Anda di halaman 1dari 56

BAB II

SEJARAH DAN ASAL-USUL SI RAJA LONTUNG

Pada bab ini akan dibahas tentang sejarah asal-usul Si Raja Lontung, untuk

itu perlu dilakukan peninjauan sejarah darinya. Dalam penelitian ini digunakan

metode sejarah dengan pendekatan penelitian historis. Menurut Suryabrata dalam

Metode Penelitian (1994:16) tujuan penelitian historis adalah untuk membuat

rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara

mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasikan, serta mensintesiskan bukti-

bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat. Semua

upaya tersebut harus melalui proses pengumpulan data. Maka dengan demikian

data-data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berbentuk

keterangan-keterangan, kalimat-kalimat dari studi pustaka, foto-foto, serta

informasi yang berkaitan dengan bagaimana sejarah asal-usul Si Raja Lontung.

Mengingat bahwa data-data yang dikumpulkan tersebut berupa dokumen-

dokumen tertulis, informasi, kejadian-kejadian, dan foto-foto yang akan dianalisis

dalam tinjauan sejarah, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan

pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang memanfaatkan

wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan

dan perilaku atau sekelompok individu atau sekelompok orang (Moleong, 2007:6)

Dilain pihak Koentjaraningrat (1990:29) mengatakan bahwa metode deskriptif

22

Universitas Sumatera Utara


dengan pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang berdasarkan atas

tujuannya dalam menggambarkan dan menafsirkan data yang dijumpai di

lapangan. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan dengan jelas sifat-sifat

suatu individu, keadaan, gejala, kelompok tertentu, menentukan frekuensi atau

penyebaran dari suatu gejala lain dalam suatu masyarakat. Jadi dalam hal ini

penulis akan melakukan wawancara terbuka terhadap informan untuk

mendeskripsikan bagaimana sejarah dari Si Raja Lontung. Penelitian ini berpusat

pada pendapat informan kunci dalam konteks studi emik. 12 Namun penulis tetap

melakukan penafsiran-penafsiran sesuai dengan kaidah ilmiah dalam konteks

studi etik, yaitu identifikasi menurut peneliti yang mengacu pada konsep-konsep

sebelumnya sehingga didapatkan data yang objektif (Kaplan dan Manners

1999:256-8).

Membincangkan sejarah asal-usul Si Raja Lontung dan turunannya penulis

menggunakan metode sejarah dari Kuntowijoyo, yaitu; model sinkronis: untuk

mengetahui gambaran lingkungan sosial, historis, fungsi dan latar belakang dan

model diakronis: untuk menggambarkan bagaimana pertumbuhan tersebut dari

waktu-kewaktu, bagaimana ia tumbuh dari awal sebagai suatu gejala (1994:38).

2.1 Model Sinkronis

Menurut Vergouwen (1986:9) Desa Sabulan merupakan tempat Si Raja

Lontung dilahirkan dan tinggal selama hidupnya. Sabulan adalah salah satu nama

12
Emik (native pointof view) mencoba menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat
dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri.

23

Universitas Sumatera Utara


perladangan desa yang berada di wilayah Kecamatan Sitiotio di kaki gunung

Pusuk Buhit 13, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.

Gambar-1. Peta Desa Sabulan

Dokumentasi Blessta Hutagaol, 2015.

Konon menurut cerita rakyat atau turi-turian bahwa daerah Sabulan adalah

tempat tinggal Sariburaja bersama Siboru Pareme setelah mereka diusir dari

kampungnya kemudian melahirkan Si Raja Lontung. 14

Menurut James Danandjaja (1984:4) Cerita rakyat adalah suatu karya

sastra yang lahir dan berkembang dalam masyarakat tradisional dan disebarkan

dalam bentuk relatif tetap, atau dalam bentuk baku disebarkan diantara kolektif

tertentu dalam waktu yang lama. Dalam hal ini kisah tentang Si Raja Lontung
13
Samosir dibuat menjadi suatu pulau dengan menggali sebuah terusan yang memotong
punggung bukit yang menyatukannya dengan Gunung Pusuk Buhit.
14
Akan dibahas lebih lanjut pada bagian selanjutnya.

24

Universitas Sumatera Utara


merupakan sebuah cerita rakyat dalam masyarakat Batak Toba. Namun dalam

penggolongannya, penulis memperhatikan jenis cerita prosa rakyat yang terbagi

atas tiga golongan utama yaitu:

1. Mite (myth), adalah cerita prosa rakyat yang benar-benar terjadi serta

dianggap suci oleh empunya cerita. Mite ditokohi oleh para dewa atau

makhluk setengah dewa, peristiwa terjadi di dunia lain atau di dunia yang

bukan kita kenal sekarang, dan terjadi di masa lampau.

2. Legenda (legend), adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang

mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak

dianggap suci, legenda ditokohi manusia, walaupun ada kalanya

mempunyai sifat-sifat luar biasa, dan sering kali dibantu oleh makhluk-

makhluk gaib.

3. Dongeng (folktale) berupa cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-

benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh

waktu maupun tempat (James Danandjaja, 1984:50)

Berdasarkan penggolongan cerita rakyat diatas maka kisah tentang Si Raja

Lontung termasuk dalam jenis Legenda. Karena dalam alur kisahnya peristiwa

tentang Si Raja Lontung adalah terjadi di bumi dan masih terdapak jejak

peninggalan sejarahnya atau artefak yaitu di Desa Sabulan, Kecamatan Sitiotio,

Kabupaten Samosir dan dalam perjalanan hidupnya acapkali Si Raja Lontung

beserta keturunannya melakukan permohonan kepada Debata Mulajadi Na Bolon

untuk meminta kekuatan dan kesaktian.

25

Universitas Sumatera Utara


2.1.1 Gambaran lingkungan sosial

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2003 tanggal 18 Desember

2003 tentang pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai

di Provinsi Sumatera Utara, maka yang merupakan wilayah administrasi

pemerintahan Kabupaten Samosir sebanyak sembilan kecamatan, yaitu:

Kecamatan Pangururan, Kecamatan Simanindo, Kecamatan Ronggur Ni Huta,

Kecamatan Palipi, Kecamatan Nainggolan, Kecamatan Onan Runggu, Kecamatan

Sitiotio, Kecamatan Sianjur Mulamula, dan Kecamatan Harian. Jadi Kecamatan

Sititotio merupakan salah satu wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten

Samosir. Kecamatan Sititotio terdiri atas beberapa desa sebagai berikut: Desa

Tamba Dolok, Desa Cinta Maju, Desa Buntu Mauli, Desa Sabulan, Desa

Holbung, Desa Janji Raja, Desa Janji Maria, dan Desa Parsaoran.

Desa Sabulan merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

Sitiotio Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan turi-turian

pada masyarakat Batak Toba disertai dengan peninggalan sejarahnya, bahwa pada

zaman dahulu kala, di desa inilah Siboru Pareme dan Si Raja Lontung berjanji

(Marbulan). Sehingga desa ini dinamakan Desa Sabulan.

Berdasarkan profil desa pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Desa Sabulan tahun 2008-2013, Desa Sabulan adalah desa yang sangat bersejarah

bagi seluruh orang Batak secara khusus bagi keturunan (pomparan) Siboru

Pareme dan Si Raja Lontung yaitu yang terdiri dari tujuh orang putera dan satu

orang puteri. Masing-masing puteranya bernama:Sinaga, Situmorang, Pandiangan,

Nainggolan, Simatupang, Aritonang, Siregar. Sedangkan puterinya bernama Si

26

Universitas Sumatera Utara


Boru Anak Pandan. Ia menikah dua kali dengan marga Sihombing kemudian

Simamora. 15

2.1.2 Letak astronomis dan geografis

Wilayah Kecamatan Sitiotio mempunyai letak astronomis dan geografis 16

sebagai berikut:

Tabel-1. Letak Astronomis dan Geografis Kecamatan Sitiotio

No. Letak Astronomis dan Statistik


Geografis Kecamatan Sitiotio

1. Letak Astronomis 2º30´-2º45´LU dan 98º30´-98º45´BT


2. Luas Wilayah Daratan 50, 76 Km² atau 3,51% dari total luas
daratan Kabupaten Samosir.
3 Batas Wilayah:
• •

Utara Kecamatan Palipi Kabupaten

• •
Selatan Samosir


Barat Kecamatan Pollung Kabupaten


Timur Humbahas
Kecamatan Harian Kabupaten


Samosir
Kecamatan Baktiraja Kabupaten
Humbahas
4. Ketinggian Diatas Permukaan 904-2.157 Meter
Laut
5. Jarak Kantor Camat Ke Kantor 22 KM
Bupati Samosir
Sumber: Statistik Kecamatan Sitiotio 2011

2.1.3 Luas wilayah

15
Akan dibahas lebih lanjut pada bagian selanjutnya.
16
Letak astronomis adalah adalah letak suatu tempat dilihat dari posisinya di garis lintang
dan di garis bujur yang dinyatakan dalam angka. Sedangkan Letak Geografis adalah letak suatu
tempat dilihat dari keadaan sebenarnya di permukaan bumi.

27

Universitas Sumatera Utara


Pembagian wilayah Desa Sabulan dibagi menjadi 3 (tiga) dusun yaitu

sebagai berikut:

Tabel-2 Luas Wilayah Desa Sabulan per Dusun

No. Dusun Jumlah kampung Luas wilayah Persentase (%)


(huta) (Km²) Luas

1. I 10 3,8 31, 54
2. II 10 4,10 34, 02
3. III 17 4,15 34,44
Sumber: Rencana Pembangunan Jangka menengah Desa (RPJMDes) Desa
Sabulan tahun 2008-2013.

2.1.4Jumlah penduduk

Kecamatan Sitiotio merupakan kecamatan dengan persentase penduduk

terkecil dari total penduduk Kabupaten Samosir yakni hanya 5.95% penduduk

Kabupaten Samosir berdomisili di Kecamatan Sitiotio, hal ini disebabkan karena

Kecamatan Sitiotio merupakan kecamatan terjauh di Kabupaten Samosir dan

akses untuk menjangkau setiap wilayah desa di Kecamatan Sitiotio sangat terbatas

karena hampir seluruh wilayah berbatasan langsung dengan Danau Toba.

Berdasarkan desa di Kecamatan Sitiotio, Desa Sabulan merupakan desa dengan

persentase penduduk terbanyak dari total penduduk Kecamatan Sitiotio yakni

16.09%. Hal ini dikarenakan Desa Sabulan merupakan ibukota Kecamatan

sekaligus merupakan desa yang paling mudah diakses dari ibukota kabupaten.

Desa Sabulan sebagai Ibukota Kecamatan Sitiotio didiami sekitar 16.09% dari

total penduduk Kecamatan Sitiotio dengan kepadatan penduduk yaitu mencapai

28

Universitas Sumatera Utara


135.45 jiwa/km². Yang berarti setiap 1 km² wilayah Desa Sabulan didiami oleh

sekitar 135 jiwa penduduk. Sedangkan Desa Janji Maria merupakan desa dengan

distribusi persentase terkecil dari total penduduk Kecamatan Sitiotio. Hanya

8.97% penduduk Kecamatan Sitiotio tinggal di wilayah Desa Janji Maria, hal ini

disebabkan karena Desa Janji Maria merupakan desa yang paling jauh dari

ibukota Kecamatan Sitiotio yakni sekitar 17 km dari ibukota Kecamatan Sitiotio.

Tingkat kepadatan penduduk selama periode tahun 2010-2011 meningkat

dari yang sebelumnya 140 jiwa/km² menjadi 142 jiwa/km². Artinya bahwa setiap

km² wilayah daratan Kecamatan Sitiotio ditempati oleh penduduk rata-rata sekitar

142 orang. Penduduk Kecamatan Sitiotio hingga tahun 2011 diperkirakan

mencapai 7.191 jiwa dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga per rumah

tangga sebesar 4 jiwa/ rumah tangga.

Tabel-3 Jumlah Penduduk, Rumah Tangga, dan Anggota Rumah Tangga menurut

Desa di Kecamatan Sitiotio

No. Desa Penduduk Kepadatan RT Rata-rata ART


(jiwa) (Jiwa/km) / RTnya.

1. Tamba Dolok 908 134,72 236 3, 85


2. Cinta Maju 1010 148, 08 251 4, 03
3. Buntu Mauli 669 121, 58 180 3, 72
4. Sabulan 1157 135, 45 297 3, 89
5. Holbung 891 150, 98 226 3, 94
6. Janji Raja 1043 165, 29 250 4, 18
7. Janji Maria 645 108, 40 145 4, 44
8. Parsaoran 868 173, 61 191 4, 54
Jumlah 7191 113.811 1776 4, 05

29

Universitas Sumatera Utara


*Keterangan: RT = Rumah tangga . ART = Anggota rumah Tangga

Sumber: Statistik Kecamatan Sitiotio 2011

Dari keseluruhan penduduk Kecamatan Sitiotio berdasarkan status

kependudukannya adalah bervariasi. Menurut Vergouwen (1986:136-137)

penghuni kampung (isi ni huta) terdiri atas si pendiri kampung (sipungka

huta)dan anggota marga penumpang (parripe). Lebih lanjut Vergouwen

menjelaskan bahwa parripe tidak banyak ikut campur dalam urusan kampung

tersebut. Karena mereka belum lama berada di kampung tersebut. Mereka hanya

orang yang bergantung kepada tempat isterinya berasal. Namun seiring

bergantinya satu generasi, maka marga parripe tadi dapat berubah menjadi marga

boru.

Khusus Desa Sabulan sebagai tempat penelitian penulis, hasil wawancara

dengan Rammes Situmorang yang merupakan salah satu aparat Desa Sabulan

mengatakan bahwa saat ini marga-marga yang menjadi penduduk di desa tersebut

adalah Marga Situmorang, Pandiangan dan Sinaga sebagai marga asal/ si pendiri

kampung (sipungka huta), dan marga yang paling banyak adalah Situmorang. Hal

ini dikarenakan pernah suatu ketika terjadilah banjir yang sangat besar melanda

Desa Sabulan. Banjir tersebut menyebabkan Desa Sabulan hancur luluh lantah

beserta isinya sehingga penduduknya bermigrasi keluar Desa Sabulan.

Penduduknya kala itu adalah marga keturunan Raja Lontung yaitu Sinaga,

Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang, Siregar dan marga Situmorang.

Selang beberapa lama setelah banjir tersebut berlalu, Situmorang kembali lagi ke

30

Universitas Sumatera Utara


Desa Sabulan dan berketurunan disitu. Hal ini didukung dengan tulisan W. M

Hutagalung (1991:64) yang mengatakan bahwa:

“Ianggo Situmorang, mulak do jolo tu luat Sabulan jala marpinompari


disi”

Artinya: Bahwa marga Situmorang kembali ke Sabulan dan berketurunan


disitu.

Marga lainnya membentuk pemukiman baru diluar Sabulan. Namun marga

Situmorang kembali ke Desa Sabulan, sehingga beberapa marga lain yang sudah

sempat bermukim ditempat lain ikut kembali pulang ke Desa Sabulan. Yaitu

marga Pandiangan dan Sinaga. Sedangkan yang merupakan marga pendatang

(parripe) adalah: Nainggolan, Siregar, Sihombing, Tamba, Manalu, Sitinjak,

Sihite dan Ambarita.

2.1.5 Sistem religi

Masyarakat Batak Toba, baik secara pribadi maupun berkelompok

mengakui adanya kuasa di luar kuasa manusia. Dalam menghormati kuasa

tersebut mereka mempunyai cara penyembahan yang berbeda sesuai dengan

kesanggupan memahami makna kuasa tersebut. Motif setiap penghormatan

ditujukan untuk mendapat perlindungan agar terhindar dari bahaya, baik bahaya

alam, penyakit maupun serangan binatang buas. Demikian pula untuk maksud

mendapat restu, baik dalam perkawinan maupun usaha mencari rezeki

dilaksanakan melalui pemujaan. Dalam setiap pelaksanaannya, Injil dan adat

berjalan berdampingan.

Pada mulanya Injil diberitakan ditengah-tengah dunia yang penuh dengan

adat kebudayaan serta berhadapan dengan adat kebudayaan suatu masyarakat atau

31

Universitas Sumatera Utara


suku-suku. Dalam pertemuan Injil dan adat tersebut, secara khusus adalah dengan

unsur-unsur adat kebudayaan, yang terdiri dari: sistem Religius dan upacara

keagamaan, sistem dan organisasi masyarakat, sistem bahasa, sistem kesenian,

dsb.

Adat merupakan hal yang sangat penting dalam suatu masyarakat, apalagi

di dalam masyarakat Batak. Sebelum Kekristenan memasuki tanah Batak, adatlah

yang menjadi hukum sekaligus aturan paling tinggi diakui. Adat batak adalah

aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan masyarakat Batak yang tumbuh

dari usaha orang di dalam masyarakat tersebut, sebagai kelompok sosial untuk

mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Jadi di dalamnya

termuat pula peraturan-peraturan hukum yang melingkupi dan mengatur hidup

bersama daripada masyarakat Batak. 17

Hanya saja tata-tata adat masyarakat Batak sebelum masuknya Kristen,

mengandung sisi lain yang berhubungan erat dengan bidang lain dari tradisi,

khususnya yang mitis-agamawi dan yang berkaitan dengan pemujaan nenek

moyang. Hal ini sependapat dengan Lothar Schreiner dalam bukunya yang

mendasar Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di Tanah Batak. Lothar

Schreiner 18 berpendapat, adat sebagai tata tertib yang diciptakan oleh nenek

moyang dan mempunyai dasar agamawi, yakni pemujaan-pemujaan yang biasa

dilakukan oleh nenek moyang (dalam agama suku).

Melalui perjumpaannya dengan Injil, harus dapat membebaskan adat

tersebut dari sifat agamawinya yang berkaitan dengan pemujaan-pemujaan nenek


17
R. Van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Vorkink-Van Hoeve, Bandung:hlm. 6.
18
Lothar Schreiner, Adat dan Injil:Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di Tanah Batak,
BPK-GM, Jakarta 2003:hlm. 226

32

Universitas Sumatera Utara


moyang, misalnya, penyembahan kepada Debata Mulajadi Nabolon. Apabila

demikian, adat dapat diterima dan tidak bertentangan dengan Injil. Dengan

demikian adat dapat dipraktekkan oleh orang-orang Kristen sebagai tata tertib

sosial yang bebas dari dasar agamawinya. Adat itu tidak dapat memperbaharui

hati.

Dengan bertitik tolak pada pandangan dan pernyataaan tersebut, penulis

berkesimpulan bahwa adat yang memiliki dan membuahkan nilai-nilai positif

dalam tata kehidupan masyarakat Batak dapat atau bahkan perlu tetap

dipertahankan. Persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam mempertahankan itu

adalah bahwa adat itu harus dilepaskan dari sifat agamawinya. Supaya hubungan

antara Injil dan dan adat dapat berjalan berdampingan

Pada masa kini, umumnya masyarakat Batak Toba menganut agama

Kristen Protestan dan Katolik. Penyebaran agama Kristen, awalnya dimulai oleh

Pendeta Burton dan Ward dari Gereja Baptis Inggris tahun 1824. Kedua pendeta

ini mencoba memperkenalkan Injil di kawasan Silindung (sekitar Tarutung

sekarang). Kehadiran mereka tidak diterima oleh masyarakat Batak Toba.

Kemudian tahun 1834 Kongsi Zending Boston Amerika Serikat, mengirimkan dua

orang pendeta, yaitu Munson dan Lymann. Kedua misionaris ini dibunuh oleh

penduduk di bawah pimpinan Raja Panggalamei, di Lobupining, sekitar Tarutung,

pada bulan Juli 1834. Tahun 1849, Kongsi Bibel Nederland mengirim ahli bahasa

Dr. H.N. van der Tuuk untuk menyelidiki budaya Batak. Ia menyusun Kamus

Batak-Belanda, dan menyalin sebagian isi Alkitab ke bahasa Batak. Tujuan utama

Kongsi Bibel Nederland ini adalah merintis penginjilan ke Tanah Batak melalui

33

Universitas Sumatera Utara


budaya. Tahun 1859, Jemaat Ermelo Belanda dipimpin oleh Ds. Witeveen

mengirim pendeta muda G. Van Asselt ke Tapanuli Selatan. Ia tinggal di Sipirok

sambil bekerja diperkebunan Belanda. Kemudian disusul oleh para pendeta dari

Rheinische MissionGesellschaft (RMG), pada masa sekarang menjadi Verenigte

Evangelische Mission(VEM), dipimpin Dr. Fabri. Penginjilan sampai saat ini

berjalan lambat. Kemudiantahun 1862 datanglah pendeta RMG, yang kemudian

diterima oleh masyarakat BatakToba, yaitu Dr. Ingwer Ludwig Nommensen. Di

bawah pimpinannya misi penginjilanterjadi dengan pesat. Sampai dekade-dekade

awal abad kedua puluh, sebagian besar etnikBatak Toba telah menganut agama

Kristen Protestan. 19

Begitulah proses penyebaran agama Kristen di Tanah Batak yang awalnya

dimulai oleh Pendeta Burton dan Ward dari Gereja Baptis Inggris tahun 1824

yang mencoba memperkenalkan Injil di kawasan Silindung (sekitar Tarutung

sekarang) hingga tersebar ke berbagai daerah sekitarnya termasuk di wilayah

Kecamatan Sitiotio dimana merupakan tempat lahir dan besarnya Si Raja Lontung

adalah sebagai berikut. Menurut Buku Statistik Kecamatan Sitiotio 2011,

sebagian besar penduduk di Kecamatan Sitiotio menganut agama Kristen

Protestan yaitu 63,23% dari total penduduk Kecamatan Sitiotio. Sedangkan

sisanya menganut agama Katolik.

2.1.6 Tingkat pendidikan

19
Buku Masyarakat Kesenian Indonesia oleh Muhammad Takari dkk Tahun 2008 hlm.
112-113.

34

Universitas Sumatera Utara


Tingkat pendidikan di Desa Sabulan masih tergolong sangat minim dan

memprihatinkan. Karena masih didapati adanya penduduk yang putus sekolah,

masih buta huruf dan melek huruf. Hal tersebut dapat dijelaskan berdasarkan tabel

sebagai berikut.

Tabel-4 Indikator Pendidikan Tahun di Desa Sabulan 2011 (%)

Indikator Pendidikan Jumlah

Laki-laki Perempuan Total


1. Partisipasi Pendidikan
a. Penduduk 10 tahun ke atas Menurut Status pendidikan
1) Tidak/ belum pernah Sekolah 76 60 136
2) Masih Sekolah
a. SD 68 70 138
b. SMTP 80 75 155
c. SMTA 75 76 151
d. Diploma/ Sarjana 70 60 130
3) Tidak Sekolah lagi 35 40 75
b. Penduduk 10 tahun ke atas menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan
1) Tidak/ Belum pernah 30 30 60
Sekolah
2) Tidak/ Belum Tamat SD 28 20 48
a. SD 20 15 35
b. SMTP 15 20 35
c. SMTA 25 18 43
d. Diploma/ Sarjana 35 19 54
2. Angka Buta Huruf 2011 4 5 9
3. Angka Melek Huruf 2011 6 3 9
Sumber: Pendataan KPMD/ Tim Perumus RPJM-Desa.

35

Universitas Sumatera Utara


2.1.7 Curah hujan

Kecamatan Sitiotio diguyur hujan sebanyak 144 hari selama tahun 2011

Berikut adalah tabel banyaknya curah hujan dan hari hujan di Kecamatan Sitiotio

menurut bulan.

Tabel-5 Banyaknya Curah Hujan (Ch) dan Hari Hujan (Hh) di Kecamatan Sitiotio

menurut bulan

No. Nama Bulan Curah Hujan (Ch) Hari Hujan (Hh)

1. Januari 179 mm 12

2. Februari 211 mm 9

3. Maret 240 mm 15

4. April 205 mm 13

5. Mei 113 mm 9

6. Juni 73 mm 6

7. July 5 mm 2

8. Agustus 203 mm 15

9. September 114 mm 11

10. Oktober 167 mm 20

11. November 241 mm 17

12. Desember 192 mm 15

36

Universitas Sumatera Utara


Sumber: Statistik Kecamatan Sitiotio 2011

2.1.8 Jumlah perusahaan

Selama periode tahun 2008-2011, jumlah perusahaan/ usaha berdasarkan

surat izin usaha perdagangan (SIUP) yang diterbitkan di Kecamatan Sitiotio

menunjukkan perubahan yang signifikan dan sebagian besar peningkatan tersebut

dikarenakan peningkatan jumlah perusahaan/ usaha kecil. Berikut ini adalah tabel

Jumlah perusahaan/ usaha di Kecamatan Sitiotio tahun 2011.

Tabel-6 Jumlah perusahaan/ usaha di Kecamatan Sitiotio

Uraian Tahun
2008 2009 2010 2011

Menurut golongan - - 1 1
perusahaan/ usaha besar

Perusahaan/ Usaha 1 3 4 4
Menengah
Perusahaan/ Usaha Kecil - 12 8 8
Koperasi - 3 3 2
Perorangan - 1 1 -
Badan Usaha Lainnya - - - 1
Sumber: Statistik Kecamatan Sitiotio 2011

2.1.9 Hasil-hasil bumi

Masyarakat di tanah Batak umumnya hidup dari hasil pertanian.

Kesuburan tanah dan faktor alam mendukung usaha pertanian di daerah itu

khususnya di Kecamatan Sitiotio. Hasil-hasil Bumi di Kecamatan Sitiotio terdiri

atas produksi tanaman pangan yaitu: padi, jagung, kacang tanah, ubi kayu dan ubi

37

Universitas Sumatera Utara


jalar. Dan produktivitas sektor pertaniannya yaitu: kelapa, kopi, coklat, dan

kemiri.

Tabel-7 Statistik Tanaman Pangan Kecamatan Sitiotio

Jenis tanaman Tahun


2010 2011
Padi Luas Panen (ha) 532 837
Produksi (ton) 3032 4784
Jagung Luas Panen (ha) 28 224
Produksi (ton) 121 941
Kacang Luas Panen (ha) 24 2
Tanah
Produksi (ton) 27 2
Ubi Kayu Luas Panen (ha) 31 9
Produksi (ton) 465 135
Ubi Jalar Luas Panen (ha) 10 10
Produksi (ton) 140 140
Sumber: Statistik Kecamatan Sitiotio 2011

Tabel-8 Produktivitas Sektor Pertanian di Kecamatan Sitiotio

Jenis Tanaman Luas lahan (Ha) Produksi (ton)


Kelapa 1, 52 4, 22
Kopi 215, 55 24, 34
Cokelat 18, 7 36, 25
Kemiri 13, 00 171, 80
Sumber: Statistik Kecamatan Sitiotio 2011

2.10 Keadaan Alam

Topografi wilayah Kecamatan Sitiotio adalah daerah pegunungan dan

perbukitan yang terjal dengan dikelilingi sebagian Danau Toba. Ketinggiannya

38

Universitas Sumatera Utara


berada di antara 904 - 2.157 meter di atas permukaan laut. Struktur tanahnya labil

dan berada pada jalur gempa tektonik dan vulkanik.

Tabel-9 Kondisi Topografi Kecamatan Sitiotio

No. Kemiringan Persentase


1. Datar ± 5%
2. Landai ±7%
3. Miring ± 20%
4. Terjal ± 68%
Sumber: Kantor camat Desa Sabulan 2015.

2.11 Sarana Kesehatan Umum

Kecamatan Sitiotio masih minim akan sarana kesehatan umum. Berikut

adalah tabel banyaknya sarana kesehatan umum menurut jenis dan desa yang ada

di Kecamatan Sitiotio pada tahun 2011.

Tabel-10 Banyaknya sarana kesehatan umum menurut jenis dan desa di

Kecamatan Sitiotio

No. Desa Puskesmas Puskesmas Polindes Posyandu


Pembantu
1. Tamba Dolok - 1 - 1
2. Cinta Maju - 1 1 2
3. Buntu Mauli - - 1 1
4. Sabulan 1 1 - 2
5. Holbung - - 1 1
6. Janji Raja - - 1 3
7. Janji Maria - - 1 1
8. Parsaoran - 1 - 1
Jumlah 1 4 5 12
Sumber: Statistik Kecamatan Sitiotio 2011

39

Universitas Sumatera Utara


2.12 Seni

2.12.1 Seni sastra

Sebelum sastra tertulis ditemukan di tanah Batak, cerita-cerita yang cukup

tinggi nilainya untuk diteladani telah dikenal seperti: cerita tentang binatang,

cerita untuk pelipur lara, cerita tentang kebodohan seseorang (si bisuk na oto)

dalam masyarakat, dan cerita mitos lainnya.

Cerita kepercayaan orang Batak Toba tentang dewa-dewa dilukiskan

dalam mitos, sesuai dengan alam pikiran orang-orang primitif seperti cerita

tentang terjadinya bumi dan segala isinya. Adapun jenis sastra Batak Toba,

seperti:

1. Tonggo-tonggo yaitu semacam doa yang diucapkan oleh datu atau iman

agama Batak.

2. Andung-andung yaitu sejenis sastra berupa curahan perasaan sewaktu

meratapi jenazah orang yang dikasihi. Biasanya menggunakan ungkapan-

ungkapan tertentu yang tidak lazim dalam kehidupan sehari-hari (bahasa

halus).

3. Huling-hulingan atau hutinsa disebut juga teka-teki. Kalau teka-teki itu

memerlukan jawaban berupa cerita dinamakan torhan-torhanan.

4. Turi-turian yaitu semacam sastra yang mengandung arti historis atau

mitologis, seperti cerita dongeng tentang binatang, cerita-cerita leluhur

yang sering dikisahkan berupa mitos, seperti mitos terjadinya manusia

Batak, Danau Toba, dan lain-lain.

40

Universitas Sumatera Utara


5. Umpama yaitu suatu bentuk penyajian sastra yang bermakna sebagai

teladan kebijaksanaan, hukum-hukum lisan, dialog-dialog resmi dalam

upacara adat.

6. Umpasa yaitu suatu bentuk penyajian sastra yang dari bentuknya agak

sulit dibedakan dengan umpama, tetapi dari isinya, umpasa lebih berkesan

religius, dalam arti lebih menekankan hal-hal yang bersifat rahmat, kurnia,

dan sebagainya.

7. Tudoson yaitu suatu bentuk penyajian sastra yang berupa

perbandingan.Berbagai pemisahan dalam alam dijadikan suatu bandingan

terhadap kehidupan manusia untuk menyatakan perasaan hati atau keadaan

sesuatu. 20

Berdasarkan jenis sastra Batak Toba diatas maka sejarah tentang Si Raja

Lontung tergolong ke dalam jenis Turi-turian, karena mengandung arti historis

atau mitologis, yaitu berupa cerita dongeng tentang binatang, dan cerita-cerita

leluhur yang sering dikisahkan dalam bentuk berupa mitos.

2.12.2 Seni musik

Seni musik pada masyarakat Batak Toba dapat digolongkan ke dalam dua

bagian yaitu musik vokal dan musik instrumen.

2.12.2.1 Musik vokal

Budaya musikal masyarakat Batak Toba tercakup dalam dua bahagian

besar, yaitu musik vokal dan musik instrumental. Musik vokal pada masyarakat

Batak Toba disebut dengan ende. Dalam musik vokal tradisional,

20
Lihat Skripsi Sarjana Tiolina Sinambela Tarombo dalam Gaya Nyanyian Pada
Kebudayaan Etnis Batak Toba:Suatu Kajian Musikologis dan Tekstual. Hlm. 42-43.

41

Universitas Sumatera Utara


pengklasifikasiannya ditentukan oleh kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang

dapat dilihat berdasarkan liriknya. Hutasoit yang dikutip oleh Ritha Ony membagi

kelompok musik vokal menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Endenamarhadohoan, yaitu musik vokal yang diyanyikan untuk acara-

acara namarhadodoan (resmi)

2. Endesiriakon, yaitu musik vokal yang dinyanyikan oleh masyarakat Batak

Toba dalam kegiatan sehari-hari.

3. Endesibaran, yaitu musik vokal yang dinyanyikan dalam kaitannya dengan

berbagai peristiwa kesedihan atau dukacita.

Berdasarkan klasifikasi jenis ende diatas, maka ende tarombo Si Raja

Lontung bukanlah merupakan salah satu jenis ende dalam Batak Toba.

Ende Tarombo merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk mengkaji

tarombo yang disampaikan dengan bentuk gaya nyanyian. Masyarakat

Batak Toba biasanya menyebutnya dengan ende tarombo karena sering

mendengar sehingga mereka menggunakan istilah tersebut.

2.12.2.2 Musik instrumental

Musik instrumental masyarakat Batak Toba terbagi atas dua bagian

berdasarkan bentuk penyajiannya, yakni ada yang lazim digunakan dalam bentuk

ensambel, dan ada yang disajikan dalam bentuk permainan tunggal baik dalam

kaitannya dengan upacara adat, religi/kepercayaan, maupun sebagai hiburan.

Secara umum, pada masyarakat Batak Toba terdapat dua ensambel musik

tradisional, yakni : gondanghasapi dan gondangsabangunan.

Yang merupakan instrumen pada Ensambel gondanghasapi terdiri dari :

42

Universitas Sumatera Utara


1. Hasapi ende (pluckedlute) yaitu sejenis sebuah lute berleher pendek yang

dimainkan dengan cara dipetik dan memiliki dua buah senar. Instrumen ini

sebagai pembawa melodi dan dianggap sebagai instrumen utama dalam

ensambel gondanghasapi.

2. Hasapi doal (pluckedlute) yaitu instrumen ini bentuknya sama saja dengan

hasapiende, bedanya terletak pada peranan musikalnya yakni hasapidoal

berfungsi sebagai pembawa ritem konstan.

3. Sarune etek (shawn) yaitu alat tiup berlidah tunggal (singlereed).

Fungsinya sebagai pembawa melodi. Instrumen ini masuk dalam klasifikasi

aerophone yang memiliki lima lubang nada (empat di atas dan satu di

bawah), Cara memainkan instrumen ini adalah dengan cara

mangombusmarsiulakhosa (meniup secara sirkular tanpa berhenti) atau

disebut juga dengan circularbreathing.

4. Garantung (xylophone), yaitu alat musik pembawa melodi dan bisa juga

sebagai pembawa ritem pada lagu-lagu tertentu. Bentuknya berupa bilahan

kayu dan umumnya memiliki lima buah bilah. Cara memainkannya adalah

dengan cara dipukul menggunakan tongkat atau stik.

5. Hesek, yaitu sejenis alat perkusi yang terbuat dari plat besi atau botol kaca

yang berperan sebagai pembawa tempo atau ketukan dasar.

Gondang hasapi dianggap sebagai bentuk ensambel musik yang kecil.

Penggunaannya terbatas pada ruang yang lebih kecil dan tertutup, dimainkan oleh

lima orang walaupun jumlah pemusik ini dapat juga bervariasi. Jika mengacu pada

43

Universitas Sumatera Utara


praktek pertunjukan gondang hasapi di komunitas parmalim 21,saruneetek

kadangkala bisa terdiri dari dua alat yang masing-masing dimainkan oleh satu

orang pemain. Begitu juga dengan jumlah orang yang memainkan hasapiende atau

pun hasapi doal. Dengan kata lain, jumlah pemusik keseluruhan dalam gondang

hasapi yang terdapat pada kelompok parmalim bisa mencapai enam hingga

delapan orang. 22

Sedangkan ensambel gondangsabangunan mempunyai beberapa istilah

yang sering digunakan oleh masyarakat Batak Toba, yakni ogung sabangunan

atau gondang bolon. Komposisi alatnya terdiri dari :

1. Sarune bolon (shawm, oboe), yaitu sejenis alat tiup berlidah ganda (double

reed) yang berperan sebagai pembawa melodi dan dimainkan dengan cara

mangombusmarsiulakhosa. Instrumen ini tergolong kepada kelompok

aerophone.

2. Taganing (single headed drum), yaitu seperangkat gendang bernada bermuka

satu yang tersusun atas lima buah gendang, yang berfungsi sebagai pembawa

melodi dan juga pembawa ritem variabel untuk lagu atau repertoar tertentu.

Kelima gendang tersebut dibedakan sesuai dengan namanya masing-masing,

yakni odap-odap, paiduaniodap, painonga, paiduani ting-ting, dan ting-ting.

Instrumen ini tergolong ke dalam kelompok membranophone.

3. Gordang bolon (single headed drum), yakni sebuah gendang-bas bermuka satu

yang ukurannya lebih besar dari taganing, yang berperan sebagai pembawa

21
Sebuah aliran kepercayaan tradisional atau perpaduan antara agama Islam dan Kristen
pada masyarakat Batak Toba yang berkembang di Huta Tinggi, Laguboti, Sumatera Utara.
22
Dikutip dari Buku yang berjudul “Gondang Batak Toba” oleh Ritha Ony dan Irwansyah
Harahap.

44

Universitas Sumatera Utara


ritem konstan dan ritem variabel. Insrumen juga sering disebut sebagai bass

dari ensambel gondang sabangunan. Klasifikasi instrumen ini termasuk kepada

kelompok membranophone.

4. Ogung (gong), yaitu seperangkat gong yang terdiri dari empat buah dengan

ukuran yang berbeda-beda. Keempat buah gong tersebut diberi nama oloan,

ihutan, doal, dan panggora. Masing-masing ogung sudah memiliki ritem

tertentu dan dimainkan terus menerus secara konstan/tidak berubah-ubah.

Instrumen ini tergolong kepada kelompok idiophone.

5. Hesek, yaitu sejenis alat perkusi berupa plat besi, botol, atau benda lainnya

yang dapat menghasilkan bunyi tajam untuk dijadikan sebagai pembawa

tempo. Instrumen ini tergolong kepada idiophone.

6. Odap (double headed drum), yakni sejenis gendang kecil bermuka dua (dua

sisi selaput gendang) yang berperan sebagai pembawa ritem variabel.

Instrumen ini biasanya hanya dimainkan pada lagu atau repertoar tertentu.

Instrumen ini tergolong kepada kelompok membranophone.

Gondangsabangunan pada zaman dahulu digunakan untuk setiap upacara

yang berhubungan dengan adat ataupun religius. Gondang sabangunan berperan

sebagai media untuk menghubungkan manusia dengan penciptanya (secara

vertikal) dan menghubungkan manusia dengan sesama (secara horizontal) 23.

2.13 Sistem Kemasyarakatan

Ciri khas masyarakat Batak Toba adalah selalu mengikutsertakan marga

nya dibelakang nama diri. Dalam kaitan ini maksudnya marga adalah nama garis

23
Lihat, Martogi Sitohang, 1998 hal 23.

45

Universitas Sumatera Utara


keturunan yang diambil dari Bapak atau bersifat patrilineal. Orang-orang yang

mempunyai satu marga dianggap keturunan satu kakek. Berkaitan dengan hal

tersebut Napitupulu (1964:8) juga menulis bahwa turunan dari sesuatu leluhur

menurut garis Bapak, selagi masih kompak dan berdiam diri di suatu tempat akan

membentuk suatu ikatan bernama marga. Mereka saling mengenal satu sama lain

dan erat bergaul, yang satu memperlakukan yang lain sebagai saudara kandung.

Peranan margapada masyarakat Batak Toba sangat penting. Sedemikian

pentingnya, sehingga dalam kehidupan sehari-hari terutama pada saat perkenalan

terlebih dahulu menyebutkan marga. Dewasa ini tidak ada orang Batak Toba

tanpa marga. Melalui marga orang-orang Batak Toba dapat mengadakan

partuturan (mencari hubungan kekerabatan) yang merupakan salah satu aspek

mendasar dalam dalihan na tolu. Secara etimologis dalihan na tolu selalu

diterjemahkan sebagai tungku nan tiga, yaitu sebuah ungkapan yang menyatakan

kesatuan hubungan kekerabatan pada masyarakat Batak Toba. Secara harfiah

Dalihan na tolu artinya tungku yang terdiri dari tiga buah batu, yang digunakan

untuk memasak. Konsep tersebut diterapkan pada sistem kekerabatan pada

masyarakat Batak Toba yang terdiri dari tiga unsur, yaitu: (1) dongan sabutuha

(teman semarga); (2) hula-hula (keluarga dari pihak istri); (3) boru (keluarga dari

pihak menantu laki-laki).

Menurut Sihombing (1986:103-106) pedoman bersikap dalam ketiga

kelompok kekerabatan itu tergambar dalam konsep yang berupa nasehat seperti

berikut:

46

Universitas Sumatera Utara


1. Molo naeng ho sangap, manat mardongan tubu, artinya jika kamu ingin

menjadi orang terhormat, hati-hatilah dan cermat dalam bergaul dengan

dongan sabutuha(teman semarga). Dongan sabutuha dipandang oleh

orang Batak sebagai dirinya sendiri dan dalam pergaulan antar mereka

sehari-hari tidak dihiraukan segi basa-basi, sehingga adik acapkali tidak

hormat terhadap abangnya dan demikian juga anak terhadap pak tua dan

pakciknya, hal mana acapkali menimbulkan perasaan kurang senang di

pihak yang merasa dirugikan. Untuk itu perlu diperhatikan lagi bagaimana

kedudukan dongan sabutuha dalam tarombo.

2. Molo naeng ho gabe, somba ma ho marhula-hula, artinya jika ingin

berketurunan banyak hormatilah hula-hula. Hula-hula dipandang oleh

orang Batak sebagai media (penengah) yang sangat berkuasa untuk

mendoakan hagabeon dari Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan ini telah

mendarah daging dalam diri orang Batak berdasarkan pengalaman dan

kenyataan. Itulah hal yang membuat penghormatan tinggi dan menonjol

diberikan kepada Hula-hula.

3. Molo naeng namora,elek ma ho marboru, artinya kalau ingin kaya, baik-

baiklah kepada boru. Menurut Adat Batak boru itu dalam kekeluargaan

berada dibawah kita sehingga boleh kita suruh mengerjakan sesuatu tetapi

tidak boleh bersifat memerintah tetapi harus bersifat membujuk

(Sihombing, 1986:103-106).

2.14 Marga

2.14.1 Asal muasal marga

47

Universitas Sumatera Utara


Menurut cerita tentang asal-usul orang Batak, nenek moyang mereka

adalah Siboru Deak Parujar. Ia adalah seorang putri surga yang dijodohkan oleh

Debata Mulajadi Nabolon kepada Raja Odap-odap yang juga dari surga. Melalui

perkawinan mereka memiliki keturunan yaitu sepasang anak kembar yang diberi

nama Raja Ihat Manisia dan Siboru Ihat Manisia. Kemudian mereka menikah

(marsumbang, incest) dan memiliki tiga orang anak, yaitu Raja Miok-miok,

Patundal na begu, dan Siaji lapas-lapas. Raja Miok-miok memiliki anak yang

bernama Eng Banua. Kedua saudara Raja Miok-miok tidak diketahui kabarnya

oleh orang Batak karena pergi mengembara ke sebuah tempat yang jauh. Eng

Banua mempunyai tiga anak bernama Raja Aceh, Raja Bonang-bonang dan Raja

Jau. Raja Bonang-bonang memiliki seorang anak yang bernama Raja

Tantandebata, dari Tantan Debata lahirlah Si Raja Batak.

Jadi Si Raja Batak adalah nama kolektif sebagaimana disebutkan oleh

Sitor Situmorang: “Si Raja Batak: nama kolektif semua leluhur marga; adat yang

mempribadi, pewaris kolektif tugas pengayoman adat dan kebudayaan dari Tuan

Putri Deak Parujar, Bunda Utama, Si Raja Batak, dan tercantum di setiap silsilah

sebagai manusia pertama.” (Situmorang, 2009:524).

Bagan-1: Silsilah keturunan asal Si Raja Batak


MULA JADI NA BOLON

SI BORU DEAK PARUJAR DEWA ODAP-ODAP

INCEST
SI RAJA IHAT MANISIA
SI BORU IHAT MANISIA

48

Universitas Sumatera Utara


RAJA MIOKMIOK PATUNDAL NI BEGU AJILAMPASLAMPAS

ENG BANUA

RAJA ACEH RAJA BONANG-BONANG RAJA JAU

RAJA TANTANDEBATA

Sumber: W.M Hutagalung (1991:31)

Asal-usul manusia Batak berawal RAJA


dari garis
BATAKSi Raja Batak. Kemudian

menjadi tarombo atau silsilah. W. M Hutagalung (1991:32) menuliskan keturunan

dari si Raja Batak yaitu sebagai berikut:

Ianggo anak ni ompunta Raja Batak dua do, i ma: Guru Tatea Bulan na
margoar huhut si Mangarata dohot Raja Isumbaon.

Artinya: Anak dari leluhur kita Si Raja Batak ada dua yaitu Guru Tatea
Bulan yang juga disebut Mangarata dan Raja Isumbaon.
Bagan-2: Anak Si Raja Batak

GURU TATEA BULAN


SI RAJA BATAK
RAJA ISUMBAON

Kepada kedua anaknya tersebut, Si Raja Batak mewariskan kesaktian atau

keahlian terhadap Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Dimana Guru Tatea

Bulan terkenal dengan maha karyanya yang bernama Pustaha Agung yang

menjadi pedoman adat Batak sampai sekarang. Kitab ini membahas cakupan

49

Universitas Sumatera Utara


antara lain; Ilmu hadatuon (perdukunan/ pengobatan), habeguon (kesaktian),

parmonsahan (Ilmu bela diri) dohot pangliluon (menghilang). Untuk Raja

Isumbaon diberikan keahlian dalam hal adat Batak. Ajaran Raja Isumbaon

terdapat dalam Kitab Pustaha Tumbaga Holing yaitu mencakup: Harajaon

(pemerintahan), Paruhumon (hukum), Parumaon, Partigatigaon (berdagang) dan

Paningaon (bercocok tanam). Hal ini sesuai dengan yang dituliskan oleh W.M

Hutagalung (1991:33) yaitu:

Ia dung songon i, ditongos Mulajadi nabolon ma dua balunbalun surat


Batak. Di balunan parjolo, surat agong; i ma bagian ni Guru Tatea Bulan,
jala tarsurat disi: hadatuon, habeguon, parmonsahan dohot pangliluon.
Di balunan paduahon, surat tombaga holing i ma bagian ni Raja
Isumbaon tarsurat do disi; harajaon, paruhumon, parumaon, partiga-
tigaon dohot paningaon.
Artinya: Setelah itu dikirimkan Tuhan Penciptalah dua buah gulungan
surat Batak. Pada gulungan pertama surat agung adalah bagian Guru Tatea
Bulan, tertulis disitu: Perdukunan/ Pengobatan, Kesaktian, Ilmu bela diri
dan Ilmu menghilang. Pada gulungan kedua surat Tombaga Holing berisi
tentang ilmu: Pemerintahan, hukum, bercocok tanam dan dagang.

Dari keturunan merekalah asal muasal semua marga-marga Batak muncul

dan menyebar ke seluruh penjuru. Setelah kedua putra Si Raja Batak tumbuh

dewasa, mereka memiliki keturunannya masing-masing. Namun tidak diketahui

siapakah isteri mereka. Hal tersebut dituliskan oleh W. M Hutagalung (1991:33)

sebagai berikut:

Ndang tangkas binoto manang ise do nioli ni Guru Tateabulan dohot Raja
Isumbaon, alai adong do ianakonnasida be. Sian i ma dapot botoon,
adong do niolinasida be.
Artinya: Tidak diketahui secara jelas entah siapa yang dinikahi oleh Guru
Tateabulan dan Raja Isumbaon. Namun mereka memiliki keturunan. Dari
situ dapat diketahui ternyata ada yang mereka nikahi masing-masing.

50

Universitas Sumatera Utara


Berikut ini adalah keturunan dari Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon.

Bagan-3: Keturunan dari Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon.


RAJA UTI/BIAKBIAK

SARIBU RAJA
GURU TATEA BULAN
LIMBONG MULANA

SAGALA RAJA

MALAU RAJA

SIBORU PAREME
SI RAJA BATAK
SIBORU ANTING SABUNGAN

SI BORU BIDING LAUT

NAN TINJO
RAJA ISUMBAON
TUAN SORIMANGARAJA

RAJA ASIASI

SANGKARSOMALINDANG

Sumber: W.M Hutagalung (1991:34)

51

Universitas Sumatera Utara


Untuk lebih jelas tentang keturunan Guru Tatea Bulan, berikut adalah

dokumentasi foto keturunan dari Guru Tatea Bulan. Diambil dari sopo atau rumah

Guru Tatea Bulan yang terdapat di Dusun Arsam Kecamatan Sianjur Mula-mula

Kabupaten Samosir. Di tempat sopo terdapat patung-patung Si Raja Batak beserta

keturunannya. Selain patung keturunan Si Raja Batak juga terdapat patung-patung

penjaga rumah seperti gajah, macan dan kuda. Bentuk Rumah ini pun didesain

dengan ciri khas rumah Batak. Rumah-rumah ini telah diresmikan oleh Dewan

Pengurus Pusat Punguan Pomparan Guru Tatea Bulan tahun 1995.

Gambar-2: Sopo Guru Tatea Bulan


Dokumentasi Blessta C. Hutagaol 2015.

Berhubung karena bahasan Penulis adalah tentang sejarah dan asal-usul Si

Raja Lontung, yang mana merupakan cucu dari Guru Tatea Bulan, maka untuk

pembahasan selanjutnya penulis akan mendeskripsikan obyek penelitian secara

52

Universitas Sumatera Utara


rinci dan mendalam tentang keturunan Guru Tatea Bulan dari sundut (generasi)

pertama hingga keempat saja sebagai pembatasan masalah.

2.14.2 Sekilas tentang marga Keturunan Guru Tatea Bulan

Keturunan Guru Tatea Bulan menurut tulisan Sangti (1977:14) adalah berikut:

Guru Tatea Bulan memiliki lima orang putera yaitu:

1. Raja Uti/ Biak-biak

Disebut juga Raja Gumelenggeleng karena bentuk tubuhnya yang seperti

gumpalan, tidak bertangan, tidak berkaki dan tidak bisa duduk. Anak sulung dari

Guru Tatea Bulan ini dibalik kekurangannya ternyata memiliki kesaktian untuk

mengubah wujudnya dalam bentuk tujuh rupa wajah. Berikut adalah dokumentasi

dari salah satu patung di Sopo Guru Tatea Bulan di Kecamatan Sianjurmulamula

yaitu patung Raja Uti yang memiliki tujuh rupa wajah.

Gambar-3: Patung Raja Uti


Dokumentasi Blessta C. Hutagaol 2015.

2. Saribu Raja dan Siboru Pareme

Saribu raja adalah nama putera kedua dari Guru Tatea Bulan. Dia dan adik

perempuannya yang bernama Siboru Pareme dilahirkan marporhas (anak kembar

53

Universitas Sumatera Utara


berlainan jenis, satu perempuan dan satunya lagi laki-laki). Saribu raja melakukan

tindakan incest, marsumbang (perkawinan sedarah) dengan adiknya sendiri yaitu

Siboru Pareme dan melahirkan Si Raja Lontung. Tidak hanya itu, setelah

melakukan tindakan incest, Saribu Raja kemudian menikah lagi dengan Nai

Mangiring Laut dan melahirkan Si Raja Borbor. Kabarnya lagi Saribu Raja dalam

masa berkelananya di tengah hutan, ia bertemu dengan Babiat (Harimau pincang

berkaki tiga) kemudian menikahinya. Ia juga memiliki keturunan darinya yaitu

Babiat. 24

3. Limbong Mulana

Limbong mulana merupakan putera ketiga Guru Tatea Bulan. Limbong

Mulana mendiami daerah Batusalibon dekat Sianjurmulamula. Keturunan

Limbong Mulana disebut bermarga Limbong. Tidak diketahui secara jelas siapa

isterinya. Limbong Mulana memiliki dua orang putera yaitu Paluonggang dan

langgatlimbong.

4. Sagala Raja

Sagala Raja mendiami daerah Siantartongatonga Sagala (masih

berdekatan dengan Sianjurmulamula). Keturunannya bermarga Sagala. Ia

memiliki tiga orang anak yaitu Raja Hutaruar, Raja Manggurgur, Raja

Sungkunon.

5. Malau raja

Di tanah Batak Toba, marga Malau adalah satu dari sedikit satuan silsilah

yang agak besar, yang tidak mempunyai daerah inti yang utuh, tempat sebagian

24
Akan dibahas lebih lanjut pada bagian selanjutnya.

54

Universitas Sumatera Utara


anggotanya tetap hidup bersama. Malau tinggal di sebuah tempat bernama

Limbong, disitu dia berketurunan dan dari situ pula berpencar keturunannya ke

luar daerah yang ditinggali mereka masing-masing. Malau Raja dikabarkan

menikah dua kali. Dari isteri pertamanya dia memiliki seorang putera yang

bernama Tabutabugumbang. Sedangkan dari isteri keduanya dia memiliki

keturunan yaitu Manik, Ambarita dan Gurning.

6. Siboru Anting Sabungan

Setelah Saribu Raja dan Siboru Pareme melakukan tindak sumbang,

mencegah kejadian tersebut terulang kembali maka Guru Tatea Bulan menikahkan

puterinya yaitu Siboru Anting Sabungan dan Siboru Biding Laut dengan Tuan

Sori Mangaraja, putera Raja Isumbaon. Dari pernikahan Tuan Sori Mangaraja

dengan isteri pertamanya yaitu Siboru Anting Sabungan, ia memiliki putera yang

bernama Tuan Sorba Dijulu. 25 Siboru Anting Sabungan disebut juga Siboru

Anting Malela/ Nai Ambaton

7. Siboru Biding Laut

Siboru Biding Laut merupakan isteri kedua Tuan Sori Mangaraja. Ia

melahirkan putera yang bernama Tuan Sorba Jae (Raja Mangarerak). Siboru

Biding Laut disebut juga Nai Rasaon.

8. Nan Tinjo

25
Lihat Sangti (1977:14).

55

Universitas Sumatera Utara


Nan Tinjo tidak memiliki keturunan karena terlahir sebagai waria, sangkar

so baoa (martompahon baoa dohot boruboru). 26 Konon Nan Tinjo mati bunuh

diri. Menurut Mangaraja Salomo, anak ini adalah sangkar so anak lahi, ulu

balang parompuan, suatu istilah halus untuk seorang waria. Pada saat akan

dikawinkan, karena takut rahasianya terbongkar, dia memilih untuk menerjunkan

diri ke dalam danau. Dia memilih untuk bunuh diri dan menjadi hantu penunggu

di Pulau Tao di Simanindo sekarang.

2. 15 Sejarah asal-usul Si Raja Lontung

2.15.1 Pernikahan Saribu Raja dengan Siboru Pareme

Si Raja Lontung merupakan cucu dari Guru Tatea Bulan yang merupakan

hasil dari perkawinan sedarah antara Saribu raja dengan Siboru Pareme. Jadi

setelah Raja Uti meninggalkan kampung Sianjur Mula-Mula 27, harapan orang

tuanya kemudian tertumpu pada Saribu Raja. Saribu Raja merupakan putera

kedua dari Guru Tatea bulan yang lahir kembar dampit dengan Siboru Pareme.

Sebagai anak yang terlahir kembar, dapat dimaklumi hubungan keduanya sangat

dekat. Biasanya, untuk menjaga hal-hal yang tidak dikehendaki, anak yang

terlahir kembar dampit selalu dipisahkan sejak dini. Akan tetapi, hal tersebut tidak

26
Dikutip dari W. M Hutagalung dalam Bukunya Pustaha Batak, Tarombo dohot
turiturian ni Bangso Batak.
27
Lihat W. M Hutagalung (1991:36).

56

Universitas Sumatera Utara


dilakukan pada keduanya. Mereka tumbuh dan besar secara bersama-sama dan hal

ini menyebabkan hubungan keduanya terjalin dengan begitu akrab.

Dari segi kedigdayaan dan ketampanan, sebenarnya Saribu Raja memiliki

syarat yang mencukupi untuk menggantikan ayahandanya Tatea Bulan. Juga,

ketekunannya mempelajari hadatuon (ilmu perdukunan) menyebabkan Saribu

Raja diyakini akan dapat memimpin adiknya mengembalikan masa kejayaan

nenek moyangnya kelak. Hanya saja, ada sesuatu yang kurang berkenan di hati

orang tuanya, yaitu hubungannya yang terlalu dekat dengan adiknya Siboru

Pareme. Siboru Pareme menggoda abangnya sendiri sehingga apa yang tidak

diharapkan pun terjadi. Menurut Sutan Habiaran 28 Siboru Pareme tercium minyak

sinyongnyong (dorma) Saribu Raja, yang menyebabkan dirinya jatuh cinta pada

abangnya. Hal ini mengakibatkan mereka berdua mengadakan hubungan tercela

yaitu perkawinan sedarah (marsumbang, incest) di gubuk ladang milik

keluarganya pada saat Siboru Pareme mengantarkan nasi untuk Saribu Raja. 29

Namun menurut Marsius Sitohang, hal itu juga disebabkan karena jumlah

manusia masih terbatas pada saat itu di dunia. 30 Apapun penyebabnya, hubungan

terlarang itu telah terjadi. Jelaslah bahwa hubungan cinta yang dapat menjurus ke

perbuatan tercela (kawin sumbang) antara dua anak kembar dampit dapat saja

terjadi tanpa minyak sinyongnyong, seperti yang dilansir oleh Sutan Habiaran.

Hubungan seperti ini umumnya terjadi karena kedekatan kedua anak yang berbeda

28
Sutan Habiaran seorang penulis buku dengan judul Kisah Tuan Saribu Raja dan Si
Boru Pareme, yang diterbitkan di Medan pada tahun 1994.
29
Lihat W. M Hutagalung (199:36).
30
Hasil Wawancara dengan Marsius Sitohang pada tanggal 16 Februari 2015. Marsius
Sitohang adalah seorang dosen praktik Gondang Sabangunan dan Uning-uningan di Departemen
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

57

Universitas Sumatera Utara


jenis kelamin tersebut. Lama-kelamaan, kedekatan ini berkembang begitu dalam

hingga menghapus rasa malu yang timbul karena melanggar aturan-aturan adat

yang telah digariskan para leluhur. Kejadian seperti ini terjadi antara Saribu Raja

dan Siboru Pareme. Akibat perbuatan tercela tersebut, Siboru Pareme kemudian

berbadan dua. Hal ini menyebabkan orangtua beserta ketiga adik laki-laki Saribu

Raja lainnya yaitu Limbong, Sagala dan Malauraja sangat marah. Bagi pelaku

seperti ini hukumannnya adalah membunuh Saribu Raja dan membuang Siboru

pareme ke hutan belantara (tombak longolongo).31

Gambar: Hutan Belantara (tombak longolongo)

Gambar-4: Tombak longolongo (Hutan Belantara)


di Desa Sabulan Dokumentasi Blessta Hutagaol 2015.

31
Lihat W. M Hutagalung (1991:37).

58

Universitas Sumatera Utara


Akan tetapi, membunuh Saribu Raja bukanlah urusan mudah. Selain

karena mereka masih terikat oleh hubungan darah, kedigdayaan Saribu Raja juga

perlu diperhitungkan. Saribu Raja sadar akan kesalahannya. Melakukan

perlawanan tentu saja bukanlah tindakan yang bijaksana. Satu-satunya jalan ialah

melarikan diri dan menjauh dari amarah saudara-saudaranya. Sebelum melarikan

diri, Saribu Raja membenahi barang-barang pusaka yang menjadi milik

keluarganya yaitu: emas, gong dan cincin. 32 Kemudian semuanya dimasukkan

kedalam sebuah liang batu yang disebut dengan Batu Hobon.

32
Lihat W. M Hutagalung (1991:37).

59

Universitas Sumatera Utara


Gambar-5: Batu Hobon
Dokumentasi Blessta C. Hutagaol 2015.

Akibatnya Saribu Raja dan Siboru Pareme mulai ketakutan sehingga

merencanakan sebuah misi untuk keselamatan mereka. Saribu Raja sembunyi ke

dolok Pusuk Buhit yang sekarang bernama Pariksabungan. Disana Saribu Raja

mengajari Siboru pareme agar membawa sekam untuk menjatuhkan sedikit demi

sedikit di jalan tempat pembuangannya agar Saribu Raja dapat menemukan

tempat dimana Siboru Pareme dibuang. 33 Sebetulnya, hilangnya barang pusaka

Tatea Bulan inilah yang mendorong ketiga bersaudara itu mengucilkan Siboru

Pareme ke hutan belantara. Mereka mengharapkan bahwa suatu saat Saribu Raja

akan datang untuk menjenguknya. Mereka sepakat menangkap Saribu Raja untuk

ditanyakan tentang keberadaan barang-barang pusaka keluarga tersebut. Akan

tetapi, Saribu Raja telah lebih dulu raib bagaikan ditelan bumi. Menghilangnya

Saribu Raja mendorong saudara-saudaranya untuk mengucilkan Siboru Pareme

untuk dibuang ke hutan belantara. Motif pengucilan ini sebenarnya adalah untuk

menangkap Saribu Raja. Tidak sedikit pun terlintas dalam benak mereka untuk

membuang Siboru Pareme karena bagaimanapun Siboru Pareme adalah saudara

mereka juga. Itulah sebabnya mengapa Siboru Pareme hanya dimodali sedikit

makanan dan sebilah pisau kecil. Juga, sebuah gubuk telah didirikan sebelumnya

sebagai tempat tinggalnya.

Jadi berangkatlah saudara-saudaranya mengantarkan Siboru Pareme ke

hutn belantara dengan berjalan kaki. Mereka berangkat pada waktu malam agar

tak seorangpun melihat keberangkatan mereka. Dan juga supaya Siboru Pareme

33
Lihat W. M Hutagalung (1991:37).

60

Universitas Sumatera Utara


tidak mengetahui jalan untuk pulang kembali ke kampungnya. Namun ternyata

Siboru Pareme melakukan rencana yang telah diajarkan Saribu Raja kepadanya.

Yaitu menjatuhkan beberapa sekam (sobuon) sedikit demi sedikit dalam

perjalanannya menuju hutan belantara supaya Saribu Raja dapat menemukan

tempat pembuangan Siboru Pareme tersebut.

Setelah sampai di hutan belantara, saudara-saudaranya menempatkan

Siboru Pareme pada sebuah gubuk tempat peristirahatan Siboru Pareme nantinya.

Setelah itu saudara-saudaranya pun meninggalkan Siboru Pareme disitu. Dalam

perjalanan pulang, saudara-saudaranya bersumpah (marbulan) disitu. Bahwa

mereka tidak akan memberitahu kepada siapapun dimana tempat Siboru pareme

dibuang. Bulanlah yang menjadi saksi dalam sumpah mereka pada saat itu. Itulah

alasannya sehingga tempat itu disebut dengan Sabulan. 34 Dari kisah inilah lahir

pemeo: Dengke ni Sabulan, tu tonggi na, tu tabo na; si ose padan tu ripur na, tu

mago na. Artinya, orang yang mengingkari janji akan hancur-lebur.

Gambar-6: Desa Sabulan


Dokumentasi Blessta C. Hutagaol 2015.

Sebulan kemudian datanglah Saribu Raja ke hutan belantara tempat

pembuangan dengan mengikuti sekam yang dijatuhkan oleh Siboru Pareme dalam

34
Lihat W. M Hutagalung (1991:38).

61

Universitas Sumatera Utara


keadaan menangis tersedu-sedu karena persediaan makanan mereka telah habis.

Sehingga mereka memutuskan untuk pindah dari tempat tersebut dan mendirikan

sebuah gubuk di tempat mereka yang baru. Namun dalam perjalanan, mereka

bertemu dengan Harimau (babiat sitelpang) yang meminta bantuan kepada

mereka untuk mengeluarkan sebuah tulang yang tersangkut di kerongkongannya.

Sehingga membuat hubungan mereka dengan harimau tersebut menjadi akrab dan

sangat baik terhadap mereka. Bukti balas budi harimu tersebut adalah dengan

membawa daging hasil buruannya untuk menjadi persediaan makanan Saribu raja

dan Siboru Pareme selama di hutan itu. Diantara Saribu Raja dan harimau tersebut

disepakatilah sebuah janji. Mereka bersumpah (sabulan) untuk tidak saling

menyakiti antara keturunan Saribu Raja dengan harimau tersebut.35

2. 15. 2 Lahirnya Si Raja Lontung dengan Si Raja Borbor

Setelah sebulan kemudian lahirlah anak Siboru Pareme yang diberi nama

Si Raja Lontung di sebuah tempat yang bernama Banua Raja. 36

Gambar-7: Banuaraja
Dokumentasi Blessta Hutagaol 2015.
Keterangan: Banua Raja terdapat di balik gunung tersebut.

Harimau itu juga turut serta dalam membantu Siboru Pareme dalam

membesarkan anak tersebut. Di hutan belantara itulah, dari kecil hingga dewasa,

Si Raja Lontung dibesarkan alam, dilatih menaklukkan hutan oleh Ibundanya

Siboru Pareme dan Harimau itulah yang menjadi sahabatnya. Saribu Raja

35
Lihat W. M Hutagalung (1991:39).
36
Banuaraja adalah perkampunganawal Si Raja Lontung.

62

Universitas Sumatera Utara


memiliki sifat yang suka mengembara dan tak ingin hanya berdiam lama-lama

pada satu tempat. Melihat keadaan itu Saribu Raja yakin untuk meninggalkan

Siboru Pareme bersama harimau tersebut untuk membesarkan anaknya yaitu Si

Raja Lontung. Sebelum pergi, Saribu Raja juga sempat memberikan sebuah cincin

kepada Siboru Pareme agar diberikan kelak setelah Si Raja Lontung tumbuh

dewasa. 37

Saribu Raja pergi mengembara ke sebuah tempat yang dikelilingi oleh

hutan belantara. Disana dia bertemu dengan Nai Mangiring laut yang kemudian

dijadikannya sebagai isterinya. Saribu Raja dan Nai Mangiring Laut memiliki

keturunan yaitu seorang anak yang bernama Raja Borbor.

Menurut W.M Hutagalung (1991:44) anak Saribu Raja ada tiga orang.

Yang ketiga lahir dari Babiat (Harimau). Namun tidak dijelaskan ibunya dari

mana. Seperti yang terdapat dalam kutipan berikut ini:

Mangihuthon baritana adong do tolu anak ni Saribu Raja. Ia na patoluhon


digoari do tubu ni Babiat.
Artinya: Berdasarkan cerita ada tiga orang anak Saribu Raja. Yang ketiga
tersebut lahir dari Babiat (Harimau)

Bagan-4: Isteri dan Anak Saribu Raja

INA I (SIBORU PAREME) RAJA LONTUNG

SARIBU RAJA INA II (NAI MANGIRING LAUT) RAJA BORBOR

INA III (?) BABIAT

Sumber: W.M Hutagalung (1991:44)

37
Lihat W. M Hutagalung (1991:39)

63

Universitas Sumatera Utara


2. 15. 3 Pernikahan Si Raja Lontung dengan Siboru Pareme

Si Raja Lontung menjalani kehidupan yang bahagia bersama ibunya yaitu

Siboru Pareme. Setelah dewasa, Si Raja Lontung ingin mencari pasangan hidup.

Dia ingin mencari paribannya, putri dari Pamannya (putri dari Saudara laki-laki

ibunya), untuk dijadikan istri, atau parsinonduk bolon. Siboru Pareme takut

menunjukkan keberadaan dari keluarga yang sebenarnya yang pernah diusir oleh

Ibotonya (saudaranya). Akhirnya Siboru Pareme mencari akal, dia menyuruh

anaknya Si Raja Lottung ke sebuah permandian, yang sekarang dikenal dengan

Aek sipitu dai (tujuh rasa), (dulu tempat pemandian boru pareme).

Gambar -8: Aek Sipitu Dai


Dokumentasi Blessta C. Hutagaol 2015

Siboru Pareme memberi arahan pada anaknya: “Anakku, pergilah ke

pemandian yang ada di sana, tempat putri pamanmu mandi. Carilah yang mirip

64

Universitas Sumatera Utara


seperti ibumu ini, tegurlah dia, sampaikanlah pesanku ini lalu pasangkanlah cincin

ini ke jarinya (sambil memberikan cincinnya). Bila cincin ini cocok di jarinya,

itulah paribanmu atau anak dari pamanmu, lalu ajak dan bawa lah dia ke sini”.

Begitulah pesan dari Siboru Pareme. 38

Maka berangkatlah Si Raja Lontung menuju ke Aek Sipitudai tersebut.

Namun tanpa sepengetahuan Si Raja Lontung, ibunya pun langsung pergi

mendahului Si Raja Lotung ke Aek Sipitudai dengan melintasi jalan lain. Dengan

waktu yang sudah diatur, sampailah ibunya terlebih dahulu ke Aek Sipitudai

tersebut dan mandi sembil menunggu datangnya Si Raja Lontung yang kini sudah

menjadi pria dewasa. Sampai di pancuran Aek Sipitudai, Si Raja Lontung sontak

heran melihat gadis persis seperti ibunya. Si Raja Lontung mendekati perempuan

yang sedang mandi itu. Ditemuinyalah perempuan tersebut dan ditegurnya, seperti

pesan ibunya Siborupareme, Perempuan yang sedang mandi itu (tidak lain adalah

ibu kandung si Raja Lottung sendiri), Siboru Pareme memang terlihat cantik dan

tidak terlihat seperti ibu-ibu pada saat mereka berjumpa disitu. Dia melakukan

semua yang disampaikan oleh ibunya sebelumnya dan semuanya cocok dengan

yang diisyaratkan oleh ibunya sebelumnya. Lalu, dipasangkanlah cincin yang

dibawanya pada tangan perempuan itu. Perempuan itu lantas dibawa oleh Si Raja

Lontung dan dijadikannya menjadi istri. 39

Kalau pun akhirnya Siboru Pareme mengambil keputusan yang bertolak

belakang dengan adat-kebiasaan manusia dengan menikahi anaknya sendiri, hal

38
Berdasarkan tulisan dalam Muara Nauli blog
yaitu:https://jtonang.wordpress.com/tarombo-batak/sejarah-boru-pareme-lottung-si-sia-sada-ina/.
Diakses tanggal 29 April 2015.
39
Berdasarkan hasil Wawancara dengan Marsius Sitohang pada tanggal 19 Maret2015.

65

Universitas Sumatera Utara


itu merupakan pemikiran yang dilatarbelakangi oleh keadaan mereka pada saat itu

yang amat sulit yaitu diasingkan oleh saudara-saudaranya di sebuah hutan

belantara karena melakukan tindak sumbang hingga mengandung Si Raja

Lontung. Pertimbangannya ialah karena anak tunggalnya tersebut telah dipelihara

dengan taruhan nyawa. Siboru Pareme tak ingin anaknya itu dibiarkan dalam

kesendirian hingga mate punu (mati tanpa keturunan) Siboru Pareme mengadu

kepada Mulajadi Nabolon. Dia bertekad bahwa dirinya tidak akan membiarkan

anaknya hidup sebatang kara dan mati tanpa meninggalkan keturunan, sekalipun

untuk itu harus dia bayar dengan harga yang sangat mahal. Jalan pemikiran inilah

yang mendorong Siboru Pareme untuk memperdaya anaknya dengan

menyuruhnya pergi untuk menemui pariban-nya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Sekretaris Desa yaitu Bapak Rajo

Sinaga 40, setelah berumahtangga dengan Si Raja Lontung, akhirnya Siboru

Pareme pun mengungkapkan rahasia yang selama ini disimpannya. Bahwa yang

dinikahi oleh Si Raja Lontung adalah ibu kandungnya sendiri yaitu Siboru

Pareme. Sehingga merekapun bersumpah (marsabulan) untuk tidak mengungkit

lagi rahasia tentang Si Raja Lontung yang mendapat pesan ibunya untuk menikahi

paribannya namun ternyata jadi menikahi ibu kandungnya sendiri yaitu Si Boru

Pareme. Tempat mereka ketika melakukan sumpah itu adalah tepatnya dihadapan

sebuah batu di Desa Sabulan Kecamatan Sititotio Kabupaten Samosir yang kini

disebut sebagai Batu Parpadanan (Perjanjian) Siboru Pareme dengan Si Raja

Lontung.

40
Salah satu aparat desa di Desa Sabulan.

66

Universitas Sumatera Utara


Gambar-9: Batu Parpadanan Siboru Pareme dengan Si Raja Lontung.
Dokumentasi Blessta C. Hutagaol 2015.

Begitulah silsilah Siboru Pareme yang telah menikah dengan saudaranya

sendiri (ibotonya) dan selanjutnya dengan terpaksa harus dinikahi oleh anaknya

sendiri Si Raja Lottung.

2. 15.4 Keturunan Si Raja Lontung

Hasil dari perkawinan mereka lahirlah anak-anak dari Si Raja Lottung

yang dikenal dengan “Lontung Si Sia Sada Ina”. Lontung Si Sia Sada Ina,

memiliki pengertian yang sangat mendalam, yaitu sembilan (sia) orang bersaudara

yang memiliki satu ibu (marinahon) bernama Si Boru Pareme. Kesembilan orang

yang dimaksud adalah: terdiri dari delapan orang (7 putra dan 1 putri = 8 orang)

anak dari Siboru Pareme dari suaminya Si Raja Lontung, ditambah Si Raja

Lontung itu sendiri yang juga anaknya dari suaminya Saribu Raja (ibotonya),

semuanya menjadi sembilan orang dari seorang ibu yang bernama Siboru pareme.

67

Universitas Sumatera Utara


Ketujuh putra dari Si Raja Lottung tersebut adalah: Sinaga, Situmorang,

Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang dan Siregar.

Putri dari Si Raja Lottung, pernah kawin 2 (dua) kali, yang pertama

dengan marga Sihombing dan disebut dengan Si Boru Anak Pandan, dan

kemudian kawin lagi dengan marga Simamora karena suami pertamanya

meninggal dunia, dan disebutlah dia dengan nama atau gelar baru yaitu Si Boru

Panggabean (dia gabe atau terberkati setelah menikah lagi). 41

Demikian juga tertulis dalam buku Peraturan Kepala Desa Sabulan Nomor

01 Tahun 2012 tentang Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP-Desa) Desa

Sabulan 2012 pada bab II bagian sejarah desa. Putri Si Raja Lontung dijelaskan

seperti berikut ini:

Desa Sabulan adalah desa yang sangat bersejarah bagi seluruh orang Batak
secara khusus bagi keturunan (pomparan) Op. Siboru Pareme dan Op.
Siraja Lontung yaitu: 7 orang putera dan 1 putri. Keturunannya terdiri
dari:
1. Sinaga
2. Situmorang
3. Pandiangan
4. Nainggolan
5. Simatupang
6. Aritonang
7. Siregar
8. Siboru Anak Pandan

Jadi keturunan dari Si Raja Lontung dapat dijelaskan menurut tabel

dibawah ini.

41
Berdasarkan hasil wawancara dengan Berlian Limbong pada tanggal 16 Februari 2015.

68

Universitas Sumatera Utara


Bagan-5: Keturunan Si Raja Lontung

TUAN SITUMORANG

TOGA SINAGA

TOGA PANDIANGAN

TOGA NAINGGOLAN

LONTUNG SIMATUPANG

ARITONANG

SIREGAR

SI BORU ANAK PANDAN/


SIBORU PANGGABEAN

Sumber: W. M. Hutagalung (1991:63)

2. 15. 5 Sekilas tentang marga keturunan Lontung

Ketujuh putra dari Si Raja Lottung tersebut adalah: Sinaga, Situmorang,

Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang dan Siregar dan seorang

Puterinya yang bernama Siboru Anak Pandan dan setelah menikah kedua kalinya

namanya menjadi Siboru Panggabean.

1. Toga Sinaga.Sampai sekarang masih ada perbedaan pendapat tentang

anak tertua Si Raja Lontung, apakah Toga Sinaga atau Tuan Situmorang.

Sebagian orang mengatakan bahwa Toga Sinagalah yang tertua, tetapi

Tuan Situmorang lebih dahulu menikah, sedangkan Toga Sinaga belum

juga. Karena belum mendapat wanita untuk isterinya, Sinaga berkata

kepada Situmorang supaya dijodohkan (dipadomu-domu) dengan adik

69

Universitas Sumatera Utara


isterinya. Situmorang menyetujui permintaan Sinaga namun dengan syarat

Sinaga harus memanggil abang kepada Situmorang. Jadilah Sinaga kawin

dengan adik isteri (adik ipar) Situmorang, dan oleh karena itulah antara

Sinaga dan Situmorang saling memanggil abang pada acara-acara

tertentu.42

Sinaga memiliki tiga orang anak yaitu Ompu (sapaan untuk

leluhur) Raja Bonar, Ompu Ratus dan Sagiulubalang. Ompu Raja Bonar

mempunyai tiga orang anak, salh satunya bernama Raja Pande,

Selanjutnya, Raja Pande mempunyai anak yang bernama Palti Raja. Kerap

kali Toga Sinaga disebut juga dengan Ompu Palti Raja. Dari Sinaga lahir

marga-marga cabang yaitu Simanjorang, Simandalahi dan Barutu.

2. Tuan Situmorang.Tuan Situmorang keturunannya bermarga Situmorang.

Tuan Situmorang adalah anak yang pintar, cerdas, pemberani, disayangi

ayahandanya Si Raja Lontung karena kelahiran Situmorang memberi

pencerahan bagi kehidupan di keluarga Si Raja Lontung pada saat itu. Atas

dasar itulah maka Si Raja Lontung memberi nama anaknya Tumorang

artinya terang (Ompu Tuan Situmorang). Ia memiliki dua orang anak yang

bernama Panopa Raja dan Ompu Pangaribuan. Dari keturunan Situmorang

lahir marga-marga cabang Lumbanpande, Lumban Nahor, Suhutnihuta,

Siringoringo, Sitohang, Rumapea, Padang, dan Solin.

3. Toga Pandiangan.Toga Pandiangan merupakan anak ketiga dari Si Raja

Lontung. Sesuai dengan tulisan W.M Hutagalung (1991:86) Pandiangan

42
Dikutip dari pomparanrajanaiambaton.blogspot.com/2011/07/sejarah-dan-legenda-
pomparan-si-raja.html?m=1. Diakses tanggal 6 Juni 2015.

70

Universitas Sumatera Utara


bermukim di kampung Pandiangan, Palipi, Pulau Samosir. Anaknya hanya

satu yaitu bernama Guru Mombangpilian atau disebut juga Datu Ronggur.

Dari keturunan Pandiangan lahir marga-marga cabang yaitu Samosir,

Gultom, Pakpahan, Sidari, Sitinjak dan Harianja.

4. Toga Nainggolan.Anak dari Toga Nainggolan ada dua yaitu Rumahombar

dan Si Batu. Tempat pemukimannya di Nainggolan Pulau samosir. 43

5. Simatupang.Simatupang memiliki tiga orang anak yaitu bernama

Togatorop, Sianturi dan Siburian. Mereka bermukim di Pulau Sibandang.

6. Aritonang.Aritonang memiliki tiga orang anak yang bernama Ompu

Sunggu, Raja Gukguk dan Simaremare.

7. Siregar. Mulanya Siregar bertempat tinggal di Aeknalas, Sigaol.

Kemudian berpencar dan bermukim di Muara. Ditempat ini dia memiliki

keturnan yaitu empat orang anak yang bernama Silo, Dongoran, Silali, dan

Siagian.

8. Siboru Anak Pandan. Putri satu-satunya Si Raja Lontung ini pertama kali

menikah dengan marga Sihombing. Namun Sihombing meninggal dunia.

Sehingga Siboru Anak Pandan melakukan pernikahan kedua kalinya

dengan marga Simamora. Sehingga mulai sejak itu namanya pun berubah

menjadi Siboru Panggabean. Artinya dia gabe (mendapat berkat) setelah

menikah lagi. Sihombing dan Simamora dilahirkan dari Toga Sumba atau

dari keturunan Raja Isumbaon. 44

43
Lihat W.M hutagalung (1991:99).
44
Lihat Vergouwen (1986:17).

71

Universitas Sumatera Utara


2.15.6 Tempat pemukiman marga keturunan Lontung:

Setiap kelompok suku memiliki wilayahnya sendiri. Mereka memandang

kelompok suku yang mendiami wilayah yang ada di sekitarnya, dalam batas

tertentu, sebagai kelompok suku asing (Vergouwen 1991:XXIV)

Hal ini sependapat dengan Nainggolan (2012:61) orang Batak memiliki

kelompok-kelompok marga yang semuanya itu berasal dari Si Raja Batak. Setiap

marga mempunyai daerah sendiri sebagai tanah asal mereka masing-masing.

Semua itu dapat dimengerti sebab masyarakat Batak Toba adalah masyarakat

agraris. Mereka membutuhkan tanah untuk menjamin kelangsungan hidupnya.

Keterbatasan tanah yang diolah untuk lahan pertanian memaksa mereka

bermigrasi karena ketidakpuasan terhadap marga atau karena ambisi dari anggota

marga untuk mendirikan marga baru dan mencari tanah.

Sehubungan dengan judul penelitian yaitu tentang Si Raja Lontung, maka

Menurut W. M Hutagalung (1991: 64) kampung yang dibuka oleh Si Raja

Lontung bernama Banua Raja dekat bukit Sabulan. Kemudian keturunannya

menyebar dan bertempat tinggal diluar Sabulan. Vergouwen (1986:9)

menjelaskan bahwa suatu ketika terjadilah Air Bah yang dahsyat sehingga

menyebabkan keturunan Si Raja Lontung terlempar dari Sabulan dan hampir

memusnahkan seluruh daerah, dan mereka pindah lalu bermukim di Urat (di

Samosir), di seberang Sabulan. Dari Urat, yang kemudian dianggap menjadi

tempat penyebaran (parserahan), sebagian dari keturunannya menyebar

(marserak) ke Samosir Selatan dan ke bagian-bagian lain daerah pantai bagian

Selatan dan barat Danau Toba.

72

Universitas Sumatera Utara


Kelompok pertama, yang pergi ke selatan Samosir, terdiri dari keturunan

keempat anak tertua, Situmorang, Toga Sinaga, Toga Pandiangan, dan Toga

Nainggolan. Pada tahap pertama mereka pergi ke Samosir Utara, namun mereka

diusir dari sana oleh marga Simbolon dan Sitanggang ke suatu garis khayali yang

ditarik dari sebuah anak sungai di sebelah barat pantai, sampai ke suatu batu

bundar besar di suatu tanjung di pantai timur ke arah selatan daerah Tomok.

Perbatasan ini ditetapkan ketika diadakan perdamaian antara yang mengusir dan

yang diusir. Sampai sekarang, garis ini masih disetujui sebagai perbatasan antara

daerah-daerah Lontung dan Sumba di pulau itu.

Dengan berjalannya waktu, keempat marga induk Situmorang, Sinaga,

Pandiangan, dan Nainggolan, berkembang menjadi 30 marga yang kesemuanya

berada di Samosir Selatan. Penyebaran mereka di bagian pulau ini, termasuk di

daerah-daerah daratan pulau Sumatra, Sabulan dan daerah Janji Raja, yang

berbatasan dengannya, pada mulanya dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil

dari beberapa marga yang menjadi ranting dari keempat marga induk, dan

sambung-menyambung di suatu wilayah, dimana masing-masing kelompok

biasanya membentuk wilayah-wilayah (desa) kecil. Beberapa wilayah kecil

lainnya, Nainggolan, Samosir dan Gultom boleh dikatakan hanya didiami oleh

marga-marga dengan nama yang sama, bersama marga yang menumpang dari

kelompok suku lainnya.

Diluar pulau, penyebaran Situmorang bisa ditemukan di daerah kecil yang

bernama Lintong, yang terletak di dataran tinggi Humbang, di sekeliling

Parbuluan dan Barus Hulu. Marga yang berasal dari Pandiangan, yakni mereka

73

Universitas Sumatera Utara


yang diturunkan oleh Toga Samosir, sebagian pergi ke Habinsaran Selatan,

kemudian ke Pahae Timur, tempat di mana bisa ditemukan daerah kecil

Nainggolan yang didiami oleh satu marga dengan nama yang sama. Ketiga cabang

Sinaga berkuasa di daerah Swapraja Tanah Jawa (Pantai Timur Sumatra) tempat

marga itu terpecah-pecah dan memisah ke daerah-daerah kecil.

Ketiga anak Si Raja Lontung yang lebih muda tidak ada yang menetap di

Samosir, mereka juga tidak meninggalkan keturunan. Simatupang dan Aritonang

menyeberang lewat pulau kecil yang yang bernama Pulo, dan menguasai daerah-

daerah dengan nama yang sama ke arah timur Muara. Siregar pergi dari Urat,

mula-mula ke Sigaol, tempat menetap sebuah sempalan kecil dan menduduki

daerah yang bernama Siregar, dan kemudian ke Muara. Beberapa bagian dari

Simatupang dan Aritonang naik ke dataran tinggi Humbang dan mendiami Huta

Ginjang dan Paranginan yang terletak di pinggirannya. Mereka tidak menyebar

lebih jauh kecuali sebagai marga penumpang yang diterima oleh kelompok-

kelompok kecil suku lainnya.

Namun sebagian dari keturunan Siregar mula-mula pergi ke Humbang,

disini masih terdapat Lobu (tempat pemukiman marga sebelumnya) Siregar yang

sudah ditinggalkan (di daerah Pohan), yang mengingatkan orang bahwa mereka

itu pernah melewatinya. Perjalanan kemudian dilanjutkan ke kampung

Sibatangkayu yang kini sudah lenyap (di Habinsaran Selatan, atau arah Selatan

Sipahutar), dan dari sana ke Sipirok. Disana mereka menduduki daerah luas dari

kuria Sipirok, kuria Parau Sorat, dan kuria Baringin yang didirikan oleh tiga

bersaudara.

74

Universitas Sumatera Utara


Dari Sipirok, satu bagian memisahkan diri dan pergi ke Padang Bolak,

tempat mereka mendirikan luat Hajoran. Ranting-ranting lainnya menduduki

kuria Marancar di Angkola Utara, dan kuria Lumut di Sibolga Selatan. Kelompok

yang bernama marga Dongoran dan Ritonga pergi dari Habinsaran Selatan

menuju Dolok, tempat masing-masing menduduki daerah yang terpisah. Sebagai

akibat dari penyebaran ini, Siregar boleh dikatakan merupakan satu mata rantai

yang tidak putus-putus di Tapanuli Tengah, yang memisahkan daerah Sumba di

Tanah Batak tengah dari Tapanuli Selatan.

W. M Hutagalung (1991:64) menjelaskan seperti berikut ini:

Toga Sinaga dohot Pandiangan ma tinggal di Urat, Toga Nainggolan tu

luat Nainggolan. Ia Simatupang dohot Aritonang, maringanan ma tu Pulo

Sibandang (Pardopur) jala Siregar tu Aeknalas Sigaol. Ianggo Situmorang, mulak

do jolo tu Sabulan jala marpinompari disi. Berikut adalah analisis tempat tinggal

keturunan Si Raja Lontung.

Tabel-11 Tempat tinggal keturunan Si Raja Lontung menurut W.M Hutagalung:

NO. MARGA TEMPAT TINGGAL


1 SINAGA URAT
2 PANDIANGAN URAT
3 NAINGGOLAN NAINGGOLAN
4 SIMATUPANG PULAU SIBANDANG (PARDOPUR)
5 ARITONANG PULAU SIBANDANG (PARDOPUR)
6 SIREGAR AEKNALAS SIGAOL
7 SITUMORANG SABULAN

75

Universitas Sumatera Utara


2.2 Model diakronis

Dengan model diakronis akan dianalisis generasi yang dimulai dari Si Raja

Batak sampai turunan Lontung. Menurut Kuntowijoyo model diakronis dalam

penulisan sejarah digunakan untuk menggambarkan bagaimana pertumbuhan

tersebut dari waktu-kewaktu, bagaimana ia tumbuh dari awal sebagai suatu gejala

(1994:38).

Berdasarkan silsilah yang sudah baku di kalangan orang Batak Toba, Raja

Manghuntal (Sisingamangaraja I) 45 adalah generasi yang kedelapan dari Si Raja

Batak. Menurut sejarah Batak sebagai titik tolak diperkirakan angka tahun

kelahiran Raja Sisingamangaraja XII diyakini lahir pada tahun 1845. Jika

dihitung-hitung satu generasi adalah 30 tahun dalam arti sudah pantas punya anak,

maka Si Raja Batak lahir sekitar tahun 1305 (abad XIV).

Berdasarkan hal tersebut, penulis melakukan analisa tahun pertumbuhan

setiap generasi Keturunan Lontung yang dimulai dari generasi pertama yaitu Si

Raja Batak. Perkiraan tahun keturunan Guru Tatea Bulan mulai dari Si Raja Batak

sampai sundut (generasi) yang keempat adalah seperti pada tabel berikut:

45
Merupakan cucu dari Sinambela, anak dari Ompu Raja Bonanionan dengan Istrinya
yang kedua. Lihat Buku W.M Hutagalung (1991:288).

76

Universitas Sumatera Utara


Tabel-12 Perkiraan tahun lahirnya turunan Si Raja Lontung

NO. NAMA GENERASI LAHIR ABAD


1. Siraja Batak I 1305 XIV
2. Raja Tatea Bulan II 1335 ”
3. Saribu Raja III 1365 ”
4. Sinaga IV 1395 ”
5. Situmorang IV 1395 ”
6. Pandiangan IV 1395 ”
7. Nainggolan IV 1395 ”
8. Simatupang IV 1395 ”
9. Siregar IV 1395 ”
10. Aritonang IV 1395 ”
11. Siboru Anak Pandan IV 1395 ”

77

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai