Anda di halaman 1dari 11

Pengaruh Islam Dalam Kehidupan Masyarakat Rambung Merah

Kec.Pematangsiantar Kab.Simalungun

Oleh :
Cindy Dwi Yanti (18070002)

Dosen Pengampu:
Drs. Nilda Elfemi, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
2020
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Deskripsi lokasi penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang daerah
dimana penelitian dilakukan. Gambaran daerah penelitian sebagai penunjang bagi pembahasan
hasil penelitian, oleh karena itu deskripsi lokasi penelitian merupakan gambaran awal dari hasil
penelitian secara keseluruhan.
A. Sejarah Simalungun
Simalungun dalam bahasa asli Simalungun memiliki arti kata “Lungun” yang berarti
sunyi, sepi. Nama itu diberikan oleh orang luar karena penduduknya sangat jarang dan letaknya
yang berjauhan antara yang satu dengan yang lainnya. Orang Batak Toba menyebutnya dengan
istilah “Sibalungu” yang berasal dari legenda hantu yang menyebarkan wabah penyakit didaerah
itu. Sedangkan orang Batak Karo menyebutnya dengan panggilan “ Batak Timur” karena terletak
disebelah Timur daerah mereka. Simalungun adalah salah satu suku asli yang terdapat di Provinsi
Sumatera Utara. Terdapat beberapa asal-usul mengenai nenek moyang suku simalungun, tetapi
sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari luar Indonesia.
Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang, yakni: (1) Gelombang Pertama (Proto Simalungun),
diperkirakan berasal dari Nagore (India) dan pegunungan Assam (India) menyusuri daerah
Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan; (2)
Gelombang kedua (Deutero Simalungun) dating dari suku-suku sekitar simalungun yang
bertetangga dengan suku asli simalungun. Pada Kerajaan Nagur diatas terdapat beberapa
panglima (Raja Goraha) yang masing-masing bermarga Saragih, Purba, dan Sinaga. Kemudian
mereka dijadikan menantu Raja Nagur yang kemudian mendirikan kerajan-kerajaan, yakni: (1)
Silou (Purba Tambak); (2) Tanaoh Djawa (Sinaga); (3) Raya (Saragih). Selama abad ke 13
sampai abad ke 15, kerajaan-kerajaan kecil ini diserang oleh kerajaan-kerajaan mulai dari
kerajaan singosari, majapahit, kerajaan india dan aceh, kerajaan melayu hingga Belanda. Selama
periode ini, tersebutlah cerita “Hattu ni sapar” yang menceritakan tentang kengerian pada saat ini,
tentang kekacauan, dan mewabahnya penyakit Kolera hingga kemudian mereka menyeberangi “
Laut Tawar” (sebutan untuk Danau Toba) untuk mengungsi kepulau yang dinamakan samosir
yang merupakan kependekan dari Sahali Misir (sekali pergi). Saat pengungsi ini kembali ke
kampong asalnya (Huta Hasusuran) mereka menemukan sebuah daerah/Nagur yang sepi.
Sehingga disebutlah daerah Kerajaan Nagur ini dengan nama Sima-Sima ni Lungun (daerah yang
sepi) yang kemudian menjadi Simalungun. Kemudian ada sebuah pohon-pohon rambung yang
besar berwarna merah di daerah kab.simalungun, penduduk setempat pun mengatakan daerah
tersebut menjadi Rambung Merah.
B. Letak Geografis
Letak geografis Rambung Merah Kab.Simalungun 2° 36` -  3° 18` Lintang Utara, 98° 32`
- 99° 35` Bujur Timur. Nagori rambung merah merupakan salah satu nagori yang terdapat di
kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah
107Ha. Secara administratif nagori Rambung Merah Kab.Simalungun terdiri atas 7 Huta
(lingkungan).
Adapun batas-batas nagori Rambung Merah Kab.Simalungun adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kelurahan Sumber Jaya (Pematang Siantar)
Sebelah Selatan: Nagori Pematang Simalungun
Sebelah Barat : Nagori Karang Bangun
Sebelah Timur : Kelurahan Siopat suhu (Pematang Siantar)

Topografi
Berdasarkan analisa peta Topografi sekala 1:50.000 yang dikeluarkan oleh Bakosutanal,
Tahun 1982, bahwa kondisi tofografi Kabupaten Simalungun dominan bergerombang, dan
sebagian kecil lahan yang bergunung yang letaknya pada daerah pinggiran Danau Toba ini
dominan pegunungan terjal, kalaupun beberapa daerah permukiman yang relatif datar hingga
bergelombang. Daerah yang terjal (kemiringan lereng > 45 %) yaitu disepanjang pinggiran Danau
Toba di mulai dari Prapat hingga ke Haranggaol. Sedangkan yang datar hingga bergelombang
(yang kemiringan lerengnya < 15%) yaitu Danau Toba yang berbatasan dengan pinggiran Kota
Parapat.

Untuk iklimnya sendiri yaitu:


1. Suhu di Kabupaten Simalungun bertemperatur sedang. Dan suhu tertinggi terjadi dibulan
Maret-Mei dengan suhu 28 C.
2. Kelembapan udara rata-rata 84%, dengan kelembapan udara tertinggi terjadi di bulan
Oktober dengan tingkat kelembapan udara 87% dengan penguapan rata-rata 0,05MM/ hari.
Keistimewaan Rambung Merah :
1. Memiliki Potensi Ekonomi Tanaman Pangan
a. Padi, Luas Panen : 93.343 Ha, Produksi : 461.293 Ton/Tahun.
b. Jagung, Luas Panen : 63.712 Ha. Produksi : 322.280 Ton/Tahun.
c. Ubi Kayu dan Ubi Jalar, Luas Panen :16.758 Ha, Produksi : 404.67 Ton/Tahun.
d. Kacang Tanah, Hijau, dan Keledai, Luas Panen dan Hasil Produksi : Kacang Tanah :
4.358 Ha dan hasil produksi 5.044 Ton/Tahun, Kacang Hijau : 367 Ha dan hasil
produksi : 398 Ton/Tahun. Keledai : 401 Ha dan hasil produksi 494 Ton/Tahun
2. Tanaman Hortikultura
a. Kentang, Luas Panen :5.470 Ha, hasil produksi : 13.293 Ton/Tahun.
b. Kubis, Luas Panen : 2.112 Ha, hasil produksi : 142.541 Ton/Tahun.
c. Cabai, Luas Panen : 4.167 Ha, hasil produksi : 27.186 Ton/Tahun.
d. Tomat, Luas Panen : 924 Ha, hasil produksi : 18.811 Ton/Tahun.
e. Pisang, Luas Panen : 1.658 Ha, hasil produksi :1.451 Ton/Tahun.
f. Nenas, Luas Panen : 680 Ha, hasil produksi :7.261 Ton/Tahun.
C. Suku
Suku Bangsa di Simalungun masih didominasi oleh Suku Batak Simalungun, Batak
Toba, Batak Karo dan suku pendatang Suku Melayu. Sedangkan agama yang dianut oleh
masyarakat Simalungun adalah Kristen Protestan/Katolik (47%), Islam (46,6 %) , Buddha (2,06
%), Hindu (0,05 %), dan lain seperti Parmalim.

D. Demografi
Penduduk yang bermukim di kabupaten simalungun ini secara administratif termasuk bagian
penduduk yang menyebar di 345 desa dan kelurahan dari 22 wilayah kecamatan. Menurut
statistik tahun 2011, jumlah penduduk sebanyak 817.720 jiwa yang menempati areal seluas
4.386,60 Km² dengan angka kepadatan penduduk sebesar 186 jiwa/km2 .Jika melihat persebaran
dan kepadatan penduduk tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Simalungun ini pada tahun 2011,
maka Kecamatan Bandar menempati peringkat pertama dalam hal jumlah penduduk, yaitu
sebesar 63.584 jiwa (7,78% dari total penduduk kabupaten), dan dengan kepadatan penduduk
masing-masing 582 jiwa/km2 , sedangkan untuk persebaran jumlah penduduk terendah yakni
terdapat pada Kecamatan Haranggaol Horison sebesar 4.994 jiwa (0,61% dari total jumlah
penduduk kabupaten), dengan kepadatan 145 jiwa/km2
Penduduk Dalam Lingkup Kelurahan Rambung Merah Kab.Simalungun
Jumlah Penduduk :6 .909 Jiwa
Jumlah Penduduk Dewasa :4,323 jiwa
Jumlah Laki-Laki :3.393Jiwa
Jumlah Perempuan : 3.516 Jiwa
Jumlah KK : 1,379 KK
Jumlah KK Miskin : 241 KK
Jumlah Penduduk Miskin : 763 Jiwa
D. Struktur Pemerintahan
1. Sistem Pemerintahan
Dasar hukum pembentukan Kabupaten Simalungun ialah UU Drt. No. 7 Tahun 1956
yang pada awalnya beribukota di Pematang Siantar. Kemudian ibukota Kabupaten ini resmi
berpindah ke Pematang Raya pada tanggal 28 Juni 2008 setelah tertunda beberapa saat. Saat ini
Kabupaten Simalungun dipimpin oleh Jopinus Ramli Saragih (J.R Saragih) sebagai Bupati
Simalungun untuk periode 2016-2021.
Tabel bupati yang menjabat di kab.simalungun

2. Struktur RW Rambung Merah Kab.Simalungun


Pengaruh Islam Dalam Kehidupan Masyarakat Rambung Merah
Kec.Pematangsiantar Kab.Simalungun
Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping menjadi salah
satu faktor pemersatu bangsa juga memberikan nuansa baru dalam keberislamannya di negara-
negara Islam lain. Islam di Indonesia ternyata mampu berinteraksi dengan budaya lokal, seperti
bentuk masjid dan tata cara yang mengiringi ritual keagamaan. Ketika Islam datang, sebenarnya
kepulauan Nusantara sudah mempunyai peradaban yang bersumber kebudayaan asli pengaruh
dari peradaban Hindu-Budha dari India, yang penyebaran pengaruhnya tidak merata. Di Jawa
telah mendalam, di Sumatera merupakan lapisan tipis, sedang dipulau-pulau lain belum terjadi.
Walaupun demikikan, Islam dapat cepat menyebar. Hal itu disebabkan Islam yang dibawa oleh
kaum pedagang maupun para da’i dan ulama’, mereka semua menyiarkan suatu rangkaian ajaran
dan cara serta gaya hidup yang lebih maju dari pada peradaban yang ada. Dalam bidang
kehidupan masyarakat tanpa kasta, juga dalam dalam sufisme Islam lebih maju dan lebih
mendasar dari pada mistik pribumi yang dipengaruhi mistik Hindu Budha.
Ketika agama Islam mulai disebarkan, masyarakat Indonesia telah menganut agama
Hindu-Buddha yang hidup saling berdampingan. Para pendatang yang tiba di wilayah Nusantara
umumnya telah menganut agama Islam, selain berdagang mereka juga menyebarkan agama
Islam. Dalam menyampaikan ajaran agama Islam mereka relatif damai sehingga dapat diterima
oleh sebagian masyarakat Indonesia, terutama kalangan bangsawan dan pedagang. Melalui
pendekatan budaya, pengenalan Islam sebagai agama baru diterima oleh masyarakat. Dengan
masuknya agama Islam ke Indonesia, otomatis membawa kebudayaan Islam itu sendiri yang
berpengaruh pula terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Islam ikut mewarnai kehidupan
budaya dan tradisi-tradisi masyarakat Indonesia, segala aktivitas kehidupan masyarakat yang
ber-agama Islam, bersumber pada ajaran agama Islam.
Islam telah mewarnai seluruh aspek kehidupan masyarakat baik secara ideologi, politik,
sosial, budaya dan ekonomi. Pengaruh Islam secara sosial budaya yang begitu kuat membawa
perubahan yang sangat signifikan pada kebudayaan dan penghidupan masyarakat. Adapun
contohnya adalah masyarakat sudah mulai meninggalkan tradisi anisme dan dinamisme sehingga
lebih mempercayai kepada Tuhan Yang Maha Esa. Penyebaran agama Islam merupakan salah
satu proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Secara umum ada dua proses yang
terjadi dalam penyebaran agama islam di Indonesia, yakni: (1) masyarakat Indonesia melakukan
hubungan dengan orang-orang yang telah mengenut agama Islam. (2) Orangorang Timur Asing
(Arab, India, Cina, dll) yang telah memeluk agama Islam tinggal menetap di wilayah Indonesia,
kemudian menikah dengan penduduk lokal, serta mengikuti gaya hidup lokal sedemikian rupa
sehingga mereka berbaur dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Agama Islam pertama kali
diperkenalkan oleh para pedagang di wilayah pesisir Sumatera sekitar abad ke-13. Hal ini
dipertegas oleh Ricklefs(2008:4) yang menyatakan bahwa “ Di pemakaman Lamreh di temukan
nisan Sultan Sulaiman bin Abdullah bin Al-Basir, yang wafat pada tahun 608H/1211 M, ini
merupakan petunjuk pertama tentang keberadaan kerajaan Islam di Indonesia. “.
Sumatera Utara memiiki letak geografis yang sangat strategis. Hal ini membuat Sumatera
Utara menjadi destinasi para pedagang, serta menjadi tempat persinggahan saudagar-saudagar
muslim Arab dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu. Sebelum masuk agama
Islam ke Sumatera Utara, masyarakat setempat telah menganut agama Hindu Ricklefs(2008:4).
Keheterogenan yang terdapat di wilayah Sumatera Utara menjadi hal yang menarik, dimana
dakwah Islamiyah berpeluang untuk bergerak dan berkembang dengan cepat di kawasan ini.
Islam semakin berkembang di Sumatera Utara setelah dikunjungi oleh pedagang-
pedagang muslim yang datang ke Nusantara. Disamping itu, adapun alasan mereka untuk
memilih Sumatera Utara karena terhalangnya pelayaran mereka melalui Selat Malaka karena
dihalangi oleh tentara laut dari kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha. Hal ini dilakukan
sebagai pembalasan atas serangan tentara Islam pada kerajaan Hindu di Sind. Oleh karena itu,
mereka melalui Sumatera utara dengan pesisir barat Sumatera kemudian masuk selat Sunda
melalui Singapura menuju Kantun, Cina. Bukan sesuatu yang baru ketika peninggalan-
peninggalan Islam berada di setiap daerah yang pernah disinggahi oleh para pedagang Muslim.
Di Indonesia saja jejak Islam sudah ditemukan sejak abad pertama Islam dianut masyarakat. Hal
ini terbukti dengan ditemukan beberapa peninggalan Islam di kota Barus. Barus merupakan
tempat awal dimana jejak Islam sudah dapat disaksikan berupa makam Papan Tinggi dan makam
Mahligai.
Selain itu, salah satu tempat yang mendapat pengaruh Islam adalah Pematangsiantar
Kab.Simalungun. Pematang Siantar Kab.Simalungun dahulunya merupakan pusat dari Kerajaan
Siantar, Kerajaan tersebut merupakan salah satu kerajaan tertua di daerah Simalungun, ibu
kotanya Pematang siantar (Marihandono, 2012:30). Islam diperkirakan masuk ke Siantar dibawa
oleh pedagang yang berasal dari kerajaan Adapun peninggalan Islam yang ada di pematang
Siantar, yaitu bangunan mesjid Raya Pematang Siantar yang terletak di daerah Timbang Galung.
Kemudian peninggalan lainnya adalah makam kiai yang berpengaruh dalam pengembangan
Islam di Pematang Siantar. Selain itu, adapula peninggalan salah satu kiai terkenal di Pematang
Siantar berupa sebidang tanah yang di wakafkan untuk pembangunan sekolah MAN Pematang
Siantar. Dan juga terdapat makam kiai/syekh yang menyebarkan Islam diRambung Merah
Kab.Simalungun. Islam memberikan dampak yang luarbiasa terhadap kehidupan masyarakat
Rambung merah seperti banyaknya perlombaan dibidng keagamaan islam ( MTQ, MSQ ) yang
membuat anak-anak mencari para pecinta Qur’ani.
Hasil dari riset Setara Institute di 94 kota di Indonesia menyimpulkan 10 kota layak dianggap
paling toleran, berikut daftar dan peringkat skornya:
1. Singkawang (6.513)
2. Salatiga (6.477)
3. Pematang Siantar (6.477)
4. Manado (6.030)
5. Ambon (5.960)
6. Bekasi (5.890)
7. Kupang (5.857)
8. Tomohon (5.833)
9. Binjai (5.830
10. Surabaya (5.823)

Terlihat bahwa Pematang Siantar Rambung Merah Kab.Simalungun memasuki kota yang
pali toleran dalam beragama, islam mengajarkan masyarakat setempat agar saling bersaudara
walau pun berbeda suku, dan keyakinan. Nilai-nilai budaya yang tertanam seperti saling
membantu ketika agama lain sedang memiliki acara besar sangat dijalankan dengan baik oleh
masyarakat sekitar, karenanya kota ini menjadi salah ssatu kota paling toleran dalam beragama.
Aturan-aturan islam digunakan didaerah setempat saat umat muslim memiliki hari-hari
besar saja dan dalam pembagian warisan, pembagian zakat dll, selebihnya aturan islam hanya
digunakan oleh orang islam itu sendiri atau lingkup komunitas masjid yang sering iya kunjungi.
Kemudian, dapat dilihat banyaknya pesantren dan terekat-tarekat yang ada di rambung
merah “H. Ahmad Sabban Rajagukgung mengemukakan: Bahwa mulai dari sekarang kita lihat
perkembangannya sangat pesat, ini juga menjadi bukti bahwa masyarakat sangat meminati
pendidikan keagamaan berbasis sufistik sehingga dengan demikian diharapkan masyarakat akan
banyak berbondong-bondong untuk ikut bergabung dalam dunia spritual. Perkembangan
sekarang ini kita rasakan sangat luar biasa karena di beberapa daerah meskipun sifatnya masih
dalam konteks sedang memulai dan berbenah untuk kemudian mengembangkan islam secara
lebih luas, tetapi di berbagai daerah semangat orang dan minat orang untuk menggeluti dunia
spritual sangat tinggi. Sehingga dengan harapannya ke depan, ini semua menjadi jaringan yang
kuat untuk membangun kakuatan umat, kekuatan spritual dan menjadi aset besar bangsa dalam
rangka mensterilisasi setiap kebijakan yang itu memberikan dimensi spritual sehingga setiap
tindakan baik dalam konteks kewarganegaraan, kemasyarakatan, pemerintah dengan adanya
orang-orang yang sudah berzikir tercelupkan ke dalam persulukan diharapkan spritualitasnya
sangat tinggi dan bisa bermanfaat bagi bangsa dan negara” dari hasil wawancara yang saya
gabungkan memperlihatkan bahwa pesantren di daerah sini sangat banyak diminati.
Dilihat dari segi budaya di Kabupaten Simalungun terdapat 8 etnis besar yaitu suku Jawa,
Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Melayu, Nias dan Pak-pak. Dari 8 etnis tersebut
terdapat 3 etnis mayoritas yaitu Jawa, Batak Toba dan Simalungun. Etnis Jawa masuk ke
Simalungun dalam 2 gelombang yaitu pada jaman Singosari dan Majapahit dimana terdapat sisa-
sisa pasukan kedua kerajaan tersebut yang berimigrasi ke wilayah Simalungun. Masuknya etnis
ini sedikit banyaknya mempengaruhi kebudayaan Simalungun seperti terlihat pada ikat kepala
laki-laki pada pakaian adat Simalungun mengadopsi seni batik yang berasal dari Jawa.
Gelombang kedua terjadi pada masa penjajahan kolonial Belanda dimana etnis Jawa didatangkan
sebagai buruh di perkebunan-perkebunan. Sedangkan etnis Batak Toba masuk ke wilayah
Simalungun akibat kebijakan pemerintah colonial Belanda untuk mempekerjakan etnis tersebut
di bidang pertanian untuk menambah persediaan bahan makanan mereka karena jumlah pekerja
yang berasal dari etnis Simalungun tidak mencukupi. Persoalannya sekarang, adat itu tidak
selamanya, tidak semuanya, sejalan dengan ajaran Islam. Apalagi jika praktek adat tersebut
sudah terkait dengan pemujaan roh nenek moyang, tentu sangat tidak sesuai dengan prinsip-
prinsip ajaran Islam tetapi masyarakat setempat saling memaklumi hal terebut.

Referensi :
BPS Kabupaten Simalungun
www.simalungun.go,id diakses tanggal 5 mei 2017
Revisi RPIJM Kota Pematangsiantar Tahun 2013-2017
Gorpas, 2010. Pesta Rondang Bintang Pesta Rakyat Simalungun. Simalungun Pers
Raya, Juandaha, dan Erond L. Damanik. 2011. Kerajaan Siantar. Pematang Siantar: Ihutan
Bolon Hasadaon Damanik Boru Pakon Panagolan Siantar Simalungun.

Anda mungkin juga menyukai