Anda di halaman 1dari 18

ETIKA DALAM BISNIS KONVENSIONAL DAN BISNIS ISLAM

Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan


kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan
kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang
bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang
menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat
membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji
(good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis
sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis
serta kelompok yang terkait lainnya. Mengapa ?
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha
dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional.
Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan
yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat
maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika
sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada
pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika,
jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa
diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang
menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu
pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak
merugikan siapapun dalam perekonomian.

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain ialah

1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu
mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun
dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri
tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak
lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan
pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu
merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus
memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)

Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat,


bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang
dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi
sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi
pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup
keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku
bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung
jawab terhadap masyarakat sekitarnya.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh


pesatnya perkembangan informasi dan teknologi

Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi,


tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan
kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang
dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

4. Menciptakan persaingan yang sehat

Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan


kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan

2
sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan
golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan
besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya.
Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang
seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"

Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat


sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa
mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi"
lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa
mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat
sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Mampu menyatakan yang benar itu benar

Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima
kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan
menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong"
dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi"
serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.

7. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan


golongan pengusaha kebawah

Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling


percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha
lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha
lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya
ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan
kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam
dunia bisnis.

3
8. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama

Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat
terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika
tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara
ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk
melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika
bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.

9. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah


disepakati

Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan
suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

10. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif
yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut,
seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah.
Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini
sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin
pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.1

B. Etika Bisnis Dalam Islam Dan Sumbernya


Etika bisnis dalam Islam memposisikan pengertian bisnis sebagai usaha
manusia untuk mencari keridhaan Allah swt. Bisnis tidak bertujuan jangka pendek,
individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika,
tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab
pribadi dan sosial dihadapan masyarakat, Negara dan Allah swt.

1
Arujanto, Agus, S.E., 2011 M.M. Etika bisnis bagi pelaku bisnis.Jakarta: PT. Raja Pindo
Persada. Hlm. 1.

4
Secara umum ajaran Islam menawarkan nilai-nilai dasar atau prinsip- prinsip
umum yang penerapannya dalam bisnis disesuaikan dengan perkembangan zaman
dan mempertimbangkan dimensi ruang dan waktu. Dalam Islam terdapat nilai-nilai
dasar etika bisnis, diantaranya adalah tauhid, khilafah, ibadah, tazkiyah dan ihsan.
Dari nilai dasar ini dapat diangkat ke prinsip umum tentang keadilan, kejujuran,
keterbukaan (transparansi), kebersamaan, kebebasan, tanggungjawab dan
akuntabilitas.2
Islam sangat menekankan nilai etika dalam kehidupan manusia. Sebagai satu
jalan, pada dasarnya Islam merupakan kode perilaku etika dan moral bagi kehidupan
manusia. Islam memandang etika sebagai satu bagian dari sistem kepercayaan
muslim (iman). Hal tersebut memberikan satu otoritas internal yang kokoh untuk
memberikan sanksi dan memberikan dorongan dalam melaksanakan standar-standar
etika. Konsep etika dalam Islam bukan relatif, namun prinsipnya bersifat abadi dan
mutlak.

Adapun konsep Etika Bisnis Islam adalah sebagai berikut:


1. Konsep Ke-Tuhanan
Dalam dunia bisnis Islam masalah Ke-Tuhanan merupakan hal yang
harus dikaitkan keberadaannya dalam setiap aktifitas bisnis. Manusia
diwajibkan melaksanakan tugasnya terhadap Tuhannya, baik dalam bidang
ibadah maupun muamalah. Dalam bidang bisnis, ajaran Tuhan meletakkan
konsep dasar halal dan haram yang berkenaan dengan transaksi. Semua hal
yang menyangkut dan berhubungan dengan harta benda hendaknya dilihat dan
dihukumi dengan dua kriteria halal atau haram.
2. Pandangan Islam terhadap Harta
Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini,
termasuk harta benda adalah Allah SWT. Manusia hanya sebagai pemegang
amanah karena tidak mampu mengadakan benda dari tiada. Harta sebagai
2
Nur Samsiyah “ keadilan dalam Islam” dalam http://www.Keadilan dalam Islam.Info.html 20
Maret 2012

5
perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinnya dengan baik
dan tidak berlebih- lebihan. Manusia memiliki kecenderungan untuk memiliki,
menguasai, dan menikmati harta.3
Islam tidak memandang harta dan kekayaan sebagai penghalang untuk
mencari derajat yang tertinggi dan taqarrub kepada Allah. Al-Qur’an di
berbagai ayatnya menegaskan bahwa ke kayaan dan kehidupan nyaman
sebagian besar merupakan karunia dari Allah SWT bagi hamba- hamba-Nya
yang beriman dan bertaqwa sebagai balasan atas amal shaleh dan upaya mereka
yang disyukuri Allah.4
Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa pembelanjaan harta benda harus
dilakukan dalam kebaikan atau jalan Allah dan tidak pada sesuatu yang dapat
membinasakan diri. Harus menyempurnakan takaran dan timbangan dengan
neraca yang benar. Dijelaskan juga bahwa ciri-ciri orang yang mendapat
kemuliaan dalam pandangan Allah adalah mereka yang membelanjakan harta
bendanya tidak secara berlebihan dan tidak pula kikir.

3. Konsep Benar
Benar adalah ruh keimanan, ciri utama orang mukmin, bahkan ciri para
nabi. Tanpa kebenaran, agama tidak akan tegak dan tidak akan stabil. Bencana
terbesar di dalam pasar saat ini adalah meluasnya tindakan dusta dan batil,
misalnya berbohong dalam mempromosikan barang dan menetapkan harga.
Oleh karena itu salah satu karakter pedagang yang terpenting dan diridhai oleh
Allah ialah kebenaran.

Perilaku yang benar mengandung kerja yang baik, sangat dihargai dan
dianggap sebagai suatu investasi bisnis yang benar –benar menguntungkan.

3
Muhammad Syafi’I Antonio,Bank syariah dari teori ke praktek , (Jakarta: Gema Insani,
2001), 9
4
Qardhawi, Darul Qiyam Wal Akhlaq Fil Iqtishadil Islami, (Jakarta: Gema Insani, 2002),

6
Karena hal itu akan menjamin adannya kedamaian di dunia dan juga
kesuksesan di akhirat.5

4. Amanat
Menurut Islam, kehidupan manusia dan semua potensinnya merupakan
suatu amanat yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Islam mengarahkan
para pemeluknya untuk menyadari amanat ini dalam setiap langkah kehidupan.
Persoalan bisnis juga merupakan amanat antara masyarakat dengan individu
dan Allah. Semua sumber bisnis hendaknya diperlakukan sebagai amanat
ilahiah oleh pelaku bisnis. Sehingga ia akan menggunakan sumber daya
bisnisnya dengan sangan efisien.
Dalam transaksi jual beli, sifat amanat sangat diperlukan karena dengan
amanat, maka semua akan berjalan dengan lancar. Dengan sifat amanat, para
penjual dan pembeli akan memiliki sifat tidak saling mencurigai bahkan tidak
khawatir walau barangnya di tangan orang lain. Memulai bisnis biasanya atas
dasar kepercayaan. Oleh karena itu, amanah adalah komponen penting dalam
transaksi jual beli.
Sebagaimana dalam Al- Qur’an surat An- Nisaa’ ayat 58 yang berbunyi :

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada


yang berhak menerimanya”.(QS. An-Nisa, 58).

5. Jujur
Sifat jujur merupakan sifat Rasulullah saw yang patut ditiru. Rasulullah
saw dalam berbisnis selalu mengedepankan sifat jujur. Beliau selalu
menjelaskan kualitas sebenarnya dari barang yang dijual serta tidak pernah
berbuat curang bahkan mempermainkan timbangan. Oleh karena itu,
pentingnya kejujuran dalam pola transaksi jual beli karena kejujuran dapat
membawa keberuntungan.

5
Mustaq Ahmad, business ethics in Islamic,( pustaka: Al-kausar , 2001), 42

7
Kejujuran adalah suatu jaminan dan dasar bagi kegiatan bisnis yang baik
dan berjangka panjang. Kejujuran termasuk prasyarat keadilan dalam hubungan
kerja dan terkait erat dengan kepercayaan. Kepercayaan sendiri merupakan
asset yang sangat berharga dalam urusan bisnis.6
Islam memerintahkan semua transaksi bisnis dilakukan dengan cara jujur
dan terus terang. Untuk itu Allah menjanjikan kebahagian bagi orang awam
yang melakukan bisnis dengan cara jujur dan terus terang. Keharusan untuk
melakukan transaksi bisnis secara jujur, tidak akan memberikan koridor dan
ruang penipuan, kebohongan dan eksploitasi dalam segala bentuknya. Perintah
ini mengharuskan setiap pelaku bisnis untuk secara ketat berlaku adil dan lurus
dalam semua transaksi bisnisnya.
Sebagaimana penjelasan dalam al- Qur’an surat Al- Muthaffifiin ayat 1-6
yang berbunyi:
Artinnya: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-
orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi.
Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya
mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika)
manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?”. (QS. Al- Muthaffifiin : 1-6)
Ayat diatas telah jelas menunjukkan bahwa dalam kegiatan bisnis,
prinsip kejujuran memiliki nilai yang sangat tinggi. Artinnya dengan
menunjukkan barang dagangannya secara jujur akan menumbuhkan
kepercayaan calon pembeli.

6. Adil
Adil adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan
kewajiban. Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan
melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk
6
Buharnuddin Salam, Etika Sosial, ( Jakarta : Rineka Cipta, 1994), 162.

8
membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu
orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk
dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu
dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut,
karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.
Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan
mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan
dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah
dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya,” (Q.S. al-Isra’: 35).
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk
berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang
beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa.”

Dalam implikasinya etika bisnis Islam memiliki dua sumber, yakni: nilai
Ilahiyat dan nilai Insaniyat. Nilai Ilahiyat adalah nilai yang dititahkan Allah
kepada RasulNya, yang berbentuk takwa, iman, ihsan, adil dan sebagainya yang
diabadikan dalam wahyu Ilahi. Agama (religion) merupakan referensi utama nilai
moral dan etika. Tuhan sebagai sumber utama ajaran agama telah menetapkan
kebenaran dan kesalahan. Tuhan adalah pemilik otoritas penuh dalam menentukan
nilai baik dan buruk (etika). Sedankan nilai insaniyat ialah kebalikan dari nilai
Ilahiyat, yaitu nilai yang bersumber dari kreativitas pemikiran manusia demi
kepentingan dan kebaikan manusia sendiri. Nilai ini bersifat dinamis keberlakuan

9
dan kebenarannya bersifat nisbi. Walaupun kedua nilai tersebut memiliki sumber
yang berbeda, namun keduanya memiliki hubungan resiprokal satu sama lain.
Nilai yang bersumber dari Ilahi dengan nilai yang bersumber dari Insani
memiliki relasi yang demikian erat. Nilai insani yang karena sifatnya yang relatif
dan nisbi, memungkinkannya untuk tunduk pada nilai Ilahi yang mutlak dan
permanen. Dengan hirarkies yang demikian, maka segala intensi, pikiran, tindakan
dan prilaku manusia tidak dipisahkan dari nilai-nilai Ilahi. Ketergantungan
manusia pada nilai Ilahi tidak berarti mengurangi harkat dan martabatnya sebagai
makhluk merdeka, melainkan membawa manusia pada posisi yang lebih
manusiawi, ta’nis al ilah dan ilah al ta’nis, memanusiakan manusia dan
mengangkatnya ke derajat yang lebih tinggi hingga menjadi sempurna.7

C. Perbandingan Etika Bisnis dalam Perspektif Sisitem Ekonomi Islam dan


Sistem Ekonomi Kapitalis
Sebelum membandingkan antara sistem ekonomi kapitalis dan sistem
ekonomi Islam perlu diketahui terlebih dahulu nilai dasar dalam sistem ekonomi
kapitalisme adalah hak pemilikan perseorangan artinya absolut tanpa batas,
terjaminnya kebebasan memasuki segala macam kegiatan ekonomi dan transaksi
menurut persaingan bebas, dan norma-norma individual yang berasal dari
individualisme dan utilitarianisme di mana tiap komoditas itu dianggap baik secara
moral dan ekonomi.8
Adapun nilai-nilai dalam al-Qur‟an dan hadis terkait dengan ekonomi
sangatlah banyak. Dalam pelaksanaannya ada tiga nilai dasar yang menjadi
pembeda ekonomi Islam dengan kapitalis, yaitu:9
7
Muhammad, Paradigma,Metodologi & Aplikasi Ekonomi Syari’ah(Yogyakarta:Graha
Ilmu,2008), hal, 52.
8
Mustafa Kamal, Wawasan Islam dan Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 1997) h.129.

9
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2012) h.59.

10
1. Nilai Dasar Pemilikan

Berdasarkan nilai dasar pemilikan nilai-nilai dasar ekonomi syariah


meliputi.

a. Pemilikan bukanlah penguasaan mutlak atas sumber-sumber ekonomi,


tetapi kemampuan untuk memanfaatkannya. Seorang muslim yang tidak
memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang diamanatkan Tuhan
kepadanya. Misalnya, dengan membiarkan lahan atau sebidang tanah tidak
diolah sebagaimana mestinya akan kehilangan hak atas sumbersumber
ekonomi.
b. Lama kepemilikan manusia atas sesuatu benda terbatas pada lamanya
manusia itu hidup di dunia ini. Jika seorang manusia meninggal dunia,
harta kekayaannya dibagikan kepada ahli warisnya menurut ketentuan
yang telah ditentukan Tuhan.
c. Sumber daya ekonomi yang menyangkut kepentingan umum atau yang
menjadi hajat hidup orang banyak harus menjadi milik umum atau negara
atau sekurang-kurangnya dikuasai negara untuk kepentingan umum atau
orang banyak.
2. Nilai Dasar Keseimbangan
Keseimbangan merupakan nilai dasar yang memengaruhi berbagai
aspek tingkah laku ekonomi seorang muslim. Asas keseimbangan ini,
misalnya, terwujud dalam kesederhanaan, hemat, dan menjauhi pemborosan.
Nilai dasar keseimbangan ini harus dijaga sebaik-baiknya bukan saja antara
kepentingan dunia dan kepentingan akhirat dalam ekonomi. Namun,
keseimbangan antara kepentingan perorangan dan kepentingan umum. Di

11
samping itu juga dipelihara antara hak dan kewajiban
3. Nilai Dasar Keadilan
Dalam Islam, keadilan adalah titik tolak sekaligus proses dan tujuan
semua tindakan manusia. Dalam hubungan ini perlu dikemukakan sebagai
berikut.
a. Keadilan itu harus diterapkan pada semua bidang kehidupan ekonomi.
Dalam proses produksi dan konsumsi, misalnya, keadilan harus menjadi
alat pengatur efisiensi dan pemberantasan keborosan.
b. Keadilan juga berarti kebijaksanaan mengalokasikan sejumlah hasil
kegiatan ekonomi tertentu bagi orang yang tidak mampu memasuki pasar.
Misalnya, melalui zakat, infak, dan sedekah (pemberian yang ikhlas yang
dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, terutama kepada orang-orang
miskin setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan baik jenis, jumlah,
maupun waktunya).
Menurut Dr. Mustafa E. Nasution sebagaimana dikutip oleh Dr. Neni Sri
Imaniyati. Secara garis besar perbedaan antara ekonomi Islam dan Ekonomi
Kapitalis terdapat pada asumsi dasar dan latar belakang filosofi. Asumsi dasar
ekonomi kapitalis adalah rasio manusia. Para ekonom mengemukakan manusia
berusaha mencapai kepuasan sebesar-besarnya atas dasar resources tertentu atau
bagaimana mencapai profit tertentu dengan ongkos sekecil-kecilnya. Dalam
ekonomi Islam bukan hanya rasio yang dikembangkan melainkan rasio Al-qur‟an
dan hadits yang berdasarkan pada tauhid, rububiyah, khilafah, dan ma‟ad.

Adapun perbedaan bisnis Islam dengan bisnis kapitalis yaitu:106


1. Asas.
Asas dalam bisnis Islam merupakan asas yang sesuai dengan Akidah
Islam. artinya nilai-nilai yang terkandung di dalamnya adalah nilai-nilai
transedental yakin nilai-nilai yang diluar penjelasan ilmiah.107 Akidah Islam

12
itu sendiri mengandung arti keimanan yang teguh dan bersifat pasti oleh
seorang manusia kepada Allah Swt dengan segala pelaksanaan kewajibannya.
Dengan begitu dalam bisnis Islam yang dicari tidak semata-mata hanya materi
dan keuntungan melainkan keridhaan Allah Swt. Lain halnya dengan bisnis
kapitalis yang menganut asas sekularisme, sekularisme sendiri dapat dipahami
merupakan sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau
badan negara harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan. Sehingga
tidak heran dalam berbisnis semata-mata yang dicari adalah materi dan
keuntungan.
2. Motivasi
Motivasi bisnis dalam Islam tentunya adalah mencari kesejahteraan
dunia dan mengejar keselamatan akhirat. Artinya dalam bisnis Islam yang
dikejar tidak hanya kenikmatan dunia, tetapi bagaimana bisnis itu bisa
mengatarkan manusia pada keselamatan di akhirat kelak. Sebagaimana yang
saya kutip dalam buku Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi yang
berjudul “Prinsip Dasar Ekonomi Islam” yakni:
“Tujuan Allah dalam memberikan “pengajaran” yang berkaitan dengan
kegiatan berekonomi umat-Nya adalah untuk memperkecil kesenjangan di
antara masyarakat. Sehingga umat-Nya bisa hidup dalam kesejahteraan di
dunia dan akhirat
Dalam kutipan di atas menjelaskan bahwa tujuan ekonomi bukanlah
hanya semata-mata mencari kesejahteraan di dunia melainkan juga mengejar
keselamatan akhirat. Sedangkan dalam bisnis kapitalis sendri yang dijadikan
motivasi dalam bisnisnya benar-benar hanya mencari kesenangan dunia
semata.

13
3. Etos kerja

Islam memandang bisnis adalah bagian dari ibadah, bahwasanya dalam


berbisnis manusia dapat mencari pahala serta keridhaan dari Allah. Bisnis bagi
Islam bukanlah hanya untuk memenuhi kebutuhan duniawi melainkan
bagaimana mengantarkan manusia pada kejaan di akhirat. Dalam kapitalis
sendiri bisnis memanglah kebutuhan duniawi, artinya kesuksesan dalam bisnis
yakni bagaimana manusia bisa mensejahterakan kehidupannya di dunia.
4. Sikap mental

Baik dalam bisnis Islam maupun bisnis kapitalis mengingkan bisnis


yang maju dan produktif. Hanya saja dalam Islam menganggap bahwa
konsekuensi dalam sebuah bisnis adalah keimanan seorang muslim. Artinya
bagaimana manusia itu menjadikan bisnis sebagai sarana untuk
mengumpulkan kebajikan dunia dan akhirat, bukan malah sebaliknya yakni
menyesatkan manusia pada ketamakan. Sedangkan dalam bisnis kapitalis
menganggap bahwa konsekuensi dalam sebuah bisnis itu adalah aktualisasi
diri. Aktualisasi diri adalah keinginan seseorang untuk menggunakan semua
kemampuan dirinya untuk mencapai apapun yang mereka mau dan bisa
lakukan.
Aktualisasi diri pada manusia itu sendiri dimana manusia memiliki
kebutuhan dan pencapaian yang tinggi. Adapun kebutuhan tersebut meliputi:
a. Kebutuhan fisiologis, seperti pasangan, pakaian dan tempat tinggal.

b. Kebutuhan keamanan dan keselamatan, seperti kemerdekaan dari rasa


takut ataupun tekanan.
c. Kebutuhan rasa sosial dan kasih saying, seperti keluarga, sahabat dan
kelompok.

14
d. Kebutuhan terhadap penghargaan, seperti kebutuhan harga diri, status,
kehormatan, martabat dan penghargaan dari pihak lain.
5. Amanah
Amanah dalam bisnis Islam berarti dapat dipercaya, bertanggung jawab,
serta tidak menghalalkan segala cara. Bisnis pada dasarnya tidak hanya
bertujuan jangka pendek melainkan jangka panjang sehingga untuk
menjadikan sebuah bisnis itu menjadi bisnis yang kokoh maka bisnis harus
bisa membuat rasa saling percaya terhadap pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya, serta setiap pihak harus bisa mengemban tanggung jawabnya dan
juga yang paling utama dalam bisnis Islam tidak menghalalkan segala cara
untuk meraih suatu keuntungan, serta untuk pencapaian yang tinggi bisnis
haruslah tetap sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
Bisnis kapitalis sendiri tidak memegang amanah tersebut. Bagi bisnis kapitalis
semua tergantung pada pemilik modal/kapital, dengan begitu keuntungan
yang maksimal adalah target bagi bisnis kapitalis. Oleh karenanya dalam
bisnis kapitalis untuk mencapai suatu tujuan dilakukan dengan menghalalkan
segala secara. Tidak melihat halal dan haramnya serta tidak mementingkan
baik dan buruknya jalan yang ditempuh.
6. Modal
Modal merupakan hal pokok yang menjadi dasar terbentuknya suatu
bisnis, artinya modal menjadi pegangan utama dalam bisnis. Baik dalam bisnis
Islam maupun bisnis kapitalis haruslah memiliki modal sebelum membangun
sebuah usaha. Dalam bisnis Islam modal haruslah halal, karena sudah
kewajiban bagi muslim untuk mengonsumsi susatu yang halal sehingga untuk
modal usahapun haruslah sesuatu yang halal. Namun berbeda halnya dengan
bisnis kapitalis yang menganggap halal atau haramnya suatu modal bukanlah
hal yang perlu untuk dipertimbangkan.

15
7. Sumber daya manusia
Orang-orang yang terlibat dalam dunia bisnis baik pemilik modal, para
karyawan, buruh dan sebagainya merupakan sumber daya manusia. Dalam
bisnis Islam memperlakukan sumber daya manusia sebagaimana akad
kerjanya/ perjanjian awalnya. Artinya bisnis Islam memperlakukan sumber
daya manuisa dengan seadil- adilnya sebagaimana akad/kesepakatan dari
setiap individu itu sendiri. Setiap sumber daya manusia bekerja sesuai dengan
tanggung jawabnya masing-masing. Sedangkang dalam bisnis kapitalis
sumber daya manusia diperlakukan sebagaimana keinginan dari pemilik
modal. Sehingga terkadang seseorang harus melakukan sesuatu luar dari
tanggung jawabnya. Artinya dalam bisnis kapitalis memungkinkan seseorang
untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan akad kerjanya atau justru
menyesuaikan diri dengan keinginan sang pemilik modal/usaha.
8. Manajemen strategik
Setiap bisnis tentunya memiliki visi dan misi yang ingin dicapai. Dalam
bisnis Islam visi dan misi terkait erat dengan penciptaan manusia di dunia.
Bahwasanya manusia diciptakan tidak lain adalah untuk beribadah kepada
Allah Swt. Beribadah bukan hanya sekedar merujuk pada ibadah-ibadah yang
diwajibkan seperti shalat, puasa, zakat dan sebagainya, tetapi dalam
berbisnispun harus dijadikan sebagai sarana untuk beribadah dan meraih
pahala. Sedangkan bisnis kapitalis menetapkan visi dan misi berdasarkan pada
kepentingan material belaka. Sebagaimana tujuannya adalah untuk mencari
keuntungan dan megejar kenikamatan yang sifatnya duniawi.
9. Manajemen operasional
Sebagaimana penjelsan di atas bahwa dalam bisnis Islam modal haruslah
halal, maka dalam setiap masukan, proses dan keluarannya tentu juga harus

16
melalui prosedur yang halal. Karena dalam bisnis Islam mengedepankan
produktivitas dalam koridor syariah. Bahwasanya segala bentuk produktifitas
yang dijalankan dalam dunia bisnis tidak boleh melenceng dari ketentuan
syariat Islam. sedangkan dalam bisnis kapitalis tidak ada jaminan halal bagi
setiap masukan, proses dan keluarannya, karena dalam bisnis kapitalis hanya
mengedapankan produktivitas dalam koridor manfaat.
10. Manajemen keuangan
Sama halnya dengan manajemen operasional dalam manajemen
keuanganpun bisnis Islam tentunya memberikan jaminan halal bagi setiap
masukan, proses dan pengeluaran suatu keuangan. Sedangkan dalam bisnis
kapitalis tidak memberikan jaminan bagi masukan, proses dan keluaran pada
keuangannya.
11. Manajemen pemasaran

Bisnis Islam sangat memperhatikan masalah teknik dalam pemasaran.


Dimana dalam pemasaran haruslah sesuai dengan koridor Islam. Artinya
dalam pemasaran pun harus memperhatikan cara-cara yang halal, serta tidak
melenceng dari syariat Islam. Adapun dalam bisnis kapitalis, pemasaran yang
terpenting adalah bagaimana menghasilkan pendapatan yang maksimum
sehingga halal tidaknya bukanlah menjadi suatu patokan. Dalam bisnis
kapitalis proses pemasaran megahalalkan segala cara untuk dapat
meningkatkan nilai jual suatu produk.

Kesimpulan

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain ialah Pengendalian diri, Pengembangan tanggung jawab sosial,
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya

17
perkembangan informasi dan teknologi, Menciptakan persaingan yang sehat,
Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan", Mampu menyatakan yang benar
itu benar, Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan
golongan pengusaha kebawah, Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang
telah disepakati bersama, Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki
terhadap apa yang telah disepakati, dan Perlu adanya sebagian etika bisnis yang
dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.
Etika bisnis dalam Islam memposisikan pengertian bisnis sebagai usaha
manusia untuk mencari keridhaan Allah swt. Bisnis tidak bertujuan jangka pendek,
individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika,
tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab
pribadi dan sosial dihadapan masyarakat, Negara dan Allah swt.
Menurut Dr. Mustafa E. Nasution sebagaimana dikutip oleh Dr. Neni Sri
Imaniyati. Secara garis besar perbedaan antara ekonomi Islam dan Ekonomi Kapitalis
terdapat pada asumsi dasar dan latar belakang filosofi. Asumsi dasar ekonomi
kapitalis adalah rasio manusia. Para ekonom mengemukakan manusia berusaha
mencapai kepuasan sebesar-besarnya atas dasar resources tertentu atau bagaimana
mencapai profit tertentu dengan ongkos sekecil-kecilnya. Dalam ekonomi Islam
bukan hanya rasio yang dikembangkan melainkan rasio Al-qur‟an dan hadits yang
berdasarkan pada tauhid, rububiyah, khilafah, dan ma‟ad.

18

Anda mungkin juga menyukai