Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN

Disusun Oleh :

Nama : Muhammad Dany


NIM : 191710101112
Kelas : THP 4C
Acara : Analisis mutu biji kakao berdasar SNI 2323-2008
Asisten :
1. Achmad Haidar Zainal
2. Alifi Adi Ramadhani
3. Dinda Ayu P
4. Nisrina Sausan Gan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai banyak beraneka


ragam kekayaan alam. Kekayaan alam tersebut dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat Indonesia sebagai sumber pangan misalnya kekayaan hayati dan
hewani. Indonesia merupakan negara yang mempunyai iklim tropis dan juga
mempunyai tanah yang subur sehingga banyak beraneka macam tumbuhan
tumbuh dengan subur. Dengan keadaan iklim dan tanah yang subur masyarakat
memanfaatkannya untuk ditanami komoditas perkebunan yang mempunyai nilai
ekonomis, salah satunya yaitu tanaman kakao.

Kakao (Theobroma cacao L.) adalah komoditi perkebunan yang telah


berkembang pesat dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional.
Tanaman kakao berasal dari Amerika Selatan. Dengan tempat tumbuhnya di hutan
hujan tropis. Tanaman kakao akan baik tumbuhnya di daerah yang mempunyai
ketinggian 0 – 500 m dari permukaan laut. Biji Kakao merupakan bahan baku
utama dalam pembuatan coklat. Coklat tersebut dibuat dengan melalui tahapan
daintaranya yaitu dengan fermentasi. (Mertade,2011).

Untuk mendapatkan produk coklat dengan kualitas yang baik maka


diperlukan biji kakao dengan mutu dan kualitas yang baik. Oleh karena itu dalam
praktikum ini dilakukan penentuan biji kakao sesuai dengan persyaratan yang ada
pada SNI 2323 : 2008.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu menentukan mutu biji kakao
berdasarkan SNI 2323-2008
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Kakao

Kakao (Theobroma cacao L.) adalah komoditi perkebunan yang telah


berkembang pesat dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional
khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber mata pencaharian utama bagi
sebagian besar penduduk di beberapa provinsi, juga sebagai penghasil devisa
terbesar ketiga setelah komoditi karet dan kelapa sawit. ( Sumilia,2019)

Tanaman kakao berasal dari Amerika Selatan. Dengan tempat tumbuhnya


di hutan hujan tropis, tanaman kakao telah menjadi bagian dari kebudayaan
masyarakat selama 2000 tahun. Nama latin tanaman kakao memiliki arti yaitu
makanan untuk Tuhan. Tanaman kakao akan baik tumbuhnya di daerah yang
mempunyai ketinggian 0 – 500 m dari permukaan laut. Dapat pulah
dibudidayakan sampai ketinggian tempat 800 m dari permukaan laut.
(Rubiyo,2012)

Kakao juga merupakan tanaman perkebunan yang terus mendapat


perhatian untuk dikembangkan. Upaya pengembangan tanaman kakao disamping
masih diarahkan pada peningkatan populasi (luas lahan) juga telah banyak
diarahkan pada peningkatan jumlah produksi dan mutu hasil. (Mertade,2011)

2.2 Penggolongan Kakao

2.2.1 Jenis Tanaman

Kakao berdasarkan jenis tanamannya ada Criollo dan Forastero. Varietas


Criollo, dikenal sebagai penghasil biji kakao mulia atau kakao edel (fine-cocoa).
Sedangkan varietas Forastero dikenal sebagai penghasil biji kakao lindak atau
kakao curah (bulk-cocoa). Kakao varietas criollo mempunyai ciri – cir sebagai
berikut. Pertumbuhan tanaman kurang kuat dengan produksi yang rendah serta
lamban berbuah, tunas muda berbulu, agak peka terhadap hama dan penyakit,
Memiliki tongkol buah berwarna hijau atau merah bila masih muda dan kuning
orange ketika sudah matang, Buah berbentuk tumpul, tekstur kulit kasar
berbintil tipis dan lunak, biji bulat telur dengan kotiledon berwarna putih pada saat
kering. Sedangkan kakao varietas forastero memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
Pertumbuhan tanaman kuat dan produktivitas tinggi, menghasilkan buah lebih
cepat , relatif lebih tahan terhadap hama dan penyakit, kulit buah agak keras
namun permukaaannya halus, endosperm berwarna ungu tua dan berbentuk
gepeng pada waktu basah, kulit buah berwarna hijau dengan alur kulit buah
dalam. (Sahardi, 2015)

2.2.2 Jenis Mutu

Menurut persyaratan mutu, biji kakao kering dikelompokan menjadi 3


(tiga) kelas yaitu Kelas Mutu I, Kelas Mutu II dan Kelas Mutu III, dengan kriteria
sebagai berikut .Kelas Mutu I : kadar biji berjamur maksimal 2 biji; kadar biji
tidak terfermentasi maksimal 3 biji; kadar biji berserangga maksimal 1 biji; kadar
kotoran maksimal 1,5 biji dan kadar biji berkecambah maksimal 2 biji. Untuk
kelas Mutu II : kadar biji berjamur maksimal 4 biji; kadar biji tidak terfermentasi
maksimal 8 biji; kadar biji berserangga maksimal 2 biji; kadar kotoran maksimal 2
biji dan kadar biji berkecambah maksimal 3 biji. Kelas Mutu III : kadar biji
berjamur maksimal 4 biji; kadar biji tidak terfermentasi maksimal 20 biji; kadar
biji berserangga maksimal 2 biji; kadar kotoran maksimal 3 biji dan kadar biji
berkecambah maksimal 3 biji. (Melia,2017)

2.3 Cacat Pada Biji Kakao

Menurut (SNI 2323:2008), cacat pada biji kakao diantaranya yaitu biji
kakao yang berjamur, slaty, biji berserangga, biji pipih, dan biji berkecambah.
Dalam biji berjamur terdapat miselia jamur berwarna putih. Biji yang berjamur
akan memberikan rasa yang tidak disukai oleh konsumen. Biji slaty berwarna
seperti batu tulis dan bercita rasa tidak enak. Biji yang tidak terfermentasi dengan
baik tidak bisa gunakan. Serangga menyebabkan kerusakan sehingga
menghilangkan nib yang bisa dikonsumsi serta menurunkan tingkat kemurnian
biji kakao. Biji kakao yang bisa diolah harus berasal dari lot biji kakao yang tidak
ada serangan dari serangga satu pun. Biji yang sudah berkecambah tidak bisa
memberikan cita rasa cokelat karena mudah diserang oleh hama dan kapang.

2.4 Syarat Mutu Biji Kakao

Standar mutu biji kakao yang memenuhi SNI 2323:2008 harus memenuhi
persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan umum biji kakao yang
memenuhi SNI antara lain : kadar air maksimal sebesar 7,5%; biji tidak berbau
asap/bau asing dan tidak abnormal; bebas dari serangga hidup; kadar biji pecah
maksimal 3% dan tidak boleh tercampur dengan benda asing.

Sedangkan persyaratan khusus biji kakao yang memenuhi SNI antara lain
: standar kadar biji berjamur, kadar biji tidak terfermentasi dan kadar biji
berserangga, kadar katoran dan kadar biji berkecambah. (SNI 2323:2008)

Tabel 2.1 Syarat mutu

No Jenis Uji Satuan Persyaratan


1 Serangga hidup - Tidak ada
2 Kadar air % fraksi massa Maks. 7,5
3 Biji berbau asap dan atau hammy - Tidak ada
dan berbau asing
4 Kadar benda asing - Tidak ada
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai
berikut:
1. Oven
2. Pisau
3. Eksikator
4. Neraca Analitik
5. Cawan
6. Penjepit

3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah biji
kakao fermentasi
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 Penentuan Adanya Serangga Hidup atau Benda Asing

Biji Kakao

Pengamatan serangga dan benda asing

Diagram Alir 3.1 Penentuan Adanya Serangga Hidup atau Benda Asing

Penentuan adanya serangga hidup atau benda asing ini dilakukan dengan
pengamatan secara visual. Hal yang pertama kali dilakukan adalah persiapan biji
kakao yang ada di dalam kemasan. Pengamatan dilakukan dengan seksama agar
tidak ada hal yang terlewat. Dalam praktikum ini, hasil dari pengamatan ini
dinyatakan dalam bentuk ada atau tidak adanya serangga dan benda asing.
3.2.2 Penentuan Kadar Air

Biji Kakao

Pengecilan Ukuran
3.2.2

Penimbangan hasil cacahan biji


3.2.2

Pemasukan dalam cawan

Pengovenan pada suhu 103℃ selama 16 jam

Pemasukan dalam eksikator


3.2.2

Penimbangan

Diagram Alir 3.2 Penentuan Kadar Air

Berikutnya dilakukan penentuan kadar air pada biji kakao. Langkah awal
yang harus dilakukan adalah persiapan alat dan bahan. Kemudian, biji kakao
dilakukan pengecilan ukuran dengan menggunakan pisau yang bertujuan untuk
memperluas permukaan dan dapat mengoptimalkan penguapan air dalam biji
sehingga dapat mempermudah analisis kadar air. Setelah itu, cacahan biji tersebut
dilakukan penimbangan sesuai dengan perlakuan dan dimasukkan dalam cawan.
Selanjutnya, cawan beserta isinya dimasukkan dalam oven untuk dilakukan
pengovenan dengan suhu 103℃ selama 16 jam untuk menguapkan air dalam biji
kakao. Lalu, cawan dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam eksikator
untuk menyeimbangkan RH. Setelah itu, dilakukan penimbangan untuk mengetahui
berat akhir sampel setelah pengovenan.
3.2.3 Penentuan Adanya Biji Berbau Asap Abnormal atau Berbau Asing

Biji Kakao

Pembelahan Biji Kakao

Pengamatan Aroma Secara Organoleptik

Diagram Alir 3.3 Penentuan Adanya Biji Berbau Asap Abnormal atau Berbau
Asing

Selanjutnya dilakukan penentuan adanya biji berbau asap abnormal atau


berbau asing pada biji kakao. Langkah awal yang harus dilakukan adalah
persiapan alat dan bahan. Lalu biji kakao dibelah dengan menggunakan pisau yang
tujuanya untuk mempermudah proses pengamatan aroma. Kemudian biji kakao
yang sudah terbelah dilakukan pengamatan aroma secara organoleptik.

3.2.4 Penentuan Kadar Kotoran

Biji Kakao

Penimbangan 1000 gram

Pengamatan kotoran

Penimbangan masing-masing jenis kotoran

Diagram Alir 3.4 Penentuan Kadar Kotoran

Pada praktikum selanjutnya, dilakukan penentuan kadar kotoran. Hal yang


pertama kali dilakukan adalah persiapan alat dan bahan. Kemudian dilakukan
penimbangan 1000 gran biji kakao. Selanjutnya, dilakukan pengamatan kotoran
yang berupa plasenta, biji dempet, pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih dan
ranting. Setelah itu dilakukan penimbangan pada setiap jenis kototran.

3.2.5 Penentuan Jumlah Biji Per 100 gram

Biji Kakao

Penimbangan 100 gram

Perhitungan jumlah biji

Penggolongan berdasarkan SNI

Diagram Alir 3.5 Penentuan Jumlah Biji Per 100 gram

Pada praktikum selanjutnya, dilakukan penentuan jumlah biji per 100 gram.
Hal yang pertama kali dilakukan adalah bahan. Kemudian dilakukan penimbangan
100 gram biji kakao. Setelah itu, dilakukan perhitungan jumlah biji yang ada.
Selanjutnya dilakukan penggolongan berdasarkan SNI.

3.2.6 Penentuan Kadar Biji Cacat

300 Keping Biji Kakao

Pemotongan Memanjang

Pengamatan

Penentuan

Diagram Alir 3.6 Penentuan Kadar Biji Cacat


Pada praktikum berikutnya, dilakukan penentuan kadar biji cacat. Hal yang
pertama kali dilakukan adalah persiapan alat dan bahan. Kemudian dilakukan
pemotongan memanjang biji kakao dengan menggunakan pisau untuk
mempermudah pemotongan dan pengamatan. Selanjutnya dilakukan pengamatan
dengan teliti apakah di biji kakao tersebut terdapat biji berkapang, biji tidak
terfermentasi / biji slaty, biji berserangga, dan biji berkecambah.
BAB 4. DATA PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Data Pengamatan


4.1.1 Penentuan adanya serangga atau benda asing
Hasil
Pengamatan
Biji Kakao Baru
Biji Kakao Lama
Serangga Hidup Tidak ada Tidak ada
Benda Asing Tidak ada Tidak ada

4.1.2 Penentuan Kadar Air


Biji Kakao Lama Biji Kakao Baru
Cawan + Cawan +
Cawan + Sampel Sampel Cawan +
Cawan
Ulangan Sampel (Sesuda Cawan (Sebelu Sampel
Kosong (Sebelum h Kosong m (Sesudah
(g) Pengering Pengeri (g) Pengeri Pengerin
an) (g) ngan) ngan) gan) (g)
(g) (g)
1 4,913 15,013 14,218 5,015 15,115 14,735
2 4,825 14,925 14,149 4,952 15,052 14,303
3 4,859 14,959 14,155 4,892 14,992 14,232

4.1.3 Penentuan adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya
Hasil
Pengamatan
Biji Kakao Lama Biji Kakao Baru
Biji berbau asap abnormal Tidak ada Tidak ada
Biji berbau asing Tidak ada Tidak ada

4.1.4 Penentuan kadar kotoran


Hasil
Pengamatan
Biji Kakao Lama (g) Biji Kakao Baru (g)
Plasenta 9,43 0,63
Biji dempet 96,81 40,95
Pecahan biji 13,22 7,9
Pecahan kulit 8,02 1,91
Biji pipih 31,59 43
Ranting 0 0
4.1.5 Penentuan jumlah biji kakao per seratus gram
Pengamatan Hasil
Biji Kakao Lama Biji Kakao Baru

Jumlah biji per seratus gram 107 biji 86 biji

4.1.6 Penentuan kadar biji cacat pada kakao


Pengamatan Hasil
Biji Kakao Lama Biji Kakao Baru
Biji berjamur 4 biji Tidak ada
Biji slaty 57 biji 32 biji
Biji berserangga Tidak ada Tidak ada
Biji berkecambah Tidak ada Tidak ada
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Penentuan adanya seranga atau benda asing
- Tidak dilakukan perhitungan
4.2.2 Penentuan kadar air
Ulangan Biji Kakao Lama (%) Biji Kakao Baru (%)
1 7,9 7,3
2 7,7 7,4
3 8 7,5
Rata-rata kadar air 7,9 7,4

4.2.3 Penentuan adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya
- Tidak dilakukan perhitungan
4.2.4 Penentuan kadar kotoran
Hasil
Pengamatan
Biji Kakao Lama (%) Biji Kakao Baru (%)
Plasenta 0,943 0,063
Biji dempet 9,681 4,095
Pecahan biji 1,322 0,79
Pecahan kulit 0,802 0,191
Biji Pipih 3,159 4,3
Ranting 0 0
Total kadar kotoran 15,907 9,439

4.2.5 Penentuan jumlah biji kakao per 100 gram


- Tidak dilakukan perhitungan
4.2.6 Penentuan kadar biji cacat pada kakao

Hasil
Pengamatan
Biji Kakao Lama (%) Biji Kakao Baru (%)
Biji berjamur 1,3 0
Biji slaty 19 10,7
Biji berserangga 0 0
Biji berkecambah 0 0
Total kadar biji cacat 20,3 10,7
BAB 5 PEMBAHASAN

Dalam praktikum ini dilakukan pengujian mutu biji kakao dari dua sampel
biji kakao. Pengujiannya meliputi adanya serangga, kadar air, adanya bau asing,
adanya kotoran, jumlah biji per serratus gram, dan jumlah biji cacat. Kemudian
data yang didapatkan dibandingkan dengan mutu yang ada pada SNI 2323:2008.

Pada pengamatan adanya serangga dan benda asing pada biji kakao
didapatkan data yang sama dengan SNI 2323 :2008 yaitu tidak ditemukan
adanya serangga hidup maupun benda asing dan hal tersebut sesuai dengan
syarat umumnya yaitu tidak diperbolehkan ada serangga hidup maupun benda
asing. Jadi hal tersebut menandakan bahwa sampel lolos mutu dari SNI
2323:2008.

Untuk data kadar air dari sampel kakao terdapat perbedaan yang cukup
besar antara biji lama dengan biji baru. Pada sampel biji baru mempunyai kadar
air sebesar 7.4%, sedangkan pada biji lama memiliki kadar air sebesar 7.9%.
Menurut SNI 2323:2008 pada syarat umum disebutkan bahwa kadar air
maksimal pada biji kakao adalah sebesar 7.5%. Dari hal tersebut menandakan
bahwa biji kakao baru lolos mutu sedangkan biji lama tidak lolos terhadap mutu
dari kakao yang sudah ditentukan oleh SNI 2323:2008. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah kondisi selama penyimpanan
yang dikarenakan biji yang telah lama tersimpan mempunyai akumulasi kadar air
yang diserap selama waktu penyimanannnya.

Pada data biji berbau asap abnormal atau bau asing pada sampel yang
diuji memiliki kesamaan yaitu sama sama tidak ditemukan adanya bau asap
abnormal atau bau asing. Hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan SNI
2323:2008. Jadi dari hal tersebut menunjukan bahwa kedua sampel lolos mutu
yang diwajibkan beredar di Indonesia oleh BSN.

Pada data hasil pengujian kotoran pada dua biji kakao memiliki hasil
yang cukup jauh berbeda. Pada biji lama dan baru mempunyai kadar kotoran
berturut-turut sebesar 15.907% dan 9.439%. Mutu biji kakao yang ada pada SNI
2323:2008 pada persyaratan khusus, kadar kotoran pada mutu I maksimal adalah
1.5%, pada mutu II maksimal 2.0%, sedangkan pada mutu III maksimal 3.0%.
Berdasarkan data yang didapatkan, menunjukan bahwa kedua sampel yang diuji
tersebut tidak lolos mutu kakao karena melebihi batas maksmal kadar kotoran
yang sudah ditentukan.

Berdasarkan data yang didapatkan pada mengujian jumlah biji kakao per
100 gram, didapatkan jumlah biji pada sampel biji kakao lama dan baru
sebanyak 107 dan 86. Menurut SNI 2323:2008, penggolongan biji kakao
berdasarkan jumlah biji per 100 gram dibagi menjadi 5, yaitu AA, A, B, C, dan S.
Golongan AA memiliki maksimal 85 biji per serratus gram, pada golongan A 86-
100 biji, pada golongan B 101-110 biji.Menurut penggolongan tersebut pada
sampel biji kakao lama masuk ke dalam golongan B sedangkan sampel biji baru
masuk kedalam golongan A

Pada pengujian kadar biji cacat didapatkan hasil yang bervariasi pada
setiap parameternya. Pada kadar biji berjamur, sampel biji kakao lama dan baru
memiliki kadar 1.3% dan 0% Pada biji slaty, sampel biji kakao lama dan baru
mempunyai kadar sebesar 19.0% dan 10.7%. Pada parameter biji berkecambah
dan biji berserangga tidak ditemukan adanya biji cacat tersebut pada kedua
sampel. Menurut SNI 2323:2008, berdasarkan data yang didapatkan kedua
sampel tersebut masuk ke dalam mutu III karena memiliki kadar biji slaty yang
tinggi yaitu melebihi 10%.

Dari seluruh data yang didapatkan dari pengujian yang sudah dilakukan.
Dinyatakan bahwa kedua sampel tersebut tidak lolos mutu dari SNI 2323 : 2008.
Hal tersebut dikarenakan oleh kadar kotoran pada kedua jenis sampel biji tersebut
sangat tinggi melebihi persyaratan maksimal
BAB 6 PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu kedua sampel yang diujikan
tidak masuk lolos uji SNI 2323:2008 dikarenakan kriteria kadar kotoran melebihi
batas yang telah ditentukan. Sedangkan menurut penggolongan biji kakao,
sampel kakao lama dan baru masuk ke dalam golongan B dan A.
6.2 Saran
Adapun saran dari praktikum ini yaitu sebaiknya untuk praktikum
berikutnya dapat dilakukan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 2323.2008. Biji Kakao.


Badan Standarisasi Nasional: Jakarta.
Melia Ariyanti, 2017. Karakteristik Mutu Biji Kakao (Theobroma cacao L)
Dengan Perlakuan Waktu Fermentasi Berdasarkan SNI 2323 :
2008. Jurnal Industri Hasil Perkebunan, 12 (1), Juni 2017.

Mertade N dan Zainuddin Basri. 2011. PENGARUH DIAMETER


PANGKAL TANGKAI DAUN PADA ENTRES TERHADAP
PERTUMBUHAN TUNAS KAKO. Jurnal Media Litbang Sulteng IV
(1) : 01 ± 07

Rubiyo dan Siswanto.2012. PENINGKATAN PRODUKSI DAN


PENGEMBANGAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI
INDONESIA. Jurnal Buletin RISTRI Vol 3 (1)

Sahardi dan Fadjry Djurfy.2015. Keragaman Karakteristik Morfologis dan


Agronomis Plasma Nutfah Klon Harapan Kakao Lokal Sulawesi
Selatan. Jurnal Littri Volume 21, No 3.

Sumilia, Nasrez Akhir, Zulfadly Syarif. 2019. PRODUKTIVITAS KAKAO


DAN KEANEKARAGAMAN TANAMAN DALAM BERBAGAI
SISTEM AGROFORESTRI BERBASIS KAKAO DI KABUPATEN
PASAMAN SUMATERA BARAT. Jurnal Agroforestri Indonesia
Vol. 2 No. 2
LAMPIRAN PERHITUNGAN

 Penentuan kadar air

Rumus : (M1-M2)/ (M1-M0) X 100%

Mo = bobot cawan kosong


M1 = bobot cawan kosong dan contoh uji sebelum pengeringan
M2 = bobot cawan kosong dan contoh uji sesudah pengeringan

1. Biji Kakao Lama


Ulangan 1 (15,013−14,218)
= (15,013−4,913)
× 100%
0,795
= × 100%
10,1
= 7,87 = 7,9%
Ulangan 2 (14,925−14,149)
= × 100%
(14,925−4,825)
0,776
= × 100%
10,1
= 7,68 = 7,7%
Ulangan 3 (14,959−14,155)
= × 100%
(14,959−4,859)
0,804
= × 100%
10,1
= 7,96 = 8,0%
Rata-rata 7,9+7,7+8,0 23,6
= = = 7,9%
3 3

2. Biji Kakao Baru


Ulangan 1 = (15,115−14,375) × 100%
(15,115−4,913)
0,74
= × 100%
10,202
= 7,25 = 7,3%
Ulangan 2 (15,052−14,303)
= × 100%
(15,052−4,825)
0,749
= × 100%
10,227
= 7,32 = 7,4%
Ulangan 3 (14,992−14,232)
= × 100%
(14,992−4,859)
0,76
= × 100%
10,133
= 7,50 = 7,5%
Rata-rata 7,3+7,4+7,5 22,2
= = = 7,4%
3 3

 Penentuan kadar kotoran

1. Biji Kakao Lama


Plasenta 9,43
= × 100% = 0,943%
1000
Biji dempet 96,81
= × 100% = 9,681%
1000
Pecahan biji 13,22
= × 100% = 1,322%
1000
Pecahan kulit 8,02
= 1000 × 100% = 0,802%
Biji pipih 31,59
= × 100% = 3,159%
1000
Ranting 0
= 1000 × 100% = 0%
Total = 0,943+9,681+1,322+0,802+3,159+0
= 15,907%

2. Biji Kakao Baru


Plasenta 0,63
= 1000 × 100% = 0,063%
Biji dempet 40,95
= × 100% = 4,095%
1000
Pecahan biji 7,9
= × 100% = 0,790%
1000
Pecahan kulit 1,91
= 1000 × 100% = 0,191%
Biji pipih 43
= 1000 × 100% = 4,3%
Ranting 0
= 1000 × 100% = 0%
Total = 0,063+4,095+0,790+0,191+4,3+0
= 9,439%
 Penentuan kadar biji cacat pada kakao

1. Biji Kakao Lama


Biji berjamur 𝟒
= 𝟑𝟎𝟎 × 100% = 1,3%
Biji slaty 57
= 300 × 100% = 19,0%
Biji berserangga 0
= 300 × 100% = 0%
Biji berkecambah 0
= 300 × 100% = 0%
Total biji cacat = 1,3+19,0+0+0
= 20,3%

2. Biji Kakao Baru


Biji berjamur 𝟎
= 𝟑𝟎𝟎 × 100% = 0%
Biji slaty 32
= 300 × 100% = 10,7%
Biji berserangga 0
= 300 × 100% = 0%
Biji berkecambah 0
= 300 × 100% = 0%
Total biji cacat = 0+10,7+0+0
= 10,7%
LAMPIRAN ACC

Acara : Analisis Mutu Biji Kakao Berdasar SNI 2323-2008


Kelas : THP-4C

Penentuan adanya serangga atau benda asing


- Tidak dilakukan perhitungan.
Penentuan kadar air

Ulangan Biji Kakao Lama (%) Biji Kakao Baru (%)


1 7,9 7,3
2 7,7 7,4
3 8,0 7,5
Rata-rata kadar air 7,9 7,4

Penentuan adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya
- Tidak dilakukan perhitungan.
Penentuan kadar kotoran

Hasil
Pengamatan
Biji Kakao Lama (%) Biji Kakao Baru (%)
Plasenta 0,943 0,063
Biji dempet 9,681 4,095
Pecahan biji 1,322 0,790
Pecahan kulit 0,802 0,191
Biji pipih 3,159 4,3
Ranting 0 0
Total kadar kotoran 15,907 9,439
Penentuan jumlah biji kakao per seratus gram
- Tidak dilakukan perhitungan.
Penentuan kadar biji cacat pada kakao
Hasil (%Biji/Biji)
Pengamatan
Biji Kakao Lama Biji Kakao Baru

Biji berjamur 1,3 0


Biji slaty 19,0 10,7
Biji berserangga 0 0
Biji berkecambah 0 0
Total kadar biji cacat 20,3 10,7
LAMPIRAN DOKUMENTASI

No Gambar Keterangan
1. Pengamatan secara visual untuk
menentukan adanya serangga
ataupun benda asing lainnya.

2. Pengecilan ukuran pada biji kakao

3. Penimbangan biji yang telah


diperkecil ukurannya untuk
menentukan jumlah biji basah

4. Pengeringan dilakukan dengan


menggunakan oven untuk
mengurangi kadar air pada biji kakao

5. Pembelahan biji kakao untuk


mempermudah uji penentuan bau
6. Pengamatan aroma biji kakao secara
organoleptic untuk menentukan
adanya biji berbau asap abnormal
atau berbau asing lainnya.

7. Pengamatan masing- masing jenis


kotoran yang ada pada biji kakao

8. Penimbangan biji kakao per 100


gram

9. Perhitungan jumlah biji kakao per


100 gram

10. Pembelahan biji kakao


11. Pengamatan biji cacat

Anda mungkin juga menyukai