Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN KELAYAKAN PENGGUNAAN JEMBATAN PENYEBRANGAN

DI LINGKE
FARAH MUTIA, GITA WAHYU PRATIWI, SYIFA NABILAH, NURIZHA PUTRI, NANDA NAMIRA

Abstrak : Berkembangnya kota besar akan mengakibatkan peningkatan aktifitas


masyarakat kota, sehingga mobilitas jalan raya yang sangat tinggi akan terjadi.
Sejalan dengan hal tersebut, terlihat perilaku pejalan kaki yang bertambah kacau
dalam menyeberang jalan yang bisa mengancam keselamatan pejalan kaki
dan  pengendara kendaraan bermotor yang melintasi  jalan.  Jembatan penyeberangan
orang banyak disediakan di berbagai lokasi penting yang rawan kecelakaan
atau aktivitas padat, salah satunya terletak di Lingke, Banda
Aceh. Tetapi hal itu sama sekali belum di manfaatkan seoptimal mungkin
oleh  pejalan kaki yang hendak menyeberang. Mereka cenderung melompat atau
menerobos pembatas  jalan bahkan langsung menyeberang. Fenomena lain yang
terjadi di lingkungan jalan raya berkaitan dengan  jembatan penyeberangan
orang yaitu misalnya:  penempatan jembatan penyeberangan orang yang tidak tepat
pada pedestrian, pelanggaran  penyeberang jalan yang mengakibatkan terjadinya
kecelakaan dan lainnya.  Jembatan penyeberangan orang sebagai sarana
penyeberangan memberikan keuntungan, sebab selain memperlancar arus lalu lintas
juga berfungsi sebagai hiasan kota. Fungsi lain yaitu bisa berupa tempat
diletakkannya papan reklame dan sepanduk sesuai dengan peraturan  pemerintah
daerah setempat.

Kata kunci : Studi kelayakan, Analisa, Jembatan penyebrangan, Lingke, Banda


Aceh, Aceh.

PENDAHULUAN dilihat dari kondisi fisik jembatan


penyeberangan yang berada di depan
Latar Belakang SD 54 ini sangat memperihatinkan,
antara lain warna cat yang kusam,
Jembatan penyeberangan pada daerah banyak bagian yang berkarat, sehingga
Lingke tepatnya di depan SD 54 jembatan penyeberangan dianggap
merupakan salah satu fasilitas kurang aman dan kurang layak.
jembatan penyeberangan yang ada di Keengganan penyebrang jalan yang
Banda Aceh. Jembatan penyeberangan tidak menggunakan jembatan
ini berada pada kawasan padat, penyeberangan tersebut mendasari
sehingga lalu lintas kendaraan sangat penelitian ini dilakukan untuk
ramai dan padat. Akan tetapi, pada menganalisis kelayakan jembatan
kenyataannya jembatan penyeberangan penyeberangan Lingke.
ini masih belum dimanfaatkan secara
optimal hal ini dapat dilihat dari masih
banyaknya pejalan kaki yang
menyeberangi jalan tanpa Rumusan Masalah
menggunakan jembatan penyeberangan
yang ada. Kondisi daerah di sekitar 1. Apakah konstruksi
jembatan penyeberangan ini sangatlah jembatan penyeberangan
sepi dari para pejalan kaki. Selain itu, orang di Lingke sudah
memenuhi standart tanpa pengaturan), light-controlled
kelayakan? crossing (penyeberangan dengan
lampu sinyal) dan person-controlled
Tujuan crossing (penyeberangan yang
diaturoleh manusia).
1. Mengetahui kelayakan b. Penyeberangan tidak sebidang
konstruksi jembatan (segregated crossing) berupa
penyeberangan orang di pemisahan ketinggian antara pejalan
Lingke sesuai standar. kaki dan kendaraan; pertama kali
diperkenalkan oleh Leonardo da Vinci
yang merencanakan kota dengan
TINJAUAN PUSTAKA sistem jalan raya berganda (double
network streets) dimana para pejalan
Pada bab ini diuraikan kaki berada di level atas dan kendaraan
teori-teori yang akan digunakan berada di level bawah.
sebagai dasar penelitian. Landasan Berdasarkan penjelasan dari TRRL
teori ini membahas tentang faktor- (1991), Hartanto (1986), Levinson
faktor yang mempengaruhi (1975), Wright (1975) dan Bruce
pemanfaatan JPO, ergonomi dan (1965) bahwa idealnya fasilitas
metode Quality Function Deployment. penyeberangan jalan memang harus
dipisahkan dari arus kendaraan berupa
Fasilitas Penyeberangan jembatan penyeberangan
Menurut Fruin (1971) (overpass/crossingbridge/footbridge),
dalam Setyawan (2006) dalam penyeberangan bawah tanah (skywalk)
perencanaan fasilitas bagi pejalan kaki, sehingga tidak terjadi konflik antara
termasuk fasilitas penyeberangan pejalan kaki dengan kendaraan dan
haruslah memperhatikan tujuh sasaran tidak menimbulkan tundaan bagi
utama yaitu: keselamatan (safety), kendaraan (Setyawan,2006).
keamanan (security), kemudahan TRRL (1991) dan Bruce
(convenience), kelancaran (continuity), (1965) menyatakan bahwa meskipun
kenyamanan (comfort), keterpaduan dibutuhkan biaya investasi yang tinggi,
sistem (system coherence), dan daya fasilitas penyeberangan tidak sebidang
tarik (attractiveness). Ketujuh faktor mampu menjamin keselamatan
tersebut saling berhubungan (inter- penyeberang jalan, namun fasilitas
related) dan saling tumpang tindih tersebut kurang dimanfaatkan karena
(overlapping). Berubahnya salah satu pejalan kaki cenderung enggan untuk
faktor akan mempengaruhi perubahan mengubah level ketinggian jalur yang
faktor yang lain. dilewatinya (Setyawan,2006).
O’Flaherty (1997) dalam Allos (1983) dan Bruce
Setyawan (2006) mengelompokkan (1965) dalam Setyawan (2006)
fasilitas menyatakan bahwa jembatan
penyeberangan jalan menjadidua jenis penyeberangan mempunyai lebih
yaitu: banyak keunggulan daripada
a. Penyeberangan sebidang (at-grade penyeberangan bawah tanah.
crossing) merupakan tipe fasilitas Pembangunannya lebih mudah dan
penyeberangan yang paling banyak lebih murah. Selain itu, penyeberangan
digunakan karena biaya pengadaan dan bawah tanah sering mengalami
operasionalnya relatif murah. Bentuk masalah antara lain: keamanan,
paling umum adalah berupa ventilasi, pencahayaan dan drainase.
uncontrolled crossing (penyeberangan Akan tetapi penyeberangan bawah
tanah lebih mampu melindungi pejalan Transjakarta di Indonesia. Karena
kaki dari cuaca panas dan hujan posisinya yang lebih tinggi dari tanah,
daripada jembatan penyeberangan. untuk memberikan akses kepada
Jembatan penyeberangan penderita cacat yang menggunakan
juga memiliki kelemahan yaitu kursi roda, di dekat tangga jembatan
ketinggiannya, dimana semakin tinggi terdapat ramp dengan kelandaian
semakin banyak anak tangga, karena tertentu. Langkah lain yang juga
ketinggian jembatan penyeberangan dilakukan untuk memberikan
harus disesuaikan dengan tinggi kemudahan akses bagi penderita cacat
kendaraan yang lewat di bawahnya. adalah dengan menggunakan tangga
berjalan ataupun dengan menggunakan
Jembatan Penyeberang Orang lift, sehingga mereka dapatdengan
Jembatan Penyeberangan dengan mudah menggunakan fasilitas
Orang (JPO) sebagai alat meskipun cacat.
penyeberangan merupakan salah satu
kebutuhan manusia dalam Ketentuan Pembangunan Jembatan
menyeberang jalur lalu lintas karena Penyeberangan Orang (JPO).
akhir-akhir ini banyak terjadi Berdasarkan pedoman
kecelakaan yang menimpa para yang dikeluarkan oleh Departemen
penyeberang jalan. Hal ini disebabkan Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal
alur penyeberang jalan dan pengendara Bina Marga (1995) dalam ”Tata Cara
kendaraan menjadi satu serta tidak Perencanaan Jembatan Penyeberangan
terpisah secara fisik. Meski telah ada untuk Pejalan Kaki di Perkotaan”,
fasilitas zebra cross, tetapi alur pembangunan jembatan penyeberangan
penyeberang jalan dan pengendara disarankan memenuhiketentuan
kendaraan tetap tidak terpisah secara sebagai berikut:
fisik sehingga masih ada kemungkinan 1. Bila fasilitas penyeberangan
terjadinya kecelakaan. dengan menggunakan zebra
Jembatan Penyeberangan cross dan Pelikan Cross sudah
Orang (JPO) adalah jembatan yang mengganggu lalu lintas yang
letaknya bersilangan dengan jalan raya ada.
atau jalur kereta api, letaknya berada di 2. Pada ruas jalan dimana
atas kedua objek tersebut, dan hanya frekuensi terjadinya kecelakaan
diperuntukkan bagi pejalan kaki yang yang melibatkan pejalan
melintas kakicukup tinggi.
(menyeberang) jalan raya atau jalur 3. Pada ruas jalan yang
kereta api. mempunyai arus lalu lintas dan
Jembatan Penyeberangan arus pejalan kaki yang tinggi,
Orang juga dapat diartikan sebagai serta arus kendaraan
fasilitas pejalan kaki untuk memilikikecepatan tinggi.
menyeberang jalan yang ramai dan Perencanaan teknik
lebar, menyeberang jalan tol, atau jalur jembatan penyeberangan untuk pejalan
kereta api dengan menggunakan kaki di perkotaan harus dilakukan
jembatan tersebut, sehingga alur berdasarkan ketentuan yang berlaku
sirkulasi orang dan lalu lintas serta mempertimbangkan faktor-faktor
kendaraan dipisah secara fisik dan sebagai berikut:
kemungkinan terjadi kecelakaan dapat 1. Jembatan penyeberangan untuk
dikurangi. Jembatan penyeberangan pejalan kaki yang dibangun
juga digunakan untuk menuju tempat melintas di atas jalan raya atau
pemberhentian bus, seperti busway jalur kereta:
a) Pelaksanaannya cepatdan perencana dan pelaksana
lebih mudah yang bersangkutan
b) Tidak mengganggu 5. Dokumen perencanaan harus
kelancaran lalu lintas dilengkapi dengan tanggal,
c) Memenuhi kriteria nama, dan tanda tangan
keselamatan dan penanggung jawab perencanaan
kenyamanan para pemakai serta disetujui oleh pejabat
jembatan serta keamanan instansi yang berwenang
bagi pemakai jalan yang Ketentuan jembatan penyeberangan
melintas dibawahnya yang melintas diatas jalan raya.
d) Pemeliharaan cepat dan 1. Tangga dan kepala jembatan
mudah tidak perlu diletakkan di luar jalur trotoar
dilakukan secara intensif 2. Pilar tengan diletakkan
2. Memenuhi tuntutan estetika ditengan median
dan keserasian dengan Ketentuan jembatan penyeberangan
lingkungan dan sekitarnya. yang melintas di atas jalur ketera api
Dalam perencanaan 1. Tangga dan kepala jembatan
jembatan penyeberangan untuk pejalan diletakkan di luar daerah milik
kaki di perkotaan harus memenuhi jalur kereta api
ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 2. Pilar tengah diletakkan
1. Perencanaan jembatan berdasarkan ketentuan instansi
penyeberangan harus dilakukan yang terkait
dengan salah satu metoda: Ketentuan lebar badan jembatan:
a) Kondisibatas ultimit dengan 1. Lebar minimum jalur pejalan
mengambil faktor kaki dan tangga adalah 2,00 m.
keamanan > 1,10 2. Pada kedua sisi jalur pejalan
b) Kondisi batas layan dengan kaki dan tangga harus dipasang
mengambil > 1,10 sandaran yang mempunyai
c) Kondisi batas beban kerja ukuran sesuai ketentuan yang
dengan mengambil faktor berlaku.
keamanan > 2,0 3. Pada jembatan penyeberangan
2. Analisis perencanaan harus pejalan kaki yang melintas di
dilakukan dengan cara-cara atas jalan, sepanjang bagian
mekanika yang baku bawah sisi luar sandaran dapat
3. Analisis dengan komputer, dipasang elemen yang
harus memberitahukan prinsip berfungsi untuk menanam
program dan harus ditujukan tanaman hias yang bentuk dan
dengan jelas data masukan serta dimensinya harus sesuai
data keluaran dengan ketentuan yang berlaku.
4. Bila metoda perencanaan Perencanaan gelagar dan
menyimpang dari tata cara ini, lantai jembatan. Perencanaan
harus mengikuti ketentuan bangunan atas jembatan
sebagai berikut: penyeberangan untuk lalu lintas
a) Struktur yang dihasilkan pejalan kaki harus dilakukan mengikuti
dapat dibuktikan dengan ketentuan sebagaiberikut:
perhitungan dan atau 1. Bangunan atas jembatan
percobaan cukup aman penyeberangan yang melintas
b) Tangggung jawab atas jembatan jalan raya dan jalan
penyimpangan dipikul oleh kereta api harus menggunakan
elemen beton pracetak.
2. Bentuk dan tipe elemen beton Jembatan Bentang 20-35 m,
pracetak untuk gelagar harus kapasitas beban BM-70.
dipilih salah satu dari tipe yang 9. Penggunaan gelagar beton
tercantum di bawah. pracetak prategang tipe lainnya
3. Bila digunakan tipe balok tipe I harus direncanakan sesuai
dan T, maka lantai jembatan ketentuan yang berlaku.
dapat direncanakan dengan 10. Pada permukaan pelat beton
menggunakan pelat beton lantai jembatan harus dipasang
pracetak atau pelan beton yang lapisan jenis latasir atau
dicor setempat dan merupakan lataston tebal maksimum 4 cm
struktur monolit. dan miring 3% ke arah tepi.
4. Penggunaan gelagar beton Perencanaan sandaran
pracetak prategang pratarik tipe jembatan penyeberangan pejalan kaki
pelat beton berongga harus harus mengikuti ketentuan sebagai
sesuai dengan ketentuan: berikut:
Spesifikasi Elemen Beton 1. Tinggi minimum sandaran
Pracetak Pratarik Tipe Pelat jembatan penyeberangan untuk
Berongga untuk Gelagar pejalan kaki adalah 1,35 m
Jembatan bentang 6-16 m, terhitung mulai dari permukaan
kapasitas beban BM-70. lantai sampai dengan tepi atas
5. Penggunaan gelagar beton sandaran.
pracetak prategang pratarik tipe 2. Setiap batang sandaran harus
balok T harus sesuai dengan diperhitungkan mampu
ketentuan: Spesifikasi Elemen memikul gaya vertikal dan
Beton Pracetak Pratarik Tipe horizontal yang bekerja secara
Balok T untuk Gelagar bersamaan sebesar 0,75 kN/m.
Jembatan bentang 20-35 m, 3. Tipe sandaran dapat dipilih
kapasitas beban BM-70. salah satu daribentuk yang
6. Penggunaan gelagar beton tercantum pada gambar, yaitu:
pracetak prategang pasca tarik a) Tiang sandaran dari pipa
tipe balok T harus sesuai logam dengan 3 batang
dengan ketentuan: Spesifikasi sandaran dari pipa logam.
Elemen Beton Pracetak Pasca b) Tiang sandaran dari pipa
tarik Tipe Balok T untuk logam dengan 2 batang
Gelagar Jembatan bentang 20- sandaran dari pipa logam.
35 m, kapasitas beban BM-70. c) Tiang sandaran dari
7. Penggunaan gelagar beton alumunium aloy yang
pracetak prategang pratarik tipe menumpu di atas beton
balok I harus sesuai dengan dengan 2 batang sandaran
ketentuan: Spesifikasi Elemen dari pipa logam.
Beton Pracetak Pratarik Tipe 4. Pada jembatan penyeberangan
Balok I untuk Gelagar yang melintas di atas jalan raya
Jembatan bentang 20-35 m, dengan lalu lintas kecepatan
kapasitas beban BM-70. tinggi, struktur sandaran harus
8. Penggunaan gelagar beton berfungsi sebagai dinding
pracetak prategang pratarik tipe pengaman yang
I harus sesuai dengan ketentuan dilapisikawatkasa 12 x 12 mm
: Spesifikasi Elemen Beton serta tinggi minimum 3 m.
Pracetak Prategang Pratarik 5. Bila panjang jembatan lebih
tipe balok Iuntuk Gelagar dari 40 m, harus dipasang
pelindung terhadap panas
matahari dan hujan.
a) Pelindung panas dan hujan (a)
dipasang pada bingkai pipa
logam.
b) Setiap pelindung dari pelat
fiber glass.
c) Bingkai pelindung harus
direncanakan kuat menahan
tekanan angin.
Perencanaan tangga
penghubung jembatan penyeberangan
harus dilakukan mengikuti ketentuan
sebagai berikut:
1. Tangga direncanakan untuk
memikul beban hidup nominal (b)
sebesar 5 kPa.
2. Lebar bebas untuk jalur pejalan Gambar 2.1 (a) Denah JPO
kaki minimum adalah 2 m. berbentuk “L” (b) Denah
3. Perencanaan dimensi tanjakan JPO berbetuk “U”
dan injakan harus mengacu Sumber: DPU (1995)
pada ketentuan:
a) Tinggi tanjakan minimum Bahan yang digunakan
15 cm dan maksimum 21,5 sebagai lantai jembatan
cm. penyeberangan, selain menggunakan
b) Lebar injakan minimum beton untuk praktis dan efisiennya
21,5 cm dan maksimum dapat menggunakan baja. Hal ini
adalah 30,5 cm. sesuai dengan ketentuan pembangunan
c) Jumlah tanjakan dan JPO di atas bahwa pembangunannya
injakan ditetapkan dan pelaksaannya yang tergolong cepat
berdasarkan tinggi lantai dan mudah. Selain itu, bahan lain yang
jembatan yang dapat digunakan untuk pembuatan atap
direncanakan. JPO adalah polikarbonat. Polikarbonat
4. Denah dan tipe tangga harus (polycarbonate) merupakan salah satu
disesuaikan dengan ruang yang jenis dari thermoplastic polimer.
tersedia: Sifatnya mudah dikerjakan (easily
a) Tangga tidak boleh worked), dicetak (easily moulded) dan
menutup alur trotoar, oleh mudah terbentuk dengan panas (easily
karena itu harus diletakkan thermoformed). Material ini banyak
di tepi luar trotoar. digunakan pada industri kimia modern.
b) Pada kaki tangga harus Material ini memiliki identifikasi kode
disediakan ruang bebas. plastik 7. Polikarbonat lebih banyak
c) Tipe tangga berbentuk dikenal sebagai penutup atap, tidak
seperti: terkecuali untuk JPO (Naftali, 2008).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Penggunaan Jembatan
Penyeberangan Menurut
O’Flaherty (1997) dalam Setyawan
(2006) faktor-faktor yang
mempengaruhi penggunaan fasilitas with different abilities). Istilah difabel
penyeberangan tidak sebidang, memberi peluang untuk
diurutkan berdasarkan yang terpenting memperhatikan masyarakat dengan
menurut pejalan kaki adalah: kondisi berbeda sehingga istilah
1. Jarak (directness of route) difabel juga mencakup orang tua lanjut
2. Kemudahan (ease of usia (lansia), wanita hamil, dan
negotiation) kelompok lainnya yang memiliki
3. Estetik (interest of specific kemampuan berbeda dengan kelompok
features) masyarakat umumnya.
4. Pertimbangan lingkungan
(general environmental appeal) Berdasarkan Peraturan Menteri
5. Keselamatan (safety) Pekerjaan Umum dalam Departemen
Menurut Hartanto (1986) PU (2006), didefinikan bahwa
dalam Setyawan (2006), pejalan kaki aksesibilitas adalah kemudahan yang
enggan menggunakan jembatan karena disediakan bagi semua orang termasuk
malas dan capai serta kondisi jembatan penyandang cacat dan lansia guna
yang tidak menyenangkan semisal, mewujudkan kesamaan kesempatan
ketinggian jembatan, sempit, dan dalam segala aspek kehidupan dan
terjalnya tangga, kondisi kotor dan penghidupan. Prasarana aksesibilitas di
suram, serta adanya pengemis. Pejalan jalan umum didasarkan pada Peraturan
kaki lebih memilih mengambil resiko Pemerintah No.43/Tahun 1998 Pasal
tertabrak kendaraan karena merasa 13 tentang upaya peningkatan
lebih cepat dan praktis karena tidak kesejahteraan sosial penyandang cacat
perlu naik turun tangga. Hal lain yang (Sekretariat Negara, 1998) adalah:
mendorong penyeberangan sebidang 1. Akses ke, dan dari jalan umum;
adalah adanya median jalan yang dapat 2. Akses ke tempat pemberhentian
dimanfaatkan sebagai refuge island bis/kendaraan;
pada saat menyeberang. 3. Jembatan penyeberangan;
Hal tersebut berarti 4. Jalur penyeberangan bagi
jembatan penyeberangan hanya akan pejalan kaki;
digunakan jika rutenya lebih singkat 5. Tempat parkir dan naik/turun
daripada melalui penyeberangan penumpang;
sebidang. Hal ini diperkuat dengan 6. Tempat pemberhentian
penjelasan dari Bruce (1965), Hartanto kendaraan umum;
(1986), TRRL (1991) dan O’Flaherty 7. Tanda/rambu-rambu lalu lintas
(1997) dimana untuk meningkatkan dan atau marka jalan;
penggunaan jembatan penyeberangan 8. Trotoar bagi pejalan
perlu diaplikasikan pagar pembatas di kaki/pemakai kursi roda;
tepi jalan dan atau ditengah jalan 9. Terowongan penyeberangan.
sehingga jika memilih menggunakan
penyeberangan sebidang harus Asas fasilitas dan aksesibilitas
menempuh rute yang lebih panjang menurut Departemen PU (2006),
atau malah sama sekali tidak mungkin mengemukakan bahwa setiap fasilitas
dilakukan (Setyawan, 2006). publik harus memenuhi 4 asas yaitu:
keselamatan, kemudahan, kegunaan
Aksesibilitas bagi Penyandang dan kemandirian. Menurut tata cara
Difabel perencanaan jembatan penyeberangan
Mujimin (2007) menyatakan untuk pejalan kaki di perkotaan dalam
difabel merupakan istilah yang Dirjen Bina Marga (1995), disebutkan
diindonesiakan dari diffable (people bahwa jembatan penyeberangan
pejalan kaki adalah jembatan yang hanya diperuntukan bagi lalu lintas
pejalan
kaki yang melintas di atas jalan raya syarat yang harus dipenuhi, sebagai
atau jalan kereta api. Berikut beberapa berikut.
1. Ketinggian bagian bawah
jembatan penyeberangan orang
(JPO):
a. Jalan raya: 4,6 meter c. Perencanaan dimensi
(tidak dilalui bus tanjakan dan anjakan
tingkat)/5,1 meter harus mengacu pada
(dilalui bus tingkat). ketentuan:
b. Jalur kereta: 6,5 meter. - Tinggi anjakan
2. Tangga penghubung jembatan minimum 15 cm dan
penyeberangan harus mengikuti maksimum 21,5 cm.
ketentuan sebagai berikut: - Lebar anjakan
a. Tangga direncanakan minimum 21,5 cm dan
untuk memikul beban maksimum adalah 30,5
hidup nominal sebesar 5 cm.
kPa. - Jumlah tanjakan dan
b. Lebar bebas untuk jalur injakan ditetapkan
pejalan kaki minimum berdasarkan tinggi lantai
adalah 2 m. jembatan yang
direncanakan.

PEMBAHASAN
Kondisi fisik jembatan aksesibilitas adalah kemudaham yang
penyeberangan orang Lingke ini dapat disediakan bagi semua orang termasuk
berdampak positif dan negative penyandang cacat dan lansia guna
terhadap berfungsinya jembatan itu mewujudkan kesamaan kesempatan
sendiri. Beberapa hasil analisis yang dalam segala aspek kehidupan san
dibahas sebagai berikut. penghidupan.

Aksesibilitas JPO Untuk Disabilitas Dimensi Anak Tangga Untuk JPO

Dapat dilihat dari hasil survey Dimensi anak tangga dan tinggi
bahwa jembatan penyebranga orang di ambang bawah jembatan pada JPO
depan sd 54 jeulingke tidaklah Lingke sudah sesuai dengan Asas
memiliki kelengkapan akses untuk fasilitas dan aksesibilitas menurut
penyandang disabilitas. Bahkan untuk Departemen PU (2006), yang
pengguna biasa, jembatan mengemukakan bahwa setiap fasilitas
penyebrangan orang ini cukup ekstrem publik harus memenuhi 4 asas yaitu
dah sama sekali tidak memberikan rasa keselamatan, kemudahan, kegunaan
aman kepada pengguna nya yang ingin dan kemandirian. Syarat-syarat harus
menyeberang. dipenuhi untuk jembatan penyebrangna
orang yang layak yaitu, ketinggian
Jadi, jembatan penyeb rangan ini tidak standar bagian bawah jembatan
mengikuti atau tidak sesuai dengan penyebrangan, lebar anjakan minimum
peraturan mentri pekerjaan umum dan maksimum, dan jumlah tanjakan
dalam departemen PU (2006) yang sudah sesuai dengan ketetapan tata cara
didalamanya diedfinisikan bahwa perencanaan jembatan penyeberangan
untuk pejalan kaki di perkotaan dalam - Baja, digunakan konstruksi
Dirjen Bina Marga (1995). utama
- Beton Bertulang, digunakan
Namun, berdasarkan survei ke sebagai konstruksi utama.
lapangan, kesalahan dari peletakan - Besi, digunakan pada railing I
jarak antar anak tangga yang satu pembatas dan pada rangka atap.
dengan lainnya, dan juga - Poly carbonat, digunakan dalam
ketidakkonsistenan kerapatan antar penutup atap kanopi.
anak tangga. Anak tangga pada sisi - Kayu, digunakan sebagai
yang satu (tepat di depan SD 54) dan susunan alas pijakan lantai dan
yang di seberang jalan memiliki anak tangga pada konstruksi
kerapatan tangga yang berbeda-beda. baja. Lantai beton pada
Tanjakan yang berada di depan SD konstruksi beton.
memiliki kerapatan yang ideal, tidak
berjarak dan juga tidak terlalu rapat.
Namun, kerapatan antar anak tangga
pada sisi di seberangnya sangat lebar
sehingga pengguna JPO ini merasa
tidak nyaman dan aman ketika
menaikinya. Dikhawatirkan pula,
pengguna jembatan yang masih belia
(misal anak SD) tidak sengaja
terjerambab ke antara anak tangga yang
jarak nya sangat memungkinkan untuk
dilewati kaki orang dewasa.

Gambar. Material di salah satu sudut JPO.

Sumber: Pribadi

Namun konstruksi yang dapat


berkarat pada JPO ini sudah mulai
menunjukkan gejala-gejala akan
berkaratnya, bahkan beberapa bagian
pada konsrtruksi sambungan sudah ada
yang berkarat, namum tidak terlalu
parah.
Gambar. Kerapatan anak tangga yang tidak
konsisten. Kelayakan Jembatan Penyeberangan

Sumber: Pribadi Sebagian besar JPO Lingke ini


memiliki penutup atap dengan keadaan
Struktur Jembatan banyak yang rusak. Sehingga di
harapkan pengguna jembatan
Konstruksi yang digunakan pada
terlindung dari terik matahari dan
jembatan penyebrangan orang ini
hujan tetapipada kenyataannya
adalah konstruksi beton. Konstruksi ini
pengguna masih terkena sinar matahari
merupakan konstruksi yang dipakai
pada siang hari dan air hujan pada
pada saat ini, karena relative lebih kuat
waktu hujan.
dan kokoh. Untuk material jembatan
penyeberangan yaitu:
hamper memenuhi kelayakan didalam
penempatannya akan tetapi masih
terdapat kekurangan dari fisik
jembatan.

DAFTAR PUSTAKA

Murtomo, B. Adjie. 2007.


FUNGSI JEMBATAN
PENYEBERANGAN DI PASAR
BULU DITINJAU DARI PEJALAN
KAKI.
Permen PU 2011

Gambar. Kondisi atap yang sudah rusak.

Sumber: Pribadi

Bangunan PKL
Bangunan PKL berada pada
area pedestrian yang terletak dibawah
jembatan penyeberangan. Keberadaan
PKL akan mengganggu sirkulasi
pejalan kaki pada pedestrian yang akan
menuju pada jembatan penyeberangan.

Gambar. PKL yang mengganggu sirkulasi


pejalan kaki.
Sumber. Pribadi

PENUTUP

Kesimpulan
Jembatan Penyeberangan
Orang Lingke di dalam pemanfaatan
masih belum digunakan secara optimal
oleh para pejalan kaki, hal ini terbukti
dari hasil survei kurangnya pengguna
yang melintasinya. JPO ini sudah

Anda mungkin juga menyukai