Anda di halaman 1dari 100

PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABANJAHE


KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh

SISILIA FEAGITHA SEMBIRING


NIM: 141000450

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABANJAHE
KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SISILIA FEAGITHA SEMBIRING


NIM: 141000450

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe
Kabupaten Karo Sumatera Utara :
Nama Mahasiswa Sisilia Feagitha Sembiring
Nomor Induk Mahasiswa : 141000450
Departemen : Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menyetujui
Komisi Pembimbing :
Ketua

Tanggal Lulus : 12 Oktober 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ii
Telah diuji dan dipertahankan
Pada tanggal : 12 Oktober 2018

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Isyatun Mardhiyah Syahri, S.K.M., M.Kes.

Anggota : 1. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K.

2. Eka Lestari Mahyuni, S.K.M., M.Kes.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Rumah sakit merupakan sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan


kesehatan, tempat berkumpulnya orang sehat dan sakit sehingga risiko
kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan dan penularan penyakit sangat
tinggi. Oleh sebab itu, diperlukannya penerapan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit (K3RS) untuk mencegah terjadinya potensi bahaya tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo
Sumatera Utara. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
menggunakan metode wawancara mendalam. Informan dalam penelitian ini
ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu 6 orang dari Tim K3RS
kemudian hasil akan dianalisa secara kualitatif, yaitu analisis tematik. Hasil
penelitian adalah 27 kriteria (62,8,8%) dari 43 kriteria yang ada telah terpenuhi
karena tim K3RS sendiri masih bekerja secara rangkap jabatan yang
mengakibatkan tim K3RS tidak fokus melakukan tugasnya dalam bidang K3 dan
tidak memiliki pendidikan khusus mengenai K3. Diharapkan pimpinan rumah
sakit dapat memaksimalkan kegiatan K3RS guna mengurangi dampak bahaya
yang akan timbul dengan melakukan recruitment pekerja untuk dijadikan sebagai
anggota dalam tim K3RS.

Kata Kunci: Kesehatan Kerja, Keselamatan Kerja, Penerapan, Rumah sakit

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT

Hospital is a health facility that provides health services, a gathering place for
healthy and sick people so that the risk of health interference and disease
transmission is higher. Therefore, application of Hospital Occupational Health
and Safety is needed to prevent the occurrence of these hazards potential. The
purpose of this study is to describe the application of occupational health and
safety at the Kabanjahe Regional Hospital of Karo Regency, North Sumatera. The
type of research used was qualitative using indepth interview method. The
informants in this study determined using purposive sampling, which was
amounted to 6 of Hospital Occupational Health and Safety Team then the result
will be analyzed by qualitative techniques, that is thematic analysis. The study
found that 27 criterias (62,8%) from existing 43 criterias criteria have been
fulfilled because the Hospital Occupational Health and Safety Team was working
in multiple positions which resulted in the Hospital Occupational Health and
Safety Team was not focus on doing their work in the Occupational Health and
Safety and don’t have special education about Occupational Health and Safety. It
is hoped that head of hospital can maximaze Occupational Health and Safety
activities in order to reduce the impact of arising the hazards by recruiting
workers to become the of Hospital Occupational Health and Safety Team.

Key words: Application, Hospital, Occupational Health, Occupational Safety

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan

berkat, rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit

Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara, guna memenuhi

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penulisan dan penyelesaian skripsi ini, penulis banyak

mendapat bimbingan, doa dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini dan

juga menempuh pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara, yaitu kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes. selaku Ketua Departemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

4. Isyatun Mardhiyah Syahri, S.K.M., M.Kes. sebagai Dosen Pembimbing

dan Ketua Penguji yang telah meluangkan waktu, memberikan ilmu,

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mendidik, membimbing dan memberikan saran serta kritikan kepada

penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

5. dr. Halinda Sari Lubis, M. K.K.K. sebagai Anggota Penguji I yang telah

membimbing dan memberikan saran serta kritikan kepada penulis

sehingga skripsi ini dapat selesai.

6. Eka Lestari Mahyuni, S.K.M., M.Kes. sebagai Anggota Penguji II yang

telah membimbing dan memberikan saran serta kritikan kepada penulis

sehingga skripsi ini dapat selesai.

7. Dra. Syarifah, M.S. sebagai Dosen Penasihat Akademik selama penulis

menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

8. Para Dosen dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara, terkhusus Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

9. Direktur RSUD Kabanjahe dan seluruh staf, khususnya Tim K3RS yang

telah membantu penulis dalam proses pengumpulan data.

10. Kedua orang tua terkasih, Ayahanda Lukkas Sembiring, S.E. dan Ibunda

Daria Jendameriah br.Tarigan yang telah mendidik penulis hingga menjadi

seperti sekarang ini serta memberikan semangat, doa, dukungan kepada

penulis terutama dalam penyelesaian skripsi ini.

11. Saudari penulis Retnata Ofelia Sembiring, S.Psi., Maria Alvyonita

Sembiring, S.E., dan Anastacia Dara Chairina Sembiring yang

memberikan dukungan, semangat, serta doa sehingga penulis bisa

menyelesaikan skripsi dengan baik.

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i


HALAMAN PENGESAHAN ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
RIWAYAT HIDUP xiii

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 7
Tujuan Penelitian 7
Tujuan umum 7
Tujuan khusus 7
Manfaat Penelitian 8

Tinjauan Pustaka 9
Rumah Sakit 9
Pengertian rumah sakit 9
Tujuan, tugas dan fungsi rumah sakit 10
Jenis rumah sakit 11
Organisasi rumah sakit 15
Kecelakaan Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Kerja 16
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) 20
Definisi K3RS 20
Tujuan dan manfaat K3RS 23
Dasar hukum K3RS 26
Pelaksanaan K3RS 27
Kerangka Pikir 31

Metode Penelitian 32
Jenis Penelitian 32
Lokasi dan Waktu Penelitian 32
Lokasi penelitian 32
Waktu penelitian 32

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Informan 32
Definisi Konsep 33
Metode Pengumpulan Data 34
Metode Analisis Data 35

Hasil dan Pembahasan 36


Gambaran Umum Lokasi Penelitian 36
Lokasi dan sejarah RSUD Kabanjahe 36
Visi dan misi RSUD Kabanjahe 37
Struktur organisasi RSUD Kabanjahe 37
Karakteristik Informan 38
Penerapan K3RS di RSUD Kabanjahe 38
Manajemen Risiko 41
Pelayanan Kesehatan Kerja di RSUD Kabanjahe 43
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
di RSUD Kabanjahe 48
Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran dan Bencana
di RSUD Kabanjahe 52
Pengelolaan Prasarana Rumah Sakit
di RSUD Kabanjahe 57

Kesimpulan dan Saran 61


Kesimpulan 61
Saran 62

DAFTAR PUSTAKA 63
LAMPIRAN

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1 Karakteristik Informan 38

2 Matriks Pelaksanaan K3RS di RSUD Kabanjahe 73

3 Matriks Pelayanan Kesehatan Kerja di RSUD Kabanjahe 74

4 Matriks Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun di


75
RSUD Kabanjahe

5 Matriks Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran dan


77
Bencana di RSUD Kabanjahe

6 Matriks Pengelolaan Prasarana Rumah Sakit di RSUD 78


Kabanjahe

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1 Kerangka pikir 31

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Pedoman Wawancara 67

2 Surat Izin Penelitian 68

3 Surat Keterangan Balasan Izin Penelitian 69

4 Surat Selesai Penelitian 70

5 Struktur Organisasi RSUD Kabanjahe 71

6 Struktur Organisasi Tim K3RS di RSUD Kabanjahe 72

7 Matriks Hasil Wawancara 73

8 Dokumentasi 79

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pendahuluan

Latar Belakang

Dunia kerja merupakan tempat melaksanakan pekerjaan guna

menghasilkan suatu produk berupa barang dan jasa yang dapat berlangsung di

tempat terbuka, tertutup, permukaan air, kedalaman air, bawah tanah, darat, udara,

tempat bergerak maupun statis dan mengandung unsur bahaya, baik industri,

perkantoran, pertambangan, pelayanan jasa, perdagangan, konstruksi maupun

pertanian. Setiap jenis pekerjaan selalu memiliki berbagai risiko, baik risiko

terhadap tenaga kerja, alat kerja maupun material kerja. Risiko yang dapat

ditimbulkan dari material maupun alat kerja adalah setruman listrik, ledakan,

terjatuh, terpotong, dan sebagainya. Tenaga kerja dapat terkena penyakit akibat

kerja dan kecelakaan akibat kerja pada saat melakukan pekerjaannya. Kecelakaan

akibat kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan akibat dari

kerja, seperti terjepit oleh mesin, tertimpa, terjatuh oleh benda, terpapar oleh sinar

radiasi, dan sebagainya (Irianto, 2014).

Rumah sakit memiliki potensi bahaya yang disebabkan oleh berbagai

faktor, yaitu faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi, psikososial, mekanikal,

elektrikal, dan limbah (PMK RI Nomor 66 Tahun 2016). Potensi bahaya dari

berbagai faktor tersebut di atas dapat mengakibatkan ledakan, kebakaran,

kecelakaan yang berhubungan dengan radiasi, bahan kimia berbahaya, penularan

penyakit, dan sebagainya. Potensi bahaya tenaga kerja di rumah sakit lebih besar

risikonya dibandingkan dengan tenaga kerja pada umumnya. Potensi bahaya yang

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

ada di rumah sakit tidak hanya mengancam jiwa tenaga kerja di rumah sakit tetapi

juga mengancam pasien, pengunjung, dan lingkungan sekitar rumah sakit.

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi di tempat kerja yang

mungkin menyebabkan kerusakan pada mesin, alat atau bahkan orang-orang.

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diderita oleh pekerja yang

berhubungan atau terkait dengan pekerjaan mereka seperti penyakit paru, cidera

muskuloskletal, kanker, gangguan jantung dan pembuluh darah, gangguan

reproduksi, dan sebagainya (Swarjana, 2017). Oleh sebab itu, setiap pekerja

berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan

untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas

nasional sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

Dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja perlu

adanya rasa tanggung jawab antara pemilik usaha (manajer) dan tenaga kerja

sehingga semua pihak dapat merasa aman dan nyaman saat melakukan

pekerjaannya maka diperlukan suatu sistem manajemen yang dapat mengelola

keamanan dan kesehatan di tempat kerja yaitu sistem manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di

tempat kerja berguna untuk meningkatkan kinerja serta kualitas keselamatan dan

kesehatan pekerja.

Rumah sakit adalah salah satu pelayanan kesehatan yang memberikan

pelayanan berupa jasa dimana di dalamnya terdapat banyak aktivitas berupa

kegiatan pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, dan pelayanan rawat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

darurat yang mencakup pelayanan medik. Ada beberapa faktor penting pendukung

pelayanan kesehatan di rumah sakit yang saling berkaitan satu dengan yang lain,

diantaranya meliputi pasien, tenaga kerja, mesin, lingkungan kerja, cara

melakukan pekerjaan serta proses pelayanan kesehatan itu sendiri. Menurut

Silviasari yang dikutip oleh Ibrahim, dkk (2017), rumah sakit merupakan sarana

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya

orang sehat dan sakit sehingga risiko kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan

dan penularan penyakit sangat tinggi.

Menurut World Health Organization (WHO) dalam penelitian Ibrahim,

dkk (2017) bahwa dari 35 juta pekerja kesehatan di dunia terdapat 3 juta pekerja

terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus HBV, 0,9 juta terbajan virus HBC

dan 170.000 terpajan virus HIV/AIDS). Setiap tahun di USA dilaporkan terdapat

5.000 petugas kesehatan terinfeksi Hepatitis B, 47 petugas kesehatan positif HIV,

dan 600.000 - 1.000.000 petugas kesehatan terkena likas tusuk jarum

(diperkirakan lebih dari 60% tidak dilaporkan).

Oleh sebab itu, diperlukannya penerapan Keselamatan dan Kesehatan

Kerja Rumah Sakit (K3RS) untuk mencegah terjadinya potensi bahaya tersebut.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan Pasal 165 menyatakan bahwa pengelolaan tempat kerja wajib

melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan,

peningkatan, pengobatan, dan pemulihan bagi tenaga kerja.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66

Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit Pasal 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

menyatakan bahwa K3RS adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi

keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien,

pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya

pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit. Dalam

penerapan K3RS tersebut maka dibutuhkan suatu sistem yang dapat mengelola,

mencegah, bahkan meniadakan potensi bahaya yang dapat timbul, yaitu Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (SMK3RS).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66

Tahun 2016 Pasal 4 menyatakan bahwa SMK3 Rumah Sakit meliputi penetapan

kebijakan K3RS, perencanaan K3RS, pelaksanaan rencana K3RS, pemantauan dan

evaluasi kinerja K3RS, hingga peninjauan dan peningkatan kinerja K3RS. Dalam

penetapan kebijakan K3RS, rumah sakit harus melakukan tinjauan awal kondisi K3

yang salah satu diantaranya meliputi identifikasi potensi bahaya di lingkungan

kerja.

Menyadari akan pentingnya keselamatan pekerja dalam melakukan setiap

pekerjaan maka perlu diterapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di

tempat kerja. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim, dkk (2017) dengan

judul Gambaran Penerapan Standar Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan

Kerja Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar menyatakan

pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya

untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran

lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan bebas dari kecelakaan kerja dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan

produktivitas kerja.

Pada penelitian Salikunna, dkk (2011) dengan judul Penerapan Sistem

Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit Bersalin Pertiwi

Makassar menyatakan bahwa kurangnya pencapaian sistem manajemen di RS

Bersalin Pertiwi Makassar dimana terdapat 57,86% (81 kriteria) yang telah

terlaksana dan terdapat 42,14% (59 kriteria) yang belum terlaksana seperti belum

dilakukannya peninjauan secara berkala kebijakan K3 dan kebijakan khusus

lainnya, belum dimasukkannya kinerja K3 dalam laporan tahunan rumah sakit,

pengurus belum meninjau ulang pelaksanaan sistem manajemen K3 secara

berkala, belum dilakukan pencatatan dan pendokumentasian terhadap peninjauan

ulang ini, dan lain sebagainya.

Pada penelitian Fuan (2014) dengan judul Analisis Implementasi

Pemenuhan Standar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Berbasis Kepmenkes RI

No.1087/MENKES/SK/VIII/2010 Di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I

BB Medan menyatakan bahwa pencapaian penerapan kesehatan dan keselamatan

kerja di RS Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan masih kurang seperti

adanya keterbatasan anggaran yang berdampak terhadap tidak maksimalnya

Kepala Rumah Sakit dan jajarannya dalam implementasi pemenuhan standar K3,

kelengkapan prasarana, sarana, dan fasilitas K3 serta ketersediaan SDM K3 yang

berkompeten, tugas dan fungsi Panitia K3 masih kurang efektif karena personil

Panitia K3 masih memegang tugas rangkap, disamping mereka bertugas di Panitia

K3 mereka juga bertugas, dan sebagainya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

Berdasarkan survei awal peneliti, rumah sakit tersebut telah memiliki

Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang disebut sebagai

Tim Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit Umum Kabanjahe dan

telah memiliki Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(SMK3) Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe. Mekanisme kerja tim K3 rumah

sakit bekerja secara tim dan pelaksanaan K3 di RSUD Kabanjahe bekerja secara

fungsional atau secondjob. Tim K3 rumah sakit bekerja secara rangkap jabatan

dalam arti bahwa tim K3 tidak fokus dalam menangani K3, sehingga tim K3

dalam melaksanakan kerjanya hampir tidak nampak. Rumah Sakit Umum Daerah

Kabanjahe juga memiliki program-program atau kegiatan yang terkait dengan K3,

namun program-program tersebut tidak terlaksana dengan baik karena kurang

terkoordinir dan tidak tertata sebagai suatu manajemen K3RS.

Secara umum setiap rumah sakit harus mampu melakukan pelayanan

kesehatan kerja, melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun,

pencegahan dan pengendalian kebakaran dan bencana, pengelolaan prasarana

rumah sakit, serta pengelolaan prasarana dan sarana rumah sakit (PMK RI Nomor

66 Tahun 2016), namun kenyataannya di Rumah Sakit Umum Kabanjahe belum

melaksanakan keempat hal pokok tersebut secara maksimal. Tim K3 telah

melakukan pemeriksaaan kesehatan dan memberikan imunisasi kepada pekerja,

tetapi belum terlaksana secara maksimal. Rumah sakit ini telah mengolah limbah

cair dengan baik, namun belum memisahkan limbah padat yang infeksius dan

non-infeksius. Tim K3RS telah melakukan pengadaan APAR, jalur evakuasi,

tempat titik kumpul aman, dan peta jalur evakuasi dan tempat titik kumpul aman.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

Pada saat melakukan pekerjaanya ada beberapa pekerja mengalami kecelakaan

kerja maupun tertular penyakit dari pasien, namun tidak melaporkannya kepada

tim K3 sehingga tim K3 tidak memiliki catatan mengenai kecelakaan akibat kerja

dan penyakit akibat kerja tersebut. Tim K3 belum melakukan peninjauan secara

maksimal mengenai program K3 yang telah dilakukan di rumah.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara. Diharapkan hasil penelitian

peneliti dapat memberikan gambaran dan masukkan terhadap penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja RSUD Kabanjahe sehingga dapat dijadikan

sebagai bahan pertimbangan bagi pihak manajemen rumah sakit dalam

pengambilan keputusan serta membuat kebijakan yang berkaitan dengan K3RS

sehingga dapat memberikan layanan yang baik.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka perumusan masalah penelitian

ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan keselamatan dan kesehatan

kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Untuk menggambarkan penerapan keselamatan dan

kesehatan kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo

Sumatera Utara.

Tujuan khusus. Untuk mendeskripsikan manajemen risiko di RSUD

Kabanjahe, untuk mendeskripsikan pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

RSUD Kabanjahe, untuk mendeskripsikan pelaksanaan pengelolaan bahan

berbahaya dan beracun (B3) di RSUD Kabanjahe, untuk mendeskripsikan

pelaksanaan pencegahan dan pengendalian kebakaran dan bencana di RSUD

Kabanjahe, dan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pengelolaan prasarana rumah

sakit di RSUD Kabanjahe.

Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Untuk memberikan masukan dan gambaran tentang penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit (K3RS) yang dapat dijadikan

sebagai bahan pertimbangan bagi pihak manajemen rumah sakit dalam

pengambilan keputusan serta membuat kebijakan yang berkaitan dengan K3RS

sehingga dapat memberikan layanan yang baik.

2. Bagi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan dan pengetahuan

tentang penerapan K3RS baik bagi mahasiswa jurusan kesehatan masyarakat

maupun mahasiswa dari jurusan lain yang tertarik dengan topik ini.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan tahap aplikasi dari pengetahuan K3 serta

menambah pengetahuan baru tentang K3RS.

4. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi bahan referensi untuk

peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih dalam terkait kajian penerapan K3

di rumah sakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tinjauan Pustaka

Rumah Sakit

Pengertian rumah sakit. Menurut WHO (World Health Organization),

rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan

dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan

penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat.

Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat

penelitian medik.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66

Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit Pasal 1

bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan

kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan

tenaga kesehatan dan penelitian (Salikunna, 2011).

Rumah sakit (RS) sebagai salah satu sub-sistem pelayanan kesehatan

menyelenggarakan dua jenis pelayanan, yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan

administrasi. Pelayanan kesehatan meliputi pelayanan medik, penunjang medik,

rehabilitasi medik, dan layanan keperawatan. Keempat jenis pelayanan tersebut

dilaksanakan di Unit Pelayanan Teknis (UPT), seperti Unit Gawat Darurat, Unit

Rawat Jalan, Unit Rawat Inap, Unit Transfusi Darah, Unit Farmasi, dan

sebagainya. Pelayanan administrasi mencakup semua jenis pelayanan yang

9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10

bersifat administratif, termasuk administrasi keuangan yang fungsi utamanya

adalah membantu kelancaran pelaksanan pelayanan kesehatan (Muninjaya, 2010).

Definisi rumah sakit menurut American Hospital Association dikutip oleh

Azwar (1994) adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang

terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan

kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta

pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Menurut Association of Hospital

Care (1947), rumah sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat,

pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan. Menurut Wolper dan

Pena (1987), rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan

menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk

mahasiswa kedokteran, perawat dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya

diselenggarakan.

Tujuan, tugas dan fungsi rumah sakit. Menurut Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 3 bahwa

rumah sakit bertujuan:

1. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan.

2. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,

lingkungan rumah sakit, dan sumber daya manusia di rumah sakit.

3. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.

4. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya

manusia rumah sakit, dan rumah sakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

tentang Rumah Sakit Pasal 4 bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.

Untuk menjalankan tugas rumah sakit maka rumah sakit memiliki fungsi

(Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 5):

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan

medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memerhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Jenis rumah sakit. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 19, 20, 21, dan 24 bahwa rumah sakit

dapat dibedakan menjadi 2 jenis:

1. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan:

a. Rumah sakit umum

Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang

dan jenis penyakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

b. Rumah sakit khusus

Rumah sakit khusu memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau

satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis

penyakit, atau kekhususan lainnya.

2. Berdasarkan pengelolaannya:

a. Rumah sakit publik

Rumah sakit publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,

dan badan hukum yang bersifat nirlaba.Rumah sakit publik yang dikelola

pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan

Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak dapat dialihkan menjadi

rumah sakit privat.

b. Rumah sakit privat

Rumah sakit privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang

berbentuk perseroan terbatas atau persero.

3. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit:

a. Rumah sakit umum kelas A

b. Rumah sakit umum kelas B

c. Rumah sakit umum kelas C

d. Rumah sakit umum kelas D

Prof.DR.Dr.Azrul Azwar, M.Ph (1994) menyatakan dalam buku

Pengantar Administrasi Kesehatan bahwa rumah sakit dapat dibedakan atas

beberapa jenis, yaitu:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

1. Menurut pemilik

Jika ditinjau dari pemiliknya, rumah sakit dapat dibedakkan atas dua

macam yakni rumah sakit pemerintah (government hospital) dan rumah sakit

swasta (private hospital).

2. Menurut filosofi yang dianut

Jika ditinjau dari filosofi yang dianut, rumah sakit dapat dibedakan atas

dua macam yakni rumah sakit yang tidak mencari keuntungan (non-profit

hospital) dan rumah sakit yang mencari keuntungan (profit hospital).

3. Menurut jenis pelayanan yang diselenggarakan

Jika ditinjau dari jenis pelayanan yang diselenggarakan, rumah sakit dapat

dibedakan atas dua macam yakni rumah sakit umum (general hospital) jika semua

jenis pelayanan kesehatan diselenggarakan, serta rumah sakit khusus (specialty

hospital) jika hanya satu jenis pelayanan kesehatan saja yang diselenggarakan.

4. Menurut lokasi rumah sakit

Jika ditinjau dari lokasinya, rumah sakit dapat dibedakan atas beberapa

macam yang kesemuanya tergantung dari pembagian sistem pemerintah yang

dianut. Misalnya rumah sakit pusat jika lokasinya di ibukota negara, rumah sakit

provinsi jika lokasinya di ibukota provinsi dan rumah sakit kabupaten jika

lokasinya di ibukota kabupaten.

Jika ditinjau dari kemampuan yang dimiliki, Rumah Sakit di Indonesia

dibedakan atas lima macam yakni (Azwar,1996) :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

1. Rumah sakit kelas A

Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan

pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas. Oleh pemerintah, rumah

sakit kelas A ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top

referral hospital) atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat.

2. Rumah sakit kelas B

Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan

pelayanan kedokteran spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan

rumah sakit kelas B didirikan di setiap ibukota provinsi (provincial hospital) yang

menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit

pendidikan yang tidak termasuk kelas A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit

kelas B.

3. Rumah sakit kelas C

Rumah sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan

pelayanan kedokteran spesialis terbatas. Pada saat ini ada empat macam pelayanan

spesialis ini yang disediakan yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah,

pelayanan kesehatan anak serta pelayanan kebidanan dan kandungan.

Direncanakan rumah sakit kelas C ini akan didirikan di setiap ibukota kabupaten

(regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.

4. Rumah sakit kelas D

Rumah sakit kelas D adalah rumah sakit yang bersifat transisi karena pada

satu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini

kemampuan rumah sakit kelas D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

umum dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan rumah sakit kelas C, rumah sakit

kelas D ini juga menampung pelayanan rujukan yang berasal dari puskemas.

5. Rumah sakit kelas E

Rumah sakit kelas E adalah rumah sakit khusus (special hospital) yang

menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini

banyak rumah sakit kelas E yang telah ditemukan. Misalnya rumah sakit jiwa,

rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit kanker, rumah sakit jantung,

rumah sakit ibu dan anak dan lain sebagainya yang seperti ini.

Organisasi rumah sakit. Pengorganisasian rumah sakit jika

disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas tiga kelompok organisasi

(Azwar, 1994) yakni:

1. Para penentu kebijakan

Pada penentu kebijakan rumah sakit ini dikenal dengan nama Dewan

Perwalian (Board of Trustees). Pada waktu awal dikenalnya rumah sakit, ke dalam

dewan perwalian termasuk wakil-wakil masyarakat. Tetapi pada saat ini, terutama

untuk rumah sakit yang dikelola oleh badan swasta, anggota dewan perwalian

umumnya adalah para pemilik rumah sakit. Sesuai dengan namanya, maka tugas

utama dewan perwalian ialah menentukan kebijakan rumah sakit.

2. Para pelaksana pelayanan non-medis

Pada pelaksana pelayanan non-medis diwakili oleh kalangan administrasi

(administrator). Adapun yang dimaksud dengan kalangan administrasi disini

adalah mereka yang ditunjuk oleh Dewan Perwalian untuk mengelola kegiatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

rumah sakit. Tugas utamanya adalah mengelola kegiatan aspek non medis rumah

sakit sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Dewan perwalian.

3. Para pelaksana pelayanan medis

Para pelaksana pelayanan medis diwakili oleh kalangan kesehatan

(medical staff). Adapun yang dimaksud dengan pelaksana pelayanan medis disini

adalah mereka yang bekerja di rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan

medis rumah sakit. Sesuai dengan pengertian yang seperti ini maka tugas utama

kalangan kesehatan ialah menyelenggarakan pelayanan medis rumah sakit.

Kecelakaan Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Kerja

Menurut Swarjana (2017), kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi

di tempat kerja yang mungkin menyebabkan kerusakan pada mesin, alat atau

bahkan orang-orang. Berdasarkan jenisnya, kecelakaan kerja dapat dibagi menjadi

beberapa jenis, yaitu:

1. Jatuh atau terkena material.

2. Terkena objek yang menonjol.

3. Terjebak di dalam, di bawah atau di antara benda.

4. Menggunakan tenaga atau gerakan yang berat.

5. Terpapar atau kontak dengan temperatur yang ekstrim.

6. Terpapar atau kontak dengan listrik.

7. Terpapar atau kontak dengan substansi yang berbahaya atau radiasi.

Menurut Irianto (2014), kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak

terduga dan tidak diharapkan akibat dari kerja. Definisi kecelakaan kerja menurut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

Suma’mur yang dikutip oleh Irianto (2014) adalah suatu kecelakaan yang

berkaitan dengan hubungan kerja dengan perusahaan.

Menurut International Labour Organization (ILO), kecelakaan akibat

kerja diklasifikasikan berdasarkan 4 penggolongan (Irianto, 2014) :

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan

a. Terjatuh

b. Tertimpa benda.

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda.

d. Terjepit oleh benda.

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.

f. Pengaruh suhu tinggi.

g. Terkena arus listrik.

h. Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

2. Klasifikasi menurut penyebab

a. Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik dan sebagainya.

b. Alat angkut darat, alat angkut udara, dan alat angkut air.

c. Peralatan lain, misalnya dapur pembakar dan pemanas, alat-alat listrik, dan

sebagainya.

d. Bahan, zat, dan radiasi, misalnya bahan peledak, gas, zat-zat kimia, dan

sebagainya.

e. Lingkungan kerja (di luar bangunan, di dalam bangunan, dan di bawah

tanah).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan

a. Patah tulang.

b. Dislokasi (keseleo).

c. Regang otot (urat).

d. Memar dan luka dalam yang lain.

e. Amputasi.

f. Luka di permukaan.

g. Gegar dan remuk.

h. Luka bakar.

i. Keracunan mendadak.

j. Pengaruh radiasi.

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh

a. Kepala.

b. Leher.

c. Badan.

d. Anggota tubuh atas.

e. Anggota tubuh bawah.

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diderita oleh pekerja yang

berhubungan atau terkait dengan pekerjaan mereka (Swarjana, 2017). Terdapat

beberapa penyakit yang dapat ditimbulkan dari pekerjaan antara lain:

1. Penyakit paru.

2. Cidera muskuloskletal.

3. Kanker.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

4. Trauma berat.

5. Gangguan jantung dan pembuluh darah.

6. Gangguan reproduksi.

7. Gangguan neurotoksik.

8. Bising terkait dengan penurunan atau kehilangan pendengaran.

9. Kondisi-kondisi dermatologis.

10. Tekanan psikologis dan kebosanan (boredom).

Menurut WHO yang dikutip oleh Swarjana (2017), faktor-faktor yang

menyebab terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja adalah:

1. Faktor manusia

Beberapa faktor yang menyebabkan manusia dapat menimbulkan

kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja adalah umur, pengalaman,

penggunaan obat, dan motivasi. Kecelakaan juga sering terjadi oleh karena

tanggung jawab yang tidak baik, pengambilan keputusan yang tidak tepat, atau

keputusan tepat tetapi aksinya terlalu lambat. Untuk menghindari itu manusia

perlu melakukan observasi dan pengenalan terhadap bahaya.

2. Faktor lingkungan (fisik, kimiawi, biologis, fisiologis, psikologis)

Penyebab kecelakaan kerja lainnya adalah faktor lingkungan pekerjaan

misalnya pencahyaan, kebisingan, temperatur, debu, uap, gas, kesalahan

konstruksi mesin, sikap badan yang tidak benar dalam melakukan pekerjaan, dan

yang lainnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

3. Faktor organisasi

Kecelakaan kerja merupakan kejadian yang tidak diinginkan oleh siapa

pun, terlebih pekerja itu sendiri. Setiap pekerja selalu menginginkan dapat bekerja

dengan nyaman, aman tanpa ada rasa ketakutan akan terjadinya kecelakaan kerja.

Oleh karena itu, lingkungan sosial atau organisasi memiliki efek paling besar

terhadap kinerja seseorang.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)

Definisi K3RS. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Rumah Sakit bahwa keselamatan kerja adalah upaya yang dilakukan untuk

mengurangi terjadinya kecelakaan, kerusakan dan segala bentuk kerugian baik

terhadap manusia, maupun yang berhubungan dengan peralatan, obyek kerja,

tempat bekerja, dan lingkungan kerja secara langsung dan tidak langsung.

Menurut Swarjana (2017), keselamatan kerja adalah identifikasi risiko di tempat

kerja dan pengukuran terhadap pencegahan yang diambil untuk menurunkan atau

mengeliminasi hazards yang mungkin menyebabkan kecelakaan. Menurut Adnani

(2011), keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja,

bahan, dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara

melakukan pekerjaan.

Definisi kesehatan kerja menurut WHO (World Health Organization)

dikutip oleh Swarjana (2017) adalah aktivitas multidisiplin yang ditujukan pada:

1. Proteksi dan promosi kesehatan pekerja melalui pencegahan dan

pengendalian penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

mengeliminasi faktor-faktor pekerjaan dan kondisi hazards terhadap

kesehatan dan keselamatan di tempat kerja.

2. Pengembangan dan promosi sehat dan keamanan kerja, lingkungan kerja,

dan organisasi kerja.

3. Peningkatan kesejahteraan fisik, mental dan sosial pekerja, dan dukungan

pengembangan dan pemeliharaan kapasitas pekerjaan mereka, juga

pengembangan profesional dan sosial di tempat kerja.

4. Memungkinkan para pekerja secara sosial dan ekonomi hidup produktif

dan untuk berkontribusi secara positif pengembangan yang berkelanjutan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66

Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit bahwa

kesehatan kerja adalah upaya peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan

kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dari

risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan

pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang mengadaptasi antara pekerjaan dengan

manusia dan manusia dengan jabatannya. Kesehatan kerja merupakan bagian dari

kesehatan masyarakat atau aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu

masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya (Adnani, 2011).

Keselamatan dan kesehatan kerja atau Occupational Safety and Health

(OSH) adalah sebuah isu multidisiplin yang dikonsentrasikan dengan proteksi untuk

keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan orang-orang di tempat kerja

(Swarjana, 2017). Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja

dengan cara pencegahan kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK),

pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan

rehabilitasi (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1087/MENKES/SK/VIII/2010). Definisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012

Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah

segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan

tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat

kerja.Pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja adalah salah satu bentuk

upaya menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari kecelakaan kerja

dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan

produktivitas kerja (Adnani,2011).

Definisi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit berdasarkan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit adalah segala kegiatan untuk

menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya mausia

rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah

sakit melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di

rumah sakit. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010, keselamatan dan kesehatan kerja rumah

sakit adalah upaya terpadu seluruh pekerja rumah sakit, pasien,

pengunjung/pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

kerja Rumah Sakit yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja Rumah Sakit,

pasien, pengunjung/pengantar orang sakit maupun bagi masyarakat dan

lingkungan sekitar rumah sakit. Menurut Adnani (2011), pengertian keselamatan

dan kesehatan kerja di rumah sakit adalah suatu upaya untuk memberikan jaminan

kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja dengan cara

pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat

kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.

Tujuan dan manfaat K3RS. Tujuan keselamatan kerja (Swarjana, 2017):

1. Mencegah kerusakan kesehatan dan mencegah terbuangnya sumber daya

manusia dan sumber daya lainnya.

2. Meningkatkan moral pekerja.

3. Mencegah inefisiensi di tempat kerja yang disebabkan oleh efek dari

kecelakaan.

4. Mencegah bahaya sosial disebabkan oleh kecelakaan.

5. Meningkatkan pencegahan terhadap kecelakaan.

Menurut Adnani (2011), tujuan keselamatan kerja adalah melindungi

tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk

kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional,

menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja, serta memelihara

produktivitas dan mempergunakannya secara aman dan efisien.

Tujuan kesehatan kerja menurut WHO/ILO (1995) adalah untuk

peningkatan dan pemeliharaan kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi-

tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan bagi

pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan,

dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang

disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.

Tujuan kesehatan kerja adalah (Adnani, 2011) :

1. Untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik,

mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan

perusahaan.

2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-

kecelakaan akibat kerja.

3. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.

4. Perawatan dna mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.

5. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta

kenikmatan kerja.

6. Perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindar dari

bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut.

7. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin

ditimbulkan oleh produk-produk perusahaan.

8. Menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

Menurut Suma’mur (2009), hakekat dan tujuan dari keselamatan dan

kesehatan kerja (K3) yaitu :

1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja seoptimal

mungkin, pada pekerja/buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, dan

pengusaha; dengan dimaksud untuk tujuan menyejahterakan tenaga kerja.

2. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi dan produktivitas, yang

berlandaskan pada perbaikan daya kerja dan produktivitas faktor manusia

dalam produksi.

Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja (Irianto, 2014) :

1. Agar masyarakat pekerja (karyawan perusahaan, pegawai negeri, petani,

nelayan, pekerja-pekerja bebas, dan sebagainya) dapat mencapai derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental, dan sosialnya. 2.

Agar masyarakat sekitar perusahaan perusahaan terlindung dari bahay-

bahaya pengotoran oleh bahan-bahan yang berasal dari perusahaan. 3.

Agar hasil produksi perusahaan tidak membahayakan kesehatan

masyarakat konsumennya.

4. Agar efisiensi kerja dan daya produktivitas para karyawan meningkat dan

dengan demikian akan meningkatkan pula produksi perusahaan.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2010), tujuan

dari keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit (K3RS) secara umum adalah

terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM rumah

sakit, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung pengantar pasien, masyarakat dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

lingkungan sekitar rumah sakit sehingga proses pelayanan rumah sakit berjalan

baik dan lancar. Tujuan khusus K3RS adalah:

1. Terwujudnya organisasi kerja yang menunjang tercapainya K3RS.

2. Meningkatnya profesionalisme dalam hal K3 bagi manajemen, pelaksana

dan pendukung program.

3. Terpenuhi syarat-syarat K3 di setiap unit kerja.

4. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK dan KAK.

5. Terselenggaranya program K3RS secara optimal dan menyeluruh.

6. Peningkatan mutu, citra dan produktivitas Rumah Sakit.

Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit adalah untuk

terselenggaranya keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit secara optimal,

efektif, efisien, dan berkesinambungan (PMK RI Nomor 66 Tahun 2016).

Dasar hukum K3RS. Hukum dasar tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar

(UUD) 1945 sebagai sumber hukum dari segala hukum. Sumber hukum peraturan

perundangan K3 berlandaskan pada pasal 27 ayat 2 UUD Tahun 1945 yang

dinyatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Berikut adalah landasan hukum

diterapkannya K3RS:

1. UU RI Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

2. UU RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

3. UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1087 Tahun

2010 tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

Dasar hukum K3RS lainnya adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Rumah Sakit.

Pelaksanaan K3RS. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 66 Tahun

2016 menyatakan bahwa pelaksanaan K3RS adalah suatu kegiatan keselamatan

dan kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh sumber daya manusia rumah sakit,

pasien, pengunjung pasien, dan lingkungan rumah sakit sesuai dengan program

yang telah ditetapkan oleh pihak rumah sakit yang bertujuan agar dapat

mengurangi dan mengendalikan terjadinya risiko keselamatan dan kesehatan

kerja. Pelaksanaan K3RS ini harus didukung oleh tim keselamatan dan kesehatan

kerja rumah sakit, prasarana dan sarana, dan anggaran yang memadai sehingga

pelaksanaan K3RS dapat berjalan secara efisien, efektif, dan berkesinambungan.

Adapun pelaksanaan K3RS meliputi:

1. Manajemen risiko

Manajemen risiko adalah proses yang bertahap dan berkesinambungan

untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja secara

komperhensif di lingkungan rumah sakit. Tujuan manajemen risiko adalah untuk

meminimalkan risiko keselamatan dan kesehatan di rumah sakit pada tahap yang

tidak bermaksna sehingga tidak menimbulkan efek buruk terhadap keselamatan

dan kesehatan SDM rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengujung, maupun

lingkungan rumah sakit. Jenis-jenis kegiatan yang dilakukan adalah:

a. Persiapan/penentuan konteks

b. Identifikasi bahaya potensial

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

c. Analisis risiko

d. Evaluasi risiko

e. Pengendalian risiko

f. Komunikasi dan konsultasi

g. Pemantauan dan telaah ulang

2. Pelayanan kesehatan kerja

Pelayanan kesehatan kerja adalah suatu upaya kesehatan yang diberikan

kepada sumber daya manusia rumah sakit untuk meningkatkan dan memelihara

kesehatan baik secara fisik, mental, dan sosial. Jenis-jenis kegiatan yang

dilakukan dalam pelayanan kesehatan kerja adalah:

a. Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi.

b. Pelaksanaan program kebugaran jasmani, senam kesehatan, dan rekreasi.

c. Pembinaan mental/rohani.

d. Pemenuhan gizi kerja, meliputi:

1). Pengelolaan kantin bersih dan sehat.

2). Pemeriksaan kesehatan penjamah makanan/hygiene perorangan.

3). Pemantauan status gizi.

e. Pemberian imunisasi.

f. Pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum bekerja, berkala, dan khusus.

g. Memberikan pengobatan dan perawatan seta rehabilitasi bagi SDM rumah

sakit yang menderita sakit.

3. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah suatu upaya yang

dilakukan untuk mengurangi risiko penggunaan bahan berbahaya dan beracun

serta limbah dari penggunaan bahan berbahaya dan beracun terhadap sumber daya

manusia rumah sakit, pasien, pengunjung pasien, dan lingkungan rumah sakit.

Jenis-jenis kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan bahan berbahaya dan

beracun adalah:

a. Identifikasi dan inventarisasi B3 berdasarkan jenis, lokasi, jumlah, dan

bahaya dari B3.

b. Menyiapkan sarana B3, seperti lemari B3, penyiram badan, pencuci mata,

alat pelindung diri, rambu dan simbol B3, dan spill kit.

c. Pembuatan pedoman dan standar prosedur operasional B3 yang aman.

d. Melakukan pelatihan dan simulasi penanganan keadaan darurat B3.

4. Pencegahan dan pengendalian kebakaran dan bencana

Pencegahan dan pengendalian kebakaran dan bencana adalah suatu upaya

pencegahan terjadinya kebakaran dan pengendalian pada saat kebakaran dan

bencana yang dapat berdampak buruk bagi sumber daya manusia yang berada di

lingkup dan lingkungan sekitar rumah sakit serta dapat merusak prasarana dan

sarana rumah sakit sehingga semua sumber daya manusia yang berada di lingkup

dan lingkungan sekitar rumah sakit serta prasarana dan sarana rumah sakit dapat

menjadi aman dan selamat. Jenis-jenis kegiatan yang dilakukan dalam pencegahan

dan pengendalian kebakaran dan bencana adalah:

a. Identifikasi area berisiko bahaya kebakaran serta melakukan inventarisasi

dan pengecekan sarana proteksi kebakaran, seperti APAR, penyemprot api

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

manual (hydrant), detektor api, detektor asap, sprinkler, jalur evakuasi,

pintu darurat, tangga darurat, dan tempat titik kumpul aman.

b. Pemetaan area berisiko tinggi kebakaran dan bencana dengan

menyediakan peta area berisiko tinggi kebakaran, peta keberadaan sarana

proteksi kebakaran, peta jalur evakuasi dan titik kumpul aman, serta denah

lokasi di setiap gedung.

c. Membentuk tim penanggulangan kebakaran dan bencana rumah sakit dan

melakukan simulasi dan pelatihan kebakaran dan bencana minimal setahun

sekali.

5. Pengelolaan prasarana rumah sakit

Pengelolaan prasarana rumah sakit adalah suatu upaya yang dilakukan

untuk mengetahui kelayakan penggunaan prasaran rumah sakit sehingga sumber

daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien, dan lingkungan menjadi

aman dan selamat. Pengelolaan prasarana rumah sakit yang dimaksud di atas

adalah penggunaan listrik, air bersih, genset, boiler, gas medis, pengelolaan air

limbah, peralatan medis yang ada di rumah sakit tersebut. Jenis-jenis kegiatan

yang dilakukan dalam pengelolaan prasarana rumah sakit adalah:

a. Menyusun daftar inventaris prasarana rumah sakit.

b. Melakukan pemeriksaan, pengujian, dan pemeliharaan prasarana rumah

sakit.

c. Memberikan label pada prasarana rumah sakit yang digunakan dan tidak

digunakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

d. Melakukan pelatihan dalam pemeriksaan, pengujian, dan pemeliharaan

prasarana rumah sakit.

Kerangka Pikir

Penerapan K3RS

Pencegahan
Pelayanan Pengelolaan dan Pengelolaan
kesehatan B3 RS pengendalian prasarana RS
kerja kebakaran
dan bencana

Gambar 1. Kerangka pikir

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif merupakan suatu metode penelitian yang dapat digunakan untuk

mendeskripsikan peristiwa, perilaku orang atau suatu keadaan pada tempat

tertentu secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi (Sugiyono, 2011).

Penelitian ini untuk memeroleh informasi mengenai penerapan keselamatan dan

kesehatan kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe Kabupaten Karo

Sumatera Utara.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di RSUD Kabanjahe yang

berlokasi di Jalan Kapten Selamat Ketaren Kode Pos 22111 Kabanjahe Kabupaten

Karo Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian ini dengan pertimbangan bahwa

data yang diperlukan dalam penelitian ini tersedia serta belum pernah dilakukan

penelitian mengenai Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.

Waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan di bulan Februari 2018 sampai

dengan selesai.

Informan

Metode pengambilan informan menggunakan metode purposive sampling.

Metode purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data

dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011). Dalam hal ini informan yang

diambil yaitu pihak-pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan keselamatan dan

kesehatan kerja, yang berjumlah 6 (enam) orang antara lain:

32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33

1. Ketua Tim Keselamatan dan Kesehatan Kerja di RSUD Kabanjahe.

2. Sekretaris Tim Keselamatan dan Kesehatan Kerja di RSUD Kabanjahe.

3. Koordinator bidang kesehatan kerja Tim Keselamatan dan Kesehatan

Kerja di RSUD Kabanjahe.

4. Koordinator bidang keselamatan kerja Tim Keselamatan dan Kesehatan

Kerja di RSUD Kabanjahe.

5. Koordinator bidang kesehatan lingkungan Tim Keselamatan dan

Kesehatan Kerja di RSUD Kabanjahe.

6. Koordinator bidang kewaspadaan bencana Tim Keselamatan dan

Kesehatan Kerja di RSUD Kabanjahe.

Adapun informan yang berpengaruh terhadap penerapan keselamatan dan

kesehatan kerja di rumah sakit tersebut terdiri dari 6 informan Tim Keselamatan

dan Kesehatan Kerja.

Definisi Konsep

1. Manajemen risiko adalah suatu upaya yang berkesinambungan yang

dilakukan untuk mencegah terjadinya PAK dan KAK yang memenuhi 7

kriteria.

2. Pelayanan kesehatan kerja adalah suatu upaya kesehatan yang dilakukan

pihak rumah sakit agar pekerja rumah sakit tidak tertular penyakit dan

dapat meningkatkan kesehatan pekerja yang memenuhi 10 kriteria.

3. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah suatu upaya yang

dilakukan untuk mengelola limbah-limbah yang ada di rumah sakit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

sehingga semua SDM yang ada di rumah sakit tidak terkena paparan dan

lingkungan tidak tercemari yang memenuhi 7 kriteria.

4. Pencegahan dan pengendalian kebakaran dan bencana adalah suatu upaya

yang dilakukan agar semua SDM yang ada di rumah sakit dapat waspada

dan dengan cepat mengambil tindakan keselamatan apabila terjadi

kebakaran dan bencana yang memenuhi 12 kriteria.

5. Pengelolaan prasarana rumah sakit adalah suatu upaya yang dilakukan

pihak rumah sakit agar semua SDM yang ada di rumah sakit dapat aman

dan nyaman saat menggunakan prasarana dan sarana rumah sakit yang

memenuhi 7 kriteria.

6. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit adalah

pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja agar semua SDM

yang ada di rumah sakit menjadi aman, nyaman, selamat, dan sehat saat

melakukan setiap kegiatan di rumah sakit yang sesuai dengan standar

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang memenuhi 43

kriteria.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan antara lain:

2. Wawancara mendalam (indepth interview). Tujuannya adalah untuk

menemukan permasalahan secara mendalam, dimana subjek diminta

pendapat dan ide-idenya. Untuk memperoleh hasil wawancara yang utuh

dan murni maka teknik wawancara menggunakan alat perekam suara

sehingga data asli lapangan dapat sesuai dengan apa yang dirasakan oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

subjek penelitian. Wawancara ini menggunakan pedoman wawancara yang

sudah disiapkan terlebih dahulu.

3. Observasi (pengamatan). Metode pengumpulan data primer, yaitu melihat,

mengamati, dan mencatat kegiatan atau peristiwa. Dalam hal ini, peneliti

mengamati kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan rumah sakit. 4.

Dokumentasi. Dokumen yang dimaksud adalah catatan tertulis tentang

berbagai kegiatan atau peristiwa pada waktu yang lalu, bisa berbentuk

tulisan, gambar, atau karya-karya. Dokumen yang berhubungan dengan

penelitian adalah profil rumah sakit, dokumen-dokumen yang

berhubungan dengan program keselamatan dan kesehatan kerja di rumah

sakit, dan foto kondisi situasi K3RS.

Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah

dengan menggunakan analisis tematik. Analisis tematik digunakan untuk

mengidentifikasi tema-tema yang terpola dari hasil wawancara yang telah

diperoleh. Analisis ini dikodekan secara induktif yaitu dimulai dengan observasi

khusus yang akan memunculkan tema-tema, kategori-kategori, dan pola hubungan

di antara kategori-kategori tersebut. Selanjutnya data-data yang sudah terkumpul

akan diolah dan disajikan dalam bentuk narasi menurut variabel yang diteliti.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hasil dan Pembahasan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi dan sejarah RSUD Kabanjahe. RSUD Kabanjahe terletak di

Jalan Kapten Selamet Ketaren Nomor 8, tepat di tengah kota Kabanjahe,

Kabupaten Karo. RSUD Kabanjahe adalah rumah sakit umum daerah milik

Pemerintah Daerah Kabupaten Karo dan ditetapkan melalui Surat Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.02.03/I/2000/2014 tanggal 12

Agustus 2014 bahwa RSUD Kabanjahe adalah rumah sakit umum kelas C. RSUD

Kabanjahe adalah unit pelayanan kesehatan yang didirikan pada tahun 1921 oleh

Pemerintah Hindia-Belanda dengan nama Bataks Institue. Kemudian pada tahun

1945 setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, rumah sakit ini diberikan kepada

pemerintah dan pengelolaannya oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karo dengan

nama Rumah Sakit Umum Kabanjahe.

Semenjak diberikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo hingga

saat ini terdapat 19 pimpinan/direktur yang memimpin jalannya pelayanan rumah

sakit. Seiring dengan berkembangnya waktu, RSUD Kabanjahe semakin

meningkatkan kinerja, sarana, serta prasarana pelayanan. Pada tanggal 8

Desember 2009, RSUD Kabanjahe mendapatkan penghargaan dari Pemerintah

Provinsi Sumatera Utara tentang pemenang pertama penampilan kerja rumah sakit

umum pemerintah kelas C tingkat Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009 yang

sesuai dengan Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor : 445.5213.K/Thn

2009.

36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37

RSUD Kabanjahe menjadi rumah sakit yang terakreditasi penuh untuk 5

jenis kegiatan pelayanan dasar atas penilaian Komite Akreditasi Rumah Sakit

(KARS) pada tanggal 23 Desember 2009, yaitu:

1. Pelayanan administrasi dan manajemen.

2. Pelayanan medis.

3. Pelayanan keperawatan.

4. Pelayanan gawat darurat.

5. Rekam medis.

Visi dan misi RSUD Kabanjahe. RSUD Kabanjahe memiliki visi

“Menjadi Rumah Sakit Umum Kabupaten yang terbaik di Provinsi Sumatera

Utara”. Visi tersebut berusaha diwujudkan melalui misi-misi antara lain:

1. Memberikan pelayanan rumah sakit yang prima.

2. Melengkapi saran dan prasarana rumah sakit secara bertahap.

3. Meningkatkan profesionalisme pegawai.

4. Melaksanakan akreditasi dan sertifikasi.

Struktur organisasi RSUD Kabanjahe. Rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, terdapat berbagai latar

belakang profesi sumber daya manusia dari tenaga administrasi maupun tenaga

yang berhubungan langsung dengan pasien seperti tenaga perawat, farmasi,

dokter, dan tenaga kesehatan lainnya yang termasuk dalam kelompok jabatan

fungsional. Untuk tercapainya penyelenggaraan pelayanan rumah sakit yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

efektif dan efisien maka perlu ditetapkan struktur organisasi rumah sakit sehingga

terdapat mekanisme pengendalian dan hubungan kerja yang baik dari setiap unit-

unit kerja yang ada (Lampiran 5). RSUD Kabanjahe juga telah memiliki Tim K3RS

yang dipimpin langsung oleh Direktur (Lampiran 6).

Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang yang terdiri dari Tim

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit di RSUD Kabanjahe, yaitu ketua,

sekretaris, koordinator bidang kesehatan kerja, koordinator bidang keselamatan

kerja, koordinator bidang kesehatan lingkungan, dan koordinator bidang

kewaspadaan bencana.

Tabel 1
Karakteristik Informan
Informan Umur Jenis
Jabatan Pendidikan
(thn) Kelamin
1
Ketua Tim K3RS S2 46 Laki-Laki
2
Sekretaris Tim K3RS S1 44 Perempuan
3 Koordinator bidang Kesehatan
S2 55 Laki-Laki
Kerja
4 Koordinator bidang Keselamatan
S2 53 Laki-Laki
Kerja
5 Koordinator bidang Kesehatan
S1 54 Laki-Laki
Lingkungan
6 Koordinator bidang
S1 49 Laki-Laki
Kewaspadaan Bencana

Penerapan K3RS di RSUD Kabanjahe

RSUD Kabanjahe yang telah memiliki K3RS dan telah menetapkan

kebijakan tertulis terkait keselamatan dan kesehatan kerja yang ditandatangani

oleh direktur. Menurut PMK RI Nomor 66 Tahun 2016, setiap rumah sakit harus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

memiliki sistem manajemen K3RS yang meliputi penetepan kebijakan K3RS,

perencanaan K3RS, pelaksanaan rencana K3RS, pemantauan dan evaluasi kinerja

K3RS, serta peninjauan dan peningkatan kinerja K3RS. RSUD Kabanjahe telah

melakukan kelima hal tersebut tetapi belum maksimal. Kebijakan tersebut

dibentuk oleh pihak rumah sakit berdasarkan standar pelayanan K3 di rumah sakit

yang disesuaikan dengan keadaan rumah sakit tersebut. Tim K3RS ini telah

dibentuk dan telah dikeluarkannya SK Direktur RSUD Kabanjahe Nomor:

432/KPS/XI/2016 tentang pembentukan tim kesehatan dan keselamatan kerja

pada RSUD Kabanjahe pada tanggal 7 November 2016.

Pembentukan tim K3RS ini merupakan bukti bahwa pihak rumah sakit

telah memiliki komitmen untuk menerapkan K3 di rumah sakit dan merupakan

kewajiban rumah sakit dalam memenuhi tuntutan pemerintah untuk mengadakan

akreditasi rumah sakit serta keselamatan dan kesehatan kerja juga merupakan

salah satu aspek penilaian dalam akreditasi tersebut. Namun kenyataannya bahwa

tim K3RS belum melaksanakan tugasnya secara maksimal dalam kegiatan

keselamatan dan kesehatan kerja karena sebelum terbentuknya tim ini hingga saat

ini, setiap personil tim telah memiliki jabatan atau pekerjaan masing-masing di

rumah sakit sehingga setiap personil memiliki rangkap jabatan yang menjadikan

setiap personil tidak fokus dalam melakukan tugasnya sebagai tim K3RS dan

tidak memiliki pendidikan khusus mengenai K3. Hal tersebut dapat terbukti dari

pernyataan informan:

“Untuk tim K3RS sudah ada dan sudah ada SK nya, tetapi timnya masih
sibuk dengan pekerjaan masing-masing karena timnya disini masih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

bekerja secara rangkap jabatan. Sehingga penerapan K3 rumash sakit ini


belum maksimal” (Informan 1, 2, 3, 4, 5, 6).

Kebijakan tertulis tersebut juga berisi program-program K3RS. Sebelum

terbentuknya tim K3RS, rumah sakit ini telah melakukan kegiatan-kegiatan yang

berhubungan dengan program-program K3 karena penting bagi pihak rumah sakit

untuk membuat setiap pekerja merasa aman dan nyaman dalam melakukan setiap

pekerjaan mereka. Namun program-program yang telah disusun tersebut belum

dilaksanakan secara maksimal karena tim K3RS tidak fokus melaksanakan

tugasnya dalam kegiatan K3 sehingga beberapa program tidak dilaksanakan. Tim

K3RS belum melakukan pencatatan dan pelaporan mengenai setiap KAK dan PAK

yang terjadi pada pekerja karena merasa bahwa hal tersebut tidak penting untuk

dicatat dan dilaporkan.


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66

Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit

menyatakan bahwa setiap rumah sakit wajib menyelenggarakan K3RS yang

bertujuan untuk terselenggaranya keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit

secara optimal, efektif, dan berkesinambungan. Dalam PMK RI Nomor 66 Tahun

2016 terdapat 8 standar K3RS, yaitu manajemen risiko, keselamatan dan

keamanan, pelayanan kesehatan kerja, pengelolaan B3, pencegahan dan

pengendalian kebakaran, pengelolaan prasarana, pengelolaan peralatan medis, dan

kesiapsiagaan menghadapai kondisi darurat atau bencana. Penerapan K3RS di

RSUD Kabanjahe diharapkan memenuhi 43 kriteria berdasarkan program-

program yang telah ditetapkan, yaitu 7 kriteria manajemen risiko, 10 kriteria

pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja, 7 kriteria pelaksanaan pengelolaan bahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

berbahaya dan beracun, 12 kriteria pelaksanaan pencegahan dan pengendalian

kebakaran dan bencana, dan 7 kriteria pelaksanaan pengelolaan prasarana rumah

sakit.

Menurut Fuan (2014), K3RS sangatlah penting mengingat perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi K3 Rumah Sakit. Dengan adanya standar K3RS

maka pihak manajemen Rumah Sakit dapat menciptakan lingkungan kerja yang

aman, sehat dan produktif untuk pekerja, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung,

masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan

Rumah Sakit berjalan baik dan lancar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fuan,

pemenuhan Standar K3 di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I/BB

Medan hanya mencapai 154 kriteria (50,66%) dari 304 kriteria dengan tingkat

pencapaian pemenuhan Standar K3 RS termasuk kategori kurang. Hal ini

disebabkan Standar Pelayanan K3RS dan Standar K3 Perbekalan Kesehatan di

Rumah Sakit masih belum seluruhnya mendapat pemenuhan bahkan pengelolaan

bahan berbahaya dan beracun, standar sumber daya manusia K3RS, serta

pembinaan, pengawasan, pencatatan, dan pelaporan sama sekali tidak mendapat

pemenuhan.

Manajemen Risiko

Persiapan/penentuan konteks. Berdasarkan hasil observai yang

dilakukan, RSUD Kabanjahe telah melakukan persiapan/penentuan konteks.

Kegiatan ini dilakukan untuk dapat menentukan tanggung jawab SDM rumah

sakit, menentukan ruang lingkup manajemen risiko K3, menentukan semua

aktivitas, prosesm fungsi, proyek, produk, pelayanan dan aset di tempat kerja,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

serta menentukan metode dan waktu pelaksanaan evaluasi (PMK RI Nomor 66

Tahun 2016).

Identifikasi bahaya potensial. Berdasarkan hasil observasi yang

dilakukan, tidak ada dilakukan identifikasi bahaya potensial di RSUD Kabanjahe.

Identifikasi ini perlu dilakukan untuk dapat menemukan faktor risiko terhadap

proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau

barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah

yang terbentuk proses produksi (PMK RI Nomor 66 Tahun 2016). Dalam kegiatan

ini, lembar data keselamatan bahan perlu dipelajari sehingga setiap bahan kimia

yang digunakan dapat dikelompokkan dan diidentifikasi.

Analisis risiko. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, tidak ada

dilakukannya analisis risiko di RSUD Kabanjahe. Kegiatan ini perlu dilakukan

karena merupakan hal awal untuk pencegahan dan mengendalikan tingkat pajanan

dari setiap aktivitas yang dilakukan. Analisis risiko bertujuan untuk mengevaluasi

besaran (magnitude) risiko kesehatan pada pekerja (PMK RI Nomor 66 Tahun

2016). Kegiatan ini merupakan gambaran dari risiko yang ada dan akan disusun

urutan risiko yang ada.

Evaluasi risiko. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, RSUD

Kabanjahe telah melakukan kegiatan ini. Evaluasi risiko adalah membandingkan

tingkat risiko yang telah dihitung pada tahapan analisis risiko dengan kriteria

standar yang digunakan (PMK RI Nomor 66 Tahun 2016). Evaluasi risiko yang

telah dilakukan RSUD Kabanjahe adalah dengan melakukan pemeriksaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

kesehatan kepada pekerja sehingga dapat mencegah dan mengendalikan PAK dan

KAK.

Pengendalian risiko. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, RSUD

Kabanjahe telah melakukan kegiatan ini, yaitu dengan menggunakan APD saat

bekerja, memiliki alat-alat yang berguna untuk mengurangi potensi bahaya dan

risiko kebakaran, serta mendesain tempat kerja yang nyaman dan aman.

Komunikasi dan konsultasi. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan,

RSUD Kabanjahe tidak melakukan kegiatan ini. Kegiatan ini bertujuan untuk

mengembangkan rencana komunikasi, baik pada kontributor internal maupun

eksternal sejak tahapan awal proses pengelolaan risiko (PMK RI Nomor 66 Tahun

2016).

Pemantauan dan telaah ulang. Berdasarkan hasil obervasi yang

dilakukan, RSUD Kabanjahe tidak melakukan kegiatan ini. Kegiatan ini bertujuan

untuk mengetahui perubahan-perubahan yang bisa terjadi sehingga dapat

dilakukan perbaikan apabila diperlukan. Pada prinsipnya pemantauan dan telaah

ulang perlu untuk dilakukan untuk menjamin terlaksananya seluruh proses

manajemen risiko dengan optimal (PMK RI Nomor 66 Tahun 2016).

Pelayanan Kesehatan Kerja di RSUD Kabanjahe

Pemberian makanan tambahan. Berdasarkan hasil wawancara yang

diperoleh, tidak ada dilakukan pemberian makanan tambahan kepada pekerja

karena pihak rumah sakit beranggapan bahwa hal itu adalah diluar tanggung

jawab rumah sakit. Hal tersebut dapat terbukti dari pernyataan informan:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

“Kalau di rumah sakit ini, pekerja tidak ada diberikan makanan tambahan
karena anggaran juga tidak ada disediakan. Pekerja memiliki inisiatif
untuk membeli atau membawa makanan sendiri” (Informan 3, 4, 5, 6). Pihak
rumah sakit memberikan makanan tambahan kepada pekerja agar dapat

mencegah morbiditas, menurunkan angka absensi, serta meningkatkan

produktivitas kerja (Ratnawati, 2011).

Pelaksanaan program kebugaran jasmani/senam kesehatan.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, ada dilakukan program kebugaran

jasmani berupa senam pagi yang dilakukan setiap hari Sabtu. Hal tersebut dapat

terbukti dari pernyataan informan:

“Untuk program kebugaran jasmani di rumah sakit ini, yaitu dengan


melakukan senam pagi. Biasanya senam pagi ini dilakukan untuk pekerja
tetapi kalau ada pasien atau pendamping pasien yang mau ikut bergabung
tidak masalah. Senam pagi biasanya dilakukan di hari Sabtu” (Informan
1, 2, 4, 5, 6).
Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal,

meningktkan kebugaran jasmani, meningkatkan kualitas dan produktifitas kerja,

mengurangi stress akibat kerja dan stres di lingkungan kerja, serta membudayakan

latihan fisik dan olahraga sebagai gaya hidup sehari-hari (Porajow, 2016).

Pelaksanaan program rekreasi. Berdasarkan hasil wawancara yang

diperoleh, ada dilakukan program rekreasi yang dilakukan 1 sampai 3 kali dalam

setahun. Hal tersebut dapat terbukti dari pernyataan informan:

“Program rekreasi untuk pekerja selalu dilakukan setiap tahun, sekitar


satu sampai tiga kali dalam setahun. Biasanya pekerja pergi keluar kota
untuk mencari suasana baru atau melakukan family gathering” (Informan
1, 2, 4, 5, 6).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan kerjasama dan kemampuan

organisasi,meningkatkan kebahagiaan, meningkatkan produktivitas karyawan,

meningkatkan ketahanan tubuh, menjaga dari kepanikan dan emosi negatif

berlebihan, serta meningkatkan softskills (Abi, 2017).

Pembinaan mental/rohani. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh,

ada dilakukan pembinaan mental/rohani berupa ibadah pagi yang dilakukan setiap

hari Kamis di aula rumah sakit. Hal tersebut dapat terbukti dari pernyataan

informan:

“Setiap Kamis pagi pekerja mengikuti ibadah pagi di aula rumah sakit.
Bukan hanya pekerja yang boleh mengikuti ini tetapi juga pasien dan
pendamping pasien” (Informan 1, 2, 4, 5, 6).

Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan profesional kerja, lebih menghargai

sebuah usaha, mengurangi stres di tempat kerja, meningkatkan performa dan

percaya diri, meningkatkan kesehatan jiwa, meningkatkan semangat dalam

bekerja, meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah dalam kerja,

dan meningkatkan prestasi (Maress, 2018).

Pengelolaan kantin bersih, sehat, dan hygiene sanitasi. Berdasarkan

hasil observasi yang diperoleh, rumah sakit ini tidak memiliki kantin sehingga

pekerja, pasien, ataupun pendamping pasien membeli makanan dari luar rumah

sakit.

Pemberian imunisasi. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, ada

dilakukan pemberian imunisasi bagi pekerja yang memiliki risiko tinggi tertular

penyakit. Hal tersebut dapat terbukti dari pernyataan informan:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

“Imunisasi diberikan kepada pekerja yang bekerja di tempat yang


memiliki risiko penularan penyakit yang tinggi, seperti UGD, ruang
operasi. Imunisasi yang diberikan yaitu vaksin hepatitis B” (Informan 1, 2,
3, 4, 5, 6).

Kegiatan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit kepada

pekerja sehingga pekerja tetap produktif dalam melaksanakan pekerjaannya

(Porajow, 2016).
Pemeriksaan kesehatan bagi pekerja sebelum bekerja, berkala, dan

khusus. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, ada dilakukan pemeriksaan

kesehatan bagi pekerja sebelum bekerja, berkala yang dilakukan setiap setahun

sekali, dan khusus bagi pekerja yang terkena penyakit akibat kerja dan kecelakaan

akibat kerja, serta setiap kegiatan pemeriksaan yang dilakukan ditanggung sendiri

oleh pekerja. Hal tersebut dapat terbukti dari pernyataan informan:

“Pekerja melakukan pemeriksaan kesehatan pada saat awal bekerja


dengan menggunakan biaya sendiri, dilakukan juga pemeriksaan
kesehatan secara berkala setiap tahun sekali untuk melihat kondisi
kesehatan pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara khusus untuk
pekerja yang menderita PAK dan KAK” (Informan 1, 2, 3, 4, 5, 6).
Kegiatan ini dilakukan sebagai dasar kondisi kesehatan awal, menyelaraskan

kondisi kesehatan pekerja dengan pekerjaannya (fit the man to the job), serta agar

pekerja tetap dapat menjaga dan meningkatkan kondisi kesehatannya (Vancivil,

n.d.).

Pemantauan kesehatan pekerja. Berdasarkan hasil wawancara yang

diperoleh, ada dilakukan pemantauan kesehatan pekerja setiap setahun sekali. Hal

tersebut dapat terbukti dari pernyataan informan:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

“Setiap setahun sekali pihak rumah sakit memantau kesehatan pekerja


agar dapat diketahui kondisi kesehatannya, jadi kalau ada yang kurang
akan dibantu untuk menyembuhkannya” (Informan 2, 3, 4, 5, 6).
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan pekerja,

menyelaraskan kondisi kesehatan pekerja dengan pekerjaannya (fit the man to the

job), serta agar pekerja tetap dapat menjaga dan meningkatkan kondisi

kesehatannya (Vancivil, n.d.).

Pemberian pengobatan, perawatan, dan rehabilitasi bagi pekerja yang

menderita sakit. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, ada

diberikan pengobatan, perawatan, dan rehabilitasi bagi pekerja yang menderita

sakit akibat kerja yang langsung ditangani di rumah sakit tersebut. Hal tersebut

dapat terbukti dari pernyataan informan:

“Pekerja yang menderita PAK dan KAK akan diberikan diperiksa secara
khusus dan diberikan pengobatan serta perawatan, bahkan apabila belum
sembuh juga maka pihak rumah sakit akan memberikan rehabilitasi
kepada pekerja sehingga pekerja dapat kembali sehat. Tindakan ini juga
akan langsung ditangani di rumah sakit ini” (Informan 2, 3, 4).
Kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu tindakan kesehatan kuratif dan

rehabilitatif yang memelihara kesehatan pekerja dalam lingkungan kerjanya

(PMK RI No.66, 2016).

Pelaporan dan pencatatan. Berdasarkan hasil wawancara yang

diperoleh, tidak ada dilakukan pelaporan dan pencatatan setiap kegiatan pelayanan

kesehatan yang dilakukan karena tim K3RS tidak memiliki waktu yang cukup

untuk melakukannya sebab tim K3RS masih melakukan pekerjaan secara rangkap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

sehingga tidak fokus dalam program ini. Hal tersebut dapat terbukti dari

pernyataan informan:

“Kegiatannya belum ada dilaporkan dan dicatat secara keseluruhan,


hanya beberapa kegiatan saja, sepeti untuk pembinaan mental/rohani
tidak pernah dilaporkan dan dicatat karena itu memang dilakukan secara
rutin” (Informan 3, 5, 6).

Kegiatan ini wajib dilakukan rumah sakit secara terintegrasi sehingga rumah sakit

dapat melakukan peninjauan dan peningkatan terhadap kinerja K3RS (PMK RI

No.66, 2016).
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di RSUD Kabanjahe

Identifikasi dan inventarisasi B3. Berdasarkan hasil wawancara yang

diperoleh, tidak ada dilakukan identifikasi dan inventarisasi B3. Hal tersebut dapat

terbukti dari pernyataan informan:

“Kalau untuk B3 sebenarnya dalam pelaksanaan sudah dilaksanakan, tapi


data secara lengkap mengenai daftar B3 belum dikonsep semuanya.
Identifikasi B3 disini belum dilakukan karena kami kekurangan waktu untuk
melakukan itu” (Informan 2, 3, 6).

Kegiatan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan seperti kebakaran,

peledeakan, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, serta penyakit

akibat kerja (Salikuna, 2011).


Menyiapkan dan memiliki lembar data keselamatan bahan (MSDS).

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, rumah sakit tidak memiliki MSDS

karena tim K3RS sendiri tidak mengetahui apa maksud dan kegunaan MSD

tersebut. Hal tersebut dapat terbukti dari pernyataan informan:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

“Rumah sakit tidak memiliki lembar data keselamatan bahan bahkan kami
juga baru mendengarnya jadi kami belum ada menggunakan itu”
(Informan 1, 2, 3, 4, 5, 6).
Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada para pekerja dan

personel gawat darurat mengenai informasi penanganan suatu bahan dengan aman

(Wikipedia, 2017).

Menyiapkan sarana keselamatan B3. Sarana keselamatan yang

dibutuhkan adalah lemari B3, peyiram badan (body wash), pencuci mata

(eyewasher), APD, rambu dan simbol B3, spill kit, dan tempat sampah khusus.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, rumah sakit memiliki beberapa

sarana keselamatan B3 seperti APD dan tempat sampah khusus B3. Hal tersebut

dapat terbukti dari pernyataan informan:

“Di beberapa tempat ada alat pelindung diri khususnya tempat-tempat


yang berpenyakit menular. Untuk pengolahan limbah B3, rumah sakit
telah memiliki bangunan khusus untuk limbah cair dan untuk limbah padat
telah disediakan tempat sampah khusus infeksius dan non infeksius”
(Informan 1, 2, 3, 4, 5, 6).

Kegiatan ini dilakukan agar pekerja, pasien, pendamping pasien, dan pengunjung

dapat mengetahui keberadaan B3 dengan rambu dan simbol yang ada sehingga

dapat menjadi lebih aman dan selamat dalam melakukan aktivitas di rumah sakit

(PMK RI No.66, 2016).

Pembuatan pedoman dan standar prosedur operasional (SPO)

pengelolaan B3. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, rumah sakit telah

memiliki pedoman dan SPO pengelolaan B3. Hal tersebut dapat terbukti dari

pernyataan informan:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

“Ada pedoman untuk pengelolaan B3 di rumah sakit. Pekerja punya SPO


untuk mengerjakan segala kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan B3, seperti pemeriksaan peralatan dilakukan sesuai dengan
SPO yang telah ada” (Informan 2, 4, 5).

Kegiatan ini dilakukan sebagai standarisasi cara yang dilakukan pekerja dalam

menyelesaikan pekerjaannya, mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang

mungkin dilakukan oleh seorang pekerja dalam melaksanakan tugas,

meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab

individual pekerja dan organisasi secara keseluruhan, membantu pekerja menjadi

lebih mandiri dan tidak bergantung pada intervensi manajemen sehingga akan

mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari,

meningkatkan akuntibilitas pelaksanaan tugas, menciptakan ukuran standar

kinerja yang akan memberikan pekerja cara konkrit untuk memperbaiki kinerja

serta membantu mengevaluasi usaha yang telah dilakukan, memberikan informasi

mengenai kualifikasi kompetensi yang harus dikuasai oleh pekerja dalam

melaksanakan tugasnya, memberikan informasi dalam upaya peningkatan

kompetensi pekerja, dan memberikan informasi mengenai beban tugas seorang

pekerja dalam melaksanakan tugasnya (Tatilu, 2012).

Melakukan pelatihan dan simulasi tumpahan B3. Berdasarkan hasil

wawancara yang diperoleh, rumah sakit telah melakukan pelatihan dan simulasi

tumpahan B3 kepada pekerja yang dilakukan minimal setahun sekali. Hal tersebut

dapat terbukti dari pernyataan informan:


“Pelatihan dilakukan sewaktu kapan perlunya saja di aula rumah sakit,
minimal setahun sekali untuk pekerja yang mengelola limbah B3”
(Informan 2, 4, 5).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman, kemampuan, dan

keterampilan tentang pelaksanaan pelatihan dan simulasi tumpahan B3 dan

dilakukan setiap tahun (PMK RI No.66, 2016).

Pemeriksaan peralatan pengelolaan B3. Berdasarkan hasil wawancara

yang diperoleh, rumah sakit telah melakukan pemeriksaan peralatan pengelolaan

B3 minimal 3 bulan sekali. Hal tersebut dapat terbukti dari pernyataan informan:

“Pemeriksaan peralatan biasanya akan dilakukan dalam triwulan atau


minimal 3 bulan sekali” (Informan 3, 5, 6).

Kegiatan ini wajib dilakukan tim K3RS sehingga peralatan pengelolaan yang ada

dapat diketahui kelayakannya dan apabila tidak layak digunakan lagi dapat

diperbaiki atau bahkan diganti (PMK RI No.66, 2016).

Pelaporan dan pencatatan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi

yang diperoleh, tidak ada dilakukan pelaporan dan pencatatan setiap kegiatan

pengelolaan B3 yang dilakukan karena tim K3RS tidak memiliki waktu yang

cukup untuk melakukannya sebab tim K3RS masih melakukan pekerjaan secara

rangkap sehingga tidak fokus dalam program ini, serta tim K3RS masih

beranggapan bahwa kegiatan ini belum penting untuk dilakukan. Hal tersebut

dapat terbukti dari pernyataan informan:


“Untuk kegiatan pelaporan belum pernah dilakukan karena selalu lupa
untuk melakukan itu. Belum dilakukan kegiatan pelaporan dan pencatatan
kegiatan pengelolaan B3” (Informan 1, 3, 6).

Kegiatan ini wajib dilakukan rumah sakit secara terintegrasi sehingga rumah sakit

dapat melakukan peninjauan dan peningkatan terhadap kinerja K3RS (PMK RI

No.66, 2016).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran dan Bencana di RSUD Kabanjahe

Identifikasi area berisiko bahaya kebakaran. Berdasarkan hasil

wawancara yang diperoleh, tidak ada dilakukan identifikasi area berisiko bahaya

kebakaran karena tim K3RS masih bekerja dengan rangkap sehingga belum fokus

mengerjakan kegiatan K3. Hal tersebut dapat terbukti dari pernyataan informan:

“Kita belum sempat melakukan identifikasi area berisiko kebakaran.


Kegiatan itu belum dilakukan karena belum ada waktu apalagi masih ada
pekerjaan lain yang lebih mendesak, karena itu pekerjaan yang mendesak
itulah yang dilakukan dahulu” (Informan 1, 3, 4, 6).

Kegiatan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan seperti kebakaran,

peledakan, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik yang dapat

merugikan pekerja, pasien, pendamping pasien, dan rumah sakit sendiri (Salikuna,

2011).
Inventarisasi sarana proteksi kebakaran dan bencana. Sarana

keselamatan yang dibutuhkan adalah APAR, hidran, detektor api, detektor asap,

jalur evakuasi, pintu darurat, tangga darurat, tempat titik kumpul aman.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, rumah sakit telah memiliki APAR,

jalur evakuasi, pintu darurat, tangga darurat, dan tempat titik kumpul aman yang

merupakan salah satu syarat dalam penilaian akreditasi rumah sakit. Hal tersebut

dapat terbukti dari pernyataan informan:

“Kalau untuk itu sudah ada karena penting untuk akreditasi rumah sakit
seperti APAR, jalur evakuasi, titik kumpul aman, dan ada juga penangkal
petir di rumah sakit ini. APAR disediakan di setiap ruangan dan koridor
rumah sakit. Selain itu ada juga tangga darurat, pintu darurat, dan tempat
titik kumpul aman” (Informan 1, 2, 3, 4, 5, 6).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Kegiatan ini dilakukan agar pekerja, pasien, pendamping pasien, dan pengunjung

dapat menjadi lebih aman dan selamat dalam melakukan aktivitas di rumah sakit

apabila terjadi kebakaran ataupun bencana (PMK RI No.66, 2016).

Penyediaan peta area berisiko tinggi ledakan dan kebakaran.

Berdasarkan hasil observasi yang diperoleh, rumah sakit ini tidak memiliki peta

area berisiko tinggi ledakan dan kebakaran karena rumah sakit juga belum

melakukan identifikasi area berisiko bahaya ledakan dan kebakaran. Kegiatan ini

dilakukan agar pekerja, pasien, pendamping pasien, dan pengunjung dapat

mengetahui lokasi yang memiliki risiko tinggi terjadinya ledakan dan kebakaran

sehingga dapat menjadi lebih aman dan selamat dalam melakukan aktivitas di

rumah sakit (PMK RI No.66, 2016).

Penyediaan peta keberadaan alat proteksi kebakaran. Berdasarkan hasil

observasi yang diperoleh, rumah sakit ini tidak memiliki peta keberadaan alat

proteksi kebakaran. Seharusnya hal ini dilakukan agar pekerja, pasien,

pendamping pasien, dan pengunjung dapat mengetahui lokasi alat proteksi

kebakaran sehingga dapat menjadi lebih aman dan selamat dalam melakukan

aktivitas di rumah sakit (PMK RI No.66, 2016).

Penyediaan peta jalur evakuasi dan titik kumpul aman. Berdasarkan hasil

wawancara yang diperoleh, rumah sakit ini telah memiliki peta jalur

evakuasi dan titik kumpul aman yang terletak di koridor depan rumah sakit. Hal

tersebut dapat terbukti dari pernyataan informan:

“Di koridor depan rumah sakit sudah ada ditempel di dinding peta jalur
evakuasi dan titik kumpul aman. Di peta itu juga ada dibuat denah lokasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

rumah sakit, jadi disitu terlihat semua bagian-bagian atau ruangan-


ruangan rumah sakit” (Informan 1, 3, 4, 5).

Kegiatan ini dilakukan agar pekerja, pasien, pendamping pasien, dan pengunjung

dapat mengetahui jalur untuk evakuasi dan tempat titik kumpul aman apabila

terjadi ledakan dan kebakaran serta bencana sehingga dapat menjadi lebih aman

dan selamat (PMK RI No.66, 2016).

Penyediaan denah lokasi. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi

yang diperoleh, rumah sakit ini telah memiliki denah lokasi yang terletak di

koridor depan rumah sakit. Hal tersebut dapat terbukti dari pernyataan informan:
“Di koridor depan rumah sakit sudah ada ditempel di dinding peta jalur
evakuasi dan titik kumpul aman. Di peta itu juga ada dibuat denah lokasi
rumah sakit, jadi disitu terlihat semua bagian-bagian atau ruangan-
ruangan rumah sakit” (Informan 3).

Kegiatan ini dilakukan agar pekerja, pasien, pendamping pasien, dan pengunjung

dapat mengetahui jalur untuk evakuasi dan tempat titik kumpul aman apabila

terjadi ledakan dan kebakaran serta bencana sehingga dapat menjadi lebih aman

dan selamat (PMK RI No.66, 2016).

Pembuatan rambu larangan merokok. Berdasarkan hasil observasi yang

diperoleh, rumah sakit ini memiliki rambu larangan merokok apalagi rumah sakit ini

telah melaksanakan KTR. Kegiatan ini dilakukan agar pekerja, pasien,

pendamping pasien, dan pengunjung dapat terhindar dari potensi timbulnya

ledakan dan kebakaran sehingga dapat menjadi lebih aman dan selamat dalam

melakukan aktivitas di rumah sakit (PMK RI No.66, 2016).


Pembentukan tim penanggulangan kebakaran dan bencana.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, rumah sakit telah memiliki tim

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

penanggulangan kebakaran dan bencana. Hal tersebut dapat terbukti dari

pernyataan informan:

“Sudah ada juga timnya dan alat yang mereka gunakan sesuai dengan
SPO yang telah ditetapkan. Untuk tenaga teknis penanggulangan
kebakaran juga sudah dilatih oleh Dinas Pemadam Kebakaran”
(Informan 2, 5, 6).

Kegiatan ini wajib dilakukan tim K3RS sehingga ada tim atau bagian yang lebih

khusus untuk menangani apabila terjadi kebakaran atau bencana. Tim ini dibentuk

agar bisa meminimalkan kerusakan atau kerugian yang timbul akibat kebakaran

atau bencana (PMK RI No.66, 2016).


Penyusunan pedoman dan SPO pengendalian kebakaran dan

bencana. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, rumah sakit telah

memiliki pedoman dan SPO pengendalian kebakaran dan bencana. Hal tersebut

dapat terbukti dari pernyataan informan:

“Sudah ada juga timnya dan alat yang mereka gunakan sesuai dengan
SPO yang telah ditetapkan. Untuk tenaga teknis penanggulangan
kebakaran juga sudah dilatih oleh Dinas Pemadam Kebakaran dan dalam
penggunaan alat sesuai dengan SPO yang telah ditentukan” (Informan 2,
5, 6).

Kegiatan ini dilakukan sebagai standarisasi cara yang dilakukan pekerja dalam

menyelesaikan pekerjaannya, mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang

mungkin dilakukan oleh seorang pekerja dalam melaksanakan tugas,

meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab

individual pekerja dan organisasi secara keseluruhan, membantu pekerja menjadi

lebih mandiri dan tidak bergantung pada intervensi manajemen sehingga akan

mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

meningkatkan akuntibilitas pelaksanaan tugas, menciptakan ukuran standar

kinerja yang akan memberikan pekerja cara konkrit untuk memperbaiki kinerja

serta membantu mengevaluasi usaha yang telah dilakukan, memberikan informasi

mengenai kualifikasi kompetensi yang harus dikuasai oleh pekerja dalam

melaksanakan tugasnya, memberikan informasi dalam upaya peningkatan

kompetensi pekerja, dan memberikan informasi mengenai beban tugas seorang

pekerja dalam melaksanakan tugasnya (Tatilu, 2012).

Pelatihan dan simulasi pengendalian kebakaran dan bencana.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, rumah sakit telah melakukan

pelatihan dan simulasi pengendalian kebakaran dan bencana kepada pekerja yang

dilakukan minimal setahun sekali. Hal tersebut dapat terbukti dari pernyataan

informan:

“Timnya juga diberi pelatihan dalam janga waktu setahun sekali untuk
dapat membantu kalau saja ada kebakaran atau bencana nantinya”
(Informan 2, 5, 6).
Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman, kemampuan, dan

keterampilan tentang pelaksanaan pelatihan dan simulasi pengendalian kebakaran

dan bencana dan dilakukan setiap tahun (PMK RI No.66, 2016).

Pemeriksaan dan pemeliharaaan peralatan proteksi kebakaran dan

bencana. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, rumah sakit telah

melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan peralatan peralatan proteksi kebakaran

dna bencana minimal 3 bulan sekali. Hal tersebut dapat terbukti dari pernyataan

informan:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

“Pemeriksaan peralatan biasanya akan dilakukan setahun sekali untuk


melihat apakah masih bisa digunakan atau tidak” (Informan 3, 4, 5).
Kegiatan ini wajib dilakukan tim K3RS sehingga peralatan pengelolaan yang ada

dapat diketahui kelayakannya dan apabila tidak layak digunakan lagi dapat

diperbaiki atau bahkan diganti (PMK RI No.66, 2016).

Pelaporan dan pencatatan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi

yang diperoleh, tidak ada dilakukan pelaporan dan pencatatan setiap kegiatan

pengendalian kebakaran dan bencana yang dilakukan karena tim K3RS tidak

memiliki waktu yang cukup untuk melakukannya sebab tim K3RS masih

melakukan pekerjaan secara rangkap sehingga tidak fokus dalam program ini,

serta tim K3RS masih beranggapan bahwa kegiatan ini belum penting untuk

dilakukan. Hal tersebut dapat terbukti dari pernyataan informan:

“Untuk kegiatan pelaporan belum pernah dilakukan karena di rumah sakit ini
belum pernah terjadi kebakaran” (Informan 1).

Kegiatan ini wajib dilakukan rumah sakit secara terintegrasi sehingga rumah sakit

dapat melakukan peninjauan dan peningkatan terhadap kinerja K3RS (PMK RI

No.66, 2016).
Pengelolaan Prasarana Rumah Sakit di RSUD Kabanjahe

Identifikasi dan inventarisasi prasarana rumah sakit. Berdasarkan

hasil wawancara yang diperoleh, rumah sakit telah melakukan identifikasi dan

inventarisasi prasarana rumah sakit. Hal tersebut dapat terbukti dari pernyataan

informan:

“Alat-alat disini sudah disusun daftarnya dan untuk alat-alat yang masih
bagus dan yang sudah rusak juga sudah diberikan tandanya atau
labelnya” (Informan 2, 4, 5, 6).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

Kegiatan ini dilakukan agar rumah sakit memiliki daftar dan kondisi prasarana

rumah sakit sehingga mampu memberikan jaminan keselamatan terhadap seluruh

aspek pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung, dan seluruh masyarakat (Ibrahim,

2017).

Pemberian label pada prasarana rumah sakit. Berdasarkan hasil

wawancara yang diperoleh, rumah sakit ini telah memberikan label pada prasarana

rumah sakit. Hal tersebut dapat terbukti dari pernyataan informan:

“Juga diberikan label untuk alat-alat yang masih dipakai ataupun yang
tidak dipakai lagi” (Informan 2, 4, 5).

Kegiatan ini dilakukan agar pekerja, pasien, pendamping pasien, dan pengunjung

dapat mengetahui kondisi prasarana rumah sakit sehingga mampu memberikan

jaminan keselamatan terhadap seluruh aspek rumah sakit (Ibrahim, 2017).


Penyusunan pedoman dan SPO pengelolaan prasarana rumah sakit.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, rumah sakit telah memiliki

pedoman dan SPO pengelolaan prasarana rumah sakit. Hal tersebut dapat terbukti

dari pernyataan informan:

“Terdapat SPO untuk penggunaan alat seperti alat di kamar bedah


sebelum dan setelah digunakan akan disterilkan terlebih dahulu”
(Informan 3, 4, 6).

Kegiatan ini dilakukan sebagai standarisasi cara yang dilakukan pekerja dalam

menyelesaikan pekerjaannya, mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang

mungkin dilakukan oleh seorang pekerja dalam melaksanakan tugas,

meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab

individual pekerja dan organisasi secara keseluruhan, membantu pekerja menjadi

lebih mandiri dan tidak bergantung pada intervensi manajemen sehingga akan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari,

meningkatkan akuntibilitas pelaksanaan tugas, menciptakan ukuran standar

kinerja yang akan memberikan pekerja cara konkrit untuk memperbaiki kinerja

serta membantu mengevaluasi usaha yang telah dilakukan, memberikan informasi

mengenai kualifikasi kompetensi yang harus dikuasai oleh pekerja dalam

melaksanakan tugasnya, memberikan informasi dalam upaya peningkatan

kompetensi pekerja, dan memberikan informasi mengenai beban tugas seorang

pekerja dalam melaksanakan tugasnya (Tatilu, 2012).

Pemeriksaan dan pemeliharaaan prasarana rumah sakit. Berdasarkan

hasil wawancara yang diperoleh, rumah sakit telah melakukan pemeriksaan dan

pemeliharaan prasarana rumah sakit. Hal tersebut dapat terbukti dari pernyataan

informan:

“Alat-alat disini diperiksa hanya pada saat dibutuhkan saja kemungkinan


diperiksa seriap setahun sekali. Untuk pemeliharaannya sendiri dilakukan
oleh pekerja rumah sakit yang telah dilatih” (Informan 1, 2, 3, 4, 5, 6).
Kegiatan ini wajib dilakukan tim K3RS sehingga prasarana yang ada dapat

diketahui kelayakannya dan apabila tidak layak digunakan lagi dapat diperbaiki

atau bahkan diganti (PMK RI No.66, 2016).

Pelatihan dan simulasi penggunaan prasarana rumah sakit.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, rumah sakit telah melakukan

pelatihan dan simulasi penggunaan prasarana kepada pekerja yang dilakukan

minimal setahun sekali. Hal tersebut dapat terbukti dari pernyataan informan:

“Pelatihan dilakukan tergantung situasi, apabila perlu akan dipanggil tim


ahli dari provinsi, Jakarta, atua dokter-dokter yang ahli untuk
meningkatkan profesionalisme pekerja-pekerja disini. Pelatihannya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

sendiri dilakukan dalam waktu setahun sekali atau apabila dibutuhkan”


(Informan 2, 4, 6).
Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman, kemampuan, dan

keterampilan tentang pelaksanaan pelatihan dan simulasi penggunaan prasarana

rumah sakit dan dilakukan setiap tahun (PMK RI No.66, 2016).

Dokumentasi setiap kegiatan pengelolaan prasarana. Berdasarkan hasil

observasi yang diperoleh, rumah sakit ini tidak memiliki dokumentasi setiap

kegiatan pengelolaan prasarana karena tim K3RS beranggapan bahwa kegiatan ini

belum terlalu penting untuk dilakukan. Kegiatan ini wajib dilakukan rumah sakit

secara terintegrasi sehingga rumah sakit dapat melakukan peninjauan dan

peningkatan terhadap kinerja K3RS (PMK RI No.66, 2016).

Pelaporan dan pencatatan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang

diperoleh, tidak ada dilakukan pelaporan dan pencatatan setiap kegiatan

pengelolaan prasarana yang dilakukan karena tim K3RS tidak memiliki waktu

yang cukup untuk melakukannya sebab tim K3RS masih melakukan pekerjaan

secara rangkap sehingga tidak fokus dalam program ini, serta tim K3RS masih

beranggapan bahwa kegiatan ini belum penting untuk dilakukan. Hal tersebut

dapat terbukti dari pernyataan informan:

“Pelaporan dan pencatatan kegiatannya belum pernah ada selama ini


sehingga kami merasa bahwa cukup hanya melakukan kegiatan
pengelolaannya saja” (Informan 1, 3, 5).

Kegiatan ini wajib dilakukan rumah sakit secara terintegrasi sehingga rumah sakit

dapat melakukan peninjauan dan peningkatan terhadap kinerja K3RS (PMK RI

No.66, 2016).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di RSUD Kabanjahe telah

memenuhi 27 kriteria (62,8%) dari 43 kriteria yang ada. Beberapa kriteria

belum terpenuhi karena tim K3RS sendiri masih bekerja secara rangkap

jabatan yang mengakibatkan tim K3RS tidak fokus melakukan sebagian

besar program K3RS yang ada dan tidak memiliki pendidikan khusus

mengenai K3.

2. Manajemen risiko di RSUD Kabanjahe telah memenuhi 3 kriteria (42,8%)

dari 7 kriteria yang ada. Beberapa kriteria belum terpenuhi karena

keterbatasan waktu tim K3RS dalam melakukan tugasnya dalam bidang

K3.

3. Pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja di RSUD Kabanjahe telah

memenuhi 7 kriteria (70%) dari 10 kriteria yang ada. Beberapa kriteria

belum terpenuhi karena keterbatasan waktu tim K3RS dalam melakukan

tugasnya dalam bidang K3.

4. Pelaksanaan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di RSUD

Kabanjahe masih memenuhi 4 kriteria (57,1%) dari 7 kriteria yang ada.

Beberapa kriteria belum terpenuhi karena anggota dalam bagian

pengolahan limbah B3 tidak mencukupi dan anggota yang ada

beranggapan bahwa pencatatan dan pelaporan kegiatan pengolahan limbah

B3 belum terlalu penting.

61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62

5. Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian kebakaran dan bencana di

RSUD Kabanjahe telah memenuhi 8 kriteria (66,6%) dari 12 kriteria yang

ada. Beberapa kriteria belum terpenuhi karena pihak tim K3RS merasa

terlena dan beranggapan bahwa tidak akan terjadi kebakaran di rumah

sakit tersebut.

6. Pelaksanaan pengelolaan prasarana rumah sakit di RSUD Kabanjahe telah

memenuhi 5 kriteria (71,4%) dari 7 kriteria yang ada. Beberapa kriteria

belum terpenuhi karena tim K3RS beranggapan bahwa pencatatan dan

pendokumentasian belum terlalu penting.

Saran

1. Bagi Pimpinan Rumah Sakit

Diharapkan dapat memaksimalkan kegiatan K3RS guna mengurangi

dampak bahaya yang akan timbul dengan melakukan recruitment pekerja untuk

dijadikan sebagai anggota dalam tim K3RS.

2. Bagi tim K3RS

Diharapkan agar dapat memahami program kerja K3RS dengan baik

secara utuh agar dalam pelaksanaan program kerja tim bisa bekerja lebih fokus

dan meningkatkan sosialisasi K3RS baik kepada anggota tim K3RS, pekerja,

pasien, pengunjung, dan masyarakat di lingkungan rumah sakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Abi, F. (2017). Phinemo. Diakses 1 Oktober 2018, dari


http://www.google.co.id/amp/s/phinemo.com/tahukah-kamu-kalau-
travelling-dapat-meningkatkan-produktivitas-para-pekerja/amp/.

Adnani, H. (2011). Ilmu kesehatan masyarakat (pp. 120-124). Yogyakarta: Nuha


Medika.

Arifiani, W. (2016). Persepsi pasien terhadap pengobatan alternatif pijat refleksi


urat saraf di Desa Danau Sijabut Kecamatan Air Batu Kabupaten Asahan
tahun 2015 (Skripsi, Universitas Sumatera Utara). Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/57055.

Arrazy, S., dkk. (2014). Penerapan sistem manajemen keselamatan kebakaran di


Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2013. Jurnal Ilmu
Kesehatan Masyarakat, 5, 103-111.
http://eprints.unsri.ac.id/5854/1/4._Syafan_Arrazy.pdf.

Azwar, A. (1994). Pengantar administrasi kesehatan edisi ketiga (pp.88-96).


Tangerang: Binapura Aksara Publisher.

Dinas Kesehatan Kota Depok. (24 Mei 2017). Diakses 1 September 2018, dari
http://dinkes.depok.go.id/?p=2292.

Fuan, L.K. (2014). Analisis implementasi pemenuhan standar kesehatan dan


keselamatan kerja berbasis KEPMENKES RI No.
1087/MENKES/SK/VIII/2010 di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau
Kesdam I BB Medan (Tesis, Universitas Sumatera Utara). Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/ handle/123456789/ 52682?mode=full.

Ibrahim, H., Damayanti, D. S., Amansyah, M., & Sunandar. (2017). Gambaran
penerapan standar manajemen keselamatan dan kesehatan kerja Rumah
Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar. Al-Sihah : Public
Health Science Journal, 9(2), 160-173. http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/Al-Sihah/article/view/3769.

Indrayani, P. (2016). Penerapan safety inspection sebagai upaya pencegahan


kecelakaan kerja di PT.Multimas Nabati Asahan Kuala Tanjung tahun
2016 (Skripsi, Universitas Sumatera Utara). Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/63525.

Indriyani, Y. (2016). Analisis implementasi kesehatan dan keselamatan kerja di


rumah sakit (K3RS) menggunakan metode PDCA (Plan-Do-Check-Act) di

63
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64

RSUD Dr.Moewardi Surakarta (Skripsi, Universitas Muhammadiyah


Surakarta). Diakses dari http://eprints.ums.ac.id/49300/.

Irianto, K. (2014). Ilmu kesehatan masyarakat (public health) (pp.723-729).


Bandung: CV. Alfabeta.

Lestari, V. S. (2013). Persepsi karyawan dan pengunjung terhadap implementasi


kawasan tanpa rokok di Rumah Sakit Umum Kabanjahe (Skripsi,
Universitas Sumatera Utara). Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/61116.

Machfoedz, I. (2016). Metodologi penelitian kuantitatif & kualitatif bidang


kesehatan, keperawatan, kebidanan, kedokteran. Yogyakarta: Penerbit
Fitramaya.

Mardiah, A. (2017). Tinjauan pelaksanaan contractor safety management system


(CSMS)terhadap kontraktor pada pembangunan tanki timbun di terminal
BBM Medan Group PT. Pertamina (Persero) tahun 2016 (Skripsi,
Universitas Sumatera Utara). Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/64127.

Maress, B. (2018). Dosen psikologi. Diakses 1 Oktober 2018, dari


http://www.google.co.id/amp/s/dosenpsikologi.com/pentingnya-kesehatan-
mental-dalam-dunia-kerja/amp.

Marpaung, J. (2005). Persepsi tenaga kerjatentang sistem manajemen


keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan pedoman penerapan SMK3 di
PT. Inalum Kuala Tanjung tahun 2005 (Skripsi, Universitas Sumatera
Utara). Diakses dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/32000.

Mauliku, N. E. (2008). Kajian analisis penerapan sistem manajemen K3RS di


Rumah Sakit Immanuel Bandung. Jurnal Kesehatan Kartika, 3(2), 35-47.
http://stikesayani.ac.id/publikasi/e-journal/filesx/2011/201104/201104-
005.pdf

Mawar, M. (2012). Penerapan aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Ddi
terminal BBM Medan Group PT. Pertamina (Persero) Region I Sumbagut
Labuhan Deli-Belawan tahun 2011 (Skripsi, Universitas Sumatera Utara).
Diakses dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/34445.

Mayasari, D. (2012). Persepsi Karyawan non medis terhadap kesehatan dan


keselamatan kerja (K3) rumah sakit pasca akreditasi 12 pelayanan di
Rumah Sakit PMI Bogor tahun 2011 (Skripsi, Universitas Indonesia).
Diakses dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20289700-S-
Dinar%20Mayasari.pdf.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. (13 Oktober 2009).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/UU%20Nomor%203
6%20Tahun2%20009%20tentang%20Kesehatan.pdf.

. (12 April 2012).


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang
penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Diakses
dari http://kemahiperkes.fk.uns.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/PP-No-
50-tahun-2012-tentang-Penerapan-Sistem-Manajemen-Keselamatan-dan-
Kesehatan-Kerja-Copy.pdf.

. (25 Maret 2003).


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan. Diakses dari http://www.hukumonline.com.

. (28 Oktober 2009).


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/peraturan/UU%20No.%2044
%20Th%202009%20ttg%20Rumah%20Sakit.PDF.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (September 2010). Keputusan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010
tentang standar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit. Diakses
dari http://www.quantummanagement.biz.

. (22 Desember 2016). Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang keselamatan
dan kesehatan kerja rumah sakit. Diakses dari
http://www.kesjaor.kemkes.go.id/documents/PMK_No._66_ttg_Keselamat
an_dan_Kesehatan_Kerja_Rumah_Sakit_.pdf.

Muninjaya, A. A. G. (2011). Manajemen kesehatan edisi 3. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.

Porajow, M. C., dkk. (2016). Analisis penerapan standar pelayanan kesehatan dan
keselamatan kerja rumah sakit (K3RS) di RSUP Ratatotok Buyat
Ratatotok Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sam Ratulangi, 1(7), 1-10.
http://ejournalhealth.com/index.php/ikmas/article/view/165.

Rahayuningsih, P. W., dan Hariyono, W. (2011). Penerapan manajemen


keselamatan dan kesehatan kerja (MK3) di instalasi gawat darurat RSU

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Kesmas UAD, 5(1), 21-29.


http://www.journal.uad.ac.id/index.php/KesMas/article/view/1084.

Rahmawati, R.. (2017). Gambaran penerapan program kesehatan dan


keselamatan kerja rumah sakit (K3RS) pada perawat di RSUD Tugurejo
Semarang (Skripsi, Universitas Diponegoro). Diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/55299/1/BAB_13%2C_Dapus%2CLampiran_fix.
pdf.

Ratnawati, I. (14 Februari 2014). Pemenuhan kecukupan gizi bagi pekerja.


Diakses 1 Oktober 2018, dari http://www.kesmas.kemkes.go.id.

Salikunna, N. A., dan Towidjojo, V. D. (2011). Penerapan sistem manajemen


kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit Bersalin Pertiwi
Makassar. Jurnal Biocelebes, 5(1), 31-42.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Biocelebes/article/view/3779/274
3.

Silitonga, J., D. (2016). Faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian nihil


kecelakaan kerja pada PT.Expro Indonesia di Kota Batam (Skripsi,
Universitas Sumatera Utara). Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/58774.

Simangunsong, A. R. (2015). Analisis penerapan sistem manajemen keselamatan


dan kesehatan kerja (SMK3) Di PT Madjin Crumb Rubber Factory
Indrapura Kabupaten Batubara tahun 2014 (Skripsi, Universitas Sumatera
Utara). Diakses dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/62280.

SME Indonesia. (4 Juli 2015). Manfaat, tujuan, dan fungsi SOP. Diakses 28
September 2018, dari http://www.smeindonesia.org/manfaat-tujuan-dan-
fungsi-sop/465/.

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung:


CV Alfabeta.

Suma’mur. (2009). Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hiperkes) (pp.81-


83). Jakarta: CV Sagung Seto.

Swarjana, I. K. (2017). Ilmu kesehatan masyarakat - konsep, strategi dan praktik


(pp. 213-227). Yogyakarta: Andi.

Syahri, A. I. (2017). Pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja di


bagian pengolahan kelapa sawit PTPN IV Gunung Bayu tahun 2017
(Skripsi, Universitas Sumatera Utara). Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/68642.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

Tatilu, J.,Doda, D. V., dkk. (2012). Implementasi sistem manajemen kesehatan


dan keselamatan kerja di ruang rawat inap RSUD Dr.Sam Ratulangi
Tondano. Jurnal Fakultas Kedokteran - Universitas Sam Ratulangi, 2(2),
60-71. http://ejournalhealth.com/index.php/ikmas/article/view/578.

Toding, R.,Umboh, J., dkk. (2016). Analisis penerapan sistem manajemen


kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) di RSIA Kasih Ibu Manado.
Jurnal Ilmiah Farmasi - Unsrat, 5(1), 284-289.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/pharmacon/article/view/11317.

Vancivil. (n.d.). Diakses 1 Oktober 2018, dari http://vancivil.com.

Wikipedia. (2017). Lembar data keselamatan bahan. Diakses 2 Oktober 2018, dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Lembar_data_keselamatan_bahan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA
PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABANJAHE KABUPATEN
KARO SUMATERA UTARA

I. Identitas Informan

Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
II. Daftar Pertanyaan

1. Penerapan K3RS di RSUD Kabanjahe.

2. Pelayanan kesehatan kerja di RSUD Kabanjahe.

3. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di RSUD Kabanjahe.

4. Pencegahan dan pengendalian kebakaran dan bencana di RSUD

Kabanjahe.

5. Pengelolaan sarana dan prasarana rumah sakit di RSUD Kabanjahe.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

Lampiran 3. Surat Keterangan Balasan Izin Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

Lampiran 4. Surat Selesai Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 5. Struktur Organisasi RSUD Kabanjahe
DIREKTUR RSUD
KABANJAHE
Jabatan
Fungsional
Kabag Tata Usaha

Ka Sub Bag Ka Sub Bag Ka Sub Bag Umum


Keuangan Kepegawaian dan Perlengkapan

Ka Bid Penunjang Ka Bid Pelayanan Medik Ka Bid Data dan


Pelayanan Medik Perencanaan

Ka Seksi Sarana Ka Seksi Ka Seksi Ka Seksi Pelayanan Ka Seksi Ka Seksi


dan Prasarana Rekam Medik Keperawatan dan Humas Perencanaan Diklat

Instalasi Unit Instalasi Instalasi Instalasi Instalasi Instalasi Instalasi Instalasi Instalasi Insta
Gawat Transfu Rawat Gawat Radio- Rehabi- Labora- Farmasi Gizi Hemo- Sara
Darurat si Jalan Inap logi litasi torium dialisa &P
Darah Medik/ sara
Fisio-
terapi

71
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72

Lampiran 6.Struktur Organisasi Tim K3RS di RSUD Kabanjahe

DIREKTUR

Ketua

Sekretaris

Koordinator Koordinator Koordinator Koordinator


bidang bidang bidang bidang
Kesehatan Keselamatan Penyehatan Kewaspadaan
Kerja Lingkungan Bencana
Kerja

Anggota Anggota Anggota Anggota

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

Lampiran 7. Matriks Hasil Wawancara


Tabel 2
Matriks Penerapan K3RS di RSUD Kabanjahe
Informan Pernyataan
1 Itu yang belum dilaksanakan secara maksimal, sedang dilakukan
perubahan mengenai tim K3RS karena banyak tim yang
sebelumnya tidak melaksanakan tugasnya. Untuk tim K3RS sudah
dibentuk kembali dan sedang menunggu penandatanganan SK dari
direktur rumah sakit, tetapi program-program yang lalu ada
beberapa yang sudah dilakukan.
2 Untuk penerapan K3 sudah ada dibuat SK hanya timnya belum bisa
bekerja karena mereka belum mendapat pedoman dari rumah sakit
untuk apa-apa saja yang harus dikerjakan karena mereka juga
masih sibuk dengan tugas dan rutinitas masing-masing yang ada di
rumah sakit selain mereka menjadi tim K3 rumah sakit.
3 Sudah ada beberapa program yang dilaksanakan, sebagian lagi
mungkin diwaktu mendatang.
4 Penerapan K3RS disini ya kalau ada kecelakaan kerja pasti akan
ditangani baik terhadap pekerja, pasien maupun keluarga pasien.
Penerapan K3 disini sudah ada tapi belum maksimal karena timnya
juga sibuk dengan pekerjaannya masing-masing karena timnya disini
masih bekerja secara rangkap jabatan.
5 Penerapan K3 rumah sakit ini sudah dilakukan beberapa
programnya dan timnya juga sudah ada. Sebelum ada dibentuk tim
K3RS sebenarnya sudah dilakukan kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan K3.
6 Sejauh ini untuk penerapan K3 Rumah Sakit Umum Daerah
Kabanjahe secara administrasi, SK untuk timnya sudah ada tetapi
untuk pelaksanaannya belum efektif sesuai dengan yang
diprogramkan oleh rumah sakit. Ada beberapa kendala yang
terdapat seperti kekurangan anggaran untuk menyediakan alat,
melakukan pelatihan, dan kurangnya sumber daya manusia yang
berperan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

Tabel 3
Matriks Pelayanan Kesehatan Kerja di RSUD Kabanjahe
Informan Pernyataan
1 Pelayanan kesehatan kerjanya ada diperiksa kesehatan kepada pekerja pada
saat awal bekerja yang menggunakan biaya sendiri bagi pekerja honor dan
ditanggung pihak rumah sakit bagi pekerja PNS. Ada juga diberi makan siang
kepada pekerja, di setiap hari Sabtu pagi ada dilakukan senam di halaman
belakang rumah sakit. Ada dilakukan rekreasi maksimal 3 kali dalam setahun
bukan hanya di akhir tahun dan ibadah pagi di setiap hari Kamis untuk
membina iman atau rohani pekerja dan keluarga pasien yang mau ikut.
Diberikan imunisasi hepatitis B kepada pekerja yang kita anggap memiliki
risiko tinggi terkena penyakit menular seperti di IGD, laboratorium, dan
kamar operasi. Kalau ada pekerja yang terkena penyakit akibat kerja atau pun
kecelakaan akan ditanggung oleh pihak BPJS.
2 Disini ada diberikan makanan tambahan, kalau siang diberi makan siang.
Setiap hari Sabtu ada senam pagi kepada pekerja kemudian ada juga rekreasi
untuk dilaksanakan 3 kali dalam setahun. Kemudian juga setiap hari Kamis ada
ibadah pagi untuk membina mental dan rohani pekerja. Untuk pekerja yang
bekerja di penyakit menular ada diberikan imunisasi seperti untuk
mencegah hepatitis B diberikan vaksin hepatitis B, ada juga diberikan
pengecekan kesehatan berkala kepada pekerja sekali setahun dengan biaya
mereka sendiri. Kalau ada yang terkena penyakit akibat kerja atau kecelakaan
akibat kerja akan ditanggulangi oleh rumah sakit.
3 Dilakukan pengecekan kesehatan untuk pekerja, seperti tensi dan jantung.
Diberikan juga imunisasi kepada pekerja seperti hepatitis B. Dilakukan
pengecekan berkala kepada pekerja minimal setahun sekali. Pekerja yang
menderita PAK dan KAK akan diberikan diperiksa secara khusus dan
diberikan pengobatan serta perawatan, bahkan apabila belum sembuh juga
maka pihak rumah sakit akan memberikan rehabilitasi kepada pekerja
sehingga pekerja dapat kembali sehat. Tindakan ini juga akan langsung
ditangani di rumah sakit ini.
4 Ada dilakukan pengecekan kesehatan untuk pekerja pada awal bekerja dan
berkala yaitu setahun sekali. Kemudian ada juga diberi imunisasi untuk
pekerja yang berisiko terkena penyakit menular. Apabila ada terkena
kecelakaan kerja akan ditangani langsung di IGD rumah sakit ini. Pekerja
melakukan senam pagi di hari Sabtu di lapangan rumah sakit dan melakukan
rekreasi satu sampai 3 kali dalam setahun.
5 Ada ibadah tiap Kamis pagi dan senam pagi di hari Sabtu , ada juga
pengecekan kesehatan untuk pekerja secara berkala kalau bisa setahun sekali,
dan ada juga diberi imunisasi untuk pekerja yang mungkin terkena penyakit
menular dari pasien.
6 Pekerja dicek kesehatannya di awal sekali pada saat pertama masuk kerja,
dicek juga kesehatan pekerja setiap setahun sekali. Diberi juga imunisasi
kepada pekerja yang berisiko terkena penyakit menular. Dilakukan ibadah
pagi pada hari Kamis dan senam pada Sabtu pagi, serta rekreasi minimal
sekali setahun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

Tabel 4
Matriks Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di RSUD Kabanjahe
Informan Pernyataan
1 Sudah dilihat oleh pihak akreditasi dan sudah bagus. Nanti tinggal dibuat
ventilasi untuk ruangan pengelolaan bahan berbahaya dan beracunnya, sudah
memiliki bangunan sendiri di belakang. Untuk limbah-limbah padat
dipisahkan yang infeksius dan non infeksius pada tempat sampah yang telah
tersedia. Untuk kegiatan pelaporan belum pernah dilakukan karena selalu
lupa untuk melakukan itu.
2 Kalau untuk B3 sebenarnya dalam pelaksanaan sudah dilaksanakan tapi data
secara lengkap mengenai daftar B3 belum dikonsep semuanya. Seperti ada
alat pelindung diri dilengkapi khususnya untuk tempat-tempat yang
berpenyakit menular. Ada pedoman untuk pengelolaan B3 di rumah sakit,
pelatihan dilakukan sewaktu kapan perlunya saja di aula rumah sakit yaa
minimal setahun sekali ada itu.
3 Belum ada dilakukan identifikasi dan inventarisasi B3. Untuk pengelolaan
limbah B3 kita sudah ada bangunan khusus di belakang, disitu semua limbah-
limbah cair diolah. Dan untuk limbah-limbah padat dipisahkan yang infeksius
dan non infeksius pada tempat sampah yang telah tersedia. Pemeriksaan
peralatan pengelolaan B3 dilakukan minimal sekali dalam 3 bulan. Namun
untuk pencatatan kita belum melakukannya.
4 Terdapat tempat sampah khusus yang infeksius dan non infeksius seperti di
IGD dan semua akan dibuang di pembuangan akhir limbah B3. Terdapat
inventaris untuk bahan-bahan berbahaya dan beracun, serta sarana untuk B3
hanya disediakan sesuai dengan yang dibutuhkan saja, seperti pelindung
badan, pakai handscoon untuk pekerja di IGD. Pekerja punya SPO untuk
mengerjakan segala kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan B3 dan
pernah dilakukan pelatihan dan dilakukan hanya apabila dirasa penting.
Apabila terjadi kecelakaan kerja maka akan diberitahu kepada pihak yang
lebih tinggi seperti direktur rumah sakit dan kemudian akan ditangani.
5 Kita sudah punya gedung khusus untuk mengolah limbah B3 cair yang sekitar
2 tahun yang lalu dibangun dan pengelolaannya juga dibantu oleh ahli dari
Korea dan diperiksa oleh BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan) untuk
melihat apakah limbah sudah bisa dibuang ke lingkungan, untuk
mengolahnya digunakan FeCl, bakteri, PAC (Poly Akuminium Chloride), dan
kaporit. Kadang kita melakukan pelatihan untuk pekerja yang mengelola
limbah B3, paling tidak setahun sekali. Pemeriksaan peralatan biasanya akan
dilakukan dalam triwulan sesuai dengan SPO yang telah ditentukan. Terdapat
juga tempat sampah infeksius dan non infeksius, sampah padat yang non
infeksius akan dibuang ke tempat pembuangan sampah sementara dan
kemudian akan dibuang ke BTKL Medan.
(continued)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

Tabel 4
Matriks Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di RSUD Kabanjahe
6 Di sini sudah ada pengolahan limbah B3 yang dibantu oleh sebuah PT yang
ada di Korea dan hasil terakhir akan diuji kembali oleh BTKL Sumatera
Utara untuk melihat apakah limbah akhir sudah bisa dilepaskan ke
lingkungan. Untuk limbah padat juga sudah tersedia tempat sampah yang
infeksius dan non infeksius. Tapi untuk identifikasi dan inventarisasi belum
dilakukan karena waktu belum memungkinkan. Pemeriksaan peralatan
dilakukan 3 bulan sekali tetapi untuk pencatatan dan pelaporan kegiatan ini
belum ada terlulis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

Tabel 5
Matriks Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran dan Bencana di RSUD
Kabanjahe
Informan Pernyataan
1 Kalau untuk itu sudah ada karena penting untuk akreditasi rumah sakit seperti
APAR, jalur evakuasi, titik kumpul, dan ada juga penangkal petir di rumah
sakit ini. Tetapi untuk identifikasi area berisiko kebakaran belum sempat
untuk dilakukan. Terdapat peta denah lokasi rumah sakit dan jalur evakuasi
dan titik kumpul aman di koridor depan rumah sakit.
2 Ini udah ada, tapi untungnya belum pernah kebakaran di rumah sakit ini. Di
sini sudah ada APAR, jalur evakuasi, arah pintu darurat, tangga darurat, dan
titik-titik berkumpul ada dibuat pamfletnya gunanya untuk etiket-etiket
karena mau akreditasi. Terdapat peta denah lokasi rumah sakit dan jalur
evakuasi dan titik kumpul aman di koridor depan rumah sakit. Sebenarnya
sebelum dibentuk pun timnya untuk ini sudah dilaksanakan kegiatan-
kegiatannya tetapi belum dibuat secara detail.
3 Identifikasi area berisiko kebakaran rumah sakit ini belum dilakukan. Di sini
kita sudah ada APAR di setiap ruangan, di koridor rumah saki dan tempat
titik kumpul manatau terjadi bencana atau kebakaran. Pemeriksaan peralatan-
peralatan pengendalian kebakaran dilakukan setahun sekali.
4 Identifikasi area berisiko kebakaran rumah sakit ini belum dilakukan. Sudah
ada dibuat APAR di setiap ruangan, ada jalur evakuasi, dan sebagainya
karena itu diperlukan untuk akreditasi rumah sakit. Ada juga peta denah
lokasi rumah sakit dan jalur evakuasi dan titik kumpul aman di koridor depan
rumah sakit Pemeriksaan peralatan-peralatan pengendalian kebakaran
dilakukan setahun sekali.
5 Sudah ada APAR di setiap ruangan, jalur evakuasi, titik kumpul kalau ada
bencana dan kebakaran. Itu sudah lama dibuat dan ada juga timnya khusus
untuk bagian itu. Terdapat peta denah lokasi rumah sakit dan jalur evakuasi
dan titik kumpul aman di koridor depan rumah sakit. Setiap setahun sekali
dicek kembali APAR itu apakah masih bisa digunakan atau tidak. Timnya
juga diberi pelatihan dalam jangka waktu setahun sekali untuk dapat
membantu kalau saja ada kebakaran atau bencana nantinya.
6 Inventaris untuk pencegahan kebakaran yang tersedia sampai saat ini ada
APAR. Untuk identifikasi area berisiko kebakaran belum dilakukan karena
belum sempat sampai saat ini. Untuk tenaga teknis penanggulangan
kebakaran juga sudah dilatih dari Dinas Pemadam Kebakaran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

Tabel 6
Matriks Pengelolaan Prasarana Rumah Sakit di RSUD Kabanjahe
Informan Pernyataan
1 Untuk alat-alat rumah sakit semuanya masih bagus, kalau ada yang rusak
akan diperbaiki dan kalau bisa diganti langsung oleh rumah sakit. Belum ada
dilakukan pencatatan dan pelaporan setiap kegiatan pengelolaan prasarana
rumah sakit ini.
2 Daftar untuk ini sudah ada apa-apa saja yang ada di rumah sakit dan ada label
apabila alat-alatnya baik atau rusak. Ada tim untuk memeriksa itu misalnya di
radiologi ada tim untuk memeriksa alat rontgen-nya didatangkan dari Jakarta
untuk dilihat layak atau tidak untuk dipakai, baru-baru ini ada baru datang
dan hanya mereka yang boleh memeriksa, tidak boleh sembarangan. Pelatihan
dilakukan tergantung situasi, apabila perlu akan dipanggil tim ahli dari
Provinsi, dari Jakarta atau dokter-dokter yang ahli untuk meningkatkan
profesionalisme pekerja-pekerja disini.
3 Pekerja yang menggunakan alat ini berpedoman pada SPO yang telah ada.
Alat-alat rumah sakit diperiksa minimal setahun sekali oleh timnya, kalau
rusak akan diperbaiki atau bahkan diganti, kalau masih bagus yaa dirawat
supaya jangan rusak. Untuk pencatatan kegiatan pengelolaan prasarana belum
dilakukan.
4 Ada daftar inventaris alat-alat di rumah sakit ini dan alat-alat tersebut
diperiksa setahun sekali tergantung dari alatnya, kemudian dikalibrasi dengan
memanggil yang ahli untuk mencek keakuratan dari alat tersebut. Juga
diberikan label untuk alat-alat yang masih dipakai ataupun yang tidak dipakai
lagi. Terdapat SPO untuk penggunaan alat seperti alat di kamar bedah
sebelum dan setelah digunakan akan disterilkan terlebih dahulu. Pelatihan
diberikan kepada pekerja yang menggunakan alat dan dilakukan hanya pada
saat dibutuhkan saja.
5 Ada daftar inventaris untuk alat-alat di rumah sakit ini dan ada juga diberikan
label untuk alat yang masih dipakai ataupun tidak. Alatnya diperiksa dalam
setahun sekali dan dipelihara agar tidak cepat rusak. Setiap pemeriksaan yang
dilakukan belum dicatat dan dilaporkan sehingga kita tidak memiliki data
akan hal ini.
6 Alat-alat disini sudah disusun daftarnya dan untuk alat yang masih bagus dan
yang sudah rusak juga sudah diberikan tandanya. Alat-alat disini diperiksa
hanya pada saat dibutuhkan saja kemungkinan diperiksa setiap setahun sekali.
Untuk pemeliharaannya sendiri dilakukan oleh pekerja rumah sakit yang telah
dilatih dan pelatihannya sendiri dilakukan dalam waktu setahun sekali atau
apabila dibutuhkan. Penggunaan alat-alat yang ada dilakukan sesuai dengan
SPO yang berlaku.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

Lampiran 7. Dokumentasi

RSUD Kabanjahe

Denah RSUD Kabanjahe

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

Wawancara dengan tim K3RS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

Rambu titik kumpul aman

Rambu jalur evakuasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

APAR

Gedung pengelolaan limbah cair

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

Tempat pembuangan limbah padat non infeksius

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai