Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

EMPIEMA

I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/deskripsi empiema
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) didalam rongga
pleura. Pada awalnya cairan pleura encer dengan jumlah leukosit rendah,
tetapi sering kali menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada
keadaan dimana paru-paru tertutup oleh membran eksudat yang kental.
Meskipun empiema sering kali disebabkan oleh komplikasi dari infeksi
pulmonal, namun tidak jarang penyakit ini terjadi karena pengobatan
yang terlambat (Somantri, 2008).

1.2 Etiologi
1.2.1 Infeksi yang berasal dari dalam paru :
a. Pneumonia
b. Abses paru
c. Bronkiektasis
d. TBC paru
e. Aktinomikosis paru
f. Fistel Bronko-Pleura
1.2.2 Infeksi yang berasal dari luar paru :
a. Trauma Thoraks
b. Pembedahan thorak
c. Torasentesi pada pleura
d. Sufrenik abses
e. Amoebic liver abses
1.2.3 Penyebab lain dari empiema adalah :
a. Staphylococcus
Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara
akrab dikenal sebagai Staph, yang dapat menyebabkan banyak
penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam jaringan-
jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan
penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada
kulit), namun juga secara tidak langsung dengan menghasilkan
racun-racun yang bertanggung jawab untuk keracunan
makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang
berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan
tidak memerlukan perawatan sampai berat/parah dan berpotensi
fatal.
b. Pnemococcus
Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi serius seperti radang paru-paru
(pneumonia),meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah
(sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman pneumokokus,
tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat.
Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau
kapsul. Bungkus inilah yang menentukan apakah si kuman
akan berbahaya atau tidak.

1.3 Tanda gejala


Manifestasi klinis empiema hampir sama dengan penderita pneumonia
bakteria, gejalanya antara lain adalah panas akut, nyeri dada (pleuritic
chest pain), batuk, sesak, dan dapat juga sianosis. Inflamasi pada ruang
pleura dapat menyebabkan nyeri abdomen dan muntah. Gejala dapat
terlihat tidak jelas dan panas mungkin tidak dialami penderita dengan
sistem imun yang tertekan. Juga terdapat batuk pekak pada perkusi dada,
dispneu, menurunnya suara pernapasan, demam pleural rub (pada fase
awal) ortopneu, menurunnya vokal fremitus, nyeri dada.

1.4 Patofisiologi
Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan timbulah peradangan
akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan sel
polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup maupun yang mati dan
meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental.
Adanya endapan – endapan fibrin akan membentuk kantung – kantung
yang melokalisasi nanah tersebut. Sekresi cairan menuju celah pleura
normalnya membentuk keseimbangan dengan drainase oleh limfatik
subpleura. Sistem limfatik pleura dapat mendrainase hampir 500 ml/hari.
Bila volume cairan pleura melebihi kemampuan limfatik untuk
mengalirkannya maka, efusi akan terbentuk.
Efusi parapnemonia merupakan sebab umum empiema. Pneumonia
mencetuskan respon inflamasi. Inflamasi yang terjadi dekat dengan pleura
dapat meningkatkan permeabilitas sel mesotelial, yang merupakan lapisan
sel terluar dari pleura. Sel mesotelial yang terkena meningkat
permeabilitasnya terhadap albumin dan protein lainnya. Hal ini mengapa
suatu efusi pleura karena infeksi kaya akan protein. Mediator kimia dari
proses inflamasi menstimulasi mesotelial untuk melepas kemokin, yang
merekrut sel inflamasi lain. Sel mesotelial memegang peranan penting
untuk menarik neutrofil ke celah pleura. Pada kondisi normal, neutrofil
tidak ditemukan pada cairan pleura. Neutrofil ditemukan pada cairan
pleura hanya jika direkrut sebagai bagian dari suau proses inflamasi.
Netrofil, fagosit, mononuklear, dan limfosit meningkatkan respon
inflamasi dan mengeleluarkan mediator untuk menarik sel-sel inflamator
lainya ke dalam pleura.

1.5 Pemeriksaan penunjang


1.5.1  Pemeriksaan Radiologi
a. Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang
menunjukan adanya cairan dengan atau tanpa kelaina paru. Bila
terjadi fibrothoraks, trakhea di mediastinum tertarik ke sisi yang
sakit dan juga tampak adanya penebalan. Cairan pleura bebas
dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus
pada posisi posteroanterior atau lateral.
b. Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus  di dalam rongga 
dada (pleura). Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi ,
bakteriologi, jamur dan amoeba. Untuk selanjutnya, dilakukan
jkultur (pembiakan) terhadap kepekaan antobiotik.
c. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada
suatu empiema yang terlokalisir. Pemeriksaan ini juga dapat
membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu
dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
d. Pemeriksaan CT scan
Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu
penebalan dari pleura. Kadang dijumpai limfadenopati
inflamatori intratoraks pada CT scan
e. Sinar x
Mengidentifikasi distribusi stuktural, menyatakan
absesluas/infiltrate, empiema (strafilokokus), infiltrat menyebar
atau terlokalisasi(bacterial).
f. GDA /nadi oksimetri
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada.
g. Tes fungsi paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau
restriksi,untuk memperkirakan derajat disfungsi.
h. Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi
transtrakeal,bronkoskopi fiberoptik atau biopsy pembukaan paru
untuk mengatasi organisme penyebab.Lebih dari satu tipe
organisme ada: bakteri yang umum meliputi diplokokus
pneumonia, strafilokokus aureus,A-hemolitik streptokokus,
haemophilus influenza: CMV. Catatan: kultur sputum tidak
dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada, kultur darah
dapat menunjukkan bakterimia sementara.
i. EKG latihan,tes stress
Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru
perencanaan/evaluasi program latihan.

1.6 Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah pengentalan pada pleura.
Jika inflamasi telah berlangsung lama, eksudat dapat terjadi di atas paru
yang menganggu ekspansi normal paru. Dalam keadaan ini diperlukan
pembuangan eksudat melalui tindakan bedah (dekortasi). Selang drainase
dibiarkan ditempatnya sampai pus yang mengisi ruang pleural dipantau
melalui rontgen dada dan pasien harus diberitahu bahwa pengobatan ini
dapat membutuhkan waktu lama.
1.7 Penatalaksaan
Sasaran penetalaksanaan adalah mengalirkan cavitas pleura hingga
mencapai ekspansi paru yang optimal. Dicapai dengan drainase yang
adekuat, antibiotika (dosis besar ) dan atau streptokinase. Drainase cairan
pleura atau pus tergantung pada tahapan penyakit dengan :
1.7.1    Aspirasi jarum ( Thorasintesis ), jika cairan tidak terlalu kental
1.7.2    Drainase tertutup dengan WSD, indikasi bila nanah sangat kental,
pnemothoraks
1.7.3    Drainase dada terbuka untuk mengeluarkan pus pleural yang
mengental dan debris serta mesekresi jaringan pulmonal yang
mendasari penyakit.
1.7.4    Dekortikasi, jika inflamasi telah bertahan lama.
1.8 Pathway

Penghambatan Tekanan
Infeksi
drainase limpatik osmotik plasma

Peradangan permukaan Tekanan kapiler paru Transudasi cairan


pleura meningkat intravaskuler

Efusi Pleura

Penumpukan cairan

Terjadi invasi ke pleura

Timbul perdangan akut

Terjadi pembentukkan
eksudat

EMPIEMA

Gangguan Ekspansi paru Sesak Nafas


sirkulasi menurun (Ketidakefektifan pola
napas)

Gangguan pertukaran Nyeri dada


gas

Intolernasi aktivitas
II. Rencana asuhan klien dengan gangguan empiema
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang : panas tinggi dan nyeri pada dada
pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda
cairan dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai
beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia dan
clubbing finger.
b. Riwayat kesehatan masa lalu : pernah mengalami radang paru-
paru (pneumonia), meningitis (radang selaput otak) dan infeksi
darah (sepsis).
c. Riwayat kesehatan keluarga : pernah terinfeksi bakteri
Staphylococcus atau Pneumococcus
2.1.2 Pemeriksaan fisik: data fokus
a.    Pola aktivitas/istirahat
Data  : Keletihan, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas,
ketidakmampuan untuk tidur.
Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia, lemah.
b.    Sirkulasi
Data : Tampak lemah, jantung berdebar-debar.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung, pucat.
c.    Pola hygiene
Data : Penurunan kemampuan/peningkatan aktivitas sehari-
hari.
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
d.    Pola nutrisi
Data : Mual, muntah, nafsu makan buruk, penurunan berat
badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema, berkeringat.
e. Rasa nyaman
Data : Nyeri, sesak.
Tanda : Gelisah, meringis.
f.    Keadaan fisik
Data : Badan terasa panas, pusing.
Tanda : Suhu, nadi, nafas, dan tekanan darah meningkat,
hipertermia.
g. Data fokus
Pada pemeriksaan pernapasan yang harus dinilai : keadaan
umum, laju pernapasan, warna, pernapasan cuping hidung,
suara pernapasan yang terdengar, dan usaha bernapas.
Pernapasan didominasi oleh gerak diafragma dengan sedikit
bantuan dari otot otot dada. Selain melihat gerak pernapasan,
juga penting untuk menilai adakah retraksi ( chest indrawing )
yang merupakan indikator adanya penyakit paru
1)   Inspeksi
Respirasi cepat, batuk, dada tampak lebih cembung, tampak
meringis dan sesak, barrel chest. Pada klien dengan
empiema, jika akumulasi pus lebih dari 300ml, perlu
diusahakan peningkatan upaya dan frekuensi pernafasan,
serta penggunaaan otot bantu pernafasan. Gerakan
pernafasan ekspansi dada yang asimetris ( pergerakan dada
tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada
asimetris (cembung pada sisi yang  sakit). Pengkajian batuk
yang produktif dengan sputum purulen. Trakea dan jantung
terdorong ke sisi yang sehat.
2)   Palpasi
Pengurangan pengembangan dada, taktil fremitus menurun
pada sisi yang sakit. Di samping itu pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit. Pada sisi yang sakit ruang antar iga dapat
kembali normal atau melebar.
3)   Perkusi
Diafragma bergerak hanya sedikit, terdengar suara ketok
pada sisi sakit redup (dullness) sampai pekak sesuai
banyaknya akumulasi pus di   rongga pleura.  Batas jantung
terdorong ke arah torak yang sehat. Hal ini terjadi apabila
tekanan intrapleura tinggi.
4)   Auskultasi
Suara pernapasan menunjukkan intensitas yang rendah,
biasanya ekspirasi memanjang, vocal fremitus menurun,
suara pernapasan tambahan kadang-kadang terdengar sonor
atau ronchi, rale halus pada akhir inspirasi. Kualitas suara
pernafasan yang dapat ditemukan adalah suara pernapasan
bronkial, normalnya didengar di trakea, yang pada
auskultasi inspirasi dan ekspirasi jelas terdengar. Suara
pernafasan perifer lainnya yang dapat terdengar adalah
suara pernapasan vesikular, yakni rasio inspirasi yang
terdengar lebih panjang dari ekspirasi. Suara pernapasan
bronkial yang terdengar pada paru perifer diperkirakan
terjadi konsolidasi atau adanya efusi pleura. Menurunnya
suara pernafasan saat usaha bernapas merupakan alasan
yang cukup untuk mencurigai adanya atelektasis,
konsolidasi lobaris (pneumonia) atau efusi pleura
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
a.  Pemeriksaan Radiologi
1). Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity
yang menunjukan adanya cairan dengan atau tanpa kelaina
paru. Bila terjadi fibrothoraks, trakhea di mediastinum
tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.
Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul
di sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau
lateral.
2). Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus  di dalam
rongga  dada (pleura). Pus dipakai sebagai bahan
pemeriksaan sitologi , bakteriologi, jamur dan amoeba. Untuk
selanjutnya, dilakukan jkultur (pembiakan) terhadap
kepekaan antobiotik.
3). Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat
pada suatu empiema yang terlokalisir. Pemeriksaan ini juga
dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang
perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
4). Pemeriksaan CT scan
Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu
penebalan dari pleura. Kadang dijumpai limfadenopati
inflamatori intratoraks pada CT scan
5). Sinar x
Mengidentifikasi distribusi stuktural, menyatakan
absesluas/infiltrate, empiema (strafilokokus), infiltrat
menyebar atau terlokalisasi(bacterial).
6). GDA /nadi oksimetri
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru
yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
7). Tes fungsi paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau
restriksi,untuk memperkirakan derajat disfungsi.
8). Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi
transtrakeal,bronkoskopi fiberoptik atau biopsy pembukaan
paru untuk mengatasi organisme penyebab.Lebih dari satu
tipe organisme ada: bakteri yang umum meliputi diplokokus
pneumonia, strafilokokus aureus,A-hemolitik streptokokus,
haemophilus influenza: CMV. Catatan: kultur sputum tidak
dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada, kultur
darah dapat menunjukkan bakterimia sementara.
9). EKG latihan,tes stress
Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru
perencanaan/evaluasi program latihan.

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Gangguan pertukaran gas
2.2.1 Definisi
Kelebihan atau deficit pada oksigenasi dan / eliminasi
karbondioksida pada membran alveolar-kapiler
2.2.2 Batasan karakteristik
a. pH darah arteri abnormal
b. Pernapasan abnormal (mis: irama, kecepatan, kedalaman)
c. Warna kulit abnormal
d. Dispnea
e. Napas cuping hidung
2.2.3 Faktor yang berhubungan
a. Perubahan membran alveolar-alveoli
b. Ventilasi-perfusi

Diagnosa 2: Intoleransi aktivitas (Asuhan Keperawatan Praktis, 376)


2.2.4 Definisi
Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari
yang harus atau yang ingin dilakukan
2.2.5 Batasan karakteristik
a. Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
b. Menyatakan merasa letih
c. Menyatakan merasa lemah
2.2.6 Faktor yang berhubungan
a. Tirah baring atau imobilisasi
b. Kelemahan umum
c. Ketidakseimbangan antara suplei dan kebutuhan oksigen
d. Gaya hidup yang monoton

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Gangguan pertukaran gas
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
a. NOC
1) Respiratory status: Gas exchange
2) Respiratory status: Ventilation
3) Vital sign status
b. Kriteria hasil
1) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi
yang adekuat
2) Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda
distress pernapasan
3) Tanda-tanda vital dalam rentang normal
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
a. Intervensi :Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
Rasional : Untuk mengetahi keadaan pernapasan
b. Intervensi : Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Rasional : Jalan napas yang terbuka akan mempermudah
proses pernapasan
c. Intervensi : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Rasional : Ventilasi yang baik akan membantu proses
pernapasan
d. Intervensi : Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat bantu
napas
Rasional :Penggunaan alat bantu napas untuk bantuan
pernapasan pasien

Diagnosa 2: Intoleransi aktivitas (Asuhan Keperawatan Praktis, 376)


2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
a. NOC
1) Energy conservation
2) Activity tolerance
3) Self care
b. Kriteria hasil
1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan RR
2) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri

2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional


a. Intervensi : Beri anjuran dan bantuan dalam aktivitas fisik,
kognitif, sosial, dan spiritual yang spesifik untuk
meningkatkan rentang, frekuensi atau durasi aktivitas
individu
Rasional : Membantu pasien agar mudah dalam melakukan
aktivitas
b. Intervensi : Atur penggunaan energi untuk mengatasi atau
mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi
Rasional : Energi yang optimal dan cukup akan mempermudah
dalam melakukan akivitas
c. Intervensi : Lakukan terapi latihan fisik, mobilitas sendi
Rasional : Gerakan tubuh aktif atau pasif untuk
mempertahankan atau memperbaiki fleksibilitas
sendi
2.4 Evaluasi
2.4.1 Diagnosa 1: Gangguan pertukaran gas
S : - Klien mengatakan dapat bernapas dengan normal kembali
O : - Sesak napas tidak terjadi lagi
- Klien tidak menggunakan napas cuping hidung
- Warna kulit klien normal
- RR normal
- pH darah arteri normal
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
2.4.2 Diagnosa 2: Intoleransi aktivitas (Asuhan Keperawatan Praktis,
376)
S : - Klien mengatakan dapat melakukan aktivitas dengan baik
O : - Klien terlihat dapat melakukan aktivitas tanpa bantuan
- Respon tekanan darah normal terhadap aktivitas
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

Daftar pustaka
Huda dan Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta:
MediAction.
Somantri, Irman.2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta:Salemba Medika.
Wilkinson J.M & Ahern N.R. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Edisi 9. Jakarta: EGC.
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35526-Kep%20Respirasi-
Askep%20 Empiema.html#popup.

Anda mungkin juga menyukai