Anda di halaman 1dari 8

TB ANAK

EPIDEMIOLOGI

 Setiap tahun diperkirakan 9 juta kasus TB baru dan 2 juta di antaranya meninggal. Dari 9
juta kasus baru TB di seluruh dunia, 1 juta adalah anak usia<15 tahun. Dari seluruh kasus
anak dengan TB, 75% di dapatkan di 22 negara dengan beban TB tinggi (high burden
countries). Dilaporkan dari berbagai negara presentase semua kasus TB pada anak
berkisar antara 3% sampai >25%.
 Mayoritas anak tertular TB dari pasien TB dewasa, sehingga dalam penanggulangan TB
anak, penting untuk mengerti gambaran epidemiologi TB pada dewasa.
 Dilaporkan dari Afrika Selatan bahwa pada anak anak yang sakit TB didapatkan
prevalensi HIV 40 %-50%.

Situasi TB Anak di Indonesia Saat Ini

 Proporsi kasus TB Anak diantara semua kasus yang diobati di Indonesia dari 2007
sampai 2013 berkisar pada 7,9% sampai 12%. Angka ini masih berada pada batas normal
proporsi kasus TB anak diantara semua kasus.
 Proporsi kasus TB Anak diantara semua kasus TB yang diobati sangat bervariasi pada
level Provinsi, Kabupaten/Kota sampai Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes).
 Dari grafik di atas menunjukkan bahwa beberapa provinsi memiliki proporsi kasus TB
anak <5% dan beberapa provinsi lain menunjukkan >15%

KLASIFIKASI
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukansuatu “definisi kasus”
yang meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positifatau BTA
negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:


1) Tuberkulosis paruAdalah tuberkulosis yangmenyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaputparu) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paruAdalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuhlain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung(pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal,saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitupada TB


Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimendahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negative


Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.Kriteria diagnostik
TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

C. Klasifikasi berdasarkan tingkat kePARAHan penyakit.


1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk beratbila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paruyang luas (misalnya proses “far
advanced”), dan atau keadaan umumpasien buruk.

2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:


1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritiseksudativa unilateral,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dankelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TBusus, TB saluran kemih dan
alat kelamin.

D. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya


Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadibeberapa tipe
pasien, yaitu:
1) Kasus Baru Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau
sudahpernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps)Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh ataupengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusanatau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)Adalah pasien TB yang telah berobat dan
putus berobat 2 bulan atau lebihdengan BTA positif.
4) Kasus Gagal (Failure)Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
ataukembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selamapengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
register TBlain untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lainAdalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalamkelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasilpemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.

ETIOLOGI
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan olehkuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TBmenyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.
Cara penularan

 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.


 Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udaradalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapatmenghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak.
 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahakberada dalam waktu
yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlahpercikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuhkuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaanyang gelap dan lembab
 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kumanyang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasilpemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut.
 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukanoleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udaratersebut.
PATOGENESIS
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering
terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran
limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran
limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan
setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran
kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru
kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik
biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna.
Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda. Tuberkulosis
ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi
pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3
tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.

MANIFESTASI KLINIK
Gejala sistemik/umum:

 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)


 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat
hilang timbul
 Penurunan nafsu makan dan berat badan•Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:

 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan
sakit dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya
kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC
paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang
tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30%
terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah

DIAGNOSIS

Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis, baik overdiagnosis maupun
underdiagnosis.

Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada pemeriksaan sputum


atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan. Kesulitan
menegakkan diagnosis pasti pada anak disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman
(paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen sputum.

Pertimbangkan Tuberkulosis pada anak jika:

Anamnesis:

 Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal
tumbuh.
 Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
 Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.
 Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.

Pemeriksaan fisis

 Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal.


 Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang.
 Uji tuberkulin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bisa negatif pada anak
dengan TB milier atau yang juga menderita HIV/AIDS, gizi buruk atau baru menderita
campak.
 Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat menurut
panjang/tinggi badan.

Untuk memudahkan penegakan diagnosis TB anak, IDAI merekomendasikan diagnosis TB anak


dengan menggunakan sistem skoring, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang
dijumpai, seperti terlihat pada tabel 13.

Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang, maka dilakukan
pembobotan dengan sistem skoring.

 Pasien dengan jumlah skor ≥ 6 (sama atau lebih dari 6), harus ditatalaksana sebagai
pasien TB dan mendapat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT).
 Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat maka perlu
dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung,
patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-
Scan dan lain-lainnya

TATALAKSANA

Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan pertama) dan sisanya
sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat pada fase
awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan
(4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap
intensif maupun tahap lanjutan.

Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam bentuk paket.
Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket OAT anak berisi obat
untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z); sedangkan untuk
tahap lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid (H).

Dosis

 INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari


 Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
 Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari
 Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari
 Streptomisin: 15–40 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari

Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan
jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk Kombinasi Dosis Tetap = KDT
(Fixed Dose Combination = FDC). Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:
 Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid) dan Z
(Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.
 Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H (Isoniazid) yang
digunakan pada tahap lanjutan.

Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak dan komposisi
dari tablet KDT tersebut.

Tabel berikut ini adalah contoh dari dosis KDT yang komposisi tablet RHZ adalah R = 75 mg, H
= 50 mg, Z = 150 mg dan komposisi tablet RH adalah R = 75 mg dan H = 50 mg,

Tabel 14. Dosis KDT (R75/H50/Z150 dan R75/H50) pada anak

2 BULAN TIAP HARI 4 BULAN TIAP HARI


BERAT BADAN (KG)
RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Keterangan:

 Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit


 Anak dengan BB ≥ 33 kg , disesuaikan dengan dosis dewasa
 Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
 OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau
digerus sesaat sebelum diminum.

Bila paket KDT belum tersedia, dapat digunakan paket OAT Kombipak Anak. Dosisnya seperti
pada tabel berikut ini.

Tabel 15a. Dosis OAT Kombipak-fase-awal/intensif pada anak

BB 10-20 KG
JENIS OBAT BB<10 KG BB 20-32 KG
(KOMBIPAK)
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Tabel 15b. Dosis OAT Kombipak-fase-lanjutan pada anak

JENIS OBAT BB<10 KG BB 10-20 KG BB 20-32 KG


(KOMBIPAK)
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB,
TB sendi dan tulang, dan lain-lain:

 Pada tahap intensif diberikan minimal 4 macam obat (INH, Rifampisin, Pirazinamid,
Etambutol atau Streptomisin).
 Pada tahap lanjutan diberikan INH dan Rifampisin selama 10 bulan.
 Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB dan peritonitis TB diberikan kortikosteroid (prednison)
dengan dosis 1–2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid
adalah 2–4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu 2–
6 minggu. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan
mencegah terjadi perlekatan jaringan.

Perhatian: Hindarkan pemakaian streptomisin pada anak bila memungkinkan, karena


penyuntikan terasa sakit, dapat terjadi kerusakan permanen syaraf pendengaran, dan terdapat
risiko penularan HIV akibat perlakuan yang tidak benar terhadap alat suntikan.

Komplikasi dan Prognosis

Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut. 1.Komplikasi dini: pleurutis, efusi
pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s arthropathy. 2.Komplikasi lanjut: obstruksi jalan
napas -> SOFT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat ->
SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa
(ARDS), sering terjadi pada TBC milier dan kavitas TBC (Sudoyo, 2007). Komplikasi penderita
stadium lanjut adalah hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok, kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru,
penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya

Prognosis tuberkulosis paru (TB paru) tergantung pada diagnosis dini dan
pengobatan.  Tuberkulosis extra-pulmonary membawa prognosis yang lebih buruk.

Anda mungkin juga menyukai