Nama Kelompok 4 :
1. Titin Herningsi Sao (1221800106)
2. Ratih Atri Rahma P. (1221800108)
3. Ajeng Khoirul Nisa (1221800133)
4. Mutmainnah (1221800141)
Kelas : G
PRODI AKUNTANSI
Risiko sistematis ini disebut juga sebagai risiko pasar (market pasar). Disebut
risiko pasar karena fluktuasi ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi semua
perusahaan yang beroperasi. Faktor-faktortersebut misalnya, kondisi perekonomian,
kebijaksanaan pajak dan lain sebagainya. Faktor-faktor ini menyebabkan ada
kecenderungan semua saham untuk “bergerak besama” dan karenanya selalu ada dalam
setiap saham.
Apa arti dari fenomena tersebut? fenomena tersebut menunjukkan bahwa ada
sebagian risiko yang bisa dihilangkan dengan diversifikasi. Karena pemodal bersikap
risk-averse maka mereka akan memilih untuk melakukan diversifikasi apabila mereka
mengetahui bahwa dengan diversifikasi tersebut mereka mengurangi risiko. Sebagai
akibatnya semua pemodal akan melakukan hal yang sama, dan dengan demikian risiko
yang hilang karena diversifikasi tersebut tidak menjadi tidak relevan dalam perhitungan
risiko. Hanya risiko yang tidak bisa hilang dengan diversifikasilah yang menjadi relevan
dalam perhitungan risiko. Risiko ini disebut sebagai risiko pasar dan risiko inilah yang
relevan dalam perhitungan risiko.
Gambar Matriks variance dan covariance dari portofolio yang terdiri dari N saham. Kotak diagonal
menunjukkan variance, sedang lainnta menunjukkan covariance
Apabila hanya ada 2 saham, maka kita akan mendapatkan adanya 2 variance dan
2 covariance. Apabila jumlah saham menjadi makin banyak maka jumlah kotak
covariance menjadi makin lebih banyak apabila dibandingkan dengan jumlah kotak
variance. Karena itu variabilitas portofolio yang didiversifikasikan terutama akan
mencerminkan covariance- covariance tersebut.
Misalkan kita dihadapkan pada portofolio dengan proporsi investasi yang sama,
dengan jumlah N saham. Dengan demikian maka proporsi yang diinvestasikan pada
masing-masing saham adalah 1/N. Dengan demikian dalam setiap kotak variance kita
mempunyai (1/N)2 dikalikan dengan covariance. Karena ada N kotak variancedan N2 – N
kotak covariance, maka:
1 2 1
variance portofolio=N ( )
N N ( )
x rata−rata variance+ ( N 2−N ) 2 X rata−rata covariance
1 1
variance portofolio=
N ( )
X rata−rata variance+ 1− x rata−rata covariance
n
Perhatikan bahwa apabila N meningkat, variance portofolio akan makin
mendekati rata-rata covariance. Apabila rata-rata covariance adalah nol, maka mungkin
saja menghilangkan semua risiko dengan demikian sejumlah saham yang tepat.
Sayangnya saham-saham yang bergerak bersama tidak bergerak secara independen.
Dengan demikian sebagian besar saham yang dibeli oleh investor terikat bersama-sama
dalam ikatan covariance yang positif yang menentukan batas manfaat diversifikasi.
Dengan demikian kita bisa memahami arti yang tepat dari risiko pasar adalah rata-rata
covariance yang merupakan batasan risiko yang tertinggi setelah dilakukan diversifikasi.
Karena koefisien regresi tidak lain adalah kemiringan garis tersebut maka
semakin besar beta suatu saham, semakin curam kemiringan garis yang terdapat
dalam gambar tersebut (dimana sumbu tegak adalah excess return of a stock dan
sumbu datar adalah excess return of market portofolio. Secara teoritis dibuktikan
bahwa garis regresi tersebut akan memotong titik 0.
Apabila ingin mengukur proporsi risiko yang disumbangkan oleh saham 1, dapat
menyatakan ukuran di atas sebagai proporsi dari risiko pasar (σM2).
Proporsi sumbangan risikonya = X1[(σ1M/σM2)]
Jelas bahwa proporsi total dari risiko yang disumbangkan oleh semua saham
adalah sama dengan 1,0.
Rasio σ 1 M /σ M 2 adalah beta atau kepekaan pasar dari suatu saham. Saham dengan
beta lebih besar dari 1,0 merupakan saham yang sangat peka terhadap perubahan pasar
dan sebaliknya. Saham dengan beta lebih besar dari 1 disebut sebagai saham yang
agresif, sedangkan yang mempunyai beta kurang dari 1 disebut sebagai saham yang
defensif. Sehingga yang saham-saham yang agresif, kalau terjadi perubahan (naik atau
turun) tingkat keuntungan portofolio pasar sebesar 10%, maka tingkat keuntungan
saham-saham tersebut berubah dengan arah yang sama sebesar lebih dari 10%. Keadaan
sebaliknya berlaku untuk saham-saham yang defensif.
Yang menarik dari informasi ini adalah bahwa Amazon.com (bisnis toko buku on
line) dinilai mempunyai risiko (beta) yang paling tinggi sehingga para pemodal akan
menginginkan tingkat keuntungan paling tinggi.
Perbandingan dengan keadaan di Indonesia di tunjukan pada Tabel B. Beta
ditaksir dengan menggunakan data mingguan karena hanya untuk satu tahun, yaitu tahun
2009 (kecuali untuk BDMN, yaitu Bank Danamon, yaitu tahun 2010). Market risk
premium sebesar 5% (secara historis biasanya berkisar 4-8%), dan risk free sebesar 7%.
Kode Beta Tingkat keuntungan
Tahun
Perusahaan ( β) yang diinginkan (%)
BBCA 2009 0,87 11,35
BDMN 2010 1,33 13,65
BMRI 2009 1,28 13,40
BBRI 2009 1,06 12,30
BBNI 2009 1,39 13,95
PGAS 2009 1,16 12,80
Tabel B: Taksiran beta dan tingkat keuntungan yang diinginkan
beberapa perusahaan tbk di Bursa Efek Indonesia. Risk free = 7%
dan market risk premium = 5%.
Beta bank-bank tersebut sebagian besar > 1. Hal ini menunjukan bahwa bank-
bank tersebut dinilai mempunyai risiko yang lebih tinggi dari pasar. Salah satu
penyebabnya adalah karena bank-bank tersebut menggunakan hutang yang sangat tinggi.
Semakin tinggi propersi hutang yang digunakan, semakin tinggi beta saham.
6.8 PEMBUKTIAN FORMAL BAHWA BETA MERUPAKAN PENGUKUR RISIKO
Pengukur risiko untuk suatu saham atau kesempatan investasi adalah beta. Untuk
mendapatkan parameter lain sebagai pengukur risiko bagi portofolio yang tidak efisien
ataupun saham-saham individual table F menjunjukan suatu keadaan yang ekuilibrum
dengan garis RfMZ sebagai garis pasar modal (Capital Market Line). Titik M
menunjukan portofolio pasar. Slope garis pasar modal (yaitu garis RfMZ) adalah ¿]/σ M
sedangkan pada gambar tersebut titik i menunjukan suatu surat berharga yang berisiko
(dan tidak efisien). Hubungan antara tingkat keuntungan dengan risiko untuk saham i,
kita bias menggunakan formula ini untuk semua saham lainnya.
Misalkan kita membagi dana untuk diinvestasikan pada saham i dan pada
portofolio pasar (M). Kita gunakan notasi X i sebagai proporsi yang di investasikan pada
saham i dan X M sebagai proporsi dana yang di investasikan pada portofolio pasar.
Dengan demikian maka X i + X M = 1. Kita sebut portofolio baru yang terbentuk ini adalah
portofolio Y. Maka:
E ¿) = X i E( Ri) + X M E( R M )
σ 2Y = X 2i σ 2i + X 2 M σ M 2 +2 X i X M Cov ℑ
Dalam satu grafik, dimana sumbu tegaknya adalah E( R i)−R f dan sumbu datarnya
adalah E( R ¿¿ M )−R f ¿ hasilnya menunjukan bahwa β tidak lain adalah kemiringan garis
yang menunjukan hubungan antara E( R i)−R f dan E( R ¿¿ M )−R f ¿ dan garis tersebut
memotong titik 0 pada di bawah ini:
Gambar A: Beta, yang ditunjukkan dari kemiringan garis yang menunjukkan hubungan E(Ri) – Rf
dengan E(RM) – Rf
Gambar B: Beta, yang digambarkan pada grafik dengan sumbu tegak Ri dan sumbu di atas RM
Gambar yang menunjukan hubungan antara risiko diukur dengan β dengan tingkat
keuntungan disebut sebagai Security Market Line. Garis ini merupakan garis yang linear
atau premi risiko (risk premium). Semakin besar β semakin besar pula premi risiko
tersebut. Maka tingkat keuntungan yang diharapkan dari suatu saham sma dengan tingkat
bunga bebas resiko (= Ri) plus premi rIsiko ¿] semakin besar risiko yang ditunjukan oleh
β semakin tinggi tingkat keuntungan yang diinginkan.
Gambar diatas menunjukkan portofolio pasar akan terletak pada kurva eficient set
AB, diperlukan kombinasi antara aktiva-aktiva beresiko dengan aktiva bebas resiko (RBR)
yang ditunjukkan dengan garis lurus. Diasumsikan semua investor melakukan investasi
yang sama yaitu portofolio pasar dengan asumsi-asumsi CAPM dan analisis Markowitz
(menggunakan data return,varian dan kovarian return yang sama dan waktu satu periode
yang sama juga)
Contoh soal 1:
Return ekspektasion portofolio pasar (E(RM)) adalah 20% dengan standart deviasi σM
Sebesar 5% Return Aktiva bebas risiko (RBR) sebesar 12% besarnya slope GPM sebagai
berikut:
20% −12 %
Penyelesaian soal 1: Slope GPM = = 1,6
5%
Contoh soal 2:
Slope GPM = 1,6 dengan standart deviasi σM adalah sebesar 5% maka tambahan return
ekspektasiAn portofolio sebagai berikut:
Penyelesaian soal 2:
Rumus tambahan ekspektasion portofolio pasar = SlopeGPM . σ M
Tambahan Ekspektasion portofolio Pasar = 1,6 . 5% = 8%. Jika return aktiva bebas risiko
adalah sebesar 12%,amaka return ekspektasian portofolio (E(R M)) yang di minta adalah
sebesar 12% +8% =20%
E ( RM )−RBR
Hasil subsitusi dari rumus dan rumus SlopeGPM . σ M mengasilkan rumus
σM
E ( RM ) −RBR
tambahan return ekspektasian untuk portofolio pasar sebagai berikut :
σM
Contoh soal 3:
Standart deviasi σM Sebesar 10 % Return Aktiva bebas resiko (RBR) sebesar 12 %
besarnya slope GPM 1,6, berpa besarnya return ekspektasian?
Penyelesaian soal 3:
Rumus return ekspektasian = Return aktiva bebas E(R P) + Harga dari risiko (RBR)
× besarnya risiko (σp)
Maka Return Ekspektasian = RBR + 1,6 . σp =12 % + 1,6 . 10 % = 28 %
Gambar diatas menunjukkan titik M sebagai portofolio pasar dengan Beta senilai
1 dengan return ekspektasian sebesar E(RM) untuk aktiva yang tidak mempunyai risiko
sistimatik. Beta untuk aktiva yang bebas resiko mempunyai return ekspektasian sebesar
RBR yanng merupakan intercept GPS, dengan asumsi GPS adalah garis linier.
Contoh soal 1:
Return portofolio pasar Sebesar 15% Return aktiva bebas risiko (RBR) sebesar 12% Beta
saham A = 1,8 maka besarnya return ekspektasian sebagai berikut:
Penyelesaian soal 1:
Rumus: E ( Ri ) =RBR + βi . [ E ( R M ) −RBR ]
E(RA) = 12% + 1,8 . (15% - 12%)
E(RA) = 12% + 5,4%
E(RA) = 17,4%
Contoh soal 2:
Diketahui IHSG sekarang (IHSGt) adalah 2.400, IHSG periode lalu (IHSGt-1) adalah
sebesar 2.000, dan suku bunga SBI sebesar 8%. Data untuk tiga saham A, B, dan C
adalah sebagai berikut:
Keterangan Saham A Saham B Saham C
Harga periode sekarang (Pt) Rp1.350 Rp5.500 Rp1.400
Harga periode (Pt-1) Rp1.000 Rp5.000 Rp1.000
Beta saham (β) 0,8 1,2 1,5
Penyelesaian soal 2:
Return pasar
RM = (IHSGt – IHSGt-1) / IHSGt-1
RM = 2400 – 2000 / 2000 = 20%
Return realisasi
RA = (Rp 1350 – Rp 1000) / Rp 1000 = 35%
RB = (Rp 5500 – Rp 5000) / Rp 5000 = 10%
RC = (Rp 1400 – Rp 1000) / Rp 1000 = 40%
Retur ekspektasian yang dihitung dengan CAPM
E(RA) = 8% + 0,8 (20% - 8%) = 17,6%
E(RB) = 8% + 1,2 (20% - 8%) = 22,4%
E(RC) = 8% + 1,5 (20% - 8%) = 26,0%
Dari hasil dapat diketahui saham A undervalued karena return realisasinya 35% >
dari yang diharapkan 17,6%. Saham B overvalued karena realisasinya 10% < dari yang
diharapkan 22,4%. Saham C undervalued karena return realisasinya 40% > dari yang
diharapkan 26%.
σi, M
pasar sebagai berikut: β i= .
σ2M
d σM
=
d (∑ ∑ i=1 j =1
wi ∙ w j ∙ σ i , j )
d wi d wi
n
d σM
=
(
1/ 2 2 ∑ w i ∙ σ i , j
j=1
)
d wi n n 1/ 2
(∑ ∑
i=1 j=1
w i ∙ w j ∙σ i , j )
n
wi ∙ σ i, j
d σM ∑ j=1 σ
= = i,M
d wi σM σM
Dengan menggunakan kembali persamaan GPM sebagai berikut:
E( R¿¿ M )−RBR
E( R ¿¿ p)=R BR + ∙σ p ¿ ¿
σM
Persamaan ini adalah untuk return ekspektasian portofolio. Untuk return sebuah
sekuritas tunggal, maka σp perlu disubtitusikan dengan risiko sekuritas individual.
Dengan mensubtituskan σp dengan kontribusi risiko sekuritas individual terhadap risiko
σi, M
portofolio pasar ( ), maka return ekspektasian untuk sekuritas individual ke-i adalah:
σM
E ( R¿¿ M )−R BR σ i , M
E( R ¿¿i)=R BR + ∙ ,¿¿
σM σM
atau E ( R¿¿ i)=RBR + β i ∙ ¿ ¿
Rumus di atas adalah rumus untuk model CAPM yang sama dengan pembahasan sub
topik Garis Pasar Sekuritas.
6.15 PENGUJIAN EMPIRIS TERHADAP CAPM
Model dari CAMP yaitu: E( R ¿¿i)=R BR + β i ∙ ¿ ¿ merupakan model untuk return
ekspektasian. Model ini tidak dapat diuji, karena ekspektasi adalah nilai yang belum
terjadi yang belum dapat diobservasi. Yang dapat diobservasi sehingga dapat diuji adalah
nilai yang sudah terjadi atau nilai historis (ex post). Oleh karena itu, supaya model CAPM
ini dapat diuji, maka harus diubah menjadi model ex post sebagai berikut:
Ri , t=R BR ,t + βi ∙[R ¿ ¿ M , t−R BR ,t ]+ ei , t ¿
Terlihat di model ex post ini bahwa nilai-nilai ekspektasian telah dirubah menjadi
nilai-nilai realisasi, yaitu E(Ri) dan E(RM) berturut-turut menjadi Ri,t dan RM,t. Subskrip-t
menunjukkan waktu terjadinya. Subskrip-t ini diperlukan karena umumnya CAPM diuji
secara time-series yang melibatkan sejumlah waktu tertentu dalam satu periode, misalnya
diuji selama periode 5 tahun dengan data return realisasi bulanan, sehingga subskrip-t
adalah dari t=1 sampai dengan t=60. Karena nilai realisasi mengandung kesalahan, maka
model ex post ini juga mengandung nilai kesalahan untuk tiap-tiap nilai realisasi yang
diobservasi yang dinyatakan sebagai ei,t.
Perbedaam penting lainnya antara model ekspektasi dan model ex post yaitu,
model ekspektasi merupakan model teoritis. Sebagai model teoritis, slope dari Garis
Pasar Sekuritas (GPS) harus bernilai positif, karena secara teoritis hubungan antara risiko
dan return ekspektasian adalah positif dan hubungan ini diwakili oleh slope ini.
Sedangkan model ex post merupakan model empiris. Secara empirirs, slope dari garis
pasar modal dapat bernilai nol atau negatif.
Gambar (a) Ekspektasi CAPM dan (b) ex post CAPM
Jika CAPM secara empiris akan diuji, umumnya model ini dinyatakan dalam
bentuk sebagai berikut:
R' i ,t =δ 0+ δ 1 ∙ β i +e i ,t
Notasi : R’i,t = Ri,t – RBR,t
δi = (RM,t – RBR,t).
Prediksi dari pengujian ini yaitu:
1. Intercept δ0 diharapkan secara signifikan tidak berbeda dengan nol. Ingat bahwa
intercept asli sebesar RBR dipindahkan sebagai pengurang variabel dependen. Jika
intercept sama dengan nol, berarti return bebas risiko adalah sama dengan RBR.
2. Beta harus signifikan dan merupakan satu-satunya faktor yang menerangkan
return sekuritas berisiko. Berarti jika variabel-variabel lain dimasukkan ke dalam
model, seperti variabel dividen yield, P/E ratio, besarnya perusahaan (size) dan
lain sebagainya, maka variabel-variabel ini tidak signifikan di dalam menjelaskan
return dari sekuritas berisiko.
3. Koefisien dari Beta, yaitu δ1 seharusnya sama dengan nilai (RM,t – RBR,t).
4. Hubungan dari return dan risiko harus linier.
5. Dalam jangka panjang, δ1 harus bernilai positif atau return dari portofolio pasar
lebih besar dari tingkat return bebas risiko. Alasannya karena portofolio pasar
lebih berisiko dengan aktiva tidak berisiko, sehingga harus dikompensasi dengan
return yang lebih besar dari return aktiva bebas risiko.
Beberapa studi yang menguji keabsahan model CAPM di antaranya adalah Friend
dan Blume (1970), Black, Jensen dan Scholes (1972), Blume dan Friend (1972), Fama
dan MacBeth (1972), Basu (1977), Litzenberger dan Ramaswamy (1979), Gibbons
(1982). Kebanyakan studi-studi ini menggunakan cara berikut ini dalam pengujiannya:
1. Data return yang digunakan adalah return total bulanan (deviden dianggap
diinvestasikan kembali).
2. Beta diestimasi untuk tiap-tiap sekuritas di dalam sampel dengan menggunakan
periode 5 tahun atau 60 observasi bulanan.
3. Indeks pasar yang digunakan untuk menghitung Beta adalah rerata tertimbang
berdasarkan nilai pasar tiap-tiap sekuritas untuk semua saham umum (common
stocks) yang terdaftar di pasar modal.
4. Sekuritas-sekuritas di dalam sampel kemudian di rangking berdasarkan nilai Beta-
nya. Sebanyak N buah portofolio kemudian dibuat berdasarkan rangking ini.
Banyaknya (N) portofolio berkisar antara 10 sampai 20. Alasan pembuatan
portofolio ini adalah untuk mengurangi pengukuran kesalahan (measurement
error) di dalam mengestimasi Beta tiap-tiap individual sekuritas. Karena
portofolio di bentuk berdasarkan rangking dari Beta, maka dispersi Beta di
masing-masing portofolio dapat lebih kecil dibandingkan jika semua data di
gabung dalam satu grup aja (dapat juga berarti dalam satu portofolio saja).
5. Return portofolio dan Beta portofolio kemudian dihitung untuk masing-masing
portofolio dan regresi pada rumus R' i ,t =δ 0+ δ 1 ∙ β i +e i ,t kemudian dijalankan.
Secara umum, hasil dari pengujian model CAPM ini setuju dengan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Nilai dari intercept, yaitu δ0 secara statistik dan signifikan berbeda lebih besar dari
nol.
2. Koefisien dari Beta, yaitu δ1 bernilai lebih kecil dari perbedaan return portofolio
pasar dikurangi dengan tingkat return bebas risiko (slope ini lebih kecil dari yang
dipresiksi oleh teori). Implikasi ini adalah bahwa sekuritas dengan Beta yang kecil
akan mendapatkan return yang lebih tinggi dibandingkan dengan return
ekspektasian yang diprediksi oleh CAPM dan sebaliknya untuk sekuritas dengan
Beta yang besar akan mendapatkan return yang lebih rendah dibandingkan dengan
return ekspektasian yang diprediksi oleh CAPM.
3. Walaupun δ1 < RM,t – RBR,t (lihat hasil di nomor 2), tetapi nilai koefisien ini adalah
positif atau δ1 > 0. Alasannya adalah karena untuk observasi yang melibatkan
waktu yang lama (misalnya 5 tahun), return dari portofolio pasar yang lebih
berisiko harus lebih besar dari tingkat return aktiva bebas risiko.
4. Hasil yang diperoleh menunjukkan hubungan yang linier sesuai dengan model
R' i ,t =δ 0+ δ 1 ∙ β i +e i ,t .
5. Dengan memasukkan faktor-faktor lain selain Beta di model CAPM, ternyata
faktor-faktor lain ini juga dapat menjelaskan porsi dari return sekuritas yang tidak
dapat ditangkap oleh Beta. Faktor-faktor ini misalnya adalah P/E ratio (Basu,
1977), ukuran perusahaan (Banz, 1981 dan Reinganum,1981), dividen yield
(Rosenberg dan Marathe, 1977, Litzenberger dan Ramaswamy, 1979) dan
seasonality effect atau January effect (Keim, 1985). Hasil yang mereka peroleh
yaitu: P/E ratio yang lebih rendah, ukuran perusahaan (size) yang lebih kecil,
dividen yield yang lebih tinggi dan bulan Januari akan menghasilkan return yang
lebih tinggi.
Secara umum dari hasil pengujian model CAPM ini dapat ditarik kesimpulan
walaupun koefisien dari Beta, yaitu δ1 sama dengan RM,t – RBR,t dan positif serta hubungan
dari return dan risiko harus linier, tetapi model ini masih jauh dari sempurna, karena hasil
pengujian masih menunjukkan bahwa intercept δ0 berada dari nol dan masih banyak
faktor-faktor lain selain Beta yang masig dapat menjelaskan variasi dari return
ekspektasian. Dari hasil ini menunjukkan bahwa model CAPM adalah model yang
misspecified yang masih membutuhkan faktor-faktor lain selain Beta (Copeland dan
Weston, 1992).
DAFTAR PUSTAKA
Hartono,Jogiyanto. 2017. Teori Portofolio dan Analisis Investasi Edisi Kesebelas. Yogyakarta:
BPFE
Husnan,Suhad. 2015. Dasar-Dasar Teori Portofolio & Analisis Sekuritas Edisi Kelima.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN