Anda di halaman 1dari 2

DISKUSI 1 – MASALAH SOSIAL.

Menurut Nyi, penyebab konflik antara lain: kompetisi, dominasi, kegagalan,


provokasi, dan perbedaan nilai.
Menurut Anda berdasarkan artikel di bawah jelaskan penyebab konflik yang
terjadi pada saat Pemilu 2019.

Salam Tuton,
Menurut saya berdasarkan teori penyebab konflik yang dikemukakan oleh Nyi dalam
Hamidi (1995). Penyebab konflik Pemilu 2019 adalah:
Kompetisi, kegagalan dan provokasi. Kompetisi, Karena adanya persaingan di dalam
meraih kedudukan, jabatan, posisi dengan mengorbankan pihak lainnya. Kegagalan,
karena ada upaya menyalahkan pihak tertentu bila terjadi kekalahan suara di pemilu
2019. Provokasi, karena banyaknya perkataan yang menyudutkan satu sama lain
dengan tujuan saling menjatuhkan dengan berita-berita yang belum tentu
kebenarannya (hoax).
 
Ini Faktor Pemicu Kerawanan Pemilu 2019
 
Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Intelijen dan kemanan Stanisiaus Riyanta
mengatakan, ada beberapa kerawanan di sisa hari menjelang pencoblosan Pemilu
2019. Meski begitu, pemilu dipastikan dapat berjalan dengan lancar.
Kerawanan yang ditemukan jelang pemilu adalah situasi politik polarisasi dari kedua
kubu. Polarisasi juga diperparah dengan politik identitas.
Ancaman lain dalam pelaksanaan pemilu, kata dia, adalah maraknya penyebaran berita
hoaks yang bisa mengakibatkan kedua kubu menjadi korban hoaks. Selain itu, menurut
Stanisiaus narasi yang disebarkan oleh beberapa pihak juga dapat memicu kerawanan.
"Narasi-narasi juga disebarkan yaitu narasi seperti kita pasti menang, kalau tidak
menang kita berarti dicurangi. Ini adalah narasi-narasi yang ke depannya memunculkan
kegaduhan adapun nanti pada pemungutan atau perhitungan suara," ujarnya saat
menghadiri diskusi publik di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Selasa, 9 April 2019.
Menurutnya narasi yang muncul tersebut adalah propaganda untuk legitimasi terutama
oleh pihak yang tidak siap kalah.
Stanisiaus menyatakan, kerawanan yang muncul di detik-detik pemilu ini harus segera
diatasi agar tidak menjadi semakin parah. Terutama soal politik identitas yang dapat
menjadi pemicu konflik.
"Kalau tidak diatasi ini bisa jadi memperparah. Ancaman itu akan terjadi jika ada pintu
masuk. Pintu masuknya kerawanan," katanya.
Selain itu, kata Stanisiaus, masih ada kerawanan lain yaitu pemilu menjadi ajang
eksistensi kelompok yang sebetulnya sudah dilarang.
"Ada kelompok organisasi yang sudah dilarang, sekarang numpang eksis. Semua
orang sudah tahu kelompoknya siapa dan di mana. Jadi dia masuk secara legal ke
dalam aspek politik," kata dia.
Menurut Stanisiaus, jika kerawanan ini tidak segera diatasi maka akan menjadi
ancaman. Ada empat ancaman yang berpotensi terjadi. Pertama, konflik yang muncul
akibat kesiapan DPT dan logistik pemilu.
"Logistik tidak siap dapat bermasalah. Ini bisa munculkan konflik," ujarnya.
Kedua adalah politik uang yang bisa mengubah pandangan seseorang dan sangat
berbahaya. Potensi ancaman berikutnya adalah konflik akibat ketidakpuasan
masyarakat akan hasil pemilu. Jika selisih kemenangan capres hanya sedikit bisa
memicu anggapan tertentu.
"Ini sangat rawan terjadi jika akhirnya selisih suaranya tipis. Jadi kalau mau aman lebih
lancar ya selisih kemenangannya signifikan," jelas dia.
Ancaman keempat adalah ancaman teror yang terdiri dari dua bentuk. Pertama teror
berdasarkan ideologi.
"Seperti yang kemarin ada penangkapan orang di Bandung itu mereka mempunyai
rencana untuk membuat kekacauan pada waktu pencoblosan," ucap dia.
Kemudian ada teror yang terbentuk dari kelompok separatisme. Ini sempat terjadi di
Papua, di mana ada kalompok-kelompok yang tidak ingin terjadi pemilu.
Meski begitu teror tersebut sudah berhasil ditangani dan kita mempunyai kekuatan dari
TNI maupun Polri. Kekuatan ini dinilai Stanisiaus cukup untuk membantu
mengamankan pemilu, sehingga masyarakat tidak perlu takut dengan ancaman
keamanan.
Untuk mengantisipasi kerawanan yang telah disebutkan, KPU harus memastikan DPT
dan logistik tidak bermasalah. Karena ketidaksiapan DPT maupun logistik dapat
menjadi potensi masalah karena pemilih tidak dapat mencoblos.
Kemudian untuk mengantisipasi terjadinya kerawanan lain, kita harus bersama-sama
mencegah terjadinya golput.
"Jadi tingkatkan partisipasi. Semakin banyak orang golput, semakin banyak sisa suara.
Itu akan menjadi area untuk melakukan kecurangan," paparnya.
 

Anda mungkin juga menyukai