Teori Tata Guna Lahan Land Use
Teori Tata Guna Lahan Land Use
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Keterangan:
1. Daerah pusat kegiatan
2. Zona peralihan
3. Zona perumahan pekerja
4. Zona permukiman yang lebih baik
5. Zona para penglaju
Model Burgess merupakan suatu model yang diperuntukkan bagi kota yang
mengalami migrasi besar-besaran dan pasar perumahan didominasi oleh sektor
privat. Dengan demikian bagi kota yang tingkat migrasinya rendah dan peranan
sektor public sangat besar, maka teori ini menjadi kurang relevan. Teori Konsentris
Burgess memiliki beberapa kelemahan antara lain:
a. Pada kenyataannya gradasi antar zoona tidak terlihat dengan jelas
b. Bentuk CBD kebanyakan memiliki bentuk yang tidak teratur
c. Perkembangan kota cenderung mengikuti rute strategis
d. Homogenitas internal yang tidak sesuai dengan kenyataan
e. Slum area tidak selalu berada di area pusat kota
Keterangan:
1. Daerah pusat kegiatan (CBD)
2. Wholesale light manufacturing
3. Permukiman kelas rendah
4. Permukiman kelas menengah
5. Permukiman kelas tinggi
Keterangan:
1. Pusat Kegiatan (CBD)
2. Transistion Zone: Major Roads
3. Low Income Housing: Railways
4. Middle Income Housing
2.6.2 Model Tata Guna Lahan Menurut PP No. 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah
a. Model Zoning
Menurut model ini, tanah di suatu wilayah atau daerah tertentu dibagi
dalam beberapa zona penggunaan atau kepentingan-kepentingan, kegiatan-
kegiatan, dan atau usaha-usaha yang dilakukan. Sebagai contoh, model zoning
yang dikembangkan oleh Ernest W Borgess untuk kota Chicago antara lain:
Dari gambar di atas dapat dilihat perbandingan pola penggunaan lahan dari
Kabupaten Boyolali, Indonesia dan Kota Chiang Mai, Thailand. Walaupun sama-sama
berada pada wilayah lereng gunung, namun pola penggunaan lahan di Thailand memiliki
jaringan transportasi yang lebih terjangkau dibandingkan dengan Kabupaten Boyolali.
Kepadatannya pun dapat dilihat bahwa daerah lereng gunung di Kota Chiang Mai lebih
tinggi dibandingkan dengan Boyolali.
KESIMPULAN
Namun demikian meskipun teori yang digunakan adalah sama, bisa saja terdapat
perbedaan pola penggunaan lahan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini
tergantung dari aspek geografis, kondisi sosial budaya masyarakat, serta dokumen arahan
atau kebijakan pengembangan wilayah di daerah tersebut. Seperti misalnya perbedaan pola
penggunaan lahan di Boyolali dan di Chiang Mai meskipun memiliki kemiripan dari segi
geografis. Perbedaan kondisi sosial masyarakat dan perbedaan arahan kebijakan
pengembangan wilayahlah yang memicu adanya perbedaan tersebut.
Modul Kuliah Tata Guna dan Pengembangan Lahan, PWK FT UNS, Ir. Rizon Pamardhi
Utomo, MURP
Modul Kuliah Analisis Lokasi dan Pola Keruangan, PWK FT UNS, Ratri Werdiningtyas,
S.T., M.T.
Pasal 14 dan Pasal 15 UUPA (UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria)