Secara umum, konsumen
Restoran Sushi Tei sudah merasa puas dan mendorong mereka untuk berkunjung
kembali ke Restoran Sushi Tei. Pengukuran mengenai kepuasan konsumen
terhadap atribut-atribut Restoran Sushi Tei melalui alat analisis Costumer
Satisfaction Index (CSI) diperoleh hasil sebesar 72 persen yang berarti konsumen
Restoran Sushi Tei merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak
Restoran Sushi Tei. Restoran Sushi Tei perlu melakukan perbaikan atribut untuk
memberikan kepuasan konsumen seutuhnya. Atribut yang berada pada prioritas
utama (perbaikan utama) terdapat lima atribut, yaitu kecepatan penyajian,
keramahan dan kesopanan pramusaji, kesigapan pramusaji, ketersediaan dan
kebersihan toilet dan wastafel, dan ketersediaan mushola. Kondisi loyalitas
konsumen Restoran Sushi Tei termasuk kedalam tingkat loyalitas yang masih
rendah. Jumlah konsumen yang masuk kedalam kategori switcher buyer sebanyak
30 persen, habitual buyer sebanyak 51 persen, konsumen satisfied buyer sebanyak 5
persen, jumlah konsumen yang termasuk kedalam kategori liking the brand
sebanyak 3 persen, dan jumlah konsumen committed buyer sebanyak 11 persen.

DAFTAR PUSTAKA
Ariani, D. W. (2009). Manajemen Operasi Jasa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Brahmanto, E., Hermawan, H., & Hamzah, F. (2017). Strategi Pengembangan
Kampung Batu Malakasari sebagai Daya Tarik Wisata Minat Khusus.
Creswell, J. W. (1994). Research Design–Qualitative, Quantitative, and Mixed Method.
London: SAGE Publications.
Echols, J. M. (1976). Kamus Inggris-Indonesia= An English-Indonesian dictionary/oleh
John M. Echols dan Hassan Shadily. Cornell University Press PT Gramedia.
Fiifi, A. (2017). Hotel Resort dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis di Batu
Malang. Universitas Sebelas Maret.
Hermawan, H. (2016a). Dampak Pengembangan Desa Wisata Nglanggeran
Terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal. Jurnal Pariwisata, 3(2), 105–117.
Hermawan, H. (2016b). Dampak Pengembangan Desa Wisatanglanggeran
Terhadap Sosial Budaya Masyarakat Lokal. In Seminar Nasional Ilmu
Pengetahuan dan Komputer (SNIPTEK) Nusa Mandiri (pp. 426–435). Bandung
Indonesia: SNIPTEK 2016. Retrieved from
http://konferensi.nusamandiri.ac.id/prosiding/index.php/sniptek/issue/vie
w/1%0A
Hermawan, H. (2017a). Pengaruh Daya Tarik Wisata, Keselamatan dan Sarana
Wisata Terhadap Kepuasan serta Dampaknya terhadap Loyalitas Wisatawan  :
Studi Community Based Tourism di Gunung Api Purba Nglanggeran. Wahana
Informasi Pariwisata  : Media Wisata, 15(1), 562–577.
Hermawan, H. (2017b). Pengembangan Destinasi Wisata pada Tingkat Tapak Lahan
dengan Pendekatan Analisis SWOT. Jurnal Pariwisata, 4(2), 64–74.
Hermawan, H., Brahmanto, E., & Hamzah, F. (2018). Pengantar Manajemen
Hospitality. Jawa Tengah: PT Nasya Expanding Management.
Hershberger, M. (1999). A Christian view of hospitality: Expecting surprises. Herald
Press.
Kotler, P. (2002). Manajemen Pemasaran, terjemahan Hendra Teguh, edisi Millenium,
cetakan pertama (1st ed.). Jakarta: Prenhalindo.
Kotler, P., & Makens, J. C. (1999). Marketing for Hospitality and Tourism, 5/e. Pearson
Education India.
Lovelock, C. (2011). Services Marketing, 7/e. Pearson Education India.
Mill, R. C. (1990). Tourism: the international business. Prentice-Hall International, Inc.
Moleong, L. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Nouwen, H. J. M. (1998). Reaching out: A Special edition of the spiritual classic including
Beyond the Mirror. Zondervan.
Prihatno. (2017). Modul Kuliah Pengendalian Mutu. Yogyakarta: STP AMPTA
Yogyakarta.
Saleh, F., & Ryan, C. (1991). Analysing service quality in the hospitality industry
using the SERVQUAL model. Service Industries Journal, 11(3), 324–345.
Sulastiyono, A. (2011). Manajemen penyelenggaraan hotel: seri manajemen usaha jasa
sarana pariwisata dan akomodasi. Bandung: Alfabeta.
Webster, K. (2000). Environmental management in the hospitality industry: a guide for
students and managers. Cengage Learning EMEA.
Yoeti, O. A. (2004). Strategi pemasaran hotel. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zeithaml, V. A., & Bitner, M. J. (1996). Services Marketing. New York: McGrawHill.
New York: McGrawHill.
http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/64760/1/H13nyu.pdf
http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87964/1/H17arr.pdf

Anda mungkin juga menyukai