Modul 2A - Perencanaan Material Ringan FINAL
Modul 2A - Perencanaan Material Ringan FINAL
MODUL PERENCANAAN
TEKNOLOGI TIMBUNAN MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA
UNTUK KONSTRUKSI JALAN
Penulis:
Dea Pertiwi
Maulana Iqbal
November 2014
No. ISBN :
Kode Kegiatan : 2432. 001. 003. 107
Koordinator Penelitian
Ir. Rudy Febrijanto, MT.
Diterbitkan oleh:
Kementerian Pekerjaan Umum
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan
Jl. A.H. Nasution No. 264 Ujungberung – Bandung 40293
i
© PUSJATAN 2014
Modul ini disusun dengan sumber dana APBN Tahun 2104, pada paket pekerjaan Penyusunan dan
Workshop (Diseminasi) Teknologi Penanganan Tanah PRoblematik, DIPA Puslitbang Jalan dan Jembatan.
Pandangan-pandangan yang disampaikan di dalam publikasi ini merupakan pandangan penulis dan tidak
selalu menggambarkan pandangan dan kebijakan Kementerian Pekerjaan Umum, unsur pimpinan,
maupun institusi pemerintah lainnya. Penggunaan data dan informasi yang dimuat di dalam publikasi ini
sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
Buku ini juga dibuat versi e-book dan dapat diunduh dari website pusjatan.pu.go.id.
ii
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan (Pusjatan) adalah lembaga riset yang berada di bawah Badan Litbang
Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Lembaga ini memiliki peranan yang sangat strategis
di dalam mendukung tugas dan fungsi Kementerian Pekerjaan Umum dalam menyelenggarakan jalan di
Indonesia. Sebagai lembaga riset, Pusjatan memiliki visi sebagai lembaga penelitian dan pengembangan
yang terkemuka dan terpercaya, dalam menyediakan jasa keahlian dan teknologi bidang jalan dan
jembatan yang berkelanjutan, dan dengan misi sebagai berikut:
Meneliti dan mengembangkan teknologi bidang jalan dan jembatan yang inovatif, aplikatif, dan
berdaya saing;
Memberikan pelayanan teknologi dalam rangka mewujudkan jalan dan jembatan yang handal;
dan
Menyebarluaskan dan mendorong penerapan hasil litbang bidang jalan dan jembatan.
iii
Kata Pengantar
Modul Perencanaan Teknologi Material Ringan Mortar-Busa untuk Konstruksi Jalan ini
merupakan wujud pertukaran informasi dan penyebarluasan hasil kegiatan penelitian
dan pengembangan yang telah dilakukan di Balai Geoteknik Jalan Puslitbang Jalan dan
Jembatan, khususnya oleh Kelompok Program Penelitian (KPP) Teknologi Penanganan
Tanah Problematik. Modul ini juga disusun untuk mendapatkan masukan yang
bermanfaat dari peserta, terkait kesesuaian materi dengan kebutuhan dalam
pekerjaan perencanaan teknologi material ringan mortar-busa untuk konstruksi jalan.
Modul ini hanya membahas mengenai perencanaan teknis material ringan mortar-
busa untuk konstruksi jalan di atas lempung lunak (tidak termasuk gambut) dan tidak
membahas mengenai perencanaan material ringan mortar-busa untuk timbunan oprit
jembatan.
Tujuan
Tujuan workshop (diseminasi) ini adalah agar peserta mengetahui perencanaan
teknologi material ringan mortar-busa untuk konstruksi jalan.
iv
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ IV
TUJUAN ................................................................................................................................. IV
v
3.1.2 Beban Lalu Lintas .................................................................................................. 31
3.1.3 Stabilitas ............................................................................................................... 32
3.1.4 Penurunan ............................................................................................................ 32
3.1.5 Gaya Angkat Hidrostatik (Hydrostatic Uplift) ....................................................... 33
3.2 PROSEDUR PERENCANAAN............................................................................................... 33
3.2.1 Bagan Alir Perencanaan ....................................................................................... 33
3.2.2 Penentuan Opsi Perencanaan .............................................................................. 36
3.2.3 Penyelidikan Tanah dan Material Ringan Mortar-Busa ....................................... 36
3.2.4 Penentuan Dimensi Timbunan.............................................................................. 36
3.2.5 Perhitungan Tinggi Kritis Timbunan ..................................................................... 36
3.2.6 Penentuan Parameter Perencanaan .................................................................... 37
3.2.7 Perhitungan Daya Dukung.................................................................................... 38
3.2.8 Perhitungan Stabilitas Timbunan ......................................................................... 41
3.2.9 Pehitungan Penurunan Timbunan ........................................................................ 45
3.2.10 Perhitungan Gaya Angkat Hidrostatik ............................................................. 52
3.3 CONTOH PERENCANAAN KONSTRUKSI TIMBUNAN ................................................................ 54
vi
Daftar Tabel
TABEL 1 . DEFINISI KUAT GESER LEMPUNG LUNAK (PT-T-8-2002-B) 1
TABEL 2. PENYELIDIKAN LAPANGAN UNTUK TANAH DASAR LEMPUNG LUNAK (PT-T-09-2002-B) 5
TABEL 3. PENGUJIAN LAPANGAN UNTUK TANAH DASAR LEMPUNG LUNAK (PT-T-09-2002-B) 6
TABEL 4. PENGUJIAN DI LABORATORIUM UNTUK PEKERJAAN TIMBUNAN DI ATAS TANAH LUNAK (PT-T-09-2002-
B) 7
TABEL 5. JENIS PENGUJIAN MATERIAL RINGAN-MORTAR-BUSA UNTUK PERENCANAAN 8
TABEL 6. GRADASI PASIR UNTUK MORTAR-BUSA 9
TABEL 7. KUAT TEKAN MINIMUM (UMUR 14 HARI ) MATERIAL RINGAN LAPIS FONDASI ATAU BASE (KEMEN. PU,
2011) 14
TABEL 8. KUAT TEKAN MINIMUM (UMUR 14 HARI) MATERIAL RINGAN LAPIS FONDASI-BAWAH ATAU SUBBASE
(KEMEN. PU, 2011) 14
TABEL 9. PERHITUNGAN MASSA DENSITAS BASAH 26
3
TABEL 10. KEBUTUHAN MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA UNTUK 1M 26
3
TABEL 11. PERANCANGAN MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA UNTUK 1M 27
TABEL 12. BEBAN LALU LINTAS UNTUK ANALISIS STABILITAS (PT-T-10-2002-B) 31
TABEL 13. SISTEM KLASIFIKASI JALAN DI INDONESIA (PT-T-09-2002-B) 32
TABEL 14. FAKTOR KEAMANAN MINIMUM UNTUK PERHITUNGAN STABILITAS (PD T-11-2005-B) 32
TABEL 15. KRITERIA PENURUNAN TIMBUNAN (PT-T-10-2002-B) 32
TABEL 16. PARAMETER PERENCANAAN 37
TABEL 17. KUAT GESER, TEKANAN AIR PORI DAN BERAT ISI YANG RELEVAN UNTUK PERHITUNGAN STABILITAS
PADA BERBAGAI KONDISI (DEP.PU, 2004) 42
TABEL 18. VARIASI FAKTOR WAKTU TERHADAP DERAJAT KONSOLIDASI (DAS, 1995) 51
TABEL 19. DATA HASIL PENGUJIAN TANAH DASAR LEMPUNG LUNAK 55
TABEL 20. PARAMETER TANAH DASAR UNTUK ANALISIS STABILITAS TIMBUNAN 59
TABEL 21. HASIL PERHITUNGAN PENURUNAN 62
TABEL 22. RANGKUMAN HASIL PERHITUNGAN PENURUNAN UNTUK TIMBUNAN LAPIS PERTAMA (H = 0,30M) 64
vii
Daftar Gambar
GAMBAR 1. PERENCANAAN LAPIS PENCEGAH RETAK REFLEKSI (CROW, 2013) 3
GAMBAR 2. GRAFIK GRADASI AGREGAT PASIR UNTUK MORTAR BUSA 10
GAMBAR 3. BAHAN BAKU BUSA (FOAM AGENT) (PUSJATAN, 2012) 11
GAMBAR 4. ALAT PEMBANGKIT BUSA (PUSJATAN, 2009) 12
GAMBAR 5. CETAKAN SILINDER (PUSJATAN, 2009) 13
GAMBAR 6. ALAT UJI TEKAN BEBAS (PUSJATAN, 2011) 13
GAMBAR 7. BAGAN ALIR PROSEDUR PERANCANGAN CAMPURAN MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA 15
GAMBAR 8. PENGUKURAN KEBUTUHAN BUSA DENGAN GELAS UKUR (PUSJATAN, 2011) 16
GAMBAR 9. KOMPRESOR YANG DIHUBUNGKAN DENGAN ALAT PEMBANGKIT BUSA 16
GAMBAR 10. PENCAMPURAN BUSA DAN AIR DENGAN TEKANAN 10 BAR 17
GAMBAR 11. BUSA YANG TELAH DICAMPUR DENGAN AIR 17
GAMBAR 12. PENIMBANGAN SEMEN UNTUK PERANCANGAN KOMPOSISI CAMPURAN, (PUSJATAN, 2011) 18
GAMBAR 13. PENCAMPURAN BUSA, SEMEN, DAN PASIR KE DALAM BEJANA, 19
GAMBAR 14. PENUANGAN MORTAR-BUSA UNTUK PENGUJIAN FLOW 20
GAMBAR 15. PENGUKURAN UJI FLOW (PUSJATAN, 2011) 20
GAMBAR 16. CONTOH MORTAR-BUSA UNTUK PENGUJIAN (PUSJATAN, 2011) 21
GAMBAR 17. PENGUJIAN KUAT TEKAN BEBAS (UCS TEST) DI LABORATORIUM 22
GAMBAR 18. PROSEDUR PERENCANAAN TIMBUNAN MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA UNTUK KONSTRUKSI
JALAN LAMA 34
GAMBAR 19. PROSEDUR PERENCANAAN TIMBUNAN MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA UNTUK KONSTRUKSI
JALAN BARU 35
GAMBAR 20. IIUSTRASI PENGHITUNGAN DAYA DUKUNG TANAH (PD T-11-2003) 39
GAMBAR 21. FAKTOR DAYA DUKUNG TERZAGHI (DAS, 1990) 40
GAMBAR 22. TIPIKAL MODEL PERHITUNGAN STABILITAS DUA DIMENSI TIMBUNAN DENGAN MATERIAL RINGAN
(ARELLANO, DKK. 2010) 44
GAMBAR 23. GRAFIK YANG DIGUNAKAN DALAM PERSAMAAN 8 DAN 9 (JANBU DKK., 1956 DALAM HOLTZ, DKK.,
1981) 47
GAMBAR 24. PENENTUAN NILAI 1, 2, A DAN B PADA TIMBUNAN (DAS,1992) 48
GAMBAR 25. FAKTOR PENGARUH AKIBAT BEBAN TIMBUNAN (OSTERBERG,1957 DALAM HOLTZ, DKK., 1981) 49
GAMBAR 26. VARIABEL UNTUK ANALISIS GAYA ANGKAT HIDROSTATIK PADA SITUASI DIMANA AIR HANYA
MENEKAN SATU SISI TIMBUNAN (ARELLANO, 2010) 52
GAMBAR 27. GAYA ANGKAT TIMBUNAN RINGAN AKIBAT TEKANAN AIR DARI KEDUA SISI (BS, 2004) 53
GAMBAR 28. CONTOH POTONGAN MELINTANG TIMBUNAN JALAN DENGAN MATERIAL RINGAN MORTAR-BUSA
56
GAMBAR 29. GEOMETRI MODEL TIMBUNAN JALAN RENCANA UNTUK PERHITUNGAN STABILITAS 58
GAMBAR 30. BIDANG KERUNTUHAN TIMBUNAN DARI HASIL PERHITUNGAN STABILITAS 58
viii
11 Material Ringan Mortar-Busa
Pt-T-8-2002-B memberikan definisi tanah lunak sebagai tanah-tanah yang jika tidak
dikenali dan diselidiki secara seksama dapat menyebabkan masalah ketidakstabilan
dan penurunan jangka panjang yang tidak dapat ditolerir; tanah tersebut mempunyai
kuat geser yang rendah dan kompresibilitas yang tinggi. Pt-T-8-2002-B membagi tanah
lunak ke dalam dua tipe, yaitu lempung lunak dan gambut. Namun demikian,
pedoman ini hanya membahas mengenai perencanaan timbunan jalan dengan
material ringan mortar-busa di atas lempung lunak.
Lempung lunak mengandung mineral lempung dan mengandung kadar air yang tinggi,
yang menyebabkan kuat geser yang rendah. Tabel 1 memperlihatkan definisi kuat
geser lempung lunak yang dimaksud di dalam pedoman ini, berdasarkan Pt-T-8-2002-
B.
Kuat geser
Konsistensi 2
(kN/m )
Lunak 12,5 – 25
Sangat lunak < 12,5
1.2.1 Karakteristik
Bahan timbunan dengan material ringan ringan yang dimaksud adalah "foamed
embankment mortar" disebut juga sebagai 'high grade soil' karena mempunyai
beberapa keunggulan dan kegunaan secara optimal, sebagai berikut :
1
1. Beratnya ringan dan kekuatan cukup tinggi untuk tanah dasar dan fondasi
perkerasan jalan, berat isi dan kuat tekan tanah campuran ini dapat direncanakan
sesuai keinginan sehingga dapat mengurangi tekanan lateral tanah pada suatu
struktur bangunan abutmen fondasi jembatan atau mengurangi berat timbunan.
3. Pada timbunan di atas tanah sehingga diperoleh timbunan yang beratnya relatif
ringan dan tidak menimbulkan dampak tekanan tanah akibat beban itu sendiri.
1.2.2 Penggunaan
Handayani (2007) menyebutkan bahwa tanah yang dicampur dengan busa telah
banyak digunakan di Jepang pada proyek pelebaran dan penimbunan. Dalam studi
kasusnya, tanah kohesi dapat diaplikasikan sebagai material campuran dengan
mortar-busa. Material tersebut merupakan material setempat yang apabila dicampur
dengan busa akan mengembang hingga 4 (empat) kali volume awal sehingga
kebutuhan material tidak banyak dan pengadaan material timbunan tidak perlu
didatangkan dari lokasi lain. Keuntungan lain dari metode ini adalah nilai berat isi dan
kekuatan dapat direncanakan sesuai kebutuhan.
b. Memiliki kuat tekan minimum 600 kPa (6 kg/cm2), sesuai dengan Spesifikasi
Material Ringan dengan Mortar Busa untuk Konstruksi Jalan.
2
d. Material campuran mengeras sendiri karena berperilaku seperti mortar beton,
dimana material campuran tersebut dapat mengeras sesuai dengan waktu
pemeraman yang ditetapkan.
Material lapis pencegah retak refleksi lainnya yang direkomendasikan di dalam modul
ini, adalah:
Tanah dasar
3
atas tanah lunak. Jenis penyelidikan tanah dan standar rujukannya diuraikan berikut
ini.
Menurut Dep.PU (2006), studi meja termasuk pengumpulan dan evaluasi informasi-
informasi mengenai lokasi yang akan dibangun, antara lain:
a. Peta geologi (skala 1:100.000) dan peta topografi (skala 1:50.000), dapat
digunakan untuk memberikan indikasi awal akan adanya endapan tanah lunak;
b. Penampang pemboran dan laporan penyelidikan lapangan di lokasi terdekat yang
memiliki sifat-sifat tanah yang relatif sama;
c. Riwayat/sejarah dan penggunaan lahan sebelumnya, melalui pengumpulan peta
tata guna lahan (skala 1:250.000);
d. Foto udara dan foto satelit, dengan skala 1:50.000.
Jenis penyelidikan dan pengujian lapangan serta pengambilan contoh tanah yang
direkomendasikan merujuk pada Pt-T-09-2002-B dan masing-masing diberikan pada
Tabel 2 dan Tabel 3.
4
Tabel 2. Penyelidikan Lapangan untuk Tanah Dasar Lempung Lunak (Pt-T-09-2002-B)
Jenis penyelidikan Jenis contoh yang diambil Kelebihan Kekurangan Standar acuan
Pemboran mesin dengan alat Contoh tanah terganggu Paling sederhana dan Tidak dapat digunakan SNI 2436:2008
bor putar (rotary borings) dan tak terganggu ekonomis untuk tanah lunak untuk tanah lunak pada
pada kedalaman yang kedalaman yang dalam
dangkal
Pemboran mesin dengan alat Contoh tanah terganggu Paling direkomendasikan Pada saat mencabut kembali SNI 2436:2008
bor auger (auger borings) dan tak terganggu untuk tanah lunak karena auger dari dasar tanah
pemboran bersih dan dapat menimbulkan isapan
seragam sehingga pada lubang bor, sehingga
meminimalisir gangguan dapat mengganggu lapisan
terhadap contoh tanah tanah yang akan diambil
contohnya.
Pengambilan contoh tanah Contoh tanah tak Tanah yang telah terganggu Gesekan dengan dinding SNI 03-4148-1.2000
dengan tabung terganggu tidak dapat masuk ke dalam dalam tabung contoh (PD T 28-2000)
piston baik setelah maupun merupakan salah satu
selama proses pengambilan penyebab utama gangguan
contoh tanah pada tanah lunak.
5
Tabel 3. Pengujian Lapangan untuk Tanah Dasar Lempung Lunak (Pt-T-09-2002-B)
6
1.3.3 Pengujian Laboratorium
Pengujian laboratorium bertujuan untuk memperoleh sifat fisik maupun teknis
material tanah dasar lempung lunak di bawah konstruksi timbunan jalan yang
direncanakan. Jenis pengujian beserta SNI rujukannya merujuk pada Pt-T-09-2002-B
dan dikelompokkan di dalam Tabel 4.
Tabel 4. Pengujian di Laboratorium untuk Pekerjaan Timbunan di Atas Tanah Lunak (Pt-T-09-
2002-B)
7
Tabel 5. Jenis Pengujian Material Ringan-Mortar-Busa untuk Perencanaan
8
2 Perancangan Campuran
2
2.1 Kriteria Bahan
Semua campuran dirancang menggunakan prosedur khusus yang terkendali melalui
pengendalian mutu, sehingga dapat memenuhi serta sesuai dengan rencana. Di dalam
pelaksanaan perancangan campuran material ringan mortar-busa, bahan-bahan yang
digunakan diuraikan sebagai berikut:
2.1.1 Semen
2.1.2 Pasir
Pasir yang digunakan harus memenuhi gradasi sesuai Tabel 6 dan Gambar 2. Pasir
harus mempunyai butiran-butiran yang keras dan awet (durable). Pasir harus bebas
dari kotoran organik, dimana pengujian untuk menentukan adanya bahan organik
dalam pasir alam yang akan digunakan sebagai bahan campuran mortar atau beton
merujuk pada SNI-2816-1992.
9
Gambar 2. Grafik Gradasi Agregat Pasir untuk Mortar Busa
Busa yang digunakan mengandung protein nabati atau sejenisnya yang dapat
menghasilkan gelembung terpisah yang stabil sehingga dapat menghasilkan
campuran material ringan yang memenuhi spesifikasi teknis.
2.1.4 Air
Air untuk mencampur adonan material ringan mortar-busa sesuai spesifikasi SNI
7974:2013.
10
Dokumentasi pada Gambar 3 memperlihatkan bahan baku busa (foam agent) yang
sedang dipersiapkan untuk pencampuran.
A. Penakaran:
11
Gambar 4. Alat Pembangkit Busa (Pusjatan, 2009)
12
Gambar 5. Cetakan Silinder (Pusjatan, 2009)
13
Tabel 7. Kuat Tekan Minimum (Umur 14 Hari ) Material Ringan Lapis Fondasi atau Base
(Kemen. PU, 2011)
Tabel 8. Kuat Tekan Minimum (Umur 14 Hari) Material Ringan Lapis Fondasi-Bawah atau
Subbase (Kemen. PU, 2011)
14
MULAI
PERSIAPAN BAHAN
(foam agent/cairan busa,air,pasir,semen)
Foam agent
Air Pasir Air semen
(cairan busa)
YA
Tidak
YA
Campuran pembuat busa:
foam agent/cairan busa + air
dengan menggunakan foam generator dan compressor
Campuran air,pasir,semen (material):
Penentuan komposisi awal faktor air semen & komposisi
persentasi agregat (pasir) terhadap busa (foam)
Atur Tekanan air & udara
Tidak
Ya
Pencampuran
Busa (cairan busa+air) dengan material (air+semen+pasir)
Tidak
Cek flow
(180±20mm) dan
densitas basah
Tidak
Ya
Check kekuatan
dan densitas kering
Ya
SELESAI
15
2.4.1 Pencampuran Busa (Bahan Baku Busa dan Air)
Bahan pembuat busa adalah cairan busa (foam agent) dan air. Untuk membuat busa
dilakukan pencampuran cairan busa dan air dengan menggunakan alat pembangkit
busa dan kompresor. Proses pembentukan busa sebagai berikut :
a. Takar busa (foam) dan air dengan perbandingan volume 1:25, pengukuran
dilakukan dengan menggunakan gelas ukur (Gambar 8).
16
c. Campurkan busa dan air di dalam ember, lalu masukkan ke dalam alat
pembangkit busa (Gambar 10).
Bila busa tidak sesuai yang ditargetkan, periksa tekanan air dan udara pada unit alat
pembangkit busa.
17
2.4.2 Pencampuran Material (Semen, Pasir, dan Air)
Campuran material terdiri dari semen, pasir dan air. Semua material dicampur
menggunakan laboratory mixer, dengan variasi komposisi material sesuai dengan
rencana campuran. Hal ini dimaksudkan agar bisa diperoleh spesifikasi material ringan
yang dikehendaki. Campuran tersebut harus diperiksa terhadap gumpalan yang
terjadi.
a) Agregat pasir lolos saringan no.10 dan tertahan saringan no.200 (Tabel 6 dan
Gambar 2), periksa gradasi pasir, dan kadar air.
b) Periksa air yang digunakan pada kondisi standar sesuai SNI 03-6861-2002.
c) Semen yang digunakan harus sesuai dengan pasal 2.1.1.
d) Tentukan komposisi awal yang ditargetkan untuk material campuran pasir, air dan
semen. Perancangan awal campuran sebagai berikut :
1. Untuk lapis base, rasio campuran agregat pasir dan semen sebesar 1:1,
timbang agregat (pasir), semen dan air. Air sebanyak 0,5 dari berat semen.
2. Untuk lapis subase, rasio campuran agregat pasir dan semen sebesar 1:1,2,
timbang agregat (pasir), semen dan air. Air sebanyak 0,5 dari berat semen.
e) Masukkan agregat dan semen ke dalam bejana mixer, lalu diaduk dengan
mixer selama ± 2 menit (Gambar 13).
18
Gambar 13. Pencampuran Busa, Semen, Dan Pasir ke Dalam Bejana,
(Pusjatan, 2011)
f) Masukkan air ke dalam bejana mixer yang telah terisi agregat dan semen
tersebut, lalu aduk lagi selama ± 2 menit.
2.4.3 Pencampuran Busa (Bahan Baku Busa dan Air) dan Material (Semen,
Pasir, Air)
Masukan busa dan campuran mortar (pasir,air dan semen) kedalam bejana, kemudian
diaduk menggunakan laboratory mixer. Campuran tersebut harus diperiksa terhadap
gumpalan yang terjadi, aduk selama ± 2 menit, dan pastikan campuran mortar-busa
telah homogen
2.4.4 Pengujian
2.4.4.1 Flow
Pengujian nilai flow material mortar-busa dilakukan dalam kondisi segar, pengecekan
flow sebagai berikut :
19
Gambar 14. Penuangan Mortar-Busa untuk Pengujian Flow
(Pusjatan, 2011)
a. Angkat ring perlahan hingga mortar-busa mengalir dan menyebar untuk
mengetahui nilai flow.
20
2.4.4.2 Densitas Basah
2. Buka benda uji di dalam cetakan silinder setelah 1 hari, dan dilakukan
proses perawatan (curing). Pada proses perawatan benda uji dibungkus
dengan menggunakan plastik, hal ini dimaksudkan agar benda uji dapat
terhindar dari kontaminasi udara bebas sehingga proses hidrasi dapat
berlangsung.
5. Lakukan pengujian tekan bebas pada waktu yang telah ditentukan, yaitu
pada masa 14 hari (Gambar 17). Apabila hasil uji tekan bebas pada masa
21
perawatan tersebut telah memenuhi syarat, maka campuran tersebut
dapat dijadikan sebagai acuan.
6. Periksa nilai hasil pengujian uji tekan benda uji terhadap persyaratan
spesifikasi. Spesifikasi fisik dan mekanis material ringan harus sesuai Tabel
7 dan Tabel 8.
Apabila kuat tekannya lebih rendah, dapat diatasi dengan menambah jumlah semen.
Jika percobaan tidak memenuhi spesifikasi pada salah satu persyaratan maka
dilakukan penyesuaian dan percobaan kembali hingga memenuhi spesifikasi.
Campuran yang sesuai spesifikasi dijadikan acuan untuk pelaksanaan
pekerjaan konstruksi jalan dengan mortar- busa di lapangan.
Tahapan pencampuran mortar busa per meter kubik perancangan skala laboratorium
yang diperlukan diuraikan sebagai berikut:
22
a. Tentukan nilai berat jenis semen dari hasil pengujian laboratorium.
b. Tentukan nilai berat isi pasir kondisi kering jenuh permukaan SSD dari hasil
pengujian laboratorium.
d. Tentukan nilai berat jenis foam diperoleh dari persyaratan pabrik pembuat foam
agent.
e. Tentukan jumlah semen dengan cara coba-coba pada variasi antara 250 sampai
dengan 300 kg.
Untuk kebutuhan semen per meter kubik adalah berat semen yang diperlukan
dibagi berat jenis semen.
Untuk kebutuhan air per meter kubik adalah berat air yang diperlukan dibagi
berat jenis air.
Volume campuran (semen+air) adalah jumlah dari kebutuhan semen dan air
dalam meter kubik.
g. Tentukan jumlah pasir yang dibutuhkan sebesar persentasi agregat dikali volume
agregat+foam dikali nilai kondisi berat isi pasir (SSD) dikali 1000 untuk kebutuhan
per meter kubik.
h. Tentukan jumlah busa yang dibutuhkan sebesar persentasi busa dikali volume
agregat+busa dikali 1000 untuk kebutuhan per meter kubik.
i. Tentukan nilai densitas basah rencana dari jumlah total campuran yang terdiri
dari semen, pasir, persentase agregat pasir dan persentase busa.
k. Tentukan densitas basah hasil pengujian campuran mortar busa sesuai dengan
target yang ditentukan
23
l. Densitas kering diperoleh dari hasil pengujian campuran mortar busa yang
berbentuk silinder dengan ukuran yang telah ditentukan diuji tekan sehingga
diperoleh nilai target kekuatannya.
Diketahui :
1. Berat jenis semen : 3,14 t/m³
2. Berat jenis air :1
3. Target berat jenis foam : 0,075 t/m³
4. Berat isi pasir (pengujian di lab) : 2,69 t/m³
5. Kadar air pasir (pengujian di lab) : 3,6 %
6. Pasir kondisi SSD (pengujian di lab) : 4,53
7. Komposisi rencana awal :
Faktor air semen : 50 %
Semen : 270 kg
Air : 135 kg
Semen : = = 0,086 m³
Air : = = 0,135 m³
Dengan demikian:
Volume campuran foam (semen+air) = Jumlah semen + air
= 0,086 + 0,135
= 0,221 m³
Volume campuran material (pasir+foam) = 1 – (jumlah semen +air)
= 1 – 0,221
= 0,779 m³
24
Untuk perancangan material ringan mortar busa, maka campurannya sebagai berikut:
1. Semen : 270 kg
2. Air : 135 kg
5. Maka total berat material ringan yang dibutuhkan = jumlah semen + air+ pasir +
busa
= 270 + 135 + 209,554 + 52,583 kg
= 667,183 kg
25
Contoh Perhitungan Perancangan Campuran Material Ringan Mortar-Busa:
Proyek : Skala Penuh Ruas Jalan Pangkalan Lima – Kumai, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah
Lokasi pengujian : Laboratorium Pengujian Balai Geoteknik jalan
Lokasi material (pasir) : Pangkalan Bun
2
Target kekuatan (strength) : 800 Kg/cm
3
Target densitas : 0.6 t/m
Air/semen : 50 %
Flow : 180±20 mm
Tanggal pengujian : 6 Agustus 2010
Jam : 10.00 WIB
3
Tabel 10. Kebutuhan Material Ringan Mortar-Busa untuk 1m
26
3
Tabel 11. Perancangan Material Ringan Mortar-Busa untuk 1m
27
LABORATORIUM PENGUJIAN BALAI GEOTEKNIK JALAN
PUSAT LITBANG JALAN DAN JEMBATAN
Jl. Jenderal AH. Nasution No. 264 Bandung tlp./fax (022) 7834487 email : pusjatan@pusjatan.go.id.
10.0
9.0
8.0
7.0
6.0
5.0
4.0
Tegangan (kg/cm2)
3.0
2.0
1.0
0.0
0 1 2 3 4 5
Regangan (%)
28
LABORATORIUM PENGUJIAN BALAI GEOTEKNIK JALAN
PUSAT LITBANG JALAN DAN JEMBATAN
Jl. Jenderal AH. Nasution No. 264 Bandung tlp./fax (022) 7834487 email : pusjatan@pusjatan.go.id.
10.0
9.0
8.0
7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
Tegangan (kg/cm2)
2.0
1.0
0.0
0 1 2 3 4 5
Regangan (%)
29
LABORATORIUM PENGUJIAN BALAI GEOTEKNIK JALAN
PUSAT LITBANG JALAN DAN JEMBATAN
Jl. Jenderal AH. Nasution No. 264 Bandung tlp./fax (022) 7834487 email : pusjatan@pusjatan.go.id.
12.0
11.0
10.0
9.0
8.0
7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
Tegangan (kg/cm2)
2.0
1.0
0.0
0 1 2 3 4 5
Regangan (%)
30
3
3 Perencanaan Konstruksi
Kuat tekan minimum material ringan mortar-busa harus merujuk pada spesifikasi
teknis (Kemen. PU, 2011) yang disampaikan pada Tabel 7 untuk lapis fondasi atau
base dan Tabel 8 untuk lapis fondasi bawah atau subbase .
Pengelompokkan kelas jalan pada Tabel 12 mengacu pada sistem klasifikasi jalan di
Indonesia yang diperlihatkan pada Tabel 13. Klasifikasi perencanaan jalan kelas I s.d IV
pada Tabel 13 ditentukan berdasarkan besar volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata
(LHR) dan fungsi jalannya.
31
Tabel 13. Sistem Klasifikasi Jalan di Indonesia (Pt-T-09-2002-B)
3.1.3 Stabilitas
Suatu timbunan dianggap berada pada titik keruntuhan jika faktor keamanan, FK = 1,
serta berada pada kondisi stabil jika FK yang dimiliki lebih besar dari satu (FK>1) atau
dengan kata lain memiliki kekuatan yang lebih (reserve strength). Pd T-11-2005-B
memberikan kriteria FK minimum untuk kondisi jangka pendek atau selama masa
pelaksanaan timbunan yang diperlihatkan pada Tabel 14.
Tabel 14. Faktor Keamanan Minimum untuk Perhitungan Stabilitas (Pd T-11-2005-B)
3.1.4 Penurunan
Kriteria penurunan timbunan selama masa konstruksi serta kecepatan penurunan
yang disyaratkan oleh Pt-T-10-2002-B dapat dilihat pada Tabel 15, dimana s adalah
jumlah penurunan selama masa konstruksi dan stot adalah penurunan total yang
diperkirakan. Kriteria ini berlaku untuk timbunan jalan di atas tanah dasar yang lunak.
32
3.1.5 Gaya Angkat Hidrostatik (Hydrostatic Uplift)
Stabilitas suatu struktur atau lapisan tanah dengan permeabilitas rendah terhadap
gaya angkat harus diperiksa dengan membandingkan gaya permanen untuk
menstabilkan (sebagai contoh, beban dan friksi kulit) terhadap gaya permanen yang
membuat tidak stabil yaitu air dan gaya lainnya (BS, 2004).
33
Mulai
Tidak
Rujuk perencanaan
Jalan lama ?
jalan baru
Ya
Tidak
Tinggi kritis
timbunan Tidak
< tinggi
rencana ?
Ya
Penentuan parameter
perencanaan
Perhitungan stabilitas
timbunan
Tidak
Memenuhi kriteria?
Ya
Perhitungan penurunan
timbunan
Tidak
Memenuhi kriteria?
Ya
Ya
Tidak
Memenuhi kriteria?
Ya
Selesai
Gambar 18. Prosedur Perencanaan Timbunan Material Ringan Mortar-Busa untuk Konstruksi
Jalan Lama
34
Mulai
Rujuk Tidak
perencanaan jalan Jalan baru?
lama
Ya
Perencanaan dimensi
timbunan material ringan
mortar-busa
Tidak
Tinggi
kritis timbunan
< tinggi
rencana ?
Ya
Penentuan parameter
perencanaan
Perhitungan stabilitas
timbunan
Tidak
Memenuhi kriteria?
Ya
Perhitungan penurunan
timbunan
Tidak
Memenuhi kriteria?
Ya
Tidak
Memenuhi kriteria?
Ya
Selesai
35
3.2.2 Penentuan Opsi Perencanaan
Apabila direncanakan konstruksi timbunan jalan baru, maka tahap pertamanya adalah
melakukan penyelidikan tanah di lokasi rencana konstruksi dan penyelidikan material
ringan mortar-busa.
Tahap penyelidikan tanah dan material ringan mortar-busa terdiri dari pengumpulan
data (studi meja), survei pendahuluan atau peninjauan lapangan, penyelidikan tanah
dan penyelidikan material timbunan. Data hasil penyelidikan digunakan sebagai dasar
penentuan parameter tanah dasar dan material timbunan yang dibutuhkan pada
tahap perencanaan.
Pada tahap penentuan dimensi timbunan, opsi yang dapat dipilih adalah dimensi
timbunan jalan baru atau penambahan level timbunan jalan pada konstruksi jalan
lama. Dimensi timbunan rencana perlu diperiksa terhadap tinggi kritis timbunan pada
tahap berikutnya.
a. Hitung kuat geser tak terdrainase (cu) rata-rata sampai kedalaman lima meter
atau setebal lapisan lempung lunak bila kurang dari lima meter;
b. Ambil berat isi () tertinggi material timbunan;
36
c. Tinggi timbunan maksimum yang aman tanpa perbaikan tanah dapat ditentukan
dengan persamaan:
(1)
Keterangan:
Hc adalah tinggi kritis timbunan (m);
cu adalah kuat geser tak terdrainase (kN/m2);
adalah berat isi timbunan (kN/m3).
Perhitungan ini tidak memperhitungkan kontribusi kuat geser dari timbunan. Apabila
tinggi timbunan sudah melampaui tinggi kritisnya, maka sebagian dari timbunan
tersebut harus dibongkar.
Perencanaan
Daya
Parameter Satuan dukung Stabilitas Penurunan Keterangan
tanah timbunan timbunan
dasar
Berat isi total kN/m3 -
(b)
Kuat geser tak kN/m2 -
terdrainase (cu)
Kuat geser -
efektif (c’)
Sudut geser derajat -
efektif ()
Indeks - -
kompresi
primer (Cc)
37
Tabel 16 (lanjutan). Parameter Perencanaan
Perencanaan
Daya
Parameter Satuan dukung Stabilitas Penurunan Keterangan
tanah timbunan timbunan
dasar
Indeks
pengembangan
(Cs) – untuk
unloading
Indeks -
rekompresi (Cr)
– untuk
reloading
Angka pori, e
Koefisien m/hari Untuk analisis
permeabilitas dengan
(k) metode
Modulus Young kN/m2 elemen hingga
(E)
Poisson’s ratio
Modified
swelling
index()*
Modified
compression
index()*
*Jika menggunakan perhitungan dengan metode elemen hingga, maka:
= Cc / 2,3 (1+e) ; = 2Cr/ 2,3 (1+e)
Evaluasi daya dukung tanah dasar diperlukan untuk mengetahui kemampuan tanah
dasar di bawah timbunan bermaterial ringan dalam menerima beban yang bekerja
(Gambar 20). Apabila terjadi keruntuhan daya dukung, maka timbunan dapat
mengatasi penurunan vertikal yang dapat mempengaruhi struktur. Kapasitas daya
dukung ultimit dapat mengacu ke persamaan umum Terzaghi (Das, 1990) yang
diperlihatkan pada persamaan berikut.
38
qult = cNc + DfNq + 0,5BwN (2)
Keterangan:
Keterangan:
Qizin adalah daya dukung izin
qult adalah daya dukung ultimit
39
Gambar 21. Faktor Daya Dukung Terzaghi (Das, 1990)
40
3.2.8 Perhitungan Stabilitas Timbunan
(4)
Apabila kuat geser yang digunakan adalah kuat geser efektif, maka faktor
keamanannya adalah sebagai berikut:
(5)
Keterangan:
c' adalah kohesi tanah pada kondisi tegangan efektif;
’ adalah sudut geser dalam pada kondisi tegangan efektif;
adalah tegangan normail pada bidang keruntuhan;
u adalah tegangan air pori = - u;
adalah tegangan geser untuk menjaga kesetimbangan.
Apabila kuat geser yang digunakan adalah kuat geser total, maka faktor keamanannya
dihitung dengan persamaan berikut:
(6)
Keterangan:
c adalah kohesi tanah pada kondisi tegangan total;
adalah sudut geser dalam pada kondisi tegangan total.
41
Apabila diasumsikan tanah sepenuhnya jenuh (fully saturated), maka kuat geser tak
terdrainase yang digunakan adalah cu = sudan u= 0. Kuat geser untuk perhitungan
tegangan total dapat diperoleh dari uji triaksial tak terkonsolidasi-tak terdrainase
(unconsolidated undrained,UU), uji geser baling (vane shear, VST) atau sondir (CPT).
Kuat geser efektif yang diperlukan untuk perhitungan tegangan efektif dinyatakan
dengan parameter-parameter kuat geser efektif Mohr-Coulomb, yaitu c’ dan ’ yang
didapat dari uji triaksial terkonsolidasi-terdrainase (consolidated drained, CD), triaksial
terkonsolidasi-tak terdrainase (consolidated undrained, CU) dengan pengukuran
tekanan air pori atau dari uji geser langsung. Nilai c’ dan dari uji triaksial CU pada
prinsipnya sama dengan yang didapat dari uji triaksial CD dan geser langsung.
Perhitungan tegangan efektif memerlukan informasi tekanan air pori awal sebelum,
selama dan sesudah konstruksi. Tekanan air pori awal sebelum konstruksi bisa
diketahui dengan relatif mudah melalui penyelidikan lapangan. Namun, variasinya
selama konstruksi sulit diprediksi dengan akurat. Mempertimbangkan hal tersebut,
kondisi tak terdrainaseharus dihitung dengan menggunakan tegangan total.
Kuat geser, tekanan air pori dan berat isi yang relevan untuk analisis stabilitas pada
berbagai kondisi diperlihatkan pada Tabel 17 dan untuk memperoleh penjelasan lebih
lengkap mengenai perhitungan tegangan total dan efektif dapat merujuk ke Dep.PU
(2004).
Tabel 17. Kuat Geser, Tekanan Air Pori dan Berat Isi yang Relevan untuk Perhitungan
Stabilitas pada Berbagai Kondisi (Dep.PU, 2004)
Kondisi
Pembebanan
Jenis tanah Parameter Akhir Jangka
beberapa
konstruksi panjang
tahap*
Semua Tekanan air Sertakan Sertakan Sertakan
eksternal
Semua Berat isi Total Total Total
Terdrainase Kuat geser c’ dan ’ c’ dan ’ c’ dan ’
(drained)
Terdrainase Tekanan air u dari analisis u dari analisis u dari analisis
(drained) pori (u) rembesan rembesan rembesan
42
Tabel 17 (lanjutan). Kuat Geser, Tekanan Air Pori dan Berat Isi yang Relevan untuk
Perhitungan Stabilitas pada Berbagai Kondisi
Kondisi
Pembebanan
Jenis tanah Parameter Akhir Jangka
beberapa
konstruksi panjang
tahap*
Tak Kuat geser Tegangan Tegangan c’ dan ’
terdrainase total, c dan total,u = 0 dan
(undrained) dari uji-uji cudari uji
lapangan, triaksial CU
triaksial UU pada tekanan
dan CU konsolidasi
Tak Tekanan air Abaikan, set u Abaikan, set u u dari analisis
terdrainase pori = 0 pada input = 0 pada input rembesan
(undrained) komputer komputer
*) Pembebanan beberapa tahap adalah suatu kondisi pembebanan ketika konsolidasi satu tahap
pembebanan diikuti oleh perubahan beban dengan kondisi tak terdrainase
Bila data yang mencukupi sudah tersedia, maka perhitungan stabilitas harus dilakukan
dengan menggunakan metode Bishop, atau metode Janbu ataupun metode lain yang
lebih tepat (Pt-T-10-2002-B). Apabila tersedia program komputer untuk analisis, maka
dapat digunakan metode elemen hingga atau metode kesetimbangan batas.
Jika tidak ada program komputer yang tersedia untuk analisis ini, maka perhitungan
dapat dilakukan secara manual menggunakan spreadsheet. Namun perlu diingat
bahwa jika lapisan tanah dasar di bawah timbunan cukup banyak dan heterogen,
direkomendasikan untuk menggunakan alat bantu hitung berupa piranti lunak. Hal ini
untuk menghindari ketidaktelitian perhitungan secara manual.
43
b. Grafik kestabilan lereng timbunan, relatif sederhana untuk digunakan dan bisa
dimanfaatkan untuk menganalisis kondisi jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk menggunakan grafik kestabilan lereng, salah satunya dapat merujuk ke
pedoman U.S Army (2003).
c. Perhitungan manual dengan menggunakan spreadsheet dapat digunakan untuk
memverifikasi hasil perhitungan dengan program komputer.
d. Pehitungan dengan grafik juga dapat digunakan untuk memverifikasi hasil
perhitungan dengan program komputer.
Material overburden
Material ringan
Tanah dasar
Asumsi bidang
keruntuhan
Gambar 22. Tipikal Model Perhitungan Stabilitas Dua Dimensi Timbunan dengan
Material Ringan (Arellano, dkk. 2010)
44
Hanya tegangan normal vertikal di
atas tanah dasar yang
dipertimbangkan
Tanah dasar
Asumsi bidang
keruntuhan
(a) Bidang keruntuhan terjadi pada tanah dasar di bawah timbunan dengan material
ringan
Gambar 22 (lanjutan). Tipikal Model Perhitungan Stabilitas Dua Dimensi Timbunan
dengan Material Ringan (Arellano, dkk. 2010)
Model beban tambahan ini sudah dipraktekkan di Jepang sebagai model untuk
perhitungan stabilitas timbunan ringan dengan blok EPS di atas tanah lunak (Arellano,
dkk. 2010). Beban tambahan vertikal tersebut tampaknya merupakan model yang
sesuai untuk timbunan ringan di atas tanah lunak, dimana pertimbangan utamanya
adalah ketidakstabilan timbunan akibat tanah dasar lunak, dan bukan akibat blok EPS.
Pendekatan serupa akan digunakan untuk memodelkan stabilitas timbunan dengan
material ringan mortar-busa pada modul ini.
Stot = Si + Sp + Ss (7)
Keterangan:
Stot adalah penurunan total;
Si adalah penurunan seketika atau elastik tanah dasar;
Sp adalah penurunan akibat konsolidasi primer (akhir dari penurunan pimer
tanah dasar);
45
Ss adalah penurunan akibat konsolidasi sekunder (konsolidasi sekunder tanah
dasar).
Untuk menghitung dengan pendekatan penurunan timbunan di setiap titik pada dasar
timbunan, maka dapat digunakan metode Janbu dkk. (1956) di dalam Holtz, dkk.
(1981). Dalam perhitungan, beban timbunan yang berbentuk trapesium dianggap
sebagai beban terbagi rata (beban terbagi rata berbentuk segiempat). Lebar beban
timbunan yang tidak terbagi rata dianggap sebagai lebar fondasi fleksibel yang
lebarnya sama dengan lebar timbunan bagian atas ditambah setengah dari jarak
horisontal dari lebar dasar lereng timbunan.
Janbu, Bjerrum, dan Kjaernsli (1956) di dalam Holtz, dkk. (1981) mengusulkan cara
menghitung penurunan seketika rata-rata untuk beban terbagi rata fleksibel
berbentuk empat persegi panjang dan lingkaran, dengan E yang bervariasi dan rasio
Poisson = 0,5, sebagai berikut:
Keterangan:
Si adalah penurunan seketika rata-rata (m);
o adalah faktor koreksi untuk kedalaman fondasi Df (Gambar 23);
1 adalah faktor koreksi untuk lapisan tanah tebal terbatas H (Gambar 23);
B adalah lebar beban terbagi rata untuk luasan empat persegi panjang atau
diameter lingkaran pada beban lingkaran (m);
qn adalah tambahan tegangan netto (kN/m2);
E adalah modulus elastisitas (kN/m2).
46
(a)
(b)
Gambar 23. Grafik yang Digunakan dalam Persamaan 8 dan 9 (Janbu dkk., 1956 dalam
Holtz, dkk., 1981)
Grafik pada Gambar 23 dapat digunakan untuk nilai modulus E yang bervariasi dengan
kedalamannya, yaitu dengan mengganti sistem tanah berlapis sebagai suatu lapisan-
lapisan fiktif yang terletak pada lapisan yang keras. Perhitungan besarnya penurunan
seketika dilakukan dengan membagi tanah ke dalam beberapa lapisan yang terbatas.
Jika tegangan pada tiap lapisan dapat dihitung, maka akan dapat diperoleh penurunan
seketika totalnya.
47
q a b
z = (1 2 ) b a 2 (10)
a
atau
z = q x I (11)
dengan,
1 a b
I (1 2 ) b a 2 (12)
a
Keterangan:
q adalah tinggi sisi vertikal beban trapesium (h) x berat volume timbunan
(timbunan).
Nilai 1, 2, a dan b dapat ditentukan dengan mengacu kepada ilustrasi timbunan
pada Gambar 24.
Gambar 24. Penentuan Nilai 1, 2, a dan b pada Timbunan (Das,1992)
48
Gambar 25. Faktor Pengaruh Akibat Beban Timbunan (Osterberg,1957 dalam Holtz,
dkk., 1981)
49
Penurunan akibat konsolidasi total dinyatakan oleh persamaan-persamaan:
e
Sc = H (13)
1 eo
dengan Sc adalah penurunan konsolidasi total (Sp + Ss)
po ' p
e = Cc x log (14)
po '
Untuk lempung terkonsolidasi berlebihan (over consolidated, OC), harus
dipertimbangkan pada dua kondisi, yaitu:
p1 ' p ' p
e = Cr x log = Cr x log o (15)
po ' po '
dengan p1 = po + p
pc ' p ' p
e = Cr x log + Cc x log o (16)
po ' pc '
Keterangan:
po adalah tekanan efektif rata-rata;
p adalah penambahan tekanan;
pc adalah tekanan prakonsolidasi;
Cc adalah indeks kompresi;
Cr adalah indeks pengembangan (rekompresi).
C. Kecepatan Konsolidasi
Penurunan konsolidasi dari waktu ke waktu diprediksi dengan menggunakan teori
konsolidasi satu dimensi dari Terzaghi (1943) di dalam Holtz, dkk. (1981), yaitu saat
terjadinya disipasi tekanan air pori, aliran air hanya ke arah vertikal. Konsolidasi pada
waktu, t tertentu (St) dihitung dengan menggunakan persamaan:
S t = U x Sc (17)
50
dengan U adalah derajat konsolidasi yang dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan yang disarankan oleh Casagrande (1938) dan Taylor (1948) di dalam Holtz,
dkk. (1981), yaitu:
Faktor waktu diperoleh dari Tabel 18 atau dihitung dengan persamaan berikut.
Cv t
Tv 2
Ht (20)
Keterangan:
Ht adalah tebal lapisan kompresible bila drainase satu arah (one-way drainage).
Di lapangan, kondisi pengeluaran air pada saat konsolidasi dapat berupa drainase satu
arah atau dua arah tergantung pada kondisi lapisan.
Tabel 18. Variasi Faktor Waktu Terhadap Derajat Konsolidasi (Das, 1995)
51
3.2.9.3 Perangkat untuk Perhitungan Penurunan
Stabilitas struktur di atas lapisan tanah dasar dengan permeabilitas rendah harus
mempertimbangkan gaya angkat (uplift) akibat tekanan hidrostatik dengan
membandingkan upaya stabilisasi permanen (sebagai contoh, berat dan tahanan
geser) terhadap gaya permanen yang bekerja, seperti air, tanah atau sumber lainnya.
Mortar-busa yang digunakan sebagai material ringan untuk timbunan memiliki berat
isi yang rendah sehingga berpotensi untuk mengalami pengangkatan ke atas. Dengan
demikian perlu mempertimbangkan stabilitas eksternal pada lapis antarmuka
(interface) antara bagian bawah timbunan dengan tanah dasar. Gambar 26
memperlihatkan variabel-variabel untuk analisis gaya angkat ke atas pada situasi
dimana air hanya menekan satu sisi timbunan, sedangkan Gambar 27
memperlihatkan situasi dimana air menekan kedua sisi timbunan saat banjir.
TW
WW W material ringan mortar-busa
h
stotal p
BW
u
Gambar 26. Variabel Untuk Analisis Gaya Angkat Hidrostatik pada Situasi Dimana Air Hanya
Menekan Satu Sisi Timbunan (Arellano, 2010)
52
vd Material ringan
MAT mortar-busa
Permukaan air
Udst;d
Keterangan:
vd adalah beban yang bekerja;
Udst;d adalah gaya angkat pada dasar timbunan;
Gambar 27. Gaya Angkat Timbunan Ringan Akibat Tekanan Air dari Kedua Sisi (BS,
2004)
(21)
Keterangan:
N adalah jumlah gaya normal = Wmortar-busa + Ww;
U adalah jumlah gaya angkat, U, pada dasar timbunan;
Wmortar-busa adalah berat timbunan mortar-busa;
Ww adalah berat air yang menjadi komponen vertikal di atas timbunan.
[ ] (22)
53
sehingga persamaan 21 menjadi:
(23)
Keterangan:
OREQ adalah gaya overburden tambahan yang dibutuhkan di atas timbunan mortar-
busa untuk mencapai target faktor keamanan terhadap gaya angkat
hidrostatik seluruh timbunan;
W adalah berat isi air;
Stot adalah perkiraaan penurunan total;
BW adalah lebar dasar timbunan.
Direncanakan timbunan jalan baru yang dibangun di atas tanah dasar lempung lunak
dengan data timbunan rencana sebagai berikut:
Hasil penyelidikan dan pengujian tanah dasar lempung lunak di bawah timbunan jalan
rencana memberikan informasi data kompresibilitas dan kuat geser yang
diperlihatkan pada Tabel 19.
54
Tabel 19. Data Hasil Pengujian Tanah Dasar Lempung Lunak
Jenis
(m /tahun)
Ketebalan
(kN/m )
tanah
3
cu c
(m)
dasar di Cc Cs eo
Cv
(kPa) (kPa) ()
bawah
2
timbunan
Lempung 2 0,16 0,06 0,7 13,91 19 10 12 17,5
lunak
Lempung 7 1,02 0,014 2,49 13,12 14,3 12 5 16,74
lanau
pasiran
sangat
lunak
Lempung 5 0,2 0,02 0,87 8,43 18,5 30 16 17,4
lanau
pasiran
teguh
Lempung 3 0,16 0,02 0,8 11,71 19 45 3 15,81
pasiran
Dengan merujuk pada tahapan perencanaan di dalam laporan ini (pasal 3), lakukan
perhitungan dan pemeriksaaan kriteria yang disyaratkan, untuk:
55
q
0,2 m 1,1 m
800 kPa; 0,6 gr/cm3
2m Lempung lunak
7m
Lempung lanau pasiran sangat lunak
5m
Lempung lanau pasiran teguh
3m Lempung pasiran
7m
Gambar 28. Contoh Potongan Melintang Timbunan Jalan dengan Material Ringan
Mortar-Busa
Penyelesaian:
Keterangan:
timbunan, diambil nilai rata-ratanya sebesar 7 kN/m3
cu adalah (10+12)/2 = 11 kN/m2
Tinggi timbunan, H, direncanakan adalah 1,1 m
sehingga diperoleh:
Hc = (4 x 11)/7 = 6,28 m > 1,1 m
Tinggi timbunan kritis lebih besar daripada tinggi timbunan rencana (memenuhi
syarat).
56
2) Langkah kedua, hitung daya dukung tanah dasar
Parameter c, , dan diperoleh dari hasil interpolasi pada lapisan tanah yang
ditinjau. Dari hasil interpolasi, diperoleh:
sehingga:
57
(a) Model timbunan biasa (b) Model timbunan mortar-busa (berat
timbunan dikonversikan menjadi
beban merata)
Gambar 29. Geometri Model Timbunan Jalan Rencana untuk Perhitungan Stabilitas
58
Tabel 20. Parameter Tanah Dasar untuk Analisis Stabilitas Timbunan
Jenis
kappa*
_unsa
lambd
_sat
c_ref
k_y
k_x
phi
a*
material
t
tanah
No.
dasar Tipe
[m/day]
[m/day]
[kN/m^
[kN/m^
[kN/m^
[°]
[-]
[-]
3]
3]
2]
UnDrained
timbunan
1 lama 18 19 6,56E-05 6,56E-05 0,046377 0,034783 12 17,5
lempung
lanau
UnDrained
pasiran
sangat
3 lunak 13,3 14,3 0,00061 0,00061 0,295652 0,008116 5 16,74
lempung
UnDrained
lanau
pasiran
2 teguh 17,5 18,5 3,93E-05 3,93E-05 0,057971 0,011594 16 17,4
UnDrained
lempung
4 pasiran 18 19 8,42E-07 8,42E-07 0,046377 0,011594 3 15,81
Titik tinjau penurunan adalah pada lapisan lempung lunak setebal 2m di bawah
timbunan.
Ditinjau dari z = 1 m tanah dasar lapis ke-1 (lempung lunak), maka peningkatan
tekanan efektif di bawah timbunan dihitung dengan persamaan berikut:
59
q a b
(1 2 ) b a 2
z = a = z = q x I, dengan
1 a b
I (1 2 ) b a 2
a
q =xH
2 = tan-1( )
Posisi a dan b juga 1 dan 2 diperlihatkan pada sketsa pada Gambar 24.
1 = 0,007
2 = 1,405
q timbunan = 6 x 0,3 = 1,80 kN/m2
1 a b
I= I (1 2 ) b a 2
a
(, - ⁄ )
60
Po’ = tekanan efektif mula-mula = (z/2) x ( – 10) = (1/2) x (19 – 10) = 4,5 kPa
P’c = P0’ x OCR, untuk lempung terkonsolidasi normal, OCR =1, sehingga:
po ' p
e = Cc x log
po '
Dengan demikian, penurunan akibat konsolidasi total pada lapisan lempung lunak
pada titik tinjau yaitu 1 m di bawah timbunan mortar-busa, adalah:
e
Sc = H
1 eo
Dengan merujuk pada persamaan 17, 18, 19 dan 20, maka dapat dilakukan
perhitungan faktor waktu dihitung dengan persamaan berikut.
61
Cv t
Tv 2
Ht
t = waktu penurunan,
∑. /
√
t50 = ; t90 =
Stot (Sc) yang terjadi adalah sebesar 0,260 m atau 260 mm, sehingga:
Tabel 21 adalah hasil dari seluruh perhitungan penurunan sampai dengan tinggi
timbunan mencapai 1,1 m.
62
Jika merujuk pada kriteria penurunan pada Tabel 15 maka besar penurunan yang
terjadi selama masa konstruksi (>90%) yaitu 0,23 m (230 mm) selama 21,8 tahun
atau diperkirakan sebesar:
63
Tabel 22. Rangkuman Hasil Perhitungan Penurunan untuk Timbunan Lapis Pertama (H = 0,30m)
Ketebalan
Ketebalan z
No. Jenis tanah kumulatif Pó OCR P'c 2 1 I P = z P1 Cc Cs e0 e S (m)
(m) (m) (kN/m3)
(m)
1 Lempung lunak 1 1 0,5 19 4,5 1 4,5 1,405648 0,007059 0,499109 1,796793 6,296793 0,16 0,06 0,7 0,023345 0,01373
2 Lempung lunak 1 2 1,5 19 13,5 1 13,5 1,107149 0,017542 0,480844 1,731039 15,23104 0,16 0,06 0,7 0,008383 0,00493
Lempung sangat
3 lunak 1 3 2,5 14,3 17,8 1 17,8 0,876058 0,021767 0,438219 1,577587 19,37759 1,02 0,014 2,49 0,037617 0,01078
Lempung sangat
4 lunak 1 4 3,5 14,3 22,1 1 22,1 0,708626 0,022032 0,386863 1,392706 23,49271 1,02 0,014 2,49 0,027072 0,00776
Lempung sangat
5 lunak 1 5 4,5 14,3 26,4 1 26,4 0,588003 0,020687 0,338617 1,219021 27,61902 1,02 0,014 2,49 0,019996 0,00573
Lempung sangat
6 lunak 1 6 5,5 14,3 30,7 1 30,7 0,499347 0,018909 0,297382 1,070574 31,77057 1,02 0,014 2,49 0,015184 0,00435
Lempung sangat
7 lunak 1 7 6,5 14,3 35 1 35 0,432408 0,017156 0,263243 0,947674 35,94767 1,02 0,014 2,49 0,011835 0,00339
Lempung sangat
8 lunak 1 8 7,5 14,3 39,3 1 39,3 0,380506 0,015575 0,235146 0,846526 40,14653 1,02 0,014 2,49 0,009441 0,00271
Lempung sangat
9 lunak 1 9 8,5 14,3 43,6 1 43,6 0,339293 0,014193 0,211911 0,76288 44,36288 1,02 0,014 2,49 0,007684 0,00220
Lempung lunak
10 pasiran teguh 1 10 9,5 18,5 52,1 1 52,1 0,305879 0,012998 0,192525 0,693091 52,79309 0,2 0,02 0,87 0,001148 0,00061
Lempung lunak
11 pasiran teguh 1 11 10,5 18,5 60,6 1 60,6 0,2783 0,011965 0,176185 0,634265 61,23426 0,2 0,02 0,87 0,000904 0,00048
Lempung lunak
12 pasiran teguh 1 12 11,5 18,5 69,1 1 69,1 0,255182 0,01107 0,162269 0,58417 69,68417 0,2 0,02 0,87 0,000731 0,00039
Lempung lunak
13 pasiran teguh 1 13 12,5 18,5 77,6 1 77,6 0,235545 0,010289 0,150304 0,541095 78,1411 0,2 0,02 0,87 0,000604 0,00032
Lempung lunak
14 pasiran teguh 1 14 13,5 18,5 86,1 1 86,1 0,218669 0,009605 0,139923 0,503722 86,60372 0,2 0,02 0,87 0,000507 0,00027
15 Lempung pasiran 1 15 14,5 19 95,1 1 95,1 0,204018 0,009001 0,130841 0,471026 95,57103 0,16 0,02 0,8 0,000343 0,00019
16 Lempung pasiran 1 16 15,5 19 104,1 1 104,1 0,191184 0,008466 0,122836 0,442209 104,5422 0,16 0,02 0,8 0,000295 0,00016
17 Lempung pasiran 1 17 16,5 19 113,1 1 113,1 0,179853 0,007988 0,115732 0,416635 113,5166 0,16 0,02 0,8 0,000256 0,00014
17 0,05816
64
5) Langkah kelima, hitung stabilitas terhadap gaya angkat hidrostatik
Dengan merujuk pada pasal 3.2.10, dilakukan perhitungan faktor keamanan
terhadap gaya angkat hidrostatik, sebagai berikut:
Wmortar-busa (per meter lari) = Volume timbunan x mortar-busa =[(6+7)/2 x 1,1] x 1 x [(6+8)/2]
Bw = 7 m
( )
Jika menggunakan kriteria dari US. Army ( 2003) untuk kondisi kritis, yaitu FK
minimum = 1,1, maka:
65
Daftar Istilah
Air compressor = Alat penekan udara (kompresor udara)
Backfilling = Penimbunan
Backfilling material for = Penimbunan material untuk abutmen
bridge abutment jembatan
Base = Lapis Fondasi
Clay lumps and friable = Gumpalan lempung dan partikel-partikel
particles = rapuh
Compressor Alat tekanan udara (kompresor)
Consolidated undrained = Terkonsolidasi dan tak terdrainase
(CU)
Curing = Perawatan
Drained = Terdrainase
Durable = Tahan lama
Finite Element Method = Metode Elemen Hingga
Flow = Mengalir
Flowbility = Daya alir
Foam = Busa
Foam agent = Bahan baku busa
Foam generator = Alat pembangkit busa
Foam mortar = Adukan mortar
Foamed embankment = Timbunan ringan mortar-busa
Foamed embankment = Mortar busa ringan
mortar
Steep slope = Lereng tegak
Fully saturated = Jenuh sepenuhnya
Mixer = Alat pencampur
High grade soil = Tanah berkekuatan tinggi
Hydrostatic uplift = Gaya angkat hidrostatik
Interface = Bidang pemisah/antarmuka
Laboratory mixer = Alat pencampur di laboratorium
Mortar pump = Pompa mortar ringan
Over consolidated (OC) = Terkonsolidasi berlebih
Overburden = Dibebani berlebih
Reserve strength = Kekuatan yang lebih besar
Ring = Cincin (untuk uji flow)
Slip circle = Bidang gelincir/bidang keruntuhan
Soft soil = Tanah lunak
SSD = Kering jenuh permukaan
Stopwatch = Penghitung detik
Sub base = Lapis Pondasi Bawah
Subgrade = Tanah dasar
66
Surcharge load = Beban tambahan
UCS (Unconfined = Uji kuat tekan bebas
Compressive Strength) Test
Unconsolidated undrained = Tak terkonsolidasi dan tak terdrainase
(UU)
Undrained = Tak terdrainase
Uplift = Gaya angkat
67
Daftar Pustaka
Arellano, D. Preliminary Design Procedure for EPS-Block Geofoam Lightweight Fill in
Levees Overlying Soft Ground. 27th Annual Association of State Dam Safety
Officials Conference. Washington. 2010.
Aschuri, I., Yamin, R.A. The Use of Stress Absorbed Membrane Interlayer (SAMI) to
Reduce Reflection Crack on Road Pavement. Proceedings of the Eastern Asia
Society forTransportation Studies, Vol. 8. 2011.
BS. Eurocode 7: Geotechnical Design - Part 1 General Rules. BS EN 1997-1:2004. The
British Standard. 2004.
CROW. Light-Weight Materials in Road Construction (Lichte Ophoogmaterialen In De
Wegenbouw) version 8. Januari 2013.
Das, Braja.M. Principles of Foundation Engineering. PWS- Kent Publishing Company
Boston. 1990.
Das. Prinsip-Prinsip Mekanika Tanah, Braja M. Das, Alih Bahasa Indrsurya B. Moctar.
1995.
DBM. Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan. Direktorat Jenderal
Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota. Maret. 1982.
Dep.PU. Pedoman Perencanaan Konstruksi Jalan di Atas Gambut dengan Metode
Prapembebanan. Pd T-06-2004-B. Departemen Pekerjaan Umum.2004.
Depkimpraswil. Pedoman Perencanaan Timbunan Jalan Pendekat Jembatan. Pd T-11-
2003-B. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2003.
Dep.PU. ISBN: 979-95959-1-6. Panduan Geoteknik Jalan. Edisi II. Japan International
Cooperation Agency dan Departemen Pekerjaan Umum. 2006.
Holtz, R.D, Kovacks, W.D. An Introduction to Geotechnichal Engineering. Prentice Hall.
1981.
Kemen. PU. Spesifikasi Material Ringan dengan Mortar Busa untuk Konstruksi Jalan.
Kementerian Pekerjaan Umum. 2011.
Kemen. PU. R3 Pedoman Perancangan Campuran Material Ringan Mortar-Busa untuk
Konstruksi Jalan. Kementerian Pekerjaan Umum. 2014.
Kemen. PU. R3 Pedoman Perencanaan Teknis Timbunan Material Ringan Mortar-Busa
untuk Konstruksi Jalan. Kementerian Pekerjaan Umum. 2014.
Pt-T-8-2002-B. Panduan Geoteknik 1 - Proses Pembentukan dan Sifat-Sifat Dasar
Tanah Lunak. Edisi Pertama Bahasa Indonesia. Puslitbang Prasarana
Transportasi. Bandung. Juli, 2002.
Pt-T-09-2002-B. Panduan Geoteknik 2 - Penyelidikan Tanah Lunak, Desain dan
Pekerjaan Lapangan. Edisi Pertama Bahasa Indonesia. Puslitbang Prasarana
Transportasi. Bandung. Juli, 2002.
Pt-M-01-2002-B. Panduan Geoteknik 3 - Penyelidikan Tanah Lunak, Pengujian
Laboratorium. Edisi Pertama Bahasa Indonesia. Puslitbang Prasarana
Transportasi. Bandung. Juli, 2002.
68
Pt-T-10-2002-B. Panduan Geoteknik 4- Desain dan Konstruksi. Edisi Pertama Bahasa
Indonesia. Puslitbang Prasarana Transportasi. Bandung. Juli, 2002.
U.S Army. Engineering and Design. Slope Stability. Engineer Manual EM1110-2-1902.
Department of the Army, U.S Army Corps of Engineers. Washington D.C. 2003.
.
69
Ucapan Terima Kasih
Tim Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Sub Tim Teknis Balai Geoteknik
Jalan yang telah memberikan masukan-masukan berharga untuk penyusunan modul
ini.
70