Anda di halaman 1dari 10

UJI APLIKASI AGENS HAYATI TRIBAC MENGENDALIKAN

PATHOGEN HAWAR DAUN (Helminthosporium sp.)


TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)
Application Test of Tribac Body Agents Controlling the Pathogen of Leaves (Helminthosporium sp.)
Corn Plant (Zea mays L.)
Warlinson Girsang1, Jonner Purba2, dan Suryadi Daulay3
1.2,3 Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Simalungun Pematangsiantar, Sumatera Utara, Indonesia
E-mail : warlinsongirsang@gmail.com

ABSTRAK

Salah satu jenis penyakit yang sering menyerang tanaman jagung adalah penyakit hawar daun yang
disebabkan patogen jamur Helmithosporium sp. Untuk mengendalikan penyakit, petani cenderung
mengandalkan pestisida sintetis yang bisa menyeb abkan resistensi hama dan penyakit, menimbulkan
pencemaran lingkungan, bahkan merugikan kesehatan manusia. Untuk mencegah dampak negatif
pestisida sintesis perlu alternatif lain, misalnya dengan memanfaatkan agen hayati. Dewasa ini telah
berhasil dikembangkan produk agen hayati yang diharapkan dapat menggantikan ketergantungan
penggunaan pestisida sintesis. Pelaksanaan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap, dilakukan
di rumah kasa. Faktor yang diteliti ialah pemanfaatan agen hayati Tribac untuk mengendalikan penyakit
hawar daun tanaman jagung, dengan menguji 4 tingkat konsentrasi berturut-turut 0,1%, 0,2%, 0,3%
dan 0,4% dan 1 perlakuan pembanding tanpa pemberian agens hayati Tribac. Intensitas serangan hawar
daun tanaman jagung dihitung menggunakan rumus : I = { ∑ (ni x vi) / (Z x N) } x 100%. Hasil penelitian
menyimpulkan, agen hayati Tribac efektif mengendalikan penyakit hawar daun tanaman jagung yang
disebabkan pathogen Helminthosporium sp. Tingkat konsentrasi aplikasi agen hayati Tribac 0,4%
menghasilkan intensitas serangan yang terendah.
Kata Kunci : Helminthosporium, tribac, intensitas serangan, penyakit hawar daun, jagung

ABSTRACT

One of the diseases that often attacks the corn plants is a leaf blight disease which is caused by fungal
pathogens Helmithosporium sp. To control the disease, farmers tend to rely on synthetic pesticides that
can cause pest and disease resistance which are causing the environmental pollution, even detrimental
to human health. To prevent the negative effects of pesticide synthesis, another alternative is needed,
for example by utilizing the biological agents. Today the biological agent products have been
successfully developed which are expected to be able to replace the dependence of using synthetic
pesticide. The research implementation uses the complete randomized design which is conducted in
screen house. The factors which are examined are the utilization of Tribac biological agents to control
the leaf blight disease of corn, by testing 4 consecutive concentration levels 0,1%, 0,2%, 0,3% and 0,4%
and 1 comparative treatment without the provision of the Tribac biological agents. The corn leaf blight
attacking intensity is calculated by using the formula: I = {∑ (ni x vi)/(Z x N)} x 100%. The research
result concluded that the Tribac biological agents are effective to control the leaf blight corn plants
which arecaused by the pathogenic Helminthosporium sp. The concentration level of the application of
Tribac biological agents 0.4% resulted a decrease of the lowest attacking intensity.
Key words: Helminthosporium, tribac, attacking intensity, leaf blight disease, corn

Diterima : 25 Juli 2020. Disetujui: 20 Agustus 2020

Jurnal Ilmiah Pertanian, Vol. 17, No.1, Agustus 2020 51


PENDAHULUAN bahkan merugikan kesehatan manusia
sebagai konsumen (Saenong, 2007).
Upaya peningkatan produksi tanaman
pangan dipengaruhi adanya faktor pembatas Untuk mencegah dampak negatif
yang bersifat abiotik dan biotik. Faktor akibat penggunaan pestisida sintesis, perlu
pembatas abiotik meliputi terjadinya kemarau dipikirkan penggunaan alternatif lain,
yang menyebabkan kekeringan, kekurangan misalnya dengan memanfaatkan agens hayati
unsur hara dan faktor iklim yang tidak yang tergolong sebagai pestisida biologi.
menentu. Sedangkan kendala biotik berupa Pestisida biologi relatif tidak memiliki
munculnya serangan organisme pengganggu dampak negatif, seperti halnya pestisida
tanaman, yang berpotensi menimbulkan sintesis. Agens hayati adalah setiap
kerugian. Budidaya tanaman jagung seperti organisme yang meliputi spesies, sub spesies
halnya tanaman lain, tidak terlepas dari atau varietas dari semua jenis serangga,
permasalahan organisma pengganggu nematoda, protozoa, cendawan, bakteri,
tanaman. Tanaman jagung memiliki banyak virus, mikroplasma serta organisme lainnya
jenis penyakit terutama disebabkan patogen yang dapat dipergunakan untuk
jamur maupun bakteri. Salah satu jenis mengendalikan hama dan penyakit tanaman
penyakit yang sering menyerang tanaman tanpa memberikan fitotoksin terhadap
jagung adalah penyakit hawar daun yang tanaman serta tidak menimbulkan dampak
disebabkan patogen jamur Helmithosporium negatif terhadap lingkungan (Sopialena,
sp. (Adisarwanto dan Widyastuti, 2000). 2018).
Khususnya di Sumatera Utara, Dewasa ini telah berhasil
penyakit ini merupakan salah satu penyakit dikembangkan beberapa produk agens hayati
yang menjadi masalah yang sering dihadapi. yang diharapkan dapat menggantikan
Penyakit hawar daun Helminthosporium sp. ketergantungan penggunaan pestisida
mulai berkembang di Sumatera Utara sejak sintesis. Ada agens hayati yang bersifat
awal musim tanam 1999/2000, terutama di tunggal, misalnya hanya bakteri antagonis
kabupaten Karo dan kabupaten Simalungun. saja atau jamur antagonis saja. Ada juga
Selanjutnya penyakit ini menyebar ke agens hayati yang merupakan perpaduan dari
kabupaten lain seperti Deli Serdang, Langkat, bakteri antagonis dan jamur antagonis dalam
Dairi, Asahan, Toba Samosir, Tapanuli Utara satu kemasan. Agen hayati Tribac yang
dan Tapanuli Selatan (Roliyah, 2000). efektifitasnya diuji dalam penelitian ini,
merupakan salah satu produk perpaduan dari
Kecenderungan petani di Sumatera
bakteri antagonis Coryne bacterium maupun
Utara, untuk mengendalikan penyakit yang
bakteri Pseudomonas fluorecens dengan
disebabkan pathogen jamur dan bakteri masih
jamur antagonis Trichoderma sp.
mengandalkan pestisida sintetik. Hal ini
menimbulkan berbagai aspek permasalahan Berdasarkan uraian diatas, dilakukan
ekonomi maupun aspek lingkungan. Dengan penelitian untuk mengetahui efektifitas agen
mengandalkan pestisida sintetik, biaya usaha hayati Tribac mengendalikan patogen
tani yang ditanggung petani semakin penyakit hawar daun Helminthosporium sp.
meningkat. Sebab dewasa ini harga pestisida yang menyerang tanaman jagung. Hipotesa
sintetik relatif mahal. yang diajukan, diduga agens hayati Tribac
efektif mengendalikan patogen hawar daun
Penggunaan pestisida sintetik secara
Helminthosporium sp. pada tanaman jagung
tidak bijaksana, juga memiliki dampak
dan diperkirakan ada tingkat konsentrasi yang
negatif. Pestisida bisa menimbulkan
efektif menekan perkembangan penyakit
resistensi hama dan penyakit, menyebabkan
hawar daun tersebut.
pencemaran lingkungan (Girsang, 2009),

Jurnal Ilmiah Pertanian, Vol. 17, No.1, Agustus 2020 52


METODE PENELITIAN di permukaan polibag dilakukan secara
manual dengan jalan mencabut, sehingga
Penelitian dilaksanakan pada bulan
tanaman indikator jagung selama penelitian
Maret - Juni tahun 2018, di rumah kasa
bebas dari kompetisi gulma.
(screen house) Laboratorium Peramalan
Hama Penyakit Tanaman Pangan Pematang Pembuatan Sumber Inokulum dan
Kerasaan Kabupaten Simalungun. Bahan Penginfeksian ke Tanaman Jagung
yang dipergunakan antara lain: bibit jagung Sumber inokulum hawar daun
Pioneer, tanah top soil, pupuk urea , pupuk Helminthosporium turticum diambil dari
ZA, pupuk KCl, larutan clorox, aquadest dan daun tanaman jagung yang terinfeksi berat.
agens hayati Tribac. Sedangkan alat-alat yang Daun tanaman yang terinfeksi dibersihkan
diperlukan antara lain: ember plastik
dari kotoran dan kemudian dicuci dengan
berdiameter 25 cm, triplek, cat untuk plang aquadest, lalu di potong – potong dengan
perlakuan, cangkul, sekop, hand spayer, ukuran 1cm x 1cm . Potongan-potongan
mikroskop, petridish, pisau cutter, gunting, tersebut di masukkan ke dalam cawan
timbangan, formulir data pengamatan dan petridish yang berisi media potato dextro agar
alat-alat tulis. (PDA). Potongan daun yang terinfeksi di
Pelaksanaan penelitian menggunakan letakkan pada PDA sebanyak 3 unit dengan
rancangan acak lengkap. Faktor yang diteliti posisi letak segi tiga dengan jarak 2 cm, lalu
ialah pemanfaatan agens hayati Tribac untuk disimpan ke dalam kotak sterilisasi dan
mengendalikan penyakit hawar daun dibiarkan hingga membentuk konidia.
tanaman jagung, dengan menguji 4 tingkat Jamur yang sudah tumbuh pada PDA
konsentrasi berturut-turut 0,1%, 0,2%, 0,3%
di ambil sebanyak 5 gram untuk selanjutnya
dan 0,4% dan 1 perlakuan pembanding tanpa diencerkan dan diinfeksikan dengan jalan
pemberian agens hayati Tribac. Masing- menyemprotkannya kepada setiap tanaman
masing perlakuan diulang 6 kali. Untuk yang diuji. Pelaksanaan penginfeksian
menjaga sterilisasi dari kemungkinan hal-hal inokulum kepada tanaman jagung dilakukan
yang mengganggu kemurnian penelitian, pada saat tanaman jagung berumur 10 HST.
rumah kasa dibersihkan dari kotoran-kotoran. Setelah sumber inokulum diinfeksikan,
Kemudian menyiapkan 30 buah dilakukan pengamatan untuk memastikan
polybag berukuran isi 5 kg untuk di isi tanah tanaman indikator benar-benar telah
top soil sebagai media tumbuh tanaman terinfeksi penyakit hawar daun. Gejala
jagung. Polibag yang telah berisi tanah top tanaman yang dinyatakan terinfeksi hawar
soil, disusun di dalam rumah kasa daun (Hamidson, dkk., 2019), antara lain
berdasarkan urutan perlakuan rancangan acak muncul bercak kecil berbentuk bulat
lengkap. Jarak antar polibag ditetapkan 50 memanjang pada daun, kemudian bercak
cm. Setelah media tanam dipersiapkan dan berkembang membesar berbentuk oval.
disusun di rumah kasa, setiap polibag disiram Gejala bercak yang semakin melebar dapat
dengan air hingga lembab. Lalu dilakukan bersatu dengan bercak yang lain, sehingga
penanaman benih jagung hibrida varietas menyebabkan jaringan daun mati dan
Pioner 12. Benih jagung ditanam sebanyak 1 mengering (nekrosis).
tanaman per polibag. Seluruh perlakuan Pembuatan Agens Hayati Tribac
diberi kode sesuai dengan tingkat konsentrasi
yang diuji. Perawatan tanaman, khususnya Agen hayati Tribac dibuat dengan
pemupukan dilakukan berdasarkan anjuran prosedur sebagai berikut. Bahan bakteri
teknis budidaya jagung, yaitu Urea 5 antagonis Coryne bacterium dan jamur
gr/polibag, SP-36 4 gr/polibag, dan KCl 3 antagonis Tricoderma spp dimasukkan ke
gr/polibag. Penyiangan gulma yang tumbuh dalam baskom plastik dengan perbandingan

Jurnal Ilmiah Pertanian, Vol. 17, No.1, Agustus 2020 53


10 : 1 (10 liter bakteri antagonis Coryne contoh dengan skala kerusakan vi, vi = nilai
bacterium dan 1 kg jamur antagonis skala kerusakan contoh ke – i, N=jumlah
Tricoderma sp.). Di dalam baskom keduanya tanaman atau bagian tanaman contoh yang
diaduk, hingga jamur Tricoderma sp. keluar diamati, dan Z=nilai skala kerusakan
atau lepas dari media tumbuhnya. Selanjutnya tertinggi. Nilai skala yang dipergunakan
disaring dan larutan hasil penyaringan adalah : skala 0 = tidak ada kerusakan pada
dimasukkan ke dalam wadah jerigen putih daun, skala 1= bercak berupa titik jarum atau
dan siap untuk diaplikasikan. beberapa mm tetapi belum berbentuk elips,
skala 3=bercak berbentuk elips ukuran 2 mm
Sebelum diaplikasikan, agen hayati
– 20 mm luas permukaan daun yang
Tribac dianjurkan disimpan di cool box di
terinfeksi mencapai 2%, skala 5= luas
tempat sejuk. Aplikasi agens hayati Tribac
permukaan daun terinfeksi 2% - 10%, skala
dilakukan 6 kali selama penelitian, yaitu pada
7 =luas permukaan daun terinfeksi 10% -
saat tanaman jagung berumur 28, 35, 42, 49,
50%, dan skala 9 = luas permukaan daun
56, dan 63 HST. Aplikasi Tribac dilakukan
terinfeksi 50% - 100%.
dengan cara menyemprotkan larutan Tribac
ke bagian daun tanaman jagung sesuai tingkat HASIL DAN PEMBAHASAN
konsentrasi yang diuji. Nilai Skala Kerusakan Tanaman Jagung
Untuk mengetahui efektivitas agens Akibat Helminthosporium sp. Setelah
hayati Tribac mengendalikan penyakit hawar Aplikasi Agens Hayati Tribac
daun Helminthosporium sp. yang telah Data pengamatan nilai skala
diinfeksikan kepada tanaman jagung, kerusakan tanaman jagung akibat serangan
dilakukan pengamatan intensitas serangan
hawar daun setelah aplikasi I, II, III, IV, V
penyakit. Pengamatan dilakukan sebanyak 6 dan VI agens hayati Tribac pada saat
kali pada masing-masing tanaman yang telah tanaman jagung berumur 28, 35, 42, 49, 56,
disemprot agen hayati Tribac. Pengamatan dan 63 HST dijadikan dasar untuk
intensitas serangan, dilakukan pada saat mengetahui intensitas serangan patogen. Dari
tanaman berumur 28, 35, 42, 49, 56, dan 63 data nilai skala kerusakan, melalui
HST. perhitungan rumus : I = {∑ (ni x vi) / (Z x
Pengamatan Intensitas Serangan Penyakit N)} x 100%, diperoleh data intensitas
kerusakan tanaman jagung, seperti tertera
Pengamatan dilakukan dengan
pada tabel 1.
menghitung intensitas kerusakan daun
tanaman yang disebabkan oleh hawar daun Dari hasil analisis sidik ragam
Helminthosporium turticum. diketahui, aplikasi agens hayati Tribac dalam
berbagai tingkat konsentrasi mempengaruhi
Tingkat intensitas kerusakan daun
intensitas kerusakan tanaman jagung. Untuk
tanaman jagung dihitung menggunakan
mengetahui perbedaan intensitas kerusakan
rumus Direktorat Perlindungan Tanaman
tanaman jagung antar tingkat konsentrasi,
Pangan (2007) : I = { ∑ (ni x vi) / (Z x N) } x
dilakukan pengujian dengan uji jarak Duncan
100 %, dimana : I = intensitas serangan (%),
yang hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut.
ni=jumlah tanaman atau bagian tanaman

Jurnal Ilmiah Pertanian, Vol. 17, No.1, Agustus 2020 54


Tabel 1. Intensitas Serangan Penyakit Hawar Daun Tanaman Jagung Setelah Aplikasi Agens Hayati Tribac

Perlakuan Intensitas Serangan Hawar Daun (%) Setelah Aplikasi Agen Hayati Tribac
I (28 HST) II (35 HST) III (42 HST) IV (49 HST) V (56 HST) VI (63 HST)
T0 14,88 a 16,50 a 18,00 a 32,10 a 35,63 a 60,00 a
T1 11,88 b 13,40 b 14,00 b 26,00 b 28,63 b 48,70 b
T2 8,75 c 9,70 c 9,90 c 20,50 c 21,60 c 36,00 c
T3 5,40 d 6,30 d 6,50 d 14,40 d 15,33 d 24,30 d
T4 1,85 e 3,00 e 3,00 e 7,50 e 8,50 e 11,00 e

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama, menyatakan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji jarak Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Pada pengamatan pertama (28 HST), namun bagian atas belum terdapat serangan
serangan penyakit hawar daun hawar daun Helminthosporium sp. Hasil ini
Helminthosporium sp. masih sedikit. Pada sejalan dengan pendapat Sudjono (2018)
pengamatan ini, intensitas serangan terbesar yang menyatakan penyakit hawar daun,
terdapat pada perlakuan tanpa aplikasi agen awalnya menyerang daun bagian bawah dan
hayati Tribac T0 (14,88%). Sedangkan akan menyebar ke daun yang lebih muda.
intensitas serangan terendah (1,85%) Pada pengamatan ketiga (42 HST), nilai
dihasilkan tingkat konsentrasi aplikasi 0,4% intensitas serangan penyakit cenderung
(T4). mengikuti pola intensitas hasil pengamatan
sebelumnya. Intensitas serangan tertinggi
Hal ini disebabkan pada aplikasi
(18,00%) tetap dihasilkan perlakuan tanpa
pertama intensitas serangan hawar daun
aplikasi agen hayati Tribac. Sedangkan
Helminthosporium sp. masih baru muncul.
serangan terendah (3,00%) dihasilkan
Pelaksanaan penginfeksian inokulum kepada
perlakuan T4 (tingkat konsentrasi aplikasi
tanaman jagung dilakukan pada saat tanaman
0,4%).
jagung berumur 10 HST. Gejala pertama
penyakit hawar daun mula-mula terlihat Pengamatan keempat (49 HST),
bercak kecil, kemudian bercak semakin intensitas serangan hawar daun tertinggi
memanjang berbentuk elips. Bercak-bercak sudah mencapai 32,10% (T0). Pemberian
tersebut pertama kali terdapat pada daun Tribac dengan konsentrasi yang bertingkat,
bawah (daun tua) kemudian berkembang mampu menekan intensitas penyakit, namun
menuju daun atas (daun muda). tetap ada peningkatan intensitas serangan.
Pada pengamatan kelima (56 MST), terlihat
Pada pengamatan kedua (35 HST),
intensitas serangan terus mengalami
terlihat intensitas serangan semakin
peningkatan. Intensitas serangan tertinggi
meningkat dibanding pengamatan pertama
(35,63%) tetap dihasilkan perlakuan tanpa
pada saat 28 HST. Pada 35 HST, intensitas
agen hayati Tribac (T0), disusul perlakuan
serangan tertinggi juga dihasilkan T0
Tribac konsentrasi rendah. Dari tabel terlihat,
(16,50%) dan intensitas serangan terendah
semakin tinggi tingkat konsentrasi aplikasi
(3,00%) terdapat pada tingkat konsentrasi
Tribac, intensitas serangan cenderung
0,4% (T4). Pada pengamatan 35 HST
semakin menurun. Tingkat konsentrasi
diketahui bahwa seluruh perlakuan
aplikasi Tribac 0,4% menghasilkan intensitas
menghasilkan intensitas serangan yang
serangan patogen hawar daun yang terendah
berbeda nyata. Pada pengamatan ketiga (42
(hanya 8,50%) yang berbeda nyata dengan
HST) secara visuil terlihat bagian bawah
perlakuan lainnya.
tanaman jagung sudah ada yang mengering,

Jurnal Ilmiah Pertanian, Vol. 17, No.1, Agustus 2020 55


Hasil pengamatan terakhir (63 HST), memperlihatkan intensitas serangan yang
memperlihatkan pola yang sejalan dengan terkecil.
hasil pengamatan sebelum-sebelumnya. Grafik intensitas serangan penyakit
Intensitas serangan yang dihasilkan perlakuan hawar daun setelah 6 kali aplikasi agen hayati
tanpa penyemprotan agen hayati Tribac (T0) Tribac tertera paga gambar 1. Dari gambar
menghasilkan intensitas serangan hawar daun terlihat semakin tua umur tanaman jagung,
yang tertinggi, mencapai 60,00%. Tingkat intensitas serangan penyakit hawar daun
konsentrasi aplikasi Tribac yang cenderung semakin menaik. Laju
menghasilkan intensitas serangan yang peningkatan intensitas serangan yang paling
terendah (11,00%) dihasilkan oleh tingkat rendah pada setiap stadia umur tanaman,
konsentrasi aplikasi Tribac 0,4% yang dihasilkan oleh aplikasi agen hayati Tribac
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. dengan tingkat konsentrasi tertinggi (0,4%).
Perlakuan tingkat konsentrasi aplikasi Tribac
0,4% untuk seluruh tahapan pengamatan

70

60 T0
Intensitas Serangan (%)

50 T1

40 T2

30 T3

20
T4
10

0
28 35 42 49 56 63
Umur Tanaman (HST)

Gambar 1. Grafik Intensitas Serangan Hawar Daun Helminthosporium sp. setelah Aplikasi Agen Hayati Tribac

Hasil ini sejalan dengan laporan hayati Tribac memperlihatkan hubungan


Dharma (1993) dalam Prematirosari (2006) yang bersifat linier (gambar 2). Terlihat
yang menyatakan intensitas serangan patogen kecenderungan, semakin tinggi tingkat
cenderung meningkat dengan bertambahnya konsentrasi agen hayati Tribac, tingkat
umur tanaman. Pada saat tanaman jagung kesembuhan tanaman semakin besar
berumur 66 hari, Dharma (1993) melaporkan (intensitas serangan semakin kecil).
intensitas serangan penyakit hawar daun Perlakuan kontrol (tanpa agens hayati Tribac)
mencapai 78,72%. Gambar 1 memperlihatkan menghasilkan intensitas serangan penyakit
laju peningkatan intensitas serangan yang hawar daun paling besar. Hasil ini
paling rendah pada setiap stadia umur mengindikasikan agen hayati Tribac bisa
tanaman, dihasilkan oleh aplikasi agen hayati dimanfaatkan untuk mengurangi
Tribac dengan tingkat konsentrasi tertinggi (memperkecil) perkembangan penyakit
T4 (0,4%). Analisis regresi tingkat hawar daun yang disebabkan pathogen
kesembuhan tanaman jagung dari serangan Helminthosporium sp.
penyakit hawar daun setelah aplikasi agen

Jurnal Ilmiah Pertanian, Vol. 17, No.1, Agustus 2020 56


ŷ = 10,95 + 110,87 X
r = 2,2439

70
60
Tingkat Kesembuhan (%) 50
40
30
20
10
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
Konsentrasi Tribac (%)

Gambar 2. Kurva Respons Tingkat Kesembuhan Tanaman Jagung dari Penyakit Hawar Daun Helminthosporium
sp. Akibat Aplikasi Agen Hayati Tribac

Sihombing (2010), melaporkan hasil penyebab penyakit. Hifa yang telah berhasil
uji lapangan pengendalian Helminthosporium mendegradasi dinding sel patogen,
sp yang menyerang tanaman jagung. Dengan selanjutnya akan masuk ke dalam lumen
mengaplikasikan Trichoderma sp. secara jamur target. Maspary (2011) menyatakan,
tunggal hanya dapat mengendalikan penyakit Jamur antagonis Trichoderma sp. merupakan
kurang lebih 45%. Dengan Coryne bakterium agens pengendali hayati yang mempunyai
secara tunggal, juga hanya dapat menekan banyak mekanisme dalam menyerang dan
tingkat kerusakan yang disebabkan jamur merusak patogen tanaman. Jamur
Helminthosporium sp. sebesar 47.5%. Trichoderma sp. diketahui memiliki beberapa
Dengan penggabungan bakteri antagonis mekanisme dalam pengendalian penyakit
Coryne bacterium dan jamur antagonis tanaman seperti melalui mikoparasit, induksi
Trichoderma sp. dapat menekan resistensi, serta pemacu pertumbuhan.
perkembangan jamur Helminthosporium sp Coryne bacterium merupakan salah satu agen
hingga 95%. Hal ini sejalan dengan hasil uji hayati. Selain bakteri antagonis, Coryne
aplikasi agens hayati Tribac yang dilakukan. bacterium juga dapat mengendalikan
Pada pengamatan terakhir (56 HST) tingkat penyakit hawar daun yang disebabkan oleh
konsentrasi aplikasi Tribac 0,4% jamur Exserohilum turticum, bercak daun
menghasilkan intensitas serangan yang Helminthosporium sp dan Cercospora sp
terendah (11,00%). Ini berarti agens hayati pada tanaman jagung, penyakit akar gada
Tribac yang diuji mampu menekan tingkat (Plasmodiophora brassicae) pada tanaman
kerusakan tanaman jagung yang disebabkan kubis, penyakit layu bakteri (Ralstonia
jamur Helminthosporium sp sebesar 89%. solanacearum) pada tanaman pisang, serta
hawar daun jingga yang disebabkan
Selain Jamur antagonis, Trichoderma
Pseudomonas sp pada tanaman padi
sp. juga mampu memproduksi senyawa
(Maspary, 2011).
ekstraseluler eksokitinase yang menghasilkan
fungitoksic yang bekerja mendegradasi Dari uji aplikasi agens hayati Tribac
dinding sel patogen. Selain itu, hifa yang dilakukan, ada persesuaian dengan hasil
Trichoderma juga memproduksi enzim yang uji yang dilaksanakan Sinaga (2008) yang
mampu mendegradasi dinding sel patogen menyimpulkan, bahwa jamur Trichoderma sp

Jurnal Ilmiah Pertanian, Vol. 17, No.1, Agustus 2020 57


merupakan jamur yang dapat menjadi agen kemampuan mikoparasit dan persaingannya
biokontrol. Jamur ini bersifat antagonis bagi yang kuat dengan patogen (Maspary, 2011).
jamur lainnya, dimana aktifitas antagonis KESIMPULAN
yang dimaksud dapat meliputi persaingan,
parasitisme dan predasi dalam pengendalian Aplikasi agens hayati Tribac efektif
organism pengganggu tanaman dan bersifat mengendalikan penyakit hawar daun yang
ramah lingkungan. disebabkan patogen Helminthosporium sp.
pada tanaman jagung. Tingkat konsentrasi
Penerapan pengendalian hama aplikasi agen hayati Tribac 0,4%
terpadu (PHT) untuk mengendalikan OPT menghasilkan penurunan intensitas serangan
merupakan kesadaran baru dalam di bidang yang terendah (11%). Agen hayati Tribac
pertanian. Yaitu dengan cara memaksimalkan
berperan membatasi perkembangan penyakit
penerapan berbagai metode pengendalian hawar daun, tetapi belum memperlihatkan
hama secara kompherensif dan mengurangi hasil menyembuhkan atau menghilangkan
pemakaian pestisida. Salah satu komponen penyakit secara total.
PHT tersebut adalah pengendalian hayati
dengan memanfaatkan bakteri antagonis. SARAN
Berbagai penelitian tentang bakteri antagonis, Perlu dilakukan penelitian lanjutan, dengan
terbukti bahwa beberapa jenis bakteri, menguji tingkat konsentrasi agen hayati
potensial digunakan sebagai agensia hayati. Tribac yang lebih tinggi, sehingga didapatkan
Bakteri-bakteri antagonis ini selain dapat tingkat konsentrasi yang efektif untuk
menghasilkan antibiotik, juga bisa berperan pengendalian penyakit hawar daun tanaman
sebagai kompetitor terhadap unsur hara bagi jagung.
patogen tanaman.
UCAPAN TERIMA KASIH
Agen hayati Tribac merupakan
perpaduan antara jamur dan bakteri yang Penghargaan dan ucapan terima kasih yang
dapat mengendalikan penyakit hawar daun setinggi-tingginya disampaikan kepada
Helminthosporium sp. Dalam hal ini jamur Kepala Laboratorium Peramalan Hama
Trichoderma sp. berperan sebagai agens Penyakit Tanaman Pangan Pematang
biokontrol karena bersifat antagonis terhadap Kerasaan Kabupaten Simalungun atas izin
jamur lainnya. Sedangkan bakteri Coryne penggunaan fasilitas laboratorium dan juga
bacterium juga berperan sebagai bakteri kepada Staf Laboratorium yang telah
antagonis yang dapat mengendalikan hawar membantu penulis mulai dari persiapan
daun Helminthosporium sp. Sifat antagonis hingga pelaksanaan penelitian.
Trichoderma sp. disebabkan Trichoderma sp. DAFTAR PUSTAKA
mampu menghasilkan metabolit gliotoksin
dan viridin sebagai antibiotik dan beberapa Adisarwanto, T dan Y.E. Widyastuti. 2000.
spesies juga menghasilkan sejumlah enzim Meningkatkan Produksi Jagung.
ekstraseluler beta (1,3) glukonase dan Penebar Swadaya, Jakarta.
kitinase yang dapat melarutkan dinding sel Dharma A. 1993. Pengamatan Penyakit
patogen dan menyebabkan eksolisis pada hifa Penting Pada Tanaman Kacang Tanah
inangnya. Beberapa anggota Trichoderma sp. (Arachis hypogaea L.), Jagung
juga ada yang menghasilkan toksin Manis (Zea mays saccharata Sturt.)
trichodermin. Toksin tersebut dapat dan Kedelai (Glycine max L.) di Kebun
menyerang dan menghancurkan propagul Percobaan IPB Cikarawang,
yang berisi spora-spora patogen disekitarnya. Kabupaten Bogor. Fakultas Pertanian,
Tetapi proses yang terpenting adalah Institut Pertanian Bogor.

Jurnal Ilmiah Pertanian, Vol. 17, No.1, Agustus 2020 58


Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Sinaga, MS., 2008. Tehnologi Pengendalian
2007. Pedoman Pengantar dan Agens Hayati, Institut Pertanian Bogor
Pelaporan Perlindungan Tanaman Sopialena, 2018. Pengendalian Hayati
Pangan dan Hortikultura. Direktorat dengan Memberdayakan Potensi
Perlindungan Tanaman Pangan. Jakarta. Mikroba. Mulawarman University
Girsang, W. 2009. Dampak Negatif Press. Samarinda.
Penggunaan Pestisida. Fakultas Sudjono, M.S. 2018. Penyakit Jagung dan
Pertanian. Universitas Simalungun Pengendaliannya.
Pematangsiantar. http://balitsereal.litbang.pertanian.go.
Hamidson H, Suwandi S, Effendy TA. 2019. id/wp
Development of some corn leaf content/uploads/2018/08/11penyakit.pd
diseases caused by mushrooms in f
north Indralaya Sub-District Ogan Ilir
District. In: Herlinda S et al. (Eds.),
Prosiding Seminar Nasional Lahan
Suboptimal 2019, Palembang 4-5
September 2019. Palembang: Unsri
Press.
Maspary, 2011. Trichoderma sp Sebagai
Pupuk Biologis dan Biofungisida.
http://www.gerbangpertanian.com/20
11/02/trichoderma-sp-sebagai-pupuk-
biologis.html
Prematirosari, M.B. 2006. Pengendalian
Penyakit Hawar Daun
(Helminthosporium turcicum ) pada
Jagung Manis Dengan Bakteri Pemacu
Pertumbuhan Tanaman.
https://repository.ipb.ac.id/jspui/handl
e/123456789/1657.diakses 20 Agustus
2018.
Roliyah, Y., 2000. Laporan Perkembangan
Penyakit Hawar Daun Pada Tanaman
Jagung di Provinsi Sumatera Utara.
Balai Proteksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura I, Medan.
Saenong, MS. 2007. Beberapa Senyawa
Pestisida yang Berbahaya. Prosiding
Seminar Ilmiah dan Pertemuan
Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda
Sulawesi Selatan. http://www.peiffi-
komdasulsel.org
Sihombing., 2010. Analisis Perbanyakan
Agens Hayati. Laboratorium PHP
Pematang Kerasaan.

Jurnal Ilmiah Pertanian, Vol. 17, No.1, Agustus 2020 59


Jurnal Ilmiah Pertanian, Vol. 17, No.1, Agustus 2020 60

Anda mungkin juga menyukai