Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume I Edisi 2, Juli-Desember 2012 58

LEGITIMASI POLITIK PEMERINTAH DESA


(STUDI PENGUNDURAN DIRI KEPALA DESA DI DESA CINDAI ALUS
KECAMATAN MARTAPURA KABUPATEN BANJAR)

Ely Nor Ekawati


Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lambung Mangkurat

ABSTRAK

Fenomena legitimasi politik pemerintah desa sejak tahun 2010 ² 2012 di Kabupaten
Banjar terdapat di delapan Desa, antara lain Desa Lok Tunggul, Cindai Alus, Rantau Bujur, Haur
Kuning, Sungai Jati, Keliling Benteng Ilir, Tambak Sirang Baru, dan Melayu Tengah. Seluruh
rangkaian fenomena tersebut salah satu fenomena legitimasi politik yang menarik dan aktual
diteliti adalah fenomena legitimasi politik pemerintah desa Cindai Alus, yaitu Kepala Desa,
Aparatur Desa, dan BPD. Menariknya, Kepala Desa didesak masyarakat untuk mengundurkan
diri dari tahta kekuasaannya dengan cara demonstrasi. Demonstrasi masyarakat memberikan
deskripsi nilai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa untuk menyelenggarakan
pemerintahan. Uraian fenomena tersebut diteliti, analisis, dan interpretasi secara mendalam
dengan menggunakan desain penelitian kualitatif pendekatan deskriptif. Pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis
menggunakan analisis data model alir menurut Miles dan Huberman.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Pemerintah Desa Cindai Alus Masa Jabatan Tahun
2008 ² 2014 tidak lagi mendapat legitimasi politik pada Tahun 2010. Legitimasi politik untuk
menjalankan authority dan keputusan politik. Delegitimasi politik pemerintah desa tersebut
disebabkan oleh faktor kepemimpinan yang kurang responsiveness terhadap tuntutan warga,
pemecatan ketua rukun tetangga, kurang mampu berhubungan baik dengan Badan
Permusyawaratan Desa, dan tidak profesionalisme dalam menjalankan pemerintah desa. Runtutan
penyebab tersebut saling terkait dan mengakibatkan delegitimasi politik terhadap kepala desa
Cindai Alus.

Kata kunci: legitimasi, authority, responsiveness, profesionalisme, dan demonstrasi

I. Latar Belakang Penelitian masa jabatannya berakhir di Kabupaten


Aktivitas dari struktur-struktur Banjar.
pemerintah pada level daerah sejak Kepala desa yang mengundurkan diri
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 dan diberhentikan di Kabupaten Banjar pada
Tahun 2004 hingga sekarang menunjukan tiga tahun terakhir, antara lain Kepala Desa
berbagai fenomena/gejala yang Lok Tunggul Kecamatan Pengaron; Kepala
mewarnainya. Antara lain, fenomena Desa Rantau Bujur Kecamatan Aranio;
konflik/sengketa pemilihan umum kepala Kepala Desa Cindai Alus Kecamatan
daerah/kepala desa, korupsi, resistensi Martapura; Kepala Desa Keliling Benteng
masyarakat terhadap kebijakan dan Ilir Kecamatan Sungai Tabuk; Kepala Desa
kepemimpin politik, dan banyak fenomena- Haur Kuning Kecamatan Beruntung Baru;
fenomena pemerintahan yang bergejolak. dan Kepala Desa Sungai Jati Kecamatan
Sebagian dari fenomena pemerintahan Mataraman; Kepala Desa Tambak Sirang
dimaksud adalah fenomena pengunduran Baru Kecamatan Gambut; dan Kepala Desa
diri dan pemberhentian kepala desa sebelum Melayu Tengah Kecamatan Martapura
Timur. Uniknya dari sebagian fenomena
59 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume I Edisi 2, Juli-Desember 2012

pengunduran diri kepala desa tersebut Kepala Desa Keliling Ilir berdasarkan Berita
disebabkan adanya desakan (baik melalui $FDUD 3HUNDUD \DLWX ´NDVXV QDUNREDµ
demonstrasi maupun musyawarah) (Kepolisian Sektor Sungai Tabuk, 2010).
masyarakat, pada satu sisi. Walaupun ada Ketiga, pengunduran diri Kepala Desa
kesamaan sumber tekanan untuk Haur Kuning Kecamatan Beruntung Baru
mengundurkan diri, di sisi lainnya fenomena yang bersumber dari dirinya sendiri bukan
tersebut masing-masing memiliki perbedaan karena peristiwa seperti karakteristik
karakteristik tekanan masyarakat serta faktor peristiwa pertama dan kedua melainkan
alamiah yang menyebabkan terjadinya secara sadar dari faktor internal dirinya
pengunduran diri. sendiri. Kepala Desa Haur Kuning
Pertama, di Desa Lok Tunggul Kecamatan Beruntung Baru mengundurkan
Kecamatan Pengaron masyarakat mendesak diri pada Tahun 2011.
Kepala Desa, Aparatur Desa, dan Anggota Keempat, diberhentikan karena faktor
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk alamiah. Faktor alamiah yang dimaksud
mengundurkan diri melalui musyawarah adalah meninggal dunia. Kepala desa yang
dengan nama Forum Aspirasi Masyarakat diberhentikan karena faktor ini, yaitu Kepala
Desa pada Tahun 2010. Tekanan masyarakat Desa Tambak Sirang Baru Kecamatan
terhadap kepala desa juga terjadi didapati di Gambut dan Kepala Desa Melayu Tengah
Desa Cindai Alus Kecamatan Martapura. Kecamatan Martapura Timur. Kepala Desa
Berbeda dengan Kepala desa Lok Tunggul, Tambak Sirang Baru diberhentikan pada
Kepala Desa, Aparatur Desa, dan Anggota Tahun 2010 dan Kepala Desa Melayu
BPD didesak oleh masyarakat dengan cara Tengah diberhentikan pada Tahun 2011.
demonstrasi pada Tahun 2011. Selain dua Uraian fenomena di atas dapat
desa tersebut, Kepala Desa Rantau Bujur diklasifikasikan, yaitu desa Lok Tunggul,
Kecamatan Aranio juga mengundurkan diri Cindai Alus, dan Rantau Bujur
atas desakan masyarakatnya pada Tahun menggambarkan masalah legitimasi politik
2011. Dari ketiga Desa tersebut, dua desa dari masyarakat. Lebih spesifikasi lagi dua
yang secara keseluruhan (Kepala Desa, desa, yaitu Lok Tunggul dan Cindai Alus
Aparatur Desa, dan Anggota BPD) merupakan deskripsi masalah legitimasi
diberhentikan, sementara satu desa lagi yaitu politik terhadap penyelenggara pemerintahan
Desa Rantau Bujur hanya Kepala Desa saja. desa (Kepala Desa dan BPD). Kepala Desa
Pengunduran diri di dua desa (Lok Tunggul Sungai Jati dan Keliling Benteng Ilir
dan Rantau Bujur yaitu dengan cara merupakan masalah pelanggaran hukum.
musyawarah bersama masyarakat. Sedangkan Kepala Desa Haur Kuning merupakan
desa Cindai Alus proses pengunduran diri masalah kesiapan dan kesanggupan dirinya
kepala desa, aparatur desa, dan BPD melalui melaksanakan tugas sebagai kepala desa. Dua
peristiwa besar yaitu demonstrasi masyarakat kepala desa Tambak Sirang Baru dan Melayu
sebagai wujud legitimasi/keabsahannya. Tengah disebabkan oleh faktor alamiah. Jadi
Kedua, karakteristik pengunduran diri berdasarkan perbandingan di atas, bahwa
Kepala Desa Sungai Jati Kecamatan satu-satunya kepala desa di Kabupaten
Mataraman dan Desa Keliling Benteng Ilir Banjar yang mengundurkan diri berdasarkan
Kecamatan Sungai Tabuk. Kedua desa desakan masyarakat dengan cara demonstrasi
tersebut kepala desanya diberhentikan adalah Kepala Desa Cindai Alus Kecamatan
melalui proses dan sanksi hukum. Kepala Martapura. Demonstrasi masyarakat
desa Sungai Jati diberhentikan pada Tahun memberikan deskripsi tentang legitimasinya
2010 dan Kepala Desa Keliling Benteng Ilir terhadap pemimpin politik untuk berwenang
pada Tahun 2011 masing-masing dengan menyelenggarakan pemerintahan. Oleh
kasus hukum yang berbeda. Kasus hukum karena itu, berdasarkan uraian fenomena
Kepala Desa Sungai Jati berkaitan dengan pengunduran diri kepala desa atas desakan
´SHQ\HOHZHQJDQ NHXDQJDQ GHVD GDQ WLGDN masyarakat dengan cara demonstrasi
PHPED\DU WXQMDQJDQ 6HNUHWDULV 'HVDµ pemerintahan di atas, perlu diteliti dan
(Berita Acara Perkara Kepolisian Sektor analisis mendalam.
Mataraman, 2010). Sedangkan kasus hukum II. Rumusan Masalah
60 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume I Edisi 2, Juli-Desember 2012

Berdasarkan uraian gejala-gejala penguasa (karisma), atau karena mereka


pemerintahan di atas, maka pertanyaan percaya pada legalitas-khususnya rasionalitas
penelitian (research question), sebagai berikut: DWXUDQ KXNXP µ %HUGDVDUNDQ WHRUL WHUVHEXW
Bagaimanakah legitimasi politik pemerintah Desa bahwa pemerintah mendapatkan keabsahan
Cindai Alus Kecamatan Martapura Kabupaten sangat tergantung pada pandangan
Banjar Masa Jabatan 2008 - 2014? masyarakat berdasarkan kebiasaan (tradisi),
karena faktor karismatik, dan atau
III. Tinjauan Kepustakaan disebabkan oleh kerangka pandang terhadap
3.1 Penelitian Terdahulu rasionalitas aturan hukum.
Berdasarkan hasil penelusuran, 3.1.1 Otoritas Tradisional
Penulis mendapati penelitian dengan judul Otoritas pemerintah yang absah
´$NVHSWDELOLWDV GDQ .DSDELOLWDV berdasarkan landasan tradisional menurut
Kepemimpinan Kepala Daerah dalam Max Weber (1968: 215), didasarkan pada
Penciptaan Good Governance di Kabupaten ´NHSHUFD\DDQ \DQJ VXGDK PDSDQ SDGD
%LPDµ \DQJ GLWXOLV ROHK (G\ $ULDQV\DK kesucian tradisi-tradisi kuno dan legitimasi
Penelitian yang dilakukannya dengan unit orang-orang yang melaksanakan otoritas
analisis: pertama, akseptabilitas (legitimasi), menurut tradisi-WUDGLVL LWXµ 3HPDKDPDQ
kewenangan (authority) dan keputusan politik terhadap otoritas tradisional Weber
pemimpin dalam penciptaan good governance; PHUXSDNDQ RWRULWDV \DQJ ´GLGDVDUNDQ SDGD
kedua, kapabilitas pemimpin menentukan suatu klaim yang diajukan para pemimpin,
dan melaksanakan visi, melakukan dan suatu kepercayaan di pihak para
perubahan, dan menggerakkan masyarakat pengikut, bahwa ada kebajikan di dalam
dalam penciptaan good governance. Metode dan kesucian aturan-DWXUDQ GDQ NHNXDVDDQ NXQRµ
pendekatan penelitian yang digunakan Edy (George Ritzer, 2012: 225). Hal ini
Ariansyah adalah metode kualitatif dengan ditunjukkan oleh adanya kesetiaan pribadi
pendekatan deskriptif. Metode kualitatif masyarakat/kelompok/individu terhadap
dengan metode pemahaman, penafsiran, dan sang pemimpinnya. Masyarakat bersikap dan
interpretasi. Penelitian Edy Ariansyah, bertindak melegitimasinya didasari nilai-nilai
menunjukan bahwa fenomena/gejala tradisi yang ada dan berlaku dalam
legitimasi politik masih aktual, sangat masyarakat tersebut.
menarik untuk diteliti dan dianalisis. Oleh
karena itu, penelitian dengan judul legitimasi 3.1.2 Otoritas Legal ² Rasional
politik pemerintah desa merupakan Otoritas pemerintah yang diterima
penelitian yang difokuskan pada hilangnya (legitimasi) masyarakat berdasarkan legal ²
kewenangan (authority) kepala desa, dan rasional menurut Max Weber (1968: 215),
kepercayaan (trust) masyarakat memberikan \DLWX ´pada kepercayaan terhadap legalitas
dukungan untuk berwenang dan membuat aturan-aturan yang ditetapkan dan hak
keputusan politik (secara absah) kepada orang-orang yang diberi otoritas berdasarkan
pemerintah dalam penyelenggaraan aturan-aturan itu untuk mengeluarkan
pemerintahan dalam mencapai tujuan perintah-SHULQWDKµ %HUGDVDUNDQ DUJXPHQWDVL
Negara. tersebut, bahwa seseorang yang mendapat
dan melaksanakan otoritas secara absah
3.1 Legitimasi Politik didasarkan pada landasan-landasan yaitu
Tiga sumber utama legitimasi peraturan perundang-undangan atau aturan
menurut Max Weber (1964), yaitu:´SHRSOH PD\ lain yang berlaku dalam suatu masyarakat.
have faith in a particular political or social order
because it has been there for a long time (tradition),
because they have faith in the rulers (charisma), or 3.1.3 Otoritas Kharismatik
because they trust its legality ² specifically the Selain otoritas tradisional dan legal-
rationality of the rule of law (orang bisa memiliki rasional, otoritas yang ketiga menurut Max
kepercayaan dalam tatanan politik atau sosial Weber, yaitu kharisma. Otoritas ini menurut
tertentu untuk waktu yang lama (tradisi), Max Weber sebagaimana yang dijelaskan
karena mereka memiliki kepercayaan kepada oleh George Ritzer (2012: 220), yaitu
61 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume I Edisi 2, Juli-Desember 2012

´EHUVDQGDU SDGD NHVHWLDQ SDUD SHQJLNXW oleh institusi politik untuk bertindak sesuai
kepada kesucian luar biasa, watak teladan, unsur nilai (norma, aturan, dan lain-lain)
heroisme, atau kekuasaan istimewa (misalnya secara substansi dari sumber kewenangan
kemampuan menghasilkan keajaiban) para yang didapatkan. Ketika ada unsur nilai
pemimpin, dan juga kepada tatanan normatif berarti terdapat pengaruh di dalamnya yang
\DQJ GLGXNXQJ ROHK PHUHNDµ 2WRULWDV wajib ditaati oleh yang dipengaruhi, baik
karismatik terkandung dan tampak pada diri pemerintah mempengaruhi rakyat maupun
seorang pemimpin dengan visi dan misi yang sebaliknya rakyat mempengaruhi
mampu menginspirasi dan menggugah orang pemerintah. Menurut Robert A. Dahl (1963:
lain melalui aktivitasnya sehingga orang lain PHQHJDVNDQ ´A has influence over B to the
dapat setia mengikutinya. Argumentasi extent that the can get B to do something that B
tersebut didasarkan pada karakteristik yang would not otherwise doµ $ PHPSXQ\DL
dimiliki seorang pemimpin dan dapat pengaruh atas B sejauh ia dapat
dirasakan oleh orang lain. menyebabkan B untuk berbuat sesuatu yang
sebenarnya tidak akan B lakukan).
3.2 Pemerintahan Desa Kewenangan politik memiliki indikator
Pemerintahan desa adalah perbuatan kewajiban politik berdasarkan kesatuan
memerintah yang dilakukan oleh Pemerintah dukungan rakyat. Kewajiban politik menjadi
Desa dan Badan Permusyawaratan Desa nilai tertentu bagi rakyat untuk memperkuat,
dalam suatu negara mengatur dan mengurus mempertahankan, dan atau menarik
kepentingan masyarakat sesuai asal usul dan dukungannya. Legitimasi politik dapat
adat istiadat setempat dalam rangka mengalami krisis jika pemimpin politik atau
mencapai tujuan penyelenggaraan negara. pemerintah tidak memiliki kemampuan dan
Pemerintahan desa dikaitkan dengan uraian keterampilan (skill) yang memadai dalam
teoritik tentang legitimasi politik di atas, menyelenggarakan pemerintahan secara
lebih lanjut dapat diturunkan uraian dalam utuh. Berkaitan dengan hal tersebut,
memahami dimensi legitimasi politik kepada legitimasi perlu diselaraskan dengan
pemerintah. Melacak dimensi legitimasi kapabilitas untuk memahami konstruksi
politik merujuk pada hasil penelitian yang pandangan sosial dalam melaksanakan
dilakukan oleh Edy Ariansyah (2011) tentang agenda atau program yang berhubungan
´akseptabilitas dan kapabilitas secara langsung yang menyentuh
kepemimpinan kepala daerah dalam kepentingan rakyat. Sebab rakyat memegang
penciptaan good governance di Kabupaten posisi sebagai penentu dan pemegang
%LPDµ GDQ EHUGDVDUNDQ SHPDKDPDQ GDUL legitimasi tertinggi. Ukuran ketercapaiannya
teori legitimasi politik yang dikemukakan adalah kesejahteraan (materiil dan imateriil)
Max Weber dapat diturunkan dimensi dari rakyat yang ditempuh pemerintah dengan
legitimasi politik pemerintah. Dimensi melaksanakan fungsinya. Dengan demikian,
legitimasi dalam penyelenggaraan dapat dikerucutkan bahwa kewenangan yang
pemerintahan, Edy Ariansyah (2011: 80) terlegitimasi dapat juga berbanding lurus
PHQ\HEXWQ\D ´DNVHSWDELOLWDV OHJLWLPDVL dengan kecakapan memahami sumber
dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi legitimasi.
kewenangan (otoritas) dan dimensi 3.2.2 Kebijakan Politik
NHSXWXVDQ SROLWLNµ 'LPHQVL NHZHQDQJDQ Kebijakan politik sebagai bagian
dan keputusan politik tentu dikaitkan dengan dimensi legitimasi politik dengan melihat
siapa yang melegitimasinya. Oleh karena itu, kehidupan politik dalam suatu pemerintah
perlu didiskusikan secara mendalam berdasarkan perspektif kelembagaan baru
kewenangan dan kebijakan politik yang (New Institutionalisme) yang menekankan
menunjukan dimensi kewenangan dan bukan pada proses-proses yang terjadi di
kebijakan politik pemerintah desa, sebagai dalamnya yang menjadi fokus utama,
berikut. melainkan menekankan pada gejala-gejala
3.2.1 Kewenangan Politik (fakta) kausalitas dari legitimasi kebijakan
Dimensi kewenangan politik politik secara akal sehat (common sense) yang
merupakan suatu kekuatan yang didapatkan menjelaskan legitimasi politik di lingkungan
62 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume I Edisi 2, Juli-Desember 2012

pemerintah sesuai praktek politik formal dan dan instrument demokrasi, selanjutnya
jaringan organisasi informal. Penggunaan disahkan oleh pejabat politik di atasnya.
pendekatan ini dalam memahami legitimasi Pejabat politik di atasnya yang dimaksud
politik dapat menghasilkan fakta yang lebih adalah Bupati. Setelah mendapat keabsahan
tajam dan terarah dalam bingkai institusi (legitimasi) dari masyarakat dan kekuasaan di
politik berkaitan dengan dimensi kebijakan atasnya kepala desa sah menjalankan roda
politik. Lebih tegasnya merujuk pada pemerintahan desa. Legitimasi rakyat dan
pendapat David Easton (1971: 128), bahwa kekuasaan di atasnya, pemerintahan desa
´political life concerns all those varieties of activity tentu mendapat kontrol dan pengawasan
that influence significantly the kind of authoritative dari dua arus politik sebagai konsekuensi
policy adopted for a society and the way it is put into politik dan amanah yang dimandatkan
practice. We are said to be participating in political terhadap dirinya. Kontrol dan pengawasan
life when our activity relates in some way to the terhadap penyelenggaraan pemerintahan ini
making and execution of policy for a societyµ akan menempatkan konsekuensi masih
(kehidupan politik mencakup bermacam- terlegitimasi atau tidaknya sesuai kerangka
macam kegiatan yang mempengaruhi nilai dan normatif yang berlaku dalam suatu
kebijakan dari pihak yang berwenang, yang masyarakat. Secara normatifnya yang
diterima untuk suatu masyarakat, dan yang tertuang dalam Perda Kabupaten Banjar
mempengaruhi cara untuk melaksanakan Nomor 07/2007 Pasal 43 ayat (1)
kebijakan itu. Kita berpartisipasi dalam PHQMHODVNDQ ´3DPEDkal berhenti karena: a.
kehidupan politik jika aktivitas kita ada meninggal dunia, b. permintaan sendiri, c.
hubungannya dengan pembuatan dan GLEHUKHQWLNDQµ
pelaksanaan kebijakan untuk suatu
masyarakat). Lebih lanjut David Easton
(1965: 273) dalam karyanya yang berjudul A 3.3.2 Kedudukan, Tugas dan
System Analysis of Political Life menjelaskan Wewenang Kepala Desa
OHJLWLPDVL NHDEVDKDQ \DLWX ´the conviction on Kedudukan Kepala desa berdasarkan
part of the member that it is right and proper for Peraturan Daerah Kabupaten Banjar Nomor
him to accept and obey the authorities and to abide 12 Tahun 2008 Pasal 6, menyebutkan bahwa
E\ WKH UHTXLUHPHQWV RI WKH UHJLPHµ. Oleh karena ´Pambakal berkedudukan sebagai pemimpin
itu, dimensi kebijakan politik menjadi bagian pemerintah desa yang merupakan unsur
yang penting untuk menjelaskan kausalitas penyelenggara pemerintahan desa bersama-
legitimasi politik terhadap pemerintah. VDPD GHQJDQ %3'µ %XQ\L SHUDWXUDQ
perundang-undangan ini mengafirmasi posisi
3.3 Kepala Desa kepala desa sebagai pemimpin dalam
Berbagai argumentasi yang tertuang penyelenggaraan pemerintahan. Artinya
dalam peraturan perundang-undangan kedudukan kepala desa sebagai pembuat
menyebutkan bahwa kepala desa merupakan keputusan dan sekaligus pelaksana
bagian dari perangkat penyelenggara keputusan dalam suatu struktur pemerintah
pemerintah desa. Kepala desa dalam desa. Struktur pemerintah desa di
menyelenggarakan pemerintahan dibantu Kabupaten Banjar, terdiri dari BPD,
oleh unsur-unsur pemerintah lainnya, yaitu Pambakal, Sekretaris, Urusan, Unsur
Sekretaris Desa, Kepala-Kepala Urusan, dan Wilayah, dan Pelaksana Teknis Lapangan.
Kepala Wilayah. Penyebutan terhadap Tugas kepala desa dalam
Kepala desa di Kabupaten Banjar yaitu menyelenggarakan urusan pemerintahan
disebut Pambakal. antara lain pengaturan kehidupan masyarakat
3.3.1 Pemilihan, Pengesahan dan sesuai dengan kewenangan desa seperti,
Pemberhentian Kepala Desa pembuatan peraturan desa, pembentukan
Kepala Desa (Pambakal) dipilih lembaga kemasyarakatan, pembenntukan
secara langsung oleh rakyat untuk menjadi Badan Usaha Milik Desa, dan kerjasama
pemimpin dalam suatu wilayah antar desa.
pemerintahan terkecil, yaitu desa. Pambakal
setelah dipilih oleh rakyat melalui prosedur 3.4 Karakteristik Desa
63 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume I Edisi 2, Juli-Desember 2012

Melacak karakteristik desa bahwa snowball or chain. Informan kunci (key


VHFDUD KLVWRULV GHVD PHUXSDNDQ ´NRPXQLWDV informan) dalam penelitian ini, antara lain:
lokal atau masyarakat adat yang tersebar Ketua RT yang dipecat; Kepala Desa yang
diseluruh penjuru Indonesia mempunyai mengundurkan diri; Camat Martapura;
pemerintahan sendiri (self governing community) Aparat Desa yang mengundurkan diri; dan
yang bersifat tradisional lokalistik dan Ketua Badan Permusyawaratan Desa yang
PHQJRQWURO WDQDK XOD\DW VHFDUD RWRQRPµ mengundurkan diri. Selain informan kunci di
(Utang Suwaryo, 2011:1). Sifat lokal- atas, pada penelitian ini terdapat informan
tradisional ini lambat laun berubah selaras yang ditentukan untuk mendapatkan
dengan munculnya intervensi modernitas data/informasi yang berkaitan dengan
pada masa pemerintahan orde baru. konsepsi masyarakat tentang legitimasi
Merujuk pada analisa Utang Suwaryo politik, antara lain: Ketua-ketua RT di Desa
(2011: 7-10), menguraikan ada beberapa Cindai Alus; dan Kepala Desa Cindai Alus
model sebagai solusi atas dualisme, yaitu local Masa Jabatan 2012-2018. Sumber data kedua
self government dengan self governing community. dalam penelitian ini adalah dokumen-
Model-model desa tersebut, antara lai desa dokumen yang relevan dengan masalah
murni adat, desa administratif, integrasi antara penelitian. Dokumen-dokumen bersumber
adat dan desa administratif, dualisme adat dan dari hasil observasi dan dokumentasi di
desa, kelurahan dan desa praja. Meskipun setiap lapangan penelitian.
desa memiliki modelnya tersendiri bukan
berarti tidak ada tanggung jawab pemerintah. 4.4 Teknik Pengumpulan Data dan
Terutama kewenangan dan tanggung jawab Instrumen Penelitian
pemerintah melaksanakan fungsinya dalam 4.4.1 Teknik Pengumpulan Data
melayani, pembangunan, pemberdayaan, dan Teknik pengumpulan data dalam
pengaturan. Dan pelaksanaan dari beberapa penelitian ini menggunakan cara observasi,
model desa tersebut dapat ditentukan sesuai wawancara mendalam (indepth interview) dan
kondisi wilayah dan masyarakatnya. dokumentasi. Pertama, teknik observasi
(pengamatan) secara langsung di lapangan.
IV. Metode Penelitian Teknik observasi dilakukan dengan teliti dan
4.1 Desain Penelitian seksama terhadap masalah legitimasi politik
Dalam penelitian ini menggunakan di lapangan sehingga mendapatkan data yang
desain penelitian kualitatif dengan relevan dan akurat. Kedua, teknik
pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif pengumpulan data menggunakan teknik
analitik digunakan berkaitan dengan gejala wawancara dengan cara wawancara
dan fenomena legitimasi politik kepala desa mendalam, teliti dan seksama berdasarkan
di Cindai Alus Kecamatan Martapura situasi dan kondisi lapangan yang
Kabupaten Banjar. sesungguhnya untuk memperoleh data yang
4.2 Jenis Data sesuai dengan permasalahan penelitian. Jenis
Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari wawancara menggunakan wawancara tidak
data sekunder dan data primer. Data primer terstruktur dengan struktur ketat, tetapi
bersumber dari hasil wawancara dan menempatkan pertanyaan terkait
observasi. Sedangkan data sekunder permasalahan penelitian dengan fokus,
merupakan data yang yang dikumpul melalui interaktif, dan mendalam. Ketiga, teknik
teknik dokumentasi. dokumentasi dilakukan untuk memperoleh
4.3 Sumber Data data yang relevan dengan masalah penelitian
Sumber data penelitian ini terdiri dari dengan cara mengumpulkan arsip-arsip dan
informan dan dokumen. Penentuan dokumen. Pengumpulan data dokumentasi
informan penelitian dipilih secara purposive dapat dilakukan baik pada dokumen yang
sebagai key informan. Informan kunci (key ada di lokasi penelitian maupun pada tempat
informan) ini merupakan orang-orang yang lain yang dapat mendukung dan memiliki
memahami dan mengetahui permasalahan relevansinya dengan masalah penelitian ini.
legitimasi masyarakat terhadap Pemerintah 4.4.2 Instrumen Penelitian
Desa sehingga memungkinkan adanya pola
64 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume I Edisi 2, Juli-Desember 2012

Berdasarkan desain penelitian ini yang tahap pralapangan, pengumpulan data,


menggunakan desain penelitian kualitatif triangulasi dan analisis data dan penulisan
maka instrument penelitian adalah peneliti hasil penelitian (Tesis). Rangkaian tahapan
sendiri. Instrumen penelitian sebagai alat tersebut dilakukan selama 8 (delapan) bulan,
(tools) dalam melakukan penelitian. Karena yaitu sejak Januari ² Agustus 2012.
peneliti sendiri sebagai instrumennya, tentu
peneliti sudah mempertimbangkan kualitas V. Hasil dan Pembahasan
pemahaman dan kemampuan berkaitan 5.1 Hasil Penelitian
dengan gejala atau fenomena yang diteliti. 5.1.1 Persaingan bisnis Tanah Cavling
4.5 Keabsahan dan Analisis Data antar Satkeholders
4.5.1 Keabsahan Data Berdasarkan informasi yang
Data-data yang telah diperoleh dan diperoleh, diketahui bahwa banyak
terkumpul dilakukan pengujian masyarakat Cindai Alus yang pekerjaannya
keabsahaannya sebelum dilakukan analisis. bisnis tanah, termasuk kepala desa
Data sangat penting diklasifikasikan dengan (Sukatno), aparat desa, dan ketua RT 5.
jelas sebab posisi data dalam penelitian Sukatno yang dikenal aktif berorganisasi
mempengaruhi rangkaian selanjutnya sebelum menjabat sebagai Kepala Desa
(analisis data) dari penelitian. Keabsahan &LQGDL $OXV WHODK PHQGLULNDQ ´.RSHUDVL
data atau dikenal dengan pemahaman 6XDVWLNDµ \DQJ GLSLPSLQ ODQJVXQJ ROHKQ\D
kebenaran dan atau validitas data. Validitas Meskipun pada saat menjabat kepala desa ia
GDWD WHUGLUL GDUL ´ GHVNULSWLI tidak lagi mengetuai koperasi itu tapi
LQWHUSUHWDVL WHRUL GDQ JHQHUDOLVDVLµ Sukatno melakukan bisnis tanah dan
(Menurut Maxwell dalam Alwasilah perumahan dengan atas nama Citra Raya
(2002:171). Untuk menguji Permai. Demikian juga dengan Sudarno
kebenaran/validitas data pada penelitian ini Ketua RT 5, selain memiliki usaha
menggunakan teknik triangulasi, yaitu: (1) peternakan ayam juga memiliki bisnis kavling
triangulasi metode, (2) triangulasi antar- tanah khususnya di desa Cindai Alus. Begitu
peneliti (jika penelitian dilakukan dengan juga Misdi, Kepala Urusan Pemerintahan
kelompok), (3) triangulasi sumber data, dan pada masa pemerintahan Sukatno pun juga
WULDQJXODVL WHRULµ 1RUPDQ . 'HQNLQ menekuni usaha bisnis jual beli tanah.
dalam Alwasilah, 2002:178). Sebagai aparatur pemerintah desa, Misdi
4.5.2 Analisis Data memiliki kewenangan yang berkaitan dengan
Analisis data dilakukan secara kualitatif, urusan pembuatan SKT dari masyarakat.
yang berarti dari data yang diperoleh Salah satu masyarakat yang juga memiliki
dilakukan pemaparan, interpretasi mendalam usaha jual beli tanah adalah Asnan.
dan dianalisa secara rinci sehingga diperoleh 5.1.2 Responsiveness Terhadap
kesimpulan yang dapat digeneralisasikan, Tuntutan Warga
sebagai upaya peneliti untuk menjawab Gejala legitimasi politik terhadap
permasalahan yang sudah dirumuskan Pemerintahan Desa di Desa Cindai Alus
dengan tahapan analisis data yang teratur. berawal dari kejadian kecelakaan transportasi
Tahapan analisis data yang dilakukan dalam darat (motor) dilakukan oleh pengguna
penelitian ini terdiri dari tiga tahapan pokok kendaraan yang berakibat pembatas Rukun
yang mengacu pada analisis data model alir Tetangga (RT) 05 rusak. Kejadian ini
menurut Matthew B. Miles dan Michael mengisahkan transaksi ganti rugi atas
Huberman dalam Patilima (2007: 96), yaitu kerusakan fasilitas umum (pembatas RT)
´Ueduksi data, penyajian data, dan menarik oleh pengguna kendaraan tersebut.
NHVLPSXODQµ Selanjutnya, Ketua RT 05 tersebut
4.6 Lokasi, Waktu dan Jadwal Penelitian menyampaikan dan memberikan hasil ganti
Adapun lokasi penelitian yaitu Desa rugi atas kerusakan fasilitas kepada Sukatno,
Cindai Alus Kecamatan Martapura Kepala desa Cindai Alus Massa Jabatan 2008
Kabupaten Banjar. Situs penelitianya adalah ² 2014. Hasil ganti rugi tersebut
Kepala Desa Cindai Alus. Waktu penelitian ditindaklanjuti Ketua RT 05 dengan cara
ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu ´PHPLQWD PHQJDMXNDQ DJDU DQJJDUDQ JDQWL
65 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume I Edisi 2, Juli-Desember 2012

rugi tersebut dialokasikan dengan niat memimpin BPD dia tidak mengetahui tugas
PHPEDQJXQ NHPEDOL EDWDV 57 \DQJ UXVDNµ pokok dan fungsi BPD. Ketika ketua BPD
(wawancara, 15/2/2012) sebagai upaya menyatakan tidak tahu apa tugas pokok dan
koordinasi penyelenggaraan pemerintahan fungsinya sebagai BPD, Sukatno
desa dalam hal pembangunan. Ketua RT 05 (wawancara, 17 Mei 2012), menanggapi
mengajukan permohonan alokasi dana ganti bahwa: ´6HKDUXVQ\D NDODX EHOLDX EHUELFDUD
rugi yang telah diserahkan kepada kepala seperti itu seharusnya kan mencari tahu,
desa berulang kali, akan tetapi pengajuan soalnya institusi itu sudah dipegang yang
alokasi anggaran tersebut tidak diindahkan bersangkutan, bersangkutan harus tahu,
kepala desa. Ketua RT 05 melakukan artinya kalau jabatan sudah dipegang
desakan/menagih agar dana ganti rugi umpamanya saya, saya harus tahu, contoh
dialokasikan dengan terus-menerus kepada saya sebagai ketua BPD, ketua BPD itu
Kepala Desa dan berakhir pemecatan fungsi dan tugasnyanya seperti apa kan harus
dirinya. mencari tahu tidak harus dikasih tahu orang
5.1.3 Pemecatan Ketua Rukun lain supaya dia berjalan enak, kalau saya
Tetangga memberitahu sama mereka fungsi saya apa?
Berdasarkan hasil wawancara dengan NDQ EHJLWXµ
informan penelitian di lapangan bahwa 5.1.6 Intervensi Kekuasaan di atasnya
pemecatan Ketua RT 5 dan 7 secara sepihak Kuatnya gelombang tuntutan
(surat pemberhentian Nomor masyarakat menekan Kepala Desa Cindai
02/CA/SPM/XI-2010/pem,10 /11/2010, Alus akhirnya Camat Martapura mengambil
lampiran 3). Pemecatan sepihak ini dilakukan keputusan secara lisan untuk menonaktifkan
oleh Sukatno walau sebelumnya ada Sukatno sementara waktu sebagai Kepala
masukan dari aparat desa agar ketua-ketua Desa. Akhirnya keputusan Camat tersebut
RT tersebut diberi surat teguran dan diterima Sukatno (wawancara, 16 Mei 2012)
peringatan terlebih dahulu. Selain itu, Heri GHQJDQ PHQJDWDNDQ ´SDGD PDODP LWX VD\D
widodo (wawancara, 17 Mei 2012) juga tidak mengeluarkan surat pernyataan
PHQ\DWDNDQ EDKZD ´NHSXWXVDQ SROLWLN red: pengunduran diri, saya dinonaktifkan dulu
pemecatan ketua RT) yang ditetapkan oleh oleh pak camat karena pada waktu itu sudah
Sukatno sebagai Kepala Desa Cindai alus itu diajak musyawarah baik-baik, jadi saya
WDQSD NRPSURPL GHQJDQ %3'µ dinonaktifkan dan karena saya ada
5.1.4 Demonstrasi Warga keputusan-NHSXWXVDQ VXGDK FXNXSODKµ
Masyarakat menunjukan 5.1.7 Pengunduran Diri Kepala Desa
resistensinya dengan cara melakukan Pengunduran diri Kepala Desa
demonstrasi serentak bersamaan dengan Cindai Alus Kecamatan Martapura
Pemerintah Desa Cindai Alus yang hendak Kabupaten Banjar pada Tahun 2010 yang
memulai Rapat Koordinasi dan sedianya dilantik dengan Masa Jabatan
Pengangkatan Kembali kedua Ketua RT Tahun 2008 ² 2014 berawal dari kejadian
yang dipecat sebelumnya. Rapat ini Pemecatan Darno Ketua RT 5 dan Akhmad
dilakukan di Kantor Desa Cindai Alus pada Komarudin Ketua RT 7. Kuatnya
tanggal 15 Nopember 2010. Aksi gelombang tuntutan masyarakat menekan
demonstrasi yang dilakukan masyarakat terus Penyelenggara pemerintah desa Cindai Alus
menekan Sukatno agar mengundurkan diri, sehingga menyatakan bersedia
masyarakat menganggap pemecatan Ketua mengundurkan diri dari jabatannya masing-
RT itu bukan kewenangan kepala Desa. masing.
5.1.5 Disharmonis BPD dan Kepala
Desa 5.2 Pembahasan
Keterangan Mantan Ketua BPD, 5.2.1 Kewenangan dan Keputusan
Heri Widodo terungkap fakta bahwa Politik Menentukan Kuat atau
memang benar ada tekanan dari BPD agar Lemahnya Legitimasi Politik
kepala desa mengundurkan diri. Heri widodo Kepala Desa
mantan ketua BPD (wawancara, 17 Mei Berdasarkan uraian sebelumnya
2012), mengungkapkan bahwa sejak awal dapat diinterpretasi kewenangan dan
66 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume I Edisi 2, Juli-Desember 2012

keputusan politik kepala desa dalam Peluang pemanfaatan dimaksud


menyelenggarakan pemerintahan. adalah keputusan politik kepala desa dapat
Kewenangan dan keputusan politik digunakan oleh kelompok penekan yang
merupakan dua dimensi yang saling terkait dapat memperlemah legitimasi politiknya.
yang menentukan posisi politik bagi Hal ini ditunjukan oleh fakta politik bahwa
penyelenggara pemerintahan. Kewenangan adanya pemecatan Ketua RT mendorong
dan keputusan politik kepala desa sebagai terjadinya gerakan massa yang menuntut
kunci analisis kuat atau lemahnya legitimasi turun kepala desa. Gerakan massa (rakyat)
rakyat. Dua kunci tersebut dianalisis dan ini merupakan wujud tuntutannya terhadap
diinterpretasikan berikut ini. pejabat politik (kepala desa sebagai
penyelenggara pemerintahan dan Badan
5.2.1.1 Keputusan Politik Sebab Utama Permusyawaratan Desa sebagai pengawas
Hilangnya Legitimasi Politik aktivitas kepemerintahan) berdasarkan
Legitimasi keputusan politik kepentingannya.
terhadap kepala desa Cindai Alus dilihat dari Akomodir kepentingan kelompok
point of view atau pandangan masyarakat dan penekan (rakyat, stakeholder, tokoh
pemerintah yang telah diulas di atas, masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat,
pengunduran diri Sukatno sebagai Kepala dan lain-lainnya) dalam praktek politik
Desa Cindai Alus lebih kuat disebabkan oleh diperlukan untuk mendapatkan dan
keputusan politik yang telah dikeluarkannya mempertahankan kewenangan dan
dalam menyelenggarakan pemerintahan desa keputusan politik. Kelompok penekan ini
Cindai Alus. Salah satu keputusan politiknya dapat menggunakan komoditas kasus politik
yaitu tentang pemecatan ketua-ketua RT. sebagai alat sandera untuk memperoleh
Pada konteks ini masyarakat menilai kekuatan tekanan yang dapat melunturkan
keputusan politik tersebut telah menyalahi legitimasi politik. Berdasarkan runtutan
aturan atau norma (tradisi) yang dipahami peristiwa dan hasil wawancara diketahui
dan berlaku di masyarakat. Keputusan kepala bahwa upaya penurunan Kepala Desa Cindai
desa memecat ketua RT ini mendeskripsikan Alus dari jabatannya dilakukan karena proses
perilaku politik kepala desa yang transaksi antara kelompok penekan dengan
bertentangan dengan cara pandang yang masyarakat. Hal ini menunjukan begitu
dipahami masyarakat. buruknya proses politik dalam memberikan
Merujuk pada resistensi masyarakat legitimasi terhadap pemerintah.
berkaitan dengan pemecatan Ketua Rukun Ketua RT 5 Desa Cindai Alus yang
Tetangga di atas mewakili posisi legitimasi dipecat Kepala Desa merupakan figure yang
politik bagi pemerintahan desa disebabkan dipanuti masyarakat setempat. Akumulasi
karena keputusan politiknya. Sebab sisi fakta kepentingannya, masyarakat menganggap
kekuatan legitimasi masyarakat berkaitan dapat terwakili oleh pernyataan dan tuntutan
dengan kewenangan pemerintahan desa tokoh-tokoh tersebut. Aspirasi alokasi
dalam menentukan keputusan politik anggaran dari dana ganti rugi kerusakan
mendeskripsikan distribusi sumber daya pembatas Rukun Tetangga yang diajukan
kekuasaan yang kontra dengan kekuatan Ketua RT kepada Kepala Desa adalah satu
sistem sosial yang dipahami rakyat. Sebab hal akumulasi kepentingan masyarakat.
legitimasi menurut Suchman (1995:574), Karena dari akumulasi kepentingan tersebut
bahwa legitimasi adalah persepsi umum atau akan mengalami transformasi ke ruang dan
asumsi bahwa tindakan entitas yang merasuk di benak masyarakat. Akumulasi
diinginkan, tepat, atau sesuai dengan sistem kepentingan yang tidak atau terakomodir
sosial yang dibangun dari norma, nilai, akan tersampaikan kepada publik. Ketika
kepercayaan, dan definisi. Jadi, penentuan kepentingan tidak terakomodir maka proses
langkah politik pemerintahan desa akan transformasi kepentingan tersebut
memungkinkan peluang pemanfaatan situasi mengakibatkan pada sikap pembangkangan
dan kondisi penyelenggaraan pemerintahan sipil (civil disobedience) terhadap pemerintah
bagi lawan politik. desa dalam bentuk tuntutan turun dari
jabatan bagi pejabat pemerintah desa.
67 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume I Edisi 2, Juli-Desember 2012

Rentang pembangkangan sipil Fakta politik seperti demonstrasi


mencerminkan rendahnya kepercayaan menuntut turun kepala desa dari jabatan
masyarakat terhadap kemampuan kepala perlu dipikirkan cara agar kepercayaan publik
desa (pemerintah) dan Badan pulih dan menggerakan rakyat untuk
Permusyawaratan Desa dalam diarahkan dalam menjalankan fungsi
menyelenggarakan pemerintahan desa. pemerintahan serta mengantisipasi ruang
5.2.1.2 Salah Kaprah Penempatan yang melapangkan jalan pencideraan wibawa
Kewenangan Politik pemerintah. Ketika ruang pencideraan
Kewenangan politik yang dimiliki wibawa pemerintah ini teraktualisasi dalam
Sukatno merupakan hasil dari pilihan upaya parlemen jalanan (demonstrasi
masyarakat dalam menentukan pemimpin masyarakat) dengan ungkapan dan ekspose
(kepala) desa. Kewenangan ini tidak disertai kebobrokan perilaku pemerintah. Maka
pemahaman akan konteks penggunaannya ruang ini memberikan gambaran
sehingga memicu hilangnya kewenangan kewibawaan pemerintah yang tidak
yang dimilikinya ditunjukan rendahnya menunjukkan kewenangan dan keputusan
kepercayaan masyarakat terhadap dirinya. politiknya berbeda dengan kepentingan
Walaupun secara yuridis, kepala desa masyarakat. Dari analisis di atas, maka dapat
memiliki kewenangan politik untuk diketahui bahwa kadar legitimasi politik
´PHQ\HOHQJJDUDNDQ XUXVDQ SHPHULQWDKDQ pemerintah desa Cindai Alus menurun dan
SHPEDQJXQDQ GDQ NHPDV\DUDNDWDQµ bahkan hilang.
(Peraturan Daerah Kabupaten Banjar
Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Struktur 5.2.2 Delegitimasi Politik terhadap
Organisasi dan Tata Kerja Penyelenggaraan Pemerintah Desa
Pemerintahan Desa, Bab III Tentang Ada beberapa penyebab hilangnya
Kedudukan, Tugas, wewenang, dan legitimasi politik terhadap pemerintah desa
Kewajiban Pambakal Pasal 6, 7, dan 8) tetapi Cindai Alus, yaitu:
berkaitan dengan pemilihan dan 5.2.2.1 Adanya Persaingan Bisnis Tanah
pemberhentian ketua-ketua RT bukanlah Cavling Antara Stakeholders
bagian dari kewenangan yang dimilikinya. Di Persaingan bisnis inilah akhirnya
sinilah ditunjukan kemampuan pemerintah hubungan secara pribadi antara kepala desa
mendapatkan legitimasi politik berdasarkan dengan ketua RT 5 dan stakeholders lainnya
kewenangannya. Menurut Max Weber (1964: kurang baik. Persaingan bisnis ini merembes
382), bahwa dasar dari setiap sistem pada saling melegalkan dan menghambat
kewenangan dan jenis kemauan secara proses pengurusan surat keterangan tanah
bersamaan untuk mematuhi adalah yang harus dikeluarkan oleh pemerintah desa
kepercayaan, kepercayaan berdasarkan (aktor pemilik kewenangan). Hal ini
wewenang orang yang prestise. Prestasi atas menimbulkan persinggungan kepentingan
penyelenggaraan pemerintahan, usaha antara yang memiliki kewenangan
pembangunan, dan kemasyarakatan. Unsur untuk pembuatan SKT dan pelaku usaha.
kemasyarakatan ini menunjukan preseden Jadi, aktor bisnis yang tidak memiliki
buruk yang didapat kepala desa terkait kewenangan dalam pembuatan SKT
masalah keputusannya memecat Ketua RT. menggunakan segala cara untuk membatasi
Sebab, masyarakat memahami bahwa Rukun dan bahkan melengserkan kekuasaan
Tetangga (RT) bukan bagian dari struktur (kewenangan) lawan bisnisnya yaitu Sukatno.
Pemerintah Desa. Artinya Kepala Desa tidak Adanya bisnis tanah kavling yang
memiliki kewenangan untuk mengeluarkan dilakukan oleh kepala desa dan aparatur desa
keputusan terkait RT karena RT merupakan lainnya menimbulkan kecemburuan dari
struktur sosial yang dibentuk masyarakat aktor bisnis (stakeholders) yang merasa
dalam mengorganisir kepentingan- dipersulit dalam pengurusan Surat
kepentingan warga. Hal ini akan berbeda Keterangan Tanah. Selain dipersulit dalam
dengan Kepala Lingkungan yang merupakan pengurusan, biaya pengurusan tanah juga
unsur wilayah yang menjadi bagian dari terkadang kontrarelevan dengan kepentingan
struktur pemerintah desa. aktor bisnis dan umum. Ketika proses
68 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume I Edisi 2, Juli-Desember 2012

pengurusan SKT untuk dirinya (Kepala desa perilaku politik pemerintah yang tidak
dan Kaur Umum) biayannya tidak sesuai professional menjalankan fungsi
dengan peraturan yang disepakati yaitu lebih pemerintahan.
murah. Sebaliknya, jika aktor pengurusan 5.2.2.2 Tanggung Jawab Etis dan Politik:
SKT untuk aktor Darno, Asnan, dan akto Responsiveness terhadap
Bisnis lainnya dipersulit dan dikenakan biaya Tuntutan Warga
sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Kausalitas dari rusaknya pembatas
Sementara biaya yang ditetapkan untuk SKT RT 05 ini menimbulkan tuntutan masyarakat
sangat mahal. Hal inilah menjadi pemantik yang memungkinkan adanya keharusan yang
awal adanya dendam pribadi aktor bisnis mencerminkan kemauan (secara etis) dan
desa cindai alus terhadap kepala Desa. tanggung jawab prospektif kepala desa.
Berdasarkan meta persaingan antar Berdasarkan responsiveness kepala desa
stakeholders di atas menggambarkan: adanya terhadap tuntutan warga yang dipetakan
persinggungan kepentingan yang memicu pada Gambar 9 di atas menunjukan
munculnya tekanan politik stakeholders kurangnya tanggung jawab pemimpin politik
terhadap pemangku kekuasaan pemerintah desa Cindai Alus dalam menanggapi
desa; persinggungan ini ditunjukan oleh masukan dan permasalahan yang dihadapi
diskriminasi bisnis dalam memberikan warganya: tidak adanya tanggung jawab etis
layanan dan penetapan biaya layanan yang pemimpin menanggapi masukan (input)
berbeda dari regulasi yang telah ditetapkan warga yang menuntut agar fasilitas
pemerintah desa. Dua hal tersebut (pembatas) RT diperbaiki, walaupun wujud
mencirikan perilaku politik pemerintah desa sudah ada tanggung jawab subyek (pelaku)
dalam menggunakan kewenangan dan atas tindakannya; reaksi pemimpin politik
keputusan politik untuk keuntungan pribadi. (kepala desa) atas masukan dari pemimpin
Ciri ini merupakan preseden buruk bagi warga (ketua RT 05) menunjukan etos
aktivitas pemerintahan. tanggung jawab politik (political accountability)
Selain itu, kelompok-kelompok yang kontra-demokratis.
kepentingan yang membutuhkan layanan Pertama, tidak adanya tanggung jawab etis
akan merasa dirugikan dalam pelayanan pemimpin menanggapi masukan (input) warga.
publik. Ketika kebutuhan layanan dari Wujud perilaku politik kepala desa atas input
pemerintah untuk menopang produktivitas (penyerahan biaya ganti rugi dan tuntutan
bisnisnya (kepentingan ekonomi) perbaikan fasilitas pembatas RT 05) yang
terdiskriminasikan karena perilaku politik disampaikan warga dikesampingkan. Perilaku
penyelenggara pemerintahan maka akan politik yang ditunjukan kepala desa melalui
memicu munculnya resistensi. Pemicu ini keputusan politiknya bukan pada substansi
dapat melemahkan legitimasi terhadap tuntutan warga melainkan pada tindakan
pemerintah desa. Karena stigma pemerintah politik yang bertentangan dengan tanggung
sebagai pelayan publik dan sipil jawab etis. Idealitasnya, kepala desa
menempatkan diri pada proses transaksional menunjukan tanggung jawabnya secara etis
bisnis pribadi. Penempatan diri pemerintah dengan mengindahkan harapan warga untuk
desa dalam transaksi bisnis akan memperbaiki fasilitas RT 05 sesuai dengan
membiaskan fungsinya sebagai pelayan uang ganti rugi yang telah diserahkan
masyarakat. kepadanya. Sementara, responsiveness yang
Bias antara kepentingan bisnis dilakukan kepala desa jauh dari substansi
pribadi dan melayani kepentingan permasalahan dan harapan warga, yaitu
masyarakat ini terdeskripsi pada posisinya memecat Ketua RT 05. Dengan demikian,
sebagai pemerintah desa yang berkewajiban tindakan kepala desa ini merupakan fakta
menjalankan fungsi pengaturan dan tindakan tidak etis pemimpin politik dalam
pelayanan, sementara dilain sisi juga ikut menanggapi masukan (input) warga.
melaksanakan aktivitas yang menguntungkan Tuntutan warga agar fasilitas (pembatas) RT
pribadi. Perilaku politik pemerintah desa 05 diperbaiki tidak diindahkan kepala desa
seperti ini menunjukan inkonsistensi walau sudah ada wujud tanggung jawab
pelaksanaan fungsi pemerintahan dan cirri
69 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume I Edisi 2, Juli-Desember 2012

subyek (pelaku) yang mengakibatkan Kedua, keputusan politik kepala desa Cindai
rusaknya fasilitas RT 05 tersebut. Alus tentang pemecatan Ketua-Ketua RT
Kedua, reaksi kepala desa menunjukan merupakan keputusan yang bukan
etos tanggung jawab politik (political accountability) kewenangannya baik berdasarkan peraturan
yang kontra-demokratis. Argumentasi kedua perundang-undangan yang berlaku maupun
dari wujud tanggung jawab politik kepala kewenangan politik yang berlaku dalam
desa Cindai Alus sebagai pemimpin terpilih masyarakat. Ketiga, Selain kesalahan
(elected leader) pada Tahun 2008 terhadap kewenangan kepala desa memecat Ketua
rakyat/pemilih (voters) mendeskripsikan RT, khususnya Ketua RT 05 memiliki
pemimpin politik pemerintahan desa yang kekuatan politik yang kuat yang dapat
tidak tanggap atas harapan dan tuntutan mendorong legitimasi-tidaknya oleh
warga. Melencengnya keputusan kepala desa masyarakat terhadap kekuasaan kepala desa.
dari tuntutan/permasalahan warga
sebagaimana fakta politik yang telah 5.2.2.4 Demonstrasi Warga Sebagai
diuraikan sebelumnya mencirikan perilaku Wujud Krisis Legitimasi Kepala
political accountability pemimpin politik yang Desa
anti-demokratis menimbulkan resistensi Alhasil dari pemecatan ketua-ketua
politik warga. Perilaku politik yang kontra- RT tersebut di atas, kepala desa mendapat
demokratis ini ditandai dengan tindakan resistensi masyarakat. Resistensi masyarakat
yang tidak mengindahkan Desa Cindai Alus disebabkan oleh
tuntutan/keinginan umum dengan pemecatan dua Ketua Rukun Tetangga yang
keputusan politik di luar kewenangan. dianggap sebagai Tokoh Masyarakat (tokoh
Munculnya demonstrasi/resistensi politik) yang memiliki pengaruh kuat.
masyarakat merupakan wujud umpan balik Kekuatan pengaruh dari Ketua RT 05 dan
(feedback) masyarakat atas perilaku political stakeholders lainya menjelma dalam gerak
accountability kepala desa tersebut. Resistensi tuntutan warga. Tuntutan warga dalam
ini merupakan kausalitas dari political bentuk demonstrasi ini sebagai wujud krisis
accountability dengan potret keputusan politik legitimasi politik terhadap Kepala desa
kepala desa yang tidak tepat. Keputusan Cindai Alus.
politik kepala desa tersebut Meskipun Kepala Desa mengakui
memicu/menguatkan dan memantik tekanan dan meminta maaf atas sikap emosionalnya
masyarakat yang mendorong hilangnya dan berupaya memecahkan masalah (problem
legitimasi terhadapnya. solving) dengan musyawarah atas keputusan
pemecatan Ketua RT 5 dan RT 7 tetapi
5.2.2.3 Pemecatan Ketua Rukun masyarakat tetap mendesak untuk mundur
Tetangga Memicu Demonstrasi dari jabatannya. Permintaan maaf kepala
Warga desa melalui demonstrasi tersebut sebagai
Berdasarkan keputusan politik kepala wujud tanggung jawab etisnya tertelan waktu
desa yang memecat Ketua RT sebagaimana dari fase harapan masyarakat baik dalam
yang telah diuraikan pada subbab hasil pelayanan publik maupun keputusan-
penelitian memiliki dampak politik yang kuat keputusan politik yang ditetapkan
terhadap keberlangsungan tahta sebelumnya, contohnya tentang penetapan
kekuasaannya. Beberapa hal penting yang biaya Surat Keterangan Tanah. Tindakannya
memicu terjadinya demonstrasi warga atas sebagai tanggung jawab politiknya pun tidak
keputusan dan kewenangan pemimpin mampu mempertahankan kepercayaan
politik pemerintah desa: Pertama, masyarakat.
berdasarkan data di atas bahwa pengambilan Pada sisi kekuatan massa
keputusan bagi seseorang pemimpin politik demonstran, meskipun dari RT lain juga ada
diperlukan analisa keputusan yang bijak yang mengikuti demonstrasi di balai desa
tanpa emosionalitas dan dapat tersebut, namun tekanan agar Kepala Desa
mendengarkan masukan-masukan dari mengundurkan diri cenderung suara lebih
lingkungan politik sekitar yang dapat kuat hadir dari masyarakat RT 5. Upaya
menunjang pertimbangan keputusan politik. dialogpun tidak dapat dilakukan. Masyarakat
70 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume I Edisi 2, Juli-Desember 2012

terus mendesak agar Kepala Desa yang menyebabkan kemampuan kerja sama
mengundurkan diri. Berdasarkan dokumen secara kooperatif dengan Kepala Desa dalam
yang peneliti dapat, ada 14 (empat belas) bingkai penyelenggaraan pemerintahan desa
poin pernyataan masyarakat yang tidak sinkron.
disampaikan dalam tuntutannya (baca: Tidak sinkronnya pemahaman
Lampiran 4). Masyarakat yang memiliki anggota wakil wilayah tingkat desa yang
tuntutan tersebut membubuhi tanda tangan disebut BPD, menempatkan segala aspirasi
yang terdiri dari 6 (enam) RT, yaitu RT 3, 4, masyarakat sulit terkonsolidasikan oleh
5, 6, 7, dan 8 (baca: Lampiran 4). Alasan pemerintah desa (Kepala Desa) untuk
sebagian masyarakat yang ikut bersama memecahkannya. Tekanan
menandatangani Pernyataan Sikap tersebut masyarakat langsung tertusuk kepada Kepala
umumnya karena ketidakpuasan terhadap Desa tanpa melalui BPD. Sebab, kualitas dan
kepemimpinan Kepala Desa yang mereka kuantitas dari perangkat penyelenggara
anggap tidak berpihak kepada kepentingan pemerintahan desa tidak memahami fungsi
masyarakat tetapi justru lebih mementingkan dan tugas yang harus dijalankan sebagaimana
kepentingan pribadi. Jadi, dapat dijelaskan mestinya sehingga penyelenggaraan
bahwa selain adanya kekuatan politik pemerintahan desa cenderung disharmonis.
stakeholders yang menopang gerakan Situasi disharmonis inilah yang
demonstrasi masyarakat terdapat pula dimanfaatkan oleh lawan politik kepala desa
ketidakpuasan masyarakat atas yang masih merasa tidak puas dengan
penyelenggaraan pemerintahan yang lebih penonaktifan sementara kepala desa.
mementingkan dan menguntungkan pribadi. Kelompok penekan ini tidak berhenti sampai
5.2.2.5 Disharmonis Relasi BPD dengan disitu dan tekanan politik terus mereka
Kepala Desa, Intervensi lakukan. Kelompok penekan yang masih
kekuasaan Pemerintah merasa dirugikan tetap melakukan manuver
Kecamatan dan Akhir Kekuasaan politik dengan membuat surat pernyataan
Kepala Desa sikap dan menggumpulkan tandatangan dari
Berdasarkan data wawncara dengan masyarakat Cindai Alus sebagai upaya untuk
informan penelitian yang telah diuraikan menurunkan Kepala Desa secara tuntas
pada hasil penelitian, hubungan antara BPD disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten
dengan kepala desa sejak awal tidak pernah Banjar melalui Pemerintah Kecamatan
sinkron. Dua lembaga pemerintahan desa Martapura.
tersebut menunjukan tindakan dan Disharmonis hubungan kepala desa
argumentasi yang saling menyalahkan dan dan anggota BPD tersebut menempatkan
terdeskripsi tidak ada kerjasama yang baik posisi Pemerintah Kecamatan dalam hal ini
dan kesamaan visi. Dilihat pada mekanisme Camat Martapura untuk ikut intervensi
pemilihan yang dilakukan, pemilihan anggota dalam menyelesaikan desakan masyarakat.
BPD dilakukan tidak sesuai dengan Intervensi Camat berlangsung pada masa
mekanisme atau ketentuan yang dapat prakondisi setelah demonstrasi masyarakat di
menjaring perwakilan warga/wilayah secara mana Kepala Desa tidak langsung
kiompeten. Karena pemilihannya tidak menandatangani surat pernyataan
dipilih per wilayah untuk mewakili unsur pengunduran diri.
wilayahnya masing-masing melainkan Selain intervensi terkait demonstrasi
dilakukan secara serentak pada satu forum masyarakat, intervensi Camat Cindai Alus
yang diadakan di Kantor Desa. Salah satu juga dengan menempati posisi pada
contoh, bahwa ketua BPD yang terpilih pada pengelolaan keuangan Kas Desa Cindai Alus
masa itu terpilih tanpa ada kehadiran orang yang tersisa dari pemerintah desa yang
yg terpilih untuk dimintai kesediannya. Jadi mendapat resistensi masyarakat. Akhir dari
proses pemilihan wakil rakyat desa yang jauh rangkaian-rangkaian tekanan masyarakat,
dari mekanisme yang jelas dan teratur stakeholders, dan intervensi Camat Martapura
mengakibatkan terjarinya unsure wakil mengilhami Sukatno, Kepala Desa Cindai
wilayah yang kurang kapabel menjalankan Alus yang terpilih pada Tahun 2008
fungsinya. Sehingga menjadi catatan awal
71 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume I Edisi 2, Juli-Desember 2012

menandatangani surat pengunduran diri yang bukan kewenangan yang dimilikinya


pada Tahun 2010. seperti keputusan dan kewenangan untuk
Beberapa penyebab delegitimasi memecat Ketua Rukun Tetangga; Ketiga,
terdapat kepala desa. Delegitimasi tersebut karena salah dalam keputusan politiknya
merupakan rentetan penyebab yang saling sehingga kepala desa mendapat resistensi
terkait mengakibatkan mundurnya kepala warga desa; Keempat, tidak memiliki
desa Cindai Alus. Rangkaian penyebab yang kemampuan berhubungan dengan mitra
satu sebenarnya adalah merupakan akibat penyelenggara pemerintahan lain (BPD)
daripada kejadian yang lain yang telah dengan ditandai adanya hubungan yang
berlangsung mendahuluinya. Pengunduran disharmonis sehingga mempersulitnya dalam
diri kepala desa Cindai Alus merupakan mempertahankan kekuasaannya; dan Kelima,
wujud terakhir yang disebabkan oleh kurang professional dalam memimpin
kejadian sebelumnya dan seterusnya. Jadi di pemerintahan sehingga terjadi pemanfaatan
antara kejadian tersebut terdapat hubungan kekuasaan yang dimiliki dalam mendukung
kausalitas beruntun. kelancaran bisnisnya.
Selain itu, meta delegitimasi di atas
menunjukan rangkaian politik yang Daftar Pustaka
menyertai cara pandang masyarakat Barnard, Frederick M. 2001. Democratic
mempercayai objek legitimasi dengan Legitimacy: Plural Values and Political
berbagai cara. Cara ini memuat unsur tradisi, Power. Montreal: McGill-Queen's
kharismatik, dan legal-rasional sebagaimana University Press.
konsep legitimasi yang dikemukakan oleh
Max Weber. Kepala desa merupakan objek Bertens, K. 1999. Etika. Jakarta: Gramedia
legitimasi politik yang sangat tergantung Pustaka Utama
pada cara pandang masyarakat
mempercayainya karena masyarakat Budiardjo, Miriam. 2010. Dasar-Dasar Ilmu
merupakan pemilik amanah. Cara pandang Politik. Jakarta: PT. Gramedia
masyarakat ini pada penggunaan Pustaka Utama.
kewenangan dan keputusan politik kepala
desa. Apabila keputusan politik kepala desa Dunn, William. 1994. Public Policy Analysis.
tidak didukung masyarakat atau menyalahi New Jersey: Prentice Hall
aturan atau norma yang berlaku di International Inc.
masyarakat maka kepercayaan masyarakat
terhadapnya akan memudar dan bahkan Dworkin, Ronald. 1986. Law's Empire .
hilang. Cambridge: Harvard University
Press.
VI. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan Easton, David. 1965. A System Analysis of
interpretasi yang telah diuraikan pada bab- Political Life. New York: Wiley.
bab sebelumnya, pada bab ini dapat
disimpulkan bahwa Pemerintah Desa ____________. 1971. The Political System,
(Kepala Desa) Cindai Alus Kecamatan edition 2. New York: Alfred A.
Martapura Kabupaten Banjar masa jabatan Knopf, Inc.
tahun 2008 ² 2014 tidak lagi mendapat
legitimasi politik pada Tahun 2010 untuk Finer, S.E. 1960. Theory and Practice of Modern
menjalankan kewenangan (authority) dan Government. New York: Holt,
keputusan politik. Rinehart and Winston.
Hilangnya legitimasi politik terhadap
pemerintah desa Cinda Alus disebabkan: +DQVRQ $ + ´'HFHQWUDOL]DWLRQµ
Pertama, kurangnya responsiveness terhadap Paper, Geneva.
tuntutan warga; Kedua, ketidakpahaman akan
batasan unsur struktur pemerintah desa
sehingga mengeluarkan keputusan politik
72 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume I Edisi 2, Juli-Desember 2012

Laswell, Harold D. and Abraham Kaplan. __________. 1968. Economy and Society.
1950. Power and Society. New Haven: Volume 3. Totowa, N.J.: Bedminster
Yale University Press. Press.
Wilson, Woodrow. 1930. The State.
Locke, John. 1990. Second Treatise on Civil
Government. Edited by C.B Tesis dan Jurnal:
MacPherson. Indianapolis: Hackett. Ariansyah, Edy. 2011. Akseptabilitas dan
Kapabilitas Kepemimpinan Kepala
Ndraha, Taliziduhu. 2008. ´%HEHUDSD Daerah dalam Penciptaan Good
Pandangan dasar tentang Ilmu Governance di Kabupaten Bima,
3HPHULQWDKDQµ 'DODP 0XKDGDP Bandung: Program Pascasarjana
Labolo (penyunting). Ilmu Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Pemerintahan di Lingkungan Institut Universitas Padjadjaran.
Ilmu Pemerintah. Malang: Bayumedia
Publishing. 1GUDKD 7DOL]LGXKX ´7DQJJXQJ -DZDE
3HPHULQWDKDQµ Jurnal Ilmu
Nugroho, Riant. 2006. Analisis Kebijakan. Pemerintahan. Bandung: Laboratorium
Jakarta: PT Elex Media Ilmu Pemerintahan Universitas
Komputindo. Padjadjaran, 1: 15-27.

Parsons, Talcott. 1957. The Distribution of Bierstedt 5REHUW ´$Q $QDO\VLV RI


Power in American Society. New York: 6RFLDO 3RZHUµ American Sociological
World Politics. Review. London: Cambridge University,
15: 725 -740.
Patilima, Hamid. 2007. Metode Penelitian
Kualitatif, Bandung: Alfabeta. .DOEHUJ 6WHSKHQ ´0D[ :HEHU·V
Types of Rationality: Cornerstones
Ritzer, Georger. 2012. Teori Sosiologi dari for the Analysis of Rationalization
Sosiologi Klasik sampai Perkembangan 3URFHVVHV LQ +LVWRU\µ American
Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Journal of Sociology, 85: 1145-1179.
Pustaka Pelajar.
6XFKPDQ 0 & ´0DQDJLQJ
Strong, C.F. 1960. Modern Political Constitution. Legitimacy: Strategic and
London: Sidgwick & Jackson Ltd. ,QVWLWXWLRQDO $SSURDFKHVµ Academy
of Management Journal. Suffolk
Syaukani, Afan Gaffar, dan M. Ryaas Rasyid. University Birmingham 20:571 - 610.
2009. Otonomi Daerah dalam Negara
Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 6XZDU\R 8WDQJ ´,OPX 3HPHULQWDKDQ
PengertiaQ 6NRSH GDQ 0HWRGHµ
Thoha, Miftah. 1992. Dimensi-Dimensi Prima Publicsphere Jurnal Ilmu Pemerintahan.
Ilmu administrasi Negara. Jakarta: PT. Bandung: Laboratorium Ilmu
RajaGrafindo Persada. Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas
Turner, Mark dan David Hume. 1997. Padjadjaran 1: 9 - 24.
Governance, administration and
development. London: MacMillan BBBBBBBBB ´0HQJHPEDOLNDQ
LTD. 2WRQRPL 8QWXN 'HVDµ Governance
Jurnal Ilmu Pemerintahan. Bekasi:
Weber, Max. 1964. The Theory of Social and Magister Ilmu Pemerintahan
Economic Organization, Talcott 8QLYHUVLWDV ,VODP ´ µ -12.
Parsons (editor), New York: Free
Press.

Anda mungkin juga menyukai