Anda di halaman 1dari 33

Modul Teknologi Rekayasa dan Implementasi

Manajemen Lereng Jalan

Penulis : Dr. Ir. M. Eddie Soenaryo, M.Sc.


Kementerian Pekerjaan Umum
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan

MODUL DISEMINASI :

Teknologi Rekayasa dan Implementasi Manajemen Lereng Jalan

© Pemegang Hak Cipta Puslitbang Jalan dan Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum

Diproduksi : Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan


Kementerian Pekerjaan Umum
Penyusun : DR. Ir. Munarto Eddie Sunaryo, M.Sc
Reviewer : Dinny Kus Andiany, MT

Cetakan Pertama 2014, 23 Halaman

©Pemegang Hak cipta Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan

ISBN : 978-602-264-122-3
Kode Kegiatan : 2432.008.005.040.A
Kata Kunci : keruntuhan lereng, jatuhan batuan, dinding penghalang

Koordinator Penelitian
Ir. Rudy Febrianto, MT., Puslitbang Jalan dan Jembatan

Editor : Elan Kadar, M.Sc

Diterbitkan oleh :
Kementerian Pekerjaan Umum Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan
Jl. A.H. Nasution No. 264 Ujungberung - Bandung 40294

Pemesanan melalui:
Perpustakaan Puslitbang Jalan dan Jembatan
info@pusjatan.pu.go.id

Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan | ii


KEANGGOTAAN SUB TIM TEKNIS BALAI GEOTEKNIK JALAN

Ketua Sub Tim Teknis:


Ir. GJW Fernandez

Anggota:
Ir. Benny Moestofa
Drs. M. Suherman
Dr. Hindra Mulya, MM
Dr. Ir. Imam Aschuri, MT
Abinhot Sihotang, ST., MT

MODUL DISEMINASI :
Teknologi Rekayasa dan Implementasi Manajemen Lereng Jalan;-cet.1-

© Pusjatan 2014
Modul ini disusun dengan sumber dana APBN tahun 2014, pada paket penyusunan modul dan
workshop (diseminasi) teknologi penanganan keruntuhan lereng batuan tipe jatuhan batuan
DIPA Puslitbang Jalan dan Jembatan.

Pandangan-pandangan yang disampaikan di dalam publikasi ini merupakan pandangan penulis


dan tidak selalu menggambarkan pandangan dan kebijakan Kementerian Pekerjaan Umum, unsur
pimpinan, maupun institusi pemerintah lainnya. Penggunaan data dan informasi yang dimuat di
dalam publikasi ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Kementerian Pekerjaan Umum mendorong percetakan dan memperbanyak informasi secara


ekslusif untuk perorangan dan pemanfaatan nonkomersil dengan pemberitahuan yang memadai
kepada Kementerian Pekerjaan Umum. Pengguna dibatasi dalam menjual kembali,
mendistribusikan atau pekerjaan kreatif turunan untuk tujuan komersil tanpa izin tertulis dari
Kementerian Pekerjaan Umum.

Modul ini juga dibuat versi e-book dan dapat diunduh dari website pusjatan.pu.go.id.

iii | Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan


PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan (Pusjatan) adalah lembaga riset yang berada dibawah
Badan Litbang Kementrerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Lembaga ini memiliki
peranan yang sangat strategis di dalam mendukung tugas dan fungsi Kementrian Pekerjaan
Umum dalam menyelenggarakan jalan di Indonesia. Sebagai lembaga riset, Pusjatan
memiliki visi sebagai lembaga penelitian dan pengembangan yang terkemuka dan
terpercaya, dalam menyediakan jasa keahlian dan teknologi bidang jalan dan jembatan
yang berkelanjutan, dan dengan misi sebagai berikut:
1) Meneliti dan mengembangkan teknologi bidang jalan dan jembatan yang inovatif,
aplikatif, dan berdaya saing,
2) Memberikan pelayanan teknologi dalam rangka mewujudkan jalan dan jembatan yang
handal, dan
3) Menyebar luaskan dan mendorong penerapan hasil penelitian dan pengembangan
bidang jalan dan jembatan.
Pusjatan memfokuskan dukungan kepada penyelenggara jalan di Indonesia, melalui
penyelenggaraan litbang terapan untuk menghasilkan inovasi teknologi bidang jalan dan
jembatan yang bermuara pada standar, pedoman, dan manual. Selain itu, Pusjatan
mengemban misi untuk melakukan advis teknik, pendampingan teknologi, dan alih
teknologi yang memungkinkan infrastruktur Indonesia menggunakan teknologi yang tepat
guna. Kemudian Pusjatan memiliki fungsi untuk memastikan keberlanjutan keahlian,
pengembangan inovasi, dan nilai-nilai baru dalam pengembangan infrastruktur.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan | iv


Kata Pengantar

Modul Teknologi dan Implementasi-Manjemen Lereng Jalan ini merupakan panduan umum
yang dirangkum untuk keperluan workshop dalam diseminasi dan sosialisasi penyebarluasan
hasil kegiatan penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan di Balai Geoteknik Jalan,
Puslitbang Jalan dan Jembatan yang dipersiapkan oleh Gugus Kerja Kelompok Program
Penelitian (KPP) Teknologi Rekayasa Lereng Jalan. Modul ini mencakup rangkuman yang
mencakup sebagian kasus permasalahan longsoran jalan yang dibangun di daerah
pegunungan. Permasalahan stabilitas lereng timbunan jalan disampaikan terpisah dalam
modul teknologi penanganan tanah problematik. Diharapkan kegiatan diseminasi dan
sosialisai ini dapat bermafaat sebagai sarana pertukaran informasi disamping untuk
mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan (stake holders) yang bermanfaat dalam
penyiapan program penelitian dan pengembangan terhadap teknologi penagnan longsoran
dan manajemen lereng jalan.

Hal lain yang diharapkan dari kegiatan ini adalah dapat lebih meningkatkan kesadaran
bagi seluruh pemangku kepentingan (stake holder) bahwa pembangunan jalan pada
tanah problematik perlu disingkapi dengan seksama baik dalam pemahamannya
maupun dalam menenetukan teknologi penanganannya.

Tujuan

Tujuan workshop dalam kegiatan diseminasi ini untuk mensosialisasikan teknologi


hasil LITBANG, sehingga dapat, diketahui, dipahami dan dicermati untuk
dikembangkan dan diimplementasikan.

v | Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan


Tujuan Instruksional Umum

Peserta diharapkan dapat mengetahui, memahami dan menyadari bahwa


permasalahan jalan terhadap ketidak-stabilitan lereng perlu ditindak lanjuti dengan
penerapan teknologi yang tepat sesuai dengan pedoman terkait.

Tujuan Instruksional Khusus


Pada akhir workshop berupa diseminasi terhadap sosialisasi teknologi hasil litbang
penanganan teknologi rekayasa dan manajemen-lereng ini diharapkan para peserta mampu
untuk hal sebagai berikut.:

1) Memahami yang dimaksud dengan longsoran jalan

2) Memahami karakteristik longsoran dan faktor penyebabnya antara skala regional dan
skala lokal.

3) Memahami prinsip penanganan longsoran jalan baik untuk jalan baru maupun jalan
eksisting.

4) Memahami beberapa prinsip metode penanganannya yang diawali dengan mengevaluasi


dan menganalisa terhadap permasalahan yang akan terjadi sebelum menetukan tipe
penanganannya.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan | vi


Daftar Isi

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………………………………………….…… v


Daftar Isi ……………………………………………………………………………………………………………………….……. vii

Daftar Gambar ……………………………………………………………………………………………………………….…….viii

Daftar Tabel ………………………………………………………………………………………………………………….……… ix

1. Pendahuluan..................................................................................................................... 1

1.1 Karakteristik Lereng Tanah ........................................................................................ 2


1.2 Tipe dan Jenis Tanah/Batuan .................................................................................... 2
1.3 Faktor Perubahan Karakteristik Properties ................................................................ 3
2. Karakteristik Lereng Batuan .............................................................................................. 7

2.1 Karakteristik Struktur Geologi ................................................................................... 7


2.2 Scalling System ......................................................................................................... 9
3. Implementasi Penanganan Lereng Infrastruktur Jalan ......................................................12

3.1 Stabilitas Jalan di Pegunungan .................................................................................12


3.1.1 Skala Makro ...................................................................................................12
3.1.2 Skala Mikro ....................................................................................................13
3.2 Prinsip Penanganan Keruntuhan Lereng ...................................................................15
3.2.1 Prinsip Penanganan Longsoran Jalan ..............................................................15
3.2.2 Teknologi Penanganan Longsoran Tanah ........................................................18
4. Penutup ...........................................................................................................................22

Daftar Pustaka ......................................................................................................................23

vii | Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan


Daftar Gambar

Gambar 1.Effect of drying on Atterberg Limit Value of Some Tropical Soils refer to
Cassagrande Classification System, (Morin and Tudor, 1975), Younger (1991),
Clark and Small (1982)) ...................................................................................... 4
Gambar 2. Perubahan karakteristik propertis tanah vulkanik yang ditunjukkan pada gradasi
butirannya (Marbun, 2000) ................................................................................ 4
Gambar 3. Klasifikasi terhadap stratifikasi Tanah / Batuan dari Batuan Vulkanik yang telah
mengalami proses degradasi (Cook and McGown (1997), and Marbun J. (2000)) 6
Gambar 4. Stratifikasi lapisan tanah yang divalidasi di lokasi Sumedang, Jawa barat (Marbun,
2000) ................................................................................................................. 6
Gambar 5. Kondisi Batuan secara Umum yang banyak dikenal terhadap Geologi Strukturnya. .. 8
Gambar 6. Uji Scmidt Hammer dan Interpretasi Hasil menggunakan grafik ............................... 8
Gambar 7. Penilaian Kondisi Lereng Batuan yang perlu dilakukan ........................................... 10
Gambar 8. Contoh Analisa Keruntuhan Lereng Batuan dengan menggunakan “Stereo Graphic
Projection”, Erik Eberhardt, 2014 ..................................................................... 11
Gambar 9. Tingkat Stabilitas Lereng secara Makro (Benjamin Thiebes, 2011) .......................... 13
Gambar 10. Stabilitas Lereng Jalan yang ditinjau dalam skala Mikro, yaitu dengan mempelajari
aspek pengontrol stabilitasnya (Benjamin Thiebes, 2011). ............................... 14
Gambar 11. Metode Slices , Rutter, EH. Et al. (2003) ............................................................... 14
Gambar 12. Faktor Pengontrol yang mempengaruhi Ketidakstabilan Lereng (Benjamin Thiebes,
2011) ............................................................................................................... 16
Gambar 13. Contoh Longsoran dan penambang melintang yang dapat di kontrol baik dari
kondisi skala makro maupun mikro .................................................................. 17
Gambar 14. Beberapa Tipe Penanganan Longsoran yang dapat diterapkan............................. 18
Gambar 15. Sistim pengendalian drainase .............................................................................. 19
Gambar 16. Keruntuhan Jatuhan Batuan (Ritchie 1963) .......................................................... 20
Gambar 17. Teknologi Penanganan Longsoran batuan ............................................................ 21

Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan | viii


Daftar Tabel

Tabel 1. Scalling System untuk mengetahui tingkat stabilitas lereng singkapan batuan terhadap
waktu berdiri bila dilakukan penggalian ............................................................. 9

ix | Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan


1. Pendahuluan
1

D
alam perencanaan dan pelaksanaan konstruksi jalan terutama pada jalan baru telah
ditentukan dalam spesifikasi Bina Marga harus sesuai dengan persyaratan
alinyemen jalan dan persyaratan teknis lainnya. Mengingat bahwa beberapa daerah
di Indonesia ini terrain-nya bervariasi dari yang berupa dataran sampai pegunungan sehingga
diperlukan pemikiran dan perhatian yang sifatnya lebih khusus karena akan mempengaruhi
tingkat stabilitasnya dan tentunya akan mempengaruhi umur layannya.

Indonesia dengan terrain dan morfologinya merupakan hamparan dataran rendah juga
merupakan daerah lereng yang berada did aerah terrain pegunungan dimana dijumpai
beberapa kondisi geologi yang sangat bervariasi seperti endapan batuan vulkanik, sedimen
dan material yang berasal dari lapukan berbagai satuan geologi batuan dasar, seperti breksi
vulkani, batu lempung dan batuan metamorf yang telah berafiliasi menjadi struktur yang teah
mengalami kerusakan strukturnya atau struktur batuan telah terganggu kondisi keasliannya.
Kerusakan struktur batuan tersebut dapat dikarenakan karena dipengaruhi oleh kondisi
geohidrologinya atau karena mengalami proses pelapukan alami yang disebabkan oleh proses
oksidasi yang tentunya akan sangat mempengaruhi sifat karakteristik propertisnya. Dengan
demikian tentunya akan mempengaruhi tingkat kemantapannya untuk mendukung struktur
konstruksi jalan dan jembatan. Menurut ketentuan spesifikasi Bana Marga tidak memenuhi
syarat sebagai bahan utama konstruksi jalan maupun

Atas dasar keberadaan jalan didaerah terrain pegunungan perlu bangun, maka persyaratan
geometrik jalan menjadi faktor utama yang harus di penuhi dikarenakan untuk memenuhi
persyaratan standar minimal pelayanan, yaitu aman, nyaman dan memenuhi kekuatan.
Dalam hal ini, stabilitas jalan terhadap kemungkinan mengalami gangguan longsoran perlu di
perhatikan. Ketidak mantapan lereng terhadap kejadian longsoran dapat berupa lereng alam

1 | Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan


maupun lereng buatan yang semuanya merupakan dampak akibat pemenuhan persyaratan
geometrik jalan.

Sehubungan dengan keberadaan Indonesia berada pada daerah tropis yang mempunyai
humiditas tinggi, maka sifat karakteristik properties material tropis akan mudah terpengaruh
terhadap beberapa aspek pemucu seperti curah hujan, kegempaan dan proses oksidasi
sehingga mengalami perubahan nilai karakteristik propertisnya. Selanjutnya stabilitas lereng
juga akan mengalami penurunan stabilitasnya seiring dengan perubahan waktu.

Dalam uraian Modul Teknologi dan Implementasi-Manjemen Lereng Jalan dapat


dikelompokkann sebagai lereng alam (natural slope) dan lereng buatan (man-made slope)
sedangkan teknologi penanganan yang diterapkan dipilih berdasarkan dengan dikategorikan
sebagai teknologi rekayasa lereng yang implementasinya perlu dibahas dan disesuaikan
terhadap perilaku longsoran yang terjadi.

1.1 Karakteristik Lereng Tanah

Pengenalan kondisi Tanah / batuan secara umum sangat penting karena dapat menentukan
karakteristik tingkat stabilitasnya dan metode penanganannya. Walaupun di Indonesia
dijumpai banyak jenis tanah yang dikenal di daerah tropis tetapi dalam hal ini hanya dibahas
pada tanah berupa material vulkanik.

1.2 Tipe dan Jenis Tanah/Batuan

Kondisi tanah / batuan sebagai material utama dalam struktur konstruksi jalan dipengaruhi
oleh kondisi morfologinya berupa pegunungan / perbukitan, dataran dan kombinasinya.
Kondisi ini akan mempengaruhi karakteristik propertisnya dari waktu kewaktu sehingga dapat
mempengaruhi tingkat stabilitasnya. Selanjutnya faktor lain yang mempengaruhi adalah
proses pembentukannya satuan geologi batuan dasar (Van Bemmelen (1949)), dan tingkat
dekomposisi yang mengakibatkan berbagai tingkat derajad pelapukannya, Ollier (1969).
Selanjutnya jenis tanah adalah merupakan hasil dari proses lanjut dari lapukan batuan dan
keberadaanya dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan | 2


i. Batuan yang berupa endapan sedimen dan umumnya mempunyai sifat karakteristik yang
stabilitasnya sangat rentan terhadap perubahan karakteristik propertisnya dan dibidang
geoteknik dikenal dengan tanah problematik dan lapisan batuan Serpih / Clayshale,
(Olier, 1969).

ii. Batuan yang berasal dari proses vulcanik dan di bidang geoteknik dapat dibedakan
terhadap tingkat dekompisisi / prosses pelapukannya baik dalam kondisi residual
maupun transported. Untuk yang berupa transported dapat berupa debris vulkanik yang
terdiri dari pasir, koral/kerakal, boulder.
iii. Batuan yang berasal dari proses metamorf / malihan akibat dampak panas adanya
intrusif magma dalam proses terbentuknya gunung api. Dilapangan dapat dikenali
beberapa tipe batuan metamofr yang terbentuk baik yang berasal dari batuan vulkanik
maupun yang berasal dari endapan sedimen. Yang menarik dari batuan metamorf yang
berasal dari endapan vulkanik ini dapat berupa batuan lempung yang sangat keras dan
bilamana terganggu seperti digali dan mengalami oksidasi maka akan berubah
karakteristik propertisnya manjadi sangat lunak.

iv. Batuan yang berasal intrusif magma gunung berapi atau dikenal dengan batuan beku dan
dilapangan dapat dikenal dengan batuan andesitik.

Dengan melihat kondisi tersebut, maka perlu memperhatikan karakteristik propertisnya


masing-masing jenis tanah / batuan tersebut dalam hubungannya digunakan sebagai bahan
untuk struktur infrastruktur (konstruksi jalan dan jembatan) maupun sebagai persyaratan
dalam hubungannya untuk mendukung struktur infrastruktur atau mewujudkan
keberlangsungannya suatu infrastruktur dalam memenuhi masa layannya.

1.3 Faktor Perubahan Karakteristik Properties

Pada suatu kasus jalan yang terganggu stabilitasnya karena mengalami longsor, maka
masalah lonsoran yang terjadi dapat mendominasi terhadap biaya keseluruhan jalan di lokasi
longsor berupa kasus geoteknik dan beberapa studi menyatakan sekitar 60 – 70 %. Kondisi ini
dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Tudor dan Morin (1975) pada tanah tropis dan
terhadap penelitian dari hasil kajian tanah vulkanik di Indonesia pada material galian di lokasi
Subang dan Sumedang provinsi Jawa barat (Marbun, 2000) yang diperlihatkan masing-masing
pada Gambar 2.

3 | Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan


Gambar 1.Effect of drying on Atterberg Limit Value of Some Tropical Soils
refer to Cassagrande Classification System, (Morin and Tudor, 1975),
Younger (1991), Clark and Small (1982))

Gambar 2. Perubahan karakteristik propertis tanah vulkanik yang


ditunjukkan pada gradasi butirannya (Marbun, 2000)

Bila diperhatikan antara Gambar 1 dan Gambar 2 terdapat kesesuaian yang artinya dapat
dibuktikan bahwa tanah tropis di Indonesia sangat mudah mengalami perubahan karakteristik

Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan | 4


propertiesnya, yaitu antara material As-Dug (material yang diambil dari Quarry) dan As-Stock-
piled (material yang telah di siapkan ditempat pekerjaan yang sebelum digunakan).

Selanjutnya bilamana diperlihatkan pada stratifikasi yang disampaikan oleh Cook and
McGown (1997) dan juga Marbun J. (2000) seperti diperlihatkan pada Gambar 3, maka
diperoleh gambaran bahwa stratifikasi tanah dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :

i. CAP (Completely Altered Parent Materials): material yang telah mengalami proses
alterasi penuh seperti terjadi perubahan karakteristiknya akibat proses decomposisi.

ii. AP (Altered Parent Materials): material telah mengalami alterasi dan masih dapat
dikategorikan mempunyai struktur yang cukup kokoh.
iii. P (Parental Materials): material yang masih merupakan batuan asli sesuai dengan geologi
pembentukannya.

Berdasarkan ketentuan yang dijelaskan pada Gambar 3, selanjutnya menurut Marbun (2010)
melakukan kajian dengan memvalidasi di lapangan terhadap lokasi Sumedang dan Subang,
Jawa Barat dan hasilnya diperlihatkan pada Gambar 4. Pada gambar tersebut terlihat bahwa
seiring dengan waktu pada lereng galian tanah menunjukkan adanya tendensi longsoran awal
yang diakibatkan karena perubahan karakteristik propertisnya.

Dengan demikian untuk mengetahui tingkat stabilitas lerengnya perlu dilakukan analisa
dengan mengevaluasi kemampuannya terhadap faktor keamanannya dengan
memperhitungkan nilai parameter kuat geser nya terhadap hubungan antara sudut lereng
dan ketinggiannya yang dapat diterapkan. Kajian terhadap faktor keamanan dilakukan baik
pada kondisi jangka pendek (short-term) maupun kondisi jangka panjang (long-term) nya.

5 | Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan


Gambar 3. Klasifikasi terhadap stratifikasi Tanah / Batuan dari Batuan
Vulkanik yang telah mengalami proses degradasi (Cook and McGown
(1997), and Marbun J. (2000))

Gambar 4. Stratifikasi lapisan tanah yang divalidasi di lokasi Sumedang, Jawa barat (Marbun,
2000)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan | 6


2. Karakteristik Lereng Batuan
2

S
eperti halnya lereng tanah maka di Indonesia juga dikenal berbagai jenis dan tipe
batuan yang dijumpai di daerah pegunungan, mulai dari breksi vulkanik, batu
lempung dan batuan metamorf yang telah beberapa diantaranya berafiliasi menjadi
struktur yang teah mengalami kerusakan atau struktur batuan telah terganggu kondisi
keasliannya sehingga mempengaruhi tingkat stabilitasnya.

2.1 Karakteristik Struktur Geologi

Di lapangan kondisi tingkat ketidaksatabilan pada lereng batuan dapat dikenali dari adanya
struktur geologi yang berkembang, seperti lipatan, susunan lapisan yang berbeda, patahan
(perbedaan lapisan), dan hubungan join kekar antara fragmen batuan menyatu secara
imajiner dan umunya dicerminkan dengan ditemukannya fracture dan kondisi infilling-nya.

Pada Gambar 5 diperlihatkan berbagai kondisi Struktur Geologi yang berkembang dan mudah
dikenali dilapangan pada daerah pegunungan antara lain: perlipatan, patahan, perlapisan,
joint kekar. Mekanisme keruntuhan lereng batuan, stabilitasnya dipengaruhi oleh massa
kekuatan blok batuan yang terbentuk antara ketidakselarasan joint kekar yang dikenal
sebagai “structural controlled”. Selanjutnya dalam menjaga stabilitasnya tersebut yang
tergantung dari jumlah joint kekar dan di nilai dalam “scalling system”, maka akan
menunjukkan sebagai “stress controlled”. Stabilitas lereng batuan juga dipengaruhi oleh
waktu yang merupakan kemampuan dalam menjaga tingkat stabilitas lerengnya dan juga
dipengaruhi oleh tingkat pelapukannya.

7 | Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan


Gambar 5. Kondisi Batuan secara Umum yang banyak dikenal terhadap Geologi Strukturnya.

Satu hal lagi yang perlu di evaluasi adalah kuat tekan batuan yang dilapangan dapat dilakukan
dengan uji kuat tekan dengan alat Schmidt hammer test dan interpretasi hasil uji
diperlihatkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Uji Scmidt Hammer dan Interpretasi Hasil menggunakan grafik

Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan | 8


2.2 Scalling System

Scaling system adalah salah satu metode empiris yang digunakan untuk mengetahui tingkat
stabilitas lereng batuan dan hasilnya dapat dikorelasikan pada RQD (Rock Quality Design).
Penilaian terhadap stabilitas lereng/singkapan batuan menggunakan sclling system
diperlihatkan pada Tabel 1 dan Gambar 7, walaupun beberapa metode juga dapat digunakan
seperti Q-Sustem dan RMR system (Hoek and Bray, 1076).

Tabel 1. Scalling System untuk mengetahui tingkat stabilitas lereng singkapan batuan
terhadap waktu berdiri bila dilakukan penggalian

Nilai RQD disamping dapat ditentukan dengan metode empiris tersebut juga dapat diperoleh
dari pemboran inti batuan dan juga dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

RQD = 100 (0.1Ω + 1) − 0.1Ω……………………………………………………………………………….(1)

Dimana:

Ω = ratio jumlah kekar dengan panjang scan line (jumlah kekar/m)

e = adalah nilai variable ln baku

Selanjutnya untuk mengetahui tingkat stabilitas lereng dapat ditentukan dengan penilaian
SMR (Slope Mass Rating) menggunakan persamaan:

SMR = 0.65 RMR + 25 …………………………………………………………………………………………….(2)

SMR = 35 ln RMR – 71 ……………………………………………………………………………………………(3)

Selanjutnya, dalam melakukan scalling terhadap lereng batuan diperlihatkan pada Gambar 7,
dengan tahapan pekerjaan sebagai berikut:

9 | Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan


Scalling Line System

Gambar 7. Penilaian Kondisi Lereng Batuan yang perlu dilakukan

Beberapa cara lainnya dapat ditentukan penilaian RQD dengan metode Q-System yang
dikenal dengan Norwegian Syatem dan RMR-System, yang selanjutnya juga dapat diperoleh
“standing up time” atau waktu yang dapat diperkirakan untuk mencapai keadaan runtuh
terutama bila akan dilakukan penggalian.

Dengan mengetahui nilai RQD dan SMR, maka dapat diketahui stabilitas lereng batuannya
untuk waktu tertentu sebelum diputuskan perlu penanganan atau tidak karena dampaknya
akan berupa longsoran batuan.

Penilan terhadap kondisi lereng batuan yang diperlihatkan pada menunjukkan bahwa
pengukuran terhadap “Dip – Direction” perlu dilakukan untuk analisa stabilitasnya
menggunakan “Stereo Graphic Projection” dan diperlihatkan hasilnya pada Gambar 8.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan | 10


Stereo Projection analysis

Hasil analisa keruntuhan

Gambar 8. Contoh Analisa Keruntuhan Lereng Batuan dengan menggunakan “Stereo Graphic
Projection”, Erik Eberhardt, 2014

11 | Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan


3. Implementasi Penanganan Lereng
3 Infrastruktur Jalan

3.1 Stabilitas Jalan di Pegunungan

Permasalahan stabilitas lereng perlu diperhatikan karena sering dihadapi sehubungan dengan
ketentuan bahwa stabilitas jalan di daerah pegunungan harus memenuhi
persyaratan,ketentuan standar alinyemen dan geometrik lainnya sehingga kendaraan dapat
melewati dengan aman dan nyaman dalam kecepatan akselerasi yang sesuai. Akibatnya, ruas
jalan tersebut kemungkinan akan menghadapi kendala seperti melewati daerah yang secara
geologi akan berdampak menurunnya tingkat stabilitas. Kasus lain yang terjadi karena harus
memenuhi persyaratan tersebut, maka perlu dilakukan pekerjaan galian dan timbunan
bahkan galian tinggi dan timbunan tinggi kadang diperlukan. Dewasa ini dalam mengevaluasi
ruas jalan di suatu wilayah perlu dipikirkan suatu kajian yang sifatnya secara makro dan
mikro.

3.1.1 Skala Makro

Kajian stabilitas jalan secara makro adalah merupakan bagian disiplin ilmu “Terrain Evaluation
Engineering” yang pada dasarnya menanalisa stabilitas terhadap tingkat kerentanannya yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor geologi, geohidrologi, curah hujan, jenis tanah / batuan dan
faktor lainnya yang diduga turut mempengaruhi tingkat stabilitasnya. Dengan
berkembangnya ilmu penginderaan jarak jauh maka analisa terrain evaluasi ini sangat
memungkinkan apalagi telah ditunjang dengan beberapa aplikasi piranti lunak seperti GIS
(Geographical Information System) yang memanfaatkan citra satelit, foto udara dan
sebagainya.

Untuk skala makro lebih dititik beratkan pada kajian secara regional untuk mengetahui
cakupan daerah yang tidak stabil dan faktor-faktor penting lainnya yang mempengaruhinya.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan | 12


Kajian selanjutnya yang masih merupakan bagian dari skala makro yaitu dengan melakukan
kajian metode empiris berdasarkan database kondisi lereng di Indonesia.

Gambar 9. Tingkat Stabilitas Lereng secara Makro (Benjamin Thiebes, 2011)

3.1.2 Skala Mikro

Kajian skala mikro adalah mengkaji kondisi stabilitas jalan secara detail yaitu mencakup
stabilitas terhadap lereng galian / timbunan dan stabilitas lereng alam yang diallui oleh ruas
jaringan jalan.

Kajian skala mikro lebih difokuskan pada solusi terhadap permasalahan baik yang akan terjadi
dan yang sudah terjadi pada suatu ruas jalan yang tingkat stabilitasnya akan terganggu
karena:

i. Melalui daerah potensi longsor


ii. Karena pekerjaan galian dan timbunan.

13 | Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan


R

ET

RO

Gambar 10. Stabilitas Lereng Jalan yang ditinjau dalam skala Mikro, yaitu dengan mempelajari
aspek pengontrol stabilitasnya (Benjamin Thiebes, 2011).

Untuk lereng tanah seperti diperlihatkan pada Gambar 10, maka analisa dapat dilakukan
dengan beberapa metode yang salah satunya dengan menggunakan metode “slices” seperti
diperlihatkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Metode Slices , Rutter, EH. Et al. (2003)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan | 14


Banyak kajian yang telah dilakukan tehadap beberapa solusi alternatif penanganan
permasalahan ketidakstabilan lereng. Selanjutnya dengan mempertimbangkan jenis
penanganan ketidakstabilan lereng dengan biaya yang tidak sedikit maka timbul 2 cara
penanganan yang sejalan dengan kebutuhan, yaitu:

1) Menjaga agar ruas jalan tetap dapat difungsikan


2) Menangani langsung terhadap permasalahan ketidak mantapan jalan.

Hal khusus yang juga menjadi ketentuan dan perlu dilakukan pada pekerjaan galian dan
timbunan untuk mewujudkan konstruksi se-ekonnomis mungkin, dapat mempertimbangkan
konstruksi bertahap atau tidak langsung ke pada penanganan tetapi dengan langkah pertama
tetap menjaga agar jaringan ruas jalan yang tidak stabil tetap dapat difungsikan sebelum
menentukan jenis penanganan yang tepat. Berdasarkan kegiatan studi penelitian yang telah
dikembangkan di Puslitbang Jalan dan Jembatan dilakukan penanganan dengan konstruksi
pengamanan material debris, khususnya untuk batuan.

Konstruksi penanganan dengan menerapkan beberap teknologi antara: jaring batuan, buffer
wall, catchment area dan shotcrete yang analisanya ditentukan berdasarkan analisa runtuhan
batuan dan dampak yang ditimbulkan seperti diperlihatkan pada modul terkait.

3.2 Prinsip Penanganan Keruntuhan Lereng

3.2.1 Prinsip Penanganan Longsoran Jalan

Atas dasar bahwasanya stabilitas suatu lereng pada infrastruktur jalan dipengaruhi oleh
beberapa faktor tersebut diatas, maka untuk agar lebih terfokus dapat dikelompokkan
menjadi 2 kelompok besar yaitu:

i. Kelompok penanganan yang berkaitan dengan stabilitas lereng mencakup kajian


permasalahan dan teknologi penanganannya

ii. Kelompok yang berkaitan dengan penanganan preventif yaitu perlindungan terhadap
pengguna jalan terhadap keamanan dan kenyamanan berkendaraan.

15 | Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan


Pada dasarnya tingkat stabilitas tanah / batuan juga dikontrol oleh kondisi Geohidrologi dan
Karakteristik Propertis tanah / batuan itu sendiri (Strakhov (1967) and Clark and Small
(1982)).

Oleh karena itu, maka ketentuan yang diuraikan dalam modul pedoman sifatnya ini masih
terbatas pada kondisi tanah / batuan yang terbentuk berdasarkan geologi batuan dasarnya
sehingga tingkat stabilitasnya hanya dikontrol oleh tingkat dekomposisi batuan yang telah
dialami (Jiao J J, 2001).

Aspek Pengontrol Stabilitas

Aspek pengontrol stabilitas lereng tersebut perlu diperhatikan terutama dalam hal
mengantisipasi tingkat stabilitasnya baik dengan teknologi penanganan terhadap longsoran
yang terjadi maupun teknologi antisipasi yaitu teknologi yang bersifat prenfentif atau
pencegahan terhadap kesalamatan dan kenyamanan pengguna jalan.

Faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah faktor kegempaan yang tentunya juga
akan mengurangi tingkat stabilitas dalam masa layannya.

Gambar 12. Faktor Pengontrol yang mempengaruhi Ketidakstabilan Lereng (Benjamin


Thiebes, 2011)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan | 16


Identifikasi dan Analisa Longsoran Alam

Untuk longsoran tanah yang diidentifikasi dapat dikontrol dari kondisi skala makronya maka
perlu dilakukan penelaahan secara potongan melintangnya seperti diperlihatkan pada
Gambar 13 Interpretasi keadaaan lereng seperti pada gambar tersebut sangat berguna
termasuk dalam membentuk geometri lereng sebagai persyaratan penerapan analisa
numerik.

Gambar 13. Contoh Longsoran dan penambang melintang yang dapat di kontrol baik dari
kondisi skala makro maupun mikro

17 | Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan


3.2.2 Teknologi Penanganan Longsoran Tanah

Untuk menanggulangi longsoran dengan tujuan sebagai evaluasi dan analisa awal terhadap
stabilitasnya dapat di uraikan menjadi kelompok penanganan seperti diperlihatkan pada
Gambar 14 (Rutter, EH. Et al, 2003).

Gambar 14. Beberapa Tipe Penanganan Longsoran yang dapat diterapkan

Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan | 18


Teknologi Pengendalian sistim drainase pada Lereng Tanah

Bilamana sudah ada tendensi adanya ketidak stabilan lereng maka metode pengendalian
dengan sitim drainase dapat diterapkan seperti diperlihatkan pada Gambar 15.

Gambar 15. Sistim pengendalian drainase

Teknologi Penanganan Lereng Batuan

Penanganan permasalahan longsoran batuan perlu analisa terhadap bidang kekarnya dan
dapat di identifikasi dengan “scalling investigation”. Keruntuhan batuan seperti diperlihatkan
pada terdiri dari beberapa bahan rombakan. Dengan kejadian runtuhan bahan rombakan
maka penanganan dapat dilakukan dapat dibedakan menjadi 2 hal pokok:

1) Penanganan terhadap lerengnya


2) Penanganan terhadap keberlangsungan fungsi jalan

Dalam hal penanganan terhadap kinerja lerengnya diperlukan biaya yang cukup besar bila
dibandingkan dengan penanganan terhadap keberlangsungan fungsi jalan. Kondisi ini dapat
dipahami karena untuk penanganan terhadap kinerja lereng batuan juga mencakup
pengamanan terhadap keberlangsungan fungsi jalan.

19 | Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan


Gambar 16. Keruntuhan Jatuhan Batuan (Ritchie 1963)

Selanjutnya, tipe penanganan terhadap keberlangsungan fungsi jalan dilakukan dengan


mempertimbangkan :

1) Volume jumlah bahan rombakan


2) Kemiringan lereng dan ketinggian lereng terhadap energi pantulannya
3) Jenis bahan rombakan yang bergerak

Gambaran umum terhadap implementasi teknologi dalam mengatasi longsoran batuan


diperlihatkan pada Gambar 17. Pada Gambar 17 tersebut diperlihatkan hubungan antara
ketinggian dan sudut lereng batuan terhadap energi pantulan yang ditimbulkannya dengan
beberapa opsi penanganannya, seperti dengan cathment area dan buffer wall.

Penjelasan lebih lanjut mengenai teknologi penanganan longsoran batuan dijelaskan secara
terpisah yaitu pada modul – modul dalam diseminasi ini.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan | 20


Gambar 17. Teknologi Penanganan Longsoran batuan

21 | Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan


4. Penutup
4

Teknologi untuk meningkatkan stabilitas lereng baik tanah dan batuan dapat dibedakan
menjadi teknologi yang dapat diterapkan untuk menjaga keberlangsungan fungsi jalan dan
teknologi yang menangani stabilitas secara penuh sehingga stabilitas lereng tercapai serta
keberlangsungan fungsi jalan dapat ditangani.

Diharapkan dengan dilakukan diseminasi ini, maka akan dapat diterapkan oleh stake holder
yang berminat untuk mengimplementasikan dan Puslitbang jalan dan jembatan akan
berusaha tetap melakukan pendampingan teknisnya.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan | 22


Daftar Pustaka
Benjamin Thiebes, 2011; Landslide analysis and early warning case study of local and regional
condition in Swabian Alb. Germany, Wien

Erik Eberhardt, 2014, UBC – Geological Engineering, EOSC 433

FHWA. 2001. Rockfall catchment area design guide.FHWA-CR-RD-02-04

FHWA. 2011.Context Sensitive Rock Slope Design solutions. FHWA-CFL/TD-11-002

Pantelidis L. 2010. Rock catchment area design charts. GeoFlorida 2010: Advances in Analysis,
Modeling & Design (GSP 199). ASCE

Prabudi, Slamet. 2013. Draft Pedoman Perencanaan Praktis Daerah Tangkapan Batuan.
Puslitbang Jalan dan Jembatan

Pusjatan, 2014; Modul Penanganan Longsoran batuan

Rutter, EH. Et al, 2003; strain displacement in the Mam Tor Landslide, Derbyshire, England. J.
Geol. Soc. London

USGS. 2004. Landslide Types and Processes http://pubs.usgs.gov/fs/2004/3072/fs-2004-


3072.html diakses tanggal 16 Juni 2014

23 | Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan

Anda mungkin juga menyukai