REZA
DR. RESTHIE | DR. CEMARA | DR. REYNALDO
OFFICE ADDRESS:
Jakarta Medan
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007 Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Kel. Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang 20132
Tlp 021-22475872 WA/Line 082122727364
WA. 081380385694/081314412212
www.optimamedis.com
ILMU
P E N YA K I T
DALAM
1. Reaksi hipersensitivitas
1. Reaksi hipersensitivitas
2. Hipertiroid
Hipertiroidisme
Human Physiology.
Graves’ disease(penyebab Manifestasi klinis hipertiroid
hipertiroid terbanyak) • Apathetic thyrotoxicosis
• Pr:Lk5–10:1, usia terbanyak – dpt terjadi pada org tua dengan
40 - 60 thn satu2nya gejala berupa letargi
• Symptoms:
– Heartburn; midline retrosternal burning sensation
that radiates to the throat, occasionally to the
intrascapular region.
– Others: regurgitation, dysphagia, regurgitation of
excessive saliva.
GI-Liver secrets
GERD
Clinical Presentation of GERD
Typikal Ektraesofageal
• Heartburn
• Laryngitis
• Regurgitation
• Asthma
Atypikal • Sinusitis
• Chronic cough
• Chest pain
• Aspiration pneumonia
• Nausea
• Dental erosion
• Vomiting
• Bronchospasm
• Bloating
• Sore throat
• Dyspepsia
• Epigastric pain
• Erosive esophagitis
– 20-30% of GERD
– Endoscopy found mucosal break in esophagus
Indication for Endoscopy
• Endoscopy in GERD indicated for patients:
– Had alarm symptoms
– The patient does not respond to the PPI empirical
therapy with a dose of 2 times a day.
• Endoscopy in GERD
– The findings of reflux esophagitis has specificity of 90-
95% for GERD.
– Los Angeles or Savary-Miller classification for severity
of esophagitis.
• Pemeriksaan penunjang:
– Urinalisis: didapatkan pyuria (>5-10 leukosit/LPB), atau
didapatkan esterase leukosit yang positif.
– Pemeriksaan radiologi umumnya tidak dibutuhkan untuk
menegakka diagnosis, kecuali pada gejala yang tidak khas, atau
pada pasien yang tidak respons terhadap terapi.
• Complicated Pyelonephritis
– Infection associated with a condition, such as a
structural or functional abnormality of the
genitourinary tract, or the presence of an underlying
disease, which increase the risk of a more serious
outcome than expected from UTI
Complicated UTI
• Hospital acquired infection
• Symptoms for > 7 days
• Renal failure
• Renal transplantation
• Immunosuppression
• Catheter, stent, nephrostomy
• Recent urinary instrumentation
• Obstruction
• Anatomic abnormality
• Urologic dysfunction
Klasifikasi ISK
4. Pielonefritis
• Untuk pasien dengan respons yang cepat (demam & gejala hilang di awal
terapi), terapi dapat dibatasi selama 7-10 hari.
• Pada laki-laki muda (< 35 tahun), sebaiknya fluoroquinolone diteruskan
hingga 14 hari. Karena risiko aktivitas seksual lebih aktif.
• Pada beberapa penelitian pemberian golongan β-lactam kurang dari 14 hari
berkaitan dengan angka kegagalan yang tinggi.
• Satu penelitian menunjukkan keunggulan siprofloksasin selama 7 hari
dibandingkan TMP-SMX selama 14 hari.
Comprehensive cllinicall nephrology. 5th ed. 2015
4. Severe Uncomplicated Pyelonephritis
• Terapi antibiotic IV dahulu, setelah perbaikan dapat diganti antibiotic
oral hingga total pengobatan selama 1-2 minggu
Complicated Pyelonephritis
• Antibiotik IV durasi 7-14 hari
5. Anemia
• Menurut WHO, anemia merupakan keadaan
dimana terjadi pengurangan jumlah sel darah
merah, baik itu dalam kadar hemoglobin dan
atau hematokrit, selama volume darah total
dalam batas normal
• WHO memakai standard kadar Hb < 12,5 g/dL
untuk dapat menegakkan diagnosis anemia
• Di Amerika, digunakan batas Hb < 13,5 g/ dL
untuk laki-laki dan <12,5 dL untuk perempuan.
5. Gejala anemia
• Gejala dapat bervariasi
• Pada anemia karena
kehilangan darah yang akut,
lemah atau pun tidak
sadar.
• Sementara pada keadaan
pendarahan kronisbadan
lemah atau bahkan tidak
bergejala sama sekali.
• Pada anemia hemolisis
perubahan warna kulit
menjadi warna kuning
(ikterus) karena proses
hemolisis yang menghasilkan
bilirubin
5. Anemia
http://emedicine.medscape.com/article/954506-workup
Anemia Normositik
MCV C ÷ A x 10 = 90 fl
MCH B ÷ A x 10 = 30 pg
MCHC (%) B ÷ C x 100 = 33%
www.drsarma.in
5. Pembahasan Soal
• Pada soal didapatkan HB 10, Ht 27, eritrosit 3
juta.
• Maka menghitung MCV = (Ht/Jumlah eritrosit)
x 10 (27/3) x 10 = 90
• MCV = 90 maka anemia pasien termasuk ke
dalam anemia normositik normokrom
6-7. Diabetes Mellitus
Klasifikasi DM: Faktor Risiko
• DM tipe 1 ( destruksi sel , umumnya diikuti
defisiensi insulin absolut): • Usia > 45 tahun
– Immune-mediated atau Idiopatik, biasa pada • Berat badan lebih: > 110 % BB
usia muda idaman atau IMT > 23 kg/m2
• DM tipe 2 • Hipertensi ( TD 140/90 mmHg )
– bervariasi mulai dari yang: predominan
resistensi insulin dengan defisiensi insulin • Riwayat DM dalam garis keturunan
relatif – predominan defek sekretorik dengan • Riwayat abortus berulang,
resistensi insulin
melahirkan bayi cacat, atau BB lahir
– biasa pada usia dewasa
bayi > 4.000 gram
• Tipe spesifik lain:
– Defek genetik pada fungsi sel ; Defek genetik
• Riwayat DM gestasional
pada kerja insulin; • Riwayat TGT atau GDPT
– Penyakit eksokrin pancreas; • Penderita penyakit jantung koroner,
– Endokrinopati; tuberkulosis,
– Diinduksi obat atau zat kimia; Infeksi; Bentuk
tidak lazim dari immune mediated DM; • Hipertiroidisme
– Sindrom genetik lain, yang kadang berkaitan • Kolesterol HDL 35 mg/dL dan
dengan DM atau trigliserida 250 mg/dL
• DM gestasional
GEJALA DM
• Keluhan klasik DM
– Poliuria
– Polidipsia
– Polifagia
– Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya.
• Keluhan lain :
– Lemah badan
– Kesemutan
– Pandangan kabur
– Disfungsi ereksi pada pria
– Pruritus vulvae pada wanita
Pemeriksaan HbA1c (> 6.5%) oleh ADA (American
Diabetic Association) 2011 sudah dimasukan menjadi
salah satu kriteria DM.
Diabetes Mellitus
• Kriteria diagnosis DM:
1. Glukosa darah puasa ≥126 mg/dL. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam, atau
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
8. Penyakit katup Jantung
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
9. Rheumatoid Arthritis
O’Dell J. et al. Rheumatoid Arthtritis in Imboden JB. et al. Current Diagnosis and Treatment Rheumatology. 3rd edition. 2013
Gambaran Klinis dan Patofisiologi
• GEJALA UMUM
– Demam
– Lemas
– Penurunan Berat Badan
• GEJALA LOKAL
– Poliartritis simetris terutama
pada PIP, MCP
– Kekakuan sendi >30 menit
– Sendi merah, bengkak
– Deformitas sendi
• EKSTRA-ARTIKULAR
– Nodul Rematoid
– Keratokonjungtivitis sicca
– Efusi pericardium
– Pyoderma gangrenosum
– Anemia
Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid Arthritis
Ulnar deviation of the fingers with wasting
Rheumatoid nodules &
of the small muscles of the hands and
olecranon bursitis.
synovial swelling at the wrists, the extensor
tendon sheaths, MCP & PIP.
Terapi
1. Synthetic DMARDS 3. low-dose
glucocorticoids
2. Biologic DMARDS
O’Dell J. et al. Rheumatoid Arthtritis in Imboden JB. et al. Current Diagnosis and Treatment Rheumatology. 3rd edition. 2013
Rheumatoid Arthritis
Kompetensi Dokter Umum
O’Dell J. et al. Rheumatoid Arthtritis in Imboden JB. et al. Current Diagnosis and Treatment Rheumatology. 3rd edition. 2013
10. Efusi Pleura
Tekanan hidrostatik kapiler
mendorong cairan ke
ekstravaskular
Permeabilitas kapiler
Contoh: inflamasi/infeksi
Aliran Limfatik
Contoh: obstruksi (keganasan),
destruksi (radioterapi)
Tekanan onkotik
Contoh: hipoalbuminemia
1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17..
10. Efusi Pleura
10. Efusi
Pleura
10. Efusi Pleura
• Erythema marginatum:
– 5% of patients.
– The rash is serpiginous and long lasting.
Prodromal (demam,
Nyeri kanan atas/ Transaminase, Serologi
malaise, mual) Ikterus, Hepatomegali Hepatitis Akut Suportif
epigastrium HAV, HBSAg, Anti HBS
kuning.
Risk: Female, Fat,
Fourty, Hamil Nyeri tekan abdomen
Nyeri kanan atas/ USG: hiperekoik dgn Kolesistektomi
Prepitasi makanan Berlangsung 30-180 Kolelitiasis
epigastrium acoustic window Asam ursodeoksikolat
berlemak, Mual, TIDAK menit
Demam
Resusitasi cairan
Nyeri epigastrik/ USG: penebalan dinding
Mual/muntah, AB: sefalosporin gen.
kanan atas menjalar Murphy Sign kandung empedu Kolesistitis
Demam 3 + metronidazol
ke bahu/ punggung (double rims)
Kolesistektomi
Kolelitiasis
• Definisi
• Batu di kandung empedu
• Empedu – garam empedu, phospholipid,
kolesterol; ↑ saturasi kolseterol di empedu +
mempercepat nukleasi + hypomotilitas kandung
empedu batu empedu
• Klinis
• Tipe: batu kolesterol 90%, batu pigmen 10%
• Kolik bilier: nyeri perut kanan atas atau
epigastrium, tiba2, bertahan 30 menit sd 3 jam,
menjalar ke scapula, mual
• Dipicu makanan berlemak
• Tata laksana
• Cholecystectomy (CCY), laparoscopic, jika
symptomatik
• Ursodeoxycholic acid (jarang) untuk batu
cholesterol jika tidak bisa operasi
• Komplikasi
• Kolsesistitis
• Koledokolitiasis kolangitis
Penyakit Hepatobilier
• Pencitraan untuk diagnosis batu empedu:
• USG:
• pilihan pertama untuk diagnosis kandung empedu, rutin untuk
memperlihatkan besar, bentuk, penebalan kandung empedu, &
saluran empedu ekstrahepatik.
• Foto polos abdomen:
• tidak dapat memperlihatkan kolesistitis akut.
• Hanya 15% batu yang dapat terlihat.
• CT scan abdomen:
• kurang sensitif & mahal, tapi mampu memperlihatkan abses
perikolesistik yang kecil.
• ERCP:
• bermanfaat untuk deteksi & mengambil batu saluran empedu, invasif
& berisiko pankreatitis & kolangitis.
• MRCP:
• pencitraan saluran empedu tanpa risiko, tetapi bergantung operator &
bukan modalitas terapi.
Pemeriksaan penunjang kolelitiasis
• Ultrasonography
(US)pemeriksaan
penunjang pilihan untuk
mengidentifikasi batu
empedu
– Dapat mendeteksi batu
empedu sebesar 2 mm
– sensitivitas > 95%
– Cepat, noninvasif, dapat Ultrasound image obtained with a 4-MHz
dilakukan secara bedside, transducer demonstrates a stone in the
– Tidak melibatkan radiasi gallbladder neck with typical acoustic
shadow
Koledokolitiasis
• Definisi
• Batu di duktus biliaris
koledokus
• Klinis
• Asymptomatic (50%)
• Kolik bilier: nyeri perut
kanan atas atau
epigastrium, tiba2,
bertahan 30 menit sd 3
jam, menjalar ke scapula,
mual
• Obstruksi bilier ikterik,
pruritis, mual
• Tata laksana
• ERCP & papillotomy
• CCY
• Komplikasi
• Cholangitis, cholecystitis,
pancreatitis, stricture
Cholecystitis
• Cholecystitis is inflammation of the gallbladder that occurs
most commonly because of an obstruction of the cystic duct
by gallstones arising from the gallbladder (cholelithiasis).
• Clinical symptoms of acute cholecystitis include abdominal
pain (right upper abdominal pain), nausea, vomiting, and
fever
• Jaundice may be noted in approximately 15% of patients
• Murphy’s sign are the characteristic findings of acute
cholecystitis.
• A positive Murphy’s sign has a specificity of 79%–96% for
acute cholecystitis.
Penyakit Hepatobilier
• Diagnosis kolesistitis:
• Murphy sign atau nyeri tekan
abdomen kanan atas
• Demam, leukositosis, atau
peningkatan CRP
• USG: ditemukan batu (90-95%
kasus), tanda inflamasi kandung
empedu (penebalan
dinding/double rim cairan
perikolesistik, dilatasi duktus
biliaris)
• Etiologi:
• Batu duktus bilier/ koledokolitiasia (85%)
• Keganasan (biliar, pancreas) atau striktur jinak
• Infiltrasi cacing (Clonorchis sinensis,
Opisthorchis viverrini)
• Klinis
• Charcot’s triad: nyeri perut kanan atas, ikterik,
demam/menggigil; 70%
• Reynold’s pentad: Charcot’s triad + shock dan
gangguan kesadaran;15%
• Tata laksana
• Antibiotik (broad spectrum) :ampicillin +
gentamicin (atau levofloxacin) + MNZ (jika
berat); carbapenems; pip/tazo
• 20% butuh dekompresi bilier cito via ERCP
(papillotomy, extraksi, stent).
14. Sindrom Koroner Akut
• Gejala khas
Rasa tertekan/berat di bawah dada, menjalar ke lengan
kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati.
Dapat disertai berkeringat, mual/muntah, nyeri perut, sesak napas, & pingsan.
• Angina stabil:
Umumnya dicetuskan aktivtas fisik atau emosi (stres, marah, takut),
berlangsung 2-5 menit,
Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat &
nitrogliserin sublingual.
• Early goal
directed
therapy
• Improve sepsis
survival
Sepsis Guideline 2016
Acute
Contamination Hepatitis
< 30% Lymphoma
> 70%
Chronic
Recovery > 95% Infection Vasculitis
Chronic
10%
Hepatitis
Cryoglobulinemia
> 20%
40%
HCC Cirrhosis
Lymphotropism
Liver disease « Chronic inflammation » Vasculitis
Signs and Symptoms
• Individuals may have one or more of the
following symptoms, while others experience
no symptoms:
–Tiredness –Weight loss
–Nausea –Abdominal pain
–Muscle or joint pain –Itchiness
–Trouble sleeping –Depression
–Loss of appetite –Dark urine (pee)
Signs and Symptoms
• A few may have specific liver related
symptoms initially:
– Pale stool (poo)
– Jaundice (yellowing of the skin or eyes)
Pemeriksaan
Tatalaksana
• Combination pegylated • Non-nucleoside inhibitors
interferon-α and ribavirin (NNIs)
(nucleoside analog) • Protease inhibitor
• Mechanism poorly • TGF-β
understood • Cyclosporin A
• Protein synthesis • Arsenic trioxide
suppression; degradation
of plus strand RNA • RNA therapieis
• 50-80% effective
Tatalaksana
Side effects:
• Flu-like symptoms, tiredness, hair loss, trouble with
thinking, moodiness, and depression
• Hematologic
– Anemia
– bone marrow suppression by IFN neutropenia,
thrombocytopenia
– ribavirin directly toxic to red blood cells hemolysis
• Worsening of liver disease
20. DISPEPSIA
• Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah
abdomen bagian atas.
P. traumatik
P. iatrogenik ( oleh karena efek samping
tindakan )
P. katamenial
Terapeutik
Udara
Pato fisiologi
Ruptur / kebocoran
dinding alveol
Intertisial paru
Septa lobuler
Perifer Sentral
Bleb Pneumomediastinum
Distensi
Pecah
Pneumotoraks
• Mekanisme pneumotorak
Diagnosis pneumotorak
Anamnesis
o Gejala penyakit dasar
o Sesak napas mendadak
o Nyeri dada
o Tanpa atau dg penyakit paru sebelumnya
• PF ; Takipnea Taki kardi
• PF Paru
:In ; Tertinggal pada pergerakan napas
Lebih cembung , sela iga melebar
Pal ; Fremitus melemah , Deviasi trakea
Per; Hipersonor, tanda 2 pendorongan organ
Aus; Suara napas melemah / tidak terdengar
Diagnosis pneumotorak
Ro : Paru kolaps
Pleural line
Daerah avascular
Hiper radio lusen
Sela iga melebar
tanda-tanda pendorongan
Kalau kurang jelas ro torak
CT Scan Thorak
NB: tidak dilakukan pada kasus tension
pneumotoraks
PNEUMOTORAKS
WSD
Gambar Soal
21. Trauma Dada
Diagnosis Etiologi Tanda dan Gejala
Hemotoraks Laserasi • Ansietas/ gelisah, takipneu, tanda-tanda syok,
pembuluh darah takikardia, Frothy/ bloody sputum.
di kavum toraks • Suara napas menghilang pada tempat yang
terkena, vena leher mendatar, perkusi dada
pekak.
Treatment
ABC’s dengan c-spine control sesuai indikasi
Analgesik kuat
intercostal blocks
Hindari analgesik narkotik
Ventilation membaik tidal volume meningkat, oksigen darah
meningkat
Ventilasi tekanan positif
Hindari barotrauma
Chest tubes bila dibutuhkan
Perbaiki posisi pasien
Posisikan pasien pada posisi yang paling nyaman dan membantu
mengurangi nyeriPasien miring pada sisi yang terkena
Aggressive pulmonary toilet
Surgical fixation rarely needed
Rawat inap24 hours observasion
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
Cardiac Tamponade
Gejala Pemeriksaan Fisik
• Takipnea dan DOE, rest • Takikardi
air hunger • Hypotension shock
• Weakness • Elevated JVP with blunted
• Presyncope y descent
• Dysphagia • Muffled heart sounds
• Batu • Pulsus paradoxus
• Anorexia – Bunyi jantung masih
terdengar namun nadi
• (Chest pain) radialis tidak teraba saat
inspirasi
• (Pericardial friction rub)
http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20274-Pericardial%20effusion/perieffusioncorrect.html
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
22. Luka Bakar
Rule of nines
Adult Infant
• Bayi berusia sampai satu tahun
– Luas permukaan kepala dan leher berkisar 18%
– Luas permukaan tubuh dan tungkai berkisar 14%.
• Dalam masa pertumbuhannya, setiap tahun di
atas usia satu tahun, maka ukuran kepala
berkurang sekitar 1% dan ukuran tungkai
bertambah 0. 5%
• Proporsi dewasa tercapai saat seorang anak
mencapai usia sepuluh tahun
• Usia 10 thn penambahan ukuran tungkai dipindahkan ke
genitalia dan perineum 1%
Emergency Management of Severe Burns (EMSB) COURSE MANUAL 17th edition Feb 2013
Australia and New Zealand Burn Association Ltd 1996
• 40 x 45 x 4cc = 7200cc
Indikasi Resusitasi Cairan
• Rumus Baxter adalah
dasar pemberian cairan
pertama kali
• Titrasi sesuai produksi
urine
– Bila kurang dari target
0,5-1 cc/KgBB/Jam
tambahkan volume
cairan resusitasi menjadi
150% pada jam
berikutnya atau bolus
cairan 5-10cc/KgBB
Emergency Management of Severe Burns (EMSB) COURSE MANUAL 17th edition Feb 2013
Australia and New Zealand Burn Association Ltd 1996
Contoh
• Seorang perempuan, berat 60 kg dengan luka
bakar di dada dan perut, karena ledakan kompor
1 jam yang lalu. Terdapat eritem di dada dan
perut, bula, bula pecah, suara serak tidak ada.
• Kebutuhan cairan 4x18%x60 kg = 4320 cc/24 jam
– 2160 cc dalam 8 jam pertama 270 cc/jam
– 2160 cc dalam 16 jam berikutnya
• Saat pemberian cairan jam pertama urine 30
cc/jam (sesuai target 0,5-1 cc/KgBB/Jam
• jam ke-2 didapatkan urine 10 cc/jam (kurang dari
target.
A. Jam berikutnya diberikan 270ccx150% = 405
cc/ jam kemudian nilai ulang produksi urine
jam berikutnya
– Masih kurang? Tambah jadi 405ccx150%= 607,5
cc/jam
B. Atau berikan bolus cairan 5-10 cc/kgBB
secepatnya (utk pasien ini 300-500 cc). Nilai
urine jam berikutnya
– Masih kurang? Boleh pilih A atau B lagi
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
Luka Bakar Khusus
• Luka bakar listrik
– Target urine lebih banyak (1-2cc/kgBB/jam)
• mencegah sumbatan mioglobin di ginjal
• bila tidak memenuhi target dengan penambahan volume
cairan
• pertimbangkan pemberian manitol 12,5 g setiap 1000 cc
cairan resusitasi
– Fasciotomi segera untuk kompartemen syndrome
• Luka bakar anak <10 thn
– Risiko hipoglikemiaberikan cairan maintenance
tambahan yang mengandung glukosa (dihitung
dengan rumus Darrow/Holliday Segar)
23. ATLS Initial Assessment
Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan
yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu
berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah,
cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment (
penilaian awal ).
E. Exposure/Environment
1.Buka pakaian penderita, periksa jejas
2.Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan
tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
ATLS Coursed 9th Edition
24. Urolithiasis
Nyeri Alih
25. BPH
BPH
adalah pertumbuhan
berlebihan dari sel-sel
prostat yang tidak ganas.
Pembesaran prostat jinak
diakibatkan sel-sel prostat
memperbanyak diri
melebihi kondisi normal,
biasanya dialami laki-laki
berusia di atas 50 tahun
yang menyumbat saluran
kemih.
NORMAL TIDAK NORMAL
PREVALENSI
Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah
diteliti.
Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin
meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria
di Indonesia berusia 60 tahun atau lebih dan 2,5 juta pria
diantaranya menderita gejala saluran kemih bagian bawah
(Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) akibat BPH.
Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49
tahun mencapai hampir 15%, usia 50-59 tahun
prevalensinya mencapai hampir 25%, dan pada usia 60
tahun mencapai angka sekitar 43%.
ETIOLOGI
Umur
Pria berumur lebih dari 50 tahun,
kemungkinannya memiliki BPH adalah 50%.
Ketika berusia 80–85 tahun, kemungkinan
itu meningkat menjadi 90%.
Faktor Hormonal
Testosteron –> hormon pada pria.
Beberapa penelitian menyebutkan karena
adanya peningkatan kadar testosteron pada pria
(namun belum dibuktikan secara ilmiah) .
Hipotesis penyebab timbulnya
hiperplasia prostat
Ketidaksei
Teori mbangan Interaksi Berkurangnya
Teori sel
dihidrotest antara stroma- kematian sel
stem
osteron estrogen- epitel prostat
testosteron
PATOFISIOLOGI
Obstruktif :
terjadi ketika faktor
dinamik dan atau Iritatif :
faktor statik hasil dari
mengurangi obstruksi yang
pengosongan sudah berjalan
kandung kemih. lama pada leher
kandung kemih.
Diagnosis of BPH
• Symptom assessment
– the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used
worldwide
– IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological
Association (AUA). It contains:
• seven questions about the severity of symptoms; total score 0–7 (mild), 8–19 (moderate),
20–35 (severe)
• eighth standalone question on QoL
• Digital rectal examination(DRE)
– inaccurate for size but can detect shape and consistency
• Prostat Volume determination- ultrasonography
• Urodynamic analysis
– Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of
age
• Measurement of prostate-specific antigen (PSA)
– high correlation between PSA and Prostat Volume, specifically Trantitional Zone
Volume
– men with larger prostates have higher PSA levels 1
CT Scan:
• Tampak ukuran prostat
membesar di atas ramus superior
simfisis pubis.
Derajat BPH, Dibedakan menjadi 4
Stadium :
Stadium 1 :
Obstruktif tetapi kandung kemih masih
mengeluarkan urin sampai habis.
Stadium 4 :
retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak
kesakitan urin menetes secara periodik.
Grade Pembesaran Prostat
Rectal Grading
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
• Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
• Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
• Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
• Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
• Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
Kategori Keparahan Penyakit BPH Berdasarkan
Gejala dan Tanda (WHO)
Keparahan Skor gejala AUA Gejala khas dan tanda-tanda
penyakit (Asosiasi Urologis
Amerika)
Ringan ≤7 • Asimtomatik (tanpa gejala)
• Kecepatan urinari puncak < 10 mL/s
• Volume urine residual setelah
pengosongan 25-50 mL
• Peningkatan BUN dan kreatinin
serum
Sedang 8-19 Semua tanda di atas ditambah
obstruktif penghilangan gejala dan
iritatif penghilangan gejala (tanda dari
detrusor yang tidak stabil)
Parah ≥ 20 Semua hal di atas ditambah satu atau
lebih komplikasi BPH
Terapi Farmakologi
Jika gejala ringan
maka pasien cukup dilakukan watchful waiting (perubahan
gaya hidup).
Jika gejala sedang
maka pasien diberikan obat tunggal antagonis α adrenergik
atau inhibitor 5α- reductase.
Jika keparahan berlanjut
maka obat yang diberikan bisa dalam bentuk kombinasi
keduanya.
Jika gejala parah dan komplikasi BPH, dilakukan
pembedahan.
Algoritma manajemen terapi BPH
BPH
Watchful Operasi
waiting
α-adrenergik α-adrenergik
antagonis atau antagonis dan 5-α
5-α Reductace
Reductace inhibitor inhibitor
Fraktur Colles
Fraktur Smith
29. Invaginasi
http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf
http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary
Ruptur Uretra Anterior
DIAGNOSIS
• Penyebab tersering : Klinis :
straddle injury ( cedera • Perdarahan
selangkangan ) peruretra/hematuri
• Hematom / butterfly
hematom
Jenis kerusakan : • Kadang retensi urine
• Kontusio uretra
• Ruptur parsial • Kontusio : ekstravasasi
–
• Ruptur total • Ruptur : ekstravasasi
+ bulbosa
Sleeve Hematom
Butterfly Hematom
TINDAKAN
Kontusio :
• observasi 4-6 bln
• evaluasi: uretrografi ulang
Ruptur :
• Sistostomi 1 bulan
• 3 bulan uroflometri, k/p uretrogram .
• striktura, lakukan sachse.
RUPTUR URETRA POSTERIOR
• Ruptur uretra pars COLAPINTO DAN MCCOLLUM
(1976 ) :
prostato – • Stretching (teregang)
membranasea. – Tidak ada ekstravasasi.
• Terbanyak disebabkan • Uretra putus diatas prostato
membranasea
fraktur tulang pelvis. – Diaphragma urogenital utuh
– Ekstravasasi terbatas pada
• Robeknya ligamen pubo diaphragma urogenital.
- prostatikum • Uretra posterior,
diaph.Urogenital & uretra pars
bulbosa proksimal rusak.
– Ekstravasasi sampai perineum
DIAGNOSIS
GAMBARAN KHAS :
• PERDARAHAN PER URETRA
• RETENSI URINE
• RT : FLOATING PROSTAT. Floating Prostat
URETROGRAFI :
• EKSTRAVASASI KONTRAS PD PARS PROSTATO
MEMBRANASEA
• FRAKTUR PELVIS.
Uretrografi
Ruptur Parsial
Ruptur total
TINDAKAN KOMPLIKASI
AKUT : SISTOSTOMI • Striktura uretra
• Disfungsi ereksi
STABIL :
• Inkontinentia urine
• Primary endoskopic
realigment, 1 minggu
paska ruptur
• Uretroplasti, 3 bulan
paska ruptur.
• Rail roading kateter
dilakukan bila bersamaan
dg operasi lain.
31. Ileus Obstruktif
• Ileus:
– Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari
gerakan peristaltik usus.
• Obstruksi:
– Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan
karena adanya kelainan struktural sehingga
menghalangi gerak peristaltik usus.
– Obstruksi dapat parsial atau komplit
– Obstruksi simple atau strangulated
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
32. Dislokasi Panggul
ANTERIOR POSTERIOR
netterimages.com
Tatalaksana Dislokasi Sendi Panggul:
Reposisi
• Bila pasien tidak memiliki komplikasi lain:
– Berikan Anestetic atau sedative dan manipulasi
tulang sehingga kembali pada posisi yang
seharusnya reduction/reposisi
• Pada beberapa kasus, reduksi harus dilakukan
di OK dan diperlukan pembedahan
• Setelah tindakan, harus dilakukan
pemeriksaan radiologis ulang atau CT-scan
untuk mengetahui posisi dari sendi.
33. DVT
Virchow Triads:
(1) venous stasis
(2) activation of blood coagulation
(3) vein damage
Sudoyo A dkk. Panduan Diagnosis dan Tatalaksana Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru. 2015
Patient with suspect symptomatic
Acute lower extremity DVT
negative
Venous duplex scan Low clinical probability observe
No
pregnancy LMWH
OPD LMWH
hospitalisation + warfarin
UFH
Compression treatment
Color duplex scan of DVT
Broadway D.C.How to test for a relative afferent pupillary defect. Community eye health journal: 25(79). 2012
Swinging light test
• The swinging light test :
– Used to detect a RAPD; detecting differences between the
two eyes in how they respond to a light shone in one eye
at the time
• The test can be very useful for detecting unilateral or
asymmetrical disesase of the retina or optic nerve (but
only optic nerve disease that occurs in front of the
optic chiasm)
• Interpretation:
– Swinging light test Normal
– Swinging light test positif RAPD
– Swinging light test negatif non reactive pupil
The swinging light test
Swinging light test Normal Swinging light test + Swinging light test -
http://sdhawan.com/ophthalmology/lens&cataract.pdf E-mail: sdhawan@sdhawan.com
37. Cataract
• Any opacity of the lens or loss of transparency of the lens that causes
diminution or impairment of vision
• Classification : based on etiological, morphological, stage of maturity
• Etiological classification :
Senile
Traumatic (penetrating, concussion, infrared irradiation, electrocution)
Metabolic (diabetes, hypoglicemia, galactosemia, galactokinase deficiency,
hypocalcemia)
Toxic (corticosteroids, chlorpromazine, miotics, gold, amiodarone)
Complicated (anterior uveitis, hereditary retinal and vitreoretinal disorder, high myopia,
intraocular neoplasia
Maternal infections (rubella, toxoplasmosis, CMV)
Maternal drug ingestion (thalidomide, corticosteroids)
Presenile cataract (myotonic dystrophy, atopic dermatitis)
Syndromes with cataract (down’s syndrome, werner’s syndrome, lowe’s syndrome)
Hereditary
Secondary cataract
• Morphological classification : • Sign & symptoms:
Capsular – Near-sightedness (myopia
Subcapsular shift) Early in the
Nuclear development of age-related
cataract, the power of the
Cortical lens may be increased
Lamellar – Reduce the perception of
Sutural blue colorsgradual
• Chronological classification: yellowing and opacification of
Congenital (since birth) the lens
Infantile ( first year of life) – Gradual vision loss
Juvenile (1-13years) – Almost always one eye is
Presenile (13-35 years) affected earlier than the
other
Senile
– Shadow test +
Klasifikasi morfologi katarak
KATARAK-SENILIS
• Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang • 4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at
terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 this stage, lens may become swollen due to
tahun
continued hydration ‘intumescent cataract’),
matur, hipermatur
• Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak • Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan
• Etiologi :belum diketahui secara pasti kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
multifaktorial: • Penyulit : Glaukoma, uveitis
Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan • Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
pengaruh genetik
Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi
yang sangat kuat mempunyai efek buruk
terhadap serabu-serabut lensa.
Faktor imunologik
Gangguan yang bersifat lokal pada lensa,
seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi
cahaya matahari.
Gangguan metabolisme umum
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak nuklear
• kekeruhan terutama pada nukleus • Akibat myiopic shift,individu dengan
dibagian sentral lensa. presbiopia dapat membaca tanpa
• Terjadi akibat sklerosis nuklear; kacamata (disebut penglihatan
nukleus cenderung menjadi gelap kedua/second sight).
dan keras (sklerosis), berubah dari • Menyebabkan gangguan yang lebih besar
jernih menjadi kuning sampai coklat. pada penglihatan jauh daripada
• Biasanya mulai timbul sekitar usia 60- penglihatan dekat
70 tahun dan progresivitasnya • Bisa terjadi pada pasien diabetes melitus
lambat. dan miopia tinggi
• Pengerasan yang progresif dari • Bisa timbul diplopia monokular (akbibat
nukleus lensa peningkatan indeks perubahan mendadak indeks refraksi
refraksi lensa terjadi perpindahan antara korteks dan nuklear) dan
miopik (myopic shift), dikenal sbg gangguan diskriminasi warna (terutama
miopia lentikularis. biru dan ungu, akibat kuningnya lensa)
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak kortikal
• Kekeruhan pada korteks lensa ( bisa di • Gejala katarak kortikal adalah
daerah anterior, posterior dan equatorial fotofobia dari sumber cahaya
korteks) fokal yang terus-menerus dan
• Muncul pada usia 40-60 tahun dan diplopia monokular
progresivitasnya lambat. • Kekeruhan dimulai dari celah dan
• Terdapat wedge-shape opacities/cortical vakoula antara serabut lensa oleh
spokes atau gambaran seperti ruji. karena hidrasi oleh korteks.
• Efeknya terhadap fungsi penglihatan • Disebabkan oleh berkurangnya
bervariasi, tergantung dari jarak protein total, asam amnio, dan
kekeruhan terhadap aksial penglihatan
kalium yang dihubungkan dengan
• Katarak kortikal umumnya tidak memberi peningkatan konsentrasi natrium
gejala sampai tingkat progresifitas lanjut dan hidrasi lensa, diikuti oleh
ketika jari-jari korteks membahayakan axis koagulasi protein.
penglihatan (penglihatan dirasakan lebih
baik pada cahaya terang ketika pupil
miosis.)
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak subkapsular posterior
(katarak cupuliformis)
• Terdapat pada korteks di dekat kapsul • Kadang mengalami diplopia
posterior bagian sentral dan biasanya di monokular.
aksial.
• Sering terlihat pada pasien
• Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 yang lebih muda dibandingkan
tahun dan progresivitasnya cepat.
dengan pasien katarak nuklear
• Sejak awal, menimbulkan gangguan
/ kortikal.
penglihatan karena adanya keterlibatan
sumbu penglihatan. • Sering ditemukan pada pasien
• Gejala yang timbul adalah fotofobia dan DM, miopia tinggi dan retinitis
penurunan visus dibawah kondisi cahaya pigmentosa, akibat trauma,
terang, akomodasi, atau miotikum. penggunaan kortikosteroid
• Penglihatan dirasakan lebih baik ketika sistemik atau topikal,
pupil midriasis pada malam hari dengan inflamasi, dan paparan radiasi
cahaya yang suram (day blindness) ion.
• Ketajaman penglihatan dekat menjadi
lebih berkurang daripada penglihatan
jauh.
BEDAH KATARAK
Lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular:
•Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) :
Mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya
Tidak boleh dilakukan pada pasien usia <40thn, yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular
•Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK):
Dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dapat keluar melalui robekan tersebut
Dilakukan pada pasien muda, dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implastasi
sekunder lensa intraokuler, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma,
mata dengan predisposisi terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya pasien
mengalami ablasio retina, mata dengan makular edema, pasca bedah ablasi.
•Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi : teknik ekstrakapsular menggunakan
getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi
lumbus yang kecil
http://www.mastereyeassociates.com/Portals/60407/images//astig
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry matism-Cross_Section_of_Astigmatic_Eye.jpg
ASTIGMATISME
• Kornea seharusnya berbentuk hampir sferis
sempurna (bulat) pada astigmat kornea
berbentuk seperti bola rugby.
• Bagian lengkung yang paling landai dan yang
paling curam mengakibatkan cahaya
direfraksikan secara berbeda dari kedua
meridian mengakibatkan distorsi bayangan
• Kekuatan refraksi pada horizontal plane
memproyeksikan gambar/ garis vertikal.
• Kekuatan refraksi pada vertical plane
memproyeksikan gambar/ garis horizontal.
• The amount of astigmatism is equal to the
difference in refracting power of the two
principal meridians
http://www.improveeyesighthq.com/Corrective-Lens-Astigmatism.html
KLASIFIKASI :
ETIOLOGI
• Astigmatisme korneal: When
the cornea has unequal curvature
on the anterior surface – 90% PLACIDO
penyebab astigmatisme bisa
dites dgn tes Placido
(keratoscope)
• Astigmatisme lentikular: When
the crystalline lens has an
unequal on the surface or in its
layers
• Astigmatigma total: The sum of
corneal astigmatism and Astigmatisme korneal akibat trauma
lenticular astigmatism pada kornea. Perhatikan iregularitas
bayangan placido
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry http://oelzant.priv.at/~aoe/images/galleries/narcism/med/hornhautabrasion/
KLASIFIKASI : HUBUNGAN ANTAR BIDANG MERIDIAN
ASTIGMATISME REGULER
ASTIGMATISME IREGULER
SYMMETRICAL ASTIGMATISM
ASYMMETRICAL ASTIGMATISM
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/graphics/figures/v1/051a/010f.gif
http://vision.zeiss.com/content/dam/Vision/Vision/International/images/image-text/opticaldesigns_asphere_atorus_atoroidal-surface_500x375.jpg
TIPS & TRIK
• Rumus hapalan ini bisa digunakan untuk menentukan jenis jenis
astigmatisme berdasarkan kedudukannya di retina kalau disoal
diberikan rumus astigmatnya sbb
1. sferis (-) silinder (-) pasti miop kompositus
2. Sferis (+); silinder (+) pasti hipermetrop kompositus
3. Sferis (tidak ada); silinder (-) pasti miop simpleks
4. Sferis (tidak ada); silinder (+) pasti hipermetrop simpleks
VICIOUS CYCLE
Lacrimal Lacrimal
Primary Secondary Reflex
Disease obstruction
Blink,
Secondary Aperture Xerophthalmia
Primary
abnormal
Blepharitis
Absent
Meibomian Lid surface
glands
gland incongruity
Distichiasis
disease
CLINICAL MANIFESTATION
• Generalised seizures
(include absance
type)
• Unclassified seizures
Pilihan Terapi Sindrom Epilepsi Etosuksimid: tidak tersedia di Indonesia
Level of confidence:
A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin sebagai monoterapi; C: mungkin efektif sebagai
monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi
Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Perdossi. 2014
Farmakoterapi Childhood Absence
Perbandingan Odds Ratio
Asam Valproat vs Ethosuximide 1,26 (95% CI; 0,80 – 1,98)
Ethosuximide vs Lamotrigine 2,66 (95% CI; 1,65 – 4,28)
Asam Valproat vs Lamotrigine 3,34 (95% CI; 2,06 – 5,42)
• Dari table di atas dapat disimpulkan asam valproate dan ethosuximide lebih
efektif dbandingkan lamotrigine dalam tatalaksasa kejang absans.
• Tidak ada perbedaan bermakna antara efektifitas asam valproate dan
ethosuximide.
• Di negara-negara barat ethoximide lebih dipilih dibandingkan asam valproate
karena memiliki efek samping terhadap attentional dysfunction yang lebih
rendah.
• Namun ethosuximide tidak terdapat di Indonesia (secara umum), sehingga
terapi lini pertama untuk kejang absans di Indonesia adalah asam valproate.
Ethosuximide, Valproic Acid, and Lamotrigine in Childhood Absence Epilepsy. Glauser TA, et al. 2010. NEJM, 362(9): 790-799.
Penghentian OAE
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa
kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara
bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa
penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang
penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni,
A. Episodik
Dalam tipe ini, cluster headache terjadi setiap hari selama satu minggu
sampai satu tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang berlangsung
beberapa minggu sampai beberapa tahun sebelum berkembangnya
periode cluster selanjutnya.
B. Kronik
Dalam tipe ini, cluster headache terjadi setiap hari selama lebih dari
satu tahun dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa nyeri
berlangsung kurang dari dua minggu.
43. Carpal Tunnel Syndrome
Terapi Konservatif
• Istirahatkan pergelangan tangan
• Obat antiinflamasi nonsteroid
• Pemasangan bidai pada posisi netral
pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang
terus-menerus atau hanya pada malam hari
selama 2-3 minggu
• lnjeksi steroid
• Kontrol cairan,misalnya dengan pemberian
diuretika
• Vitamin B6 (piridoksin)
• Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan
vaskularisasi pergelangan tangan
Terapi Operatif
• Tindakan operasi pada CTS disebut neurolisis
nervus medianus pada pergelangan tangan.
• Operasi hanya dilakukan:
• pada kasus yang tidak mengalami
perbaikan dengan terapi konservatif
• bila terjadi gangguan sensorik yang berat
• adanya atrofi otot-otot thenar.
44. Neuralgia Trigeminal (Tic Douloureux)
45. Parkinson
• Parkinson:
– Penyakit neuro degeneratif karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman
dopamine dari substansia nigra ke globus palidus.
– Gangguan kronik progresif:
• Tremor resting tremor, mulai pd tangan, dapat meluas hingga
bibir & slrh kepala
• Rigidity cogwheel phenomenon, hipertonus
• Akinesia/bradikinesia gerakan halus lambat dan sulit, muka
topeng, bicara lambat, hipofonia
• Postural Instability berjalan dengan langkah kecil, kepala dan
badan doyong ke depan dan sukar berhenti atas kemauan sendiri
• Hemibalismus/sindrom balistik
– Gerakan involunter ditandai secara khas oleh
gerakan melempar dan menjangkau keluar yang
kasar, terutama oleh otot-otot bahu dan pelvis.
– Terjadi kontralateral terhadaplesi
• Chorea Huntington
– Gangguan herediter autosomal dominan, onset
pada usia pertengahan dan berjalan progresif
sehingga menyebabkan kematian dalam waktu 10
± 12 tahun
Parkinson Disease
Gejala dan Tanda Parkinson
Gejala awal tidak spesifik Gejala Spesifik
• Nyeri • Tremor
• Gangguan tidur • Sulit untuk berbalik badan
•Ansietas dan depresi di kasur
•Berpakaian menjadi lambat •Berjalan menyeret
•Berjalan lambat •Berbicara lebih lambat
4 menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan tetapi tidak memahami penyebab
sakitnya
5 menyadari penyakitnya dari faktor-faktor yang berhubungan dengan
penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya
6 menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk
mencapai perbaikan
47. Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17696573
Bipolar Tipe I (DSM 5) Bipolar Tipe II (DSM 5)
Minimal 1 episode yang memenuhi Minimal terdapat 1 episode yang
kriteria manik memenuhi kriteria hipomanik dan
minimal satu episode depresi mayor
Dapat diikuti atau diawali oleh episode Tidak pernah mengalami episode
hipomanik atau depresi mayor manik
Bukan merupakan kelainan Bukan merupakan kelainan
skizoafektif, skizofrenia, gangguan skizoafektif, skizofrenia, gangguan
waham, atau kelainan psikotik lainnya waham, atau kelainan psikotik lainnya
http://www.medscape.com/viewarticle/754573
Tatalaksana: Mood Stabilizer
Tatalaksana Gangguan Bipolar
FASE AKUT (DOC: Lithium) MAINTENANCE
• Manik – Lithium atau Asam valproat,
– Lithium, atau setidaknya selama 6 bulan.
– Asam valproat
– Antipsikotik perlu diteruskan
bila pasien cenderung memiliki
• Depresi risiko mengalami gejala psikotik
– Lithium, atau berulang
– Lamotrigine
– Monoterapi dengan – Psikoterapi
antidepresan tidak
direkomendasikan – Electroconvulsive therapy
(ECT)
• Gejala psikotik
– Antipsikotik, diutamakan
golongan atipikal
Koran LM, Hanna GL, Hollander E, Nestadt G, Simpson HB, for the American Psychiatric Association. Practice guideline for the treatment of patients with
obsessive-compulsive disorder. Am J Psychiatry. 2007;164(7 suppl):5–53.
Tatalaksana Medikamentosa
Gangguan Obsesif Kompulsif
STARTING TARGET MAXIMAL
DOSAGE (MG DOSAGE (MG DOSAGE (MG
SRI PER DAY) PER DAY) PER DAY)
Citalopram 20 40 to 60 80
(Celexa)
Escitalopram 10 20 40
(Lexapro)
Fluoxetine 20 40 to 60 80
(Prozac)*
Fluvoxamine* 50 200 300
Paroxetine 20 40 to 60 60
(Paxil)*
Sertraline (Zoloft)* 50 200 200
Koran LM, Hanna GL, Hollander E, Nestadt G, Simpson HB, for the American Psychiatric Association. Practice guideline for the treatment of patients with
obsessive-compulsive disorder. Am J Psychiatry. 2007;164(7 suppl):5–53.
49. GANGGUAN PANIK
DSM-IV-TR
Pedoman Diagnosis Gangguan Panik
• Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila
tidak ditemukan adanya gangguan ansietas fobik.
PPDGJ-III
Pedoman Diagnosis Agorafobia
• Cemas berlebihan apabila berada di tempat-
tempat atau situasi-situasi yang sangat sulit untuk
menyelamatkan diri atau pertolongan mungkin
tidak bisa didapatkan.
DSM-IV
Gangguan Panik dengan Agorafobia
(DSM-IV)
Gangguan Panik Tanpa Agorafobia
(DSM-IV)
Tatalaksana Gangguan Panik
• Cognitive-Behavioral Therapy • Medication
– This is a combination of cognitive – SSRIs
therapy • the first line of medication treatment for
– Cognitive therapymodify or panic disorder
eliminate thought patterns – Tricyclic antidepressants
contributing to the patient’s symptoms – High-potency benzodiazepines
– Behavioral therapy aims to help the • Ex: Clonazepam
patient to change his or her behavior. • may cause depression and are associated
– Cognitive-behavioral therapy generally with adverse effects during use and after
discontinuation of therapy
requires at least eight to 12 weeks
• Poorer outcome and global functioning than
• Some people may need a longer time
antidepresant
in treatment to learn and implement
the skills – monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)
• Treatment i n Emergency • Combination Therapy
Departement • Psychodynamic therapy
– Oral benzodiazepine – help to relieve the stress that contributes to
– Iv medication, e.x. Lorazepam panic attacks, they do not seem to stop the
– Sometimes beta blockers are used to attacks directly
reduce anxiety
http://www.aafp.org/afp/2005/0215/p733.html
Ven XR :Venlafaxine extended release
• SNRI : Serotonin norephinephrine
reuptake inhibitor
http://www.currentpsychiatry.com/home/article/panic-
disorder-break-the-fear-
circuit/990b7a325883ba278cdf8e46222a61f9.html
50. Skizofrenia
Pedoman Diagnostik
• Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat
jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-
gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
– Thought echo, atau thought insertion or withdrawal, atau
thought broadcasting
– Delusion of control/ passivity/ influence/ perception
– Halusinasi auditorik
– Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut
budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang
mustahil (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau
berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)
Referensi: PPDGJ-III
Pedoman Diagnostik Skizofrenia
• Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang
harus selalu ada secara jelas:
– Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja
– Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau
pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
– Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atay
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
– Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan
respons emosional yang menumpul tidak wajar
SKIZOFRENIA
Skizofrenia Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1
bulan
Paranoid merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik 15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,
senyum sendiri
Katatonik stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran
obsesif berulang
Waham menetap hanya waham
Psikotik akut gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang
memenuhi skizofrenia
Simpleks Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek
tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).
Skizofrenia Paranoid
Halusinasi dan/ waham arus yang menonjol:
Gejala Kronik, sejak awal Kronik, sejak awal Hanyaada setelah episode
psikotik onset sakit onset sakit gangguan mood terjadi
Gangguan Tidak ada, atau ada Ada terus menerus Ada, memenuhi kriteria
mood tetapi tidak selama sakit diagnosis gangguan mood
menonjol berlangsung. Gejala (manik/ depresi)
mayor gangguan mood
belum tentu ada
https://www.dermnetnz.org/topics/erythrasma
Eritrasma
• Efloresensi
• Plak berwarna pink kemerahan dengan skuama halus
berubah menjadi coklat dan bersisik
• Histopatologi Jaringan
• Hipergranulosis, dilatasi vaskular, dan infiltrat limfosit
perivaskular ringan
• Mikroskopik
• Bakteri batang dengan filamen (bersegmen) dan bentuk
coccoid
• Terapi
• Topikal
• Larutan klindamisin HCl, krim eritromisin/ mikonazol, krim asam
fusidat, salep Whitfield
• Oral Antibiotik
• Eritromisin (DOC)
• Tetrasiklin
https://books.google.co.id/books?id=wrX8CAAAQBAJ&pg=PA376&lpg=PA376&dq=eritrasma+coccoid+filament&source=bl&ots=Z95YYYOG3y&sig=XXV_bB2zzXVXel4ikqQXBRYpbNA&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=eritrasma%20coccoid%20filament&f=false
https://www.dermnetnz.org/topics/erythromycin/
Pemeriksaan Lampu Wood
WARNA ETIOLOGI
Kuning Emas Tinea versicolor – M. furfur
Berkembangbiaknya di hewan
Telur di tanah
Gejala:
1. Peradangan berbentuk Lesi serpiginosa
- linear
- berkelok-kelok
- menimbul
- Progresif
2. Gatal di malam hari
• Terapi
• DOC: Tiabendazole sediaan oral sudah ditarik dari peredaran dipilih sediaan
krim atau lotion 15% 2-3x/hari selama 5 hari
• Alernatif: Albendazole 1x400 mg selama 3 hari, Cryotherapy, Kloretil
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 125-126
54. Psoriasis
• Penyakit kulit kronik yang ditandai oleh papul
dan plak eritematosa dengan skuama tebal.
Dapat timbul erupsi pustular dan
eritrodermik.
• Predileksi: kulit kepala, siku dan lutut, tangan,
kaki, batang tubuh, dan kuku. Pada kuku
pitting nail
• Faktor pencetus: trauma, infeksi, medikasi
• Pemeriksaan fisik:
• Fenomena Kobner: pada kulit yang sehat akan
timbul lesi jika mendapat trauma
• Fenomena auspitz: timbul bercak perdarahan jika
seluruh skuama diangkat
• Fenomena tetesan lilin: skuama digores berwarna
putih seperti lilin
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Psoriasis Vulgaris: Tanda Khas
Tanda Penjelasan
Keterangan gambar:
Garis solidfirst line
Garis putus-putussecond line
Cyclosporin bukan first line
BB-UVB:broadband UVB
BSA: body surface area
FAE: fumaric acid ester
NB-UVB: narrowband UVB
PUVA: psoralen+UVA light
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
55. Pioderma: Ektima
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Pioderma: Impetigo Krustosa
• Etiologi: streptokokus grup A.
• Predileksi: sekitar lubang hidung dan mulut.
• Lesi kulit eritema dan vesikel yang cepat pecah,
setelah pecah terbentuk krusta tebal berwarna
kuning madu. Tampak erosi jika krusta
dilepaskan.
• Dapat dijumpai limfadenopati regional dan
penyebaran pada area tengah wajah jika tidak
diobati.
• Pada sebagian kasus dapat sembuh dengan
sendirinya, namun dapat pula berprogresi
membentuk ulkus dangkalektima.
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Pioderma: Impetigo Bulosa
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Tatalaksana Pioderma
• Jaga hygiene
• Angkat krusta bila ada
• Antibiotik topikal:
• Mupirosin 2% krim 2x sehari selama 7 hari
• Asam fusidat 2% krim 2x sehari selama 7 hari
• Retapamulin 1% salep 2x sehari selama 5 hari
• Basitrasin krim 2x sehari namun sudah tidak direkomendasikan
• Jika lesi luas (dan ektima), tatalaksana dengan antibiotik sistemik
• Dicloxacillin 4x 250-500 mg/hari selama 5-7 hari
• Amoxicillin+klavulanat 25 mg/kg 3x sehari
• Cephalexin 4x 250-500 mg/hari
• Jika dicurigai MRSA: vankomisin 1-2 g IV selama 7 hari
• Insisi+drainase untuk lesi fluktuatif.
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
ILMU
KESEHATAN
ANAK
56. Cerebral Palsy
• Cerebral palsy pada dasarnya adalah gangguan terhadap pergerakan dan
postur tubuh; yang mencakup gangguan pengontrolan gerakan akibat
adanya lesi atau kelainan terhadap perkembangan otak di awal tahap
kehidupan dengan latar belakang penyakit yang tidak progresif.
• Definisi dari cerebral palsy terdiri dari beberapa kondisi, yaitu: lokasi lesi
terdapat di otak, lesi permanen dan tidak progresif meski gambaran
kliniknya dapat berubah seiring waktu, lesi muncul di awal kehidupan dan
mengganggu perkembangan otak yang normal, gambaran kliniknya di
dominasi oleh gangguan gerak dan postur dan gangguan kemampuan
pasien untuk menggunakan ototnya secara sadar.
• Mungkin juga diiringi komplikasi lain dari gangguan neurologis dan tanda
maupun gejala mental.
• CP is caused by a broad group of developmental, genetic, metabolic,
ischemic, infectious, and other acquired etiologies that produce a
common group of neurologic phenotypes
Cerebral Palsy Risk factor
Klasifikasi palsi cerebral:
• Tipe Spastik (jenis paling banyak)
– Lokasi lesi yang menyebabkan spastisitas terutama pada traktus
kortikospinal.
– Terjadi peningkatan konstan pada tonus otot, peningkatan reflex
otot kadang di sertai klonus (reflex peregangan otot yang
meningkat) dan tanda Babinski positif.
• Tipe Diskinetik: akibat lesi pada basal ganglia atau batang
otak. Terdiri dari distonia dan koreaatetosis. Terkait dengan
gerakan involunter.
• Tipe Ataksik terdiri dari tremor, langkah yang goyah dengan
kedua tungkai terpisah jauh, gangguan koordinasi dan
gerakan abnormal. lokasi lesi utama yang menyebabkan
kelainan ini adalah cerebellum.
• Tipe Campuran merupakan gabungan dari 2 jenis (biasanya
tipe spastik dan koreoatetoid)
Clinical Manifestation
• CP is generally divided into several major motor syndromes
that differ according to the pattern of neurologic involvement,
neuropathology, and etiology
57. Pediatric Aspiration Pneumonia
• Aspiration is defined as the inhalation of either
oropharyngeal or gastric contents into the lower airways,
that is, the act of taking foreign material into the lungs.
• There are four types of aspiration syndromes.
– Aspiration of gastric acid causes a chemical pneumonitis which
has also been called Mendelson's syndrome.
– Aspiration of bacteria from oral and pharyngeal areas causes
aspiration pneumonia.
– Aspiration of oil (eg, mineral oil or vegetable oil) causes
exogenous lipoid pneumonia, an unusual form of pneumonia.
– Aspiration of a foreign body may cause an acute respiratory
emergency and, in some cases, may predispose the patient to
bacterial pneumonia.
Pediatric Airway Foreign Body
• The child may present with persistent or recurrent cough, persistent or
recurrent pneumonia, lung abscess, focal bronchiectasis, or hemoptysis.
• Physical findings include tachypnea, diminished breath sounds, wheezing,
stridor, dyspnea, cyanosis, and suprasternal retractions.
• Absence of breath sounds on auscultation of the chest occurs in 30% to
60% of affected children and is suggestive of total airway obstruction.
• If there is a reliable history for aspiration, the child should be evaluated
further.
• Most foreign bodies aspirated by children are radiolucent.
• Therefore, radiographs primarily are useful for detecting only the indirect
signs of foreign body aspiration, such as air trapping or atelectasis. Routine
diagnostic imaging consists of anteroposterior and lateral chest
radiographs
Radiologic Findings in Aspirated
Foreign Body
• Normal findings
• Air trapping
• Mediastinal shift
• Atelectasis
• Pneumonia
• Lobar collapse
• Consolidation
• Radiopaque foreign body
Pediatric Airway Foreign Body
Complications
• The most common complications among children in whom the diagnosis
was delayed were croup, pneumonia, pneumothorax, atelectasis, stricture,
and perforation (multicenter study, Reilly et. al)
• The pathogenesis of pulmonary infection which is related to either partial
or complete obstruction of the airway that results in retained secretions
and subsequent bacterial overgrowth.
• Consider the diagnosis of foreign body aspiration in all children who have
unexplainable pulmonary pathology, such as persistent lung infections
(recurrent pneumonia or lung abscess), bronchiectasis, or new-onset
asthmatic symptoms.
• In these instances, the use of flexible bronchoscopy may aid in the
diagnosis.
• Less common complications of chronic aspiration of a foreign body include
perforation of the bronchial tree and fistula formation.
Pediatric Aspiration Pneumonia
Treatment
• Empiric antibiotic regimens for community-
acquired aspiration pneumonia must cover oral
anaerobes. Appropriate antibiotic regimens for
hospitalized children include:
– Ampicillin-sulbactam 150 to 200 mg/kg per day of the
ampicillin component IV in four divided doses;
maximum 8 g/day of the ampicillin component, or
– Clindamycin 30 to 40 mg/kg per day IV in three or
four divided doses to a maximum of 1 to 2 g/day if
MRSA etiology is suspected.
58-59. Glomerulonefritis akut
• Glomerulonefritis akut kondisi yang ditandai dengan edema, hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana terjadi
inflamasi pada glomerulus
• Glomerulonefritis disebabkan oleh beberapa macam kelainan yang
memiliki karakteristik berupa kerusakan glomerulus akibat inflamasi
• Glomerulonefritis akut post streptococcal merupakan salah satu bentuk
tersering dari glomerulonefritis akut
• Gejala klinis:
Gross hematuria: urin berwarna seperti the atau coca-cola
Oliguria
Edema
Nyeri kepala, merupakan gejala sekunder akibat hipertensi
Dyspneabisa akibat edema paru atau gagal jantung yang mungkin terjadi
Hipertensi
Niaudet P. Overview of the pathogenesis and causes of glomerulonephritis in children. UpToDate, 2016
Parmar MS. Acute glomerulonephritis. Emedicine, 2016
Patogenesis dan Patofisiologi
Streptococcal infection
Immune injuries
Proliferasi selular
Destruksi membran basal glomerulus
Lumen kapiler menyempit
hematuria
Aliran darah glomerular menurun
oliguria
Retensi air dan natrium
Congenital HD
Acyanotic Cyanotic
Fluid leaks into the interstitial space & Pulmonary edema, tachypnea, chest
alveoly retraction, wheezing
Formation of a clot
Hemostasis
1. Fase vaskular: vasokonstriksi
2. Fase platelet: agregasi dan adhesi
trombosit
3. Fase koagulasi: ada jalur
ekstrinsik, jalur intrinsik dan
bersatu di common pathway
4. Fase retraksi
5. Fase destruksi / fibrinolisis
http://www.bangkokhealth.com/index.php/health/health-
general/first-aid/451-ขบวนการห้ามเลือด-hemostasis.html
Coagulation factors
http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
Clotting Time
• CT the interval between the moment when bleeding
starts and the moment when the fibrin thread is first
seen.
• BT depends on the integrity of platelets and vessel
walls, whereas CT depends on the availability of
coagulation factors.
• In coagulation disorders like haemophilia, CT is
prolonged but BT remains normal.
• CT is also prolonged in conditions like vitamin K
deficiency, liver diseases, disseminated intravascular
coagulation, overdosage of anticoagulants etc.
http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
PT & APTT
• activated partial thromboplastin time (aPTT)
untuk mengevaluasi jalur intrinsik kaskade
koagulasi
• prothrombin time (PT) untuk mengevaluasi
jalur ekstrinsik kaskade koagulasi
BLEEDING
Mild Severe
intervention
stopped
continues
prolonged delayed
http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg
Bleeding Disorder
62. Hemofilia
• Hemophilia is the most common inherited bleeding disorder.
• There are:
– Hemophilia A : deficiency of factor VIII
– Hemophilia B : deficiency of factor IX (christmas disease)
– Hemophilia C : in which signs and symptoms are often mild, is caused by
insufficient clotting factor XI.
• Both hemophilia A and B are inherited as X-linked recessive disorders
• Symptoms could occur since the patient begin to crawl
• Incidence:
– hemophilia A (± 85%)
– hemophilia B (± 15%)
• Approximately 70% had family history of bleeding problems
• Clinical manifestasion: mild, Moderate, severe
• Inherited as sex (X)-linked recessive
• Genes of factor VIII/IX are located on the distal part of the long arm (q) of X
chromosome
• Female (women) are carriers
Hemofilia
Clinical manifestation
• Bleeding:
– usually deep (hematoma,
hemarthrosis)
– spontaneous or following mild
trauma
• Type:
– Hemarthrosis
– Hematoma
– intracranial hemorrhage
– Hematuria
– Epistaxis
– bleeding of the frenulum (baby)
– Unusual bleeding after
vaccinations
– In infants, unexplained irritability
Antenatal diagnosis
• antihemophilic factor level
• F-VIII/F-IX gene identification (DNA analysis)
5-40% (emedicine)
Tatalaksana Hemofilia
Tatalaksana Hemofilia
• For treatment of acute bleeds, target levels by
hemorrhage severity are as follows:
– Mild hemorrhages (eg, early hemarthrosis, epistaxis,
gingival bleeding): Maintain an FVIII level of 30%
– Major hemorrhages (eg, hemarthrosis or muscle
bleeds with pain and swelling, prophylaxis after head
trauma with negative findings on examination):
Maintain an FVIII level of at least 50%
– Life-threatening bleeding episodes (ie, major trauma
or surgery, advanced or recurrent hemarthrosis):
Maintain an FVIII level of 80-100%
Blood Replacement Therapy
factor-VIII factor-IX
(unit/ml) (unit/ml) (ml)
• Tindakan Pencegahan :
– Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
– Mencegah terjadinya komplikasi berat
Measles Virus Taxonomy
3D graphical representation of a
https://www.cdc.gov/measles/about/photos.html spherical-shaped, measles virus
particle
Morbili
• Etiologi: Morbilivirus dari • Prodromal
family Paramyxoviridae – Hari 7-11 setelah eksposure
• Kelompok yang rentan: – Demam, batuk,
– Bayi dan anak usia <5 tahun konjungtivitis,sekret hidung.
– Dewasa >20 tahun
(cough, coryza, conjunctivitis
3C)
– Wanita hamil
– Imunodefisiensi (HIV, leukemia) • Enanthem ruam
• Musim: akhir musim dingin/ kemerahan
musim semi • Koplik’s spots muncul 2 hari
• Inkubasi: 8-12 hari sebelum ruam dan bertahan
selama 2 hari.
• Masa infeksius: 1-2 hari sblm
prodromal s.d. 4 hari setelah
muncul ruam
Morbili
KOMPLIKASI DIAGNOSIS & TERAPI
• Otitis Media (1 dari 10 penderita • Diagnosis:
campak pada anak) – manifestasi klinis, tanda
• Diare (1 dari 10 penderita campak) patognomonik bercak Koplik
• Bronchopneumonia (komplikasi – isolasi virus dari darah, urin, atau
berat; 1 dari 20 anak penderita sekret nasofaring
campak) – pemeriksaan serologis: titer
• Encephalitis (komplikasi berat; 1 antibodi 2 minggu setelah
dari 1000 anak penderita campak) timbulnya penyakit
• Pericarditis
• Subacute sclerosing
panencephalitis – late sequellae
due to persistent infection of the
CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1:
100,000 orang)
Penatalaksanaan
• Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
• Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
• Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
• Suplementasi vitamin A diberikan pada:
– Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.
– Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
– Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
– Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai
umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4
minggu kemudian.
Konseling & Edukasi
• Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit
yang menular.
• Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat
sembuh sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif.
• Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari
diare/emesis.
• Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan
vaksin campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan.
• Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar dengan
penderita.
• Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan
imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan
yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.
Imunisasi campak
Jadwal Imunisasi Anak Usia 0 – 18 Tahun
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Tahun 2017
Usia
Imunisasi Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 9 10 12 18
Hepatitis B 1 2 3 4
Polio 0 1 2 3 4
BCG 1 kali
DTP 1 2 3 4 5 6 (Td/Tdap) 7 (Td)
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotavirus 1 2 3a
Influenza Ulangan 1 kali setiap tahun
Campak 1 2 3
MMR 1 2
Tifoid Ulangan setiap 3 tahun
Hepatitis A 2 kali, interval 6 – 12 bulan
Varisela 1 kali
HPV 2 atau 3 kalib
Japanese encephalitis 1 2
Dengue 3 kali, interval 6 bulan
Keterangan 5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan;
Cara membaca kolom usia : misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d. 2 bulan 29 hari (89 hari) dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
Dapat diakses pada website IDAI (http:// idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html) 6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis
a
Vaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan) pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
b
Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14
setara dengan 3 dosis (lihat keterangan) minggu (dosis pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
Optimal Catch-up Booster Daerah Endemis minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
7. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulangp setia tahun. Untuk imunisasi
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
1. Vaksin hepatiti s B (HB). Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan a atau lebih, dosis 0,5 mL.
dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monova- 8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidk per l u diberikan apabila sudah mendapatkan MMR.
len adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatit
i s B 9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan
(HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan. dapat diberikan vaksin MMR/MR.
2. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat 10. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar.
bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling se- Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
dikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3. 11. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, a optiml usia 2 bulan. Apabila diberikan pada kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja
usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antib
o d i setara dengan 3 dosis.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTPw atau 12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau turis yang
DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 berikutnya.
dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setia p 10 t ahun. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.
Cara membaca kolom usia: misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d 2 bulan 29 hari (89 hari)
aVaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan)
bApabila diberikan pada remaja 10-13 tahun pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12
1. Vaksin Hepatitis B: vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam 12 jam
setelah lahir, didahului pemberian vitamin K, minimal 30 menit sebelumnya, jadwal
pemberian vaksin HB monovalen adalah usia 0, 1 dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg
positif diberikan vaksin HB dan IG hep B (HbIg) pada extremitas berbeda. Apabila
diberikan HB kombinasi dengan DTPw maka jadwal pemberian pada usia 2,3, dan 4
bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa maka jadwal pemberian pada usia 2,
4, dan 6 bulan.
2. Vaksin polio: apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana
kesehatan OPV-0 diberikan saat dipulangkan. Untuk polio 1,2, dan 3 dan booster
diberikan OPV atau IPV. Paling sedikit harus mendapat satu dosis IPV bersamaan
dengan OPV-3
3. Vaksin BCG: pemberian sebelum usia 3 bulan, optimal usia 2 bulan. Apabila diberikan
usia 3 bulan atau lebih perlu diuji tuberkulin
4. Vaksin DTP: DTP 1 paling cepat usia 6 minggu, dapat diberikan DTPW atau DTPa atau
kombinasi dengan vaksin lain. Apabila DTPa maka interval 2,4,6 bulan. Untuk usia lebih
7 tahundiberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia
10-12 tahun dan booster Td diberikan setiap 10 tahun
5. Vaksin pneumokokkus (PCV): apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2
kali dengan interval 2 bulan dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya
perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir.
Anak diatas 2 tahun PCV cukup 1 kali
6. Vaksin rotavirus. Monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama 6-14 minggu, kedua
diberikan interval minimal 4 minggu, batas akhir pemberian pada 24 minggu.
Pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama 6-14 minggu, dosis kedua dan ketiga interval
4-10 minggu, batas akhir pemberian pada 32 minggu
7. Vaksin influenza: diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulang setiap tahun. Untuk
imunisasi pertama anak kurang dari 9 tahun diberikan dua kali dengan interval minimal
4 minggu. Untuk anak usia 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. untuk anak usia 36 bulan atau
lebih, dosis 0,5 mL
8. Vaksin campak: campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan bila sudah mendapat
MMR
9. MMR/MR: apabila sudah mendapatkan pada usia 9 bulan maka diberikan pada usia
15 bulan (interval minimal 6 bulan). Apabila usia 12 bulan belum vaksin campak,
dapat diberikan MMR/MR
10. Varisela: diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik sebelum masuk SD. Apabila lebih
dari 13 tahun perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu
11. HPV: diberikan mulai usia 10 tahun, bivalen jadwal 3 kali 0,1,6 bulan. Tetravalen 0,2,6
bulan. Bila diberikan usia 10-13 tahun, cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan
12. Japanese Encephalitis: diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemic atau turis
yang akan ke daerah endemic. Perlindungan jangka panjang diberikan booster 1-2
tahun berikutnya
13. Vaksin dengue: diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0,6, dan 12 bulan
64-65. Kolera
• Infeksi usus oleh Vibrio cholerae
– Bakteri anaerobik fakultatif,
– batang gram negatif yang melengkung
berbentuk koma,
– tidak membentuk spora
– Memiliki single, sheathed, polar flagellum
• Gejala klinis (sangat cepat (24-48 jam)):
– Diare sekretorik profuse, tidak berbau,
bersifat tidak nyeri, seperti warna air
cucian beras
– Muntah tidak selalu ada
– Dehidrasi berlangsung sangat cepat,
dengan komplikasi gagal ginjal akut, syok,
dan kematian
– Abdominal cramps
V. cholerae
activation of ion
accumulates in increase cAMP
channels
stomach
Erythromycin or
azithromycin DOC for
Ab for cholera pregnant women and
patients with Ciprofloxacin children
PAHO Doxycycline
moderate or severe Azithromycin Ciprofloxacin &
dehydration doxycycline as
second-line for
children
• Direkomendasikan pada pasien dengan intake oral yang buruk atau tidak
sama sekali, terutama yang membutuhkan terapi pengganti cairan dalam
jumlah yang besar dan untuk mencegah atau mengoreksi hipofosfatemia
• Pemberiannya harus diencerkan dahulu
• Mengandung aluminium sehingga penggunaannya harus hati-hati karena
bersifat toksik
Cairan KA-EN 3A
http://s3.amazonaws.com/stopdiabete/symptoms-between-type-1-and-type-2-diabetes.html
Kriteria Diagnosis DM pada Anak
• Kriteria diagnostik
• Glukosa darah puasa dianggap normal bila kadar glukosa darah
kapiler < 126 mg/dL (7 mmol/L). Glukosuria saja tidak spesifik untuk
DM sehingga perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan glukosa
darah.
• Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu
kriteria sebagai berikut:
– Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidpsia, polifagia, berat badan
yang menurun, dan kadar glukasa darah sewaktu >200 mg/ dL (11.1
mmol/L).
– Pada penderita yang asimtomatis ditemukan kadar glukosa darah
sewaktu >200 mg/dL atau kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari
normal dengan tes toleransi glukosa yang terganggu pada lebih dari
satu kali pemeriksaan.
Tes Toleransi Glukosa
• Pada anak biasanya tes toleransi glukosa (TTG) tidak perlu dilakukan untuk
mendiagnosis DM tipe-1, karena gambaran klinis yang khas.
• Indikasi TTG pada anak adalah pada kasus-kasus yang meragukan yaitu
ditemukan gejala-gejala klinis yang khas untuk DM, namun pemeriksaan kadar
glukosa darah tidak menyakinkan.
• Dosis glukosa yang digunakan pada TTG adalah 1,75 g/kgBB (maksimum 75 g).
• Glukosa tersebut diberikan secara oral (dalam 200-250 ml air) dalam jangka
waktu 5 menit.
• Testoleransi glukosa dilakukan setelah anak mendapat diet tinggi karbohidrat
(150-200 g per hari) selama tiga hari berturut-turut dan anak puasa semalam
menjelang TTG dilakukan.
– Selama tiga hari sebelum TTG dilakukan, aktifitas fisik anak tidak dibatasi.
– Anak dapat melakukan kegiatan rutin sehari- hari.
• Sampel glukosa darah diambil pada menit ke 0 (sebelum diberikan glukosa
oral), 60 dan 120.
Penilaian hasil tes toleransi glukosa
• Anak menderita DM apabila:
Kadar glukosa darah puasa ≥140 mg/dL (7,8 mmol/L) atau Kadar
glukosa darah pada jam ke 2 ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
1. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation.
2009
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007
67. Sindrom Nefrotik
• Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik dengan
gejala:
– Proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥
2+)
– Hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL
– Edema
– Dapat disertai hiperkolesterolemia
• Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan
sekunder (mengikuti penyakit sistemik antara lain lupus
eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein)
KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.
Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Sindrom Nefrotik
• Spektrum gejala yang ditandai • Di bawah mikroskop: Minimal
dengan protein loss yang masif change nephrotic syndrome
dari ginjal (MCNS)/Nil Lesions/Nil Disease
• Pada anak sindrom nefrotik (lipoid nephrosis) merupakan
mayoritas bersifat idiopatik, yang penyebab tersering dari sindrom
belum diketahui patofisiologinya nefrotik pada anak, mencakup
secara jelas, namun diperkirakan 90% kasus di bawah 10 tahun dan
terdapat keterlibatan sistem >50% pd anak yg lbh tua.
imunitas tubuh, terutama sel • Faktor risiko kekambuhan:
limfosit-T riwayat atopi, usia saat serangan
• Gejala klasik: proteinuria, edema, pertama, jenis kelamin dan
hiperlipidemia, hipoalbuminemia infeksi saluran pernapasan akut
• Gejala lain : hipertensi, akut (ISPA) bagian atas yang
hematuria, dan penurunan fungsi menyertai atau mendahului
ginjal terjadinya kekambuhan, ISK
2 2 4
2 2 = 97 %
(Hb A)
2 2 4
(Hb H)
2 2 (Hb F)
2 2 (Hb F)< 1 % 2 2 4 (Hb Bart`s)
2 2 (Hb A2) 2-3 % 2 2 (Hb A2)
2 2 4 ?
Splenomegaly Ineffective
(pooling, plasma Erythropoiesis
volume
High oxygen expansion)
affinity of red cells
Tissue hypoxia
Anaemia
Erythopoietin
Increased iron
absorption
Bone deformity
Increased metabolic rate
Iron loading
Wasting
Gout
Folate deficiency Endocrine deficiencies
Cirrhosis
Cardiac failure
Death
Modified from Weatherall, DJ
Pucat
Hair on End
• Pucat kronik
• Hepatosplenomegali
• Ikterik
• Perubahan penulangan
• Perubahan bentuk wajah
facies cooley
• Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
• Riwayat keluarga +
• Riwayat transfusi
• Ruang traube terisi
• Osteoporosis
• “Hair on end” pd foto
kepala
Diagnosis thalassemia
(cont’d)
• Pemeriksaan darah
– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW
– Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic
stippling
– Hiperbilirubinemia
– Tes Fungsi hati abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe) peripheral blood smear of patient with homozygous beta
thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly bodies,
thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from Stanley Schrier@
2001 in ASH Image Bank 2001; doi:10.1182/ashimagebank-2001-
• Analisis Hb 100208)
• Steroid sistemik
Pemberian steroid sistemik per oral sama efektifnya dengan pemberian secara intravena
Pemberian secara oral memerlukan waktu sekitar 4 jam untuk memberikan perbaikan klinis
Pemberian IVjika pasien tidak bisa menelan obat
Steroid sistemik berupa prednison atau prednisolon diberikan per oral dengan dosis 1-2
mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum sampai 40 mg/hari, maksimal 1 kali dalam 1 bulan. Lama
pemberian 3-5 hari tanpa tapperingoff
• Adrenalin
Terapi tambahan pada asma yang berhubungan dengan anafilaksis dan angioedema
Dosis 10 ug/kgBB (0,01 ml/kgBB adrenalin 1:1.000), dengan dosis maksimal 500 ug (0.5 ml)
• Magnesium sulfat -->tidak rutin dilakukan
• Steroid inhalasi
• Mukolitik
• Antibiotik hanya jika terbukti disebabkan infeksi bakteri
• Obat sedasi
• Antihistamin
Mechanism Of Corticosteroid in
Asthma
• Inflammation in asthma is characterized by the
increased expression of multiple inflammatory
genes, including those encoding for cytokines,
chemokines, adhesion molecules, and
inflammatory enzymes and receptors.
• CS have a broad spectrum of anti-inflammatory
effects in asthma, with inhibition of multiple
inflammatory mediators and inflammatory and
structural cells.
Mechanism Of Corticosteroid in
Asthma
At a cellular level, CS
suppress the multiple reduce the number of
suppress the inhibits the
inflammatory genes inflammatory cells in
production of recruitment
that are activated in the airways, including
chemotactic of
asthmatic airways by eosinophils, T
mediators and inflammatory
reversing histone lymphocytes, mast
adhesion cells into the
acetylation of the cells, and dendritic
molecules airway
activated inflammatory cells.
genes
Robert D. Barker, Frank R. Greer, and The Committee of Nutrition. Diagnosis and Prevention of Iron Defiency and Iron Anemia i n Infants and Young Children (0-3 years of Age.
Pediatrics 2010; 126; 1040.
Pendekatan Anemia pada anak
• idai
Indeks Eritrosit
• Indeks eritrosit/ indeks • mean corpuscular volume (MCV)
kospouskuleradalah batasan untuk
ukuran dan isi hemoglobineritrosit.
– Volume/ ukuran eritrosit :
mikrositik (ukuran kecil),
• terdiri atas: normositik (ukuran normal),
– (MCV : mean corpuscular volume) dan makrositik (ukuran besar).
– (MCH : mean corpuscular hemoglobin)
• mean corpuscular hemoglobin
– (MCHC : mean corpuscular hemoglobin)
(MCH)
– (RDW : RBC distribution width atau luas
distribusi eritrosit) perbedaan – bobot hemoglobin di dalam
ukuran eritrosit tanpa memperhatikan
• Indeks eritrosit dipergunakan secara ukurannya.
luas dalam mengklasifikasi anemia atau • mean corpuscular hemoglobin
sebagai penunjang dalam membedakan
berbagai macamanemia.
concentration (MCHC)
– konsentrasi hemoglobin per
unit volume eritrosit.
Retikulosit
• Retikulosit : eritrosit muda yang sitoplasmanya masih
mengandung sejumlah besar sisa-sisa ribosome dan RNA
yang berasal dari sisa inti dari prekursornya (sel darah
muda).
• Jumlah retikulosit yg meningkat menunjukkan kemampuan
respon sumsum tulang ketika anemia (misal perdarahan)
• Indikator aktivitas sumsum tulang, banyaknya retikulosit
dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis yang
hampir akurat.
– Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan
akselerasi produksi eritrosit dalam sumsum tulang.
– hitung retikulosit yang rendah dapat mengindikasikan keadan
hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik.
Hipokrom: MCH ˂ normal Hiperkrom:
MCH ˃ normal
Mikrositik: MCV ˂ normal
Anemia Defisiensi Besi
Etiologi
• Bayi di bawah 1 tahun • Anak umur 2-5 tahun
– Persediaan besi yang – Diet rendah heme
kurang karena BBLR, lahir – Infeksi berulang/menahun
kembarm ASI eksklusif – Perdarahan berlebihan
tanpa suplementasi, susu karena divertikulum
formula rendah besi, meckel
pertumbuhan cepat,
anemia selama kehamilan • Umur 5 tahun – remaja
• Anak umur 1-2 tahun – Poliposis
– Tidak mendapat MPASI – Kehilangan besi karena
– Kebutuhan meningkat perdarahan e.c
parasit/infeksi
karena infeksi berulang
– Malabsorbsi • Remaja dewasa
– Menstruasi berlebihan
Manifestasi Klinis
• Anamnesis • Pemeriksaan fisik
– Pucat yang berlangsung – Pucat tanpa tanda – tanda
lama (kronik) perdarahan
– Gejala komplikasi : lemas, – Limpa dapat membesar
sariawan, fagofagia, namun umumnya tidak
penurunan prestasi belajar, teraba
menurunnya daya dahan – Koilonikia, glositis. Dan
tubuh terhadap infeksi dan stomatitis angularis
gangguan perilaku
– Terdapat faktor predisposis
dan faktor penyebab
Pemeriksaan Penunjang
Profil Zat Besi
Kala 2
• Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
• Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum
Kala 3
• Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan: Kala I
Fase Laten
• Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)
Fase Aktif
• Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
• Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
Kala Persalinan: Kala II
• Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi
• Persalinan spontan hanya terjadi bila janin kecil atau mati dan
maserasi
• Etiologi
• Multiparitas, hamil kembar,
hidramnion, hidrosefal,
plasenta previa, CPD
• Gejala/Tanda:
– Riwayat terlambat
haid/gejala & tanda hamil
– Akut abdomen
– Perdarahan pervaginam
(bisa tidak ada)
– Keadaan umum: bisa baik
hingga syok
– Kadang disertai febris
KET: Patofisiologi Nyeri
KET
KET
Darah mengiritasi
peritoneum
Mendesak struktur
sekitar
Saraf simpatis bekerja
Nyeri
Nyeri
KET: Kuldosentesis
Tatalaksana Khusus
• Laparotomi: eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii
• Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang
mengandung hasil konsepsi)
• Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk
mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)
• Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu
• Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari
selama 6 bulan
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
74. Emesis Gravidarum
• Emesis gravidarum (nausea and vomiting of
pregnancy /NVP)
– NVP should only be diagnosed when onset is in the first
trimester of pregnancy and other causes of nausea and
vomiting have been excluded.
– Nausea and vomiting of varying severity usually
commence between the first and second missed menstrual
period and continue until 14 to 16 weeks’ gestation
• Hiperemesis gravidarum
– protracted NVP with the triad of more than 5%
prepregnancy weight loss, dehydration and electrolyte
imbalance.
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Hiperemesis Gravidarum
Emesis gravidarum:
• NVP without complication, frequency is usually <5 x/day
• 70% of patients: Began between the 4th and 7th menstrual week
• 60% of patients: resolution by 12 weeks . 99% of patienst by 20 weeks
Grade 1 Low appetite, epigastrial pain, weak, pulse 100 x/min, systolic BP low, signs of
dehydration (+)
Grade 2 Apathy, fast and weak pulses, icteric sclera (+), oliguria, hemoconcentration,
aceton breath
Grade 3 Somnolen – coma, hypovolemic shock, Wernicke encephalopathy.
1. http://student.bmj.com/student/view-article.html?id=sbmj.c6617. 2. http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview#a0104. 3.
Bader TJ. Ob/gyn secrets. 3rd ed. Saunders; 2007. 4. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 1821–6.
Pregnancy-Unique Quantification of Emesis
(PUQE) index
• Pregnancy-Unique Quantification of Emesis
(PUQE) score can be used to classify the
severity of NVP
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
The initial management of NVP and HG
• Women with mild NVP should be managed in the
community with antiemetics.
• Ambulatory daycare management should be used for
suitable patients when community/primary care measures
have failed and where the PUQE score is less than 13.
• Inpatient management should be considered if there is at
least one of the following:
– continued nausea and vomiting and inability to keep down oral
antiemetics
– continued nausea and vomiting associated with ketonuria
and/or weight loss (greater than 5% of body weight), despite
oral antiemetics
– confirmed or suspected comorbidity (such as urinary tract
infection and inability to tolerate oral antibiotics)
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Therapeutic options for NVP and HG
• Antiemetics
– There are safety and efficacy data for first-line antiemetics such as
antihistamines (H1 receptor antagonists) and phenothiazines and they should
be prescribed when required for NVP and HG
– Combinations of different drugs should be used in women who do not
respond to a single antiemetic.
– For women with persistent or severe HG, the parenteral or rectal route may be
necessary and more effective than an oral regimen. Women should be asked
about previous adverse reactions to antiemetic therapies.
– Metoclopramide is safe and effective, but because of the risk of
extrapyramidal effects it should be used as second-line therapy.
– There is evidence that ondansetron is safe and effective, but because data are
limited it should be used as second-line therapy
– Drug-induced extrapyramidal symptoms and oculogyric crises can occur with
the use of phenothiazines and metoclopramide. If this occurs, there should be
prompt cessation of the medications.
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
75. Abortus
• Definisi:
– ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan.
– WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan
kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan
terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram
Abortus
• Diagnosis dengan bantuan USG
– Perdarahan pervaginam (bercak hingga berjumlah banyak)
– Perut nyeri & kaku
– Pengeluaran sebagian produk konsepsi
– Serviks dapat tertutup/ terbuka
– Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya
Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
Hipertensi pada Kehamilan: Patofisiologi
• Faktor Risiko:
– Kehamilan pertama
– Kehamilan dengan vili
korionik tinggi (kembar
atau mola)
– Memiliki penyakit KV
sebelumnya
– Terdapat riwayat genetik
hipertensi dalam
kehamilan
Tatalaksana:
- Jika TD sistolik ≥ 160 mmHg atau TD diastolik ≥ 110 mmHg
terapi antihipertensi
- Kontraindikasi: ACE-I, ARB, dan thiazide
- Suplementasi kalsium 1.5-2 gram per hari + aspirin 75 mg/hari
mulai dari usia kehamilan 20 minggu
- Jika HR janin <100 x/menit atau > 180x/menit tatalaksana
sebagai gawat janin
- Jika tidak ada komplikasi tunggu sampai aterm
Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
Hipertensi Gestasional
- Hipertensi tanpa proteinuria
- TD ≥140/90 mmHg
- Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil
- Dapat disertai gejala preeklampsia seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
- Diagnosis pasti ditegakkan pasca persalinan TD normal
setelah melahirkan
Tatalaksana
- Pantau tekanan darah, urin untuk proteinuria, dan kondisi janin
setiap minggu
- Jika tekanan darah meningkat tatalaksana sebagai
preeklampsia
- Kondisi janin memburuk atau pertumbuhan janin
terhambatrawat untuk pemantauan kesehatan janin
- Jika TD stabil bisa persalinan normal
Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
Preeklamsia
• preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi
pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya
gangguan organ.
• Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein
urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan
gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu:
– 1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
– 2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
– 3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen
– 4. Edema Paru
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis dan Tatatalaksana Preeklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Himpunan Kedokteran Feto Maternal 2016
– 5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri
kepala, gangguan visus
– 6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi
tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta :
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)
Eklamsia
• Eklampsia
– Kejang umum dan/atau koma
– Ada tanda dan gejala preeklampsia
– Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya
epilepsi, perdarahan subarakhnoid, dan
meningitis)
77. KONTRASEPSI
Vasektomi
Permanen
Tubektomi
IUD
Berbantu
Kondom/
Barrier
diafragma
Spermisida
Metode Sementara
Kontrasepsi
Implan
MAL
Hormonal Pil/suntik
Pantang
Alami
berkala
Kondar
Senggama
terputus
KB: Metode Barrier
• Menghalangi bertemunya
sperma dan sel telur
• Efektivitas: 98 %
• Mencegah penularan PMS
• Efek samping
– Dapat memicu reaksi alergi
lateks, ISK dan keputihan
(diafragma)
• Harus sedia sebelum
berhubungan
Kontrasepsi Hormonal
No Jenis kontrasepsi Mekanisme Kerja
1 Pil Kombinasi menekan ovulasi, mencegah implantasi,
mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui oleh
sperma, dan menganggu pergerakan tuba sehingga
transportasi telur terganggu
2 Pil progestin Supresi ovulasi, menekan puncak LH dan FSH,
meningkatkan kekentalan lendir servix, menurunkan
jumlah dan ukuran kelenjar endometrium, menurunkan
motilitas cilia di tuba falopi
3 Suntik kombinasi menekan ovulasi, mengentalkan lendir
serviks sehingga penetrasi sperma terganggu, atrofi pada
endometrium sehingga implantasi terganggu, dan
menghambat transportasi gamet oleh tuba. Suntikan ini
diberikan sekali tiap bulan
4. Suntik Progestin Kerja utama mencegah ovulasi dengan menekan FSH dan
LH serta LH surge
• Suntikan Progestin
– Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera)
150mg DMPA, IM di bokong/ 3 bulan
– Depo Norestisteron Enantat (Depo Norissterat)
200mg Noretdron Enantat,IM di bokong/ 2 bulan
Metode Hormonal: Implan
• Implan (Saifuddin, 2006) • Cara Kerja
– Norplant: 36 mg levonorgestrel dan lama • menekan ovulasi,
kerjanya 5 tahun. mengentalkan lendir
serviks, menjadikan
selaput rahim tipis dan
atrofi, dan mengurangi
– Implanon: 68 mg ketodesogestrel dan lama transportasi sperma
kerjanya 3 tahun.
• Efek Samping
• Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
– Jadena dan Indoplant: 75 mg
levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun
• Kontra Indikasi
• Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
AKDR: Profil
• Sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang (dapat
sampai 10 tahun: CuT 380A)
• Haid menjadi lebih lama dan lebih banyak
• Pemasangan dan pencabutan memerlukan pelatihan
• Dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi
• Tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar pada
infeksi menular seksual (IMS)
• Jenis
• Copper-releasing: Copper T 380A, Nova T, Multiload 375
• Progestin-releasing: Progestasert, LevoNova (LNG-20), Mirena
• AKDR CuT-380A
• Kecil kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T diselubungi
oleh kawat halus yang terbuat tembaga (Cu)
• Tersedia di Indonesia dan terdapat di mana-mana
• AKDR lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering)
Mekanisme Kerja
• Ada beberapa mekanisme cara kerja AKDR:
– Timbulnya reaksi radang radang lokal di dalam cavum uteri sehingga implantasi sel telur yang
telah dibuahi terganggu.
– Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan terhambatnya implantasi.
– Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri serta merusak sperma
• Copper IUDs work by disrupting sperm motility and damaging sperm (Copper
acts as a spermicide within the uterus)
• The presence of copper increases the levels of copper ions, prostaglandins, and
white blood cells within the uterine and tubal fluids.
• Ova from copper IUD users were distinctive for being without vitellus
(abnormal) and surrounded by macrophages
• Copper can also alter the endometrial lining, this alteration can prevent
implantation
AKDR: Informasi Umum
• AKDR bekerja langsung efektif segera setelah pemasangan
• Jelaskan pada klien jenis AKDR apa yang digunakan, kapan akan dilepas
dan berikan kartu tentang informasi semua ini
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/material/akdr.pdf
AKDR
Alat kecil yang dipasang dalam rahim • Rangka plastik yang lentur dengan lengan tembaga dan benang.
• Jika ragu, pakai daftar periksa pada Tambahan 1 atau lakukan tes
Kemungkinan hamil kehamilan.
Baru saja melahirkan • Pemasangan AKDR hanya boleh dilakukan sebelum 48 jam dan
(2 – 28 hari pasca persalinan) setelah 4 minggu pasca persalinan.
Menstruasi yang tak biasa • Menstruasi tak biasa harus diases sebelum memasang AKDR.
Infeksi atau masalah dengan organ
• Setiap infeksi harus diobati sepenuhnya sebelum AKDR dipasang.
kewanitaan:
— IMS atau Penyakit Radang Panggul dalam 3 • Obati penyakit radang panggul ataupun IMS dan tunggu 3 bulan
bulan terakhir? sebelum memasang AKDR. Anjurkan agar pasangan juga diobati.
— HIV atau AIDS? • Jika HIV atau AIDS pakai AKDR hanya jika tidak ada metode lain
yang cocok.
— Infeksi setelah melahirkan atau keguguran
— Kanker pada organ kewanitaan atau TB • Jangan memasang AKDR jika klien memiliki kanker rahim,
panggul endometrium atau kanker indung telur; penyakit tropoblas jinak
atau ganas; tbc panggul.
Setelah pemasangan, AKDR bisa diperiksa oleh
akseptor KB sendiri.
• Kapan memeriksa?
• Satu minggu setelah pemasangan
• Kapan saja setiap selesai masa haid
• Jika tidak bisa merasakan benang, atau benang terasa lebih panjang atau
pendek secepatnya kembali ke klinik. AKDR mungkin telah terlepas dan perlu
memakai back up.
KB Mantap
Definisi
• Menutup tuba falopii (mengikat dan
memotong atau memasang cincin),
sehingga sperma tidak dapat bertemu
dengan ovum
• oklusi vasa deferens sehingga alur
transportasi sperma terhambat dan
proses fertilisasi tidak terjadi
Efek Samping
• Nyeri pasca operasi
Kerugian
• Infertilitas bersifat permanen
Metode KB
Alamiah
KB Alamiah • Tidak dianjurkan • Tidak ada pengaruh • Suhu basal tubuh kurang
sampai siklus haid terhadap laktasi akurat jika klien sering
kembali teratur terbangun malam untuk
menyusui
KB: Usia > 35 Tahun
Metode Catatan
• Bagian placenta yang nampak dalam vulva: permukaan foetal tidak ada
perdarahan sebelum placenta lahir atau sekurang-kurangnya terlepas
seluruhnya plasenta terputar balik darah sekonyong-konyong mengalir.
79. DM Gestasional
DM pada Kehamilan
• Hiperglikemia yang terdeteksi pada kehamilan
harus ditentukan klasifikasinya sebagai salah
satu di bawah ini: ( WHO 2013, NICE update 2014)
– DM yang sebelumnya dikenal dan kemudian
menjadi hamil (Pregestational Diabetes
Mellitus) dan
– Diabetes yang baru diidentifikasi selama
kehamilan (Gestational Diabetes
Mellitus/GDM/DMG)
Diagnosis Diabetes Gestasional
• Penegakan diagnosis DM gestasional menurut American
Diabetes Association 2016: Menggunakan tes toleransi
glukosa oral dengan pembebanan 75 gram glukosa. Gula
darah diperiksaa saat puasa, dan diperiksa lagi 1 dan 2 jam
setelah mengkonsumsi glukosa.
TTGO
Diabetes gestasional
Diabetes pregestasional
GDP 92-125 mg/dl, atau
GDP >=126 mg/dl, atau
GD 2 jam pp >= 153 mg/dl,
GD 2 jam pp >=200 mg/dl, atau
atau
GDS >=200 mg/dl
GDS 153-199 mg/dl
GESTATIONAL DIABETES PATHOPHYSIOLOGY
Fetoplacental
Normal Insulin hormones
pregnancy resistance (GH, HCG, HPL, Cortisol,
progesterone, prolactin)
Diabetes Melitus
Penatalaksanaan
Perlindungan dari gigitan nyamuk, kontak antara ibu dengan vektor dapat dicegah
dengan:
• Memakai kelambu yang telah dicelup insektisida (misal: permethrin)
• Pemakaian celana panjang dan kemeja lengan panjang
• Pemakaian penolak nyamuk (repellent)
• Pemakaian obat nyamuk (baik semprot, bakar dan obat nyamuk listrik)
• Pemakaian kawat nyamuk pada pintu-pintu dan jendela-jendela
Penatalaksanaan Umum
1. Perbaiki keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan
umum)
3. Jaga jalan nafas untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila perlu beri
oksigen
WHO Classification
Malformations of the
Benign entities that
Malignant neoplasms chorionic villi that are
can be confused with
of various types of predisposed to
with these other
trophoblats develop trophoblastic
lesions
malignacies
Placental site
Complete Partial Placental site nodule
trophoblastic tumor
Epithilioid trophoblastic
tumors Invasive
Mola Hidatidosa
• Definisi
– Latin: Hidatid tetesan air, Mola Bintik
T I P E KO M P L I T T I P E PA R S I A L
• Perdarahan pervaginam • Seperti tipe komplit hanya
setelah amenorea lebih ringan
• Uterus membesar secara • Biasanya didiagnosis
abnormal dan menjadi lunak sebagai aborsi inkomplit/
• Hipertiroidism missed abortion
• Kista ovarium lutein • Uterus kecil atau sesuai usia
• Hiperemesis dan pregnancy kehamilan
induced hypertension
• Tanpa kista lutein
• Peningkatan hCG 100,000
mIU/mL
Mola Hidatidosa: Diagnosis
• Pemeriksaan kadar hCG
sangat tinggi, tidak sesuai usia
kehamilan
• Diagnosis
– Gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik).
– Pemeriksaan laboratorium: Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-
Toxoplasma IgG.
• Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu
sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya
pada trimester pertama, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi
Toxoplasma.
https://www.cdc.gov/dpdx/toxoplasmosis/dx.html
Algoritma Imunodiagnosis Toksoplasma
* Except Infant
https://www.cdc.gov/dpdx/toxoplasmosis/dx.html
Congenital Toxoplasma Clinical
Presentation
• First Trimester – often results in death
• Second Trimester – classic triad
– Hydrocephalus
– Intracranial calcifications
– Chorioretinitis
• Third Trimester – often asymptomatic at birth
• Symptoms may also include fever, IUGR, microcephaly,
seizure, hearing loss, maculopapular rash, jaundice,
hepatosplenomegaly, anemia, and lymphadenopathy
TORCH: Terapi Toksoplasma
http://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/health_professionals/
84. Kista Pada Alat Reproduksi Wanita
Kista Bartholin Kista pada kelenjar bartholin yang terletak di kiri-kanan bawah
vagina,di belakang labium mayor. Terjadi karena sumbatan muara
kelenjar e.c trauma atau infeksi
Kista Nabothi (ovula) Terbentuk karena proses metaplasia skuamosa, jaringan endoserviks
diganti dengan epitel berlapis gepeng. Ukuran bbrp mm, sedikit
menonjol dengan permukaan licin (tampak spt beras)
Polip Serviks Tumor dari endoserviks yang tumbuh berlebihan dan bertangkai,
ukuran bbrp mm, kemerahan, rapuh. Kadang tangkai panjang sampai
menonjol dari kanalis servikalis ke vagina dan bahkan sampai
introitus. Tangkai mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan polip
mengalami peradangan dengan metaplasia skuamosa atau ulserasi
dan perdarahan.
Karsinoma Serviks Tumor ganas dari jaringan serviks. Tampak massa yang berbenjol-
benjol, rapuh, mudah berdarah pada serviks. Pada tahap awal
menunjukkan suatu displasia atau lesi in-situ hingga invasif.
Mioma Geburt Mioma korpus uteri submukosa yang bertangkai, sering mengalami
nekrosis dan ulserasi.
Polip Serviks
• Tumor dari endoserviks tumbuh berlebihan dan
bertangkai, ukuran bbrp mm, kemerahan, rapuh
• Tangkai dapat memanjang sampai menonjol dari
kanalis servikalis ke vagina dan bahkan sampai
introitus
• Tangkai mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan
polip mengalami peradangan
dengan metaplasia skuamosa
atau ulserasi dan perdarahan
• Tatalaksana: ekstirpasi massa
85. Tuboovarian Abscess
• inflammatory mass involving the fallopian tube, ovary, and, occasionally,
other adjacent pelvic organs (eg, bowel, bladder)
• These abscesses are found most commonly in reproductive age women
and typically result from upper genital tract infection.
• The classic presentation of TOA includes :
– acute lower abdominal pain not all women present in an acute fashion
– Fever is not present in all patients and some patients report only low grade
nocturnal fevers or chills
– chills, and
– vaginal discharge
– However, the presentation of many women with TOA differs from this classic
scenario
– In addition, some women present with seemingly unrelated symptoms, such
as diffuse persistent upper abdominal pain or a change in bowel habits
Detecting TOA in women with PID
• Detecting TOA in women with PID is a clinical priority.
• The history, physical examination, and laboratory findings
may be very similar in women with these conditions.
• TOAs are most commonly detected based on findings from
pelvic imaging. We order imaging studies for women with a
diagnosis of PID who have the following characteristics:
– Acutely ill
– Lack of, or poor response to, antibiotic therapy
– Adnexal mass noted on examination
– Significant abdominopelvic tenderness precluding a complete
pelvic examination
• Imaging : pelvic ultrasonography or pelvic computed
tomography (CT)
Management
• Antibiotics are the mainstay of treatment for TOA.
• Most women are candidates for medical management, which allows the
avoidance of surgery. Antimicrobial agents alone are effective in
approximately 70 percent of all cases, based upon data from large case
series
• Antibiotic therapy alone for women with the following characteristics:
– Hemodynamically stable with no signs of a ruptured TOA (acute abdomen,
sepsis)
– Abscess <9 cm in diameter
– Adequate response to antibiotic therapy
– Premenopausal
• The duration of antibiotic therapy required for treatment of a TOA is not
well-established. When antibiotics alone are the chosen therapy, a
minimum of two weeks is most commonly used.
Management
• Suspected intraabdominal rupture of a tubo-ovarian abscess
(TOA) (hypotension, tachycardia, tachypnea, acute
peritoneal signs, or acidosis) is a life-threatening emergency
and requires prompt surgical intervention.
• For women who show no improvement on antibiotic
therapy alone, but are not worsening, we suggest a
minimally invasive abscess drainage procedure
• For those on antibiotic therapy who are clinically worsening,
we suggest surgical treatment.
• Antibiotic therapy should be maintained in combination
with these additional interventions (surgical/drainage)
Antibiotic
regimens
for
tuboovarian
abscess
* Antibiotic doses should be adjusted
appropriately for patients with renal insufficiency
or other dose-related consideration.
¶ Alternatively gentamicin may be given 3 to 5
mg/kg IV once per day.
Δ 3 g ampicillin-sulbactam is equivalent to 2 g
ampicillin with 1 gram sulbactam.
◊ There are insufficient high quality data about
this agent or regimen; coverage is theoretic.
§ In select patients in whom clinical improvement
has been clearly documented, continuation of
therapy as an outpatient may be appropriate.
Direct communication with the patient and a plan
for follow-up must also be confirmed.
86. 9 Prinsip penyelenggaraan BPJS Kesehatan
(UU No. 24 Tahun 2011 Pasal 4)
• Kegotong-royongan: prinsip kebersamaan antar peserta dalam
menanggung beban biaya Jaminan Sosial, yang diwujudkan dengan
kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji,
upah, atau penghasilannya.
• Nirlaba: prinsip pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil
pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
seluruh peserta.
• Keterbukaan: prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap, benar,
dan jelas bagi setiap peserta.
• Kehati-hatian: prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan
tertib.
• Akuntabilitas: prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan
yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
(lanjutan)
9 Prinsip penyelenggaraan BPJS Kesehatan (UU
No. 24 Tahun 2011 Pasal 4)
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4311333/
88. UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
(UKM) DI PUSKESMAS
UKM esensial UKM Pengembangan
• Promosi kesehatan • kegiatan yang memerlukan
upaya yang sifatnya inovatif
• Kesehatan lingkungan dan/atau bersifat
• KIA dan KB ekstensifikasi dan
intensifikasi pelayanan,
• Gizi disesuaikan dengan
• Pencegahan dan prioritas masalah
pengendalian penyakit kesehatan, kekhususan
wilayah kerja dan potensi
sumber daya yang tersedia
di masing-masing
Puskesmas
89. UKURAN ASOSIASI DALAM PENELITIAN
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Yes a b a+b
No c d c+d
Rumus prevalence odds ratio (POR) sama dengan rumus OR, yaitu:
POR: ad
bc
Interpretasi RR/OR/PR
Rokok (+) 40 10 50
Delbeque Prioritas masalah penyakit ditentukan secara kualitatif oleh panel expert dari
berbagai bidang ilmu dengan cara: penetapan kriteria yang disepakati bersama
oleh para pakar, memberikan bobot masalah, menentukan skoring setiap
masalah. Dipilih skor tertinggi untuk menjadi prioritas.
Delpie Sejumlah pakar (panel expert) melakukan diskusi terbuka dan mendalam tentang
masalah yang dihadapi dan masing-masing mengajukan pendapatnya tentang
masalah yang perlu diberikan prioritas. Diskusi berlanjut sampai akhirnya dicapai
suatu kesepakatan (konsensus) tentang masalah kesehatan yang menjadi
prioritas. Metode ini biasanya digunaka bila pakar berasal dari keilmuan yang
sama.
Metoda Estimasi Menghitung berapa banyak kerugian yang ditimbulkan dalam kehidupan tahunan
Beban Kerugian penduduk (dinyatakan dalam Disease Adjusted Life Year =DALY).
(Disease Burden)
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
• Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain
• Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Beneficence (Berbuat baik)
• General beneficence
– Melindungi dan mempertahankan hak, mencegah terjadinya kerugian
– Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain
• Specific beneficence
– Menolong orang cacat, menyelamatkan dari bahaya, mengutamakan kepentingan pasien
– Memandang pasien/ keluarga/ sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter/ rumah
sakit/ pihak lain
– Maksimalisasi akibat baik
– Menjamin nilai pokok: “apa saja yang ada, pantas kita bersikap baik terhadapnya” (apalagi ada
yang hidup)
• Prinsip tindakan
– Berbuat baik kepada siapa pun, termasuk yang tidak kita kenal
– Pengorbanan diri demi melindungi dan menyelamatkan pasien
– “janji” atau wajib menyejahterakan pasien dan membuat diri terpecaya
• Contoh tindakan
– Dokter bersikap profesional, bersikap jujur, dan luhur pribadi (integrity); menghormati pasien,
peduli pada kesejahteraan pasien, kasih sayang, dedikatif mempertahankan kompetensi
pengetahuan dan keterampilan teknisnya
– Memilih keputusan terbaik pada pasien yang tidak otonom (kurang mampu memutuskan
bagi dirinya), misalnya anak, pasien dengan gangguan jiwa, pasien dalam kondisi gawat
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Non-Maleficence
• Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien: tidak boleh
berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien; minimalisasi
akibat buruk
• Primum non nocere: First do no harm
• Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal:
– Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang
penting dan dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
– Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
– Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal)
– Norma tunggal, isinya larangan
• Contoh tindakan:
– Tidak melakukan malpraktik etik, baik sengaja atau tidak; seperti dokter tidak
mempertahankan kemampuan ekspertisnya atau menganggap pasien sebagai
komoditi
– Menghentikan pengobatan yang sia-sia atau pengobatan luar biasa, yaitu
pengobatan yang tidak biasa diperoleh atau digunakan tanpa pengeluaran
amat banyak, nyeri berlebihan, atau ketidaknyamanan lainnya
– Juga membiarkan mati (letting die), bunuh diri dibantu dokter, euthanasia,
sengaja malpraktik etis
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Autonomy
• Autonomy
• Pandangan Kant
– Otonomi kehendak = otonomi moral, yaitu kebesan
bertindak, memutuskan atau memilih dan menentukan diri
sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang
ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan, atau campur
tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam
berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia
• Tell the truth
– Hormatilah hak privasi orang lain, lindungi formasi
konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien;
bila ditanya, bantulah membuat keputusan penting
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
Justice
• Justice (Keadilan)
• Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness), yaitu:
– Memberi sumbangan dan menuntut pengorbanan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur
dari kebutuhan dan kemampuan pasien
• Jenis keadilan:
– Komparatif (perbandingan antarkebutuhan penerima)
– Distributif (membagi sumber): sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani ;
secara material kepada:
• Setiap orang andil yang sama
• Setiap orang sesuai kebutuhannya
• Setiap orang sesuai upayanya
• Setiap orang sesuai jasanya
– Sosial: kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama
• Utilitarian: memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi sosial dan
memaksimalkan nikmat/ keuntungan bagi pasien
• Libertarian: menekankan hak kemerdekaan sosial-ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil
substansif atau materiil)
• Komunitarian: mementingkan tradisi komunitas tertentu
• Egalitarian: kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu
rasional (sering menerapkan kriteria material kebutuhan bersama)
– Hukum (umum)
• Tukar-menukar: kebajikan memberkan atau mengembalikan hak-hak kepada yang berhak
• Pembagian sesuai denan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama) mencapai
kesejahteraan umum
93. STR DAN SIP
• Surat Izin Praktik, selanjutnya disingkat SIP adalah
bukti tertulis yang diberikan dinas kesehatan
kabupaten/kota kepada dokter dan dokter gigi
yang akan menjalankan praktik kedokteran
setelah memenuhi persyaratan.
• Pemeriksaan gigi: Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi yang dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar x, cetakan gigi serta
rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan,
protesa gigi dan sebagainya. Bentuk gigi dan rahang merupakan ciri khusus dari
seseorang.
Cara Identifikasi Forensik
• Serologi: Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan golongan darah
yang diambil baik dari tubuh korban atau pelaku, maupun bercak darah
yang terdapat di tempat kejadian perkara. Ada dua tipe orang dalam
menentukan golongan darah, yaitu:
– Sekretor : golongan darah dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air
mani dan cairan tubuh.
– Non-sekretor : golongan darah hanya dari dapat ditentukan dari
pemeriksaan darah
• Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, misal dengan bantal,
maka pada pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan
tandatanda kekerasan.
Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh
2 terputus (non-continuous) dan letaknya pada (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian
leher bagian atas leher tidak begitu tinggi
Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan
3
sisi leher kuat dan diletakkan pada bagian depan leher
Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian
3
letaknya pada bagian samping leher depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat
Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada
7
untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat kasus pembunuhan
Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban
10
kasus gantung diri sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
Penggantungan vs Penjeratan
• Dari pemeriksaan forensik, kasus
penggantungan dan penjeratan memiliki
tanda yang serupa.
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa
• Otitis eksterna difus (swimmer’s ear)
– Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
– Kondisi lembab & hangat bakteri tumbuh
– Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri
tekan (+), eksudasi
– Jika edema berat pendengaran berkurang
– Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
– AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B,
neomycin, chloramphenicol, gentamicin, &
tobramycin.
– Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan
spektrum luas untuk patogen otitis eksterna.
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa
• Malignant otitis externa (necrotizing OE)
– Pada pasien diabetik lansia atau imunokompromais.
Terjadi bilateral
Tidak ada radang dalam
lapisan kulit eksternal liang
telinga
-Genetik
-enzim (belum dikenali) untuk
separasi lapisan keratin yang
dangkal
PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN
Akut
Otitis Media Efusi
(Air Bubble (+))
Infeksi (-)
Kronik
Glue Ear
Oklusi tuba
Akut
< 3 bulan
Infeksi (+) Otitis Media
Kronik
> 3 bulan
Otitis Media
Otitis Media
Akut
• Etiologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.
Perjalanan penyakit otitis media akut:
1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram/
keruh.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema,
pelebaran pembuluh darah.
3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah,
membran timpani membonjol/ bulging
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam
berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani
kembali normal. Jika perforasi sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Penatalaksanaan OMA
• Tatalaksana
– Oklusi tuba: Dekongestan topikal (ephedrine HCl)
– Hiperemis: AB selama 7 hari
(ampicylin/amoxcylin/ erythromicin) & analgetik +
obat tetes hidung
– Supurasi: Miringotomi + AB
– Perforasi: Ear toilet (H2O2 3%) + AB
– Resolusi: Jika tidak terjadi fase resolusi, lanjutkan
AB sampai 3 minggu
98. Tuli
• Tuli konduktif:
– gangguan hantaran
suara di telinga luar-
telinga tengah
• Tuli sensorineural:
– Lesi di labirin, nervus
auditorius, saraf
pusat
• Tuli campuran
– Terdapat gabungan
keduanya
Tuli Sensorineural
Terdapat 2 tipe
• Tuli koklea aplasia, labirintitis, intoksikasi obat ototoksik atau
alkohol, trauma kapitis, trauma akustik, dan pemaparan bising dan
presbiakusis.
– Pada audiometri akan terdapat fenomena recruitment peningkatan
sensitifitas pendengaran yang berlebihan diatas ambang dengar,
– Orang yang menderita tuli sensorineural koklea sangat terganggu oleh
bising latar belakang (background noise), sehingga bila orang tersebut
berkomunikasi di tempat yang ramai akan mendapat kesulitan
mendengar dan mengerti pembicaraan cocktail party deafness
• Tuli retrokoklea neuroma akustik, tumor sudut pons-serebelum,
mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, atau kelainan otak
lainnya.
– Pada audiometri terdapat fenomena kelelahan (decay/fatigue)
saraf pendengaran yang cepat lelah jika distimulasi terus-menerus.
Presbiakusis
• Gangguan pendengaran pada lansia, 25-30% terjadi pada usia 65-70 tahun.
• Presbikusis: tuli simetris, terutama nada tinggi (suara wanita memiliki
frekuensi lebih tinggi dari pria), karena proses penuaan.
– Sensorik: sel rambut & sel sustentakular berkurang, organ korti rata
– Neural:neuron koklea berkurang
– Strial: atropi stria vaskularis
– Konduktif: membran basilar kaku
• TatalaksanaRehabilitasi
– Pemasangan alat bantu dengar
– Latihan membaca ujaran (speech reading)
– Latihan mendengar (auditory training)
Tuli Sensorineural Akibat Bising
(NIHL)
• Kerusakan bagian organ Corti : membran, stereosilia, sel rambut,
• Klinis:
– pendengaran terganggu biasanya bilateral
– Telinga berdenging
– Riwayat terpajan bising dalam jangka waktu lama
– Bising > 85 dB >8 jam perhari atau 40 jam perminggu
– Pada gangguan pendengaran cukup berat, sukar menangkap percakapan
– Uji Penala : R: +, W : tak ada lateralisasi, atau lateralisasi ke sisi yg lebih baik
(tuli sensorineural)
– Audiogram : tuli sensorineural, penurunan pada frek 3000- 6000Hz, terdapat
takik pd frek 4000Hz (“Kahart Notch”)
– Audiometri tutur : gangguan diskriminasi wicara
Tuli Sensorineural Akibat Obat
Ototoksik
• Kerusakan sel rambut, stria vaskularis
• Klinis:
– pendengaran terganggu Kadang disertai vertigo
– Telinga berdenging
– Riwayat konsumsi obat ototoksik : aminoglikosida, diuretik,
anti inflamasi (salisilat), anti malaria (Klorokuin), anti
Kanker (CIS platinum)
– Uji Penala : R: +, W : tak ada lateralisasi, atau lateralisasi
ke sisi yg lebih baik (tuli sensorineural)
– Audiogram : tuli sensorineural, penurunan tajam pada
pada frekuensi tinggi
– Audiometri tutur : gangguan diskriminasi wicara
Presbiakusis
Audiologi Nada Murni
Audiometri nada murni:
• Ambang Dengar (AD): bunyi nada murni terlemah pada
frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga
seseorang.
• Perhitungan derajat ketulian:
(AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz) / 4
• Derajat ketulian:
– 0-25 dB : normal
– >25-40 dB : tuli ringan
– >40-55 dB : tuli sedang
– >55-70 dB : tuli sedang berat
– >70-90 dB : tuli berat
– >90 dB : tuli sangat berat
99. Karsinoma Laring
• Tumor ganas pada laring.
• Faktor risiko: merokok (utama), konsumsi alkohol, laki-laki, infeksi HPV, usia,
diet rendah sayur, pajanan thd cat, radiasi, asbestos, diesel, refluks
gastroesofageal.
• Gejala:
– Suara serak
– Dispnea dan stridor
– Disfagia
– Batuk, hemoptisis
– Gejala lain: nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk, mudah lelah, penurunan
berat badan
– Pembesaran KGB
– Nyeri tekan laring
• Pemeriksaan fisik dengan laringoskopi: tampak massa ireguler pada pita suara.
• Pemeriksaan penunjang:
– Biopsi
– CT scan/MRI untuk mengetahui perluasan massa
Karsinoma Laring: Stadium TNM
Penyakit Laring Lainnya
Papilloma
Laringitis
Penyakit Laring
Diagnosis Karakteristik
Polip pita suara Lesi bertangkai unilateral, dapat berwarna keabuan (tipe
mukoid) atau merah tua (angiomatosa). Gejala: suara parau.
Lokasi di sepertiga anterior/medial/seluruhnya.
Umum dijumpai pada dewasa, namun bisa pada semua usia.
Nodul pita suara Suara parau, riwayat penggunaan suara dalam waktu lama.
Lesi nodul kecil putih, umumnya bilateral, di sepertiga
anterior/medial.
Laringitis Inflamasi laring, gejala suara parau, nyeri menelan/bicara, batuk
kering, dapat disertai demam/malaise.
Mukosa laring hiperemis, edema di atas dan bawah pita suara.
Papilloma laring Massa seperti buah murbei berwarna putih kelabu/kemerahan.
Massa rapuh, tidak berdarah.
Gejala: suara parau, dapat disertai batuk dan sesak.
Lokasi pada pita suara anterior atau subglotik.
100. Rhinitis Alergi
Deskripsi
• Rhinitis
Diagnosis alergi
Anamnesis: adalah
Serangan bersinpenyakit inflamasi
berulang terutama yang
bila terpajan alergen
disebabkan oleh
disertai rinore reaksi
yang encer alergihidung
dan banyak, pada pasien
tersumbat, gatal,
lakrimasi, riwayat atopi
atopiPF yang sebelumnya
dan Rinoskopi anterior: Mukosa sudah
edema, tersensitisasi
basah, pucat/livid, sekret
banyak, allergic shiner, allergic salute, allergic crease, facies adenoid,
dengan alergen yang sama serta
geographic tongue, cobblestone appearance
dilepaskannya
Penunjang: Darahsuatu mediator
tepi: eosinofil meningkat,kimia ketika
IgE spesifik meningkat,
Sitologi hidung, Prick test, Alergi makanan : food challenge test
terjadi paparan berulang.
Terapi • Hindari faktor pencetus
• Medikamentosa (antihistamin H1, oral dekongestan, kortikosteroid topikal,
sodium kromoglikat)
• Operatif konkotomi (pemotongan sebagian konka inferior) bila konka
inferior hipertrofi berat.
• Imunoterapi dilakukan pada kasus alergi inhalan yang sudah tidak
responsif dengan terapi lain. Tujuan imunoterapi adalah pembentukan IgG
blocking antibody dan penurunan IgE.
Rhinitis Alergi
• Klinis
– Pada rhinoskopi anterior: mukosa edema, basah,
pucat/livid
– Allergic shiner: bayangan gelap dibawah mata
akibat stasis vena
– Allergic salute: anak menggosok-gosok hidung
dengan punggung tangan karena gatal
– Allergic crease: penggosokan hidung berulang
akan menyebabkan timbulnya garis di dorsum nasi
sepertiga bawah.
Rhinitis alergi
Rinitis Alergi