Anda di halaman 1dari 80

i

MODUL PERENCANAAN
TEKNOLOGI TIMBUNAN MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA
UNTUK KONSTRUKSI JALAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN


Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum
www.pusjatan.pu.go.id
MODUL PERENCANAAN TEKNOLOGI TIMBUNAN MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA UNTUK
KONSTRUKSI JALAN

Penulis:
Dea Pertiwi
Maulana Iqbal

November 2014

Cetakan Ke-1 November 2014


© Pemegang Hak Cipta Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan

No. ISBN :
Kode Kegiatan : 2432. 001. 003. 107

Koordinator Penelitian
Ir. Rudy Febrijanto, MT.

Ketua Program Penelitian


Dr. Ir. M. Eddie Sunaryo, M.Sc.

Desain dan Tata Letak


Balai Geoteknik Jalan, Puslitbang Jalan dan Jembatan dan PT. Gemini Mitra Gemilang

Diterbitkan oleh:
Kementerian Pekerjaan Umum
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan
Jl. A.H. Nasution No. 264 Ujungberung – Bandung 40293

KEANGGOTAAN SUB TIM TEKNIS


BALAI GEOTEKNIK JALAN
Ketua Sub Tim Teknis:
Ir. Rudy Febrijanto, MT.
Anggota:
Dr. Ir. Hindra Mulya
Ir. Imam Aschuri, M.Sc., Ph.D.
Dr. Ir. M. Eddie Sunaryo, M.Sc.
Ir. GJW Fernandez
Ir. Benny Moestofa
Drs. M. Suherman

i
© PUSJATAN 2014

Modul ini disusun dengan sumber dana APBN Tahun 2104, pada paket pekerjaan Penyusunan dan
Workshop (Diseminasi) Teknologi Penanganan Tanah PRoblematik, DIPA Puslitbang Jalan dan Jembatan.

Pandangan-pandangan yang disampaikan di dalam publikasi ini merupakan pandangan penulis dan tidak
selalu menggambarkan pandangan dan kebijakan Kementerian Pekerjaan Umum, unsur pimpinan,
maupun institusi pemerintah lainnya. Penggunaan data dan informasi yang dimuat di dalam publikasi ini
sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Buku ini juga dibuat versi e-book dan dapat diunduh dari website pusjatan.pu.go.id.

ii
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN

Pusat Litbang Jalan dan Jembatan (Pusjatan) adalah lembaga riset yang berada di bawah Badan Litbang
Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Lembaga ini memiliki peranan yang sangat strategis
di dalam mendukung tugas dan fungsi Kementerian Pekerjaan Umum dalam menyelenggarakan jalan di
Indonesia. Sebagai lembaga riset, Pusjatan memiliki visi sebagai lembaga penelitian dan pengembangan
yang terkemuka dan terpercaya, dalam menyediakan jasa keahlian dan teknologi bidang jalan dan
jembatan yang berkelanjutan, dan dengan misi sebagai berikut:

 Meneliti dan mengembangkan teknologi bidang jalan dan jembatan yang inovatif, aplikatif, dan
berdaya saing;
 Memberikan pelayanan teknologi dalam rangka mewujudkan jalan dan jembatan yang handal;
dan
 Menyebarluaskan dan mendorong penerapan hasil litbang bidang jalan dan jembatan.

Pusjatan memfokuskan dukungan kepada penyelenggara jalan di Indonesia, melalui penyelenggaraan


litbang terapan untuk menghasilkan inovasi teknologi bidang jalan dan jembatan yang bermuara pada
standar, pedoman, dan manual. Selain itu, Pusjatan mengemban misi untuk melakukan advis teknik,
pendampingan teknologi, dan alih teknologi yang memungkinkan infrastruktur Indonesia menggunakan
teknologi yang tepat guna. Kemudian Pusjatan memiliki fungsi untuk memastikan keberlanjutan keahlian,
pengembangan inovasi, dan nilai-nilai baru dalam pengembangan infrastruktur.

iii
Kata Pengantar
Modul Perencanaan Teknologi Material Ringan Mortar-Busa untuk Konstruksi Jalan ini
merupakan wujud pertukaran informasi dan penyebarluasan hasil kegiatan penelitian
dan pengembangan yang telah dilakukan di Balai Geoteknik Jalan Puslitbang Jalan dan
Jembatan, khususnya oleh Kelompok Program Penelitian (KPP) Teknologi Penanganan
Tanah Problematik. Modul ini juga disusun untuk mendapatkan masukan yang
bermanfaat dari peserta, terkait kesesuaian materi dengan kebutuhan dalam
pekerjaan perencanaan teknologi material ringan mortar-busa untuk konstruksi jalan.

Modul ini hanya membahas mengenai perencanaan teknis material ringan mortar-
busa untuk konstruksi jalan di atas lempung lunak (tidak termasuk gambut) dan tidak
membahas mengenai perencanaan material ringan mortar-busa untuk timbunan oprit
jembatan.

Peserta disarankan untuk menelaah tujuan workshop (diseminasi) ini, termasuk


tujuan instruksional umum maupun tujuan instruksional khusus agar dapat
memahami modul ini secara efektif.

Tujuan
Tujuan workshop (diseminasi) ini adalah agar peserta mengetahui perencanaan
teknologi material ringan mortar-busa untuk konstruksi jalan.

Tujuan Instruksional Umum


Peserta diharapkan mengetahui tahapan-tahapan perencanaan teknologi material
ringan mortar-busa untuk konstruksi jalan.

Tujuan Instruksional Khusus


Pada akhir workshop (diseminasi), diharapkan para peserta mampu:
1. Memahami apa yang dimaksud Teknologi Material Ringan Mortar-Busa untuk
konstruksi jalan.
2. Memahami karakteristik, penggunaan dan macam penyelidikan tanah dan
material dalam merencanakan timbunan material ringan mortar-busa.
3. Memahami perancangan campuran yang sesuai spesifikasi sebagai acuan
perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan timbunan material ringan mortar-busa,
melalui contoh perhitungan
4. Memahami tahapan-tahapan perencanaan konstruksi timbunan ringan mortar-
busa,melalui contoh perhitungan.

iv
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ IV

TUJUAN ................................................................................................................................. IV

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM .......................................................................................... IV

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS ........................................................................................ IV

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. V

DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... VII

DAFTAR GAMBAR................................................................................................................ VIII

1 MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA .............................................................................. 1

1.1 TANAH LUNAK ................................................................................................................ 1


1.2 MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA..................................................................................... 1
1.2.1 Karakteristik ........................................................................................................... 1
1.2.2 Penggunaan ........................................................................................................... 2
1.3 PENYELIDIKAN TANAH DAN MATERIAL ................................................................................. 3
1.3.1 Pengumpulan Data dan Survei Pendahuluan ......................................................... 4
1.3.2 Penyelidikan Lapangan .......................................................................................... 4
1.3.3 Pengujian Laboratorium ......................................................................................... 7

2 PERANCANGAN CAMPURAN .......................................................................................... 9

2.1 KRITERIA BAHAN ............................................................................................................. 9


2.1.1 Semen ..................................................................................................................... 9
2.1.2 Pasir ........................................................................................................................ 9
2.1.3 Busa (foam) .......................................................................................................... 10
2.1.4 Air ......................................................................................................................... 10
2.2 KRITERIA PERALATAN ..................................................................................................... 11
2.3 KRITERIA CAMPURAN ..................................................................................................... 13
2.4 PROSEDUR PERANCANGAN CAMPURAN ............................................................................. 14
2.4.1 Pencampuran Busa (Bahan Baku Busa dan Air) ................................................... 16
2.4.2 Pencampuran Material (Semen, Pasir, dan Air) ................................................... 18
2.4.3 Pencampuran Busa (Bahan Baku Busa dan Air) dan Material (Semen, Pasir, Air) 19
2.4.4 Pengujian.............................................................................................................. 19
2.5 PERHITUNGAN PERANCANGAN CAMPURAN ........................................................................ 22
2.6 CONTOH PERHITUNGAN PERANCANGAN CAMPURAN............................................................ 24

3 PERENCANAAN KONSTRUKSI ....................................................................................... 31

3.1 KRITERIA PERENCANAAN ................................................................................................. 31


3.1.1 Material Ringan Mortar-Busa .............................................................................. 31

v
3.1.2 Beban Lalu Lintas .................................................................................................. 31
3.1.3 Stabilitas ............................................................................................................... 32
3.1.4 Penurunan ............................................................................................................ 32
3.1.5 Gaya Angkat Hidrostatik (Hydrostatic Uplift) ....................................................... 33
3.2 PROSEDUR PERENCANAAN............................................................................................... 33
3.2.1 Bagan Alir Perencanaan ....................................................................................... 33
3.2.2 Penentuan Opsi Perencanaan .............................................................................. 36
3.2.3 Penyelidikan Tanah dan Material Ringan Mortar-Busa ....................................... 36
3.2.4 Penentuan Dimensi Timbunan.............................................................................. 36
3.2.5 Perhitungan Tinggi Kritis Timbunan ..................................................................... 36
3.2.6 Penentuan Parameter Perencanaan .................................................................... 37
3.2.7 Perhitungan Daya Dukung.................................................................................... 38
3.2.8 Perhitungan Stabilitas Timbunan ......................................................................... 41
3.2.9 Pehitungan Penurunan Timbunan ........................................................................ 45
3.2.10 Perhitungan Gaya Angkat Hidrostatik ............................................................. 52
3.3 CONTOH PERENCANAAN KONSTRUKSI TIMBUNAN ................................................................ 54

DAFTAR ISTILAH .................................................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 68

UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................................................ 70

vi
Daftar Tabel
TABEL 1 . DEFINISI KUAT GESER LEMPUNG LUNAK (PT-T-8-2002-B) 1
TABEL 2. PENYELIDIKAN LAPANGAN UNTUK TANAH DASAR LEMPUNG LUNAK (PT-T-09-2002-B) 5
TABEL 3. PENGUJIAN LAPANGAN UNTUK TANAH DASAR LEMPUNG LUNAK (PT-T-09-2002-B) 6
TABEL 4. PENGUJIAN DI LABORATORIUM UNTUK PEKERJAAN TIMBUNAN DI ATAS TANAH LUNAK (PT-T-09-2002-
B) 7
TABEL 5. JENIS PENGUJIAN MATERIAL RINGAN-MORTAR-BUSA UNTUK PERENCANAAN 8
TABEL 6. GRADASI PASIR UNTUK MORTAR-BUSA 9
TABEL 7. KUAT TEKAN MINIMUM (UMUR 14 HARI ) MATERIAL RINGAN LAPIS FONDASI ATAU BASE (KEMEN. PU,
2011) 14
TABEL 8. KUAT TEKAN MINIMUM (UMUR 14 HARI) MATERIAL RINGAN LAPIS FONDASI-BAWAH ATAU SUBBASE
(KEMEN. PU, 2011) 14
TABEL 9. PERHITUNGAN MASSA DENSITAS BASAH 26
3
TABEL 10. KEBUTUHAN MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA UNTUK 1M 26
3
TABEL 11. PERANCANGAN MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA UNTUK 1M 27
TABEL 12. BEBAN LALU LINTAS UNTUK ANALISIS STABILITAS (PT-T-10-2002-B) 31
TABEL 13. SISTEM KLASIFIKASI JALAN DI INDONESIA (PT-T-09-2002-B) 32
TABEL 14. FAKTOR KEAMANAN MINIMUM UNTUK PERHITUNGAN STABILITAS (PD T-11-2005-B) 32
TABEL 15. KRITERIA PENURUNAN TIMBUNAN (PT-T-10-2002-B) 32
TABEL 16. PARAMETER PERENCANAAN 37
TABEL 17. KUAT GESER, TEKANAN AIR PORI DAN BERAT ISI YANG RELEVAN UNTUK PERHITUNGAN STABILITAS
PADA BERBAGAI KONDISI (DEP.PU, 2004) 42
TABEL 18. VARIASI FAKTOR WAKTU TERHADAP DERAJAT KONSOLIDASI (DAS, 1995) 51
TABEL 19. DATA HASIL PENGUJIAN TANAH DASAR LEMPUNG LUNAK 55
TABEL 20. PARAMETER TANAH DASAR UNTUK ANALISIS STABILITAS TIMBUNAN 59
TABEL 21. HASIL PERHITUNGAN PENURUNAN 62
TABEL 22. RANGKUMAN HASIL PERHITUNGAN PENURUNAN UNTUK TIMBUNAN LAPIS PERTAMA (H = 0,30M) 64

vii
Daftar Gambar
GAMBAR 1. PERENCANAAN LAPIS PENCEGAH RETAK REFLEKSI (CROW, 2013) 3
GAMBAR 2. GRAFIK GRADASI AGREGAT PASIR UNTUK MORTAR BUSA 10
GAMBAR 3. BAHAN BAKU BUSA (FOAM AGENT) (PUSJATAN, 2012) 11
GAMBAR 4. ALAT PEMBANGKIT BUSA (PUSJATAN, 2009) 12
GAMBAR 5. CETAKAN SILINDER (PUSJATAN, 2009) 13
GAMBAR 6. ALAT UJI TEKAN BEBAS (PUSJATAN, 2011) 13
GAMBAR 7. BAGAN ALIR PROSEDUR PERANCANGAN CAMPURAN MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA 15
GAMBAR 8. PENGUKURAN KEBUTUHAN BUSA DENGAN GELAS UKUR (PUSJATAN, 2011) 16
GAMBAR 9. KOMPRESOR YANG DIHUBUNGKAN DENGAN ALAT PEMBANGKIT BUSA 16
GAMBAR 10. PENCAMPURAN BUSA DAN AIR DENGAN TEKANAN 10 BAR 17
GAMBAR 11. BUSA YANG TELAH DICAMPUR DENGAN AIR 17
GAMBAR 12. PENIMBANGAN SEMEN UNTUK PERANCANGAN KOMPOSISI CAMPURAN, (PUSJATAN, 2011) 18
GAMBAR 13. PENCAMPURAN BUSA, SEMEN, DAN PASIR KE DALAM BEJANA, 19
GAMBAR 14. PENUANGAN MORTAR-BUSA UNTUK PENGUJIAN FLOW 20
GAMBAR 15. PENGUKURAN UJI FLOW (PUSJATAN, 2011) 20
GAMBAR 16. CONTOH MORTAR-BUSA UNTUK PENGUJIAN (PUSJATAN, 2011) 21
GAMBAR 17. PENGUJIAN KUAT TEKAN BEBAS (UCS TEST) DI LABORATORIUM 22
GAMBAR 18. PROSEDUR PERENCANAAN TIMBUNAN MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA UNTUK KONSTRUKSI
JALAN LAMA 34
GAMBAR 19. PROSEDUR PERENCANAAN TIMBUNAN MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA UNTUK KONSTRUKSI
JALAN BARU 35
GAMBAR 20. IIUSTRASI PENGHITUNGAN DAYA DUKUNG TANAH (PD T-11-2003) 39
GAMBAR 21. FAKTOR DAYA DUKUNG TERZAGHI (DAS, 1990) 40
GAMBAR 22. TIPIKAL MODEL PERHITUNGAN STABILITAS DUA DIMENSI TIMBUNAN DENGAN MATERIAL RINGAN
(ARELLANO, DKK. 2010) 44
GAMBAR 23. GRAFIK YANG DIGUNAKAN DALAM PERSAMAAN 8 DAN 9 (JANBU DKK., 1956 DALAM HOLTZ, DKK.,
1981) 47
GAMBAR 24. PENENTUAN NILAI 1, 2, A DAN B PADA TIMBUNAN (DAS,1992) 48
GAMBAR 25. FAKTOR PENGARUH AKIBAT BEBAN TIMBUNAN (OSTERBERG,1957 DALAM HOLTZ, DKK., 1981) 49
GAMBAR 26. VARIABEL UNTUK ANALISIS GAYA ANGKAT HIDROSTATIK PADA SITUASI DIMANA AIR HANYA
MENEKAN SATU SISI TIMBUNAN (ARELLANO, 2010) 52
GAMBAR 27. GAYA ANGKAT TIMBUNAN RINGAN AKIBAT TEKANAN AIR DARI KEDUA SISI (BS, 2004) 53
GAMBAR 28. CONTOH POTONGAN MELINTANG TIMBUNAN JALAN DENGAN MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA
56
GAMBAR 29. GEOMETRI MODEL TIMBUNAN JALAN RENCANA UNTUK PERHITUNGAN STABILITAS 58
GAMBAR 30. BIDANG KERUNTUHAN TIMBUNAN DARI HASIL PERHITUNGAN STABILITAS 58

viii
11 Material Ringan Mortar-Busa

1.1 Tanah Lunak


Masalah utama yang banyak dijumpai pada tanah lunak adalah masalah kestabilan
konstruksi dan penurunan. Masalah lain yang sering timbul adalah masa konstruksi
yang lama, biaya konstruksi dan pemeliharaan yang mahal.

Pt-T-8-2002-B memberikan definisi tanah lunak sebagai tanah-tanah yang jika tidak
dikenali dan diselidiki secara seksama dapat menyebabkan masalah ketidakstabilan
dan penurunan jangka panjang yang tidak dapat ditolerir; tanah tersebut mempunyai
kuat geser yang rendah dan kompresibilitas yang tinggi. Pt-T-8-2002-B membagi tanah
lunak ke dalam dua tipe, yaitu lempung lunak dan gambut. Namun demikian,
pedoman ini hanya membahas mengenai perencanaan timbunan jalan dengan
material ringan mortar-busa di atas lempung lunak.

Lempung lunak mengandung mineral lempung dan mengandung kadar air yang tinggi,
yang menyebabkan kuat geser yang rendah. Tabel 1 memperlihatkan definisi kuat
geser lempung lunak yang dimaksud di dalam pedoman ini, berdasarkan Pt-T-8-2002-
B.

Tabel 1 . Definisi Kuat Geser Lempung Lunak (Pt-T-8-2002-B)

Kuat geser
Konsistensi 2
(kN/m )
Lunak 12,5 – 25
Sangat lunak < 12,5

1.2 Material Ringan Mortar-Busa

1.2.1 Karakteristik

Bahan timbunan dengan material ringan ringan yang dimaksud adalah "foamed
embankment mortar" disebut juga sebagai 'high grade soil' karena mempunyai
beberapa keunggulan dan kegunaan secara optimal, sebagai berikut :

1
1. Beratnya ringan dan kekuatan cukup tinggi untuk tanah dasar dan fondasi
perkerasan jalan, berat isi dan kuat tekan tanah campuran ini dapat direncanakan
sesuai keinginan sehingga dapat mengurangi tekanan lateral tanah pada suatu
struktur bangunan abutmen fondasi jembatan atau mengurangi berat timbunan.

2. Karena berupa campuran "foamed embankment", maka memiliki perilaku tahan


terhadap perubahan karakteristik akibat proses kimiawi maupun fisika dan
memiliki daya dukung kekuatan selama masa konstruksi pelaksanaannya serta
memiliki daya dukung kekuatan yang cukup memadai sebagai pondasi perkerasan
jalan.

Beberapa pemanfaatan material ringan-mortar busa digunakan untuk mengatasi


berbagai masalah geoteknik lainnya seperti untuk mengurangi tekanan tanah vertikal
akibat beban, antara lain:

1. Pada timbunan di belakang konstruksi abutmen jembatan (backfilling material for


bridge abutment)
2. Pada konstruksi stabilitas lereng dimana diperlukan lereng tegak (for steep slope).

3. Pada timbunan di atas tanah sehingga diperoleh timbunan yang beratnya relatif
ringan dan tidak menimbulkan dampak tekanan tanah akibat beban itu sendiri.

1.2.2 Penggunaan
Handayani (2007) menyebutkan bahwa tanah yang dicampur dengan busa telah
banyak digunakan di Jepang pada proyek pelebaran dan penimbunan. Dalam studi
kasusnya, tanah kohesi dapat diaplikasikan sebagai material campuran dengan
mortar-busa. Material tersebut merupakan material setempat yang apabila dicampur
dengan busa akan mengembang hingga 4 (empat) kali volume awal sehingga
kebutuhan material tidak banyak dan pengadaan material timbunan tidak perlu
didatangkan dari lokasi lain. Keuntungan lain dari metode ini adalah nilai berat isi dan
kekuatan dapat direncanakan sesuai kebutuhan.

Penggunaan material ringan mortar-busa, merujuk pada kriteria sebagai berikut:

a. Memiliki densitas kering material campuran, maksimum 0,8 gr/cm3, sesuai


dengan Spesifikasi Material Ringan dengan Mortar Busa untuk Konstruksi Jalan.

b. Memiliki kuat tekan minimum 600 kPa (6 kg/cm2), sesuai dengan Spesifikasi
Material Ringan dengan Mortar Busa untuk Konstruksi Jalan.

c. Memiliki flow atau daya alir (flowability) sebesar 180 mm + 20 mm.

2
d. Material campuran mengeras sendiri karena berperilaku seperti mortar beton,
dimana material campuran tersebut dapat mengeras sesuai dengan waktu
pemeraman yang ditetapkan.

e. Menggunakan lapis pencegah retak refleksi di atas timbunan mortar-busa, agar


retakan yang terjadi di timbunan tidak akan merefleksi ke permukaan perkerasan.
Jika tidak digunakan lapisan tersebut, perlu diperhatikan resiko timbulnya retak
refleksi. CROW (2013) merekomendasikan perencanaan lapis pencegah retak
refleksi untuk timbunan dengan material ringan mortar-busa setebal 300 mm dan
berat isi materialnya,  , sebesar 19  0,3 t/m3.

Material lapis pencegah retak refleksi lainnya yang direkomendasikan di dalam modul
ini, adalah:

1. Stress Absorbed Membrane Interlayer (SAMI), penggunaannya dapat merujuk


pada Aschuri & Yamin (2011).
2. Lapisan pasir dengan berat isi 19  0,3 t/m3, direncanakan di antara lapis penutup
permukaan (pekerasan aspal atau beton) dan mortar-busa dengan prinsip
perencanaan yang diilustrasikan pada Gambar 1 (CROW, 2013).

Perkerasan aspal atau beton

Lapis pencegah retak refleksi (300 mm)

Material ringan mortar-busa (sesuai


perencanaan)

Tanah dasar

Gambar 1. Perencanaan Lapis Pencegah Retak Refleksi (CROW, 2013)

1.3 Penyelidikan Tanah dan Material


Penyelidikan tanah meliputi pengumpulan data dan survei pendahuluan (rekonesan),
penyelidikan lapangan dan pengujian laboratorium, yang bertujuan untuk
mendapatkan data untuk keperluan perencanaan timbunan dengan mortar-busa di

3
atas tanah lunak. Jenis penyelidikan tanah dan standar rujukannya diuraikan berikut
ini.

1.3.1 Pengumpulan Data dan Survei Pendahuluan


Pengumpulan data yang menyangkut studi meja (desk study) dan rekonesan lapangan
antara lain pengumpulan data-data yang relevan (peta geologi, peta topografi dan
laporan penyelidikan tanah di sekitarnya, jika ada, dari pekerjaan konstruksi yang lain,
laporan-laporan pelaksanaan, laporan-laporan bencana, dll.) Pada tahap studi meja
juga dilakukan interpretasi foto udara dan peninjauan lokasi.

Menurut Dep.PU (2006), studi meja termasuk pengumpulan dan evaluasi informasi-
informasi mengenai lokasi yang akan dibangun, antara lain:

a. Peta geologi (skala 1:100.000) dan peta topografi (skala 1:50.000), dapat
digunakan untuk memberikan indikasi awal akan adanya endapan tanah lunak;
b. Penampang pemboran dan laporan penyelidikan lapangan di lokasi terdekat yang
memiliki sifat-sifat tanah yang relatif sama;
c. Riwayat/sejarah dan penggunaan lahan sebelumnya, melalui pengumpulan peta
tata guna lahan (skala 1:250.000);
d. Foto udara dan foto satelit, dengan skala 1:50.000.

1.3.2 Penyelidikan Lapangan


Penyelidikan lapangan terdiri dari pengambilan contoh tanah dan pengujian lapangan
untuk tanah dasar lempung lunak. Pengujian lapangan bertujuan mendapatkan
parameter tanah untuk analisis, terutama apabila pemboran dan pengambilan contoh
tanah tidak dapat memenuhi contoh tanah tak terganggu sesuai kebutuhan.

Jenis penyelidikan dan pengujian lapangan serta pengambilan contoh tanah yang
direkomendasikan merujuk pada Pt-T-09-2002-B dan masing-masing diberikan pada
Tabel 2 dan Tabel 3.

4
Tabel 2. Penyelidikan Lapangan untuk Tanah Dasar Lempung Lunak (Pt-T-09-2002-B)

Jenis penyelidikan Jenis contoh yang diambil Kelebihan Kekurangan Standar acuan
Pemboran mesin dengan alat Contoh tanah terganggu Paling sederhana dan Tidak dapat digunakan SNI 2436:2008
bor putar (rotary borings) dan tak terganggu ekonomis untuk tanah lunak untuk tanah lunak pada
pada kedalaman yang kedalaman yang dalam
dangkal
Pemboran mesin dengan alat Contoh tanah terganggu Paling direkomendasikan Pada saat mencabut kembali SNI 2436:2008
bor auger (auger borings) dan tak terganggu untuk tanah lunak karena auger dari dasar tanah
pemboran bersih dan dapat menimbulkan isapan
seragam sehingga pada lubang bor, sehingga
meminimalisir gangguan dapat mengganggu lapisan
terhadap contoh tanah tanah yang akan diambil
contohnya.
Pengambilan contoh tanah Contoh tanah tak Tanah yang telah terganggu Gesekan dengan dinding SNI 03-4148-1.2000
dengan tabung terganggu tidak dapat masuk ke dalam dalam tabung contoh (PD T 28-2000)
piston baik setelah maupun merupakan salah satu
selama proses pengambilan penyebab utama gangguan
contoh tanah pada tanah lunak.

5
Tabel 3. Pengujian Lapangan untuk Tanah Dasar Lempung Lunak (Pt-T-09-2002-B)

Informasi dan parameter perencanaan yang Jenis tanah yang paling


Jenis pengujian Standar acuan
dihasilkan sesuai
Seismic dan Nilai resistiviti dan kedalaman tanah keras SNI 2528:2012 Tidak disebutkan
Resistivity dengan
alat geolistrik
Sondir atau Evaluasi stratigrafi bawah permukaan menerus SNI 2827:2008 Pasir, lanau, lempung
Penetrasi Konus Korelasi untuk menentukan kepadatan lapangan,
(CPT) sudut geser dalam pasir, kuat geser tak terdrainase
lempung, kerentanan terhadap likuifaksi
Penetrasi Standar Nilai N-SPT SNI 4153 : 2008
(SPT) Korelasi untuk menentukan konsistensi tanah
kohesif
Penetrasi Konus Evaluasi stratigrafi bawah permukaan menerus SNI 2827 : 2008 Pasir, lanau, lempung
dengan pengukuran yang lebih baik daripada CPT
tekanan pori (CPTu) Korelasi untuk menentukan kepadatan lapangan,
sudut geser dalam pasir, kuat geser tak terdrainase
lempung, kerentanan terhadap likuifaksi
Geser Baling Metode ini dibuat untuk memperoleh parameter SNI 03-2487-1991 Lempung, lanau (pasir dan
Lapangan kekuatan geser tanah lunak batuan tidak termasuk)
berkohesi yang jenuh air pada kondisi tanpa
drainase
Permeabilitas Nilai kelulusan air pada setiap SNI 2411:2008 Pasir, lanau, lempung
Lapangan perlapisan tanah atau batuan dan nilai Lugeon (Lu),
jenis aliran ke dalam
pori lapisan tanah atau batuan

6
1.3.3 Pengujian Laboratorium
Pengujian laboratorium bertujuan untuk memperoleh sifat fisik maupun teknis
material tanah dasar lempung lunak di bawah konstruksi timbunan jalan yang
direncanakan. Jenis pengujian beserta SNI rujukannya merujuk pada Pt-T-09-2002-B
dan dikelompokkan di dalam Tabel 4.

Pengujian material ringan mortar-busa di laboratorium juga diperlukan di dalam


perencanaan timbunan material ringan mortar-busa. Tabel 5 memberikan
rekomendasi jenis pengujian yang perlu dilakukan untuk memeriksa kualitas mortar-
busa yang digunakan.

Tabel 4. Pengujian di Laboratorium untuk Pekerjaan Timbunan di Atas Tanah Lunak (Pt-T-09-
2002-B)

Jenis tanah dan jenis pengujian Standar acuan

Parameter geoteknik Lempung Lempung


terkonsolidasi terkonsolidasi
normal berlebih
Klasifikasi tanah Uji batas-batas Uji batas-batas SNI 1966:2008
Atterberg Atterberg SNI 1967:2008
Analisis ukuran butir Analisis ukuran butir SNI 3423:2008
dengan hidrometer dengan hidrometer
Modulus oedometer Uji konsolidasi Uji konsolidasi SNI 2812:2011
(Eoed); indeks kompresi
(Cc)
Modulus Young (E) Uji triaksial CU, CD Uji triaksial CU, CD SNI 03-2455-
1991 Rev 2004
Kuat geser efektif Uji triaksial CD Uji triaksial CD SNI 03-2455-
(drained) (c’), ( ’) 1991 Rev 2004
Kuat geser undrained Uji triaksial CU Uji triaksial CU SNI 03-2455-
(cu) 1991 Rev 2004
Berat isi Uji indeks Uji indeks -
Koefisien konsolidasi Uji konsolidasi Uji konsolidasi SNI 2812:2011
(cv)
Permeabilitas (k) Uji konsolidasi Uji konsolidasi SNI 2812:2011

7
Tabel 5. Jenis Pengujian Material Ringan-Mortar-Busa untuk Perencanaan

Kategori Parameter yang


Jenis pengujian Aplikasi Standar acuan
pengujian dihasilkan
Bahan pencampur
Pasir Kadar air Kadar air agregat Pengendalian SNI 1971:2011
Gradasi Gradasi agregat mutu pasir SNI 3423:2008
Kandungan dalam Kandungan dalam ASTM C 142
agregat agregat
Berat jenis dan Berat jenis SNI 1970:2008
penyerapan agregat
halus
Agregat halus atau pasir Kandungan bahan SNI 03-4428-1997
yang mengandung bahan plastis dalam
plastis dengan cara agregat
setara pasir
Kotoran organik dalam Kadar kotoran SNI 03-2816-1992
pasir organik
Air Seluruh pengujian air Pengendalian SNI 7974 : 2013
Kandungan klorida mutu air
Kandungan sulfat Kadar klorida
Pengolahan khusus Kadar sulfat
untuk air Mutu air
Mutu air untuk adukan pH air
beton
Kadar keasaman dalam
air
Semen Semen Portland - Pengendalian SNI 15-2049-2004
Portland Semen Portland - mutu semen SNI 15-7064-2004
komposit
Semen Portland pozolan - SNI 15-0302-2004

Busa Densitas busa Densitas () Pengendalian SNI 1973:2008


mutu busa
Campuran Densitas basah Densitas () Pemeriksaaan SNI 1973:2008
material campuran target dan
ringan Flow Nilai flow kriteria ASTM C1611
mortar- campuran
busa
Benda uji Densitas kering Densitas () Pengendalian SNI 3402:2008
material Kuat tekan bebas (UCS) Kuat tekan mutu SNI 3638:2012
ringan
mortar-
busa

8
2 Perancangan Campuran
2
2.1 Kriteria Bahan
Semua campuran dirancang menggunakan prosedur khusus yang terkendali melalui
pengendalian mutu, sehingga dapat memenuhi serta sesuai dengan rencana. Di dalam
pelaksanaan perancangan campuran material ringan mortar-busa, bahan-bahan yang
digunakan diuraikan sebagai berikut:

2.1.1 Semen

Semen yang digunakan dalam pembuatan mortar-busa adalah semen portland,


semen komposit, atau semen pozzolan, sesuai SNI 15-2049-2004, SNI 15-7064-2004,
SNI 15-0302-2004.

2.1.2 Pasir

Pasir yang digunakan harus memenuhi gradasi sesuai Tabel 6 dan Gambar 2. Pasir
harus mempunyai butiran-butiran yang keras dan awet (durable). Pasir harus bebas
dari kotoran organik, dimana pengujian untuk menentukan adanya bahan organik
dalam pasir alam yang akan digunakan sebagai bahan campuran mortar atau beton
merujuk pada SNI-2816-1992.

Tabel 6. Gradasi Pasir untuk Mortar-Busa

Ukuran Saringan (ASTM) % Berat Lolos Saringan


No.
Inc / No mm Minimum Maksimum
4 No. 4 4,76 95 100
5 No. 8 2,36 80 100
6 No. 16 1,19 50 85
7 No. 30 0,595 25 60
8 No. 50 0,297 11 33
9 No. 100 0,149 4 15
10 No. 200 0,075 0 3

9
Gambar 2. Grafik Gradasi Agregat Pasir untuk Mortar Busa

2.1.3 Busa (foam)

Busa yang digunakan mengandung protein nabati atau sejenisnya yang dapat
menghasilkan gelembung terpisah yang stabil sehingga dapat menghasilkan
campuran material ringan yang memenuhi spesifikasi teknis.

2.1.4 Air

Air untuk mencampur adonan material ringan mortar-busa sesuai spesifikasi SNI
7974:2013.

10
Dokumentasi pada Gambar 3 memperlihatkan bahan baku busa (foam agent) yang
sedang dipersiapkan untuk pencampuran.

Gambar 3. Bahan Baku Busa (Foam Agent) (Pusjatan, 2012)

2.2 Kriteria Peralatan


Peralatan yang digunakan untuk perancangan campuran material ringan untuk
konstruksi timbunan jalan sebagai berikut :

A. Penakaran:

1. Timbangan dengan kapasitas (20 – 50) kg


2. Alat penakar
3. Tangki air

B. Pencampuran dan pengecoran

1. Alat pembangkit busa (foam generator), dapat dilihat pada Gambar 4.


2. Tangki tekan udara (air compressor) dengan kapasitas tekanan (0,6 – 1) MPa
3. Alat pengaduk (laboratory mixer) dengan kecepatan (30 – 60) rpm (mixer)
dengan blade yang berputar
4. Pompa mortar ringan (mortar pump)
5. Stopwatch

11
Gambar 4. Alat Pembangkit Busa (Pusjatan, 2009)

C. Pengujian densitas basah


1. Sendok mortar
2. Cawan/ember kapasitas (1,2 – 10) liter
3. Pisau
D. Pengujian daya alir (flowbility)
1. Ring (diameter 80 mm, tinggi 80 mm)
2. Papan plastik/kaca (400x400) mm
3. Penggaris perata
E. Pengujian uji tekan bebas (UCS)
1. Cetakan silinder dengan diameter 100 mm dan tinggi 200 mm (Gambar 5)
2. Alat uji tekan bebas (UCS) harus sesuai SNI 3638 : 2012 (Gambar 6)

12
Gambar 5. Cetakan Silinder (Pusjatan, 2009)

Gambar 6. Alat Uji Tekan Bebas (Pusjatan, 2011)

2.3 Kriteria Campuran


Campuran material ringan mortar-busa terdiri dari campuran bahan baku busa atau
foam agent, semen, pasir, dan air. Kuat tekan minimum material ringan mortar-busa
harus merujuk pada spesifikasi teknis (Kemen. PU, 2011), sebagaimana diperlihatkan
pada Tabel 6 dan Tabel 7.

13
Tabel 7. Kuat Tekan Minimum (Umur 14 Hari ) Material Ringan Lapis Fondasi atau Base
(Kemen. PU, 2011)

Densitas kering maksimum Kuat tekan minimum


(gr/cm3) kPa kg/cm2
0,8 2000 20

Tabel 8. Kuat Tekan Minimum (Umur 14 Hari) Material Ringan Lapis Fondasi-Bawah atau
Subbase (Kemen. PU, 2011)

Densitas kering maksimum Kuat tekan minimum


(gr/cm3) kPa kg/cm2
0,6 800 8

2.4 Prosedur Perancangan Campuran


Prosedur perancangan material ringan mortar-busa disampaikan dalam bentuk bagan
alir tahapan-tahapan perancangan pada Gambar 7, agar mudah dimengerti oleh
pembaca..

14
MULAI

Penentuan Target Material ringan dengan mortar-busa


yang ditentukan (densitas & kekuatan/strength)

PERSIAPAN BAHAN
(foam agent/cairan busa,air,pasir,semen)

Foam agent
Air Pasir Air semen
(cairan busa)

YA
Tidak

Check gradasi &


kadar air)

YA
Campuran pembuat busa:
foam agent/cairan busa + air
dengan menggunakan foam generator dan compressor
Campuran air,pasir,semen (material):
Penentuan komposisi awal faktor air semen & komposisi
persentasi agregat (pasir) terhadap busa (foam)
Atur Tekanan air & udara

Tidak

Check target foam (busa)


(0.055-0.085 t/m3)

Ya

Foam (busa) Campuran material

Pencampuran
Busa (cairan busa+air) dengan material (air+semen+pasir)

Tidak
Cek flow
(180±20mm) dan
densitas basah

Tidak
Ya

Material ringan mortar busa & (hingga umur curing 14


hari) dibungkus dengan plastik

Check kekuatan
dan densitas kering

Ya

SELESAI

Gambar 7. Bagan Alir Prosedur Perancangan Campuran Material Ringan Mortar-


Busa

15
2.4.1 Pencampuran Busa (Bahan Baku Busa dan Air)

Bahan pembuat busa adalah cairan busa (foam agent) dan air. Untuk membuat busa
dilakukan pencampuran cairan busa dan air dengan menggunakan alat pembangkit
busa dan kompresor. Proses pembentukan busa sebagai berikut :

a. Takar busa (foam) dan air dengan perbandingan volume 1:25, pengukuran
dilakukan dengan menggunakan gelas ukur (Gambar 8).

Gambar 8. Pengukuran Kebutuhan Busa dengan Gelas Ukur (Pusjatan, 2011)

b. Hubungkan kompresor dengan alat pembangkit busa (Gambar 9).

Gambar 9. Kompresor yang Dihubungkan dengan Alat Pembangkit Busa


(Pusjatan, 2011)

16
c. Campurkan busa dan air di dalam ember, lalu masukkan ke dalam alat
pembangkit busa (Gambar 10).

Gambar 10. Pencampuran Busa dan Air dengan Tekanan 10 Bar


(Pusjatan, 2011)

d. Pastikan campuran busa dan air sudah tercampur (Gambar 11).

Gambar 11. Busa yang Telah Dicampur dengan Air


(Pusjatan, 2011)

a. Timbang hasil campuran berupa busa dengan dimasukkan ke dalam bejana,


dengan nilai target standar (0,055 – 0,085) t/m3.

Bila busa tidak sesuai yang ditargetkan, periksa tekanan air dan udara pada unit alat
pembangkit busa.

17
2.4.2 Pencampuran Material (Semen, Pasir, dan Air)

Campuran material terdiri dari semen, pasir dan air. Semua material dicampur
menggunakan laboratory mixer, dengan variasi komposisi material sesuai dengan
rencana campuran. Hal ini dimaksudkan agar bisa diperoleh spesifikasi material ringan
yang dikehendaki. Campuran tersebut harus diperiksa terhadap gumpalan yang
terjadi.

a) Agregat pasir lolos saringan no.10 dan tertahan saringan no.200 (Tabel 6 dan
Gambar 2), periksa gradasi pasir, dan kadar air.
b) Periksa air yang digunakan pada kondisi standar sesuai SNI 03-6861-2002.
c) Semen yang digunakan harus sesuai dengan pasal 2.1.1.
d) Tentukan komposisi awal yang ditargetkan untuk material campuran pasir, air dan
semen. Perancangan awal campuran sebagai berikut :
1. Untuk lapis base, rasio campuran agregat pasir dan semen sebesar 1:1,
timbang agregat (pasir), semen dan air. Air sebanyak 0,5 dari berat semen.

2. Untuk lapis subase, rasio campuran agregat pasir dan semen sebesar 1:1,2,
timbang agregat (pasir), semen dan air. Air sebanyak 0,5 dari berat semen.

Gambar 12. Penimbangan Semen untuk Perancangan Komposisi Campuran,


(Pusjatan, 2011)

e) Masukkan agregat dan semen ke dalam bejana mixer, lalu diaduk dengan
mixer selama ± 2 menit (Gambar 13).

18
Gambar 13. Pencampuran Busa, Semen, Dan Pasir ke Dalam Bejana,
(Pusjatan, 2011)

f) Masukkan air ke dalam bejana mixer yang telah terisi agregat dan semen
tersebut, lalu aduk lagi selama ± 2 menit.

2.4.3 Pencampuran Busa (Bahan Baku Busa dan Air) dan Material (Semen,
Pasir, Air)

Masukan busa dan campuran mortar (pasir,air dan semen) kedalam bejana, kemudian
diaduk menggunakan laboratory mixer. Campuran tersebut harus diperiksa terhadap
gumpalan yang terjadi, aduk selama ± 2 menit, dan pastikan campuran mortar-busa
telah homogen

2.4.4 Pengujian

Untuk mendapatkan material ringan dengan mortar-busa sesuai spesifikasi yang


diharapkan harus melaukan proses pengujian benda uji, sebagai berikut:

2.4.4.1 Flow

Pengujian nilai flow material mortar-busa dilakukan dalam kondisi segar, pengecekan
flow sebagai berikut :

a. Tuangkan hasil campuran yang telah terbentuk menjadi mortar-busa di atas


bidang yang rata ke dalam ringflow hingga batas atas (Gambar 14).

19
Gambar 14. Penuangan Mortar-Busa untuk Pengujian Flow
(Pusjatan, 2011)
a. Angkat ring perlahan hingga mortar-busa mengalir dan menyebar untuk
mengetahui nilai flow.

b. Nilai hasil flow harus 180 mm ± 20 mm (Gambar 15).

Gambar 15. Pengukuran Uji Flow (Pusjatan, 2011)

c. Apabila nilai flow tidak memenuhi spesifikasi, dapat dikurangi atau


menambah jumlah busa (foam) atau mengurangi agregat yang digunakan.

20
2.4.4.2 Densitas Basah

Pengujian densitas basah, dilakukan setelah pengujian flow dilakukan. Pengujian


densitas basah dilakukan dengan cara menimbang benda uji hasil pengujian flow dan
mengurangi nilai yang dihasilkan terhadap berat dari ring.

2.4.4.3 Pengujian Uji Kuat Tekan Bebas (UCS Test)

a. Persiapkan terlebih dahulu cetakan (diameter 100 mm x tinggi 200 mm).

b. Masukkan campuran mortar-busa ke dalam cetakan silinder sesuai dengan


kebutuhan (dengan minimal benda uji 3 buah untuk setiap pengujian uji tekan
bebas (Gambar 16).

Gambar 16. Contoh Mortar-Busa untuk Pengujian (Pusjatan, 2011)

1. Beri label pada setiap cetakan silinder dan setiap pengujian.

2. Buka benda uji di dalam cetakan silinder setelah 1 hari, dan dilakukan
proses perawatan (curing). Pada proses perawatan benda uji dibungkus
dengan menggunakan plastik, hal ini dimaksudkan agar benda uji dapat
terhindar dari kontaminasi udara bebas sehingga proses hidrasi dapat
berlangsung.

3. Oven benda uji selama ± 24 jam.

4. Timbang benda uji dan hitung densitas kering.

5. Lakukan pengujian tekan bebas pada waktu yang telah ditentukan, yaitu
pada masa 14 hari (Gambar 17). Apabila hasil uji tekan bebas pada masa

21
perawatan tersebut telah memenuhi syarat, maka campuran tersebut
dapat dijadikan sebagai acuan.

6. Periksa nilai hasil pengujian uji tekan benda uji terhadap persyaratan
spesifikasi. Spesifikasi fisik dan mekanis material ringan harus sesuai Tabel
7 dan Tabel 8.

Gambar 17. Pengujian Kuat Tekan Bebas (UCS Test) di Laboratorium

Apabila kuat tekannya lebih rendah, dapat diatasi dengan menambah jumlah semen.

Jika percobaan tidak memenuhi spesifikasi pada salah satu persyaratan maka
dilakukan penyesuaian dan percobaan kembali hingga memenuhi spesifikasi.
Campuran yang sesuai spesifikasi dijadikan acuan untuk pelaksanaan
pekerjaan konstruksi jalan dengan mortar- busa di lapangan.

2.5 Perhitungan Perancangan Campuran


Perhitungan perancangan komposisi campuran mortar busa pada skala laboratorium
bertujuan untuk mencapai target kekuatan dan target densitas yang telah ditentukan.
Hasil perhitungan tersebut mengeluarkan komposisi jumlah masing-masing bahan
dan material untuk dilakukan pembuatan benda uji silinder dengan ukuran yang telah
ditentukan.

Tahapan pencampuran mortar busa per meter kubik perancangan skala laboratorium
yang diperlukan diuraikan sebagai berikut:

22
a. Tentukan nilai berat jenis semen dari hasil pengujian laboratorium.

b. Tentukan nilai berat isi pasir kondisi kering jenuh permukaan SSD dari hasil
pengujian laboratorium.

c. Tentukan nilai berat jenis air.

d. Tentukan nilai berat jenis foam diperoleh dari persyaratan pabrik pembuat foam
agent.

e. Tentukan jumlah semen dengan cara coba-coba pada variasi antara 250 sampai
dengan 300 kg.

 Untuk kebutuhan semen per meter kubik adalah berat semen yang diperlukan
dibagi berat jenis semen.

 Untuk kebutuhan air per meter kubik adalah berat air yang diperlukan dibagi
berat jenis air.

f. Perkirakan jumlah air sebesar 50% dari jumlah semen.

 Volume campuran (semen+air) adalah jumlah dari kebutuhan semen dan air
dalam meter kubik.

 Volume agregat+foam (busa) diperoleh dari satu meter kubik dikurangi


volume campuran.

g. Tentukan jumlah pasir yang dibutuhkan sebesar persentasi agregat dikali volume
agregat+foam dikali nilai kondisi berat isi pasir (SSD) dikali 1000 untuk kebutuhan
per meter kubik.

h. Tentukan jumlah busa yang dibutuhkan sebesar persentasi busa dikali volume
agregat+busa dikali 1000 untuk kebutuhan per meter kubik.

i. Tentukan nilai densitas basah rencana dari jumlah total campuran yang terdiri
dari semen, pasir, persentase agregat pasir dan persentase busa.

j. Lakukan uji flow dengan batasan 180±20 mm

k. Tentukan densitas basah hasil pengujian campuran mortar busa sesuai dengan
target yang ditentukan

23
l. Densitas kering diperoleh dari hasil pengujian campuran mortar busa yang
berbentuk silinder dengan ukuran yang telah ditentukan diuji tekan sehingga
diperoleh nilai target kekuatannya.

2.6 Contoh Perhitungan Perancangan Campuran


Berikut adalah contoh perhitungan perancangan campuran untuk komposisi lapis
fondasi bawah:

Diketahui :
1. Berat jenis semen : 3,14 t/m³
2. Berat jenis air :1
3. Target berat jenis foam : 0,075 t/m³
4. Berat isi pasir (pengujian di lab) : 2,69 t/m³
5. Kadar air pasir (pengujian di lab) : 3,6 %
6. Pasir kondisi SSD (pengujian di lab) : 4,53
7. Komposisi rencana awal :
Faktor air semen : 50 %
Semen : 270 kg
Air : 135 kg

Untuk kebutuhan per m³ campuran material ringan mortar-busa:

Semen : = = 0,086 m³

Air : = = 0,135 m³

Dengan demikian:
Volume campuran foam (semen+air) = Jumlah semen + air
= 0,086 + 0,135
= 0,221 m³
Volume campuran material (pasir+foam) = 1 – (jumlah semen +air)
= 1 – 0,221
= 0,779 m³

24
Untuk perancangan material ringan mortar busa, maka campurannya sebagai berikut:

1. Semen : 270 kg
2. Air : 135 kg

3. Persentase kebutuhan pasir (coba-coba) : 10%


= persentase kebutuhan pasir x berat isi pasir x volume campuran material
= 10% x 2,69 x 0,779
= 209,554 kg

4. Persentase kebutuhan bahan baku busa (coba-coba) : 90%


= persentase kebutuhan busa x SSD busa x volume campuran material x target
berat jenis busa
= 90% x 2,69 x 0,779 x 0,075
= 52,583 kg

5. Maka total berat material ringan yang dibutuhkan = jumlah semen + air+ pasir +
busa
= 270 + 135 + 209,554 + 52,583 kg
= 667,183 kg

6. Maka densitas basah rencana = total berat / 1000


= 667,183 kg/1000
= 0,667 t/m³

25
Contoh Perhitungan Perancangan Campuran Material Ringan Mortar-Busa:

Proyek : Skala Penuh Ruas Jalan Pangkalan Lima – Kumai, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah
Lokasi pengujian : Laboratorium Pengujian Balai Geoteknik jalan
Lokasi material (pasir) : Pangkalan Bun
2
Target kekuatan (strength) : 800 Kg/cm
3
Target densitas : 0.6 t/m
Air/semen : 50 %
Flow : 180±20 mm
Tanggal pengujian : 6 Agustus 2010
Jam : 10.00 WIB

Klasifikasi material Input Satuan


Kondisi SSD Berat Jenis Semen : 3.140 -
3
Kondisi SSD berat isi pasir (pengujian lab) Ƴpasir : 2.690 t/m
Berat jenis air : 1.000 -
3
Target berat isi foam (1:25) : 0.075 t/m

Tabel 9. Perhitungan Massa Densitas Basah

Keterangan Input Satuan


Massa wadah 130 Kg 130 Kg
Massa campuran material 760 Kg 760 Kg
3
Densitas basah pengujian 630 Kg 0.630 t/m

3
Tabel 10. Kebutuhan Material Ringan Mortar-Busa untuk 1m

Keterangan Input Satuan


3
Semen 270.000 Kg 0.086 m
3
Air 135.000 Kg 0.135 m
3
Volumen campuran (semen=air) 0.221 m
3
Volume pasir + busa 0.779 m

26
3
Tabel 11. Perancangan Material Ringan Mortar-Busa untuk 1m

Keterangan Input Satuan


Semen 270.000 Kg 270.000 Kg
Air 135.000 Kg 135.000 Kg
Persentase agregat (pasir) 10 % 209.554 Kg 209.554 Kg
Persentase foam 90 % 701.000 Liter 52.583 Kg
Total 667.138 Kg
3
Densitas basah rencana 0.667 t/m
Flow 183 mm
3
Densitas basah pengujian 0.630 t/m
3
Densitas kering oven 0.614 t/m

27
LABORATORIUM PENGUJIAN BALAI GEOTEKNIK JALAN
PUSAT LITBANG JALAN DAN JEMBATAN
Jl. Jenderal AH. Nasution No. 264 Bandung tlp./fax (022) 7834487 email : pusjatan@pusjatan.go.id.

Proyek/Pekerjaan : Timbunan Tanggal 9-Agustus-2010 Tanda Tangan Material Ringan


Lokasi contoh : Pangkalan Bun, Dikerjakan Ayun Kalimantan Tengah
No. contoh : 800 Kg/cm2 Diperiksa A. Jaenudin,S.ST (3hari)/UNSOAKED
Jenis contoh : Mortar Busa
Regangan Luas Berat isi: ……gr/cm3 Sebelum Sesudah Kadar air: ……% Sebelum Sesudah
Waktu Pembacaan Kalibrasi Beban Angka Tegangan
Pembacaan Regangan Terkoreksi Diameter Contoh, cm 10.00 No. cawan JE 99
(menit) Arloji cincin (kg) koreksi (kg/cm2)
Arloji Arloji (cm2)
0 0 0 0 12.541 0.00 1.000 78.540 0.00 Tinggi contoh, cm 20.00 B.cont. basah + cawah, gr 49.52
0.5 100 0.5 19 12.541 238.27 1.005 78.933 3.02 Luas contoh, cm2 78.54 B.cont. basah + cawah, gr 44.29
1 200 1.0 33 12.541 413.84 1.010 79.325 5.22 Berat contoh, gr 1570.08 Berat air, gr 5.23
1.5 400 2.0 36 12.541 451.47 1.020 80.111 5.64 Berat isi, gr/cm3 1327 Berat cawan, gr 18.34
2 600 3.0 32 12.541 401.3 1.031 80.975 4.96 Berat isi kering, gr/cm3 0.845 Berat cont kering, gr 25.95
Catatan Kadar air, % 20.15
Nomor alat : 1 Contoh/benda uji: asli/buatan
Kalibrasi : 12.541 qu max : 5.64 kg/cm2

10.0
9.0
8.0
7.0
6.0
5.0
4.0
Tegangan (kg/cm2)

3.0
2.0
1.0
0.0
0 1 2 3 4 5
Regangan (%)

28
LABORATORIUM PENGUJIAN BALAI GEOTEKNIK JALAN
PUSAT LITBANG JALAN DAN JEMBATAN
Jl. Jenderal AH. Nasution No. 264 Bandung tlp./fax (022) 7834487 email : pusjatan@pusjatan.go.id.

Proyek/Pekerjaan : Timbunan Material Ringan Tanggal 13-Agustus-2010 Tanda Tangan


Lokasi contoh : Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah Dikerjakan Ayun
No. contoh : 800 Kg/cm2 (7hari)/UNSOAKED Diperiksa A. Jaenudin,S.ST
Jenis contoh : Mortar Busa
Regangan Luas Berat isi: ……gr/cm3 Sebelum Sesudah Kadar air: ……% Sebelum Sesudah
Waktu Pembacaan Kalibrasi Beban Angka Tegangan
Pembacaan Regangan Terkoreksi Diameter Contoh, cm 10.80 No. cawan GH100
(menit) Arloji cincin (kg) koreksi (kg/cm2)
Arloji Arloji (cm2)
0 0 0 0 12.541 0.00 1.000 91.609 0.00 Tinggi contoh, cm 20.00 B.cont. basah + cawah, gr 52.35
0.5 100 0.5 20 12.541 250.81 1.005 92.067 2.72 Luas contoh, cm2 91.61 B.cont. basah + cawah, gr 46.39
1 200 1.0 44 12.541 551.79 1.010 92.525 5.96 Berat contoh, gr 1832.18 Berat air, gr 5.96
1.5 300 1.5 52 12.541 652.12 1.020 93.441 6.98 Berat isi, gr/cm3 16000.00 Berat cawan, gr 18.13
2 400 2.0 58 12.541 727.36 1.031 94.449 7.70 Berat isi kering, gr/cm3 0.873 Berat cont kering, gr 28.26
2.5 500 2.5 44 12.541 551.79 1.042 95.456 5.78 Catatan Kadar air, % 21.09
Nomor alat : 1 Contoh/benda uji: asli/buatan
Kalibrasi : 12.541 qu max : 7.70 kg/cm2

10.0
9.0
8.0
7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
Tegangan (kg/cm2)

2.0
1.0
0.0
0 1 2 3 4 5

Regangan (%)

29
LABORATORIUM PENGUJIAN BALAI GEOTEKNIK JALAN
PUSAT LITBANG JALAN DAN JEMBATAN
Jl. Jenderal AH. Nasution No. 264 Bandung tlp./fax (022) 7834487 email : pusjatan@pusjatan.go.id.

Proyek/Pekerjaan : Timbunan Material Ringan Tanggal 20-Agustus-2010 Tanda Tangan


Lokasi contoh : Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah Dikerjakan Ayun
No. contoh : 800 Kg/cm2 (14hari)/UNSOAKED Diperiksa A. Jaenudin,S.ST
Jenis contoh : Mortar Busa
Regangan Luas Berat isi: ……gr/cm3 Sebelum Sesudah Kadar air: ……% Sebelum Sesudah
Waktu Pembacaan Kalibrasi Beban Angka Tegangan
Pembacaan Regangan Terkoreksi Diameter Contoh, cm 10.20 No. cawan JE 99
(menit) Arloji cincin (kg) koreksi (kg/cm2)
Arloji Arloji (cm2)
0 0 0 0 12.541 0.00 1.000 81.713 0.00 Tinggi contoh, cm 19.50 B.cont. basah + cawah, gr 49.52
0.5 100 0.5 12 12.541 150.49 1.005 82.134 1.83 Luas contoh, cm2 81.71 B.cont. basah + cawah, gr 44.29
1 200 1.0 22 12.541 275.90 1.010 82.560 3.34 Isi contoh, cm3 1594.4 Berat air, gr 5.23
1.5 300 1.5 35 12.541 438.92 1.016 82.990 5.29 Berat contoh, gr 1530 Berat cawan, gr 18.34
2 400 2.1 45 12.541 564.33 1.021 83.424 6.76 Berat isi, gr/cm3 0.96 Berat cont kering, gr 25.95
2.5 500 2.6 58 12.541 727.36 1.026 83.863 8.67 Berat isi kering, gr/cm3 Kadar air, % 20.15
3 600 3.1 64 12.541 802.61 1.032 84.307 9.52 Nomor alat : 1 Contoh/benda uji: asli/buatan
3.5 700 3.6 46 12.541 576.87 1.037 84.755 6.81 Kalibrasi : 12.541 qu max : 8.67 kg/cm2
4 800 4.1 35 12.541 438.92 1.043 85.209 5.151

12.0
11.0
10.0
9.0
8.0
7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
Tegangan (kg/cm2)

2.0
1.0
0.0
0 1 2 3 4 5

Regangan (%)

30
3
3 Perencanaan Konstruksi

3.1 Kriteria Perencanaan


3.1.1 Material Ringan Mortar-Busa
Bahan-bahan yang digunakan dalam campuran material ringan mortar-busa harus
memenuhi ketentuan yang disyaratkan pada 2.1.

Kuat tekan minimum material ringan mortar-busa harus merujuk pada spesifikasi
teknis (Kemen. PU, 2011) yang disampaikan pada Tabel 7 untuk lapis fondasi atau
base dan Tabel 8 untuk lapis fondasi bawah atau subbase .

3.1.2 Beban Lalu Lintas


Beban lalu lintas harus ditambahkan ketika melakukan perhitungan stabilitas
timbunan, dengan menggunakan angka yang ditunjukkan pada Tabel 12 dan
diperhitungkan pada seluruh lebar permukaan timbunan.

Pengelompokkan kelas jalan pada Tabel 12 mengacu pada sistem klasifikasi jalan di
Indonesia yang diperlihatkan pada Tabel 13. Klasifikasi perencanaan jalan kelas I s.d IV
pada Tabel 13 ditentukan berdasarkan besar volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata
(LHR) dan fungsi jalannya.

Tabel 12. Beban Lalu Lintas untuk Analisis Stabilitas (Pt-T-10-2002-B)

Kelas Jalan Beban Lalu Lintas (kPa)


I 15
II 12
III 12
IV 12 (direncanakan sama
dengan jalan kelas III

31
Tabel 13. Sistem Klasifikasi Jalan di Indonesia (Pt-T-09-2002-B)

Klasifikasi berdasarkan fungsi jalan LHR Kelas


Primer Arteri Seluruh lalu lintas I
Kolektor  10.000 I
 10.000 II
Sekunder Arteri  20.000 I
 20.000 II
Kolektor  6.000 II
 6.000 III
Lokal  500 III
 500 IV

3.1.3 Stabilitas
Suatu timbunan dianggap berada pada titik keruntuhan jika faktor keamanan, FK = 1,
serta berada pada kondisi stabil jika FK yang dimiliki lebih besar dari satu (FK>1) atau
dengan kata lain memiliki kekuatan yang lebih (reserve strength). Pd T-11-2005-B
memberikan kriteria FK minimum untuk kondisi jangka pendek atau selama masa
pelaksanaan timbunan yang diperlihatkan pada Tabel 14.

Tabel 14. Faktor Keamanan Minimum untuk Perhitungan Stabilitas (Pd T-11-2005-B)

Kelas Jalan Faktor Keamanan


I 1,4
II 1,4
III 1,3
IV 1,3

3.1.4 Penurunan
Kriteria penurunan timbunan selama masa konstruksi serta kecepatan penurunan
yang disyaratkan oleh Pt-T-10-2002-B dapat dilihat pada Tabel 15, dimana s adalah
jumlah penurunan selama masa konstruksi dan stot adalah penurunan total yang
diperkirakan. Kriteria ini berlaku untuk timbunan jalan di atas tanah dasar yang lunak.

Tabel 15. Kriteria Penurunan Timbunan (Pt-T-10-2002-B)

Penurunan yang Kecepatan Penurunan


Kelas Jalan Disyaratkan selama Masa setelah Konstruksi
Konstruksi, s/stot (mm/tahun)
I > 90% < 20
II > 85% < 25
III > 80% < 30
IV > 75% < 30

32
3.1.5 Gaya Angkat Hidrostatik (Hydrostatic Uplift)
Stabilitas suatu struktur atau lapisan tanah dengan permeabilitas rendah terhadap
gaya angkat harus diperiksa dengan membandingkan gaya permanen untuk
menstabilkan (sebagai contoh, beban dan friksi kulit) terhadap gaya permanen yang
membuat tidak stabil yaitu air dan gaya lainnya (BS, 2004).

Perencanaan timbunan harus mempertimbangkan keruntuhan akibat gaya angkat


dengan prinsip gaya yang membuat tidak stabil dan gaya vertikal yang bekerja adalah
kurang dari atau sama dengan gaya yang menstabilkan atau tahanan yang bekerja.
Gaya vertikal sebagai contoh adalah berat struktur atau berat timbunan, sedangkan
tahanan yang berkerja adalah gaya-gaya gesek dan/atau gaya angkur. Angkur dalam
hal ini merupakan opsi permanen untuk menahan gaya angkat. Adapun opsi-opsi
umum yang direkomendasikan oleh BS (2004) untuk menahan gaya angkat
hidrostatik,adalah:

a. menambah berat timbunan;


b. mengurangi tekanan air di bawah timbunan dengan drainase;
c. melakukan pengangkuran pada lapisan bawah timbunan.
Perhitungan faktor keamanan terhadap gaya angkat hidrostatik di dalam pedoman ini
merujuk pada US. Army (2003) yang memberikan nilai FK minimum terhadap gaya
angkat untuk kondisi non kritis sebesar 1,3 dan kondisi kritis sebesar 1,1.

3.2 Prosedur Perencanaan

3.2.1 Bagan Alir Perencanaan

Prosedur perencanaan timbunan material ringan mortar-busa dikelompokkan


menjadi dua bagan alir, yaitu bagan alir perencanaan pada konstruksi jalan lama
(Gambar 18) dan bagan alir perencanaan pada konstruksi jalan baru (Gambar 19).

33
Mulai

Tidak
Rujuk perencanaan
Jalan lama ?
jalan baru

Ya

Penurunan jalan lama Ya


memenuhi kriteria ?

Tidak

Gali timbunan lama

Penyelidikan tanah dan


material ringan mortar-busa

Tidak Perencanaan dimensi


timbunan material ringan
mortar-busa

Tinggi kritis
timbunan Tidak
< tinggi
rencana ?

Ya

Penentuan parameter
perencanaan

Perhitungan daya dukung


tanah dasar

Perhitungan stabilitas
timbunan

Tidak
Memenuhi kriteria?

Ya

Perhitungan penurunan
timbunan

Tidak
Memenuhi kriteria?

Ya

Perhitungan gaya angkat


hidrostatik

Ya

Tidak
Memenuhi kriteria?

Ya

Selesai

Gambar 18. Prosedur Perencanaan Timbunan Material Ringan Mortar-Busa untuk Konstruksi
Jalan Lama

34
Mulai

Rujuk Tidak
perencanaan jalan Jalan baru?
lama

Ya

Penyelidikan tanah dan


material ringan mortar-busa

Perencanaan dimensi
timbunan material ringan
mortar-busa

Tidak
Tinggi
kritis timbunan
< tinggi
rencana ?
Ya

Penentuan parameter
perencanaan

Perhitungan daya dukung


tanah dasar

Perhitungan stabilitas
timbunan

Tidak
Memenuhi kriteria?

Ya

Perhitungan penurunan
timbunan

Tidak
Memenuhi kriteria?

Ya

Perhitungan gaya angkat


hidrostatik

Tidak
Memenuhi kriteria?

Ya

Selesai

Gambar 19. Prosedur Perencanaan Timbunan Material Ringan Mortar-Busa untuk


Konstruksi Jalan Baru

35
3.2.2 Penentuan Opsi Perencanaan

Tahap pertama dalam perencanaan timbunan material ringan mortar-busa adalah


menentukan opsi perencanaannya, yaitu:

a. Perencanaan pada jalan lama (timbunan eksisting), atau


b. Perencanaan pada jalan baru
Apabila direncanakan konstruksi timbunan di jalan lama, maka perlu dilakukan
pemeriksaan penurunan timbunan eksisting terhadap kriteria penurunan pada Tabel
15. Jika tidak memenuhi persyaratan penurunan, maka perlu dilakukan penggalian
timbunan eksisting.

Apabila direncanakan konstruksi timbunan jalan baru, maka tahap pertamanya adalah
melakukan penyelidikan tanah di lokasi rencana konstruksi dan penyelidikan material
ringan mortar-busa.

3.2.3 Penyelidikan Tanah dan Material Ringan Mortar-Busa

Tahap penyelidikan tanah dan material ringan mortar-busa terdiri dari pengumpulan
data (studi meja), survei pendahuluan atau peninjauan lapangan, penyelidikan tanah
dan penyelidikan material timbunan. Data hasil penyelidikan digunakan sebagai dasar
penentuan parameter tanah dasar dan material timbunan yang dibutuhkan pada
tahap perencanaan.

3.2.4 Penentuan Dimensi Timbunan

Pada tahap penentuan dimensi timbunan, opsi yang dapat dipilih adalah dimensi
timbunan jalan baru atau penambahan level timbunan jalan pada konstruksi jalan
lama. Dimensi timbunan rencana perlu diperiksa terhadap tinggi kritis timbunan pada
tahap berikutnya.

3.2.5 Perhitungan Tinggi Kritis Timbunan

Sebagai penilaian awal stabilitas timbunan, Pt-T-10-2002-B memberikan rekomendasi


untuk melakukan perhitungan tinggi kritis timbunan, sebagai berikut:

a. Hitung kuat geser tak terdrainase (cu) rata-rata sampai kedalaman lima meter
atau setebal lapisan lempung lunak bila kurang dari lima meter;
b. Ambil berat isi () tertinggi material timbunan;

36
c. Tinggi timbunan maksimum yang aman tanpa perbaikan tanah dapat ditentukan
dengan persamaan:

(1)
Keterangan:
Hc adalah tinggi kritis timbunan (m);
cu adalah kuat geser tak terdrainase (kN/m2);
 adalah berat isi timbunan (kN/m3).

Perhitungan ini tidak memperhitungkan kontribusi kuat geser dari timbunan. Apabila
tinggi timbunan sudah melampaui tinggi kritisnya, maka sebagian dari timbunan
tersebut harus dibongkar.

3.2.6 Penentuan Parameter Perencanaan

Tabel 16 memperlihatkan parameter perencanaan yang dibutuhkan dalam


perhitungan daya dukung tanah dasar, stabilitas dan penurunan timbunan. Parameter
perencanaan di dalam Tabel 16 dihasilkan dari hasil pengujian di laboratorium atau
lapangan maupun korelasi antara data hasil pengujian. Parameter perhitungan gaya
angkat hidrostatik tidak disampaikan di dalam Tabel 16, karena merupakan parameter
hasil perhitungan dan bukan diperoleh dari penyelidikan.

Tabel 16. Parameter Perencanaan

Perencanaan
Daya
Parameter Satuan dukung Stabilitas Penurunan Keterangan
tanah timbunan timbunan
dasar
Berat isi total kN/m3    -
(b)
Kuat geser tak kN/m2   -
terdrainase (cu)
Kuat geser  -
efektif (c’)
Sudut geser derajat   -
efektif ()
Indeks -   -
kompresi
primer (Cc)

37
Tabel 16 (lanjutan). Parameter Perencanaan

Perencanaan
Daya
Parameter Satuan dukung Stabilitas Penurunan Keterangan
tanah timbunan timbunan
dasar
Indeks 
pengembangan
(Cs) – untuk
unloading
Indeks - 
rekompresi (Cr)
– untuk
reloading
Angka pori, e 
Koefisien m/hari  Untuk analisis
permeabilitas dengan
(k) metode
Modulus Young kN/m2  elemen hingga
(E)
Poisson’s ratio 

Modified 
swelling
index()*
Modified 
compression
index()*
*Jika menggunakan perhitungan dengan metode elemen hingga, maka:
 = Cc / 2,3 (1+e) ;  = 2Cr/ 2,3 (1+e)

3.2.7 Perhitungan Daya Dukung

Evaluasi daya dukung tanah dasar diperlukan untuk mengetahui kemampuan tanah
dasar di bawah timbunan bermaterial ringan dalam menerima beban yang bekerja
(Gambar 20). Apabila terjadi keruntuhan daya dukung, maka timbunan dapat
mengatasi penurunan vertikal yang dapat mempengaruhi struktur. Kapasitas daya
dukung ultimit dapat mengacu ke persamaan umum Terzaghi (Das, 1990) yang
diperlihatkan pada persamaan berikut.

38
qult = cNc + DfNq + 0,5BwN (2)

Keterangan:

qult adalah daya dukung (kPa)


c adalah kohesi (kPa)
Nc, N, Nq adalah faktor daya dukung Terzaghi (Gambar 21)
adalah berat isi tanah (kN/m3)
Bw adalah lebar dasar timbunan (m)
Dr adalah kedalaman tanah yang ditinjau (m)

Daya dukung izin dihitung dengan persamaan:

Qizin = qult/FK (3)

Keterangan:
Qizin adalah daya dukung izin
qult adalah daya dukung ultimit

Gambar 20 memperlihatkan ilustrasi perhitungan daya dukung tanah.

Gambar 20. IIustrasi Penghitungan Daya Dukung Tanah (Pd T-11-2003)

39
Gambar 21. Faktor Daya Dukung Terzaghi (Das, 1990)

40
3.2.8 Perhitungan Stabilitas Timbunan

Perhitungan stabilitas timbunan pada intinya adalah menghitung besar faktor


keamanan, FK minimum yang didefinisikan sebagai perbandingan antara kuat geser
yang bekerja (s) dengan tegangan geser yang dibutuhkan untuk menjaga
kesetimbangan () atau bila dalam bentuk persamaan menjadi:

(4)
Apabila kuat geser yang digunakan adalah kuat geser efektif, maka faktor
keamanannya adalah sebagai berikut:

(5)

Keterangan:
c' adalah kohesi tanah pada kondisi tegangan efektif;
’ adalah sudut geser dalam pada kondisi tegangan efektif;
 adalah tegangan normail pada bidang keruntuhan;
u adalah tegangan air pori =  - u;
 adalah tegangan geser untuk menjaga kesetimbangan.

Apabila kuat geser yang digunakan adalah kuat geser total, maka faktor keamanannya
dihitung dengan persamaan berikut:

(6)

Keterangan:
c adalah kohesi tanah pada kondisi tegangan total;
 adalah sudut geser dalam pada kondisi tegangan total.

3.2.8.1 Penentuan Parameter Tegangan Total

Perhitungan stabilitas yang umum digunakan adalah perhitungan dengan analisis


tegangan total (Total Stress Analysis, TSA) dan perhitungan dengan analisis tegangan
efektif (Effective Stress Analysis, ESA). Pada perhitungan tegangan total, parameter
kuat geser material timbunan dihitung melalui pengujian tekan dengan alat triaksial
pada kondisi tertentu sesuai dengan tinggi timbunannya. Stabilitas timbunan dihitung
dengan hanya mempertimbangkan kuat geser tak terdrainase (undrained) sebelum
dimulainya konstruksi, tanpa memperhitungkan kenaikan kuat geser akibat
konsolidasi.

41
Apabila diasumsikan tanah sepenuhnya jenuh (fully saturated), maka kuat geser tak
terdrainase yang digunakan adalah cu = sudan u= 0. Kuat geser untuk perhitungan
tegangan total dapat diperoleh dari uji triaksial tak terkonsolidasi-tak terdrainase
(unconsolidated undrained,UU), uji geser baling (vane shear, VST) atau sondir (CPT).

3.2.8.2 Penentuan Parameter Tegangan Efektif

Kuat geser efektif yang diperlukan untuk perhitungan tegangan efektif dinyatakan
dengan parameter-parameter kuat geser efektif Mohr-Coulomb, yaitu c’ dan ’ yang
didapat dari uji triaksial terkonsolidasi-terdrainase (consolidated drained, CD), triaksial
terkonsolidasi-tak terdrainase (consolidated undrained, CU) dengan pengukuran
tekanan air pori atau dari uji geser langsung. Nilai c’ dan  dari uji triaksial CU pada
prinsipnya sama dengan yang didapat dari uji triaksial CD dan geser langsung.

Perhitungan tegangan efektif memerlukan informasi tekanan air pori awal sebelum,
selama dan sesudah konstruksi. Tekanan air pori awal sebelum konstruksi bisa
diketahui dengan relatif mudah melalui penyelidikan lapangan. Namun, variasinya
selama konstruksi sulit diprediksi dengan akurat. Mempertimbangkan hal tersebut,
kondisi tak terdrainaseharus dihitung dengan menggunakan tegangan total.

Kuat geser, tekanan air pori dan berat isi yang relevan untuk analisis stabilitas pada
berbagai kondisi diperlihatkan pada Tabel 17 dan untuk memperoleh penjelasan lebih
lengkap mengenai perhitungan tegangan total dan efektif dapat merujuk ke Dep.PU
(2004).

Tabel 17. Kuat Geser, Tekanan Air Pori dan Berat Isi yang Relevan untuk Perhitungan
Stabilitas pada Berbagai Kondisi (Dep.PU, 2004)

Kondisi
Pembebanan
Jenis tanah Parameter Akhir Jangka
beberapa
konstruksi panjang
tahap*
Semua Tekanan air Sertakan Sertakan Sertakan
eksternal
Semua Berat isi Total Total Total
Terdrainase Kuat geser c’ dan ’ c’ dan ’ c’ dan ’
(drained)
Terdrainase Tekanan air u dari analisis u dari analisis u dari analisis
(drained) pori (u) rembesan rembesan rembesan

42
Tabel 17 (lanjutan). Kuat Geser, Tekanan Air Pori dan Berat Isi yang Relevan untuk
Perhitungan Stabilitas pada Berbagai Kondisi

Kondisi
Pembebanan
Jenis tanah Parameter Akhir Jangka
beberapa
konstruksi panjang
tahap*
Tak Kuat geser Tegangan Tegangan c’ dan ’
terdrainase total, c dan  total,u = 0 dan
(undrained) dari uji-uji cudari uji
lapangan, triaksial CU
triaksial UU pada tekanan
dan CU konsolidasi
Tak Tekanan air Abaikan, set u Abaikan, set u u dari analisis
terdrainase pori = 0 pada input = 0 pada input rembesan
(undrained) komputer komputer
*) Pembebanan beberapa tahap adalah suatu kondisi pembebanan ketika konsolidasi satu tahap
pembebanan diikuti oleh perubahan beban dengan kondisi tak terdrainase

3.2.8.3 Perangkat Perhitungan Stabilitas

Bila data yang mencukupi sudah tersedia, maka perhitungan stabilitas harus dilakukan
dengan menggunakan metode Bishop, atau metode Janbu ataupun metode lain yang
lebih tepat (Pt-T-10-2002-B). Apabila tersedia program komputer untuk analisis, maka
dapat digunakan metode elemen hingga atau metode kesetimbangan batas.

Jika tidak ada program komputer yang tersedia untuk analisis ini, maka perhitungan
dapat dilakukan secara manual menggunakan spreadsheet. Namun perlu diingat
bahwa jika lapisan tanah dasar di bawah timbunan cukup banyak dan heterogen,
direkomendasikan untuk menggunakan alat bantu hitung berupa piranti lunak. Hal ini
untuk menghindari ketidaktelitian perhitungan secara manual.

Perlu diingat pula bahwa metode perhitungan (baik menggunakan program


komputer, grafik atau perhitungan manual dengan spreadsheet) harus dipilih
berdasarkan kompleksitas timbunan dan tanah dasar yang dianalisis serta
ketersediaan data yang menggambarkan kondisi lapangan. Pertimbangannya adalah
sebagai berikut:

a. Penggunaan program komputer yang tepat dan sudah terverifikasi


direkomendasikan untuk analisis stabilitas, dimana kondisi timbunannya
kompleks dan ketersediaan data memadai serta kemungkinan terjadinya
keruntuhan lereng timbunan cukup signifikan. Program komputer memberikan
analisis detail yang efisien dan cepat untuk berbagai geometri timbunan dan
kondisi pembebanan.

43
b. Grafik kestabilan lereng timbunan, relatif sederhana untuk digunakan dan bisa
dimanfaatkan untuk menganalisis kondisi jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk menggunakan grafik kestabilan lereng, salah satunya dapat merujuk ke
pedoman U.S Army (2003).
c. Perhitungan manual dengan menggunakan spreadsheet dapat digunakan untuk
memverifikasi hasil perhitungan dengan program komputer.
d. Pehitungan dengan grafik juga dapat digunakan untuk memverifikasi hasil
perhitungan dengan program komputer.

3.2.8.4 Pemodelan Elemen Hingga untuk Perhitungan Stabilitas Timbunan Ringan


Mortar-Busa

Studi penggunaan geofoam untuk timbunan menyatakan sejumlah ketidakpastian


dalam memodelkan kuat geser blok Expanded Polystyrene (EPS) dengan
menggunakan metode kesetimbangan batas dua dimensi (Arellano, dkk. 2010).
Ketidakpastian terjadi saat bidang keruntuhan yang terjadi menembus massa blok
timbunan material ringan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 22a.

Satu pendekatan yang bisa memperkecil ketidakpastian tersebut adalah dengan


memodelkan massa timbunan sebagai beban tambahan (surcharge load) dan
mengaplikasikannya di atas permukaan tanah dasar (lihat Gambar 22b). Beban
tambahan tersebut harus mewakili berat massa timbunan mortar-busa, material
overburden (jika ada) dan beban tambahan lainnya.

Material overburden

Material ringan

Tanah dasar

Asumsi bidang
keruntuhan

(a) Bidang keruntuhan terjadi di dalam blok material ringan

Gambar 22. Tipikal Model Perhitungan Stabilitas Dua Dimensi Timbunan dengan
Material Ringan (Arellano, dkk. 2010)

44
Hanya tegangan normal vertikal di
atas tanah dasar yang
dipertimbangkan

Tanah dasar

Asumsi bidang
keruntuhan

(a) Bidang keruntuhan terjadi pada tanah dasar di bawah timbunan dengan material
ringan
Gambar 22 (lanjutan). Tipikal Model Perhitungan Stabilitas Dua Dimensi Timbunan
dengan Material Ringan (Arellano, dkk. 2010)

Model beban tambahan ini sudah dipraktekkan di Jepang sebagai model untuk
perhitungan stabilitas timbunan ringan dengan blok EPS di atas tanah lunak (Arellano,
dkk. 2010). Beban tambahan vertikal tersebut tampaknya merupakan model yang
sesuai untuk timbunan ringan di atas tanah lunak, dimana pertimbangan utamanya
adalah ketidakstabilan timbunan akibat tanah dasar lunak, dan bukan akibat blok EPS.
Pendekatan serupa akan digunakan untuk memodelkan stabilitas timbunan dengan
material ringan mortar-busa pada modul ini.

3.2.9 Pehitungan Penurunan Timbunan

Penurunan total timbunan merupakan penjumlahan dari deformasi vertikal yang


timbul dari penurunan seketika atau penurunan elastik massa timbunan atau tanah
dasar, konsolidasi primer dan konsolidasi sekunder tanah dasar.

Penurunan total dihitung dengan persamaan berikut.

Stot = Si + Sp + Ss (7)

Keterangan:
Stot adalah penurunan total;
Si adalah penurunan seketika atau elastik tanah dasar;
Sp adalah penurunan akibat konsolidasi primer (akhir dari penurunan pimer
tanah dasar);

45
Ss adalah penurunan akibat konsolidasi sekunder (konsolidasi sekunder tanah
dasar).

Pada tanah-tanah anorganik penurunan konsolidasi sekunder umumnya kecil


sehingga bisa diabaikan.

3.2.9.1 Penurunan Seketika (Immediate Settlement)

Untuk menghitung dengan pendekatan penurunan timbunan di setiap titik pada dasar
timbunan, maka dapat digunakan metode Janbu dkk. (1956) di dalam Holtz, dkk.
(1981). Dalam perhitungan, beban timbunan yang berbentuk trapesium dianggap
sebagai beban terbagi rata (beban terbagi rata berbentuk segiempat). Lebar beban
timbunan yang tidak terbagi rata dianggap sebagai lebar fondasi fleksibel yang
lebarnya sama dengan lebar timbunan bagian atas ditambah setengah dari jarak
horisontal dari lebar dasar lereng timbunan.

Janbu, Bjerrum, dan Kjaernsli (1956) di dalam Holtz, dkk. (1981) mengusulkan cara
menghitung penurunan seketika rata-rata untuk beban terbagi rata fleksibel
berbentuk empat persegi panjang dan lingkaran, dengan E yang bervariasi dan rasio
Poisson  = 0,5, sebagai berikut:

(hanya untuk  = 0,5) (8)

Bila timbunan terletak di permukaan tanah asli, maka o = 1, sehingga:

(hanya untuk  = 0,5) (9)

Keterangan:
Si adalah penurunan seketika rata-rata (m);
o adalah faktor koreksi untuk kedalaman fondasi Df (Gambar 23);
1 adalah faktor koreksi untuk lapisan tanah tebal terbatas H (Gambar 23);
B adalah lebar beban terbagi rata untuk luasan empat persegi panjang atau
diameter lingkaran pada beban lingkaran (m);
qn adalah tambahan tegangan netto (kN/m2);
E adalah modulus elastisitas (kN/m2).

46
(a)

(b)

Gambar 23. Grafik yang Digunakan dalam Persamaan 8 dan 9 (Janbu dkk., 1956 dalam
Holtz, dkk., 1981)

Grafik pada Gambar 23 dapat digunakan untuk nilai modulus E yang bervariasi dengan
kedalamannya, yaitu dengan mengganti sistem tanah berlapis sebagai suatu lapisan-
lapisan fiktif yang terletak pada lapisan yang keras. Perhitungan besarnya penurunan
seketika dilakukan dengan membagi tanah ke dalam beberapa lapisan yang terbatas.
Jika tegangan pada tiap lapisan dapat dihitung, maka akan dapat diperoleh penurunan
seketika totalnya.

3.2.9.2 Penurunan Konsolidasi

A. Distribusi Tegangan di Bawah Timbunan


Tambahan tegangan vertikal (z) akibat beban trapesium dapat dihitung dengan
menggunakan diagram yang diusulkan oleh Osterberg (1957) di dalam Holtz,
dkk.(1981) pada Gambar 25 atau dengan mengunakan persamaan:

47
q  a  b 
 z =     (1   2 )  b a   2  (10)
  a  
atau

 z = q x I (11)

dengan,

1  a  b 
I     (1   2 )  b a   2  (12)
  a  

Keterangan:
q adalah tinggi sisi vertikal beban trapesium (h) x berat volume timbunan
(timbunan).

Nilai 1, 2, a dan b dapat ditentukan dengan mengacu kepada ilustrasi timbunan
pada Gambar 24.

Gambar 24. Penentuan Nilai 1, 2, a dan b pada Timbunan (Das,1992)

48
Gambar 25. Faktor Pengaruh Akibat Beban Timbunan (Osterberg,1957 dalam Holtz,
dkk., 1981)

B. Penurunan Konsolidasi Total


Penurunan konsolidasi total pada pasal ini sudah merupakan penjumlahan dari
penurunan akibat konsolidasi primer, Sp dan penurunan akibat konsolidasi sekunder,
Ss. Untuk menghitung penurunan konsolidasi total, Sc dengan memperhatikan grafik
hubungan e-log p, dapat digunakan cara sebagai berikut:

49
Penurunan akibat konsolidasi total dinyatakan oleh persamaan-persamaan:

e
Sc = H (13)
1  eo
dengan Sc adalah penurunan konsolidasi total (Sp + Ss)

Untuk lempung terkonsolidasi normal (normally consolidated, NC),

po ' p
e = Cc x log (14)
po '
Untuk lempung terkonsolidasi berlebihan (over consolidated, OC), harus
dipertimbangkan pada dua kondisi, yaitu:

Jika p1 < pc

p1 ' p ' p
e = Cr x log = Cr x log o (15)
po ' po '
dengan p1 = po + p

Jika po < pc < p1

pc ' p ' p
e = Cr x log + Cc x log o (16)
po ' pc '
Keterangan:
po adalah tekanan efektif rata-rata;
p adalah penambahan tekanan;
pc adalah tekanan prakonsolidasi;
Cc adalah indeks kompresi;
Cr adalah indeks pengembangan (rekompresi).

C. Kecepatan Konsolidasi
Penurunan konsolidasi dari waktu ke waktu diprediksi dengan menggunakan teori
konsolidasi satu dimensi dari Terzaghi (1943) di dalam Holtz, dkk. (1981), yaitu saat
terjadinya disipasi tekanan air pori, aliran air hanya ke arah vertikal. Konsolidasi pada
waktu, t tertentu (St) dihitung dengan menggunakan persamaan:

S t = U x Sc (17)

50
dengan U adalah derajat konsolidasi yang dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan yang disarankan oleh Casagrande (1938) dan Taylor (1948) di dalam Holtz,
dkk. (1981), yaitu:

Untuk U  60 % : Tv = (/4) x U 2 (18)


Untuk U  60 % : Tv = -0,933 x log (1-U ) – 0,085 (19)

Faktor waktu diperoleh dari Tabel 18 atau dihitung dengan persamaan berikut.

Cv  t
Tv  2
Ht (20)
Keterangan:

Ht adalah ½ tebal lapisan kompresibel bila drainase dua arah (two-way


drainage);

Ht adalah tebal lapisan kompresible bila drainase satu arah (one-way drainage).

Di lapangan, kondisi pengeluaran air pada saat konsolidasi dapat berupa drainase satu
arah atau dua arah tergantung pada kondisi lapisan.
Tabel 18. Variasi Faktor Waktu Terhadap Derajat Konsolidasi (Das, 1995)

Derajat konsolidasi, Faktor waktu, Tv


U (%)
0 0
10 0,008
20 0,0031
30 0,071
40 0,126
50 0,197
60 0,287
70 0,403
80 0,567
90 0,848
100 
Ket: U tetap untuk seluruh kedalaman lapisan

51
3.2.9.3 Perangkat untuk Perhitungan Penurunan

Perhitungan penurunan dilakukan dengan menggunakan metode-metode di atas


dengan memanfaatkan spreadsheet perhitungan atau program komputer. Apabila
tersedia program komputer untuk analisis, maka dapat digunakan metode beda
hingga (finite difference method, FDM) dan metode elemen hingga.

3.2.10 Perhitungan Gaya Angkat Hidrostatik

Stabilitas struktur di atas lapisan tanah dasar dengan permeabilitas rendah harus
mempertimbangkan gaya angkat (uplift) akibat tekanan hidrostatik dengan
membandingkan upaya stabilisasi permanen (sebagai contoh, berat dan tahanan
geser) terhadap gaya permanen yang bekerja, seperti air, tanah atau sumber lainnya.

Mortar-busa yang digunakan sebagai material ringan untuk timbunan memiliki berat
isi yang rendah sehingga berpotensi untuk mengalami pengangkatan ke atas. Dengan
demikian perlu mempertimbangkan stabilitas eksternal pada lapis antarmuka
(interface) antara bagian bawah timbunan dengan tanah dasar. Gambar 26
memperlihatkan variabel-variabel untuk analisis gaya angkat ke atas pada situasi
dimana air hanya menekan satu sisi timbunan, sedangkan Gambar 27
memperlihatkan situasi dimana air menekan kedua sisi timbunan saat banjir.

TW
WW W material ringan mortar-busa

h
 

stotal p
BW
u

Gambar 26. Variabel Untuk Analisis Gaya Angkat Hidrostatik pada Situasi Dimana Air Hanya
Menekan Satu Sisi Timbunan (Arellano, 2010)

52
vd Material ringan
MAT mortar-busa

Permukaan air

Udst;d

Keterangan:
vd adalah beban yang bekerja;
Udst;d adalah gaya angkat pada dasar timbunan;
Gambar 27. Gaya Angkat Timbunan Ringan Akibat Tekanan Air dari Kedua Sisi (BS,
2004)

Distribusi tekanan hidrosatik di bawah timbunan tidak selamanya berbentuk segitiga


seperti pada contoh di Gambar 26 tapi bervariasi tergantung kondisi di lapangan.
Distribusi tekanan hidrostatik pada Gambar 26 juga belum memperhitungkan
rembesan. Jika tekanan air berasal dari kedua sisi tmbunan dan tingginya sama, maka
distribusi tekanan hidrostatik di bawah timbunan akan berbentuk segiempat, bukan
segitiga.

Faktor keamanan terhadap gaya angkat hidrostatik dapat dihitung melalui


persamaan:

(21)

Keterangan:
N adalah jumlah gaya normal = Wmortar-busa + Ww;
U adalah jumlah gaya angkat, U, pada dasar timbunan;
Wmortar-busa adalah berat timbunan mortar-busa;
Ww adalah berat air yang menjadi komponen vertikal di atas timbunan.

Penurunan jangka panjang memberikan pengaruh besar terhadap faktor keamanan


terhadap gaya angkat hidrostatik, karena itu perlu dimasukkan ke dalam perhitungan
gaya angkat, U. Tekanan air P, diperoleh dari akumulasi tinggi vertikal air pada akhir
konstruksi ditambah besar penurunan total yang diperkirakan, h+Stot serta hasil dari
distribusi tekanan di sisi timbunan, dengan besaran:

[ ] (22)

53
sehingga persamaan 21 menjadi:

(23)

Keterangan:

OREQ adalah gaya overburden tambahan yang dibutuhkan di atas timbunan mortar-
busa untuk mencapai target faktor keamanan terhadap gaya angkat
hidrostatik seluruh timbunan;
W adalah berat isi air;
Stot adalah perkiraaan penurunan total;
BW adalah lebar dasar timbunan.

Apabila tidak memenuhi persyaratan faktor keamanan terhadap gaya angkat


hidrostatik, maka pertimbangkan mengubah dimensi timbunan atau melakukan
perencanaan kebutuhan perkuatan tambahan untuk timbunan, yang tidak dibahas di
dalam modul ini.

3.3 Contoh Perencanaan Konstruksi Timbunan


Contoh perhitungan:

Direncanakan timbunan jalan baru yang dibangun di atas tanah dasar lempung lunak
dengan data timbunan rencana sebagai berikut:

 Tinggi timbunan , H = 1,1 m


 Panjang timbunan, P = 400 m
 Lebar timbunan, L = 7 m
 Material timbunan adalah mortar-busa dengan densitas kering rencana sebesar
0,6 gr/cm3 (untuk kuat tekan 800 kPa) dan 0,8 gr/cm3 (untuk kuat tekan 2000 kPa)
 Parameter kekuatan timbunan mortar-busa yang dimiliki adalah parameter
tegangan total, yaitu cu = 60 kPa dan  = 45 (untuk kuat tekan 800 kPa) dan cu =
60 kPa dan  = 40 (untuk kuat tekan 2000 kPa).

Hasil penyelidikan dan pengujian tanah dasar lempung lunak di bawah timbunan jalan
rencana memberikan informasi data kompresibilitas dan kuat geser yang
diperlihatkan pada Tabel 19.

54
Tabel 19. Data Hasil Pengujian Tanah Dasar Lempung Lunak

Jenis

(m /tahun)
Ketebalan

(kN/m )
tanah

3
cu c 

(m)


dasar di Cc Cs eo

Cv
(kPa) (kPa) ()
bawah

2
timbunan
Lempung 2 0,16 0,06 0,7 13,91 19 10 12 17,5
lunak
Lempung 7 1,02 0,014 2,49 13,12 14,3 12 5 16,74
lanau
pasiran
sangat
lunak
Lempung 5 0,2 0,02 0,87 8,43 18,5 30 16 17,4
lanau
pasiran
teguh
Lempung 3 0,16 0,02 0,8 11,71 19 45 3 15,81
pasiran

Dengan merujuk pada tahapan perencanaan di dalam laporan ini (pasal 3), lakukan
perhitungan dan pemeriksaaan kriteria yang disyaratkan, untuk:

1) Tinggi kritis timbunan rencana


2) Daya dukung tanah dasar
3) Stabilitas timbunan
4) Penurunan total timbunan
5) Pengaruh gaya angkat hidrostatik

Gambar 28 memperlihatkan contoh potongan melintang timbunan material ringan


mortar-busa untuk konstruksi jalan.

55
q

0,3 m 2000 kPa; 0,8 gr/cm3

0,2 m 1,1 m
800 kPa; 0,6 gr/cm3

0,3 m 800 kPa; 0,6 gr/cm3

0,3 m 800 kPa; 0,6 gr/cm3

2m Lempung lunak

7m
Lempung lanau pasiran sangat lunak

5m
Lempung lanau pasiran teguh

3m Lempung pasiran

7m

Gambar 28. Contoh Potongan Melintang Timbunan Jalan dengan Material Ringan
Mortar-Busa

Penyelesaian:

1) Langkah pertama, hitung tinggi kritis timbunan di atas tanah lunak

Persamaan yang digunakan, merujuk ke persamaan 1 sebagai berikut:

Keterangan:
 timbunan, diambil nilai rata-ratanya sebesar 7 kN/m3
cu adalah (10+12)/2 = 11 kN/m2
Tinggi timbunan, H, direncanakan adalah 1,1 m
sehingga diperoleh:
Hc = (4 x 11)/7 = 6,28 m > 1,1 m

Tinggi timbunan kritis lebih besar daripada tinggi timbunan rencana (memenuhi
syarat).

56
2) Langkah kedua, hitung daya dukung tanah dasar

Daya dukung tanah dasar dihitung dengan menggunakan Persamaan 2. Lapisan


tanah yang ditinjau adalah lapis lempung lunak dan sangat lunak di bawah
timbunan.

Parameter c, , dan  diperoleh dari hasil interpolasi pada lapisan tanah yang
ditinjau. Dari hasil interpolasi, diperoleh:

c = 11,55 kPa;  = 16,91  17; dan  = 25,34 kN/m3 (sudah mempertimbangkan


kondisi muka air tanah)

dengan menggunakan Gambar 21, diperoleh Nc = 12, 34 ; Nq = 4,77 ; N = 3,53

sehingga:

qult = cNc + DfNq + 0,5BwN (2)


qult = 11,55 x 12,34 + (15,34-9,81) x 9 x 4,77 + 0,5 x 7 x 3,53
qult = 813, 43 kPa

3) Langkah ketiga, hitung stabilitas timbunan

Mempertimbangkan kompleksnya geometri timbunan dan tanah dasar di


bawahnya, perhitungan stabilitas timbunan di dalam contoh perhitungan ini
menggunakan program komputer yang berbasis metode elemen hingga.

Tanah dasar di bawah timbunan dimodelkan dengan model material Soft-Soil.


Perhitungan yang dilakukan adalah untuk kondisi jangka pendek dengan analisis
tegangan total dan parameter kuat geser tak terdrainase (undrained). Dengan
merujuk pada pasal 3.2.8.4 untuk pemodelan timbunan dengan material ringan di
atas tanah dasar lunak, maka parameter kuat geser timbunan tidak dipergunakan
di dalam perhitungan. Pada perhitungan ini, beban yang bekerja diasumsikan
adalah beban lalu lintas untuk jalan kelas I sebesar 15 kPa, ditambah berat
timbunan (yang dikonversikan menjadi beban merata).

Geometri model timbunan jalan rencana dengan material ringan mortar-busa


diperlihatkan pada Gambar 29. Parameter tanah dasar diperlihatkan pada Tabel
20, sedangkan bidang keruntuhan timbunan dari hasil analisis diperlihatkan pada
Gambar 30.

57
(a) Model timbunan biasa (b) Model timbunan mortar-busa (berat
timbunan dikonversikan menjadi
beban merata)
Gambar 29. Geometri Model Timbunan Jalan Rencana untuk Perhitungan Stabilitas

Dari hasil perhitungan stabilitas timbunan dengan metode elemen hingga,


diperoleh faktor keamanan jangka pendek (perhitungan tegangan total) sebesar
2,88 sehingga memenuhi kriteria faktor keamanan minimum yang disyaratkan,
yaitu 1,30 untuk jalan kelas I (Pt-T-10-2002-B). Bidang keruntuhan dari hasil
perhitungan diperlihatkan pada Gambar 30.

Gambar 30. Bidang Keruntuhan Timbunan dari Hasil Perhitungan Stabilitas

58
Tabel 20. Parameter Tanah Dasar untuk Analisis Stabilitas Timbunan

Jenis

kappa*
_unsa

lambd
_sat

c_ref
k_y
k_x

phi
a*
material

t
tanah
No.
dasar Tipe

[m/day]

[m/day]
[kN/m^

[kN/m^

[kN/m^

[°]
[-]

[-]
3]

3]

2]
UnDrained

timbunan
1 lama 18 19 6,56E-05 6,56E-05 0,046377 0,034783 12 17,5

lempung
lanau
UnDrained

pasiran
sangat
3 lunak 13,3 14,3 0,00061 0,00061 0,295652 0,008116 5 16,74

lempung
UnDrained

lanau
pasiran
2 teguh 17,5 18,5 3,93E-05 3,93E-05 0,057971 0,011594 16 17,4
UnDrained

lempung
4 pasiran 18 19 8,42E-07 8,42E-07 0,046377 0,011594 3 15,81

4) Langkah keempat, hitung penurunan total yang terjadi


Pada contoh ini, penurunan seketika (Si) diabaikan. Pada contoh ini, penurunan
total yang dihitung adalah akibat penimbunan lapis pertama dengan tinggi
timbunan, H = 0,30 m, kuat tekan mortar-busa = 800 kPa, dan  mortar-busa = 0,6
gr/cm3

Titik tinjau penurunan adalah pada lapisan lempung lunak setebal 2m di bawah
timbunan.

Ditinjau dari z = 1 m tanah dasar lapis ke-1 (lempung lunak), maka peningkatan
tekanan efektif di bawah timbunan dihitung dengan persamaan berikut:

59
q  a  b 
    (1   2 )  b a   2 
 z =    a   =  z = q x I, dengan

1  a  b 
I     (1   2 )  b a   2 
  a  

H = tinggi timbunan = 0,30 m

 = berat isi timbunan = 0,6 gr/cm3

q =xH

2 = tan-1( )

1 (radians) = tan-1 ( ) * ( )+, dimana z adalah kedalaman lapisan


yang ditinjau.

Posisi a dan b juga 1 dan 2 diperlihatkan pada sketsa pada Gambar 24.

Berdasarkan Gambar 24, diperoleh untuk lapisan 0,30 m pertama timbunan: b =


3,0 m, a = 0,13 m, dan diperoleh:

 1 = 0,007
 2 = 1,405
 q timbunan = 6 x 0,3 = 1,80 kN/m2

1  a  b 
 I= I      (1   2 )  b a   2 
  a  
 (, - ⁄ )

 z = P =peningkatan tekanan efektif = I x 2q = 0,499 x 2 x 1,80 kN/m2


=1,797 kN/m3

Untuk perhitungan penurunan konsolidasi, diperlukan perhitungan tekanan


prakonsolidasi (Pc’), dimana tekanan overburden (P0) adalah:

60
Po’ = tekanan efektif mula-mula = (z/2) x ( – 10) = (1/2) x (19 – 10) = 4,5 kPa

P’c = P0’ x OCR, untuk lempung terkonsolidasi normal, OCR =1, sehingga:

P’c =4,5 x 1 = 4,5 kPa

P1’ = P0 ‘+ P = 4,5 + 1,797 = 6,297 kPa

Selanjutnya adalah menghitung penambahan angka pori untuk lempung


terkonsolidasi normal, yaitu:

po ' p
e = Cc x log
po '

dengan Cc lapisan lempung lunak = 0,16

Dengan demikian, penurunan akibat konsolidasi total pada lapisan lempung lunak
pada titik tinjau yaitu 1 m di bawah timbunan mortar-busa, adalah:

e
Sc = H
1  eo

Hasil perhitungan penurunan selengkapnya untuk lapisan-lapisan tanah lainnya di


bawah timbunan dirangkum pada Tabel 22.

Untuk menghitung penurunan total timbunan setinggi 1,1 m, dilakukan langkah


perhitungan yang sama dengan di atas dengan meninjau setiap lapis tanah dasar
di bawah timbunan.

Perhitungan Kecepatan Konsolidasi

Dengan merujuk pada persamaan 17, 18, 19 dan 20, maka dapat dilakukan
perhitungan faktor waktu dihitung dengan persamaan berikut.

61
Cv  t
Tv  2
Ht

t = waktu penurunan,

Ht = 17 m (drainase satu arah)

∑. /

Cv = kumulatif Cv lapisan tanah dasar = ∑ ⁄∑ ( ) (17)2 / ( 5,067)2 = 11,25


Dengan Tv yang diperoleh dari Tabel 18, maka:

t50 = ; t90 =

Dengan persamaan 18 dan 19, maka:

Tv = (/4) x U(50%) 2 ; U(50%) = 50,13%

Tv = -0,933 x log (1-U(90%) ) – 0,085 ; U (90%) = 89,97%

Stot (Sc) yang terjadi adalah sebesar 0,260 m atau 260 mm, sehingga:

St (50%) = U(50%) x Sc = 50,13% x 0,260 = 0,130 m atau 130 mm

St (90%) = U(90%) x Sc = 89,87% x 0,260 = 0,233 m atau 233 mm

Tabel 21 adalah hasil dari seluruh perhitungan penurunan sampai dengan tinggi
timbunan mencapai 1,1 m.

Tabel 21. Hasil Perhitungan Penurunan

Tinggi Penurunan Penurunan Penurunan Sisa


timbunan total 50% 90% tinggi
timbunan
(m) (m) (m) (m) (m)
0.3 0.06 0.03 0.05 0.24
0.8 0.15 0.07 0.13 0.62
1.1 0.26 0.13 0.23 0.81

62
Jika merujuk pada kriteria penurunan pada Tabel 15 maka besar penurunan yang
terjadi selama masa konstruksi (>90%) yaitu 0,23 m (230 mm) selama 21,8 tahun
atau diperkirakan sebesar:

mm/tahun < 20 mm/tahun (memenuhi persyaratan)

Dengan demikian penurunan total yang terjadi masih memenuhi kriteria


penurunan timbunan di atas tanah lunak.

63
Tabel 22. Rangkuman Hasil Perhitungan Penurunan untuk Timbunan Lapis Pertama (H = 0,30m)

Ketebalan
Ketebalan z 
No. Jenis tanah kumulatif Pó OCR P'c 2 1 I  P = z P1 Cc Cs e0  e S (m)
(m) (m) (kN/m3)
(m)
1 Lempung lunak 1 1 0,5 19 4,5 1 4,5 1,405648 0,007059 0,499109 1,796793 6,296793 0,16 0,06 0,7 0,023345 0,01373
2 Lempung lunak 1 2 1,5 19 13,5 1 13,5 1,107149 0,017542 0,480844 1,731039 15,23104 0,16 0,06 0,7 0,008383 0,00493

Lempung sangat
3 lunak 1 3 2,5 14,3 17,8 1 17,8 0,876058 0,021767 0,438219 1,577587 19,37759 1,02 0,014 2,49 0,037617 0,01078
Lempung sangat
4 lunak 1 4 3,5 14,3 22,1 1 22,1 0,708626 0,022032 0,386863 1,392706 23,49271 1,02 0,014 2,49 0,027072 0,00776
Lempung sangat
5 lunak 1 5 4,5 14,3 26,4 1 26,4 0,588003 0,020687 0,338617 1,219021 27,61902 1,02 0,014 2,49 0,019996 0,00573
Lempung sangat
6 lunak 1 6 5,5 14,3 30,7 1 30,7 0,499347 0,018909 0,297382 1,070574 31,77057 1,02 0,014 2,49 0,015184 0,00435
Lempung sangat
7 lunak 1 7 6,5 14,3 35 1 35 0,432408 0,017156 0,263243 0,947674 35,94767 1,02 0,014 2,49 0,011835 0,00339
Lempung sangat
8 lunak 1 8 7,5 14,3 39,3 1 39,3 0,380506 0,015575 0,235146 0,846526 40,14653 1,02 0,014 2,49 0,009441 0,00271
Lempung sangat
9 lunak 1 9 8,5 14,3 43,6 1 43,6 0,339293 0,014193 0,211911 0,76288 44,36288 1,02 0,014 2,49 0,007684 0,00220

Lempung lunak
10 pasiran teguh 1 10 9,5 18,5 52,1 1 52,1 0,305879 0,012998 0,192525 0,693091 52,79309 0,2 0,02 0,87 0,001148 0,00061
Lempung lunak
11 pasiran teguh 1 11 10,5 18,5 60,6 1 60,6 0,2783 0,011965 0,176185 0,634265 61,23426 0,2 0,02 0,87 0,000904 0,00048
Lempung lunak
12 pasiran teguh 1 12 11,5 18,5 69,1 1 69,1 0,255182 0,01107 0,162269 0,58417 69,68417 0,2 0,02 0,87 0,000731 0,00039
Lempung lunak
13 pasiran teguh 1 13 12,5 18,5 77,6 1 77,6 0,235545 0,010289 0,150304 0,541095 78,1411 0,2 0,02 0,87 0,000604 0,00032
Lempung lunak
14 pasiran teguh 1 14 13,5 18,5 86,1 1 86,1 0,218669 0,009605 0,139923 0,503722 86,60372 0,2 0,02 0,87 0,000507 0,00027

15 Lempung pasiran 1 15 14,5 19 95,1 1 95,1 0,204018 0,009001 0,130841 0,471026 95,57103 0,16 0,02 0,8 0,000343 0,00019
16 Lempung pasiran 1 16 15,5 19 104,1 1 104,1 0,191184 0,008466 0,122836 0,442209 104,5422 0,16 0,02 0,8 0,000295 0,00016
17 Lempung pasiran 1 17 16,5 19 113,1 1 113,1 0,179853 0,007988 0,115732 0,416635 113,5166 0,16 0,02 0,8 0,000256 0,00014
17 0,05816

64
5) Langkah kelima, hitung stabilitas terhadap gaya angkat hidrostatik
Dengan merujuk pada pasal 3.2.10, dilakukan perhitungan faktor keamanan
terhadap gaya angkat hidrostatik, sebagai berikut:

Wmortar-busa (per meter lari) = Volume timbunan x mortar-busa =[(6+7)/2 x 1,1] x 1 x [(6+8)/2]

Wmortar-busa (per meter lari) = 50,05 kN

Ww diasumsikan hanya menekan satu sisi timbunan, dengan distribusi beban


seperti Gambar 26 dan tinggi air diasumsikan 0,5 m.

Ww (per meter’) = ½ x (a x Hw) x 1m x w = ½ x (0,5 x (0,5+0,29)) x 1 x 9,81 = 1,98


kN/m

OREQ dalam contoh perhitungan ini diasumsikan sama dengan nol

Bw = 7 m

Stot dari Langkah Ketiga = 0,26 m

Dengan demikian, dapat dihitung:

( )

Jika menggunakan kriteria dari US. Army ( 2003) untuk kondisi kritis, yaitu FK
minimum = 1,1, maka:

FK hasil perhitungan = 1,44 > 1,1 (memenuhi persyaratan)

Apabila hasil perhitungan menunjukkan nilai FK yang tidak memenuhi persyaratan


dan dilakukan penambahan berat timbunan sebesar OREQ, maka perlu dilakukan
kembali perhitungan stabilitas dan perhitungan penurunan akibat penambahan
beban timbunan.

65
Daftar Istilah
Air compressor = Alat penekan udara (kompresor udara)
Backfilling = Penimbunan
Backfilling material for = Penimbunan material untuk abutmen
bridge abutment jembatan
Base = Lapis Fondasi
Clay lumps and friable = Gumpalan lempung dan partikel-partikel
particles = rapuh
Compressor Alat tekanan udara (kompresor)
Consolidated undrained = Terkonsolidasi dan tak terdrainase
(CU)
Curing = Perawatan
Drained = Terdrainase
Durable = Tahan lama
Finite Element Method = Metode Elemen Hingga
Flow = Mengalir
Flowbility = Daya alir
Foam = Busa
Foam agent = Bahan baku busa
Foam generator = Alat pembangkit busa
Foam mortar = Adukan mortar
Foamed embankment = Timbunan ringan mortar-busa
Foamed embankment = Mortar busa ringan
mortar
Steep slope = Lereng tegak
Fully saturated = Jenuh sepenuhnya
Mixer = Alat pencampur
High grade soil = Tanah berkekuatan tinggi
Hydrostatic uplift = Gaya angkat hidrostatik
Interface = Bidang pemisah/antarmuka
Laboratory mixer = Alat pencampur di laboratorium
Mortar pump = Pompa mortar ringan
Over consolidated (OC) = Terkonsolidasi berlebih
Overburden = Dibebani berlebih
Reserve strength = Kekuatan yang lebih besar
Ring = Cincin (untuk uji flow)
Slip circle = Bidang gelincir/bidang keruntuhan
Soft soil = Tanah lunak
SSD = Kering jenuh permukaan
Stopwatch = Penghitung detik
Sub base = Lapis Pondasi Bawah
Subgrade = Tanah dasar

66
Surcharge load = Beban tambahan
UCS (Unconfined = Uji kuat tekan bebas
Compressive Strength) Test
Unconsolidated undrained = Tak terkonsolidasi dan tak terdrainase
(UU)
Undrained = Tak terdrainase
Uplift = Gaya angkat

67
Daftar Pustaka
Arellano, D. Preliminary Design Procedure for EPS-Block Geofoam Lightweight Fill in
Levees Overlying Soft Ground. 27th Annual Association of State Dam Safety
Officials Conference. Washington. 2010.
Aschuri, I., Yamin, R.A. The Use of Stress Absorbed Membrane Interlayer (SAMI) to
Reduce Reflection Crack on Road Pavement. Proceedings of the Eastern Asia
Society forTransportation Studies, Vol. 8. 2011.
BS. Eurocode 7: Geotechnical Design - Part 1 General Rules. BS EN 1997-1:2004. The
British Standard. 2004.
CROW. Light-Weight Materials in Road Construction (Lichte Ophoogmaterialen In De
Wegenbouw) version 8. Januari 2013.
Das, Braja.M. Principles of Foundation Engineering. PWS- Kent Publishing Company
Boston. 1990.
Das. Prinsip-Prinsip Mekanika Tanah, Braja M. Das, Alih Bahasa Indrsurya B. Moctar.
1995.
DBM. Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan. Direktorat Jenderal
Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota. Maret. 1982.
Dep.PU. Pedoman Perencanaan Konstruksi Jalan di Atas Gambut dengan Metode
Prapembebanan. Pd T-06-2004-B. Departemen Pekerjaan Umum.2004.
Depkimpraswil. Pedoman Perencanaan Timbunan Jalan Pendekat Jembatan. Pd T-11-
2003-B. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2003.
Dep.PU. ISBN: 979-95959-1-6. Panduan Geoteknik Jalan. Edisi II. Japan International
Cooperation Agency dan Departemen Pekerjaan Umum. 2006.
Holtz, R.D, Kovacks, W.D. An Introduction to Geotechnichal Engineering. Prentice Hall.
1981.
Kemen. PU. Spesifikasi Material Ringan dengan Mortar Busa untuk Konstruksi Jalan.
Kementerian Pekerjaan Umum. 2011.
Kemen. PU. R3 Pedoman Perancangan Campuran Material Ringan Mortar-Busa untuk
Konstruksi Jalan. Kementerian Pekerjaan Umum. 2014.
Kemen. PU. R3 Pedoman Perencanaan Teknis Timbunan Material Ringan Mortar-Busa
untuk Konstruksi Jalan. Kementerian Pekerjaan Umum. 2014.
Pt-T-8-2002-B. Panduan Geoteknik 1 - Proses Pembentukan dan Sifat-Sifat Dasar
Tanah Lunak. Edisi Pertama Bahasa Indonesia. Puslitbang Prasarana
Transportasi. Bandung. Juli, 2002.
Pt-T-09-2002-B. Panduan Geoteknik 2 - Penyelidikan Tanah Lunak, Desain dan
Pekerjaan Lapangan. Edisi Pertama Bahasa Indonesia. Puslitbang Prasarana
Transportasi. Bandung. Juli, 2002.
Pt-M-01-2002-B. Panduan Geoteknik 3 - Penyelidikan Tanah Lunak, Pengujian
Laboratorium. Edisi Pertama Bahasa Indonesia. Puslitbang Prasarana
Transportasi. Bandung. Juli, 2002.

68
Pt-T-10-2002-B. Panduan Geoteknik 4- Desain dan Konstruksi. Edisi Pertama Bahasa
Indonesia. Puslitbang Prasarana Transportasi. Bandung. Juli, 2002.
U.S Army. Engineering and Design. Slope Stability. Engineer Manual EM1110-2-1902.
Department of the Army, U.S Army Corps of Engineers. Washington D.C. 2003.
.

69
Ucapan Terima Kasih
Tim Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Sub Tim Teknis Balai Geoteknik
Jalan yang telah memberikan masukan-masukan berharga untuk penyusunan modul
ini.

70

Anda mungkin juga menyukai