Disusun oleh:
P 17335112217
Tingkat 1-B
Jurusan Farmasi
2013
OLEUM IECORIS ASELLI 30% EMULSI CAIR
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengenal dan memahami cara pembuatan dan komposisi sediaan emulsi cair
Oleum Iecoris Aselli.
2. Menentukan formulasi yang tepat untuk sediaan emulsi cair Oleum Iecoris Aselli.
3. Menentukan hasil evaluasi sediaan emulsi cair Oleum Iecoris Aselli.
Zat-zat yang terkandung dalam oleum iecoris aselli adalah: Vitamin A dan D,
Gliserida trimalmitat dan tristearat, kolesterol, gliserida dan asam-asam jenuh,
yang disebut asam morrhuat, berupa campuran berbagai asam : asam yakoleat,
asam terapiat, asam aselat, asam gadinat, yodium, basa-basa aselin dan morrhuin.
Efek farmakologi: Sebagai sumber vitamin A, vitamin D, asam lemak tak
jenuh yang merupakan faktor-faktor makanan dasar dan tidak terjadi dalam
kandungan vitamin A dan vitamin D. Sari minyak ikan atas salepnya sangat
mendukung untuk mempercepat penyembuhan luka bakar, koreng, menekan salut
dan luka pada permukaan, tetapi observasi yang terkontrol telah menghentikan
nilai penguatan yang tegas. Dan asam lemak omega-3 berkhasiat untuk penurunan
kadar kolesterol dalam darah.
Fungsinya vitamin A penting sekali bagi sintesa redopsin, suatu pigmen foto
sintetif yang terurai oleh cahaya dan memungkinkan kita untuk melihat dalam
keadaan setengah gelap.
Oleum Iecoris Aseli [FI edisi III hal. 457, FI edisi IV hal. 628]
Pemerian Kuning pucat, bau khas, agak manis, tidak tengik, rasa
khas
Kelarutan Sukar larut dalam etanol (95%) P; mudah larut dalam
kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak
tanah P.
Bobot jenis Antara 0,98 dan 0,927
Bobot per ml 0,917 sampai 0,924
Glycerolum 10 g
Gummi Arabicum 30 g
Aquadest 215 g
V. PREFORMULASI EKSIPIEN
Berdasarkan FORNAS edisi II hal. 217 bahan eksipien ada yang kami
tambahkan dan ada yang kami kurangi berdasarkan permasalahan zat aktif dan
sediaan yang akan kami buat. Preformulasi Oleum Iecoris Aseli 30%
Bahan Jumlah
Oleum Iecoris Aseli 30%
Glycerolum 15%
Pulvis Gummi Arabicum 15%
Natrium Benzoat 0,2%
BHT 0,05%
Essens Orange Qs
Aquadest Ad 100%
Pemerian Acasia adalah serbuk putih atau kuning putih, tidak berbau,
dan mempunyai rasa lemah.
Kelarutan Larut dalam 20 bagian gliserin, dalam 20 bagian
propilenglikol, dalam 2,7 bagian air, dan praktis tidak larut
dalam etanol 95%.
Data fisik pH : 4,5 – 5
Bobot jenis : 1,35 – 1,49 g/cm3
Viskositas : 100 mPa/s (100 cP) untuk larutan 30% pada
suhu 200C.
Stabilitas Larutan acasia tahan terhadap degradasi bakteri atau reaksi
enzimatik tetapi harus diberi pengawet terlebih dahulu
dengan dididihkan dalam waktu pendek untuk menon-
aktifkan enzim yang ada. Larutan encer dapat diawetkan
dengan penambahan pengawet antimikroba seperti asam
benzoat, natrium benzoat, atau campuran methyl paraben
dan prophyl paraben.
Inkompatibilitas Acasia tidak kompatibel dengan beberapa zat seperti
amidopirin, apomorphin, kresol, etanol 90%, garam besi,
morfin, fenol, fisostigmin, tannin, thymol, dan vanili.
Dalam emulsi, acasia tidak cocok dengan sabun.
Kegunaan Emulgator, suspending agent, basis pil, pengikat tablet.
Glycerolum (RM : C3H8O3; BM : 92,09) [FI edisi III hal. 217, HOPE 6th ed,
halaman 283-284]
Pemerian Cairan seperti sirop ;jernih, tidak berwarna; tidak berbau;
manis diikuti rasa hangat. Higroskopik. Jika disimpan
beberapa lama pada suhu rendah dapat memadat membentuk
massa hablur tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu
mencapai lebih kurang 20.
Kelarutan Dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%) P; praktis
tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P, dan dalam
minyak lemak.
Data fisik Titik didih: 2900C (dengan penguraian)
Densitas:
1.2656 g/cm3 pada 150C;
1.2636 g/cm3 pada 200C;
1.2620 g/cm3 pada 250C.
Titik nyala 1760C (open cup)
Titik leleh 17.80C
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik.
Stabilitas Gliserin bersifat higroskopis.
Gliserin murni tidak rentan terhadap oksidasi oleh
suasana dibawah kondisi penyimpanan biasa, tetapi terurai
pada pemanasan dengan evolusi akrolein beracun. campuran
gliserin dengan air, etanol (95%), dan propilen glikol adalah
kimia yang stabil.
Kegunaan Sebagai antimikroba preservatif, emolien, humektan,
plasticizer dalam pelapis film tablet, solven dalam formula
parenteral, dan pemanis.
Natrium Benzoat (RM : C7H5NaO2 BM : 144,11) [FI edisi III hal: 395, HOPE 6th
ed, hal. 627-628]
Pemerian Butiran atau serbuk hablur; putih; tidak berbau atau hamper
tidak berbau.
Kelarutan Larut dalam 2 bagian air dan dalam 90 bagian etanol (95%)
P.
Data fisik Titikbeku = 0,24
Densitas = 1,497 – 1,527 gr / cm3
Pemakaian sediaan oral = 0.02-0.5 %
Pemakaian sediaan parenteral = 0.5 %
Pemakaian sediaan kosmetik = 0.1-0.5 %
Stabilitas Larutan natrium benzoate dapat di sterilkan dengan autoklaf
atau penyaringan. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik
di tempat sejuk dan kering.
Inkompatibilitas Tidak stabil dengan senyawa kuartener, gelatin, garam besi,
garam kalsium, dan garam dari logam berat termasuk perak,
timah, dan merkuri. Aktifitas pengawet dapat dikurangi
dengan interaksi kaolin atau surfaktan non ionik.
Kegunaan Zat pengawet
BHT (Butyl Hidroksi Toluen) (BM: 220,35; RM : C15H24O)[HOPE 6th hal. 75-77]
%Kadar
NO. Bahan Fungsi
penggunaan
1 Oleum
30% Zat aktif
IecorisAseli
2 Glycerolum Pemanis dan Anti
15%
caplocking
3 Pulvis Gummi
15% Emulgator
Arabicum
4 Natrium Benzoat 0,2% Pengawet
5 BHT 0,05% Antioksidan
6 Essen Orange Qs Flavoring Agent
7 Aquadest Ad 100% Pembawa
ALAT DAN BAHAN
Alat Bahan
6 Aquadest Ad 50 ml
6 Aquadest Ad 100 ml
2. Evaluasi Sediaan
Evaluasi dan Prosedur Hasil Pengamatan dan
No Syarat
(lengkap) Evaluasi Perhitungan
Organoleptika Sediaan emulsi minyak
Pemeriksaan visual ikan berwarna putih
meliputi pengamatan susu agak kekuningan.
1 -
warna, bau, rasa, tekstur Berbau khas minyak
dan ketercampuran antara ikan tidak tertutupi,
minyak dan air. karena tidak ada
penambahan flavoring
agent.
Sediaan terasa manis
Sediaan tercampur
merata, tidak ada
pemisahan antara fase
air dan fase minyak
Pengujian dengan
penuangan ke sendok
takar, kekentalannya
bagus, tidak terlalu
kental dan tidak terlalu
encer.
X. PEMBAHASAN
Emulsi merupakan sistem 2 fase yang saling tidak tercampur, 1 fase terdispersi
dalam fase lain dalam bentuk droplet-droplet yang berukuran 0,5 – 100 µm. Fase
cair dalam bentuk droplet disebut fase terdispers/fase internal, dan fase yang lain
disebut fase pendispers/fase kontinyu/fase eksternal. Ada 2 tipe emulsi yaitu tipe
emulsi W/O (water in oil) dan tipe O/W (oil in water).
Emulsi oleum iecoris aselli merupakan emulsi tipe O/W (oil in water) dimana
fase terdispers/fase internalnya adalah zat aktif itu sendiri yaitu minyak ikan
(oleum iecoris aselli).
Emulsi oleum iecoris ditujukan untuk penggunaan oral, dengan kandungan
vitamin A dan D, gliserida trimalmitat dan tristearat, kolesterol, gliserida dan
asam-asam jenuh. Yang paling banyak digunakan untuk terapi pada defisiensi
vitamin A dan D, penambah nafsu makan, penyembuhan luka bakar (dalam
bentuk salep), dan kandungan asam lemak omega-3 (EPA, DHA) yang berkhasiat
menurunkan kadar kolesterol dalam darah.
Pada percobaan ini penggunaan oleum iecoris aselli sebagai zat aktif, oleum
iecoris aselli tidak memiliki nilai HLB, maka penambahan emulgator dipilih yang
memiliki kelarutan cukup baik dengan air sebagai fase luar/pendispers.
Selain itu, pada percobaan ini masih ada beberapa permasalahan, yaitu :
1. Zat aktif praktis tidak larut dalam air.
2. Zat aktif tidak stabil pendispersinya.
3. Zat aktif memiliki rasa yang tidak enak.
4. Sediaan rentan terhadap pertumbuhan mikroba.
5. Umumnya minyak mudah teroksidasi.
6. Zat aktif memiliki bau khas yang tidak elegan.
7. Zat aktif tidak tahan pada cahaya.
Pada percobaan ini, proses pembuatan emulsi dibagi 2, yang pertama dengan
sediaan optimasi atau percobaan yang dilakukan dengan jumlah bahan sebanyak
setengahnya dari jumlah total sediaan yang diinginkan (0,5 x 100 ml = 50 gram).
Hal ini dilakukan dengan tujuan percobaan, sebelum membuat formulasi yang
lebih besar. Setelah sediaan optimasi selesai, emulsi dimasukkan kedalam tabung
sedimentasi untuk lebih mudah melakukan evaluasi sediaan apakah terjadi
creaming (pemekatan minyak di permukaan atau di dasar wadah) atau tidak.
Kemudian emulsi yang sudah dimasukkan kedalam tabung sedimentasi diamati
selama 15 menit.
Setelah pembuatan sediaan optimasi berhasil, maka dibuat formulasi yang
diinginkan (100 ml), dengan perlakuan sama seperti perlakuan pada sediaan
optimasi. Setelah semua berhasil maka sediaan disimpan untuk evaluasi hasil
sediaan. Evaluasi hasil sediaan dilakukan 1 jam setelah sediaan didiamkan,
kemudian dilihat apakah terjadi creaming atau tidak. Setelah dilakukan evaluasi
hasil sediaan yang pertama, sediaan disimpan selama 5 hari pada suhu kamar,
kemudian dievaluasi kembali.
Pada percobaan ini, sediaan emulsi oleum iecoris aselli bisa dikatakan
berhasil, karena setelah dilakukan evaluasi sediaan, hasilnya tidak terjadi
creaming antara kedua fase tercampur sempurna, rasa manis dan tidak terjadi cap-
locking, tidak tengik dan tetap tercium bau khas minyak ikan, tidak terjadi
pertumbuhan mikroba, pada saat dituang ke sendok takar viskositas dan
teksturnya lembut tidak terbentuk granul, tidak terlalu kental dan tidak terlalu
encer.
XI. KESIMPULAN
Formula yang diusulkan untuk sediaan Emulsi Cair Oleum Iecoris Aselli 30%
adalah :
R/ Oleum Iecoris Aselli 30 %
Pulvis Gummi Arabicum (P.G.A) 15 %
Glycerol 15 %
Natrium Benzoat 0,2 %
Butil Hidroksi Toluena (BHT) 0,05 %
Aquadestillata ad 100 ml
Data hasil pengamatan secara organoleptik pada sediaan emulsi oleum iecoris
adalah sebagai berikut :
Warna : Putih susu agak kekuningan.
Bau : Khas minyak ikan.
Rasa : Manis.
Lain-lain : Sediaan tercampur merata dan terlihat lembut, tidak ada pemisahan
antara fase air dan fase minyak, dan tidak terbentuk granul. Bau khas
minyak ikan tidak tertutupi karena tidak ada penambahan flavoring
agent. Ketika dituang ke sendok takar, kekentalannya bagus tidak
terlalu kental dan tidak terlalu encer.
Dari hasil percobaan formula ini, kami simpulkan formulasi yang kami buat
baik untuk sediaan emulsi Oleum Iecoris Aseli 30% tipe o/w dengan formulasi
yang kami usulkan.
XII. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia edisi III,
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV,
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional edisi II,
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Rowe, Raymond C. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th ed.,
London : Pharmaceutical Press.
Than Hoan Tjay dan Rihana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting edisi VI, Jakarta :
Elex Media Komputindo.