Kegiatan Belajar 1
Indikator Kompetensi
Diharapkan dari Kegiatan Belajar ini bertambah pemahaman mahasiswa
terhadap ajaran Rasulullah tentang menuntut ilmu dari siapapun dan di
manapun, yang dijabarkan menjadi beberapa indikator kompetensi sebagai
berikut:
1. Menghafal hadis tentang mencari ilmu
2. Menerjemahkan hadis tentang mencari ilmu
3. Menjelaskan makna hadis tentang mencari ilmu
4. Menjelaskan kualitas Hadis-Hadis tentang mencari ilmu.
Uraian Materi
Kita sering mendengar pepatah yang mengatakan: “Dengan agama hidup
menjadi terarah, dengan ilmu hidup menjadi mudah, dan dengan seni hidup
menjadi indah”. Begitulah peran ilmu dalam kehidupan yang dianggap
sebanding dengan peran agama, meskipun memenuhi aspek kebutuhan yang
berbeda dari kehidupan manusia. Ilmu itu tak ubahnya cahaya dalam pekatnya
malam, memberikan sinar terang bagi mereka yang mengamalkannya.
Selain memberikan begitu banyak kemudahan bagi manusia dalam
menghadapi persoalan hidup, ilmu juga menempatkan orang-orang yang
memilikinya, bahkan mereka yang masih beruasaha mempelajarinya, pada
derajat yang tinggi sehinga mereka menjadi kelompok yang terhormat di
masyarakatnya bahkan di hadapan makhluk Allah yang lainnya. Kisah
1
pembangkangan Iblis terhadap perintah Allah untuk tunduk kepada Adam as
menunjukkan keutamaan ilmu tersebut.
Adam as. yang diyakini oleh kaum Muslimin pada umumnya sebagai
manusia pertama yang Allah ciptakan sebagai khalifah (pengganti atau wakil
Allah) di muka bumi, diberi kelebihan oleh Allah swt dengan sesuatu yang tidak
diberikan-Nya kepada malaikan, jin, maupun iblis sehingga Allah
memerintahkan makhluk-makhluknya di surga untuk tunduk kepada Adam.
Kelebihan yang dimiliki oleh Adam adalah ilmu yang diajarkan langsung oleh
Allah kepadanya.
Bukan hanya Adam yang yang mendapatkan kehormatan karena ilmunya
itu, akan tetapi semua orang yang berilmu dimulyakan oleh Allah di sisi-Nya,
bahkan mendapatkan apresiasi yang lebih di sisi hambanya yang lain di dunia.
Sebagaimana janji Allah dalam salah satu firmannya bahwa Ia akan
meninggikan derajat orang yang beriman dan mereka yang punya ilmu
pengetahuan.
Hadis yang diriwayatkan pertama kali oleh Anas bin Malik salah seorang sahabat
terdekat Rasulullah ini dapat dijumpai di banyak kitab Hadis, antara lain di Sunan Ibn
2
Majah salah satu diantara enam kitab Hadis (al-Kutub al-Sittah) yang paling mu’tabar
(paling diakui dan dijadikan referensi). Selain Anas bin Malik, sahabat Rasulullah yang
juga meriwayatkan hadis ini adalah Abu Said al-Khudri sebagaimana disebutkan dalam
kitab Musnad al-Syihab karya Muhammad bin Salamah bin Ja’far. Karena banyaknya
kitab yang mencantumkan hadis ini, maka hadis inipun sangat sering dikutip dalam
karya-karya ilmiah, buku-buku maupun tulisan popular serta seminar dan ceramah-
ceramah.
Namun demikian Ibn Majah sendiri menganggap hadis ini termasuk hadis dla’if
(lemah, tidak sahih). Kelemahan hadis ini terletak pada seorang rawinya yang ada pada
rangkaian sanad yaitu Hafash bin Sulaiman yang dinilai tidak tsiqah oleh Yahya bin
Ma’in dan dikatakan matruk oleh Ahmad bin Hanbal dan Bukhary. Jadi penilaian bahwa
hadis ini lemah adalah didasarkan pada kelemahan diri seorang perawinya.
Untuk mengingatkan lagi pengetahuan anda tentang syarat-syarat kesahihan hadis
dan faktor-faktor penyebab kedlaifan (kelemahan) hadis, perhatikan penjelasan mengenai
hadis shahih berikut.
Kata shahih dalam bahasa diartikan orang sehat antonim dari kata al-saqîm =
orang yang sakit, seolah-olah dimaksudkan Hadits shahih adalah Hadits yang sehat dan
benar tidak terdapat penyakit dan cacat. Adapun menurut istilah Hadits shahih adalah:
b. Para periwayat bersifat adil (konsisten dalam beragama). Pengertian adil adalah
orang yang konsisten (istiqamah) dalam beragama, baik akhlaknya, tidak fasik
dan tidak melakukan cacat muruah.
c. Para periwayat bersifat dhâbith (memiliki daya ingat hapalan yang sempurna)
3
d. Tidak ada kejanggalan (syâdz). Maksud Syâdz di sini adalah periwayatan orang
tsiqah (terpercaya yakni adil dan dhâbith) bertentangan dengan periwayatan orang
yang lebih tsiqah.
e. Tidak terjadi `illat (cacat tersembunyi). Arti `illah di sini adalah suatu sebab
tersembunyi yang membuat cacat keabsahan suatu Hadis padahal lahirnya selamat
dari cacat tersebut.
Apabila sebuah hadis tidak memenuhi salah satu saja dari lima persyaratan hadis
shahih tersebut maka hadis tersebut dinilai dlaif (lemah). Hadis yang diriwayatkan oleh
Ibn Majah dinilai sebagai Hadis Dlaif karena salah satu persyaratan saja, yaitu bahwa
Hafash bin Sulaiman sebagai salah satu perawi yang ada pada rangkaian sanad dinilai
tidak tsiqah (tidak terpercaya, mungkin karena hafalannya yang lemah atau karena
akhlaknya yang kurang baik dan dinilai pula matruk (ditinggalkan).
Akan tetapi secara logika, boleh jadi seorang perawi hadis dinilai kurang kuat
hafalannya, tetapi tentu tidak bisa disimpulkan semua ucapannya salah. Terbukti bahwa
hadis tersebut diriwayatkan pula melalui beberapa jalur sanad yang shahih yang tidak ada
nama Hafash bin Sulaiman di dalamnya.
Meskipun hadis di atas dla’if dari sisi perawi, akan tetapi kandungan matn-nya
sejalan dengan ajaran al-Qur’an yang memerintahkan kaum Muslimin menggali
pengetahuan, antara lain surat al-Taubah ayat 122, dan surat al-‘Alaq ayat 1-5. Artinya,
hadis ini mengandung ajaran untuk mengamalkan perbuatan-perbuatan yang baik yang
disebut fadla’ilul a’mal. Hadis yang mengandung ajaran fadla’ilul a’mal ini, meskipun
kualitasnya dla’if, menurut para ulama hadis boleh dijadikan dasar perbuatan. Pendapat
serupa ini antara lain dikemukakan oleh Ahmad bin Hanbal.
Perintah mencari ilmu ini, betul-betul diperhatikan oleh kaum Muslimin sehingga
sejak awal perkembangan peradaban Islam aktifitas belajar dan mengajar sangat intensif
dilakukan. Beberapa sahabat dikirim oleh Rasulullah ke berbagai tepat seperti Yaman,
Syam, dan Mesir untuk memberikan pengajaran. Setelah itu, di masa tabiin banyak
pencari ilmu yang melakukan rihlah ilmiyah yakni perjalanan untuk mencari ilmu.
Rihlah ilmiyah dilakukan karena kebanyakan pelajar Islam tidak puas dengan
pengetahuan yang diperoleh dari belajar kepada sedikit guru. Karena itu mereka tidak
segan-segan melakukan perjalanan jauh untuk belajar pada guru di kota-kota yang
4
mereka tuju. Dengan aktifitas rihlah ilmiyah ini, pendidikan Islam di masa klasiktidak
hanya dibatasi dinding ruang belajar, akan tetapi Pendidikan Islam memberi kebebasan
kepada murid-murid untuk belajar kepada guru-guru yang mereka kehendaki. Selain
murid-murid, guru-guru juga melakukan perjalanan dan berpindah dari satu kota ke kota
lain untuk mengajar sekaligus belajar. Dengan demikian aktifitas rihlah ilmiyah
mendorong lahirnya learning society (masyarakat belajar).
Kesediaan melakukan perjalanan jauh sekalipun untuk mencari ilmu
tidak terlepas dari dorongan Rasulullah saw dalam sebuah hadis:
طﻠُﺒُﻮا ا ْﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ
ْ ا:ﻋﻦ أﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﻗﺎل ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ
(ﺼﯿﻦ )ﻣﺴﻨﺪ اﻟﺒﺰار
ّ ِ وَ ﻟَﻮْ ﺑِﺎﻟ
Artinya: Dari Anas bin Malik, dia berkata Rasulullah saw bersabda: “Carilah
ilmu walau sampai ke negeri Cina”
5
Selain berimplikasi pada aktifitas mencari ilmu secara individual, hadis
Rasulullah tentang kewajiban belajar ini mendorong lahirnya lembaga-lembaga
pendidikan Islam baik yang formal maupun informal. Perbedaan antara formal
dan informal dalam pendidikan Islam di masa klasik terlihat pada hubungannya
dengan Negara. Lembaga pendidikan formal adalah lembaga pendidikan yang
didirikan oleh Negara untuk mempersiapkan pemuda-pemuda Islam agar
menguasai pengetahuan agama dan berperan dalam agama, atau menjadi tenaga
birokrasi, atau pegawai pemerintahan. Lembaga-lembaga pendidikan formal ini
dibiayai oleh negara dan dibantu oleh orang-orang kaya melalui wakaf yang
mereka berikan. Pengelolaan administrasi berada di tangan penguasa.
Sedangkan lembaga pendidikan informal tidak dikelola oleh Negara.
Adapun bentuk lembaga-lembaga pendidikan Islam di masa klasik
adalah:
1. Maktab/Kuttab yang merupakan lembaga pedidikan dasar
2. Halaqah, yang merupakan pendidikan tingkat lanjut setingkat dengan
college.
3. Majlis, yakni kegiatan transmisi keilmuan dari berbagi disiplin ilmu
4. Masjid Jami atau univesitas, seperti Masjid Jami al-Azhar di Cairo, Masjid
al-Manshur di Baghdad, dan Masjid Umayyah di Damaskus.
5. Khan yaitu asrama pelajar atau tempat belajar secara privat.
6. Ribath yaitu tempat kegiatan kaum sufi
7. Rumah-rumah ulama
8. Perpustakaan
9. Observatorium seperti Baitul Hikmah yang dibangun oleh al-Makmun di
Baghdad dan Darul Hikmah yang dibangun oleh al-Hakim di Mesir.
Selain itu ada observatorium Dinasti Hamadan yang dikelola oleh Ibn
Sina dan observatorium Umar Khayyam.
6
Ilmu mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Dengan ilmu manusia menciptakan kebudayaan, lembaga-lembaga sosial dan
membangun peradaban. Dengan ilmu, manusia mengatur tata kehidupan dan
pola interaksi sesama manusia. Hadis berikut menjelaskan sebagian fungsi ilmu:
ْﺳﻠﱠ َﻢ إِنﱠ ﻣِ ﻦ
َ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ و
َ ُ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِ ﻋَﻦْ أَﻧ َِﺲ ﺑْﻦِ ﻣَﺎﻟِﻚٍ أَﻧﱠﮫُ ﻗَﺎ َل ﻗَﺎ َل رَ ﺳُﻮ ُل ﱠ
َاﻟﺰﻧَﺎ وَ ﺗُﺸْﺮَ ب ّ ِ َﻈﮭَﺮَ ا ْﻟ َﺠ ْﮭ ُﻞ وَ ﯾَ ْﻔﺸُﻮ
ْ ﻋ ِﺔ أ َنْ ﯾُﺮْ ﻓَ َﻊ ا ْﻟ ِﻌ ْﻠ ُﻢ وَ َﯾ
َ أَﺷْﺮَ اطِ اﻟﺴﱠﺎ
( )رواه اﻟﺘﺮﻣﺬي.... ا ْﻟ َﺨﻤْﺮ
Artinya:
Dari Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah saw bersabda “Sesungguhnya
diantara tanda-tanda hari kiamat adalah hilangnya ilmu, merebaknya
kebodohan, menyebarnya perzinaan, dan semakin banyak orang minum khamar
…. (diriwayatkan oleh Turmudzi)
Hadis yang dinilai shahih oleh Imam al-Turmudzi ini menjelaskan bahwa
kiamat, kehancuran alam, tidak akan terjadi selama ilmu masih menjadi
penduan kehidupan manusia. Sebaliknya, hilangnya ilmu merupakan salah satu
syarat akan datangnya hari kehancuran tersebut. Sebab hilangnya ilmu itu akan
merembet pada kebodohan manusia, dan kebodohan manusia itu akan
menyebabkan mereka melakukan pelanggaran dan pengrusakan. Dalam hadis
lain yang diriwayatkan oleh Bukhary dikatakan bahwa hilangnya ilmu akan
menyebabkan terjadinya banyak pembunuhan. Semua tindakan negative itu
akan mengantarkan pada bencana yang lebih besar yaitu kehancuran alam
semesta, atau yang disebut kiamat.
Hadis lain yang menggambarkan fungsi ilmu dalam kehidupan adalah:
ﺳَﻤِ ﻌْﺖُ رَ ﺳُﻮ َل ﷲِ ﺻﻠﻰ ﷲ:ََﺎص ﻗَﺎل ِ ﻋ ْﺒ ِﺪ ﷲِ ﺑْﻦِ ﻋَﻤْ ِﺮو ﺑْﻦِ ا ْﻟﻌ َ ﺣﺪﯾﺚ
ْﻋﮫُ ﻣِ ﻦَ ا ْﻟ ِﻌﺒَﺎ ِد وَ ﻟﻜِﻦ
ُ ﯾَ ْﻨﺘ َِﺰ، إِنﱠ ﷲ ﻻَ ﯾَ ْﻘﺒِﺾُ ا ْﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ ا ْﻧﺘِﺰَ اﻋًﺎ:ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﯾَﻘُﻮل
اﺗ ﱠ َﺨﺬَ اﻟﻨﱠﺎسُ رُ ءُوﺳًﺎ،ﻖ ﻋَﺎ ِﻟﻤًﺎ ِ ْﺾ ا ْﻟﻌُﻠَﻤَﺎءِ َﺣﺘ ﱠﻰ إِذَا ﻟَ ْﻢ ﯾُ ْﺒ ِ ﯾَ ْﻘﺒِﺾُ ا ْﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ ﺑِﻘﺒ
(ﺿﻠﱡﻮا )أﺧﺮﺟﮫ اﻟﺒﺨﺎري َ َﻀﻠﱡﻮا وَ أ َ َ ﻓ، ٍ ﻓَﺄ َ ْﻓﺘ َﻮْ ا ﺑﻐَﯿْﺮِ ِﻋﻠْﻢ،ﺴﺌِﻠُﻮا
ُ َ ﻓ،ًُﺟﮭﱠﺎﻻ
Artinya:
7
Hadis dari Abdullah bin Amr bin Ash, dia berkata saya mendengar
Rasulullah saw bersabda: “sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu
dengan cara merampasnya dari dada manusia, akan tetapi Dia mencabut ilmu
dengan cara mewafatkan para ulama. Sehingga bila tidak ada lagi orang alim,
manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Jika
mereka ditanya mereka akan member fatwa tanpa dasar ilmu, maka mereka
sesat dan menyesatkan”. (diriwayatkan oleh al-Bukhary)
ﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎ َل َ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ وَ ُ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِ ﻋ ْﻨﮫُ أَنﱠ رَ ﺳُﻮ َل ﱠ َ ُﻲ ﱠ َ ﺿ ِ َﻋَﻦْ أَﺑِﻲ ھُﺮَ ﯾْﺮَ ةَ ر
َﺎرﯾَ ٍﺔ أ َوْ ِﻋﻠْﻢٍ ﯾُ ْﻨﺘَﻔَ ُﻊ ﺑِ ِﮫ
ِ ﺻﺪَﻗَ ٍﺔ ﺟ
َ ث
ٍ ﻋ َﻤﻠُﮫُ إ ﱠِﻻ ﻣِ ﻦْ ﺛ ََﻼ
َ ﻄ َﻊ
َ َإِذَا ﻣَﺎتَ اﺑْﻦُ آدَ َم ا ْﻧﻘ
(أَوْ وَ ﻟَ ٍﺪ ﺻَﺎ ِﻟﺢٍ ﯾَ ْﺪﻋُﻮ ﻟَﮫ )رواه ﻣﺴﻠﻢ واﻟﺘﺮﻣﺬي واﻟﻨﺴﺎﺋﻲ وﻏﯿﺮھﻢ
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda “Jika anak Adam
(manusia) mati, maka terputuslah (pahala) amalnya, kecuali dari tiga hal yaitu
shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak soleh yang mendoakannya.
(diriwayatkan oleh Muslim, Turmudzi, Nasai dll)
Jadi salah satu fungsi ilmu adalah mengalirkan pahala kepada orang yang
mengajarkan ilmu tersebut, dan dimanfaatkan oleh orang yang belajar darinya.
8
Selain berperan penting dan memberikan manfaat yang positif dalam
kehidupan manusia, ilmu juga menempatkan para ulama pada kedudukan
istimewa diantara manusia dan makhluk-makhluk Allah yang lain.
9
2. Diridhoi oleh para malaikat
Malaikat selalu memberikan ilham, inspirasi dan bimbingan ke arah yang
positif kepada manusia, sebaliknya syaitan selalu membisikan hal-hal jahat
dan negative. Dengan ridho dari malaikat, pencari ilmu yang sungguh-
sungguh akan cenderung kepada hal-hal yang positif.
3. Didoakan oleh makhluk-makhluk yang ada di udara maupun di darat serta
yang ada di dalam air.
Sering muncul berita di media massa bahwa sekelompok ilmuwan
mengemukakan ide untuk melindungi jenis-jenis binatang dan berbagai
macam tanaman dari kepunahan. Maka lahirlah undang-undang dan
peraturan-peraturan untuk konservasi alam. Ilmuwan pula yang terus
mengingatkan bahaya pencemaran udara terhadap lapisan ozon yang pada
jangka panjang akan berakibat buruk pada kehidupan bumi. Begitu juga para
ilmuwan yang menyelamatkan ikan-ikan besar yang tersesat sehingga
terdampar dan sekarat di pantai, lalu para ilmuwan itulah yang berinisiatif
membawa mereka kembali ke tengah lautan. Pemikiran untuk
menyelamatkan binatang tumbuhan, atau air dan udara tidak lahir dari
pengusaha, pedagang atau pemburu yang hanya memikirkan bagaimana
mengambil keuntungan dan kesenangan dari semua itu.
4. Dinilai lebih utama dibanding ahli ibadah
Argument yang paling rasional untuk pernyataan ini adalah bahwa manfaat
dari ilmu yang dimiliki seorang alim dirasakan bukan hanya oleh dirinya
sendiri, tetapi juga oleh orang banyak. Sedangkan manfaat ibadah seseorang
lebih dirasakan oleh dirinya sendiri, meskipun dapat pula member inspirasi
pada orang lain.
5. Dinyatakan sebagai pewaris para nabi
Keberlangsungan ajaran para nabi dijaga oleh para ulama yang secara turun
temurun dari generasi ke generasi mengajarkan konsep-konsep akidah, tata
cara beribadah, prinsip-prinsip akhlak, dan aturan-aturan bermuamalah yang
10
telah disampaikan para nabi. Karena itulah mereka disebut pewaris nabi. Dan
hal itu merupakan kehormatan yang besar.
11
dengan cara menganalisa fenomena-fenomena (gejala-gejala) yang ada di
lingkungan kita.
12
oleh Khalifah Abdul Malik dari Bani Umayah. Kemudian didirikan
observatorium-observatorium berikutnya; Baitul Hikmah yang dibangun oleh al-
Makmun di Baghdad dan Darul Hikmah yang dibangun oleh al-Hakim di Mesir.
Selain itu ada observatorium Dinasti Hamadan yang dikelola oleh Ibn Sina dan
observatorium Umar Khayyam
Para ilmuwan Islam seperti Al Khawarizmi memperkenalkan “Angka
Arab” (Arabic Numeral) untuk menggantikan sistem bilangan Romawi yang
kaku. Bayangkan bagaimana ilmu Matematika atau Akunting bisa berkembang
tanpa adanya sistem “Angka Arab” yang diperkenalkan oleh ummat Islam ke
Eropa. Kita mungkin bisa menuliskan angka 3 dengan mudah memakai angka
Romawi, yaitu “III,” tapi bagaimana dengan angka 879.094.234.453.340 ke dalam
angka Romawi?
Selain itu Al Khawarizmi juga memperkenalkan ilmu Algorithma dan
juga Aljabar (Algebra). Omar Khayam menciptakan teori tentang angka-angka
“irrational” serta menulis suatu buku sistematik tentang Mu’adalah (equation).
Di dalam ilmu kedokteran, ilmuwan Muslim juga mencapai kemajuan. Dalam
bidang ini dunia mengenal Ibnu Sina (Avicenna) yang karyanya al-Qanun fi al-
Thibbi diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerard de Cremone (meninggal tahun
1187), yang sampai zaman Renaissance tetap jadi textbook di fakultas kedokteran
Eropa. Ar Razi (Razes) adalah seorang jenius multi disiplin. Dia bukan hanya
dokter, tapi juga ahli fisika, filosof, ahli theologi, dan ahli syair. Eropa juga
mengenal Ibnu Rusyid (Averroes) yang ahli dalam filsafat. Maka tidaklah heran
jika produser film Robin Hood the Prince of Thieves menyisipkan adegan
keterkejutan Robin Hood dengan kecanggihan teknologi bangsa Moor.
Sayangnya kejayaan ummat Islam di abad pertengahan itu hanyalah masa
lalu. Ummat Islam hanya bisa mengenang dan membaca sejarahnya. Hanya bisa
berbangga dengan kejayaan pendahulunya. Tetapi belum mampu berbicara
banyak dalam pentas dunia. Bahkan ketika ummat Islam mengabaikan perintah
13
Allah yang saru ini (ilmu) ummat Islam terperosok dalam jurang
keterbelakangan, dan tidak mampu bangkit dari ketertinggalannya.
Ummat Islam semakin jauh dari ajaran agamanya, semakin jauh dari al-
Quran dan hadits Nabi, semakin jauh dari pengamalan para salaf al-saleh,
mereka tidak memahami bahwa menuntut ilmu dan menjadi orang berilmu
adalah perintah Allah dan perintah Nabi, sebagaimana halnya perintah shalat,
sedekah dan yang lainnya.
Maka tidak ada alasan lagi bagi kita semuanya kecuali menggiatkan diri
dengan belajar dan menuntut ilmu. Menjadikan masyarakat Islam sebagai
masyarakat pencinta ilmu dan pembelajar adalah agenda izzah dan proyek
kesalehan besar yang harus ditunaikan. Karena kebangkitan ummat akan
terwujud dengan kebangkitan ilmu pengetahuannya.
14
Modul Hadis
Kegiatan Belajar 2
KEPEDULIAN SOSIAL
Dalam KB 2 ini anda akan mempelajari Hadis Nabi Muhammad saw tentang
pahala bagi orang yang menanggung hidup anak yatim dan uraian yang terkait dengan
anak yatim. Sebagai mahasiswa sekaligus guru yang akan mengajarkan kembali hadis ini
kepada siswa, anda dituntut untuk mampu menghafal Hadis yang pendek ini, dan mampu
mengakaitkannya dengan ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara mengenai hal yang sama
yaitu bagaimana bersikap dan bertindak yang tepat kepada anak yatim.
Indikator Kompetensi
Uraian Materi
Silakan mulai belajar dengan membaca hadis di bawah ini, memahami arti kata-
kata penting, memahami terjemah Hadis kemudian membaca uraian berikutnya.
Hadis Nabi:
Terjemah Hadis:
1
Dari Sahl bin Sa’ad, Rasulullah saw bersabda: Saya dan orang yang menanggung hidup
anak yatim akan berada di surga seperti ini –Rasulullah bersabda demikian dengan sambil
merekatkan jari telunjuk dan jari tengahnya. (HR Bukhari dan Turmudzi)
Penjelasan Hadis:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, anak yang tidak mempunyai ayah atau
ibu karena ditinggal mati disebut “yatim”2. Tetapi menurut al-Khuly, yatim adalah anak
yang ditinggal mati ayahnya, dan kata yatim juga bisa dipakaikan untuk hewan yang
ditinggal mati induknya.3
Kalau dalam Terminologi (istilah) Bahasa Arab dikatakan bahwa kata yatim
hanya diperuntukkan bagi anak yang ditinggal mati ayahnya, hal itu –sebagaimana
dikatakan al-Jurjani—dikarenakan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah, bukan ibu.
Karena itu pula anak binatang yang ditinggal mati induknya disebut yatim pula karena
induknyalah yang bertanggung jawab memberi makan kepadanya.4 Dalam sejarah
bangsa Arab masa lampau diketahui pula bahwa dalam intern bangsa Arab pada
umumnya sering terjadi peperangan antar suku yang melibatkan kaum laki-laki dan
banyak diantara mereka yang terbunuh. Mereka mingggalkan anak-anak yatim pada istri-
istri mereka yang secara cultural bukanlah orang-orang yang bertanggungjawab mencari
nafkah, melainkan menjadi penanggung jawab urusan domestic atau rumah tangga.
2
Karena itu, kesan yang timbul dari konsep menyantuni anak yatim adalah memberi
nafkah atau bantuan materi. Uraian berikut akan mencoba menjelaskan bahwa kebutuhan
hidup seorang anak yatim tidak hanya kebutuhan makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
Sungguh bahagia seorang anak yang lahir kedunia dan mendapatkan kasih sayang
lahir dan batin dari kedua orang tuanya. Anak yang dibesarkan dengan kasih sayang,
dukungan dan nasehat akan tumbuh menjadi orang yang mampu mengatasi persoalan
hidup di kemudian hari. Namun tidak semua anak selalu beruntung memiliki kedua orang
tua. Ada anak yang ketika lahir, ayah dan ibunya masih ada tetapi selagi dia masih
membutuhkan kasih sayang dari keduanya dan masih ingin bermanja-manja dengan
mereka, tiba-tiba harus menghadapi kenyataan, menerima musibah kematian ayahnya
atau ibunya. Ada pula anak-anak yang sejak lahir sudah tidak mempunyai ayah atau ibu.
Anak yang dibesarkan dengan kasih sayang orang tua akan berbeda dengan
karakternya dengan anak yang tidak atau sedikit mendapatkan kasih sayang orang tuanya
karena telah meninggal. Karena itulah kita sangat dianjurkan untuk mau memberikan
3
kasih sayang kepada anak yatim dengan berbagai cara sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dalam hal ini harus disadari bahwa anak yatim adalah anak belum menemukan pijakan
yang utuh kepada siapa dia seharusnya menyandarkan kehidupan dan mengharapkan
kasih sayang. Oleh karenanya, dia perlu dihibur, dikuatkan mentalnya, dan ditunjukkan
kepada hakikat cinta dan kasih sayang yang bermuara kepada Allah SWT.
Anak yang tidak atau jarang mendapatkan sentuhan kasih sayang, adakalanya
memiliki karakter yang kurang kondusif bagi kemajuan atau kesuksesan hidupnya di
masa depan. Salah satu penyebabnya adalah karena telah terbentuknya zona aman
(comfort zone) atas karakter yang telah tertanam pada dirinya sejak kecil itu. Sebagai
misal persepsi anak tentang sabar. Telah tertanam dalam dirinya bahwa apa-apa yang
dialaminya adalah bagian dari takdir Allah SWT yang harus diterima dengan sabar.
Namun karena penanaman yang kurang tepat, kesabarannya itu tidak berbuah pada
kegigihan/kemandirian dalam menjalani kehidupan. Dia mengidentikan sabar dengan
pasrah atau nrimo yang berkonotasi pasif. Dan dia memiliki persepsi bahwa sabar itu
hanya dilakukan di kala menerima musibah saja. Padahal kapan pun, baik di kala susah
maupun senang, seorang hamba Allah dituntut untuk bersabar.5
Namun apakah anak yang kurang mendapat sentuhan kasih sayang orang tuanya
akan selalu tumbuh dengan kepribadian yang tidak mendorong pada kesuksesan? Data
empiris menunjukkan tidaklah selalu demikian. Hal ini dikarenakan apa yang
berpengaruh pada dirinya tidak terbatas dari kedua orang tuanya, melainkan juga
lingkungan hidupnya dan pendidikan yang diperolehnya. Sebaliknya kita menyaksikan
banyak anak yang tumbuh dengan belaian kasih sayang orang tua yang "berlebih", malah
tumbuh dengan kepribadian yang labil.6
Riwayat hidup Nabi Muhammad SAW yang ketika lahir sudah menjadi yatim
karena ayahnya telah wafat pada saat dia masih dalam kandungan ibunya, kemudian 6
tahun sesudah itu ibunya wafat menyusul kepergian sang ayah, adalah kisah yang patut
menjadi cerminan dan sumber motivasi. Dia hanya sebentar mendapat sentuhan dan
4
belaian kasih sayang dari ibunya, namun dia dibesarkan di tengah keluarga terhormat,
yang disegani oleh kaumnya. Sepeninggal ibunya dia dipelihara oleh kakeknya, Abdul
Muttalib seorang tokoh keagamaan yang dipercaya memegang kunci Ka’bah, selama dua
tahun. Berikutnya sampai beranjak dewasa dia dipelihara oleh pamannya, Abu Talib
seorang pedagang, yang memberinya pengalaman penting sebagai calon pemimpin, yakni
perjalanan dagang ke berbagai negeri sehingga memberinya bekal wawasan yang luas.
Pribadi dan akhlak yang muncul dari dirinya tentu merupakan perpaduan dari watak yang
diwarisinya dari kedua orang tuanya dan persentuhannya dengan orang-orang di
sekitarnya. Dalam bahasa agama, semua itu adalah karena kehendak dan bimbingan
Allah SWT, yang Maha Pengasih Maha Penyayang, melebihi kasih sayang seorang
pendidik yang terbaik sekalipun.
Karena itu kehilangan seorang ayah atau ibu, bukanlah akhir dari sebuah
kehidupan. Meski terasa berat, kehilangan seorang ayah atau ibu adalah bentuk ujian agar
seseorang bisa menemukan sumber cinta dan kasih sayang yang sesungguhnya, yang
tidak pernah lapuk, tidak pernah lekang, dan tidak terukur dan terbatasi oleh dimensi
ruang dan waktu, yang abadi, dan tidak fana sebagaimana kasih sayang seorang ibu di
dunia ini. Kehadiran seorang ibu adalah wasilah dari cinta Allah SWT. Allah SWT
berkehendak menunjukkan keagungan cintaNya, maka diutuslah seorang ibu. Seorang
ibu yang memahami akan esensi ini, maka ia merasa bahwa kehadirannya adalah amanah
dariNya, sehingga ia berusaha mencurahkan kasih sayang kepada anak-anaknya sesuai
dengan petunjuk-petunjuk yang diberikanNya. Dia tidak akan pernah mengharapkan
imbal jasa, pamrih, atau menuntut balas. Dia tidak ingin disanjung dan dipuji karena
pemilik segala puji hanyalah Allah yang menurunkan sifat rahman dan rahimNya itu.7
Orang-orang miskin dan anak yatim termasuk dalam kelompok duafa (orang-
orang yang lemah) posisinya, karena hidupnya tergantung pada bantuan pihak lain. Anak-
anak yatim membutuhkan bimbingan dan kasih sayang orang tua untuk perkembangan
kepribadiannya. Namun, mereka tidak mendapatkan hal tersebut, karena ayah atau ibunya
7 Ibid
5
sudah meninggal. Maka, diperlukan orang lain yang dapat menggantikan peran orang tua
untuk menuntun mereka ke jalan yang benar. Tanpa perhatian dan kasih sayang, anak-
anak yang kehilangan orang tua itu, tidak dapat tumbuh secara seimbang antara jasmani
dan rohaninya, sehingga memungkinkan anak mengalami perkembangan yang timpang.
Oleh karena itu, Rasulullah menganjurkan umat Islam untuk bersikap lembut dan penuh
perhatian kepada anak yatim, yang digambarkan dengan ''usapan atau belaian sayang
pada kepala anak''. Dengan usapan itu, anak akan merasakan kedamaian dalam hatinya.8
Selama ini pengertian menyantuni anak yatim cenderung pada kebutuhan fisiknya
saja. Sedang yang bersifat psikologis belum banyak dilakukan. Padahal anak-anak yatim
yang tinggal di panti maupun di rumahnya sendiri, mereka merindukan figur ayah/ibu
yang menjadi tempat curhat dan bermanja. Oleh karena itu sebaiknya pemberian bantuan
untuk kebutuhan fisik, disertai pula dengan komunikasi pribadi yang intens untuk
memahami kebutuhan psikologis maupun pengembangan bakat minat anak yang
bermanfaat bagi masa depannya. Yang termasuk dalam pengertian anak yatim, tidak
hanya yatim biologis (yang ayah/ibunya meninggal), tetapi ada pula yatim psikologis
yakni yang orang tuanya masih hidup, tetapi tidak pernah memberi perhatian atau kasih
sayang kepada anaknya, sehingga mereka telantar. Anak-anak semacam ini, belum
mendapat perhatian dari umat Islam sebagaimana yatim biologis.9
Kematian ibu atau bapa akan menyebabkan anak-anak merasa kekosongan dalam
diri mereka. Hilangnya belaian kasih sayang dari orang tua serta tempat
untuk berlindung, menjadikan anak-anak ini dihantui perasaan sedih. Selain
kehilangan kasih sayang, keperluan hidup mereka juga tidak lagi seperti
sebelumnya. Makan, minum, pakaian dan lain-lain juga turut berubah seiring
dengan kepergian yang tersayang. Realiti kehidupan masyarakat hari ini menunjukkan
9 Ibid.
6
bahwa kebanyakan anak yatim yang tidak mendapat perhatian sewajarnya akan
mengharungi kehidupan yang begitu sukar, perih dan menyedihkan.
Salah satu upaya untuk menolong anak yatim yang dilakukan oleh yayasan-
yayasan ataupun organisasi-organisasi Islam di Indonesia adalah mendirikan Panti
Asuhan yang dapat menampung sekian banyak anak yatim, dan kemudian yayasan atau
organisasi tersebut mendapatkan dana dari para donatur untuk mencukupi kebutuhan
anak-anak yatim yang ditampungnya, baik dalam hal makanan, pakaian, pendidikan
maupun keperluan sehari-hari.
Pada dasarnya seluruh kaum muslimin mempunyai tanggung jawab yang sama
dalam mengangkat harkat dan martabat anak-anak yatim di daerah tempat tinggalnya.
Soal apakah mereka dibawa di rumah dan tinggal bersama atau tidak itu hanya teknis
saja. Tapi prinsipnya tidak boleh kaum muslimin berdiam diri saja, ketika ada anak-anak
yatim telantar dan tidak ada yang mengurus. Demikian dikemukakan Ketua Umum
Gabungan Ormas Islam Bersatu (GOIB), H Andi M Sholeh kepada Harian Terbit,
menjelang datangnya tanggal 10 Muharram yang selama ini dikenal sebagai hari anak-
anak yatim. Sholeh juga mengingatkan masalah penanganan anak-anak yatim harus
menjadi tanggung jawab semua kaum muslimin. Anak-anak yatim dinisbatkan oleh
Rasulullah sebagai anak-anak beliau. Karena itu kalau memang kita mencintai Rasulullah
kita juga harus ikut mencintai mereka.10
7
sekarang ini banyak ditemukan hendaknya dilaksanakan dengan prinsip-prinsip amanah.
"Jangan sekali-sekali anak-anak yatim itu dijadikan komoditas untuk kepentingan diri
sendiri, pengelola anak-anak yatim harus juga menjaga martabat dan harga diri anak-anak
yatim tersebut. Artinya, janganlah memanfaatkan anak-anak yatim tersebut sebagai
komoditas, dan dimanfaatkan untuk cari-cari sumbangan ke sana ke mari."
Mengenai anak-anak yatim yang dikelola oleh panti asuhan, Sholeh mengatakan
pengelola Panti Asuhan yang memelihara anak-anak yatim, hendaknya betul-betul orang
yang ikhlas dan tidak memanfaatkan anak-anak yatim untuk kepentingan dirinya sendiri.
Justru sebaliknya, para pengelola panti asuhan itulah yang harus menghidupi anak-anak
yatim dengan penuh kasih sayang sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah. Sholeh
menyebutkan Alquran dan juga hadist Nabi banyak isyarat yang harus dilakukan oleh
kaum muslimin terhadap anak-anak yatim. Karena itulah bagi mereka yang memelihara
anak-anak yatim haruslah mengikuti pedoman yang sudah digariskan oleh Al-Quran dan
keteladanan yang sudah diperlihatkan oleh Rasulullah. "Jika memang tidak mampu
menghadapi godaan yang ditimbulkan oleh ulah anak-anak yatim yang dipelihara di
rumah masing-masing boleh saja mereka menyantuni anak-anak yatim yang dipelihara di
panti asuhan," Konsep panti asuhan sendiri, ujarnya tidak bertentangan dengan prinsip
Islam dalam memelihara anak-anak yatim. Hanya saja persyaratannya pun sangat berat.
Jangan sekali-sekali memanfaatkan anak-anak yatim itu untuk kepentingan diri sendiri.11
Sangat disayangkan apabila ada orang yang menjadi pengurus panti asuhan, tapi
memanfaatkan anak-anak yatim piatu. Begitu juga ketika mengadakan acara yang
diperuntukkan membahagiakan anak-anak yatim, jangan sekali-sekali dikurangi jatah
yang seharusnya dinikmati oleh anak-anak yatim. Artinya, kalau ada yang menyumbang
untuk yatim, maka semuanya harus untuk anak yatim. Kalaupun mau untuk konsumsi,
harus dicarikan jalan lain, selain dari sumbangan untuk yatim tersebut.
Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa memakan harta anak yatim termasuk dosa
besar. Rasulullah saw bersabda:
11 Ibid
8
ﺴ ْﺒ َﻊ
ﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎ َل اﺟْ ﺘَﻨِﺒُﻮا اﻟ ﱠ
َ َﺻﻠﱠﻰ ﱠ ُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ و
َ ِﻲ
ّ ِﻲ ﱠ ُ َﻋ ْﻨﮫُ ﻋَﻦْ اﻟﻨﱠﺒ
َ ﺿ
ِ َﻋَﻦْ أَﺑِﻲ ھُﺮَ ﯾْﺮَ ة َ ر
ﺴِﺤْ ﺮُ وَ ﻗَﺘْ ُﻞ اﻟﻨﱠﻔ ِْﺲ اﻟﱠﺘِﻲ
ّ ﺸِﺮْ كُ ﺑِﺎ ﱠ ِ وَ اﻟ
ّ ت ﻗَﺎﻟُﻮا ﯾَﺎ رَ ﺳُﻮ َل ﱠ ِ وَ ﻣَﺎ ھُﻦﱠ ﻗَﺎ َل اﻟ
ِ ا ْﻟﻤُﻮﺑِﻘَﺎ
ُاﻟﺮﺑَﺎ وَ أ َ ْﻛ ُﻞ ﻣَﺎ ِل ا ْﻟﯿَﺘِﯿﻢِ وَ اﻟﺘ ﱠﻮَ ﻟِّﻲ ﯾَﻮْ َم اﻟﺰﱠ ﺣْ ﻒِ وَ ﻗَﺬْف
ّ ِ َﻖ وَ أ َ ْﻛ ُﻞ
ِ ّ ﱠ ُ إ ﱠِﻻ ﺑِﺎ ْﻟﺤ ﺣَﺮﱠ َم
(ت )رواه اﻟﺒﺨﺎري
ِ ت ا ْﻟﻐَﺎﻓ َِﻼ
ِ ت ا ْﻟﻤُﺆْ ﻣِ ﻨَﺎ
ِ ﺼﻨَﺎ
َ ْا ْﻟﻤُﺤ
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Jauhilah tujuh dosa besar yang
membinasakan”. Para sahabat bertanya “Apa dosa-dosa itu”? Rasulullah menjawab:
“Syirik, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar,
memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh zina
terhadap orang-orang perempuan yang menjaga kehormatannya”.
Hadis di atas mensejajarkan dosa memakan harta anak yatim dengan dosa-dosa
besar lainnya yang merusak keagamaan pelakunya. Hal itu dapat dimengerti bahwa
perbuatan yang demikian jelas merupakan tindakan dzalim, sebab anak yatim yang
seharusnya dibantu, tetapi malah sebaliknya harta benda miliknya malah dimakan orang
lain.
Artinya:
9
“…dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan janganlah
kamu tergesa-gesa membelanjakannya sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (di antara
pemelihara anak yatim itu) kaya, maka hendaklah ia menahan diri (tidak memakan harta
anak yatim) dan barangsiapa (di antara pemelihara anak yatim itu) miskin, maka
bolehlah memakan harta itu menurut yang patut (bi al-ma’ruf) … (Al-Nisa:6)
(152 : )اﻷﻧﻌﺎم...ﺷدﱠه
ُ َﻲ أَ◌َ ﺣْ ﺳَن َﺣﺗ ﱠﻰ َﯾ ْﺑﻠُ َﻎ أ
َ وَ َﻻ ﺗَﻘْرَ ﺑُوا ﻣَﺎ َل ا ْﻟ َﯾﺗِﯾْمِ إ ﱠِﻻ ﺑِﺎﻟﱠﺗِﻲ ِھ
Artinya:
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik
(bermanfaat), hingga sampai ia dewasa…(al-An’am: 152)
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama, itulah orang-orang yang menindas
anak-anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang-orang miskin”.
(al-Ma’un ayat 1-3).
Keimanan terhadap agama Allah itu tidaklah dapat dinilai hanya dengan shalat
atau ibadah lain semata-mata, sebab Islam bukanlah agama kulit dan agama ritual.
Sesungguhnya hakikat iman itu mempunyai ciri-ciri yang dapat membuktikan
perwujudannya. Selama ciri-ciri itu belum terwujudkan, maka keimanan dan kepercayaan
itu pun tidak akan terwujud. Sebenarnya, di antara akidah dan syariat Islam tidak boleh
berpisah antara satu bagian dengan bagian yang lain. Islam adalah agama yang bersatu
padu di mana kegiatan akidah membuahkan ibadah, sedangkan ibadat berkaitan dengan
10
tugas perseorangan. Tugas perseorangan berkaitan erat dengan tugas masyarakat yang
kesemuanya menuju ke arah kebaikan manusia dan pengabdian kepada Allah SWT.12
Seorang Muslim tidak boleh mengambil sebagian dari syariat Islam yang
dianggapnya menguntungkan dan menolak sebagian lain yang dianggapnya merugikan.
Ia tidak boleh menerima sesuatu dari syariah yang dia sukai dan menolak sebagiannya
yang tidak dia sukai. Seorang Muslim sudah memproklamirkan diri dan menyerah diri
sepenuhnya yang tersimpul dalam kalimat syahadat “Sesunguhnya aku bersaksi bahwa
tiada tuhan melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”.
Syahadat ini, memberi pengertian yang bahwa dengan mengakui Allah SWT adalah
Tuhannya dan Muhammad sebagai pesuruh Allah, maka seorang Muslim wajib tunduk
dan ta’at kepada aturan yang dibuat oleh Allah SWT dan dibawa oleh Rasulullah saw
serta wajib menjalankan perintahNya dan wajib pula menjahui segala larangNya. Inilah
pengertian Islam dalam kontek penyerahan diri dan pengabdian kepada Allah SWT dan
di sinilah letaknya batas perbedan antara iman dan kufur, antara percaya dan tidak
percaya.
Tiga ayat dalam surat Al Ma’un tersebut, menjadi contoh serta gambaran yang
jelas mengenai hakikat keberagamaan. Firman Allah itu, dimulai dengan pertanyaan
Allah: “Adakah engkau melihat atau adakah engkau tahu siapakah pendusta-pendusta
agama itu?” Kemudian Allah menegaskan sebagai jawabannya. Sesungguhnya, yang
demikian itu adalah mereka yang menindaskan anak-anak yatim dan orang-orang tidak
memberi makan kepada orang-orang miskin.
Kalimat tersebut adalah suatu jawaban yang mengejutkan, karena hanya dengan
sebab mengabaikan beberapa kebaikan terhadap anak yatim dan orang-orang miskin,
digolongkan sebagai pendusta-pendusta agama sendiri. Terlebih jika kita juga melakukan
perbuatan jahat, seperti; meninggalkan sembahyang, berjudi, berzina, korupsi, perampok,
pengkhianat dan sebagainya. Allah memberi peringatan kepada kita tentang kebaikan
anak-anak yatim dan orang-orang miskin sehingga ia dihubungkan dengan pengertian
11
agama itu sendiri. Mengabaikan kebaikan mereka bererti mengabaikan agama, sebaliknya
memuliakan mereka menjadi sifat-sifat orang yang beragama.
Dalam surat lain Allah berfirman:
(10-9 :ﻓَﺄَﻣﱠﺎ اﻟﯿَﺘِ ْﯿ َﻢ ﻓَﻼَ ﺗ َ ْﻘﮭَﺮْ وأَﻣﱠﺎ اﻟﺴَﺎﺋِﻞ ﻓَﻼ ﺗ َ ْﻨﮭَﺮْ )اﻟﻀﺤﻰ
Artinya:
“Adapun terhadap anak-anak yatim maka janganlah kamu bersikap kasar
terhadapnya dan adapun orang yang meminta-minta maka janganlah engkau usir (Surah
Adh Dhuha Ayat 9-10).
dijelaskan Hadis, Nabi bersabda : " " ِﻟﺘَﺄ ْ ُﺧﺬُوْ ا َﻣﻨَﺎ ِﺳ َﻜ ُﻜ ْﻢ
“Ambilah (dari padaku) ibadah hajjimu “. (HR. Muslim)
b. Takhshîsh al-`Amm
13
Hadis mengkhususkan (mengecualikan) ayat-ayat al-Qur’an yang umum, sebagian
ulama menyebut bayân takhshîsh. Misalnya ayat-ayat tentang waris dalam QS. Al-
Nisa’/4: 10
“ Allah mensyari`atkan bagi mu tentang (bagian pusaka untuk) anak-
anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang
perempuan…”
Kandungan ayat di atas menjelaskan pembagian harta pusaka terhadap ahli
waris, baik anak-lelaki, anak perempuan, satu, dan atau banyak, orang tua (bapak dan
ibu) jika ada anak atau tidak ada anak, jika ada saudara atau tidak ada dan seterusnya.
Ayat harta warisan ini bersifat umum, kemudian dikhususkan (takhsîsh) dengan Hadis
Nabi yang melarang mewarisi harta peninggalan para Nabi, berlainan agama, dan
pembunuh.
c. Taqyîd al-Muthlaq
Hadis membatasi kemutlakan ayat-ayat al-Qur’an. Artinya al-Qur’an keterangannya
secara mutlak, kemudian ditakhshish dengan Hadis yang khusus. Sebagian ulama
menyebut bayân taqyîd. Misalnya firman Allah dalam QS. Al-Mâidah : 38
3. Bayân Tasyrî`î
Hadis menciptakan hukum syari`at (tasyri`) yang belum dijelaskan oleh al-Qur’an.
Para ulama berbeda pendapat tentang fungsi Sunah sebagai dalil pada sesuatu hal yang
tidak disebutkan dalam al-Qur’an. Mayoritas mereka berpendapat bahwa Sunah berdiri
14
sendiri sebagai dalil hukum dan yang lain berpendapat bahwa Sunah menetapkan dalil
yang terkandung atau tersirat secara implisit dalam teks al-Qur’an. Misalnya keharaman
makan daging keledai ternak, keharaman setiap binatang yang bertelalai, dan keharaman
menikahi seorang wanita bersama bibik dan paman wanitanya. Hadis tasyri` diterima
oleh para ulama karena kapasitas Hadis juga sebagai wahyu dari Allah swt yang
menyatu dengan al-Qur’an, hakekatnya ia juga merupakan penjelasan secara implisit
dalam al-Qur’an.
Jelasnya, hubungan antara Hadis dan al-Qur’an sangat integral keduanya tidak
dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, karena keduanya berdasrkan wahyu yang
datang dari Allah swt kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada umatnya,
hanya proses penyampaiannya dan periwayatannya yang berbeda. Sunnah mempunyai
peran yang utama yakni menjelaskan al-Qur’an baik secara eksplisit atau implisit,
sehingga tidak ada istilah kontra antara satu dengan lain.
15
MODUL HADITS
Kegiatan Belajar 3
Akhlak Mulia
Kalau kita perhatikan sejarah dakwah Nabi Muhammad saw, kita dapat simpulkan
bahwa misi utama dan yang pertama kali ditegakkan oleh beliau adalah menegakkan
tauhid, mengajak manusia hanya menyembah Allah semata, menghapus kemusyrikan
dengan memberantas paganism, watsniyah atau penyembahan terhadap berhala. Setelah
Fath Makkah atau penguasaan kota Makkah oleh Rasulullah, beliau segera memusnahkan
patung-patung berhala yang ada di sekitar Ka’bah.
Misi berikutnya adalah memperbaiki akhlak manusia yang telah dirusak oleh
permusuhan antar suku, penindasan orang kuat atas orang lemah, penistaan terhadap
perempuan, dsb. Beliau mengajak mereka untuk saling mengasihi, membina
persaudaraan, menghormati hak hidup manusia apapun jenis kelamin dan kebangsaannya.
Sudah barang tentu, misi memperbaiki akhlak hanya dapat dilakukan oleh orang
berakhlak mulia pula. Dalam hal ini Allah swt memuji Nabi Muhammad yang
mengemban misi kerasulan dengan berfirman:
Indikator Kompetensi
Uraian Materi
Hadis Nabi
Dari Abu Hurairah ra, dia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Orang mukmin yang paling
sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya“ (HR. Abu Daud)
Penjelasan
Dari pengertian akhlak seperti yang dijelaskan oleh Imam Ghazali di atas dapat
dikatakan bahwa apabila seseorang pada dirinya telah tertanam akhlak yang baik seperti
sifat dermawan akan lahir darinya perbuatan gemar memberi tanpa merasa berat hati.
Contoh lain adalah sifat sabar, akan mudah lahir darinya tindakan memaafkan terhadap
orang yang berbuat jahat sekalipun. Begitu juga dari sifat yang bijak akan lahir darinya
perbuatan mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan kemaslahatan. Kata akhlak ini
selain dipakai untuk perilaku yang baik-baik, juga digunakan untuk perilaku yang buruk,
seperti kikir, pengecut dan perangai-perangai rendah lainnya.1
Namun tidak semua perbuatan baik timbul dari akhlak yang baik, demikian juga
tidak semua perbuatan jahat timbul dari akhlak yang jahat pula. Misalnya seseorang yang
memberikan sumbangan sejumlah uang kepada sebuah organisasi keagamaan, tidak
1 Muhammad Abdul Aziz al-Khuly, al-Adab al-Nabawy, (Beirut: Dar al-Fikr, TT), h. 127
langsung berarti bahwa orang tersebut dermawan. Mungkin saja hal itu dilakukannya
karena ada maksud supaya pencalonannya untuk posisi tertentu mendapat dukungan.
Atau dia melakukan itu karena terpaksa supaya tidak malu kepada orang lain yang telah
lebih dahulu memberikan sumbangan. Maka dia tidak tepat dikatakan sebagai orang yang
murah hati atau dermawan.
Begitu juga orang yang mencuri, belum tentu hal itu dia lakukan karena dia
seorang pemalas, tidak mau berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri. Kalau dia
mencuri karena terpaksa, sebab dia memerlukan biaya yang harus segera dia bayar,
sedang dia tidak memilikinya, dan tidak ada pula orang mau meminjaminya, lalu dia
terpaksa mencuri karena jiwanya terancam, dia tidak tepat dikatakan berakhlak jahat,
pemalas, atau pencuri. Dia hanyalah seorang yang pada saat itu mengambil harta milik
orang lain.
Seandainya semua ibadah itu dilakukan dengan ikhlas pasti membuahkan akhlak
yang mulia, karena shalat yang benar akan mencegah perbuatan keji dan mungkar, puasa
yang ikhlas akan menghasilkan kesabaran dan kedermawanan, dan haji yang mabrur akan
menumbuhkan sifat sabar dan kebaikan dalam pergaulan serta kesediaan memberi
pertolongan. Jadi pertanda ibadah yang benar yang dilakukan dengan ikhlas adalah
terbentuknya akhlak yang mulia. 2
Maksud dari Hadis diatas juga diuraikan dalam kitab ’Aunul Ma’bud yang
menjelaskan hadis-hadis Sunan Abu Daud . :
2 Ibid.
وھﻲ ﻣﻨﻘﺴﻤﺔ،وھﻮ ﻋﺒﺎرة ﻋﻦ أوﺻﺎف اﻹﻧﺴﺎن اﻟﺘﻲ ﯾﻌﺎﻣﻞ ﺑﮭﺎ ﻏﯿﺮه
ﻓﺎﻟﻤﺤﻤﻮدة ﻣﻨﮭﺎ ﺻﻔﺎت اﻷﻧﺒﯿﺎء واﻷوﻟﯿﺎء،إﻟﻰ ﻣﺤﻤﻮدة وﻣﺬﻣﻮﻣﺔ
واﻟﺼﺎﻟﺤﯿﻦ ﻛﺎﻟﺼﺒﺮ ﻋﻨﺪ اﻟﻤﻜﺎره واﻟﺤﻠﻢ ﻋﻨﺪ اﻟﺠﻔﺎء وﺣﻤﻞ اﻷذى
واﻟﻠﯿﻦ ﻓﻲ،واﻹﺣﺴﺎن ﻟﻠﻨﺎس واﻟﺘﻮدد إﻟﯿﮭﻢ واﻟﺮﺣﻤﺔ ﺑﮭﻢ واﻟﺸﻔﻘﺔ ﻋﻠﯿﮭﻢ
: ﻗﺎل اﻟﺤﺴﻦ اﻟﺒﺼﺮي.اﻟﻘﻮل وﻣﺠﺎﻧﺒﺔ اﻟﻤﻔﺎﺳﺪ واﻟﺸﺮور وﻏﯿﺮ ذﻟﻚ
. وﻛﻒ اﻷذى وطﻼﻗﺔ اﻟﻮﺟﮫ،ﺣﻘﯿﻘﺔ ﺣﺴﻦ اﻟﺨﻠﻖ ﺑﺬل اﻟﻤﻌﺮوف
“Hadis yang mengatakan bahwa orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah
yang paling baik akhlaknya, merupakan gambaran tentang sifat-sifat menusia dalam
bergaul dengan orang lain. Sifat-sifat itu ada yang terpuji, ada pula yang tercela. Sifat-
sifat terpuji adalah seperti sifat para Nabi, para auliya, dan orang-orang shaleh seperti
sifat sabar dalam menghadapi kesulitan, tabah menghadapi cobaan, sanggup menanggung
derita, berbuat baik dan kasih sayang terhadap manusia, lemah lembut dalam bertutur
kata, manjauhi pengrusakan dan kejahatan, dsb. Kemudian Hasan al-Bashry
menambahkan bahwa hakekat akhlak yang baik adalah mengerahkan perbuatan yang
ma’ruf (yang baik), mencegah perbuatan menyakiti, dan keramahan raut muka”. 3
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi pula, Rasulullah saw
bersabda:
ﺴﻌُﻮا
َ َ إِﻧﱠ ُﻜ ْﻢ ﻟَﻦْ ﺗ:ﻋﻦ أﺑﻲ ھﺮﯾﺮة ﻗﺎل ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ
ﻖ )رواه ِ ُﻂ اْﻟﻮَ ﺟْ ِﮫ وَ ُﺣﺴْﻦُ ا ْﻟ ُﺨﻠ
ُ ﺴﻌُ ُﮭ ْﻢ ﻣِ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ﺑَ ْﺴ
َ َﱠﺎس ﺑِﺄ َﻣْ ﻮَ ا ِﻟ ُﻜ ْﻢ وَ ﻟﻜِﻦْ ﯾ
َ اﻟﻨ
(اﻟﺒﺰار
Artinya:
Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya kamu tidak akan
dapat menjangkau semua orang (memuaskan mereka) dengan pemberian hartamu, tetapi
kamu akan dapat menyenangkan semua orang dengan roman muka yang ramah dan
akhlak yang baik (HR Bazzar)
Dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang mengandung larangan yang harus
dijauhi oleh seorang yang memberikan sedekah, antara lain dilarang memberi suatu
sedekah dengan diserta kata-kata yang menyakitkan penerima sebab perbuatan itu akan
menjadikan pahala sedekahnya hilang:
ق
ِ إِﻧﱠﻤَﺎ ﺑُ ِﻌﺜْﺖُ ِﻷُﺗ َ ِ ّﻤ َﻢ ﺻَﺎ ِﻟ َﺢ ْاﻷ َﺧْ َﻼ
Kedua riwayat itu sama maknanya.
Di bagian awal uraian ini telah dijelaskan bahwa misi kedua dari Rasulullah
setelah beliau menegakkan tauhid, adalah memperbaiki akhlak manusia. Sebab akhlak
yang baik akan membuat kehidupan bermasyarakat menjadi aman, damai dan sejahtera,
terhindar dari bahaya yang dapat merusak sendi-sendi bangunan masyarakat. Dan pada
gilirannya akhlak yang baik akan membuat satu bangsa menjadi kokoh kuat. Sebaliknya
akhlak yang jahat menjadi virus yang menggerogoti rasa saling percaya di antara warga
masyarakat, merusak persaudaraan diantara teman, melemahkan rasa solidaritas, dan
menumbuhkan sikap egois dan individualis, dan akhirnya meruntuhkan sendi-sendi
keutuhan hidup bermasyarakat.
Kalau kita perhatikan realita kehidupan manusia, akan kita jumpai orang- orang
yang sangat menyukai bermacam perhiasan untuk dikenakan pada anggota badan mereka.
Mereka ingin tampil menarik di hadapan siapa saja yang melihatnya. Karena itu kita lihat
banyak orang berlomba-lomba untuk memperbaiki penampilan dirinya. Mereka lebih
mementingkan perhiasan lahiriyah dengan penambahan aksesoris seperti pakaian yang
bagus, make up yang mewah, kalung emas, cincin permata, dsb.
Sebaliknya ada pula orang-orang yang lebih berupaya memperbaiki kualitas
akhlaknya. Orang yang demikian tidak mengharapkan pujian kekaguman manusia,
namun karena kesadaran agamanya menghendaki demikian dengan disertai harapan
mendapatkan ridho dari Allah subhanahu wa ta’ala. Kalaupun penampilannya
mengundang pujian orang, ia segera mengembalikannya kepada Allah karena kepunyaan-
Nyalah segala puji dan hanya Dialah yang berhak untuk dipuji.
Mungkin banyak diantara kita kurang memperhatikan aspek akhlak. Di satu sisi
kita mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara pokok/inti agama ini,
berupaya menelaah dan mempelajarinya, namun di sisi lain kurang memperhatikan aspek
akhlak. Sehingga tidak dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan yang terlontar dari
kalangan awwam, seperti ungkapan: “Sudah belajar agama tapi kok durhaka pada orang
tua?” Atau ucapan : “Dia itu pengetahuan agamanya luas tapi tidak peduli pada
tetangga.” dan lain-lain.
Ungkapan-ungkapan seperti itu semestinya tidak ada, karena agama Islam itu
mencakup aspek batin dan lahir, keyakinan dan perbuatan. Antara keduanya harus seiring
selaras. Kalau seorang Muslim beriman kepada Allah dan meyakini kebenaran ajaran
yang dibawa oleh Rsul-Nya, maka secara lahiriyah ucapan dan tindakannya harus sejalan
dengan keyakinan batinnya tersebut. Karena itu marilah kita berintrospeksi dan
mengkoreksi diri apakah akhlak kita sudah sejalan dengan keimanan kita. Tauhid sebagai
sisi pokok/inti ajaran Islam harus kita utamakan, dan kita sempurnakan dengan akhlak
yang baik. Akhlak merupakan realisasi tauhid seorang hamba terhadap Allah. Seorang
yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baik manusia. Semakin
sempurna tauhid seseorang maka semakin baik akhlaknya, dan sebaliknya bila seorang
memiliki akhlak yang buruk berarti lemah pula tauhidnya.
Keutamaan Akhlak
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa suatu saat Rasulullah pernah
ditanya tentang amalan yang paling banyak membuat orang masuk surga. Beliau
menjawab: “Takwa kepada Allah dan Akhlak yang Baik.” Tatkala Rasulullah saw
menasehati sahabatnya, beliau menyertakan nasehat untuk bertakwa dengan nasehat
untuk berakhlak yang baik kepada manusia sebagaimana hadits dari Abu Dzar, ia berkata
bahwa Rashulullah saw bersabda :
ﻖ ﷲَ َﺣ ْﯿﺜُﻤَﺎ َ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ و
ِ ﺳﻠﱠ َﻢ اﺗـ ﱠ َ ُ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِ ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ ذ ٍ َّر ﻗَﺎ َل ﻗَﺎ َل ﻟِﻲ رَ ﺳُﻮ ُل ﱠ
ﻖ َﺣﺴَﻦٍ )رواه ٍ ُﻖ اﻟﻨﱠﺎسَ ﺑِ ُﺨﻠ ِ ﺴﻨَﺔَ ﺗَﻤْ ُﺤﮭَﺎ وَ ﺧَﺎ ِﻟ
َ ﺴ ِﯿّﺌَﺔَ ا ْﻟ َﺤ
ُﻛﻨْﺖَ وَ أَﺗْﺒِﻊْ اﻟ ﱠ
(اﻟﺘﺮﻣﺬي
“Bertakwalah kepada Allah dimanapun engkau berada dan iringilah perbuatan
buruk dengan perbuatan baik niscaya, kebaikan itu akan menutupi kejelekan dan
bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi)
Dari hadits-hadits di atas dapat dipahami bahwa akhlak yang baik memiliki
keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah sepantasnya setiap Muslim menjadikan akhlak
yang baik sebagai perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa ukuran baik atau buruk akhlak
bukan ditimbang menurut selera individu, bukan pula hitam putih akhlak itu menurut
ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh jadi, yang dianggap baik oleh adat
bernilai buruk menurut timbangan syari’at atau sebaliknya. Hal ini berarti bahwa semua
yang dilakukan oleh seorang Muslim harus berpatokan pada syari’at. Keimanannya,
ibadahnya, mu’amalah (pergaulan) nya dengan sesama makhluk Allah, dan termasuk
akhlaknya harus berlandaskan syariat. Allah sebagai pembuat syari’at ini, Maha Tahu
dengan keluasan ilmu-Nya apa yang mendatangkan kemashlahatan/kebaikan bagi hamba-
hamba-Nya.
Akhlak yang baik akan mengangkat manusia ke darjat yang tinggi dan mulia.
Akhlak yang buruk akan membinasakan seseorang insan dan juga akan membinasakan
ummat manusia. Manusia yang mempunyai akhlak yang buruk senang melakukan
sesuatu yang merugikan orang lain. Senang melakukan kekacauan, senang melakukan
perbuatan yang tercela, yang akan membinasakan diri dan masyarakat seluruhnya.
Manusia yang paling baik akhlaknya ialah Nabi Muhammad saw, sehingga Allah
memuji budi pekerti beliau dalam al-Quran: "Sesungguhnya engkau (Muhammad),
benar-benar berbudi pekerti yang agung. Suatu bangsa bagaimanapun hebat kekuatan dan
kekayaan yang dimilikinya, akan tetapi jika budi pekertinya rusak, maka bangsa itu akan
mudah binasa. Manusia yang tidak punya akhlak yang baik, akan melakukan apa saja
untuk kepentingan dirinya. Dia akan berbohong, membuat fitnah, menjual harga diri dan
keluarga, malah dengan tidak segan lagi, dia menjual Agamanya.
Modul Hadis
Kegiatan Belajar 4
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda bahwa pada hakekatnya takwa itu
berada di dalam hati. Meskipun demikian takwa itu harus diimplementasikan atau
diwujudkan dalam perbuatan lahiriyah. Orang yang dalam hatinya ada keimanan dan
ketakwaan dan telah bersaksi akan kebenaran ajaran Islam tetapi tidak mengamalkannya
disebut Fasiq. Sebaliknya orang yang secara lahiriyah memperlihatkan ketaatan dengan
mengaku beriman secara lisan dan mengamalkan ibadah, tetapi dalam hati dia
mengingkari semua itu.
Karena itu dalam surat Ali Imran ayat 102 Allah swt mengingatkan orang-orang
yang beriman agar bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa (ﺗُﻘَﺎﺗِ ِﮫ )ﺣَﻖﱠ.
Ayat itu menunjukkan bahwa selain ada orang-orang yang benar-benar bertakwa, ada
pula orang yang berpura-pura bertakwa kepada Allah. Orang yang berpura-pura takwa
kepada Allah, seperti mengaku sebagai seorang beriman padahal hatinya ingkar, atau
berpura-pura menjadi pengikut Rasulullah padahal sesungguhnya dia memusuhi, berpura-
pura menjalankan shalat padahal sebenarnya sangat malas mengerjakannya, orang
bersikap demikian adalah orang yang disebut Munafik.
Secara harfiah, kata munafiq berasal dari kata ٌ ﻧَﻔـ َﻖyang salah satu artinya adalah
lubang tikus di dalam tanah, yang memilki dua pintu, pintu pertama terlihat, sedang pintu
kedua tidak terlihat. Tikus itu bisa masuk dari pintu yang terlihat lalu keluar dari pintu
yang tidak terlihat. Begitu pula seorang munafik seolah-olah masuk ke dalam Islam,
tetapi dia keluar dari Islam melalui pintu yang tersembunyi. Secara etimologi atau istilah,
munafik adalah orang yang menyembunyikan akidah kekafirannya dan menampakkan
keimanannya secara lahiriyah dengan kata-kata.1
Orang-orang munafik sangat dibenci oleh Allah dan Rasulullah, karena
merupakan musuh dalam selimut bagi kaum Muslimin. Mereka berpura-pura menjadi
Indikator Kompetensi
Dengan mempelajari kegiatan belajar 4 ini, anda diharapkan mampu:
Uraian Materi
Berikut ini kita akan pelajari hadis Rasulullah terkait dengan ciri-ciri atau tanda-
tanda orang munafik.
ٌﻖ ﺛ ََﻼث
ِ ِﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎ َل آﯾَﺔُ ا ْﻟ ُﻤﻨَﺎﻓ
َ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ و
َ ُ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ
َ ِ ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ ھُﺮَ ﯾْﺮَ ة َ أَنﱠ رَ ﺳُﻮ َل ﱠ
(ﻋﺪَ أَﺧْ ﻠَﻒَ وَ إِذَا اؤْ ﺗ ُﻤِ ﻦَ ﺧَﺎنَ )رواه ﻣﺴﻠﻢ َ َإِذَا َﺣﺪﱠثَ َﻛﺬَبَ وَ إِذَا و
Terjemahnya
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Tanda-tanda orang munafik
ada tiga: jika berbicara dia dusta, jika berjanji dia ingkar, dan jika dipercaya dia
berkhianat (HR. Muslim)
Penjelasan Hadis
Sebagian ulama menganggap bahwa hadis ini musykil, sulit untuk dijelaskan,
karena sifat-sifat dusta, ingkar janji, atau khiyanat mungkin saja ada pada diri seorang
Muslim. Namun demikian para ulama bersepakat bahwa orang yang membenarkan ajaran
Islam dengan hati dan lisannya, tetapi melakukan perbuatan-perbuatan tersebut tidak
dinyatakan sebagai kafir ataupun munafik yang akan dihukum kekal di neraka.
Meskipun demikian para ulama berbeda pendapat megenai makna hadis ini.
Sebagian besar berpendapat bahwa sifat-sifat tersebut adalah sifat-sifat orang munafik,
siapapun yang memiliki sifat demikian, dia menyerupai seorang munafik dan berakhlak
dengan akhlak seorang munafik, karena sesungguhnya kemunafikan adalah menampakan
apa yang berbeda dari apa yang disembunyikan. Dan hal itu ada pada orang yang
memiliki sifat-sifat tersebut. Maka kemunafikannya dirasakan oleh orang yang
mengajaknya berbicara, diberi janji olehnya, dan yang memberinya amanat.
Kemunafikan seperti ini adalah munafik perbuatan bukan munafik dalam hal akidah.
Kemunafikan seperti ini tidak diancam dengan kekal berada di dasar api neraka.
Mengenai jumlah sifat-sifat munafik yang berbeda pada dua hadis di atas, hal itu
tidak menjadi persoalan, karena suatu sifat bisa melahirkan sifat-sifat lainnya. Seperti
sifat ingkar janji, dapat terbentuk darinya sifat menghindar dari kesepakatan yang telah
dibuat.
Sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang dari segi perbuatan-perbuatannya
disebut munafik adalah orang yang sebagian besar perbuatannya berupa dusta, ingkar
janji, dan khiyanat. Adapun orang yang hanya sesekali melakukan perbuatan tersebut
tidak termasuk munafik.
Menurut al-Turmudzi, orang-orang munafik pada zaman Rasulullah menyatakan
keimanan mereka tetapi mereka berdusta, mereka diberi amanat untuk menjalankan
agama tetapi mereka mengkhiyanatinya, dan mereka berjanji untuk menolong agama
tetapi mereka mengingkarinya. Karena itu al-Khattaby mengatakan bahwa hadis ini
merupakan peringatan atas kaum Muslimin agar tidak terbiasa mengamalkan sifat-sifat
tersebut yang dikhawatirkan akan menyeretnya kepada kemunafikan yang sebenarnya.2
Dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita dengar kata munafik. Kata munafik
mungkin kita anggap tidak begitu kasar di telinga kita, karena kata itu jarang
dipublikasikan di media massa. Namun sebenarnya munafik adalah suatu sifat seseorang
yang sangat buruk yang bisa menyebabkan orang itu dikucilkan dalam masyarakat.
2. Jika membuat suatu janji atau kesepakatan dia akan mengingkari janjinya;
Diatas telah disebutkan bahwa Hadis ini merupakan peringatan dari Rasulullah
agar umat Islam tidak membiasakan sifat-sifat tersebut yang dapat menyeretnya menjadi
seorang munafik sesungguhnya, yaitu orang kafir yang mengingkari Islam tetapi berpura-
pura menjadi Muslim. Ketiga sifat itu harus dihindari mengingat bahaya yang dapat
timbul darinya.
1. Dusta
Berdusta adalah mengatakan sesuatu yang tidak benar kepada orang lain.
Berdasarkan hadis di atas, apabila kita tidak jujur kepada orang lain maka kita telah
2 Sampai pada paragraph ini, penjelasan hadis dikutip dari al-Nawawy, Shahih Muslim bi Syarh al-
Nawawy, CD Barnamaj al-Hadis al-Nabawy.
memiliki satu ciri orang yang munafik. Contoh berdusta dalam kehidupan keseharian kita
yaitu seperti saat menerima telepon lalu kita katakan kepada si penelpon bahwa orang
yang dicarinya tidak ada, padahal sesungguhnya orang itu ada. Kebiasaan dusta seperti
ini meskipun tampak ringan akibatnya, tetapi kalau dibiasakan akan merembet kepada
dusta-dusta atas perkara penting dan berakibat pada bahaya besar. Pepatah mengatakan
رأس اﻟﺬﻧﻮب اﻟﻜﺬبpangkal dari dosa-dosa adalah dusta. Karena itu Rasulullah saw
memperingatkan umatnya untuk menjauhi dusta, karena dusta akan membawa pelakunya
kepada perbuatan-perbuatan fujur (dosa), dan perbuatan-perbuatan fujur itu akan
membawa ke neraka (Hadis Riwayat Muslim).
2. Ingkar Janji
Perjanjian atau kesepakatan dengan orang lain terkadang harus kita lakukan.
Apabila janji yang telah disepakati tidak kita penuhi tanpa alasan yang dapat dibenarkan,
maka kita telah ingkat janji. Kemajuan di bidang ekonomi yang telah diraih oleh negara-
negara maju, antara lain didukung oleh komitmen yang tinggi dari warganya untuk
melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaan yang telah disepakati. Sebaiknya bangsa-
bangsa yang rendah komitmennya untuk menepati perjanjian atau kesepakatan kerja akan
jatuh sebagai bangsa yang terbelakang.
3. Khianat
Di antara ketiga sifat munafik yang tersebut dalam hadis di atas, khianat dapat
dikatakan paling berat akibat buruknya dibandingkan dengan sifat dusta dan tukang
ingkar janji. Orang yang berkhianat akan dihukum oleh masyarakat dengan dijauhi atau
dikucilkan serta tidak akan mendapatkan kepercayaan lagi, bahkan bisa dikenai hukuman
penjara, apabila pengkhianatannya menimbulkan kerugian atau bahaya pada negara
seperti menjadi mata-mata bagi pihak asing, atau seperti seorang pegawai yang dipercaya
sebagai pejabat pajak, namun dalam pekerjaannya orang itu menyalahgunakan jabatanya
untuk menyelewengkan uang pajak.
4. Melampaui batas
Permusuhan atau persengketaan mungkin saja terjadi antara sesama Muslim atau
antara Muslim dan non Muslim. Bila hal itu terjadi seorang Muslim yang sedang terlibat
permusuhan atau persengketaan dengan orang lain dan sedang memendam amarah
kepadanya tetap diharuska berlaku adil terhadap musuhnya. Dia tidak boleh melakukan
tindakan yang melampaui batas seperti menyebar fitnah atasnya, membeberkan aib atau
keburukan orang yang sedang menjadi musuhnya itu kepada orang lain yang tidak
berkepentingan. Kalau hal itu dia lakukan, dia telah berbuat kemunafikan.
Patut kita renungkan salah ayat dalam surat al-Maidah yang berbunyi:
Lalu al-Qur’an mengingatkan orang-orang yang beriman agar tidak terjebak oleh
pesona lahiriyah orang-orang munafik, dengan mengatakan “Dan apabila kamu melihat
mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu
mendengarkan perkataan mereka. Padahal mereka adalah seakan-akan kayu yang
tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka.
Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga
Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari
kebenaran)?“ Yang dimaksud bahwa mereka seolah-olah kayu yang tersandar adalah
meskipun tubuh-tubuh mereka bagus akan tetapi jiwa dan otak mereka kosong sehingga
tidak dapat memahami kebenaran.
3 Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1992) Jilid 4, h.442
Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu
lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri“.
Maka sebagai akibatnya, Allah tidak akan mengampuni mereka dan tidak akan
memberi petunjuk kepada mereka karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang kafir.
“Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan
bagi mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
fasik“.
Setelah terungkap kebusukan sikap mereka terhadap Rasulullah dan umat Islam,
akibatnya mereka sendiri merasa ketakutan “Mereka berkata: Sesungguhnya jika kita
telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang
lemah dari padanya." Dan kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi
orang-orang mu'min, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.“
ﺻﻠﱠﻰ َ ِ ﻋ ْﮭ ِﺪ رَ ﺳُﻮ ِل ﱠ َ َﺎﻻ ﻣِ ﻦْ ا ْﻟ ُﻤﻨَﺎﻓِﻘِﯿﻦَ ﻓِﻲ ً ي ِ أَنﱠ ِرﺟ ّ ِﺳﻌِﯿ ٍﺪ ا ْﻟ ُﺨﺪْرَ ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ
ﺳﻠﱠ َﻢ إِﻟَﻰ ا ْﻟﻐَﺰْ ِو َ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ و
َ ُ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ﻲ ﺳﻠﱠ َﻢ ﻛَﺎﻧُﻮا إِذَا ﺧَﺮَ َج اﻟﻨﱠﺒِ ﱡ َ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ و
َ ُﱠ
ﺳﻠﱠ َﻢ ﻓَﺈِذَا
َ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ و
َ ُ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِ ﻋ ْﻨﮫُ وَ ﻓ َِﺮﺣُﻮا ﺑِ َﻤ ْﻘﻌَ ِﺪ ِھ ْﻢ ﺧِ َﻼفَ رَ ﺳُﻮ ِل ﱠ َ ﺗَ َﺨﻠﱠﻔُﻮا
ﺳﻠﱠ َﻢ ا ْﻋﺘَﺬَرُ وا إِﻟَ ْﯿ ِﮫ وَ َﺣﻠَﻔُﻮا وَ أَ َﺣﺒﱡﻮا أَنْ ﯾُﺤْ َﻤﺪُوا َ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ و
َ ُ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ﻲ ﻗَ ِﺪ َم اﻟﻨﱠﺒِ ﱡ
ْﺴﺒَﻦﱠ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﯾَ ْﻔﺮَ ﺣُﻮنَ ﺑِﻤَﺎ أَﺗَﻮْ ا وَ ﯾُﺤِ ﺒﱡﻮنَ أَن َ ْﺑِﻤَﺎ ﻟَ ْﻢ ﯾَ ْﻔﻌَﻠُﻮا ﻓَﻨَﺰَ ﻟَﺖْ َﻻ ﺗَﺤ
(ب )رواه ﻣﺴﻠﻢ ِ ﺴﺒَﻨﱠ ُﮭ ْﻢ ﺑِ َﻤﻔَﺎزَ ةٍ ﻣِ ﻦْ ا ْﻟﻌَﺬَا
َ ْﯾُﺤْ َﻤﺪُوا ﺑِﻤَﺎ ﻟَ ْﻢ ﯾَ ْﻔﻌَﻠُﻮا ﻓ ََﻼ ﺗَﺤ
Artinya:
Diceritakan oleh Abu Said al-Khudry, bahwa beberapa orang munafik pada masa
Rasulullah saw. selalu tidak ikut serta bila Nabi saw. pergi berperang. Mereka
bergembira-ria dengan ketidakikutsertaan mereka bersama Rasulullah saw. Lalu apabila
Nabi saw. telah kembali, mereka mengemukakan alasan kepada beliau sambil bersumpah
dan berharap mendapatkan pujian dengan apa yang tidak mereka perbuat. Maka turunlah
(ayat 188 surat Ali Imron): Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang
yang bergembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka dipuji
terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamum menyangka mereka
akan lepas dari siksa. (HR Muslim)
Keburukan-keburukan sifat orang-orang munafik juga disebutkan dalam surat al-
Baqarah ayat 8 sampai 20. Dalam ayat-ayat tersebut antara lain disebutkan bahwa orang-
orang munafik adalah orang-orang yang dalam hati mereka ada penyakit, lalu penyakit
itu terus bertambah. Mereka adalah orang-orang yang membuat kerusakan di tengah
masyarakat, tetapi mereka tidak mengakuinya. Mereka memperolok-olok kaum Muslimin
dengan menganggap mereka sebagai orang-orang bodoh, padahal merekalah yang
dibiarkan oleh Allah terombang-ambing dalam kesesatan. Mereka diibaratkan sebagai
orang yang menyalakan api untuk penerangan, tetapi kemudian api itu dipadamkan oleh
Allah sehingga mereka tidak dapat melihat karena gelap. Mereka diibaratkan pula sebagai
orang yang tuli, bisu dan buta sehingga mereka sama sekali tidak mampu berkomunikasi
dengan lain karena ketiga alat komunikasi itu telah dimatikan, dan akibatnya mereka
tidak menemukan kebenaran.