FARMAKOGNOSI
Disusun Oleh :
Moelyono Moektiwardoyo
Yasmiwar Susilawati
Yoppi Iskandar
Ami Tjitraresmi
Ferry Ferdiansyah Sofian
Ade Zuhrotun
Zelika Mega Ramadhania
Raden Bayu Indradi
Intan Timur Maisyarah
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii
KETENTUAN PRAKTIKUM ............................................................. 1
Modul Identifikasi dan Pewarnaan Pati ............................................ 5
Modul Pewarnaan Metabolit Sekunder ............................................ 12
Modul Identifikasi Sampel Campuran ............................................... 14
Modul Pemeriksaan Kualitas Simplisia ............................................. 16
Modul Ekstraksi ............................................................................. 24
Modul Pemeriksaan Kualitas Ekstrak .............................................. 27
Modul Isolasi dan Penetapan Kualitas Minyak Atsiri ........................ 32
KETENTUAN PRAKTIKUM
A. BAHAN PRAKTIKUM
Kelompok 1: Curcuma domestica (Curcumae domesticae rhizoma)
Kelompok 2: Curcuma xanthorrhiza (Curcumae xanthorrhizae rhizoma)
Kelompok 3: Guazumae ulmifolium (Guazumae folium)
Kelompok 4: Syzygium polyanthum (Polyanthi folium)
D. PERLENGKAPAN PRAKTIKUM
Perlengkapan Kelas
1. Plastik Wrap 1 gulung
2. Aluminiun Foil 1 gulung
3. Pipa kapiler 100 buah (1 Angkatan)
Kerlengkapan Kelompok
1. Sendok Tanduk 2 buah
2. Batang Pengaduk 2 buah
3. Pinset 1 buah
4. Electric Dryer 1 buah
5. Penggaris Besi 30 cm 1 buah
6. Tissue Gulung 2 gulung
7. Botol Bening 150 mL 2 botol
8. Botol Vial Bening 10 mL 5 botol
9. Botol Bening 1 L 1 botol
10.Stiker Label (sesuai format) Disesuaikan
11.Jerigen Plastik 10 L 1 buah
12.Logbook 1 buku
13.Koran 1 eksemplar
14.Trash Bag 1 buah
Perlengkapan Pribadi
1. Jas Lab Farmasi UNPAD 1 stel
2. Name Tag (warna biru) 1 buah
3. Pensil 1 buah
4. Masker 1 buah
5. Sarung Tangan Karet 1 buah
6. Pipet Tetes 2 buah
7. Spatel 1 buah
MODUL PRAKTIKUM
IDENTIFIKASI DAN PEWARNAAN PATI
TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan identifikasi dan pewarnaan pati dari sampel secara
mikroskopik
TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu
mengidentifikasi pati dari sumber yang berbeda secara mikroskopik serta
dapat melakukan pewarnaan untuk mengidentifikasi keberadaan pati
pada sampel.
TEORI
1. Pati Jagung (Amylum Maidis, Corn Starch)
PEMERIAN
Pati jagung, yaitu Amylum maidis, berasal dari biji tumbuhan jagung
(Zea mays L.), yang masak, termasuk suku Graminae, berupa serbuk halus
atau massa bersudut-sudut tidak beraturan, berwarna putih kusam yang
bila digerus bergeresek, tidak berbau, dan tak berasa.
MIKROSKOPIK
Pati jagung terdiri atas butir pati yang berasal dari endosperm
tanduk dan dari endosperm tepung. Butir dari endosperm tanduk
berbidang banyak dan bersudut-sudut (garis tengah kira-kira 2-23 μm),
sedangkan butir dari endosperm tepung berbidang banyak membulat,
dan agak lebih besar (garis tengah 25-32 μm). Sebagian besar berupa butir
poligonal dengan sudut membulat atau berupa butir hampir bulat.
Biasanya hilum di tengah berbentuk titik atau bintang sering dapat
ditemukan pada dua jenis pati tersebut. Cincin (lamela) biasanya tidak ada.
30 μm
PEMERIAN
Pati beras, yaitu Amylum oryzae, berasal dari biji tumbuhan padi
(Oryza sativa L.), termasuk suku Graminae, berupa serbuk sangat halus,
berwarna putih kusam, tidak berbau, dan tidak berasa.
MIKROSKOPIK
Pati beras, di samping butir yang sangat kecil, berbidang banyak,
dan bersudut-sudut tajam (2-10 μm), di dalam tepung itu terdapat pula
butir majemuk (ukuran sampai 60 μm) yang terbentuk dari butir tunggal
dan masih menampakkan sel endosperm. Bila digerus, butir majemuk
hancur menjadi butir tunggal kecil. Umumnya terdapat dalam butiran
majemuk yang berjumlah 2-100 butiran tunggal. Cincin (lamela) dan
hilumnya tidak dapat diamati. Hilum hanya tampak pada granul yang
besar dan terdapat di tengah.
10 μm
Gambar mikroskopik pati beras
PEMERIAN
Pati kentang, yaitu Amylum solani, berasal dari umbi tumbuhan
kentang (Solanum tuberosum L.), termasuk suku Solanaceae, berupa
serbuk agak kasar, berwarna putih mengkilap yang bergeresek bila
diremuk, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
MIKROSKOPIK
Butir pati kentang berbentuk khas, bulat telur memanjang, dengan
garis keliling yang tak teratur. Ukuran berkisar antara 45 dan 75 μm. Hilum
bentuk sepatu kuda terletak di tengah dan terdapat sebagai titik pada
bagian yang sempit, kecil dan tidak jelas. Cincin (lamela) terletak eksentris
dan tampak nyata. Kadang-kadang ditemukan butir pati dengan dua pusat
cincin (butir pati setengah majemuk).
100 μm
PEMERIAN
Pati gandum, yaitu Amylum tritici, berasal dari biji tumbuhan
gandum (Triticum vulgare L.), termasuk suku Graminae, berupa serbuk
sangat halus, berwarna putih kusam, tidak berbau, tidak berasa,
bergeresek bila diremas.
MIKROSKOPIK
Pati gandum terdiri atas butir ”besar” berbentuk lensa bundar atau
jorong, kadang-kadang berbentuk ginjal (garis tengah 20-35 μm, jarang
sampai 50 μm, dengan tebal 9-15 μm) dan butir ”kecil” membulat (2-9 μm).
Hilum terletak di tengah tidak jelas, berupa titik atau celah. Pola cincin
(lamela) sangat halus, yang hanya dapat diamati pada butiran besar.
Ukuran peralihan jarang ditemukan (beda dengan butir pati gandum
hitam).
50 μm
PEMERIAN
Pati singkong, yaitu Amylum manihot, berasal dari umbi tumbuhan
singkong (Manihot utilisima Pohl.), termasuk suku Euphorbiaceae, berupa
serbuk warna putih, tidak berbau, dan tidak berasa.
MIKROSKOPIK
Pati singkong terdiri dari butir tunggal atau bergerombol. Butir
tunggal berbentuk lonjong atau topi baja dengan ukuran antara 5-25 m.
Hilus terletak di tengah dengan jelas seperti titik atau kadang-kadang
segitiga. Lamela ada tapi kurang jelas.
25 μm
ALAT
1. Mikroskop
2. Object glass
3. Cover glass
4. Spatel
BAHAN
Akuades, Iodin, Serbuk Pati Jagung, Pati Beras, Pati Kentang, Pati Gandum,
Pati Singkong, dan Serbuk Kunyit.
TATA KERJA
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan bentuk ciri khusus secara
mikroskopik serta pewarnaan dari masing-masing sampel pati.
TINJAUAN PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI.
Cetakan Pertama. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1989. Materia Medika Indonesia. Jilid V.
Cetakan Pertama. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1980. Materia Medika Indonesia. Jilid IV.
Cetakan Pertama. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Materia Medika Indonesia. Jilid III.
Cetakan Pertama. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1978. Materia Medika Indonesia. Jilid II.
Cetakan Pertama. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1977. Materia Medika Indonesia. Jilid I.
Cetakan Pertama. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan. Jakarta.
Jackson, Betty P. and Derek W. Snowdon. 1990. Atlas of Microscopy of
Medical Plants, Culinary Herbs, and Spices. E-book pada
http://www.gigapedia.org/
MODUL PRAKTIKUM
PEWARNAAN METABOLIT SEKUNDER
TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan identifikasi golongan senyawa metabolit sekunder yang
terkandung pada simplisia.
TUJUAN INSTRUKSIONAL
Pewarnaan mikroskopik bahan obat alam dilakukan untuk
mengidentifikasi golongan senyawa metabolit di dalam bahan obat alam,
misalnya tumbuhan. Pewarnaan dilakukan dengan meneteskan pereaksi
warna pada cuplikan dan dibantu dengan penghangatan cuplikan di atas
pembakaran mikro agar pereaksi dapat masuk ke dalam sel sehingga
bereaksi dengan senyawa yang akan diidentifikasi.
ALAT
1. Mikroskop
2. Object glass
3. Cover glass
4. Spatel
5. Bunsen
BAHAN
Merah sudan, KOH 5%, dragendorff, FeCl3, daun sirih, bunga cengkeh, akar
kelembak, kulit kina, buah cabe jawa, kulit buah manggis, buah mengkudu,
daun jati belanda, daun teh, daun salam.
TATA KERJA
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan bentuk ciri khusus secara
mikroskopik serta pewarnaan dari masing-masing sampel pati.
Pewarnaan
No Simplisia Pereaksi Hasil
Metabolit
1 Minyak Atsiri Daun Sirih Merah sudan Warna merah
Bunga Cengkeh
2 Kuinon Akar Kelembak Larutan alkali Warna merah
(KOH 5%)
3 Alkaloid Kulit Kina Pereaksi Endapan
Buah Cabe Jawa Dragendorff jingga-coklat
4 Flavonoid* Kulit Buah Manggis Larutan besi (III) Warna hitam-
Buah Mengkudu klorida biru atau hijau
5 Tanin** Daun Jati Belanda Larutan besi (III) Warna hitam-
Daun Teh klorida biru atau hijau
Daun Salam
Keterangan :
*) Pilih salah satu diantara dua simplisia yang mengandung flavonoid
**) Pilih dua diantara tiga simplisia yang mengandung tanin
MODUL PRAKTIKUM
IDENTIFIKASI SAMPEL CAMPURAN
TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan identifikasi fragmen-fragmen simplisia dari sampel
campuran simplisia
TUJUAN INSTRUKSIONAL
Pemeriksaan mikroskopik untuk mengidentifikasi fragmen-fragmen
pengenal pada suatu sampel campuran simplisia. Dengan
mengidentifikasi fragmen-fragmen pengenal, diharapkan praktikan dapat
mengetahui simplisia apa yang terkandung pada suatu campuran tersebut.
ALAT
1. Mikroskop
2. Object glass
3. Cover glass
4. Spatel
5. Bunsen
BAHAN
Akuades, kloralhidrat, sampel campuran simplisia
TATA KERJA
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan fragmen-fragmen dari
campuran simplisia. Pengamatan dilakukan secara mikroskopis dengan
membandingkan antara sampel-sampel tunggal, sampel campuran, dan
literatur Farmakope Herbal Indonesia atau Materia Medika Indonesia. Simplisia
yang mungkin merupakan komposisi dari sampel campuran akan disampaikan
saat pelaksanaan praktikum.
MODUL PRAKTIKUM
PEMERIKSAAN KUALITAS SIMPLISIA
TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan pemeriksaan kualitas simplisia meliputi definisi
simplisia, pengujian organoleptik, mikroskopik dan makroskopik untuk
memastikan identitas simplisia yang akan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan produk jadi sediaan obat tradisional dan parameter kualitas
simplisia yang terdapat dalam monografi Farmakope Herbal Indonesia.
TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa mampu menganalisis
kebenaran identitas simplisia yang akan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan produk jadi sediaan obat tradisional melalui pengujian
organoleptik, mikroskopik dan makroskopik yang kemudian
dibandingkan dengan literatur. Serta, mahasiswa mampu melakukan
pengujian parameter kualitas simplisia dan menganalisa hasil pengujian
dibandingkan dengan literatur.
TEORI
Sudah sejak lama tanaman obat digunakan untuk pencegahan
ataupun pengobatan penyakit-penyakit tertentu di kalangan masyarakat,
dan seiring berjalannya waktu penggunaannya semakin menunjukkan
kemajuan pesat.
Berdasarkan keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.4.2411
Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan
Obat Bahan Alam Indonesia, obat tradisional dikategorikan menjadi :
Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka, yang memiliki
persyaratan masing-masing.
Penentuan identifikasi merupakan suatu langkah yang penting
untuk menjamin kebenaran dari simplisia yang akan digunakan sebagai
bahan baku yang memiliki senyawa aktif dalam pembuatan produk jadi
obat tradisional. Hal ini berkaitan dengan salah satu persyaratan obat,
yaitu efikasi (khasiat) yang tepat.
Identitas suatu tanaman yang digunakan secara empirik ataupun
pengujian ilmiah, harus diyakini dengan pasti kebenaran jenisnya agar
tujuan pengobatan tercapai.
Pemeriksaan paramater kualitas simplisia sebagai bahan baku
produk jadi harus dilakukan untuk menjamin kualitas bahan dan
keamanan bagi pasien, terutama OHT dan fitofarmaka yang persyaratan
bahan baku esktraknya harus terstandar.
Parameter non-spesifik berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi,
dan fisik yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas.
Sedangkan, parameter spesifik berfokus pada senyawa atau golongan
senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologi.
Nilai rentang yang ditunjukkan parameter non-spesifik adalah nilai
maksimum yang dihasilkan dan perlu ditetapkan menjadi batas tertinggi
karena nilai ini menunjukkan kemurnian suatu ekstrak. Sedangkan untuk
parameter spesifik yang perlu ditetapkan adalah nilai minimum yang
menjadin batas terendah dan karena nilai ini menunjukkan kualitas suatu
simplisia.
A. Definisi Simplisia
Dilakukannya tinjauan pustaka dari berbagai literatur (dapat dari MMI,
FHI, buku atau jurnal terpercaya). Disebutkannya (sesuai Farmakope
Herbal Indonesia) :
1. Bagian tumbuhan
2. Nama Spesies beserta Author
3. Nama Suku
4. Senyawa Identitas
B. Identitas Simplisia
1. Pemerian (Organoleptik Simplisia)
3. Mikroskopik Simplisia
Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan melihat fragmen yang
ada pada serbuk simplisia menggunakan mikroskop cahaya,
perbesaran 400x dan kemudian difoto dengan kamera secara
digital. Ukuran foto setiap fragmen adalah 4x6 cm dengan
orientasi landscape. Untuk pengamatan amilum digunakan media
air gliserin. Amilum diamati dengan menunjukkan bentuk amilum,
dan lamelanya. Sedangkan untuk fragmen lainnya, digunakan
media kloralhidrat yang dipanaskan. Pada simplisia daun, fragmen
yang diamati berupa mesofil daun, epidermis dengan stomata,
bentuk berkas pengangkut, kristal kalsium oksalat.
C. Pola Kromatografi
Pola kromatografi dilakukan untuk memberikan gambaran secara
kualitatif dan melihat pola pemisahan senyawa yang terkandung
dalam tanaman sampel. Sistem dan metode pengujian disesuaikan
dengan sampel masing-masing di Farmakope Herbal Indonesia :
1. Deteksi bercak pada KLT dengan UV 254 nm hanya untuk
senyawa yang dapat dilihat dengan 254 nm, UV 366 nm hanya
untuk senyawa yang berfluoresensi.
2. Flavonoid perlu dideteksi sebelum dan sesudah disemprot dengan
pereaksi AlCl3 atau sitroborat dan dilihat pada UV 366 nm.
3. Untuk golongan senyawa lain, deteksi disesuaikan.
4. Ukuran plat KLT disesuaikan
5. Hasil KLT juga difoto 10x5 cm portrait.
6. Sistem KLT:
a. Fase gerak
b. Fase diam
c. Larutan uji
d. Larutan pembanding
e. Volume penotolan
f. Deteksi
7. Preparasi sistem KLT menurut Suplemen III Farmakope Herbal
Indonesia Edisi I (Kemkes RI, 2013):
a. Larutan uji KLT: 1 g serbuk simplisia ditimbang saksama,
direndam sambil dikocok di atas penangas air dengan 10 mL
pelarut yang sesuai selama 10 menit.
b. Penotolan pada KLT: larutan uji dan larutan pembanding
ditotolkan menurut cara yang tertera pada masing-masing
monografi dengan jarak antara 1,5-2 cm dari tepi bawah
lempeng dan dibiarkan mengering.
c. Penjenuhan bejana: kertas saring dengan tinggi 18 cm dan
lebar sama dengan lebar bejana ditempatkan di dalam
bejana kromatografi. Sejumlah larutan pengembang
dimasukkan ke dalam bejana kromatografi hingga tingginya
0,5-1 cm dari dasar bejana. Bejana ditutup kedap hingga
kertas saring basah seluruhnya. Kertas saring harus selalu
Prosedur :
Simplisia ditimbang seksama 1-2 gram dan dimasukkan ke dalam
botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan
105 oC selama 30 menit dan ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak
diratakan dengan menggoyangkan botol hingga mendapat lapisan
setebal 5-10 mm, lalu dimasukkan ke dalam oven 105 oC hingga
bobot tetap dengan keadaan tutup terbuka. Dalam kedaan tertutup,
botol didinginkan dalam desikator hingga suhu ruang sebelum
Prosedur:
Kadar Abu Total
2 gram simplisia ditimbang dengan seksama ke dalam kurs yang telah
ditara. Suhu dinaikan secara bertahap hingga 600 ± 25oC sampai
bebas karbon. Dinginkan dalam desikator serta timbang berat abu.
Dihitung kadar abu dalam persen terhadap berat sampel awal,
ditetapkan dengan rumus sebagai berikut :
(Ct − Co)
Kadar Abu Total = x100%
m
Ket : Co = Bobot krus kosong
Ct = Bobot krus + simplisia
m = Bobot ekstrak
m = Bobot simplisia
Prosedur :
Kadar Sari Larut Air
Simplisia sebanyak 5 gram ditimbang. Kemudian, dimasukkan ke
dalam labu bersumbat, kemudian dilarutkan dalam 100 mL air jenuh
kloroform. Lalu dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama, dan
dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring. Filtrat yang didapat,
diambil 20 mL lalu diuapkan hingga kering dalam cawan penguap
yang telah dipanaskan terlebih dahulu pada 105 oC dan ditara.
Kemudian residu yang didapat, dipanaskan pada 105 oC hingga bobot
tetap. Kadar sari larut air ditetapkan dengan rumus sebagai berikut :
100
(Ct − Co)x
20
Kadar Sari Larut Air = x100%
m
Ket : Co = Bobot cawan kosong
Ct = Bobot cawan + simplisia
m = Bobot simplisia
100
(Ct − Co)x
20
Kadar sari larut etanol = x100%
m
Ket : Co = Bobot cawan kosong
Ct = Bobot cawan + simplisia
m = Bobot simplisia
PUSTAKA
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Dirjen POM. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. 3-5.
BPOM RI. 2004. Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.4.2411 Tahun
2004 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan
Obat Bahan Alam Indonesia.
Kemkes RI. 2013. Suplemen III Farmakope Herbal Indonesia Edisi I.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Jakarta.
Stahl, E. 1985. Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi.
Penerjemah : Dr. Kosasih Padmawinata dan Dr. Iwang Sudiro.
Penerbit ITB. Bandung.
MODUL PRAKTIKUM
EKSTRAKSI
TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan penyarian metabolit sekunder dari simplisia tanaman
obat dengan metode ekstraksi yang sesuai.
TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa dapat memahami
dan mampu melakukan penyarian metabolit sekunder dari simplisia
tanaman obat.
TEORI
Untuk menjaga kualitas bahan baku yang akan digunakan dalam
pembuatan obat tradisional, pengeringan harus dilakukan terhadap
tanaman obat segar tersebut. Hal ini dilakukan untuk mencegah reaksi
enzimatis yang dapat merusak tanaman obat tersebut. Pengeringan tidak
boleh menggunakan panas tinggi agar tidak terjadi perubahan kimia.
Setelah kering, bahan dapat disimpan lama sebelum dilakukan ekstraksi.
Ekstraksi merupakan proses penarikan kandungan kimia yang
berada dalam campuran (dalam praktikum ini yang dimaksud adalah
simplisia) secara selektif dengan pelarut yang sesuai. Komponen yang
terdapat dalam simplisia akan larut berdasarkan koefisien partisi
(koefisien distribusi) komponen tersebut dalam pelarut yang digunakan /
Like dissolve like.
Ekstraksi dapat dilakukan dengan ekstrasi cara panas dan ekstrasi
cara dingin. Ekstraksi panas (infus, dekok, refluk, digesti dan
menggunakan alat soxhlet) dilakukan jika komponen yang akan
diekstraksi tahan panas (termostabil). Sedangkan ekstraksi cara dingin
(maserasi, perkolasi) digunakan untuk mengekstraksi komponen yang
tidak tahan panas (termolabil). Ekstraksi cara dingin juga digunakan
untuk simplisia yang belum diketahui komponennya, sehingga belum
diketahui kestabilan komponennya.
Berdasarkan kepolarannya, pelarut yang digunakan dalam proses
ekstraksi adalah pelarut non polar, semipolar dan polar. Contoh pelarut
non polar benzena, n-heksana, toluen. Contoh pelarut semi polar etil
asetat, kloroform, aseton. Contoh pelarut polar air, metanol, etanol.
Pelarut yang biasa digunakan untuk ekstraksi bahan baku produk
jadi obat tradisional biasanya menggunakan etanol, akuades (air) atau
campuran etanol-akuades, karena relatif aman, tidak toksik, selektif, dan
relatif tidak mahal serta penggunaan air dimaksudkan untuk mendekati
cara penggunaan secara empiris oleh masyarakat. Pelarut etanol adalah
pelarut universal, yang dapat melarutkan sebagian besar senyawa polar,
sebagian kecil senyawa semi polar dan sebagian kecil senyawa non polar.
Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap vakum
putar (Rotary Vacuum Evaporator) hingga diperoleh ekstrak kental.
Terhadap ekstrak kental dilakukan pengujian parameter standar ekstrak
dan digunakan sebagai bahan awal produk jadi sediaan obat tradisional.
Pemeriksaan paramater standar ekstrak sebagai bahan baku produk jadi
harus dilakukan untuk menjamin kualitas bahan dan keamanan bagi
pasien.
PROSEDUR EKSTRAKSI
Maserasi
Bagian dasar maserator dilapisi dengan kapas sebagai penyaring.
Kemudian dimasukkan sebanyak serbuk simplisia (jumlah disesuaikan) ke
dalam maserator. Tambahkan pelarut etanol 70% secukupnya dan
biarkan selama kira-kira 10 menit agar terjadi proses pembasahan
simplisia, kemudian ditambahkan pelarut etanol sampai seluruh serbuk
simplisia terendam. Didiamkan selama 2x24 jam (kondisional) sambil
sesekali diaduk. Dimana setiap 24 jam, pelarut diganti baru. Ekstrak cair
ditampung. Ukur volume ekstrak cair yang diperoleh kemudian
dipekatkan dengan alat rotavapor pada suhu 30-40o C sehingga
diperoleh ekstrak kental.
Rendemen Ekstrak
Rendemen dapat ditetapkan dengan rumus sebagai berikut :
PUSTAKA
Harborne, J.B. 1973. Phytochemical Methods, A Guide to Modern
Techniques of Plants Analysis. Chapmann and Hall. London, 1-
32.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Dirjen POM. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. 9-12.
Kemkes RI. 2013. Suplemen III Farmakope Herbal Indonesia Edisi I.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Jakarta.
MODUL PRAKTIKUM
PEMERIKSAAN KUALITAS EKSTRAK
TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan pemeriksaan parameter standarisasi spesifik dan non-
spesifik ekstrak untuk menjamin kualitas bahan dan keamanan bagi
pasien.
TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa mampu melakukan
pengujian parameter standarisasi ekstrak dan menganalisa hasil
pengujian dibandingkan dengan literatur.
TEORI
Berdasarkan keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.4.2411
Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan
Obat Bahan Alam Indonesia, obat tradisional dikategorikan menjadi :
Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka.
Pemeriksaan paramater standar ekstrak sebagai bahan baku
produk jadi harus dilakukan untuk menjamin kualitas bahan dan
keamanan bagi pasien, terutama OHT dan fitofarmaka yang persyaratan
bahan baku esktraknya harus terstandar.
Parameter non-spesifik berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi,
dan fisik yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas.
Sedangkan, parameter spesifik berfokus pada senyawa atau golongan
senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologi.
Nilai rentang yang ditunjukkan parameter non-spesifik adalah nilai
maksimum yang dihasilkan dan perlu ditetapkan menjadi batas tertinggi
karena nilai ini menunjukkan kemurnian suatu ekstrak. Sedangkan untuk
parameter spesifik yang perlu ditetapkan adalah nilai minimum yang
menjadin batas terendah dan karena nilai ini menunjukkan kualitas suatu
ekstrak.
a. Bobot Jenis
Tujuan : Memberikan batasan tentang besarnya massa per
satuan volume. Memberikan gambaran kandungan kimia
terlarut.
Prosedur :
Penetapan bobot jenis ekstrak dapat dilakukan sebagai berikut.
Ditimbang piknometer dengan volume tertentu dalam keadaan
kosong. Kemudian piknometer diisi penuh dengan air dan
ditimbang ulang. Kerapatan air dapat ditetapkan. Kemudian
piknometer dikosongkan dan diisi penuh dengan ekstrak, lalu
ditimbang. Melalui berat ekstrak yang mempunyai volume
tertentu, dapat ditetapkan kerapatan ekstrak. Bobot jenis
ekstrak ditetapkan dengan rumus sebagai berikut :
𝒌𝒆𝒓𝒂𝒑𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒆𝒌𝒔𝒕𝒓𝒂𝒌
𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒆𝒌𝒔𝒕𝒓𝒂𝒌 =
𝒌𝒆𝒓𝒂𝒑𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒂𝒊𝒓
b. Kadar Air
Tujuan : Memberikan batasan minimal atau rentang tentang
besarnya kandungan air di dalam bahan.
Penetapan kadar air ekstrak dapat dilakukan dengan beberapa
cara misalnya dengan titrasi langsung atau tidak langsung
(pereaksi Karl-Fischer), destilasi atau gravimetri. Pada
praktikum ini akan dilakukan penetapan kadar air dengan
destilasi menggunakan destilasi toluene.
Prosedur :
Ke dalam labu bersih dan kering dimasukkan sejumlah ekstrak
kental yang telah ditimbang seksama kemudian tambahkan 200
ml toluene, hubungkan alat. Tuangkan toluene ke dalam labu
penerima melalui alat pendingin. Panaskan labu hati-hati
selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, suling dengan
2. Parameter Spesifik
a. Organoleptik Ekstrak
Pemeriksaan menggunakan panca indera untuk mendiskripsikan
bentuk, warna, au dan rasa dari ekstrak yang diperoleh.
PUSTAKA
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Dirjen POM. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. 9-12.
BPOM RI. 2004. Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.4.2411 Tahun
2004 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan
Obat Bahan Alam Indonesia.
Kemkes RI. 2013. Suplemen III Farmakope Herbal Indonesia Edisi I.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Jakarta.
Non-Spesifik
Bobot Jenis
Kadar Air
Kadar Abu Total
Abu Tidak Larut Asam
Cemaran Mikroba
Angka Lempeng Total (ALT)
Angka Kapang Khamir (AKK)
MODUL PRAKTIKUM
ISOLASI DAN PENETAPAN KUALITAS MINYAK ATSIRI
TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air, destilasi
uap dan air, enfleurasi, dan pemerasan, serta melakukan penetapan
kadar minyak atsirinya menggunakan alat destilasi Stahl.
TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa mampu melakukan isolasi
minyak atsiri dari suatu simplisia dengan cara destilasi air, destilasi uap
dan air, enfleurasi, dan pengepresan, serta melakukan penetapan kadar
minyak atsirinya menggunakan alat destilasi Stahl.
TEORI
Minyak atsiri merupakan suatu lipophilic mixtures yang mudah
menguap, yang pada umumnya diperoleh dengan cara destilasi uap dari
bagian-bagian suatu tumbuhan. Minyak atsiri mempunyai bau yang khas
dan tersusun oleh suatu susunan senyawa kimia yang kompleks yang
terdiri atas puluhan hingga ratusan komponen. Sifat umum dari minyak
atsiri adalah mudah menguap, berbau aromatik, bila masih segar
umumnya tidak berwarna atau kekuning-kuningan yang berubah
menjadi gelap pada pendiaman, tidak mengeruhkan air, optis aktif,
mempunyai indeks bias tinggi. Minyak atsiri yang diperoleh dengan cara
destilasi bila diteteskan pada kertas saring, tetesan tersebut tidak akan
meninggalkan bekas seperti bintik lemak.
Secara kimia umumnya minyak atsiri terdiri atas komponen-
komponen terpenoid, umumnya monoterpen dan seskuiterpen sebagai
penyusun utama. Selain itu terdapat berbagai komponen lain yang
merupakan komponen minor, yang terdiri atas senyawa-senyawa kimia
alifatik, aromatik, turunan benzena, dan lain-lain. Pada umumnya
komponen minyak atsiri golongan mono dan seskuiterpen merupakan
senyawa kimia turunan isopren C5H8. Monoterpen tersusun atas 2 unit
isopren, sedangkan seskuiterpen tersusun atas 3 unit isopren. Kedua
1. Destilasi uap
Merupakan proses isolasi minyak atsiri dengan bantuan uap air. Air
dan uap air akan menembus dinding sel dan dengan adanya panas,
minyak atsiri akan terbawa oleh uap air. Pada pendinginan, minyak
atsiri akan terkondensasi dan terpisah dari airnya.
2. Pemerasan
Merupakan metode isolasi minyak atsiri yang sangat sederhana.
Bahan langsung diperas atau ditekan dengan suatu alat. Sel-sel yang
mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsirinya keluar.
Cara ini digunakan untuk tumbuhan yang mengandung cukup banyak
minyak atsiri. Keburukan cara ini adalah terjadinya pengotoran
minyak atsiri oleh zat warna yang ikut terperas.
3. Penyarian
Minyak atsiri dalam tumbuhan dapat diisolasi dengan cara penyarian
/ ekstraksi menggunakan pelarut yang non polar misalnya heksana,
atau pelarut yang kurang polar seperti misalnya alkohol. Pelarut
penyari kemudian dipisahkan dengan cara destilasi, hingga diperoleh
minyak atsiri yang terbebas dari pelarutnya.
4. Enfleurage
Cara ini merupakan cara klasik untuk isolasi minyak atsiri. Simplisia
yang mengandung minyak atsiri, misalnya bunga mawar ditempatkan
di atas lapisan semacam vaselin di atas papan. Setelah dibiarkan
Cara pertama :
Campur bahan yang akan diperiksa dalam labu dengan cairan penyuling
(air), pasang alat, isi buret dengan air hingga penuh, panaskan dengan
tangas udara hingga penyulingan berlangsung lambat tetapi teratur.
Setelah penyulingan selesai, biarkan selama tidak kurang dari 15 menit,
catat volume minyak atsiri pada buret. Hitung kadar minyak atsiri
dalam % b/v.
Cara kedua :
Dilakukan seperti cara pertama tetapi sebelum buret diisi penuh dengan
air, lebih dahulu diisi dengan 0,2 mL xilena yang diukur seksama. Volume
minyak atsiri dihitung dengan mengurangkan volume yang dibaca
dengan volume xilena.
Cara penetapan kadar minyak atsiri lain yang lebih canggih, lebih akurat,
tetapi memerlukan peralatan yang mahal adalah dengan cara
kromatografi gas. Dengan peralatan mutakhir, dalam sekali penetapan,
selain kadar minyak atsiri, kadar masing-masing komponen penyusun
minyak atsiri tersebut dapat sekaligus langsung diketahui.
PUSTAKA
PROSEDUR :
HASIL PERCOBAAN
Berat simplisia : ………………………… g
Lama destilasi/perendaman : ………………………… jam
Volume minyak atsiri : ………………………… mL
Kadar minyak atsiri : ………………………… %
Spesifikasi minyak atsiri :
Warna : …………………………
Bau : …………………………
Rasa : ………………………..
Bercak Rf
1
2
3
4
5
6
7