Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH MATEMATIKA DISKRIT II

COUNTING METHODS
INCLUSION-EXCLUSION PRINCIPLE,
DERANGEMENT, PARITY OF INTEGER, DAN
FUNGSI PEMBANGKIT

Anggota Kelompok 2

1. Deanda Asri A (M0115012)


2. Irsalina Layalia S (M0115020)
3. Satria Adhi Wijaya (M0115038)
4. Uffi Nadzima (M0115044)
5. Zulaichah Intan P (M0115050)

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika diskrit adalah satu cabang ilmu matematika yang mempelajari


teori tentang himpunan, induksi matematika, graf, kombinatorial, dan lain-lain.
Kombinatorial merupakan cara untuk menghitung jumlah penyusunan objek-
objek tanpa harus mengenumerasi semua kemungkinan susunannya. Sebagai sa-
lah satu contoh ketika melakukan perhitungan berapa banyak siswa yang mengi-
kuti ekstrakurikuler basket, pecinta alam, atau futsal. Dimana 22 siswa mengikuti
ekstrakurikuler basket, 12 siswa mengikuti ekstrakurikuler pecinta alam, 42 siswa
mengikuti ekstrakurikuler futsal, dan 8 siswa mengikuti ekstrakurikuler untuk ke
tiga pilihan ekstrakurikuler tersebut. Untuk menyelesaikan permasalahan terse-
but dapat digunakan prinsip
inclusion-exclusion. Prinsip inclusion-exclusion merupakan perluasan ide dalam
diagram venn beserta operasi irisan dan gabungan.
Selanjutnya, prinsip inclusion-exclusion ini akan digunakan untuk menghi-
tung permutasi n objek dimana objek tersebut tidak berada pada posisi semula.
Contohnya, misalkan Ani memiliki 10 bola dan 10 kotak. Setiap bola diberi label
1, 2, 3, . . . , 10. Begitu pula dengan kotaknya diberi label 1, 2, 3, . . . , 10. Ani mena-
ruh masing-masing bola ke masing-masing kotak secara acak, sehingga sekarang
setiap kotak berisi masing-masing satu bola. Cara menghitung peluang tidak ada
satupun label bola dan kotaknya yang cocok ini dapat dikerjakan menggunakan
perhitungan probabilitas biasa sehingga diperlukan cara lain untuk mempermu-
dah perhitungan. Cara tepat untuk menyelesaikannya adalah menggunakan
derangement.
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang didalamnya terdapat ba-

1
nyak bilangan dimana salah satunya adalah bilangan integer (bulat). Dalam
bilangan bulat terdapat istilah parity of integer dimana membagi bilangan bulat
menjadi dua yaitu bilangan genap dan bilangan ganjil. Secara matematis dapat
ditulis untuk bilangan genap dinotasikan n = 2k dan bilangan ganjil dinotasikan
n = 2k + 1.
Matematika diskrit mempunyai cabang ilmu yang dapat menyelesaikan per-
masalahan dibidang matematika seperti power series, penyelesaian relasi rekursif,
dan pembuktian fungsi identitas. Ilmu tersebut adalah fungsi pembangkit. Me-
nurut Rosen [2], fungsi pembangkit digunakan untuk menyajikan barisan secara
ringkas dengan mengkodekan unsur dari suatu barisan sebagai koefisien dalam
deret pangkat suatu variabel.
Pada makalah ini, akan dibahas mengenai prinsip - prinsip yang bisa di-
gunakan untuk menyelesaikan masalah matematika yang tidak bisa diselesaikan
dengan prinsip - prinsip perhitungan biasa. Adapun prinsip - prinsip tersebut,
yaitu inclusion-exclusion, derangement, parity of integer, dan fungsi pembangkit.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dapat ditulisakan lima


rumusan masalah, yaitu

1. bagaimana konsep dan rumus umum prinsip inclusion-exclusion,

2. bagaimana konsep dan rumus umum derangement,

3. bagaimana konsep dan sifat parity of integer,

4. bagaimana konsep dan sifat fungsi pembangkit, dan

5. bagaimana kasus dari prinsip inclusion-exclusion, derangement, parity of


integer, dan fungsi pembangkit.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah

2
1. mengetahui konsep dan rumus umum prinsip inclusion-exclusion,

2. mengetahui konsep dan rumus umum derangement,

3. mengetahui konsep dan sifat parity of integer,

4. mengetahui konsep dan sifat fungsi pembangkit, dan

5. dapat menerapkan kasus dari prinsip inclusion-exclusion, derangement,


parity of integer, dan fungsi pembangkit.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Prinsip Inclusion-Exclusion

Diberikan beberapa definisi dan teorema yang berhubungan dengan prinsip


inclusion-exclusion yang diambil dari Munir [1].

Definisi 2.1.1. Himpunan (set) adalah kumpulan objek-objek yang berbeda dan
tidak berurutan.

Definisi 2.1.2. Jumlah elemen dalam A disebut kardinal dari A. Kardinalitas


dari himpunan A dinotasikan |A|.

Definisi 2.1.3. Irisan (intersection) dari himpunan A dan B adalah himpunan


yang setiap elemennya merupakan elemen dari himpunan A dan himpunan B.
Irisan dari himpunan A dan B dapat dinotasikan A ∩ B.

Definisi 2.1.4. Gabungan (union) dari himpunan A dan B adalah himpunan


yang setiap anggotanya merupakan anggota himpunan A atau B. Gabungan dari
himpunan A dan B dapat dinotasikan A ∪ B.

Himpunan A dan B dikatakan disjoint apabila tidak mempunyai irisan,


sedangkan himpunan A dan B dikatakan nondisjoint apabila mempunyai irisan.
Misal A dan B adalah sebarang himpunan nondisjoint pasti himpunan A dan
himpunan B mempunyai elemen bersama. Jumlah elemen bersama antara A
dan B adalah |A ∩ B|. Menghitung jumlah elemen gabungan himpunan A dan
B yang nondisjoint dapat dilakukan dengan cara menjumlahkan elemen-elemen
pada kedua himpunan dikurangi dengan jumlah elemen pada irisannya sehingga
berlaku
|A ∪ B| = |A| + |B| − |A ∩ B|. (2.1)

4
Gambar 2.1. Himpunan Nondisjoint A dan B

Himpunan A dan B yang nondisjoint dapat ditunjukan pada Gambar 2.1,


sedangkan untuk sebarang himpunan A dan himpunan B yang disjoint yaitu
irisan dari dua himpunan atau lebihnya kosong berlaku

|A ∪ B| = |A| + |B|

Gambar 2.2. Himpunan Nondisjoint A, B, dan C

Himpunan A, B, dan C yang nondisjoint dapat ditunjukkan pada Gambar


2.2. Dengan memperluas hasil persamaan (2.1) dapat diperoleh untuk sebarang
tiga himpunan A, B, dan C berlaku persamaan (2.2) yang diilustrasikan pada
Gambar 2.3.

|A ∪ B ∪ C| = |A| + |B| + |C| − |A ∩ B| − |B ∩ C| − |A ∩ C| + |A ∩ B ∩ C| (2.2)

5
Gambar 2.3. Jumlah Elemen dengan (a) |A| + |B| + |C|, (b) |A| + |B| + |C| − |A ∩
B|−|B∩C|−|A∩C|, dan (c) |A|+|B|+|C|−|A∩B|−|B∩C|−|A∩C|+|A∩B∩C|

Menurut Rosen [2], prinsip inclusion-exclusion dinyatakan dalam Teorema


2.1.1 yang menyatakan banyaknya elemen suatu gabungan himpunan terbatas.

Teorema 2.1.1. Misalkan A1 , A2 , . . . An adalah himpunan berhingga maka ben-


tuk umum prinsip inclusion-exclusion dapat dinyatakan dengan
∑ ∑ ∑
|A1 ∪ A2 ∪ . . . ∪ An | = |Ai | − |Ai ∩ Aj | + |Ai ∩ Aj ∩ Ak |
1≤i≤n 1≤j≤n 1<j<k≤n

+ . . . + (−1)n−1 |A1 ∩ A2 ∩ . . . ∩ An |.

Bukti. Akan dibuktikan bahwa setiap elemen dihitung tepat sekali pada sisi ka-
nan persamaan. Anggap a adalah elemen dari tepat r himpunan A1 , A2 , . . . , An

dimana 1 ≤ r ≤ n. Elemen a dihitung sebanyak C(r, 1) kali dari |Ai |, dihitung

sebanyak C(r, 2) kali dari |Ai ∩ Aj |. Secara umum, dihitung sebanyak C(r, m)
kali dari penjumlahan m himpunan Ai . Dengan demikian, elemen a dihitung
dengan
C(r, 1) − C(r, 2) + C(r, 3) − . . . + (−1)r+1 C(r, r)

n
kali pada sisi kanan persamaan. Dengan menggunakan (−1)k (nk ) = 0 maka
k=0

C(r, 0) − C(r, 1) + C(r, 2) − . . . + (−1)r C(r, r) = 0

oleh karena itu,

1 = C(r, 0) = C(r, 1) − C(r, 2) + C(r, 3) − . . . + (−1)r+1 C(r, r).

6
Sedemikian hingga untuk setiap elemen gabungan himpunan A1 , A2 , . . . , An
dihitung tepat sekali pada sisi kanan persamaan. Jadi, prinsip inclusion-exclusion
terbukti.

2.2 Derangement

Diberikan definisi dan teorema yang berhubungan dengan prinsip


derangement yang diambil dari Rosen [2].

Definisi 2.2.1. Derangement adalah permutasi dari suatu objek dimana objek
tersebut tidak berada pada posisi seharusnya atau telah berubah dari posisi semula.

Menurut Rosen [2], permutasi 21453 adalah derangement dari 12345 karena
tidak ada angka yang berada di posisi semula. Akan tetapi, 21543 bukan meru-
pakan derangement dari 12345 karena terdapat angka yang berada pada posisi
semula yaitu angka 4. Dalam kasus ini akan digunakan prinsip inclusion-exclusion
untuk menghitung banyaknya derangement tersebut.
Misalkan Dn adalah notasi dari jumlah banyaknya derangement dari n ob-
jek. Contohnya, D3 = 2 karena derangement dari 123 adalah 231 dan 312. Akan
ditentukan Dn , untuk semua bilangan positif n menggunakan prinsip
inclusion-exclusion

Teorema 2.2.1. Banyaknya derangement dari suatu himpunan dengan n elemen


adalah [ ]
1 1 1 1
Dn = n! 1 − + − + . . . + (−1)n
1! 2! 3! 1!
Bukti. Misalkan permutasi Pi merupakan sifat dimana permutasi dari n objek
mempunyai bilangan bulat i yang ditempatkan pada posisi ke i. Banyaknya
derangement adalah banyaknya permutasi dimana tidak terdapat sifat Pi untuk
setiap i = 1, 2, 3, . . . , n dapat dituliskan

′ ′ ′
Dn = N (P1 , P2 , . . . , Pn ).

7
Dengan menggunakan prinsip inclusion-exclusion diperoleh
∑ ∑ ∑
Dn = N − N (Pi ) + N (Pi Pj ) − N (Pi Pj Pk ) + . . . +
i i<j i<j<k
n
(−1) N (P1 P2 . . . Pn ). (2.3)

Diketahui N = n!, karena N adalah banyak permutasi dari n elemen. Ke-


mudian, diasumsikan bahwa N (Pi ) = (n−1)! karena N (Pi ) merupakan banyaknya
permutasi dengan elemen i berada pada posisinya sehingga posisi ke-i dari per-
mutasi telah ditentukan, tetapi untuk elemen lainnya posisi dapat disusun secara
sebarang. Dengan cara yang sama diperoleh

N (Pi Pj ) = (n − 2)!

karena N (Pi Pj ) merupakan banyaknya permutasi dengan elemen i dan j yang


berada pada posisinya tetapi untuk n − 2 elemen lain posisinya dapat disusun
secara sebarang. Secara umum dapat dituliskan

N (P1 P2 . . . Pm ) = (n − m)!

diketahui N (P1 P2 ...Pm ) merupakan banyaknya permutasi dengan elemen i1 , i2 , . . . ,


im yang berada pada posisinya tetapi untuk n − m elemen lain posisinya dapat
disusun secara sebarang. Karena C(n, m) cara untuk memlih m elemen dari n
elemen berlaku

N (Pi ) = C(n, 1)(n − 1)! (2.4)
1≤i≤n

N (Pi Pj ) = C(n, 2)(n − 2)! (2.5)
1≤i<j≤n

N (Pi Pj Pk ) = C(n, 3)(n − 3)!. (2.6)
1≤i<j<k≤n
Secara umum dapat dituliskan

N (P1 P2 . . . Pm ) = C(n, m)(n − m)!.
1≤i1 <i2 <...<im ≤n

Selanjutnya mensubtitusi persamaan (2.4), (2.5), dan (2.6) pada persamaan (2.3)
sehingga diperoleh

Dn = n! − C(n, 1)(n − 1)! + C(n, 2)(n − 2)! − . . . + (−1)n C(n, n)(n − n)!
n! n! n!
= n! − (n − 1)! + (n − 2)! − . . . + (−1)n 0!. (2.7)
1!(n − 1)! 2!(n − 2)! n!0!

8
Persamaan (2.7) dapat disederhanakan menjadi
[ ]
1 1 1 n 1
Dn = n! 1 − + − + . . . + (−1)
1! 2! 3! n!

sehingga dapat ditentukan Dn untuk setiap bilangan bulat n.

2.3 Parity of Integer

Diberikan definisi dan beberapa teorema yang berhubungan dengan prinsip


parity of integer yang diambil dari Susanna [3].

Teorema 2.3.1. Untuk sebarang bilangan bulat n dan sebarang bilangan bulat
positif d, terdapat bilangan bulat q dan r sedemikian sehingga

n = dq + r dan 0 ≤ r < d.

Bukti. Misalkan S adalah himpunan bilangan bulat nonnegatif berbentuk n − dk


dengan k adalah bilangan bulat. Himpunan ini mempunyai satu elemen terkecil.
Jika n nonnegatif maka n−0.d = n ≥ 0 sehingga n−0.d ∈ S. Jika n negatif
maka n − nd = n(1 − d) ≥ 0 dengan n < 0 dan (1 − d) ≤ 0 karena d adalah
bilangan bulat positif sehingga n − nd ∈ S.
Menurut well-ordering principle, S memiliki elemen terkecil yaitu r sehingga
untuk suatu bilangan bulat k = q, diperoleh persamaan

n − dq = r (2.8)

karena setiap bilangan bulat di dalam S dapat dituliskan dalam bentuk persama-
an (2.8). Jika ditambahkan dq pada kedua ruas persamaan (2.8) maka diperoleh

n = dq + r.

Kemudian akan dibuktikan r < d. Misalkan r ≥ d diperoleh

n − d(q + 1) = n − dq − d = r − d ≥ 0,

sehingga n − d(q + 1) menjadi bilangan bulat nonnegatif dalam S yang lebih kecil
daripada r. Tetapi, r adalah bilangan bulat terkecil dalam S. Kontradiksi ini

9
menunjukkan bahwa pengandaian r ≥ d salah. Jadi, terbukti bahwa terdapat
bilangan bulat r dan q yang memenuhi

n = dq + r dan 0 ≤ r < d.

Definisi 2.3.1. Untuk bilangan bulat n dan bilangan bulat positif d, berlaku

ndivd = hasil bagi bilangan bulat yang diperoleh ketika n dibagi dengan d

nmodd = sisa hasil bagi bilangan bulat nonnegatif yang diperoleh ketika n

dibagi dengan d.

Secara matematis, jika n dan d adalah bilangan bulat dan d > 0 maka

n div d = q dan n mod d = r ⇔ n = dq + r.

Dimana q dan r adalah bilangan bulat dan 0 ≤ r < d.

Diambil sebarang bilangan bulat n dengan n dapat dibagi 2. Menggunakan


Teorema 2.3.1 (d = 2) terdapat bilangan bulat q dan r sehingga n dapat ditulis
menjadi n = 2q + r untuk 0 ≤ r < 2. Bilangan bulat yang memenuhi pertidak-
samaan 0 ≤ r < 2 adalah r = 0 dan r = 1 sehingga untuk sebarang bilangan
bulat n terdapat bilangan bulat q dengan n = 2q + 0 atau n = 2q + 1. Dalam
permasalahan ini, n = 2q + 0 = 2q, n adalah genap dan n = 2q + 1, n adalah
ganjil.
Menurut Susanna [3], parity of integer memuat dua kemungkinan bilangan
bulat, yaitu bilangan bulat itu genap ataupun ganjil. Misalnya, 5 merupakan
bilangan bulat ganjil dan 28 merupakan bilangan bulat genap.

Teorema 2.3.2. Untuk sebarang dua bilangan bulat yang saling berurutan mem-
punyai paritas yang saling berlawanan.

Bukti. Diambil sebarang dua bilangan bulat yang berurutan, misal m dan m + 1.
Akan dibuktikan apakah salah satu dari m dan m + 1 adalah genap dan yang
lainnya adalah ganjil.

10
1. Kasus 1 (m genap)
Dalam kasus ini m dapat dibentuk menjadi m = 2k untuk suatu bilangan
bulat k sehingga m + 1 = 2k + 1. Akibatnya, m + 1 adalah ganjil (menurut
definisi bilangan ganjil). Oleh karena itu, jika m genap maka bilangan bulat
selanjutnya, m + 1 adalah ganjil.

2. Kasus 2 (m ganjil)
Dalam kasus ini, m dapat dibentuk menjadi m = 2k + 1 untuk suatu k
bilangan bulat sehingga m+1 = (2k+1)+1 = 2k+2 = 2(k+1) dengan k+1
adalah bilangan bulat (penjumalahan dua bilangan bulat adalah bilangan
bulat) sehingga m + 1 sama dengan dua kali bilangan bulat. Jadi, m + 1
merupakan bilangan genap. Oleh karena itu, pada kasus ini berlaku salah
satu dari m dan m + 1 adalah genap serta yang lain adalah ganjil.

Dari 1 dan 2 terbukti bahwa untuk sebarang dua bilangan bulat yang saling
berurutan mempunyai paritas yang saling berlawanan.

Teorema 2.3.3. Kuadrat dari sebarang bilangan bulat ganjil dapat dibentuk men-
jadi 8m + 1 untuk suatu bilangan bulat m.

Bukti. Ambil sebarang bilangan bulat ganjil n. Dengan menggunakan Teorema


2.3.1, n dapat ditulis dengan salah satu bentuk berikut, 4q atau 4q +1 atau 4q +2
atau 4q + 3 untuk suatu bilangan bulat q. Karena n adalah bilangan bulat ganjil,
n harus merupakan salah satu dari 4q + 1 atau 4q + 3.

1. Kasus 1 (n = 4q + 1 untuk suatu q bilangan bulat)


Akan dicari bilangan bulat m sedemikian sehingga n2 = 8m + 1. Karena
n = 4q + 1 diperoleh

n2 = (4q + 1)2

= (4q + 1)(4q + 1)

= 16q 2 + 8q + 1

= 8(2q 2 + q) + 1

n2 = 8m + 1

11
dengan m = 2q 2 + q, m bilangan bulat. Jadi, untuk n = 4q + 1, kuadrat
dari n dapat dibentuk menjadi n2 = 8(2q 2 + q) + 1 = 8m + 1 dengan m
adalah bilangan bulat.

2. Kasus 2 (n = 4q + 3 untuk suatu q bilangan bulat)


Akan dicari bilangan bulat m sedemikian sehingga n2 = 8m + 1.

n2 = (4q + 3)2

= (4q + 3)(4q + 3)

= 16q 2 + 24q + 9

= 8(2q 2 + 3q + 1) + 1

n2 = 8m + 1

dengan m = 2q 2 + 3q + 1, m bilangan bulat.


Jadi, untuk n = 4q + 3, kuadrat dari n dapat dibentuk menjadi
n2 = 8(2q 2 + 3q + 1) + 1.

Dari 1 dan 2 terbukti bahwa kuadrat dari sebarang bilangan bulat ganjil dapat
dibentuk menjadi 8m + 1 untuk suatu bilangan bulat m.

2.4 Fungsi Pembangkit

Fungsi pembangkit dikembangkan untuk menyelesaikan masalah-masalah


pemilihan dan penyusunan objek dengan pengulangan serta tidak memperhatikan
urutan.
Berdasarkan Rosen [2], fungsi pembangkit digunakan untuk menyajikan ba-
risan secara ringkas dengan pengkodean unsur dari barisan sebagai koefisien da-
lam deret pangkat suatu variabel x. Fungsi pembangkit dapat digunakan untuk
menyelesaikan beberapa permasalahan matematika. Diantaranya power series,
penyelesaian relasi rekursif, dan pembuktian fungsi identitas. Selain itu, dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah fungsi dengan cara mentransformasikan-
nya.

12
Definisi 2.4.1. Fungsi pembangkit dari barisan bilangan real a0 , a1 , a2 , . . . , ak , . . .
bisa dituliskan dalam bentuk


2 k
G(x) = a0 + a1 x + a2 x + . . . + ak x + . . . = ak xk .
k=0

Pada Definisi 2.4.1 tersebut, fungsi pembangkit untuk ak biasa disebut


ordinary generating function. Deret tersebut merupakan pangkat dari variabel x,
dengan x adalah suatu indikator sehingga koefisien dari xk adalah harga fungsi
pada k. Sedangkan, sebuah fungsi dalam deret bilangan real ak dapat disederha-
nakan dengan fungsi pembangkitnya.

2.4.1 Fungsi Pembangkit pada Power Series

Fungsi pembangkit dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah perhi-


tungan dalam suatu barisan tak hingga. Dalam penggunaannya barisan diubah
menjadi power series. Power series ini merupakan fungsi pembangkit dari barisan
tersebut.

Teorema 2.4.1. Diberikan



∞ ∑

k
f (x) = ak x dan g(x) = bk xk
k=0 k=0

maka berlaku


f (x) + g(x) = (ak + bk )xk (2.9)
k=0

dan ( k )

∞ ∑
f (x)g(x) = aj bk−j xk . (2.10)
k=0 j=0
∑∞ ∑∞
Bukti. Diketahui f (x) = k=0 ak xk dan g(x) = k=0 bk x
k
sehingga

f (x) = a0 +a1 x+a2 x2 +. . .+ak xk +. . . dan g(x) = b0 +b1 x+b2 x2 +. . .+bk xk +. . .

13
maka, untuk persamaan (2.9)

f (x) + g(x) = a0 + a1 x + a2 x2 + . . . + ak xk + . . . + b0 + b1 x + b2 x2 + . . . +

bk xk + . . .

= a0 + b0 + a1 x + b1 x + a2 x2 + b2 x2 + . . . + ak xk + bk xk + . . .

= (a0 + b0 ) + (a1 + b1 )x + (a2 + b2 )x2 + . . . + (ak + bk )xk + . . .


∑∞
f (x) + g(x) = (ak + bk )xk .
k=0

Untuk persamaan (2.10)

f (x)g(x) = (a0 + a1 x + a2 x2 + . . . + ak xk + . . .)(b0 + b1 x + b2 x2 + . . . + bk xk

+ . . .)

= a0 (b0 + b1 x + b2 x2 + . . . + bk xk + . . .) + a1 x(b0 + b1 x + b2 x2 + . . .

+bk xk + . . .) + a2 x2 (b0 + b1 x + b2 x2 + . . . + bk xk + . . .) + . . . +

ak xk (b0 + b1 x + b2 x2 + . . . + bk xk + . . .) + . . .

= (a0 b0 + a0 b1 x + a0 b2 x2 + . . . + a0 bk xk + . . .) + (a1 xb0 + a1 xb1 x +

a1 xb2 x2 + . . . + a1 xbk xk + . . .) + (a2 x2 b0 + a2 x2 b1 x + a2 x2 b2 x2 +

. . . + a2 x2 bk xk + . . .) + . . . + (ak xk b0 + ak xk b1 x + ak xk b2 x2 + . . . +

ak xk bk xk + . . .) + . . .

= a0 b0 + a0 b1 x + a1 b0 x + . . . + a0 b2 x2 + a1 b1 x2 + a2 b0 x2 + . . . +

a0 bk xk + ak b0 xk + . . .
( k )
∑∞ ∑
f (x)g(x) = aj bk−j xk .
k=0 j=0

14
BAB III

PEMBAHASAN
Pada pembahasan berikut diberikan beberapa contoh soal serta penyelesa-
iannya dengan menggunakan inclusion-ixclusion, derangement, parity of integer,
dan fungsi pembangkit. Contoh soal diambil dari Rosen [2].

1. Terdapat 2504 mahasiswa Ilmu Komputer di sebuah kampus. Sebanyak


1876 mahasiswa mengikuti kuliah Java, 999 mahasiswa mengikuti kuliah
Linux, 345 mahasiswa mengikuti kuliah C, 876 mahasiswa mengikuti kuli-
ah Java dan Linux, 231 mahasiswa mengikuti kuliah Linux dan C, dan 290
mahasiswa mengikuti kuliah Java dan C. Jika 189 mahasiswa mengambil
kuliah pada ketiganya (Java, Linux, dan C) maka berapa banyak dari 2504
mahasiswa yang belum mengikuti kuliah programming language pada keti-
ganya?
Penyelesaian: Misal dinotasikan

S = himpunan seluruh mahasiswa ilmu komputer,

X = himpunan mahasiswa yang mengikuti kuliah Java,

Y = himpunan mahasiswa yang mengikuti kuliah Linux,

Z = himpunan mahasiswa yang mengikuti kuliah C, dan

N = himpunan mahasiswa yang tidak mengambil ketiganya.

Sehingga |S| = 2504; |X| = 1876; |Y | = 999; |Z| = 345; |X ∩ Y | = 876;


|Y ∩ Z| = 231; |X ∩ Z| = 290; |X ∩ Y ∩ Z| = 189,

15
maka

|S| = |X ∪ Y ∪ Z| + |N |

|N | = |S| − |X ∪ Y ∪ Z|

= |S| − (|X| + |Y | + |Z| − |X ∩ Y | − |Y ∩ Z| − |X ∩ Z| +

|X ∩ Y ∩ Z|)

= 2504 − (1876 + 999 + 345 − 876 − 231 − 290 + 189)

= 2504 − 2012

= 492.

Jadi, mahasiswa yang belum mengikuti kuliah programming language pada


ketiganya sebanyak 492 mahasiswa.

2. Sebuah mesin yang bekerja untuk memasukkan surat ke dalam amplop tiba-
tiba rusak sehingga mesin tersebut memasukkan surat secara acak ke dalam
amplop. Apabila terdapat 7 surat maka berapa banyak cara agar:

a. tidak ada surat yang dimasukkan ke dalam amplop yang benar dan

b. terdapat 5 surat yang dimasukkan ke dalam amplop yang benar.

Penyelesaian: Dengan menggunakan konsep inclusion-exclusion banyaknya


cara semua surat dimasukkan ke dalam amplop yang benar dapat dicari
menggunakan rumus derangement
[ ]
1 1 1 n 1
Dn = n! 1 − + − + . . . + (−1) .
1! 2! 3! n!

a. Tidak ada surat yang dimasukkan ke dalam amplop yang benar.


Terdapat 7 surat berarti n = 7 sehingga diperoleh
[ ]
1 1 1 1 1 1 1
D7 = 7! 1 − + − + − + −
1! 2! 3! 4! 5! 6! 7!
[ ]
1 1 1 1 1 1 1
= 5040 1 − + − + − + −
1 2 6 24 120 720 5040
[ ]
103
= 5040
280
= 1854 cara.

16
Jadi, terdapat 1854 cara semua surat tidak dimasukkan ke dalam am-
plop yang benar.

b. Terdapat 5 surat yang dimasukkan ke dalam amplop yang benar.


Terdapat 7 surat. Jika diinginkan terdapat tepat 5 surat yang dima-
sukkan ke dalam amplop yang benar berarti n = 7 − 5 = 2.
Banyak cara memasukkan 5 surat ke dalam amplop yang benar adalah
C(7, 5) = 21. Misal banyak cara adalah X1 maka diperoleh

X1 = C(7, 5)D2
[ ]
1 1
= 21(2!) 1 − +
1! 2!
[ ]
1 1
= 21(2) 1 − +
1 2
= 21 cara.

Jadi, terdapat 21 cara semua surat dimasukkan ke dalam amplop di-


mana terdapat tepat 5 surat yang dimasukkan ke dalam amplop yang
benar.

3. Buktikan bahwa jika n adalah bilangan bulat dan 3n + 2 ganjil, maka n


ganjil!
Penyelesaian:

Bukti. Pertama akan dicoba dengan menggunakan pembuktian langsung.


Untuk mengkonstruksikan pembuktian langsung, diasumsikan bahwa 3n+2
adalah bilangan bulat ganjil. Berarti 3n+2 = 2k+1 untuk beberapa bilang-
an bulat k, sehingga tidak dapat dilakukan dengan pembuktian langsung.
Karena pembuktian langsung gagal selanjutnya akan dicoba dibuktikan de-
ngan menggunakan kontraposisi.

Langkah pertama pembuktian kontraposisi ini diasumsikan bahwa ”Jika


3n + 2 ganjil maka n bilangan ganjil” adalah salah, sehingga n adalah
bilangan genap. Kemudian, menurut definisi bilangan genap, n = 2k untuk

17
sebarang k bilangan bulat. Subtitusi 2k sebagai n, diperoleh

3n + 2 =3(2k) + 2

=6k + 2

=2(3k + 1)

=2m

untuk m = 3k + 1 dan m bilangan bulat. Hal ini berarti 3n + 2 adalah


genap, karena merupakan kelipatan 2 dan bukan ganjil. Tetapi kontradiksi
dengan yang diketahui. Sehingga asumsi salah. Dengan demikian terbukti
jika n adalah bilangan bulat dan 3n + 2 ganjil, maka n ganjil.

4. Carilah fungsi pembangkit dari barisan 1, 4, 16, 64, 256!


Penyelesaian :
Menurut Definisi 2.4.1, jika terdapat barisan bilang real a0 , a1 , a2 , . . . , ak ,. . . ,
maka fungsi pembangkitnya dapat dituliskan dalam bentuk

G(x) = a0 + a1 x + a2 x2 + . . . + ak xk + . . . .

Karena barisan bilangan tersebut terbatas, sehingga dapat dituliskan

G(x) = a0 + a1 x + a2 x2 + . . . + ak xk .

Maka fungsi pembangkit dari barisan bilangan 1, 4, 16, 64, 256 adalah

G(x) = 1 + 4x + 16x2 + 64x3 + 256x4 .

Sehingga diperoleh

G(x) = 1 + 4x + 16x2 + 64x3 + 256x4

= (4x)0 + (4x)1 + (4x)2 + (4x)3 + (4x)4


∑4
= (4x)k
k=0

Jadi, fungsi pembangkit dari barisan bilangan 1, 4, 16, 64, 256 adalah

4
G(x) = (4x)k .
k=0

18
BAB IV

KESIMPULAN
Dari pembahasan didapatkan kesimpulan sebagai berikut.

1. Rumus umum inclusion-exclusion principle adalah


∑ ∑ ∑
|A1 ∪ A2 ∪ . . . ∪ An | = |Ai | − |Ai ∩ Aj | + |Ai ∩ Aj ∩ Ak |
1≤i≤n 1≤j≤n 1<j<k≤n

+ . . . + (−1) n−1
|A1 ∩ A2 ∩ . . . ∩ An |.

2. Derangement adalah permutasi dari suatu objek dimana objek tersebut


tidak berada pada posisi semula. Rumus umum derangement adalah
[ ]
1 1 1 n 1
Dn = n! 1 − + − + ... + (−1) .
1! 2! 3! n!

3. Parity of integer memuat dua kemungkinan yaitu apakah bilangan bulat


tersebut genap atau ganjil. Rumus umum parity of integer adalah

n = dq + r dan 0 ≤ r < d.

4. Fungsi pembangkit dari barisan bilangan a0 , a1 , a2 , . . . , ak , . . . dapat ditu-


liskan dalam bentuk


2 k
G(x) = a0 + a1 x + a2 x + . . . + ak x + . . . = ak xk .
k=0

5. Inclusion-exclusion principle dapat diterapkan pada contoh soal nomor 1,


derangement dapat diterapkan pada contoh soal nomor 2, parity of integer
dapat diterapkan pada contoh soal nomor 3, dan fungsi pembangkit dapat
diterapkan pada contoh soal nomor 4.

19
DAFTAR PUSTAKA

[1] Munir, R., Matematika Diskrit, 3rd ., Informatika, Bandung, 2007.

[2] Rosen, K. H., Discrete Mathematics and Its Applications, 7th ed., McGraw-
Hill, New York, 2012.

[3] Susanna, S., Discrete Mathematics with Applications, 4th ed., Cengage
Learning, United States of America, 2011.

20
4.1 Job Description

Nama Job Description


Deanda Asri A Fungsi pembangkit dan pembahasannya, penyusunan
makalah, dan proofreading
Irsalina Layalia S Derangement dan pembahasannya, penyusunan slide
presentasi, dan proofreading
Satria Adhi W Parity of integer dan pembahasannya, penyusunan
makalah, dan proofreading
Uffi Nadzima Inclusion-Exclusion principle dan pembahasannya,
penyusunan makalah, dan proofreading
Zulaichah Intan P Pendahuluan, Parity of integer, kesimpulan,
penyusunan slide presentasi, dan proofreading

21

Anda mungkin juga menyukai