Anda di halaman 1dari 207

PELAKSANAAN IBADAH SALAT BERJAMAAH

DALAM MASA PANDEMI COVID-19


DI KELURAHAN KALICACING KECAMATAN SIDOMUKTI
KOTA SALATIGA TAHUN 2020

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar


Sarjana Pendidikan

Oleh:

Arif Bagas Adi Satria


NIM. 23010160376

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2020
ii
PELAKSANAAN IBADAH SALAT BERJAMAAH
DALAM MASA PANDEMI COVID-19
DI KELURAHAN KALICACING KECAMATAN SIDOMUKTI
KOTA SALATIGA TAHUN 2020

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar


Sarjana Pendidikan

Oleh:

Arif Bagas Adi Satria


NIM. 23010160376

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2020

iii
iv
v
vi
MOTTO

ِ ‫ت ِِْل ُْوِل ْاْلَلْ ٰب‬


‫ب‬ ٍ ‫َّها ِر َلءا ٰي‬ َّ ِ ٰ ِ ِ ‫ت و ْاْل َْر‬
َ َ ‫ض َوا ْختلف ال ْي ِل َو الن‬
ِ َّ ‫إِ َّن ِِف َخل ِْق‬
َ ‫الس ٰم ٰو‬
(QS. Ali Imraaan: 190)

ِِۗ ‫س والثَّمر‬ ِ ِ ٍ ‫وع ونَ ْق‬ ْ ‫ش ِي ٍء ِم َن‬


ِ ‫اْلَو‬ َ ِ‫َولَنَ ْب لَُونَّ ُك ْم ب‬
‫ات‬ َِۗ َ َ ِ ‫ص م َن ْْل َْم َوال َو ْاْلَنْ ُف‬ ِۗ َ ِ ُ‫ف َوا ْْل‬ ْ
. ‫لِل َو اِ َّّن اِلَْي ِِ َرُُِِ ْو َن‬
ِِِٰ ‫صي بة قَالُوآ اِ َّن‬ ِ
ْ َ ْ ‫صابَتُ ُه ْم ُم‬
ِ ِ ‫الصابِ ِر‬
َ َ‫الَّذيْ َن ا َذآ ا‬.‫ين‬
َ َّ ‫ش ِر‬ ِِ َ‫َوب‬
ٰٓ ْٰٓ
.‫ك ُه ُم ال ُْم ْهتَ ُد ْو َن‬ َ ِ‫صلَ ٰوت ِِم ْن َّرِّبِِ ْم َوَر ْْحَة َواُٰلئ‬ َ ‫ك َعلَْي ِه ْم‬َ ِ‫اُ ٰولئ‬
(Surat Al-Baqarah: 155)

“A Luta Continua”

(Samora Machel)

“La Historia Me Absolvera”

(Fidel Castro)

“Bercerminlah satu kehidupan dari sebuah wadah bejana atau gelas. Janganlah

seperti air yang mengikuti bentuk dari gelas, tetapi jadilah es batu yang

mempunyai bentuk tersendiri dan perlahan mengisi memenuhi bentuk dari gelas

tersebut!”

(Arif Bagas Adi Satria)

“Mulailah dengan Apa Yang Benar, Bukan dengan Apa yang Bisa Diterima.”

(Franz Kafka)

vii
PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah swt, atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, skripsi

ini penulis persembahkan untuk:

1. Ayahku dan Ibundaku, Agus Saptono, SH dan Dwi Esti Yuliani, yang

senantiasa memberi motivasi dalam kehidupan, meskipun telah terpisah dalam

kehidupan dan realitas yang berbeda dan memiliki kehidupan masing-masing.

2. Adik kandungku, Prata Bima Dwi Septianto, Tri Mahendra Gusti Saputra dan

Catur Wisnu Gitras Pamungkas, yang telah memberi dorongan dan motivasi

sehingga dapat terpacu dan proses penempuhan sarjana ini dapat selesai.

3. Yang terhormat Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd yang telah memberikanku

“efek kejut” dalam menggugah semangat untuk melanjutkan kehidupan

berdinamika dalam mengerjakan skripsi.

4. Yang terhormat Ibu Sri Kustiyah,S.Pd yang telah memberikanku dukungan

moral dan nasihat yang dapat membangun sehingga proses penempuhan sarjana

dapat selesai dengan lancar.

5. Yang terhormat Ibu Dr. Lilik Sriyanti, M.Si yang memberikan sebuah energi

tidak langsung ke dalam hidup selama proses hidup sebagai mahasiswa sampai

dengan titik proses penempuhan sarjana telah usai.

6. Yang terhormat Bapak Drs. Untoro, M.Pd yang dapat kujadikan role model

untuk kehidupan beragama, kenangan serta ajaran baik yang telah diberikan

hingga sampai diri mengajar nanti.

viii
7. Yang terhormat Ayahanda Dwi Arso Herupriyanto yang telah membentuk

sebuah pendidikan karakter baik yang dapat kujadikan pegangan dalam hidupku

nanti.

8. Yang terhormat Ayahanda John Andriese, Kakek dan Panutanku dalam

berpandu, Pendiri Gugusdepan Umum Teritorial 001 Kota Salatiga yang saya

hormati dan saya anut kebaikannya.

9. Yang terhormat (Alm.) Ayahanda Ignatius Soeharto, Panutan hidup dalam

berpandu, tanpanya saya tidak dapat berdiri dalam kebaikan dan multikultural.

10. Kekasihku, yang saya cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan

kasihnya untuk motivasi dalam pengerjaan skripsi ini.

11. Rekan sejawat Societiet de Kata Mata Salatiga yang saya cintai.

12. Rekan-rekan PPL IAIN Salatiga (Asvin, Yakhsya, Anita Ningrum, Rosidah,

Dhea, Miftahul Farid, Awanda, Fatonah, Faishal, Sekar Anisatul Wakhidah,

Dian, Laila Farhana) di MTs Negeri Salatiga

13. Keluarga Besar KKN Desa Kajangkoso Posko 60 (Yumna,Pritatia, Agus,

Cleanita, Putra, Siti Sophiyatun, Farah, Shifa Qotrunnanda) di Godegan,

Kajangkoso, Kabupaten Magelang.

14. Sahabatku Eka Nur Afifah dari Surabaya, memberikan dukungan moral dari

jauh dalam pengerjaan proses menuju sarjana.

15. Sahabatku Wahyu Putri yang memberikanku doa yang baik untuk kesuksesan

hari depan.

16. Sahabatku Ariyani yang memberi motivasi tambahan untu diriku.

ix
17. Zera Intan Cempaka yang memberi dorongan dan doa sekaligus kata baik dalam

hidupku.

18. Fatihatul Mufarrohah, kawan Jakarta yang telah memberi dorongan dan doa

dalam pengerjaan skripsi.

19. Fina Indaturrahmah, sahabat masa kecilku yang turut serta memberikanku

dorongan dalam proses sarjana.

20. Sahabat Musikku, Ananda Guswin Putratama, Silvia Nur Azizah, Permana

Budi Putra, Nur Bayt Rahmanto, dan Wisnu Muhammad Khasbi yang tetap

mensupport dan memberi motivasi dalam mengerjakan skripsi.

21. Sahabat Kopiku, Ivan Wicaksana (Ketua Dewan Kerja Daerah Kwartir Daerah

Jawa Tengah dan sahabat masa SMP), Agung Rahmawan Budi Hantoro

(Kukang), Arizal Hardiansyah, Indrayana Kurniawan (Gendrun), Indra Warna,

Heri Susanto dan Heru Bagus Prasetyo, Shafa Ahmer Rumra, Mutiara Handaru)

yang memberiku spirit, dukungan moral dan material dalam proses kemajuan

dalam mengerjakan skripsi.

22. Rekan-rekan Racana Ganesa (Ia Mahadewa Putera Dirgantara, Agustinus Andri

Wijanarko, Tashfiyya, Farid Nur Ihsan, Dewi Nur Cahayati, Leo Adita PP,

Lidya Zulfina Rahmawati), peserta didikku dalam Ambalan Trisula-Ekasatya,

Penggalang dan Siaga Gugusdepan Umum Teritorial Kota Salatiga 02.001-140

yang memberiku cinta kasih dan semangat dalam impian menuju masa depan.

23. Rekan-rekan Solidaritas Mahasiswa Untuk Demokrasi (M. Fatkhurrahman, Iko

Darmawan, M. Ilham, Zahratun Nuraini, Khamna, Lintang, Haifa Em Deiyan

x
dan rekan lainnya) yang telah memberiku semangat dalam kerangka

berdialektika.

24. Rekan-rekan Front Perjuangan Pemuda Indonesia (Muhammad Khaerul Umam,

Muhammad Ulin Nuha dan rekan-rekan lainnya) yang memberiku motivasi

tiada hentinya sampai sekarang.

25. Keluarga Besar Racana Kusumadilaga-Woro Srikandhi (Muhammad Latiful

Hakim, Anggi Astri dan para anggotanya) yang pernah singgah dalam hidupku,

juga memberi kekuatan dalam semangat berpendidikan.

26. Rekan Diskusi Lingkar Mahasiswa (Aniatun Nakhlah, Anifudin, Ibnu

Majapahit, Alfian Fiki Nur Fauzi, Yanwar Kurniadi, Imam Fauzi, Elan) yang

telah turut serta memotivasi diri sampai tuntas tugas menjadi mahasiswa hingga

hari ni.

27. Eks-peserta Gladian Pemuda Sejarah Indonesia (Agiel Jegiarto, Ifadatun, dan

rekan lainnya) yang senantiasa memberi doa dan harapan masa depan.

28. Para dosen dan civitas academica IAIN Salatiga yang tidak bisa saya sebut satu

persatu yang telah mengubah saya seperti sekarang ini.

29. Para perangkat Kelurahan Kalicacing yang bersedia memberi informasi demi

terwujudnya skripsi ini.

30. Sahabat-sahabat perjuangan angkatan 2016 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan khususnya Program studi Pendidikan Agama Islam.

xi
KATA PENGANTAR

‫الرِح ْي ِم‬
َّ ‫ْح ِن‬
ٰ ْ ‫الر‬ ِ ‫بِس ِم‬
َّ ‫هللا‬ ْ

Segala puji bagi Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan

hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul “Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah Dalam Masa Pandemi COVID-

19 di Kelurahan Kalicacing Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Tahun 2020”.

Tidak terlupa salawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada

nabi agung Muhammad ‫ﷺ‬ beserta keluarganya, shahabat-shahabatnya, serta

orang-orang mukmin yang senantiasa mengikutinya, semoga kita semua

mendapatkan syafaatnya dalam hari akhir nanti.

Penulisan skripsi ini, dengan kerendahan hati tidak mungkin akan

terselesaikan tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang telah

membantu. Adapun ucapan terima kasih secara khusus penulis persembahkan

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Zakiyudin, M.Ag., selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Prof. Dr. Mansur, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si., selaku Kepala Program Studi Pendidikan Agama

Islam.

4. Bapak Muhammad Mas’ud, M.Pd.I., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

xii
5. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

memberikan arahan, kritik, saran, waktu, tenaga dan pikirannya untuk

memberikan bimbingan dalam penilaian skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan serta

karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang

pendidikan S1.

7. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu atas bantuan dan

dukungannya.

Penulis ucapkan terima kasih atas tercurahnya bantuan material, bantuan

moral dan doa, semoga Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa, Sang Prima Causa dapat

membalas amal ibadah yang baik. Penulis dalam segala kesadarannya, menyadari

bahwa penulisan ini masih jauh dari kata kesempurnaan, maka kritik dan saran yang

membangun sangat penulis harapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat

bagi penulis khususnya bagi pembaca pada umumnya. Amiin.

Salatiga, 29 September 2020

Arif Bagas Adi Satria

NIM. 23010160376

xiii
ABSTRAK

Satria, Arif Bagas Adi. 2020. Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah dalam Masa
Pandemi COVID-19 di Kelurahan Kalicacing Kecamatan Sidomukti
Kota Salatiga Tahun 2020. Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama
Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum, M.Pd.

Kata Kunci: Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah; Masa Pandemi COVID-19

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pelaksanaan ibadah Salat


berjamaah dalam masa pandemi COVID-19 di Kelurahan Kalicacing Kecamatan
Sidomukti Kota Salatiga dan (2) Untuk mengetahui persepsi jamaah terhadap
pelaksanaan ibadah Salat berjamaah dalam masa pandemi COVID-19.
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, sumber
data dalam penelitian ini meliputi sumber data primer dan sekunder. Dalam teknik
pengumpulan data peneliti menggunakan metode wawancara, observasi dan
dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data model
alur Miles dan Huberman. Pengecekan keabsahan data dengan credibility (uji
kepercayaan), transferability (keteralihan), dependability (ketergantungan),
confirmability (kepastian).
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) Pelaksanaan ibadah Salat
berjamaah dalam masa pandemi COVID-19 di Kelurahan Kalicacing Kecamatan
Sidomukti Kota Salatiga; (a) berjalan aman dan nyaman dengan menerapkan
protokol kesehatan yang berlaku, (b) dalam pelaksanaan shaf dibuat renggang dan
berjarak, dengan menggunakan tanda silang atau himbauan dengan berdasar pada
kesadaran jamaah masing-masing, (c) tidak ada pengaruh dalam kekhusyukan
dalam melaksanakan ibadah Salat berjamaah di masa pandemi COVID-19, (d) tidak
ada gejolak terkait dengan aturan protokol kesehatan dalam melaksanakan ibadah
Salat berjamaah dalam masa pandemi COVID-19. (2) Persepsi jamaah terhadap
pelaksanaan ibadah Salat berjamaah dalam masa pandemi COVID-19 pun beragam;
(a) ada yang merasa aman dalam melaksanakan karena adanya protokol kesehatan;
(b) ada yang merasa was-was maupaun kurang mantap dalam melaksanakan ibadah
Salat berjamaah di masjid dalam masa pandemi COVID-19; (c) Pelaksanaan ibadah
Salat berjamaah dalam masjid menggunakan shaf yang renggang dan berjarak; (d)
dalam aturan masjid dilaksanakan protokol kesehatan. Ada yang merasa aman dan
nyaman dilaksanakan protokol kesehatan, Ada pula yang tidak nyaman karena
terlalu rumit dan tidak luwes padahal hanya untuk pelaksanaan ibadah; (e) Perihal
kekhusyukan, kebanyakan jamaah menilai kekhusyukan datang dari pribadi
masing-masing, sehingga tidak mempengaruhi khusyuk dalam pelaksanaan ibadah;
(f) tetapi ada jamaah yang merasa was-was dan mengganggu kekhusyukan karena
adanya jamaah luar yang ikut dalam jamaah tersebut. (g) Semua jamaah merasa
tidak ada gejolak yang terjadi terkait dengan pelaksanaan ibadah Salat berjamaah
dalam masa pandemi COVID-19 di Kelurahan Kalicacing Kecamatan Sidomukti
Kota Salatiga.

xiv
DAFTAR ISI

HALAMAN BERLOGO IAIN

SALATIGA ................................................................................................................

HALAMAN SAMPUL

DEPAN ......................................................................................................................

ii

HALAMAN SAMPUL

DALAM .....................................................................................................................

iii

PERSETUJUAN

PEMBIMBING ..........................................................................................................

iv

PENGESAHAN

KELULUSAN ............................................................................................................

PERNYATAAN KEASLIAN

TULISAN...................................................................................................................

vi

MOTTO .....................................................................................................................

vii

xv
PERSEMBAHAN ......................................................................................................

viii

KATA

PENGANTAR ...........................................................................................................

xii

ABSTRAK .................................................................................................................

xiv

DAFTAR

ISI ...............................................................................................................................

xvi

DAFTAR

TABEL .......................................................................................................................

xix

DAFTAR

GAMBAR ..................................................................................................................

xx

DAFTAR

LAMPIRAN ...............................................................................................................

xxi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah ..........................................................................................................

xvi
B. Fokus

Penelitian ........................................................................................................

C. Tujuan

Penelitian ........................................................................................................

D. Manfaat

Penelitian ........................................................................................................

1. Manfaat

Teoritis .....................................................................................................

2. Manfaat

Praktis ......................................................................................................

E. Penegasan

Istilah ..............................................................................................................

F. Sistematika

Penulisan ........................................................................................................

15

BAB II KAJIAN PUSTAKA

xvii
A. Landasan

Teori ...............................................................................................................

17

1. Pelaksanaan Ibadah Salat

Berjamaah ................................................................................................

17

a. Pengertian

Ibadah .................................................................................................

17

b. Pengertian

Salat ....................................................................................................

23

c. Pengertian Salat

Berjamaah ..........................................................................................

25

2. Pandemi COVID-

19 .............................................................................................................

29

B. Kajian

Pustaka ...........................................................................................................

33

BAB III METODE PENELITIAN

xviii
A. Jenis

Penelitian ........................................................................................................

39

B. Lokasi dan Waktu

Penelitian ........................................................................................................

41

C. Sumber

Data ................................................................................................................

41

D. Proses Pengumpulan

Data ................................................................................................................

44

E. Analisis

Data ................................................................................................................

46

F. Pengecekan Keabsahan

Data ................................................................................................................

50

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA

A. Paparan

Data ................................................................................................................

62

xix
1. Profil Kelurahan

Kalicacing ................................................................................................

62

a. Sejarah Kelurahan Kalicacing (Asal –Usul Kelurahan

Kalicacing..........................................................................................

62

b. Struktur

Organisasi ..........................................................................................

65

c. Jumlah

Aparatur/PNS ....................................................................................

66

d. Letak

Geografis ...........................................................................................

67

e. Sarana

Ibadah ................................................................................................

68

f. Gambaran

Informan ............................................................................................

70

2. Deskripsi Data Penelitian

xx
a. Potret Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah Dalam Masa Pandemi

COVID-19 Di Kelurahan Kalicacing Kecamatan Sidomukti Kota

Salatiga ..............................................................................................

71

b. Persepsi Jamaah Terhadap Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah

Dalam Masa Pandemi COVID-

19 .......................................................................................................

80

B. Analisis

Data ................................................................................................................

88

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ........................................................................................................

122

B. Saran ...............................................................................................................

123

DAFTAR

PUSTAKA .................................................................................................................

124

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xxi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data Pegawai Kelurahan

Kalicacing ..................................................................................................................

66

Tabel 4.2 Daftar Sarana Ibadah di Kelurahan

Kalicacing ..................................................................................................................

68

Tabel 4.3 Daftar

Informan .....................................................................................................................

70

xxii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Komponen Analisis

Data ............................................................................................................................

47

Gambar 3.2 Uji Kredibilitas Data dalam Penelitian

Kualitatif ....................................................................................................................

51

Gambar 3.3 Triangulasi Sumber

Data ............................................................................................................................

54

Gambar 3.4 Triangulasi Teknik Pengumpulan

Data ............................................................................................................................

54

Gambar 3.5 Triangulasi

Waktu .........................................................................................................................

55

xxiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah Dalam Masa Pandemi

COVID-19 Di Kelurahan Kalicacing Kecamatan Sidomukti Kota

Salatiga Tahun

2020 .........................................................................................................

126

Lampiran 2 Instrumen

Penelitian ....................................................................................................................

129

Lampiran 3 Transkrip

Wawancara .................................................................................................................

133

Lampiran 4

Dokumentasi ..............................................................................................................

172

Lampiran 5 Surat Ijin

Penelitian ....................................................................................................................

179

Lampiran 6 Surat Tugas Pembimbing

Skripsi ........................................................................................................................

180

xxiv
Lampiran 7 Daftar Nilai

SKK ............................................................................................................................

181

Lampiran 8 Lembar Bimbingan

Skripsi ........................................................................................................................

182

Lampiran 9 Daftar Riwayat

Hidup ..........................................................................................................................

183

xxv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Banyak dari segala aspek kehidupan terpengaruh atas terjadinya

wabah pandemi COVID-19 atau kita sebut wabah pandemi Corona. Wabah

yang sudah berskala global ini sudah merenggut banyak hal dari kehidupan

kita, kafilah manusia di bumi. Bukan lagi seperti malaria yang hanya

menjangkit di suatu daerah (endemik), namun sudah menjadi bencana bagi

seluruh dunia. Baik dari sisi politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan

keamanan, bahkan dari sisi agama ikut merasakan dampaknya. Pendidikan

juga tak luput jadi korban wabah pandemi ini. Akhirnya, seluruh aspek

dipusatkan hanya untuk kebutuhan pangan dan kesehatan. Sembako dan

medis menjadi yang lebih utama, selain kebutuhan primer lainnya seperti

listrik dan air. Bahkan untuk memenuhi hasrat kebutuhan sekunder dan

tersier sudah tidak arif lagi.

Kehidupan keagamaan berubah secara besar-besaran. Tempat ibadah

hampir semua ditutup karena ketakutan akan terjangkit virus COVID-19.

Wabah ini juga berdampak pada perubahan syariat keagamaan. Wakil

Presiden Ma’ruf Amin mengatakan bahwa para ulama di seluruh negara

melakukan telaah ulang terkait ketentuan dan tata cara beribadah secara

Islam dengan kondisi pandemik COVID-19. Hal itu disampaikan beliau saat

memberikan sambutan dalam Simposium Ekonomi Islam ke-40 Al-Baraka

yang diselenggarakan secara daring dari Arab Saudi, Sabtu 9 Mei 2020.

1
Menurut Wakil Presiden Ma’ruf Amin, “Pandemi COVID-19 juga

berdampak pada kehidupan keagamaan. Para ulama melakukan telaah ulang

terhadap pandangan keagamaannya karena sudah tidak relevan dengan

kondisi pandemik yang ada. Mereka (para ulama) melakukan ijtihad untuk

menetapkan fatwa baru yang lebih relevan dengan kondisi pandemik.” (Ali,

2020).

Dalam religiositas, sendi-sendi keagamaan di seluruh agama

manapun akhirnya menemukan titik permasalahan, yaitu sarana peribadatan

sehingga kekhidmatan ibadah menjadi kurang. Umat Nasrani yang biasanya

mengikuti misa di gereja, sekarang dibatasi. Begitu pula dengan umat

Muslim yang memiliki aturan tertentu mengenai masalah ibadah Salat

berjamaah di masjid/mushalla, ibadah hari raya (Idulfitri maupun

Idhuladha), bahkan haji yang tahun ini jamaahnya diperketat menjadi

sedikit.

Dalam Surat Al-Baqarah: 155 dijelaskan sebagai berikut:

‫ات‬ ِِۗ ‫س والثَّمر‬ِ ‫ص ِم َن ْْل َْم َو ِال َو ْاْلَنْ ُف‬ ٍ ‫وع َونَ ْق‬ ِ ُ‫ف َوا ْْل‬ ِ ‫اْلَو‬ْ ‫ش ِي ٍء ِم َن‬َ ِ‫َولَنَ ْب لَُونَّ ُك ْم ب‬
َ َ َ ِۗ ْ
ِۗ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫الصابِ ِرين۝ الَّ ِذيْن اِذَآ اَصاب تُ ُهم م‬
َّ ٰ َّ
‫ص ْي بَة قَالُْوآ ان ِلِل َو اّن الَْيِ َرُُِ ْو َن‬ ُ ْ ََ َ َ َّ ‫ش ِر‬ ِِ َ‫َوب‬
ٰٓ ْٰٓ
‫ك ُه ُم ال ُْم ْهتَ ُد ْو َن ۝‬ َ ِ‫صلَ ٰوت ِِم ْن َّرِّبِِ ْم َوَر ْْحَة َواُٰلئ‬
َ ‫ك َعلَْي ِه ْم‬َ ِ‫۝ اُ ٰولئ‬

2
Artinya:

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu. Dengan sedikit


ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-
orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna
ilaihi raji’un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami
kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari
Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(Badan Litbang Kementerian Agama Republik Indonesia, 2019: 31)

Kemudian, diperkuat dengan Surat Ali Imran: 27 yang berbunyi:

ِ ِ ِ ِ
ُ ‫ا ا ََْ َّي م َن ال َْميِِت َو ُتْ ِر‬
‫ا‬ ُ ‫ار ِ ِْف اللَّيِ ِل َو ُتْ ِر‬ َ ‫تُول ُج اللَّْي ِل ِ ِْف الن‬
َ ‫َّها ِر َوتُول ُج الن‬
َ ‫َّه‬
ٍ ‫شاءُ بِغَ ِْْي ِحس‬
‫اب‬ َ َ‫ت ِم َن ا ََّْ ِي َوتَ ْرُز ُق ِم ْن ت‬
َ ِِ‫ال َْمي‬
َ
Artinya:

“Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke


dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau
keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki siapa saja
yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” (Badan Litbang Kementerian
Agama Republik Indonesia, 2019: 70)

Allah swt telah mengisyaratkan kepada kita semua bahwa setiap

makhluk di dunia ini, tanpa memandang suatu suku, agama, ras, ataupun

antargolongan tertentu, pasti akan diberi cobaan di dunia ini, bahkan dengan

cobaan yang tidak kasat mata sekalipun. Tetapi walaupun begitu, seharusnya

tidak mengurangi kadar keimanan seseorang. Walau dengan keadaan

terbatas, keimanan bukan menjadi persoalan di kalangan umat, hanya

dengan alasan “rumah ibadah ditutup”, karena hakikat dari iman adalah

sebuah hubungan transendental vertikal antara hamba dan Tuhannya; sebuah

hablum minallah yang tidak bisa disangkal dan absolut; sebuah persoalan

yang sangat personal bukan atas terikat syariat-syariat saja.

3
Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan mengkaji sejauh mana

pelaksanaan ibadah Salat berjamaah dalam masa pandemik COVID-19,

dalam penelitian yang berfokus untuk meneliti tentang “PELAKSANAAN

IBADAH SALAT BERJAMAAH DALAM MASA PANDEMI COVID-19

DI KELURAHAN KALICACING KECAMATAN SIDOMUKTI KOTA

SALATIGA TAHUN 2020”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti berfokus pada

beberapa pokok permasalahan yaitu:

1. Bagaimana pelaksanaan ibadah salat berjamaah dalam masa pandemi

COVID-19 di Kelurahan Kalicacing Kecamatan Sidomukti Kota

Salatiga?

2. Bagaimana persepsi jamaah terhadap pelaksanaan ibadah salat

berjamaah dalam masa pandemi COVID-19?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari pokok permasalahan yang telah dipaparkan maka

tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pelaksanaan ibadah salat berjamaah dalam masa pandemi

COVID-19 di Kelurahan Kalicacing Kecamatan Sidomukti Kota

Salatiga.

2. Mengetahui persepsi jamaah terhadap pelaksanaan ibadah Salat

berjamaah dalam masa pandemi COVID-19.

4
D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang

jelas dan faktual bagi para pembaca serta dapat bermanfaat baik secara

teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah data informasi yang

ada di lapangan, dalam hal ini lingkungan masyarakat, tentang keadaan

yang real mengenai pelaksanaan ibadah salat berjamaah dalam masa

pandemi COVID-19.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah

media kesadaran bahwa ibadah merupakan hal yang penting dan

begitu transendental bagi umat beragama, serta menjadi pengingat

bahwa iman merupakan masalah personal, sehingga walau hambatan

bencana (seperti pandemi COVID-19) masih berlangsung di muka

bumi, ibadah tetap terlaksana dengan khidmad dan khusyuk.

b. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai media untuk mendapatkan

pengalaman langsung yang ada di lapangan (field experience)

melalui penelitian yang dilakukan, sehingga peneliti memperoleh

informasi yang valid, real dan dapat dipertanggungjawabkan tentang

pelaksanaan ibadah Salat berjamaah dalam masa pandemi COVID-

19, dan mempelajari tentang sosiokultural dari permasalahan

religiositas masyarakat.

5
c. Bagi IAIN Salatiga, penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan untuk seluruh sivitas akademika, khususnya mahasiswa

Program Studi Pendidikan Agama Islam, sebagai pengingat bahwa

nantinya seluruh mahasiswa akan terjun ke dalam masyarakat sesuai

dengan prinsip Tridarma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian

dan Pengabdian Masyarakat) dan juga sebagai khazanah bagi

perpustakaan IAIN Salatiga

d. Bagi Peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah

rujukan, bahan referensi penelitian, sumber informasi dan bacaan

untuk khalayak umum di masa mendatang.

E. Penegasan Istilah

Penegasan istilah ini dimaksudkan untuk memperjelas kata-kata atau

istilah kunci yang diberikan dengan judul penelitian “PELAKSANAAN

IBADAH SALAT BERJAMAAH DALAM MASA PANDEMI COVID-19

DI KELURAHAN KALICACING KECAMATAN SIDOMUKTI KOTA

SALATIGA TAHUN 2020”.

Pemaparan penegasan istilah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah

a. Pengertian Ibadah

Ibadah ialah segala sesuatu yang diridhai dan disenangi oleh

Allah swt baik berupa perbuatan, perkataan, maupun bisikan dalam

hati (Abidin, 2020: 8). Ibadah berasal dari kata Arab ‘ibadah (jamak:

‘ibadat) yang berarti pengabdian, penghambaan, ketundukkan, dan

6
kepatuhan. Dari akar kata yang sama kita mengenal istilah ‘abd

(hamba, budak) yang menghimpun makna kekurangan, kehinaan,

dan kerendahan. Karena itu, inti ibadah ialah pengungkapan rasa

kekurangan, kehinaan, dan kerendahan diri dalam bentuk

pengagungan, penyucian, dan syukur atas segala nikmat. Kata ‘abd

diterap ke dalam bahasa Indonesia menjadi abdi, seorang yang

mengabdi dengan tunduk dan patuh kepada orang lain. Dengan

demikian, segala bentuk sikap pengabdian dan kepatuhan

merupakan ibadah walaupun tidak dilandasi suatu keyakinan (Majid,

1992: 63).

Kata “Ibadah” menurut bahasa berarti “taat, tunduk,

merendahkan diri dan menghambakan diri”. Adapun kata “Ibadah”

menurut istilah berarti penghambaan diri yang sepenuh-penuhnya

untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala-Nya di

akhirat (Tono, dkk, 1998: 2). Dari sisi keagamaan, ibadah adalah

ketundukkan atau penghambaan diri kepada Allah, Tuhan Yang

Maha Esa. Ibadah meliputi semua bentuk kegiatan manusia di dunia

ini, yang dilakukan dengan niat mengabdi dan menghamba hanya

kepada Allah (Tono, dkk, 1998: 5). Jadi, semua tindakan mukmin

yang dilandasi oleh niat tulus untuk mencapai ridha Allah dipandang

sebagai ibadah. Makna inilah yang terkandung dalam firman Allah

dalam surat Adz-Dzariyat: 56.

ِ ُ‫س ِإ اَّل ِليَ ْعبُد‬


‫ون۝‬ ِْ ‫َوٱ‬
َ ‫ل ْن‬ ‫ت ٱ ْْلِ َّن‬
ُ ‫َوَما َخلَ ْق‬

7
Artinya:

“Tidaklah Kuciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk beribadah


kepada-Ku. (Badan Litbang Kementerian Agama Republik
Indonesia, 2019: 766)

Dengan demikian, segenap tindakan mukmin yang dilakukan

sepanjang hari dan malam tidak terlepas dari nilai ibadah, termasuk

tindakan yang dianggap sepele, seperti memberikan senyuman

kepada orang lain, atau bahkan tindakan yang dianggap kotor atau

tabu jika dituturkan kepada orang lain, seperti buang hajat,

melakukan hubungan seks, dan sebagainya.

b. Pengertian Salat

Menurut bahasa, salat adalah doa. Menurut istilah syara’,

salat ialah ibadah kepada Allah dalam bentuk perkataan dan

perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam

yang dilakukan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan oleh

syara’ (El-Fati, 2014: 35). Dalam literatur lain, salat menurut bahasa

adalah ‫الدعاء‬ yang artinya Doa. Sedangkan dalam terminologi

syari’ah salat adalah seperti apa yang telah dikatakan Imam Ar-

Rofi’ie ‫اقوال وافُال مفتتحة ابالتكْي وخمتتمة ابلتسليم بشر ائط‬

‫حمصوصة‬ yang artinya perkataan dan perbuatan yang dimulai

dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat yang

8
telah ditentukan (al-Ghazi dalam Maryam, 2018: 109). Dengan

demikian, mengacu pada definisi di atas salat terdiri dari qauly dan

rukun fi’li yang dimana keduanya bisa sah apabila dilengkapi

dengan rukun qalbi yaitu hati.

Salat adalah jalinan (hubungan) yang kuat antara langit dan

bumi, antara Allah dan hamba-Nya. Salat memiliki kedudukan yang

tinggi yaitu sebagai rukun dan tiang agama. Salat menempati rukun

kedua setelah membaca kedua syahadat, serta menjadi lambang

hubungan yang kokoh antara Allah dan hamba-Nya. (an-Najjar

dalam Maryam, 2018: 109).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan

bahwa salat adalah merupakan ibadah kepada Tuhan, yang berupa

perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri

dengan salam sesuai dengan rukun dan syarat yang sudah ditentukan

oleh syara’.

c. Pengertian Salat Berjamaah

Secara umum salat berjamaah adalah salat yang dilakukan

oleh dua orang atau lebih, dimana salah satunya menjadi imam dan

yang lain menjadi makmum dengan memenuhi semua ketentuan

Salat berjamaah. Namun secara khusus, ketika kita menemukan

perintah atau anjuran untuk melakukan salat berjamaah, sebenarnya

tidak sekedar berjamaah secara minimalis terdiri dari dua orang

9
begitu saja, melainkan ada beberapa kriteria yang bersumber dari

contoh aplikatif di masa Nabi Muhammad SAW yaitu:

1) Salat yang dilakukan di Masjid;

2) Salat yang dilakukan bersama Imam Rawatib; dan

3) Diawali dengan Adzan (Sarwat, 2018: 12)

Dalam literatur lain, salat berjamaah terdiri dari dua kata,

yaitu salat dan berjamaah. Salat menurut bahasa adalah doa, maka

secara bahasa orang yang sedang berdoa itu sedang salat dan yang

sedang salat itu sedang berdoa. Oleh karena itu banyak hadis-hadis

yang menggunakan kata salat padahal maksudnya sedang berdoa.

(Sholehuddin, 2014: 5)

Salat menurut istilah adalah serangkaian pekerjaan, bacaan,

serta doa-doa. Segala sesuatu yang dilakukan di dalam salat harus

sesuai dengan aturan dan berdasarkan dalil artinya mengandung

hukum. Apakah itu termasuk rukun, wajib, sunat atau bahkan bid’ah.

Ada hal lain yang mubah (boleh) dilakukan di dalam salat jika

diperlukan tetapi tidak termasuk pekerjaan salat. Umpamanya

membunuh ular yang mengganggu atau membahayakan atau

menekan tangan ke bumi ketika bangkit dari sujud dan jalsatul

istirahah. (Sholehuddin, 2014: 6).

Sedangkan kata Berjamaah merupakan gabungan dua kata

yang terdiri dari bahasa Indonesia dan bahasa Arab, yaitu ber dan

jamaah. Kata ber merupakan awalan yang memiliki arti

10
mengandung, menggunakan, atau dengan cara atau secara,

berjamaah, artinya dengan cara atau secara berjamaah. Jamaah

berasal dari kata jamaa’, jam’an, dan jama’atan yang artinya

mengumpulkan, berkumpul, sekumpulan, atau sekelompok.

Maknanya jumlah yang lebih dari satu orang bahkan pada asalnya

berarti dalam jumlah yang banyak. Secara syariah, jamaah atau

berjamaah adalah salat bersama-sama lebih dari satu orang yang

seorang menjadi imam dan lainnya menjadi makmum (Sholehuddin,

2014: 7). Sabda-sabda Rasulullah SAW

‫ان فَ َمافَ ْوقَ ُه َما‬ ِ ‫ول‬


ِ َ‫ إِثْ ن‬: ‫هللا ﷺ‬ ِ ‫َع ِن‬
َ َ‫ ق‬: ‫اََ َك ِم بْ ِن عُ َم ٍْْي الث ََّم ِاِل قَ َل‬
ُ ‫ال َر ُس‬
‫اعة‬
َ َ‫ََج‬
Dari Al-Hakam bin Umair Ats-Tsamili, ia mengatakan “Rasulullah
Saw telah bersabda: “Dua orang dan bilangan di atasnya adalah
berjamaah.” (Ibnu Majah dalam Sholehuddin, 2014: 7).

‫ول‬
ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ال لَُِ ق‬ َّ ‫اء َر ُِل َوََلْ يُ ْد ِر َك‬
َ ‫ فَ َق‬، ‫الصالَ َة‬ َ َِ : ‫ال‬ ْ ِ‫َع ْن أ‬
َ َ‫ ق‬، َ‫َِب أ َُم َامة‬
ِ ‫ "أَالَأَحد ي تص َّد ُق َعلَى ه َذا فَ ي‬: ‫ال‬ َ َ‫ ُُثَّ ق‬، "‫ص ِِل‬ ِ
َُُِ ‫صلِ ِي َم‬
ََ َ َ ََ َ َ " : ‫هللا ﷺ‬
ِ ُ ‫ال قَل رس‬
َ َ‫"و َه ِذهِ ََج‬
"‫اعة‬ َ :‫ول هللا ﷺ‬ ُ َ َ َ َ‫ َو ق‬،َُُِ ‫صلَّى َم‬ َ َ‫حجل ف‬ ُ ‫ام َر‬ َ ‫فَ َق‬
Dari Abu Umamah, ia berkata, “Seseorang datang dan tidak
mendapatkan salat. Maka Rasulullah saw bersabda kepadanya,
“Salatlah” lalu bersabda, “Adalah seseorang yang hendak
bersedekah, Salatlah bersamanya?”. Maka berdirilah seseorang
dan salat bersamanya. Maka Rasulullah saw bersabda, “Inilah
jamaah.” (Ath-Thabrani, dalam Sholehuddin, 2014: 8).
Dari penjelasan di atas, peneliti dapat mengambil sebuah

kesimpulan bahwa salat berjamaah adalah serangkaian pekerjaan,

bacaan, serta doa-doa, yang dilakukan bersama-sama lebih dari satu

orang, yang seorang menjadi imam dan lainnya menjadi makmum.

11
12
2. Pandemi COVID-19

Pandemi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti

wabah yang berjangkit serempak dimana-mana yang meliputi daerah

geografis yang luas (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,

2008: 1116).

Menurut WHO, pandemi tidak ada hubungannya dengan tingkat

keparahan penyakit, jumlah korban atau infeksi, namun pada penyebaran

geografisnya. Sementara Center for Disease Control Prevention (CDC)

menyebut pandemi mengacu pada epidemi yang telah menyebar di

beberapa negara atau benua, biasanya mempengaruhi sejumlah besar

orang. Pandemi dinyatakan saat penyakit baru yang orang-orang tidak

memiliki kekebalan akan penyakit itu, menyebar di seluruh dunia di luar

dugaan (Nugroho, 2020). WHO memutuskan sebuah penyakit sebagai

pandemi setelah ada gelombang infeksi dari orang ke orang di seluruh

komunitas. Setelah pandemi diumumkan, pemerintah dan sistem

kesehatan perlu memastikan mereka siap untuk kondisi itu. Tidak ada

batasan, seperti jumlah kematian atau infeksi tertentu, atau sejumlah

negara yang terkena dampak untuk menyatakan sebuah penyakit menjadi

pandemi. Sebagai contoh, SARS coronavirus, yang diidentifikasi pada

tahun 2003, tidak dinyatakan sebagai pandemic oleh WHO meskipun

menyebar hingga 26 negara. Namun, penyebarannya terkendali dengan

cepat dan hanya beberapa negara yang terpengaruh secara signifikan,

termasuk Cina, Hong Kong, Taiwan, Singapura dan Kanada. Jika

13
menyatakan pandemi memicu kepanikan global, ini bisa mengalahkan

tujuan untuk mencoba meningkatkan kewaspadaan. Seperti tentang

apakah deklarasi H1N1, yang secara sehari-hari dikenal sebagai “flu

babi”, sebagai pandemi pada tahun 2009, menyebabkan kepanikan yang

tidak perlu. (Nugroho, 2020).

Menurut Sohrabi, dkk (2020: 74), “COVID-19 disebabkan oleh

SARS-Cov-2, sebuah betacoronavirus. Virus itu adalah terdiri dari

sebuah untaian tunggal asam ribonukleat (RNA) struktur yang termasuk

dalam subfamili coronavirinae, bagian dari famili coronaviridae.

Urutan analisis SARS-Cov-2 telah menunjukkan struktur khas dengan

yang lain coronavirus, dan genom tersebut telah disamakan dengan

yang sebelumnya diidentifikasi ketegangan coronavirus yang

menyebabkan pecahnya SARS pada tahun 2003. Secara struktural, SARS

coronavirus (SARS-CoV) telah yang terdefinisi jelas komposisinya

terdiri dari 14 ikatan residu yang secara langsung berinteraksi dengan

human-angiotensin-converting enzym 2. Dari asam amino, 8 telah

diidetifikasii dalam SARS-CoV-2. Pada manusia, coronaviruses

termasuk telah menyebabkan infeksi saluran pernapasan ringan hingga

teridentifikasi SARS-Cov dan MERS Coronavirus (MERS-CoV).”

Dalam sumber yang lain, Coronavirus merupakan keluarga besar

virus yang menyebabkan penyakit ringan sampai berat, seperti common

cold atau pilek dan penyakit yang serius seperti MERS (Middle East

Respiratory Syndrome) dan SARS (Severe Acute Respiratory

14
Syndrome). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit

jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia.

Virus penyebab COVID-19 dinamakan SARS-CoV-2. Virus corona

adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia). (Direktorat

Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2020: 11).

Menurut Lu dkk (2020: 565), “2019-nCoV cukup berbeda dari

SARS-CoV harus dipertimbangkan yang baru human-infecting

betacoronavirus. Meskipun filogenetik kami analisis menunjukkan

bahwa kelelawar mungkin tuannya yang asli virus ini, binatang yang

dijual di makanan laut pasar di Wuhan mungkin mewakili sebuah tuan

rumah memfasilitasi munculnya virus pada manusia. Lebih penting,

analisis struktural menunjukkan bahwa 2019-nCoV mungkin dapat

untuk mengikat angiotensin-converting enzym 2 reseptor pada manusia.

Masa depan evolusi, adaptasi, dan penyebaran virus ini menjamin untu

mendesak investigasi.”

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu: bagian awal,

bagian inti, dan bagian akhir. Pada bagian awal meliputi: Halaman Sampul

Luar, Lembar Berlogo IAIN, Halaman Sampul Dalam, Halaman Persetujuan

Pembimbing, Halaman Pernyataan Keaslian Tulisan, Halaman Pengesahan

Kelulusan, Halaman Motto dan Persembahan, Kata Pengantar, Abstrak,

Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Lampiran.

15
Pada bagian inti memuat lima bab yaitu pendahuluan, landasan teori,

pelaksanaan penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, dan penutup.

BAB I Pendahuluan, pada bab ini terdiri dari latar belakang masalah,

fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah,

dan sistematika penulisan.

BAB II Kajian Pustaka, pada bab ini terdiri dari landasan teori dan

kajian pustaka. Landasan teori berisi tentang telaah teoritis terhadap pokok

permasalahan/variabel penelitian, yaitu mengenai pelaksanaan ibadah Salat

berjamaah di masa pandemi COVID-19, sedangkan kajian pustaka mengkaji

penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini.

BAB III Metodologi Penelitian, yang memuat penjelasan tentang

jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, sumber data, prosedur

pengumpulan data, analisis data dan pengecekan keabsahan data.

BAB IV Analisis Data, pada bab ini membahas paparan data yang

peneliti dapatkan dan menganalisis data mengenai pelaksanaan ibadah Salat

berjamaah dalam masa pandemi COVID-19.

BAB V Penutup, pada bab ini memaparkan kesimpulan dan saran.

Pada bagian akhir dari skripsi ini berisi lampiran-lampiran yang mendukung

isi dari skripsi, daftar pustaka dan riwayat hidup penulis.

16
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah

a. Pengertian Ibadah

Ibadah ialah segala sesuatu yang diridhai dan disenangi oleh

Allah SWT baik berupa perbuatan, perkataan, maupun bisikan dalam

hati (Abidin, 2020: 8). Ibadah berasal dari kata Arab ‘ibadah (jamak:

‘ibadat) yang berarti pengabdian, penghambaan, ketundukkan, dan

kepatuhan. Dari akar kata yang sama kita mengenal istilah ‘abd

(hamba, budak) yang menghimpun makna kekurangan, kehinaan,

dan kerendahan. Karena itu, inti ibadah ialah pengungkapan rasa

kekurangan, kehinaan, dan kerendahan diri dalam bentuk

pengagungan, penyucian, dan syukur atas segala nikmat. Kata ‘abd

diterap ke dalam bahasa Indonesia menjadi abdi, seorang yang

mengabdi dengan tunduk dan patuh kepada orang lain. Dengan

demikian, segala bentuk sikap pengabdian dan kepatuhan

merupakan ibadah walaupun tidak dilandasi suatu keyakinan (Majid,

1992: 63).

Kata “Ibadah” menurut bahasa berarti “taat, tunduk,

merendahkan diri dan menghambakan diri”. Adapun kata “Ibadah”

menurut istilah berarti penghambaan diri yang sepenuh-penuhnya

untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala-Nya di

17
akhirat (Tono, dkk, 1998: 2). Dari sisi keagamaan, ibadah adalah

ketundukkan atau penghambaan diri kepada Allah, Tuhan Yang

Maha Esa. Ibadah meliputi semua bentuk kegiatan manusia di dunia

ini, yang dilakukan dengan niat mengabdi dan menghamba hanya

kepada Allah (Tono, dkk, 1998: 5). Jadi, semua tindakan mukmin

yang dilandasi oleh niat tulus untuk mencapai ridha Allah dipandang

sebagai ibadah. Makna inilah yang terkandung dalam firman Allah

dalam surat Adz-Dzariyat: 56.

ِ ُ‫س إِ اَّل ِليَ ْعبُد‬


‫ون۝‬ ِْ ‫َوٱ‬
َ ‫ل ْن‬ ‫ت ٱ ْْلِ َّن‬
ُ ‫َوَما َخلَ ْق‬
Artinya:

“Tidaklah Kuciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk beribadah


kepada-Ku. (Badan Litbang Kementerian Agama Republik
Indonesia, 2019: 766)

Dengan demikian, segenap tindakan mukmin yang dilakukan

sepanjang hari dan malam tidak terlepas dari nilai ibadah, termasuk

tindakan yang dianggap sepele, seperti memberikan senyuman

kepada orang lain, atau bahkan tindakan yang dianggap kotor atau

tabu jika dituturkan kepada orang lain, seperti buang hajat,

melakukan hubungan seks, dan sebagainya.

Tujuan diciptakan manusia di muka bumi ini yaitu untuk

beribadah kepada-Nya. Allah menetapkan perintah ibadah

sebenarnya merupakan suatu kemampuan yang besar kepada

makhluknya, karena apabila direnungkan, hakikat perintah

18
beribadah itu berupa peringatan agar kita menunaikan kewajiban

terhadap Allah yang telah melimpahkan karunia-Nya.

Hakikat ibadah itu antara lain dalam firman Allah , Surat Al

Baqarah: 21, yang berbunyi:

‫ين ِمن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َُلَّ ُك ْم‬ ِ َّ‫ٰٓٓيَٰيُّها النَّاس ٱ ْعب ُد ۟وا ربُّ ُكم ٱلَّ ِذى َخلَ َق ُكم وٱل‬
‫ذ‬
َ َ ْ ُ َ ُ ُ َ
‫تَ تَّ ُقو َن۝‬
Artinya:

“Wahai para manusia, beribadahlah kamu kepada Tuhanmu yang


telah menjadikan kamu dan telah menjadikan orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertaqwa.” (Abidin, 2020: 13).

Ibadah merupakan fitrah manusia. Naluri untuk bertaubat

dan beribadah termasuk salah satu fenomena spiritual manusia yang

paling purba, bertahan lama dan paling mengakar. Kajian terhadap

berbagai peninggalan purbakala menunjukkan dimana saja manusia

hidup, disana pasti ditemukan jejak-jejak praktik peribadatan

meskipun satu sama lain berbeda bentuk, cara, dan obyeknya.

(Muthahhari dan Bayrak, 2007: 9).

Bentuk peribadatan setiap kelompok berbeda-beda. Pada

awalnya, mungkin manusia menari-nari dan menggelar ritual rutin

secara berjamaah disertai zikir dan melantunkan puja-puji hingga

pada puncaknya mereka larut dalam ketundukan dan kekhusyukan

sakral, tenggelam dalam irama zikir dan pujian suci. Objek

peribadatan mereka pun berkembang; mungkin pada awalnya

mereka menyembah batu dan kayu, lalu akhirnya menyembah Zat

19
Azali Yang Kekal, yang tak terikat batas ruang dan waktu. Para nabi

yang membawa syariat dari Allah tak punya wewenang sedikit pun

untuk menciptakan bentuk dan pola ibadah. Tugas mereka hanyalah

menyampaikan dan mengajarkan kepada manusia cara beribadah –

meliputi soal adab dan praktiknya – serta mencegah mereka agar

tidak menyembah selain Allah. (Muthahhari dan Bayrak, 2007: 11).

Erich Fromm dalam Muthahhari dan Bayrak (2007: 10)

mengatakan, “Di antara manusia ada yang meyembah binatang,

tumbuhan, patung batu, patung emas, tuhan yang tak kasat mata,

atau sebangsa setan. Ada pula yang menyembah leluhur atau nenek

moyang, marga atau sosial, harta, atau prestasi. Di antara mereka

yang sudah mampu memilah antar keyakinan religious dan

keyakinan non-religius, ada pula yang meyakini bahwa seluruh

kepercayaan bersumber dari agama. Dengan demikian, yang

menjadi permasalahan bukanlah ada atau tidaknya keyakinan

religious dalam diri manusia, melainkan agama apa yang ia

yakini?”. Beribadah merupakan naluri untuk mencari sesuatu yang

sempurna tanpa cela, yang indah tanpa noda, karena orang yang

menyemabh makhluk sebenarnya telah memalingkan naluri ini dari

garis asasinya. Melalui ibadah, sebenarnya manusia tengah berupaya

melepaskan diri dari keterbatasan dirinya danmenjalin hubungan

dengan Realitas Yang Sempurna dan Abadi. Hal ini sejalan dengan

ungkapan Einstein, “Dalam kondisi seperti ini, seseorang akan

20
menyadari betapa dangkal pengetahuan dan angan-angan manusia,

sementara jauh di relung hatinya ia merasa bahwa dibalik setiap

perkara dan fenomena terdapat sesuatu yang agung dan besar tiada

tara.” (Muthahhari dan Bayrak, 2007: 12).

Iqbal dalam Muthahhari dan Bayrak (2007: 13) mengatakan,

“Ibadah adalah naluri yang sangat penting dan memiliki arti yang

sangat mendalam bagi kehidupan. Ketika naluri ini berhasil

menyerangi ‘pulau’ kecil kepribadian kita, kita akan mampu

merasakan Wujud Mutlak yang jauh lebih besar dari kehidupan.”.

Definisi ibadah menurut Muthahhari dan Bayrak (2007: 15),

ialah:

1) Ibadah bisa berupa ucapan (lafzhiyyah) atau tindakan

(‘amaliyah). Ibadah lafal adalah rangkaian kalimat dan zikir

yang diucapkan dengan lidah, seperti bacaan hamdalah, Alquran,

zikir dalam sujud, rukuk, dan tahiyat Salat; atau membaya

talbiyah dalam ibadah haji. Sedangkan ibadah amal adalah

seperti rukuk dan sujud dalam Salat, wukuf di padang Arafah dan

tempat-tempat suci lainnya, dan tawaf. Dan kebanyakan ibadah

dalam Islam merupakan perpaduan antara ibadah lafal dan amal,

seperti Salat dan haji.

2) Ada dua macam tindakan manusia. Yang pertama adalah

tindakan demi tujuan tertentu seperti petani yang mengolah

Sawahnya agar dapat memetik hasilnya, ia tak punya tujuan lain

21
selain itu, seorang penjahit, atau seorang pelajar yang pergi ke

sekolah hanya dengan satu tujuan, menuntut ilmu, taka da yang

lain. Jenis yang kedua adalah tindakan unuk menunjukkan

sejumlah maksud, sekaligus untuk mengungkapkan suatu

perasaan. Misalnya, anggukan kepala, berarti ungkapan

persetujuan. Jika Anda mengalah dan mempersilahkan orang lain

duduk, Anda berarti rendah hati. Tunduknya seseorang di

hadapan orang lain menandakan penghormatan. Kebanyakan

tindakan manusia masuk dalam kategori pertama, hanya

segelintir yang masuk kategori kedua. Namun ada beberapa

tindakan yang dilakukan untuk mengungkapkan perasaan

tertentu, yang berfungsi layaknya rangkaian kata-kata yang

mengandung niat atau maksud tertentu.

Dari pengertian diatas, ibadah lafal dan ibadah amal adalah

perbuatan yang dilakukan dengan maksud tertentu. Ibadah lafal

dilakukan untuk mengungkapkan satu atau beberapa hal, sedangkan

ibadah amal seperti rukuk, sujud, tawaf, puasa, dilakukan untuk

mengukuhkan apa yang disampaikan lewat zikir dan ucapan.

Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan, peneliti dapat

mengambil kesimpulan bahwa ibadah adalah suatu perkataan dan

perbuatan yang dilakukan dengan maksud tertentu, yaitu melakukan

yang disenangi dan diridhai oleh Allah SWT dengan menunjukkan

ketundukkan, penghambaan, pemasrahan dan dilakukan dengan niat

22
menghamba dan mengabdi hanya kepada Allah SWT, yang

merupakan fitrah dari seluruh umat manusia.

b. Pengertian Salat

Menurut bahasa, salat adalah doa. Menurut istilah syara’,

salat ialah ibadah kepada Allah dalam bentuk perkataan dan

perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam

yang dilakukan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan oleh

syara’ (El-Fati, 2014: 35). Dalam literatur lain, salat menurut bahasa

adalah ‫ الدعاء‬yang artinya Doa. Sedangkan dalam terminologi

syari’ah salat adalah seperti apa yang telah dikatakan Imam Ar-

Rofi’ie ‫ اقوال وافعال مفتتحة باالتكير ومختتمة بالتسليم بشر ائط محصوصة‬yang

artinya perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan

diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat yang telah ditentukan

(al-Ghazi dalam Maryam, 2018: 109). Dengan demikian, mengacu

pada definisi di atas salat terdiri dari qauly dan rukun fi’li yang

dimana keduanya bisa sah apabila dilengkapi dengan rukun qalbi

yaitu hati.

Salat adalah jalinan (hubungan) yang kuat antara langit dan

bumi, antara Allah dan hamba-Nya. Salat memiliki kedudukan yang

tinggi yaitu sebagai rukun dan tiang agama. Salat menempati rukun

kedua setelah membaca kedua syahadat, serta menjadi lambang

hubungan yang kokoh antara Allah dan hamba-Nya. (an-Najjar

dalam Maryam, 2018: 109).

23
Dalam literatur lain, dijelaskan bahwa salat secara bahasa

bisa bermakna doa, makna ini tergambar pada Al-Qur’an Surat At-

Taubah: 103 berikut.

ِ ‫َخ ْذ ِمن أَمواِلِِم ص َدقَةً تُطَ ِهرهم وتُ َزِكِ ِهم ِّبا و‬
‫ك‬ َ ‫صلِى َعلَْي ِه ْم إِ َّن‬
َ َ‫صالَت‬ َ َ َ ْ َ ْ ُُِ َ ْ َْ ْ
‫َس َكن َِلُ ْم َوهللاُ ََِس ْيع َعلِ ْيم‬
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan Salatlah
(berdoalah) untuk mereka. Sesungguhnya salat (doa) kamu itu
(menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui (Nurdin, 2006: 9).

Ayat ini menyeru kepada Rasulullah SAW untuk mendoakan

orang-orang yang telah menunaikan zakat. Karena itulah menjadi

syariat bagi setiap ‘amil (pengumpul) zakat untuk mendoakan

muzakki (orang yang berzakat). Dalam sebuah Hadits Riwayat

Bukhari dalam Nurdin (2006: 10) diceritakan:

Abdullah bin Abi ‘Aufa berkata, “Nabi SAW bersabda: “Jika suatu
kaum mendatangi seseorang untuk menyerahkan shadaqah (zakat-
nya), maka doakanlah dengan:
ِ ‫ص ِل َعلَى‬
‫آل فَُال ْن‬ َّ
ِ َ ‫الل ُه َّم‬
“Ya Allah, berikanlah rahmat kepada keluarga si Fulan
(namanya).”
Maka ayahku pernah menyerahkan shadaqah kepada beliau dan
beliau bersabda:
ِ ‫ص ِل َعلَى‬
‫آل اَِِب أ َْو َِف‬ َّ
ِ َ ‫الل ُه َّم‬
“Ya Allah, berikanlah rahmat kepada keluarga Abi ‘Aufa.”

Ungkapan “salawat” kepada Nabi bermakna mendoakan Nabi SAW

Namun dikatakan juga bahwa salawat dari Allah SWT bermakna

“istighfar”(memohon ampunan), sedangkan dari manusia bermakna

“doa”. Sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Ahzab: 56.

24
‫اعلَْي ِِ َو َسلِِ ُموا‬ ِ ِ ِ
َ ‫َِّب ََياَيُّ َهاالَّذيْ َن أ ََمنُ ْوا‬
َ ‫صلُّ ْو‬ ِ ِ‫صلُّو َن َعلَى الن‬
َ ُ‫ا َّن هللاَ َوَم َال ئ َكتَُِ ي‬
‫سلِ ْي َما ۝‬ ْ َ‫ت‬
Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bersalawat kepada
Nab. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu kepada-
Nya dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan
kepadanya. (Badan Litbang Kementerian Agama Republik
Indonesia, 2019: 618)

Adapun makna salat menurut istilah syara’ adalah:

“Ibadah yang mengandung ucapan-ucapan dan amalan-amalan


yang khusus, dimulai dengan mengagungkan Allah Ta’ala (Takbir),
diakhiri dengan salam.” (A. Hassan dalam Nurdin, 2006: 11).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan

bahwa salat adalah merupakan ibadah kepada Tuhan, yang berupa

perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri

dengan salam sesuai dengan rukun dan syarat yang sudah ditentukan

oleh syara’.

c. Pengertian Salat Berjamaah

Secara umum salat berjamaah adalah salat yang dilakukan

oleh dua orang atau lebih, dimana salah satunya menjadi imam dan

yang lain menjadi makmum dengan memenuhi semua ketentuan

salat berjamaah. Namun secara khusus, ketika kita menemukan

perintah atau anjuran untuk melakukan salat berjamaah, sebenarnya

tidak sekedar berjamaah secara minimalis terdiri dari dua orang

begitu saja, melainkan ada beberapa kriteria yang bersumber dari

contoh aplikatif di masa Nabi Muhammad SAW yaitu:

1) Salat yang dilakukan di Masjid;

25
2) Salat yang dilakukan bersama Imam Rawatib; dan

3) Diawali dengan Adzan (Sarwat, 2018: 12)

Dalam literatur lain, Salat berjamaah terdiri dari dua kata,

yaitu Salat dan berjamaah. Salat menurut bahasa adalah doa, maka

secara bahasa orang yang sedang berdoa itu sedang Salat dan yang

sedang Salat itu sedang berdoa. Oleh karena itu banyak hadis-hadis

yang menggunakan kata Salat padahal maksudnya sedang berdoa.

(Sholehuddin, 2014: 5)

Salat menurut istilah adalah serangkaian pekerjaan, bacaan,

serta doa-doa. Segala sesuatu yang dilakukan di dalam Salat harus

sesuai dengan aturan dan berdasarkan dalil artinya mengandung

hukum. Apakah itu termasuk rukun, wajib, sunat atau bahkan bid’ah.

Ada hal lain yang mubah (boleh) dilakukan di dalam salat jika

diperlukan tetapi tidak termasuk pekerjaan salat. Umpamanya

membunuh ular yang mengganggu atau membahayakan atau

menekan tangan ke bumi ketika bangkit dari sujud dan jalsatul

istirahah. (Sholehuddin, 2014: 6).

Sedangkan kata Berjamaah merupakan gabungan dua kata

yang terdiri dari bahasa Indonesia dan bahasa Arab, yaitu ber dan

jamaah. Kata ber merupakan awalan yang memiliki arti

mengandung, menggunakan, atau dengan cara atau secara,

berjamaah, artinya dengan cara atau secara berjamaah. Jamaah

berasal dari kata jamaa’, jam’an, dan jama’atan yang artinya

26
mengumpulkan, berkumpul, sekumpulan, atau sekelompok.

Maknanya jumlah yang lebih dari satu orang bahkan pada asalnya

berarti dalam jumlah yang banyak. Secara syariah, jamaah atau

berjamaah adalah salat bersama-sama lebih dari satu orang yang

seorang menjadi imam dan lainnya menjadi makmum (Sholehuddin,

2014: 7). Sabda-sabda Rasulullah SAW

‫ان فَ َمافَ ْوقَ ُه َما‬ ِ ‫ول‬


ِ َ‫ إِثْ ن‬: ‫هللا ﷺ‬ ِ ‫َع ِن‬
َ َ‫ ق‬: ‫اََ َك ِم بْ ِن عُ َم ٍْْي الث ََّم ِاِل قَ َل‬
ُ ‫ال َر ُس‬
‫اعة‬
َ َ‫ََج‬
Dari Al-Hakam bin Umair Ats-Tsamili, ia mengatakan “Rasulullah
saw telah bersabda: “Dua orang dan bilangan di atasnya adalah
berjamaah.” (Ibnu Majah dalam Sholehuddin, 2014: 7).
‫ول‬
ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ال لَُِ ق‬ َّ ‫اء َر ُِل َوََلْ يُ ْد ِر َك‬
َ ‫ فَ َق‬، َ‫الصالَة‬ َ َِ : ‫ال‬ ْ ِ‫َع ْن أ‬
َ َ‫ ق‬، َ‫َِب أ َُم َامة‬
ِ ‫ "أَالَأَحد ي تص َّد ُق َعلَى ه َذا فَ ي‬: ‫ال‬ َ َ‫ ُُثَّ ق‬، "‫ص ِِل‬ ِ
َُُِ ‫صلِ ِي َم‬
ََ َ َ ََ َ َ " : ‫هللا ﷺ‬
ِ ُ ‫ال قَل رس‬
َ َ‫"و َه ِذهِ ََج‬
"‫اعة‬ َ :‫ول هللا ﷺ‬ ُ َ َ َ َ‫ َو ق‬،َُُِ ‫صلَّى َم‬ َ َ‫حجل ف‬ ُ ‫ام َر‬ َ ‫فَ َق‬
Dari Abu Umamah, ia berkata, “Seseorang datang dan tidak
mendapatkan Salat. Maka Rasulullah saw bersabda kepadanya,
“Salatlah” lalu bersabda, “Adalah seseorang yang hendak
bersedekah, Salatlah bersamanya?”. Maka berdirilah seseorang
dan Salat bersamanya. Maka Rasulullah saw bersabda, “Inilah
jamaah.” (Ath-Thabrani, dalam Sholehuddin, 2014: 8).

Ada begitu banyak dalil tentang anjuran Salat berjamaah,

diantara adalah hadits berikut ini:

‫س ْب ِع َو ِع ْش ِريْ َن َد َر َِة‬ ِ ِ ِ َ ‫َل ِم ْن‬


َ ‫ص َالة ال َف ِذب‬
ِ َ ‫ص َالةُ اْلم‬
ُ َ َ‫اعة أَف‬ ََ َ
Salat berjamaah lebih afdhal daripada Salat sendirian dengan dua
puluh tujuh derajat (HR. Muslim dalam Sarwat, 2018: 8).

Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya, Fathul Bari’, pada

kitab Adzan telah menyebutkan secara rinci apa saja yang

membedakan keutamaan seseorang salat berjamaah dengan yang

27
salat sendirian. Diantaranya adalah ketika seseorang menjawab

Adzan, bersegera salat di awal waktu, berjalannya menuju masjid

dengan sakinah, masuknya ke masjid dengan berdoa, menunggu

jamaah, salawat malaikat atas orang yang salat, serta permohonan

ampun dari mereka, kecewanya syaitan karena berkumpulnya orang-

orang untuk berberibadah, adanya pelatihan untuk membaca

Alquran dengan benar, pengajaran rukun-rukun salat, keselamatan

dari kemunafikan dan seterusnya. Semua itu tidak didapat oleh orang

yang melakukan salat dengan cara sendirian di rumahnya. Dalam

hadits lainnya disebutkan juga keterangan yang cukup tetang

mengapa salat berjamaah itu jauh lebih berharga dibandingkan

dengan salat sendirian.

‫سا‬ ِِ ِ ِ ِ ِِ ُ ُ‫اع ٍة تَ ْدع‬ َ َ‫الر ُِ ِل ِِف ََج‬


ً ََْ ِ‫ص َالتِ ِف بَ ْيتِ َو ُس ْوق‬ َ ‫ف َعلَى‬ َّ ُ‫ص َالة‬ َ
‫ت‬ ْ َُ ِ‫ا إِالَّ ُرف‬
َ ‫وء ُُثَّ َخ َر‬
َ ‫ض‬ ُ ‫الو‬
ُ ‫س َن‬ َ ‫َح‬ َّ ‫ك أَنَُِّ إِ َذا تَ َو‬
ْ ‫ضأَ فَأ‬ َ ‫َو ِع ْش ِريْ َن‬
َ ِ‫ َو َذل‬.‫ض ُْ ًفا‬
ِِ ‫لى َعلَْي‬ ِ ِ ِ ِ
ِِ ‫ص‬ َ ُ‫لى ََلْ تَ َز ْل اِمالَئ َكةُ ت‬ َّ ‫ص‬َ ‫ط َع ْنُِ ّبَا َخط ْي ئَةً فَِإذَا‬ َّ ‫َِلَا َد َر َِة َو ُح‬
‫ال‬ُ ‫ َوالَ يَ َز‬.ُِْ‫ص ِِل َعلَْي ِِ اللَّ ُه َّم ْار َْح‬
َ ‫ اللَّ ُه َّم‬: ‫ث‬ ْ ‫صالَّهُ َما ََلْ ََْي ُد‬ َ ‫اد َام ِِف ُم‬ َ ‫َم‬
.َ‫الصالَة‬ َّ ‫صالَةٍ َما انْ تَظََر‬ َ ‫ِِف‬
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Salatnya
seseorang dengan berjamaah lebih banyak daripada bila salat
sendirian atau salat di pasarnya dengan dua puluh sekian derajat.
Hal itu karena dia berwudhu dan membaguskan wudhu’nya,
kemudian mendatangi masjid dimana dia tidak melakukannya
kecuali untuk salat dan tidak menginginkannya kecuali dengan niat
salat. Tidaklah dia melangkah dengan satu langkah kecuali
ditinggikan baginya derajatnya dan dihapuskan kesalahannya
hingga dia masuk masjid. Dan malaikat tetap bersalawat kepadanya
selama dia berada pada tempatnya seraya berdoa, “Ya Allah
berikanlah kasihmu kepadanya. Ya Allah ampunilah dia, Ya Allah
ampunilah dia, Ya Allah ampunilah dia. Dan dia tetap dianggap

28
masih dalam keadaan salat selama dia menunggu datangnya waktu
salat. (HR. Bukhari dan Muslim dalam Sarwat, 2018: 10).

Dari penjelasan di atas, peneliti dapat mengambil sebuah

kesimpulan bahwa salat berjamaah adalah serangkaian pekerjaan,

bacaan, serta doa-doa, yang dilakukan bersama-sama lebih dari satu

orang, yang seorang menjadi imam dan lainnya menjadi makmum.

2. Pandemi COVID-19

Pandemi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti

wabah yang berjangkit serempak dimana-mana yang meliputi daerah

geografis yang luas (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,

2008: 1116).

Menurut WHO, pandemi tidak ada hubungannya dengan tingkat

keparahan penyakit, jumlah korban atau infeksi, namun pada penyebaran

geografisnya. Sementara Center for Disease Control Prevention (CDC)

menyebut pandemi mengacu pada epidemi yang telah menyebar di

beberapa negara atau benua, biasanya mempengaruhi sejumlah besar

orang. Pandemi dinyatakan saat penyakit baru yang orang-orang tidak

memiliki kekebalan akan penyakit itu, menyebar di seluruh dunia di luar

dugaan (Nugroho, 2020). WHO memutuskan sebuah penyakit sebagai

pandemi setelah ada gelombang infeksi dari orang ke orang di seluruh

komunitas. Setelah pandemi diumumkan, pemerintah dan sistem

kesehatan perlu memastikan mereka siap untuk kondisi itu. Tidak ada

batasan, seperti jumlah kematian atau infeksi tertentu, atau sejumlah

negara yang terkena dampak untuk menyatakan sebuah penyakit menjadi

29
pandemi. Sebagai contoh, SARS coronavirus, yang diidentifikasi pada

tahun 2003, tidak dinyatakan sebagai pandemic oleh WHO meskipun

menyebar hingga 26 negara. Namun, penyebarannya terkendali dengan

cepat dan hanya beberapa negara yang terpengaruh secara signifikan,

termasuk Cina, Hong Kong, Taiwan, Singapura dan Kanada. Jika

menyatakan pandemi memicu kepanikan global, ini bisa mengalahkan

tujuan untuk mencoba meningkatkan kewaspadaan. Seperti tentang

apakah deklarasi H1N1, yang secara sehari-hari dikenal sebagai “flu

babi”, sebagai pandemi pada tahun 2009, menyebabkan kepanikan yang

tidak perlu. (Nugroho, 2020).

Menurut Sohrabi, dkk (2020: 74), “COVID-19 disebabkan oleh

Sars-Cov-2, sebuah betacoronavirus. Virus itu adalah terdiri dari

sebuah untaian tunggal asam ribonukleat (RNA) struktur yang termasuk

dalam subfamili coronavirinae, bagian dari famili coronaviridae.

Urutan analisis Sars-Cov-2 telah menunjukkan struktur khas dengan

yang lain coronavirus, dan genom tersebut telah disamakan dengan

yang sebelumnya diidentifikasi ketegangan coronavirus yang

menyebabkan pecahnya SARS pada tahun 2003. Secara struktural, SARS

coronavirus (SARS-CoV) telah yang terdefinisi jelas komposisinya

terdiri dari 14 ikatan residu yang secara langsung berinteraksi dengan

human-angiotensin-converting enzym 2. Dari asam amino, 8 telah

diidetifikasii dalam Sars-CoV-2. Pada manusia, coronaviruses termasuk

30
telah menyebabkan infeksi saluran pernapasan ringan hingga

teridentifikasi SARS-Cov dan MERS Coronavirus (MERS-CoV).”

Dalam sumber yang lain, Coronavirus merupakan keluarga besar

virus yang menyebabkan penyakit ringan sampai berat, seperti common

cold atau pilek dan penyakit yang serius seperti MERS (Middle East

Respiratory Syndrome) dan SARS (Severe Acute Respiratory

Syndrome). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit

jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia.

Virus penyebab COVID-19 dinamakan Sars-Cov-2. Virus corona adalah

zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia). (Direktorat Jenderal

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2020: 11).

Menurut Lu dkk (2020: 565), “2019-nCoV cukup berbeda dari sars-

cov harus dipertimbangkan yang baru human-infecting

betacoronavirus.Meskipun filogenetik kami analisis menunjukkan

bahwa kelelawar mungkin tuannya yang asli virus ini, binatang yang

dijual di makanan laut pasar di Wuhan mungkin mewakili sebuah tuan

rumah memfasilitasi munculnya virus pada manusia. Lebih penting,

analisis struktural menunjukkan bahwa 2019-nCoV mungkin dapat

untuk mengikat angiotensin-converting enzym 2 reseptor pada manusia.

Masa depan evolusi, adaptasi, dan penyebaran virus ini menjamin untu

mendesak investigasi.”

Menyatakan suatu wabah sebagai pandemi artinya WHO memberi

alarm pada pemerintah semua negara dunia untuk meningkatkan

31
kesiapsiagaan untuk mencegah maupun menangani wabah ini

dikarenakan saat sebuah pandemi dinyatakan, artinya ada kemungkinan

penyebaran komunitas terjadi. WHO menekankan bahwa penggunaan

istilah pandemi tidak berarti ada anjuran yang berubah. Semua negara

diminta untuk mendeteksi, mengetes, merawat, mengisolasi, melacak,

dan mengawasi pergerakan masyarakatnya. “Perubahan istilah tidak

mengubah apapun secara praktis mengingat beberapa pekan sebelumnya

dunia telah diingatkan untuk mempersiapkan diri menghadapi potensi

pandemi,” kata Dr. Natalie MacDermott dari King’s College London.

“Namun penggunaan istilah ini menyoroti pentingnya negara-negara di

seluruh dunia untuk bekerja secara kooperatif dan terbuka satu sama lain

dan bersatu sebagai front persatuan dalam upaya untuk mengendalikan

situasi ini.” (Sebayang, 2020).

Sementara itu WHO juga memperingatkan agar ditetapkannya

wabah COVID-19 sebagai pandemi tidak dijadikan alasan untuk

khawatir berlebihan. Ini dikarenakan menurut lembaga yang berbasis di

Jenewa itu, banyak pemerintah negara dunia yang telah melakukan

upaya untuk menemukan vaksin atau obat antivirus. Selain itu, gejala

coronavirus umumnya ringan dan kebanyakan orang sembuh dalam

enam hari. “Jika menyatakan pandemi memicu kepanikan global, ini

dapat mengalahkan tujuannya yang mencoba untuk meningkatkan

kesadaran.” (Sebayang, 2020).

32
B. Kajian Pustaka

Telaah terhadap penelitian terdahulu (prior research) yang relevan

dengan permasalahan dan variabel yang diteliti. Berdasarkan yang peneliti

dapatkan, ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan

ibadah Salat berjamaah dalam masa pandemi COVID-19. Dalam kajian

pustaka ini, peneliti menemukan beberapa judul yang relevan diantaranya:

Pertama, artikel jurnal yang berjudul Kebijakan Fatwa MUI

Meliburkan Salat Jumat Pada Masa Darurat COVID-19, yang ditulis oleh

Fisher Zulkarnain, Ahmad Ali Nurdin, Nanang Gojali, dan Fitri Pebriani

Wahyu, Jurusan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati

Bandung Tahun 2020. Penelitian ini bersifat kualitatif dan library research.

Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui ‘illah hukum dan kaidah

fiqhiyyah yang digunakan komisi fatwa, dasar pertimbangan yang digunakan

komisi fatwa dalam menetapkan darurat COVID-19. Penelitian ini

didasarkan pada keputusan MUI (Majelis Ulama Indonesia) mengeluarkan

fatwa yaitu Fatwa no. 14 tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah pada

situasi wabah, yang didalamnya terdapat poin meliburkan jumat. Fatwa yang

menurut peneliti menarik untuk diangkat selain merupakan persoalan baru

di mana penanganan penyebaran virus berdampak pada pelaksanaan ibadah,

juga karena masih ada beberapa ulama yang tidak sependapat bahkan

menentang fatwa MUI tersebut. Alasan ulama tersebut karena penyebaran

virus belum sampai kepada kondisi yang sangat darurat.

33
Kedua, jurnal yang berjudul COVID-19: Tinjauan Maqasid Al-

Shariah Terhadap Penangguhan Ibadah Salat di Tempat Ibadah (Hifdz al-

Nafs lebih Utama Dari Hifdz al-Diin?), yang ditulis oleh Hudzaifah Achmad

Qotadah, Department Fiqh and Ushul, Academy of Islamic Studies,

University of Malaya, Malaysia, dalam Jurnal Salam FSIH UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Vol. 7 No. 7 Tahun 2020 Hal. 659-672. Metode yang

digunakan oleh peneliti ialah metode kualitatif penuh serta data dokumentasi

yang terkait dengan topik kajian penelitian tersebut, yang kemudian

dianalisis secara deskriptif. Fokus penelitian ini adalah untuk menjelaskan

tinjauan Maqasid al-Shariah terhadap pembatasan, penangguhan, serta

larangan pelaksanaan ibadah Salat Jum’at maupun lainnya semasa terjadi

sebuah wabah.

Ketiga, jurnal yang berjudul Konstruksi Sosial Keagamaan

Masyarakat Pada Masa Pandemi COVID-19, yang ditulis oleh Abdul

Ghofur dan Bambang Subadri, Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang

dalam Jurnal Dakwatuna Vol. 6 No. 2 Tahun 2020 Hal. 281-301. Penelitian

ini menggunakan konsepsi teoritik menurut Peter L. Berger dengan konsepsi

konnstruksi sosial dengan tiga komponennya yaitu eksternalisasi,

objektivasi dan internalisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif dengan tujuan mengungkap sebuah fenomena perilaku beragama

yang terjadi di tengah masyarakat pada masa pandemi COVID-19 atau

Corona. Adapun simpulan dari penelitian ini ialah, secara eksternal

masyarakat melakukan perubahan sosial karena adanya informasi-informasi

34
terkait pandemi COVID-19, baik melalui gugus tugas yang dibentuk

pemerintah, maupun berita-berita yang beredar di televisi dan media sosial.

Dan itu masyarakat melakukan objektivasi dengan pembentukan perilaku

yang dilakukan secara implisit untuk menanggapi peraturan pemerintah

maupun berita yang beredar di media sosial. Internalisasi dilakukan

masyarakat dengan memetik hikmah dalam setiap keadaan yang terjadi.

Selanjutnya dari konstruksi sosial keagamaan perspektif tasawuf pada masa

pandemi menghasilkan pola perilaku sabar, syukur, tawakal dan muhasabah.

Keempat, jurnal yang berjudul Hukum Pelaksanaan Salat Jumat Dua

Gelombang Pada Satu Masjid Di Masa Pandemi COVID-19, yang ditulis

oleh Romy Mahmuddin, Fadhlan Akbar, dan Iskandar, Sekolah Tinggi Ilmu

Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar, dalam Jurnal Bustanul Fuqaha

Vol. I No. 3 Tahun 2020 Hal. 350-365. Jenis penelitian ini ialah penelitian

deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode telaah pustaka dengan

pendekatan hukum-normatif. Tujuan kajian ini adalah untuk

mendeskripsikan pendapat para ulama tentang hukum salat Jumat dua

gelombang di satu masjid pada masa pandemi COVID-19, dan memilih

pendapat yang rajah (kuat) pada kedua masalah ini; dan juga bertujuan untuk

merespon pertanyaan masyarakat tentang kedua masalah ini agar ditemukan

jawaban yang tepat sehingga masyarakat dapat melaksanakan ibadah dengan

tenang. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa para ulama berbeda pendapat

tentang hukum salat Jumat dua gelombang di satu masjid dalam masa

pandemi COVID-19. Pendapat yang kuat adalah diperbolehkan

35
melaksanakan salat Jumat dua gelombang di satu masjid, karena kondisi

darurat atau hajat yang medesak seperti kondisi pandemi COVID-19, dengan

syarat masjid sempit dan tidak ada tempat lain yang representatif

menampung jamaah, jumlah jamaah di gelombang kedua sama banyaknya

dengan jumlah jamaah di gelombang pertama, serta mendapatkan

persetujuan atau izin dari pemerintah.

Berdasarkan beberapa kajan penelitian terdahulu diatas, keempat

penelitian diatas memiliki persamaan dan perbedaan masing-masing, yaitu:

a. Persamaan

1) Adanya persamaan untuk melakukan penelitian terhadap

pelaksanaan ibadah salat berjamaah dalam masa pandemi COVID-

19.

2) Adanya persamaan untuk mengetahui gejolak yang ada di dalam

masyarakat terhadap pelaksanaan ibadah salat berjamaah dalam

masa pandemic COVID-19.

b. Perbedaan

Dari keempat kajian penelitian diatas memiliki beberapa perbedaan,

diantaranya:

1) Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada analisis berdasarkan

potret pelaksanaan ibadah salat berjamaah dalam masa pandemi

COVID-19, sedangkan keempat kajian diatas meneliti tentang fatwa,

tinjauan berdasar Maqasid Al-Shariah dan tinjauan hukum yang

rajah mengenai pelaksanaan ibadah Salat berjamaah, yang

36
dikonsentrasikan pada Salat Jumat saja dan perubahan perilaku

sosio-religiositas (sosial beragama) masyarakat dalam masa pandemi

COVID-19 dikarenakan informasi-informasi mengenai pandemi

tersebut, yang dikonsepsikan dengan konstruksi sosial keagamaan.

2) Objek penelitian yang diteliti, dimana penelitian ini melakukan

penelitian langsung pada jamaah dan ta’mir masjid yang

bersangkutan di sekitar Kelurahan Kalicacing, Kecamatan

Sidomukti, Kota Salatiga tentang pelaksanaan ibadah salat

berjamaah dalam masa pandemi COVID-19, sedangkan dari keempat

kajian diatas meneliti dari tinjauan hukum dan dalil dari pelaksanaan

ibadah jamaah, difokuskan pada salat Jumat, dan hanya berdasarkan

fenomena yang terlihat sekilas dari berita-berita media massa

maupun informasi-informasi yang didapat dari media sosial.

3) Pendekatan penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif murni

atau survey, merupakan penelitian yang benar-benar hanya

memaparkan apa yang terdapat atau terjadi dalam sebuah kancah,

lapangan, atau wilayah tertentu, sedangkan keempat penelitian diatas

menggunakan penelitian deskriptif yang didasarkan pada fenomena

yang sedang terjadi berdasarkan informasi data yang didapat dari

media massa/media informasi lainnya (media sosial), dan

diklasifikasikan ke dalam jenis penelitian kepustakaan/ pendekatan

studi kepustakaan (library research approach).

37
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif (description research). Istilah “deskriptif” berasal dari istilah

bahasa Inggris to describe yang berarti memaparkan atau menggambarkan

sesuatu hal, misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan, dan lain-

lain. Dengan demikian yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah

penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal

lain-lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk

laporan penelitian. Penelitian deskriptif merupakan penelitian paling

sederhana, dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang lain, karena

dalam penelitian ini, peneliti tidak melakukan apa-apa terhadap objek atau

wilayah yang diteliti. Istilah dalam penelitian, peneliti tidak mengubah,

menambah, atau mengadakan manipulasi pada diri objek atau wilayah yang

diteliti, kemudian memaparkan apa yang terjadi dalam bentuk laporan

penelitian secara lugas, seperti apa adanya. (Arikunto, 2014: 9).

Menurut Moleong (2013: 6), penelitian kualitatif adalah penelitian

yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subjek penelitian misalnya: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-

lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan

bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan

berbagai metode alamiah. Sedangkan menurut Winarni (2018: 146),

38
pendekatan dalam penelitian kualitatif adalah fenomenologi artinya suatu

penelitian dengan strategi inquiry yang menekankan pencarian makna,

pengertian, konsep, karakteristik, gejala, symbol, maupun deskripsi tentang

suatu fenomena, fokus dan multimetode, bersifat alami dan holistik;

mengutamakan kualitas data, serta disajikan secara naratif. Secara sederhana

penelitian kualitatif bertujuan menemukan jawaban terhadap suatu

fenomena atau pertanyaan melalui aplikasi prosedur ilmiah secara sistematis

dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Denzin dan Lincoln, dalam Winarni (2018: 146), menyatakan bahwa

dalam penelitian kualitatif menekankan pada penggunaan dua pendekatan,

yaitu intrepetatitf dan naturalistik. Penelitian kualitatif mempelajari sesuatu

dalam setting alami mereka dan mencoba membuat pengertian interpretasi

fenomena dalam konteks makna mereka.

Dalam penelitian ini akan dikaji lebih mendalam mengenai

pelaksanaan ibadah salat berjamaah dalam masa pandemi COVID-19.

Dalam pelaksanaannya, dilakukan sebuah pencarian gambaran dan deskripsi

lapangan pada jamaah dan ta’mir masjid di Kelurahan Kalicacing,

Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga.

39
B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Penelitian ini dilaksanakan di masjid di wilayah Kelurahan Kalicacing,

Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga. Masjid yang termasuk dalam

objek penelitian ialah:

a) Masjid Al-Ikhlas, Jalan Kemuning No. 11, Kelurahan Kalicacing,

Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga.

b) Masjid Pandawa, Jalan Ahmad Yani No. 8 B, Kelurahan Kalicacing,

Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga.

c) Masjid Al-Anshor, Jalan Osamaliki, Kelurahan Kalicacing,

Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga.

2. Waktu penelitian dilaksanakan selama 1 bulan intensif selama bulan

September 2020.

C. Sumber Data

Menurut Arikunto (2014: 172), sumber data dalam penelitian adalah

subjek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan

kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data

disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-

pertanyaan peneliti, baik pertanyaaan tertulis maupun lisan. Menurut

Lofland dalam Moleong (2011: 157), sumber data utama dalam penelitian

kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti

dokumen dan lain-lain.

Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber

datanya bisa berupa benda, gerak, atau proses sesuatu. Peneliti yang

40
mengamati tumbuhnya jagung, sumber datanya ialah jagung, sedang objek

penelitiannya adalah pertumbuhan jagung. Apabila peneliti menggunakan

dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data

sedang isi catatan subjek penelitian atau variabel penelitian. Untuk

mempermudah mengidentifikasi, sumber data dapat diklasifikasi menjadi 3

tingkatan huruf p dari bahasa Inggris yaitu:

P = person, sumber data berupa orang.

P = place, sumber data berupa tempat.

P = paper, sumber data berupa symbol.

Keterangan singkat untuk ketiganya adalah sebagai berikut:

Person, yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa

jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis

melalui angket.

Place, yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa

keadaan diam dan bergerak.

Diam, misalnya ruangan, kelengkapan alat,

wujud, benda, warna, dan lain lain

Bergerak, misalnya aktivitas, kinerja, laju kendaraan,

ritme nyanyian, gerak tari, sajian sinetron,

kegiatan belajar-mengajar, dan

lain sebagainya.

Paper, yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa

huruf, angka gambar, atau simbol-simbol lain. Dengan

41
pengertiannya ini maka “paper” ini bukan terbatas hanya

pada kertas, sebagaimana terjemahan dari kata “paper”

dalam bahasa Inggris, tetapi dapat berwujud batu, kayu,

tulang daun lontar, dan sebagainya, yang cocok untuk

penggunaan metode dokumentasi. (Arikunto, 2014: 172).

Dalam sumber yang lain, penelitian kualitatif tidak menggunakan

istilah populasi, tetapi Spradley dalam Winarni (2018: 150) menamakan

social situation atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen, yaitu tempat

(place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara

sinergis. Situasi sosial tersebut ada di rumah seperti keluarga dan

aktivitasnya atau orang-orang di sudut-sudut jalan yang sedang mengobrol

atau di tempat kerja, kota, desa atau wilayah lain di suatu negara. Situasi

sosial tersebut dapat dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin

diketahui tentang apa yang terjadi di dalamnya. Pada situasi sosial atau objek

penelitian, peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity),

orang-orang (action), yang berada di tempat (place) tertentu.

Data dalam penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua menurut

sumbernya, yaitu:

1. Data primer, adalah sumber pertama yang dapat diperoleh langsung di

lapangan, dari subjek penelitian, yaitu melalui hasil wawancara dan

observasi sebagai sumber utama dalam pengambilan informasi.

2. Data sekunder, adalah sumber data yang diperoleh secara tidak langsung

oleh peneliti, berupa data dokumentasi.

42
D. Prosedur Pengumpulan Data

Menurut Winarni (2018: 158), teknik mengumpulkan data

merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian karena tujuan

utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Pengumpulan data dapat

dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber dan berbagai cara.

Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan),

interview (wawancara), dan dokumentasi.

1. Observasi

Nasution dalam Winarni (2018: 159) menyatakan observasi adalah

dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja

berdasarkan data, yaitu fakta mengenai kenyataan yang diperoleh

melalui observasi. Sedangkan menurut Arikunto (2014: 199) observasi

diartikan sebagai suatu aktiva yang sempit, yakni memeprhatikan

sesuatu dengan menggunakan mata.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipatif,

yaitu dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari

orang yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber data

penelitian, sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut merasakan suka

dukanya. (Winarni, 2018: 160). Observasi ini bersifat observasi

sistematis, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan

pedoman sebagai instrument pengamatan. Pedoman instrument berisi

daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul data dan akan diamati. Dalam

proses observasi, observator (pengamat) tinggal memberikan tanda atau

43
tally pada kolom tempat peristiwa muncul. Itulah sebabnya maka cara

bekerja seperti ini disebut sistem tanda (sign system). (Arikunto, 2014,

200).

2. Interview (Wawancara)

Menurut Arikunto (2014, 200), Interview atau wawancara adalah

sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk

memperoleh informasi dari terwawancara (narasumber). Wawancara yang

akan dilakukan peneliti ialah wawancara terstruktur (structured interview)

yaitu teknik pengumpulan data nilai peneliti atau pengumpul data telah

mengetahui pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena

itu, dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan

instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis dengan alternatif

jawaban yang juga telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap

responden diberi pertanyaan yang sama dan pengumpul data mencatatnya.

(Winarni, 2018: 164).

3. Dokumentasi

Menurut Winarni (2018: 166), dokumen merupakan catatan

peristiwa yang sudah berlalu, atau sesuatu yang berbentuk tulisan, gambar,

atau karya-karya monumental dari seseorang. Dalam sumber lain, arti kata

dokumen yaitu barang-barang tertulis (Arikunto, 2014: 201).

Hasil penelitian dari observasi akan lebih kredibel/dapat dipercaya

kalau didukung oleh foto-foto atau karya akademik yang telah ada. Di dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan dokumentasi yang didapat dari

44
kegiatan masjid sedang berlangsung atau foto kegiatan wawancara peneliti

dengan narasumber berkaitan dengan pelaksanaan ibadah Salat berjamaah

pada masa pandemi COVID-19 di Kelurahan Kalicacing, Kecamatan

Sidomukti, Kota Salatiga.

E. Analisis Data

Analisis data adalah supaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan

yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menentukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa

yang diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2011: 248). Nasution dalam

Winarni (2018: 170) menyatakan “Analisis telah dimulai sejak merumuskan

dan menjelaskan masalah, sebelum terjun lapangan, dan berlangsung sampai

penulisan hasil penelitian.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan pada saat

pengumpulan data berlangsung dan setelah pengumpulan data dalam

periode tertentu selesai. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan

analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang

diwawancarai telah dianalisis dan ternyata belum memuaskan, peneliti akan

melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu hingga diperoleh data

yang dianggap kredibel. Miles dan Huberman dalam Winarni (2018: 171)

mengemukakan aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara

interaktif, dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas sehingga

45
datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu reduction data,

display data, dan conclusion drawing/verification.

Data Data
Collection Display

Data
Reduction

Conclution
drawing/verifying

Gambar 3.1 Komponen Analisis Data

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak

sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan,

semakin lama peneliti ke lapangan maka jumlah data akan semakin

banyak, kompleks, dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis

data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih

hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari

tema dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan

memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempemudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya, kemudian mencarinya bila

diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan-peralatan

46
elektronik seperti komputer mini dengan memberikan kode pada aspek-

aspek tertentu.

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan

kecerdasan, keluasaan, dan kedalaman wawasan yang tinggi. Peneliti

yang masih baru dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan

pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui diskusi

tersebut, wawasan peneliti akan berkembang sehingga dapat mereduksi

data-data yang memiliki nilai tertentu dan pengembangan teori yang

signifikan.

2. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah

menampilkan (display) data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data

bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan

antarkategori, flowchart, dan sejenisnya. Dalam hal ini, Miles dan

Huberman dalam Winarni (2018: 173) menyatakan, “The most frequent

form of display data for qualitative research data in the past has been

narrative text.” Data yang paling sering digunakan untuk menyajikan

data dalam penelitian kualitatif adalah data berupa teks yang bersifat

naratif.

Dengan menampilkan data, hal ini akan memudahkan untuk

memahami apa yang terjadi. Merencanakan kerja selanjutnya

berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Menurut Miles dan

Huberman dalam Winarni (2018: 174), “Looking at display help us to

47
understand what is happening and to do some thing further analysis or

caution on that understanding.” Selanjutnya disarankan untuk

melakukan display data bisa juga berupa grafik, matrik, network (jejaring

kerja), dan chart.

3. Conclusion Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan dan

Verifikasi)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan

Huberman dalam Winarni (2018: 174) adalah penarikan kesimpulan dan

verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat

sementara sehingga akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang

kuat untuk mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Apabila

kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-

bukti yang valid dan konsisten, saat peneliti kembali ke lapangan untuk

mengumpulkan data maka kesimpulan yang dikemukakan bersifat

kredibel.

Dengan demikian, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin

dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi

mungkin juga tidak karena masalah dan rumusan masalah dalam

penelitian kualitatif masih bersifat sementara. Kesimpulan dalam

penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang belum pernah ada.

Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang

sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti

48
menjadi lebih jelas dan berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis,

atau teori.

F. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid

apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa

yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Tetapi perlu diketahui

bahwa kebenaran realitas menurut penelitian kualitatif tidak bersifat

tunggal, tetapi jamak dan tergantung pada kontruksi manusia yang dibentuk

dalam diri seseorang sebagai hasil proses mental setiap individu dengan

berbagai latar belakang (Winarni, 2018: 178). Menurut penelitian kualitatif,

suatu realitas itu bersifat majemuk/ganda, dinamis/selalu berubah sehingga

tidak ada yang konsisten dan berulang seperti semula. Heraclites dalam

Nasution (Winarni, 2018: 178) menyatakan bahwa “Kita tidak bisa dua kali

masuk ke sungai yang sama. Air mengalir terus, waktu terus berubah, situasi

senantiasa berubah, dan perilaku manusai yang terlibat dalam situasi sosial

juga.” Dengan demikian, tidak ada suatu data yang tetap/konsisten/stabil.

Selain itu, cara melaporkan penelitian bersifat ideosynecrative dan

individualistic (selalu berada dalam diri seseorang/perseorangan). Tiap

peneliti memberi laporan menurt bahasa dan jalan pikiran sendiri. Demikian

dalam pengumpulan data, pencatatan hasil observasi dan wawancara

mengandung unsur-unsur individualistik. Proses penelitian sendiri selalu

bersifat personalistik dan tidak ada dua sehingga peneliti akan

menggunakan dua cara yang persis sama.

49
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji

credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal),

dependability (reliabilitas), dan confirmability (objektivitas).

1) Credibility (Uji Kredibilitas)

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian

kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,

peningkatan, ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan

teman sejawat, analisis kasus negatif dan membercheck.

Perpanjangan
Pengamatan

Peningkatan
Ketekunan
Uji Kredibilitas
Data
Triangulasi

Diskusi dengan
Teman Sejawat

Analisis Kasus
Negatif

Membercheck

Gambar 3.2 Uji Kredibilitas Data dalam Penelitian Kualitatif

50
a. Perpanjangan Pengamatan

Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti

kembali ke lapangan, melakukan pengamatan lagi, dan

wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui

maupun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini

berarti hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin

terbentuk rapport, semakin akrab (tidak ada jarak lagi),

semakin terbuka, saling memercayai sehingga tidak ada

informasi yang disembunyikan lagi. Bila telah terbentuk

rapport maka telah terjadi kewajaran dalam penelitian atau

kehadiran peneliti tidak lagi menganggu perilaku yang

dipelajari. Rapport is a relationship of mutual trust and

emotional affinity between two or more people (Susan

Stainback dalam Winarni, 2018: 180).

Pada tahap awal peneliti memasuki lapangan, peneliti

masih dianggap orang asing dan masih dicurigai sehingga

informasi yang diberikan belum lengkap, tidak mendalam,

dan mungkin masih banyak yang dirahasiakan. Dengan

perpanjangan pengamatan, peneliti mengecek kembali

apakah data yang telah diberikan selama ini merupakan data

yang sudah benar atau tidak. Bila data yang diperoleh selama

ini setelah dicek kembali pada sumber data asli atau sumber

data lain ternyata tidak benar maka peneliti melakukan

51
pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam sehingga

diperoleh data yang pasti kebenarannya.

b. Meningkatkan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan

pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan.

Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan

peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

Meningkatkan ketekunan itu ibarat mengecek soal atau

makalah yang telah dikerjakan, ada yang salah atau tidak.

Dengan meningkatkan ketekunan maka peneliti dapat

melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah

ditemukan itu salah atau tidak. Demikian juga dengan

meningkatkan ketekunan maka peneliti dapat memberikan

deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang

diamati.

Sebagai bekal bagi peneliti, meningkatkan ketekunan

dilakukan dengan membaca berbagai referensi buku dan hasil

penelitian yang telah ada atau dokumentasi-dokumentasi

terkait dengan temuan yang diteliti. Dengan membaca,

wawasan peneliti akan semakin luas dan tajam sehingga

dapat digunakan untuk memeriksa data yang ditemukan itu

benar/dipercaya atau tidak.

52
c. Triangulasi

Triangulation is qualitative cross validation. It

assesses the sufficiency of the data collection procedures

(William Wiersma dalam Winarni, 2018: 183). Triangulasi

dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan

data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai

waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber,

triangulasi teknik prngumpulan data, dan triangulasi waktu.

Atasan Teman

Gambar 3.3 Triangulasi Sumber Data


Bawahan

Wawancara Observasi

Kuesioner/Dokumen
Gambar 3.4 Triangulasi Teknik Pengumpulan Data

53
Siang Sore

Pagi

Gambar 3.5 Triangulasi Waktu

1) Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber menguji kredibilitas data

yang dilakukan dengan mengecek data yang telah

diperoleh melalui beberapa sumber. Sebagai contoh,

untuk menguji kredibilitas data tentang gaya

kepemimpinan seseorang maka pengumpulan dan

pengujian data yang telah diperoleh akan dilakukan ke

bawahan yang dipimpin, ke atasan yang menugasi, dan

ke teman kerja yang merupakan kelompok kerjasama.

Data dari ketiga sumber tersebut tidak bisa dirata-

ratakan seperti dalam penelitian kuantitatif. Tetapi

dideskripsikan, dikategorikan, mana pandangan yang

sama, berbeda, dan mana spesifikasi dari tiga sumber

data tersebut. Data yang telah dianalisis oleh peneliti

menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya diminta

54
kesepakatan (membercheck) dengan tiga sumber data

tersebut.

2) Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik menguji kredibilitas data

yang dilakukan dengan mengecek data kepada sumber

yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya, data

yang diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan

observasi, dokumentasi, atau kuesioner. Bila dengan

tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut

menghasilkan data yang berbeda-beda maka peneliti

melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data

yang bersangkutan atau lainnya untuk memastikan

data mana yang dianggap benar. Tetapi mungkin

semuanya benar karena sudut pandangnya berbeda-

beda.

3) Triangulasi Waktu

Waktu juga sering memengaruhi kredibilitas

data. Data yang dikumpulkan dengan teknik

wawancara pada pagi hari tentu masih segar dan belum

banyak masalah sehingga memberikan data yang lebih

valid dan kredibel. Pengujian kredibiltas data dapat

dilakuakn dengan wawancara, observasi, atau teknik

lain untuk pengecekan dalam waktu atau situasi yang

55
berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda

maka bisa dilakukan secara berulang-ulang sehingga

sampai ditemukan kepastian data. Triangulasi dapat

juga dilakukan dengan mengecek hasil penelitian dari

tim peneliti lain yang diberi tugas untuk melakukan

pengumpulan data.

d. Analisis Kasus Negatif

Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau

berbeda dengan hasil penelitian pada saat tertentu.

Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data

yang berbeda atau bertentangan dengan data yang telah

ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau

bertentangan dengan temuan berarti data yang ditemukan

sudah dapat dipercaya. Tetapi bila peneliti masih

mendapatkan data-data yang bertentangan dengan data yang

ditemukan maka peneliti mungkin akan mengubah

temuannya. Hal ini sangat bergantung dengan seberapa besar

kasus negatif yang muncul tersebut.

e. Menggunakan Bahan Referensi

Hal ini dimaksudkan dengan bahan referensi adalah

adanya pendukumg untuk membuktikan data yang telah

ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh, data hasil

wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman

56
wawancara. Data tentang interaksi manusia atau gambaran

suatu keadaan perlu didukung oleh foto-foto. Alat-alat bantu

perekam data dalam penelitian seperti kamera, handycam,

dan alat rekam suara sangat diperlukan untuk mendukung

kredibilitas data yang telah ditemukan oleh peneliti. Dalam

laporan penelitian sebaiknya data-data yang ditemukan perlu

dilengkapi dengan foto-foto atau dokumen autentik sehingga

menjadi lebih dapat dipercaya.

f. Mengadakan Membercheck

Membercheck adalah proses pengecekan data yang

diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan membercheck

adalah mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai

dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data

tersebut disepakati oleh para pemberi data berarti data

tersebut valid sehingga semakin kredibel/dipercaya, tetapi

apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai

penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data maka

peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemberi data.

Apabila perbedaannya tajam maka peneliti harus mengubah

temuannya dan menyesuaikan dengan apa yang diberi oleh

pemberi data. Jadi membercheck dilakukan agar informasi

yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan

57
sesuai dengan apa yang dimaksud oleh sumber data atau

instrumen.

Pelaksanaan membercheck dapat dilakukan setelah

satu periode pengumpulan data selesai atau setelah mendapat

suatu temuan atau kesimpulan. Caranya dapat dilakukan

secara individual, yaitu peneliti datang ke pemberi data atau

melalui forum diskusi kelompok. Dalam diskusi kelompok

peneliti menyampaikan temuan kepada sekelompok pemberi

data. Dalam diskusi kelompok mungkin ada data yang

disepakati, ditambah, dikurangi, atau ditolak oleh pemberi

data. Setelah data disepakatii bersama maka para pemberi

data diminta untuk menandatangani supaya lebih otentik.

Selain itu juga sebagai bukti bahwa peneliti telah melakukan

membercheck.

2) Transferability

Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian

kuantitatif. Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat

diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut

diambil. Nilai transfer ini berkenaan dengan pertanyaan hingga hasil

penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain.

Oleh karena itu, supaya orang lain dapat memahami hasil

penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil

penelitian tersebut maka peneliti dalam membuat laporannya harus

58
memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya.

Dengan demikian, pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian tersebut

sehingga dapat memutuskan bisa atau tidaknya untuk mengaplikasikan

hasil penelitian tersebut di tempat lain. Bila pembaca laporan penelitian

memperoleh gambaran yang sedemikian jelasnya, semacam apa suatu

hasil penelitian dapat diberlakukan (transferability) maka laporan

tersebut memenuhi standar transferabilitas (Faisal dalam Winarni, 2018:

187).

3) Dependability

Dalam penelitian kuantitatif, dependability disebut reliabilitas.

Suatu penelitian yang reliabel adalah apabila orang lain dapat

mengulangi/mereplikasi proses penelitian tersebut. Dalam penelitian

kualitatif, uji dependability dilakuakn dengan melakukan audit terhadap

keseluruhan proses penelitian. Caranya dilakukan oleh auditor yang

independen atau pembimbing yang mengaudit keseluruhan aktivitas

peneliti dalam melakukan penelitian.

Bagaimana peneliti mulai menentukan masalah/fokus, memasuki

lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan

uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan harus ditunjukkan oleh

peneliti. Jika peneliti tidak mempunyai dan tak dapat menunjukkan jejak

aktivitas lapangannya, dependabilitas penelitiannya patut diragukan

(Faisal dalam Winarni, 2018: 188)

59
4) Confirmability

Pengujian confirmability dalam penelitian kuantitatif disebut uji

objektivitas penelitian. Penelitian dikatakan objektif bila hasil penelitian

telah disepakati banyak orang. Dalam penelitian kualitatif, uji

confirmability mirip dengan uji dependability sehingga pengujiannya

dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji confirmability berarti

menguji hasil penelitian yang dikaitkan dengan proses yang dilakukan.

Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang

dilakukan maka penelitian tersebut telah memenuhi standar

confirmability. Dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada, tetapi

hasilnya ada (Winarni, 2018: 188)

60
BAB IV

PAPARAN DAN ANALISIS DATA

A. Paparan Data

1. Profil Kelurahan Kalicacing

a. Sejarah Kelurahan Kalicacing (Asal-Usul Kelurahan

Kalicacing)

Asal-usul desa Kalicacing ini para warga mengacu pada

legenda masyarakat Boyolali yakni Joko Genthong, seorang

pemuda tampan dan perkasa yang dikutuk cacing oleh wanita yang

ingin menjadi istrinya. Dan masyarakat yang bertempat tinggal di

Kalicacing karena lingkungan desa Kalicacing dulu banyak terdapat

kali-kali dan masyarakat Kalicacing menamai desanya dengan

Kalicacing.

Pada zaman dahulu ada seorang pemuda bernama Joko

Genthong tinggal di sebuah dusun, setelah menginjak dewasa dia

merupakan satu-satunya anak yang menonjol di dusun itu. Dia

bersifat pemberani suka bertapa di tempat-tempat yang sepi,

berbahaya dan angker.

Semakin lama, nama Joko Genthong semakin terkenal dan

dianggap sebagai seorang pemuda yang sakti. Perilakunya yang

sopan santun dan baik budinya menambah dia semakin disukai oleh

banyak orang. Pada suatu ketika terjadi perselisihan antara dusun.

Awalnya perselisihan ini hanya masalah pribadi dan

61
kesalahpahaman. Namun akhirnya Joko Genthong ikut campur

karena dusunnya hampir kewalahan dengan serangan penduduk

dusun. Semenjak saat itu Joko Genthong menjadi bahan

pembicaraan orang banyak.

Banyak wanita yang datang ke rumah Joko Genthong untuk

menyampaikan maksud ingin menjadi istri Joko Genthong

(ngunggah-anggahi) tetapi tidak seorangpun wanita yang singgah

di hatinya. Para wanita terus mendatangi rumah Joko Genthong

namun hal ini membuat Joko Genthong merasa sedih., murung dan

pendiam. Orang tua Joko Genthong juga membujuk putranya agar

memilih salah seorang wanita untuk dijadikan istrinya, tetapi Joko

Genthong tetap pada pendiriannya.

Ada seorang gadis yang mengancam jika lamarannya tidak

diterima, orang tua gadis itu akan memaksanya, tetapi jika tidak

berhasil, mereka akan membunuhnya. Ancaman itu terdengar oleh

orang tua Joko Genthong dan orang tua Joko Genthong pun

membujuknya kembali karena khawatir dengan ancaman tersebut.

Bujukan itu membuat Joko Genthong berfikir dan

memutuskan untuk pergi dari rumah dan dusunnya. Tidak ada yang

tahu dimana Joko Genthong pergi. Joko Genthong melakukan

bertapa kembali sampai tubuh Joko Genthong kurus kering, jika

digerakkan sangat sulit dan tidak mempunyai tenaga. Ternyata

62
kepergian Joko Genthong diikuti oleh seorang gadis dan orang yang

sakti mandraguna.

Betapa kagetnya sang gadis melihat pemuda pujaannya

sudah tak seperti dahulu lagi, hanya diam, cuma bisa menggerak-

gerakkan kaki dan tangannya seperti cacing. Melihat keadaan ini

gadis itu menangis dan bertanya apakah mau mempersuntingnya

atau tidak. Tetapi Joko Genthong tidak menjawab dan gadis tersebut

marah kepada Joko Genthong. Gadis tersebut pun menyuruh

pengiringnya untuk membangunkan dan menuruti kemauannya.

Apabila gagal, sang gadis meminta pengiring tersebut untuk

membunuhnya saja.

Pengiring tersebut berpikir apa yang harus dilakukannya,

sedangkan tangan dan kakinya bergerak-gerak seperti cacing.

Pengiring tersebut berkata, “Wong kok kaya Cacing.” Keanehan

pun terjadi pada tubuh Joko Genthong. Tubuhnya semakin

mengecil dan menjadi Cacing. Lalu cacing tersebut menuju ke mata

air dan lenyaplah dari pandangan gadis tersebut. Pengiring itu

memberi nama mata air itu dengan nama “Kalicacing” agar kelak

mata air itu dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Suatu hari, gadis dan pengiring tersebut mandi di tempat

sumber mata air tersebut. Keanehan pun terjadi pada gadis tersebut.

Setelah mandi, gadis tersebut terlihat cantik dan segar. Namun yang

terjadi pada si pengiring berbeda. Dia menjadi kurus kering tinggal

63
berbalur tulang. Itu semua akibat dari Joko Genthong karena telah

dikutuk menjadi cacing dan si pengiring tersebut berkata kembali,

“Kalicacing hanya akan mengeluarkan airnya di musim kemarau

saja.” Sesudah itu sang gadis dan si pengiring itu pulang dengan

perasaan yang berbeda. Sang gadis merasa senang dan si pengiring

merasa sedih hatinya (http://kalicacing.salatiga.go.id/sejarah-

kelurahan-kalicacing, diakses pada tanggal 11 September 2020

pukul 15.25).

b. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi Kelurahan Kalicacing dapat dijelaskan

dalam bagan berikut.

LURAH

SEKRETARIAT
KELURAHAN

SEKSI PEMERINTAHAN, SEKSI EKONOMI SEKSI SOSIAL DAN


KETENTRAMAN, DAN DAN PEMBERDAYAAN
KETERTIBAN UMUM PEMBANGUNAN MASYARAKAT

Gambar 4.1 Bagan Struktur Organisasi

Kelurahan Kalicacing mempunyai Struktur Organisasi sebagai

berikut:

Kelurahan terdiri dari:

64
1) Lurah

2) Sekretariat Kelurahan

3) Seksi Pemerintahan, Ketentraman dan Ketertiban Umum

4) Seksi Ekonomi dan Pembangunan

5) Seksi Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat

c. Jumlah Aparatur/PNS Kelurahan

Jumlah pegawai Kelurahan Kalicacing adalah 9 orang terdiri

dari:

1) Golongan III sebanyak : 6 orang

2) Golongan II sebanyak : 3 orang

Adapun data pegawai Kelurahan Kalicacing adalah sebagai

berikut.

No Nama NIP Jabatan

1 KRIS ARTANTO, SE 19640131 198602 1 005 Lurah

SLAMET
2 19690816 199312 1 002 Sekretaris Kelurahan
SUBAGYO, SE

Kasi Pemerintahan,

3 SUDARMANTO, SH 19770126 199703 1 004 Ketentraman dan

Ketertiban Umum

Kasi Sosial dan

4 NAMIK DA, S.AG 19780921 200801 2 006 Pemberdayaan

Masyarakat

65
MEI INDAH Kasi Ekonomi dan
5 19750522 199501 1 001
SUSANTI, SH Pembangunan

6 KISWOWATI 19610905 199311 2 001 Staf Keuangan

7 SULISTIYONO 19660617 198711 1 001 Staf Umum

PRAMUDYA
8 19870729 200101 1 009 Operator Komputer
YUDHI, A.Md

9 TINA KURLINA 19660903 200604 2 010 Staf Kesra

Tabel 4.1 Data Pegawai Kelurahan Kalicacing

d. Letak Geografis

Kelurahan Kalicacing adalah kelurahan yang terletak di

wilayah Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga dimana pada akhir

bulan Oktober 2017 dengan jumlah penduduk ± 6.792 jiwa, 2541

KK, dengan perincian Laki-laki 3.271 orang dan Perempuan 3.521

orang. Secara geografis, Kelurahan Kalicacing merupakan suatu

wilayah dalam perkotaan yang penduduknya heterogen dimana

penduduk Kelurahan Kalicacing terdiri dari suku bangsa dan agama

dengan latar belakang dan mata pencaharian yang beragam dan

berbeda pula. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Kalicacing

ada yang berusaha di bidang Perdagangan, Jasa, Pegawai, Polisi dan

TNI. Luas wilayah Kelurahan Kalicacing adalah 78,73 Km2 dengan

batas wilayah kelurahan sebagai berikut.

1) Sebelah Utara : Kelurahan Salatiga

66
2) Sebelah Barat : Kelurahan Mangunsari

3) Sebelah Selatan : Kelurahan Tegalrejo

4) Sebelah Timur : Kelurahan Kutowinangun Kidul

Kelurahan Kutowinangun Lor

e. Sarana Ibadah

Berikut daftar sarana ibadah yang ada di Kelurahan Kalicacing.

Nama Sarana
No Alamat RT/RW Penanggungjawab
Ibadah

Jalan Muria no.


1 Masjid Al-Amin 04/06 Mahmudi
55

Jalan Ahmad Yani


2 Masjid Al-Anwar 05/06 Nur Amin. S.Ag
no. 120

Drs. Abdul Rochim,


3 Masjid Al-Ikhlas Jalan Kemuning 03/01
S.Ag

Jalan Jenderal
4 Masjid Pandawa 03/07 Samsul
Soedirman 39

Masjid Sunan Jalan Adisucipto


5 01/01 HM. Sumeri
Kalijaga no. 1

Masjid Nur Jalan Ahmad Yani


6 01/07 Masrokin
Istiqlal (Yonif 411)

Masjid Al-
7 Jalan Sindoro no 2 01/05 H. Wahid Dudin
Muttaqin

67
Jalan Slamet no.
8 Masjid Al-Ittikat 03/03 H. Soetoyo, SH
45 B

Masjid Al- Jalan Brigjend


9 05/06 M. Zaenuri
Barakah Sudiarto

Masjid Al- Jalan Semeru no.


10 04/06 Suratmin
Hidayah 38 D

Mushalla Al-
11 Jalan Kridanggo 02/01 Rosyid
Rohmah

Jalan Sukowati
12 Mushalla Al-Iman 01/04 Budi Susanto, SH
no. 51

Mushalla Al-
13 Tangsi Besar 05/07 Peltu Suparlin
Muhajjirin

Mushalla (Tak Jalan Brigjend


14 02/06
Bernama) Sudiarto

Gereja Bethel Pdt. Gideon Rusli


15 Jalan Johar no. 8 02/02
Indonesia SPAK

Jalan Brigjend Pdt. Surya Kusuma,


16 GPIAI Efata 01/04
Sudiarto no. 1 A S.Th, M.MN

Gereja Mawar Jalan Sukowati


17 05/03 Paulus Eko
Sharon no. 2

Jalan Ahmad Yani Pdt. Timotius Agus S,


18 GPDI Siloam 06/04
no. 12/14 M.Th

68
Jalan Merbabu no.
19 GSJA 01/05 Pdt. Markus Sukarno
26

Pdt. Henoeh Ardian


20 GBI Jalan Merapi Jalan Merapi 12 01/05
NS

Jalan Sukowati Pdt. Daniel Heri


21 GKJTU Salatiga
no. 24 Iswanto, M.Th

GPIA Ahmad Jalan Ahmad Yani


22 05/03 Pdt. Samuel Watoni
Yani no. 102

Gereja HKBP Jalan Merbabu no.


23 05/06 Situa J. Mongora
Salatiga 1

Jalan Jenderal

24 GKI Salatiga Soedirman no. Giarto S

111 B

Klenteng Hok Jalan Sukowati


25 02/04 Liem Djin Ieng
Tek Bio no. 13

Vihara Centya
Jalan Damar no. 8
26 Sinar Budha 03/02 Liem Djin Ieng
C
Dharma

Tabel 4.2 Daftar Sarana Ibadah di Kelurahan Kalicacing

f. Gambaran Informan

Berikut gamban informan yang membantu peneliti dalam

mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya terkait

69
pelaksanaaan ibadah Salat berjamaah dalam masa pandemic

COVID-19.

Kode
No Nama Keterangan
Informan

1 Kris Artanto, SE KA Lurah Kalicacing

2 Sri Wiji Supadmo SW Ta’mir Masjid Al-Ikhlas Kalicacing

3 KH. Abdul Majid AM Ta’mir Masjid Pandawa Salatiga

Rusmin (Mbah
4 RY Jama’ah Masijd Al-Ikhlas Kalicacing
Yem)

5 Jariyatun JA Jama’ah Masjid Al-Ikhlas Kalicacing

6 Nuryanto YA Jama’ah Masjid Al-Ikhlas Kalicacing

Ust. Abdul
7 AR Pengurus TPQ Masjid Pandawa Salatiga
Rohim

8 Supriyadi SU Jama’ah Masjid Pandawa Salatiga

9 Amirullah AH Ta’mir Masjid Al-Anshor

10 Ahmad Zulfa AZ Jama’ah Masjid Al-Anshor

11 Laila Qorib Ridlo LA Jama’ah Masjid Al-Anshor

Tabel 4.3 Daftar Informan

2. Deskripsi Data Penelitian

70
Di bawah ini, peneliti memaparkan hasil penelitian pelaksanaan

ibadah Salat berjamaah dalam masa pandemi COVID-19 di Kelurahan

Kalicacing Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.

a. Potret Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah Dalam Masa Pandemi

COVID-19 Di Kelurahan Kalicacing Kecamatan Sidomukti Kota

Salatiga

Berikut beberapa fokus kondisi yang dikaji oleh peneliti dalam

pelaksanaan ibadah salat berjamaah dalam masa Pandemi COVID-19 di

Kelurahan Kalicacing Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.

1) Keadaan Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah Di Dalam Masjid

Dalam Masa Pandemi COVID-19

Di dalam pelaksanaan ibadah salat berjamaah dalam masa

pandemi COVID-19 di Kelurahan Kalicacing memenuhi protokol

kesehatan. Terkait dengan hal tersebut, KA menjelaskan sebagai

berikut:

Proses pelaksanaan ibadah salat berjamaah di


Kelurahan Kalicacing memenuhi protokol kesehatan.
Mencuci tangan menggunakan sabun, kemudian
sajadah membawa sendiri tidak menggunakan karpet.
Tempat diatur menggunakan jarak. Keadaan orang
yang sudah tua dilihat dari kondisi, bila orang yang
sudah tua sehat dan memenuhi kondisi dipersilahkan
untuk ibadah salat berjamaah. Untuk salat dimasjid
bukan ditiadakan, tetapi salat untuk dilaksanakan di
rumah masing-masing agar lebih aman. Sesuai dengan
Surat Edaran Perwali no. 443.1/179/101.2 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri
1 Syawal 1441 H bagi Umat Islam Dalam Percepatan
Pencegahan dan Penanganan Wabah Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19). (KA, 01/W/KA/10-09-
2020)

71
Hal yang sama juga diungkapkan oleh SW, berikut

pernyataannya:

Kalau di Masjid Al-Ikhlas Kalicacing, jamaah tetap


dibuka untuk umum tetapi dengan protokol kesehatan,
pakai masker, jaga jarak. (SW, 02/W/SW/03-09-2020)

Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh AM, AR, dan

AH. Berikut pernyataannya.

Kalau di Masjid Pandawa Salatiga, jamaah tetap


dibuka untuk umum, bebas, tetapi dengan protokol
kesehatan, pakai masker. Masjid Pandawa dibuka untuk
ummat. Keadaan ummat disini sudah dibilang, mohon
maaf, malas. Kalau ditutup masjid, malah jadi tidak ada
yang salat. Di Masjid Pandawa Salatiga terkenal
dengan sebutan masjid musafir, jadi masjid untuk
persinggahan orang yang bepergian jauh. Jadi bila
ditutup, ummat mau salat dimana? Nah disini peran
masjid sebagai wadah untuk kemaslahatan ummat.
(AM, 03/W/AM/04-09-2020)

Kalau di Masjid Pandawa, jamaah dibuka untuk umum


tetapi dengan protokol kesehatan. Jamaah dihimbau
menggunakan masker. Masjid disini tertib. (AR,
04/W/AR/04-09-2020)

Kalau di Masjid Al-Anshor Salatiga menerapkan


protokol kesehatan. Renggang shafnya. Jamaah
dihimbau menggunakan masker untuk keselamatan diri.
Sempat masjid ditutup tidak boleh beroperasional
mengadakan salat berjamaah karena pinggir kota,
banyak yang takut terkena virus COVID-19. (AH,
09/W/AH/09-09-2020).

Pengaruh pandemi COVID-19 terhadap pelaksanaan ibadah

Salat berjamah berdampak kepada masyarakat. Dampak tersebut

yaitu menimbulkan sebuah kebiasaan baru, yaitu diharuskan

menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun dan selalu

72
menggunakan hand sanitizer. Hal tersebut diperkuat dari pernyataan

KA sebagai berikut.

Pengaruh Pandemi COVID-19 terhadap pelaksanaan


ibadah di kelurahan Kalicacing menimbulkan sebuah
adaptasi yang baru, semisal seharusnya salat yang
diatur dalam syariat agama harus saling rapat,
sekarang harus diberi jarak, agar terhindar dari
penularan COVID-19. Dampak sosiokultural juga
didapat, kebiasaan-kebiasaan yang belum pernah
ditemukan sebelumnya, seperti sekarang ini.
Masyarakat harus membiasakan diri dengan keadaan
ini. Jamaah yang hadir pun tidak sebanyak biasanya.
Khotbah dipersingkat waktunya. Pengaruh signifikan
pastinya jumlah jamaahnya. Yang terpenting jamaah
aman, nyaman dan sehat. (KA, 01/W/KA/10-09-2020)

Tetapi, walaupun begitu, dampak tersebut tidak

mempengaruhi tingkat kekhusyukan jamaah yang beribadah. Sudut

pandang dari ta’mir masjid sebagai berikut.

Kelihatannya tidak berpengaruh pada kekhusyukan.


Buktinya pelaksanaan salat sebelum salat Jum’at,
seperti salat qabliyah juga dilaksanakan, kemudian
salat wajib, dzikir, kemudian salat badiyah juga
dilaksanakan. Jadi, istilah tidak begitu berpengaruh.
Karena sudah bermasker, sudah nyaman dan sudah
tidak bersalaman. Sebagian ada yang bersalaman,
tetapi sebagian tidak bersalaman. (SW, 02/W/SW/03-
09-2020)

Sepertinya tidak mempengaruhi pada kekhusyukan.


Masih dalam keadaan khusyuk. Tidak ada
permasalahan dengan kekhusyukan. Karena urusan
iman itu masalah pribadi, bila untuk salat yang
merasakan manfaat adalah diri sendiri. Masjid
memberi fasilitas agar masjid lebih nyaman, tetapi
untuk masalah khusyuk diserahkan kepada jamaah
masing-masing. (AM, 03/W/AM/04-09-2020)

Kelihatannya tidak berpengaruh pada kekhusyukan.


Bila sudah membicarakan tentang kekhusyukan itu

73
dikembalikan kepada pribadi masing-masing. (AR,
04/W/AR/04-09-2020)

Pada awalnya aneh. Tetapi kita negara hukum,


seyogyanya patuh dengan hukum yang berlaku.
Akhirnya imbal baliknya ke kita juga. Di awal masih
ada rasa takut untuk beroperasi. Takut nanti jamaah
tertular COVID-19. Tetapi sekarang, masjid dibuka
untuk umum dengan catatan patuh pada protokol
kesehatan. Sehingga kekhusyukan bisa tercipta dari
jamaah masing-masing. Karena kekhusyukan tercipta
dari diri masing-masing apabila dirinya sudah merasa
aman raganya. (AH, 09/W/AH/09-09-2020)

2) Shaf di dalam Salat Berjamaah di Masa Pandemi COVID-19

Implementasi pelaksanaan protokol kesehatan ada yang

membuat tanda silang sebagai batas jarak antarjamaah, ada pula

berbentuk himbauan dan dari kesadaran masing-masing jamaah

yang telah dihimbau untuk berjaga jarak. SW menjelaskan:

Jamaah dijarak setengah meter, walaupun tidak


diberikan tanda, tetapi jamaah sudah dihimbau untuk
tidak saling berdekatan. Jamaah tetap sudah pasti
otomatis memberi jarak pada saat Salat. Untuk sajadah
dihimbau membawa sendiri dari rumah. (SW,
02/W/SW/03-09-2020)

Hal yang sama diungkapkan oleh AM sebagai berikut.

Jamaah dijarak. Setiap shaf diberi tanda silang untuk


jarak, sehingga jamaah bisa mengetahui jarak yang
dianjurkan dari aturan. (AM, 03/W/AM/04-09-2020)

Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh AR dan AH

sebagai berikut.

Jamaah dijarak dengan tanda. Membawa


karpet/sajadah masing-masing. (AR, 04/W/AR/04-09-
2020)

74
Untuk shaf di dalam salat dibuat renggang. Jadi ada
tanda agar jamaah mempunyai jarak pada saat Salat
ibadah berjamaah tidak terlalu rapat. (AH,
09/W/AH/09-09-2020)

3) Aturan Masjid dalam Masa Pandemi COVID-19

Dalam pelaksanaan ibadah Salat berjamaah di dalam masa

pandemi COVID-19, seluruh masjid telah menggunakan aturan

protokol kesehatan. Menurut KA, pelaksanaan ibadah Salat yang

ideal adalah ibadah yang mengutamakan keselamatan dan

kepatuhan terhadap protokol kesehatan yang telah diatur dalam

pemerintah.

Idealnya dari proses pelaksanaan ibadah salat


berjamaah di masa Pandemi COVID-19 dengan
menerapkan protokol kesehatan yang telah diarahkan
pada aturan tadi. Pada saat protokol tersebut
dijalankan dengan tertib, maka ibadah dapat terlaksana
dengan nyaman dan jamaah yang melaksanakan ibadah
juga selamat dan aman. Lebih ideal ya berjamaah satu
keluarga di rumah, ibadah Salat berjamaah
dilaksanakan di rumah, kepala keluarga menjadi
imamnya, makmumnya ya anggota keluarga, di masa
pandemi ya itu yang paling ideal. (KA, 01/W/KA/10-
09-2020)

Dalam proses pelaksanaannya di lapangan, kondisi jamaah

yang melaksanakan ibadah salat berjamaah di masjid dalam keadaan

aman. Hal ini didukung oleh pernyataan SW.

Jamaah Alhamdulillah sehat semua mas. Masih stabil


dalam keadaan sehat wal afiat. Tetapi jamaah
berkurang banyak sekali karena ada jarak. Separuh
lebih. Biasanya Jumatan bisa 250 orang, sekarang
hanya menampung 100 atau paling banyak 150. (SW,
02/W/SW/03-09-2020)

Hal tersebut juga diungkapkan oleh AM.

75
Jamaah baik. Tidak ada kondisi tertentu setelah Salat
disini. Malah antuasias tinggi ketika masjid dibuka.
Para jamaah langsung berbondong-bondong ke masjid.
Tetapi karena ada aturan protokol kesehatan terkait
Salat berjamaah, jamaah jadi hanya separuhnya. Penuh
tetapi hanya separuh karena adanya jarak-jarak yang
sudah ditandai.” (AM, 03/W/AM/04-09-2020)

Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh AR dan AH.

Jamaah Alhamdulillah sehat semua. Masih stabil dalam


keadaan sehat wal afiat. Masjid musafir disini. Masjid
ini untuk tempat singgah orang jauh. Tetap diterima,
dengan protokol yang berlaku. Tetapi ya itu. Jamaah
berkurang hampir separuh. Biasanya bisa penuh
masjid, sekarang penuh tetapi paling separuh. (AR,
04/W/AR/04-09-2020)

Jamaah lumayan. Pada beberapa minggu lalu,


Jum’atan pernah beberapa gelintir orang saja. Bisa
dihitung pakai jari. Sekarang sudah mulai Salat Jum’at,
ya lumayan. Tetapi untuk salat jamaah benar-benar
berkurang. Paling banyak 3 shaf renggang. (AH,
09/W/AH/09-09-2020)

Melihat dari kondisi aturan di masjid, aturan protokol

kesehatan selalu ditemukan di masjid yang diteliti, dan dijalankan

dengan maksimal. Hal tersebut disampaikan oleh SW.

Masjid menggunakan protokol kesehatan sesuai aturan


yang diberlakukan, kemudian setelah salat menghindari
berkerumun maupun bergerombol apalagi mengobrol.
Kemudian ada tempat cuci tangan guna menjaga
kesehatan. Selama ini jamaah tertib, semuanya
menggunakan masker. (SW, 02/W/SW/03-09-2020)

76
Hal tersebut juga disampaikan oleh AM.

Masjid menggunakan protokol kesehatan sesuai aturan


yang diberlakukan. Ada tempat cuci tangan guna
menjaga kesehatan. Disediakan hand sanitizer dan
sabun cuci tangan di setiap sudut. Tetapi kita tidak
membatasi setiap jamaah untuk beribadah. Selama ini
jamaah tertib, semuanya menggunakan masker.” (AM,
03/W/AM/04-09-2020)

Pernyataan diatas juga diutarakan oleh AR dan AH.

Masjid menggunakan protokol kesehatan sesuai aturan


pemerintah, Mas. Masjid dibuka untuk umum, tetapi
jamaah dihimbau menggunakan masker. (AR,
04/W/AR/04-09-2020)

Masjid menggunakan protokol kesehatan sesuai aturan


yang telah diberikan pemerintah. Ada tempat cuci
tangan guna menjaga kesehatan. Masjid juga selalu
memberikan himbauan di TOA pada saat sebelum
memulai pelaksanaan ibadah salat berjamaah. Tetapi
aturan protokol kesehatan yang diberlakukan di masjid
ini tidak ketat. Asal sesuai protokol kesehatan, jamaah
bisa masuk ke masjid dengan bebas. (AH, 09/W/AH/09-
09-2020)

4) Kondusivitas Pelaksanaan Salat Berjamaah di dalam Masa Pandemi

COVID-19

Dilihat dari keadaan masyarakat Kelurahan Kalicacing yang

banyak bersikukuh untuk beribadah, pelaksanaan salat berjamaah di

dalam masa pandemi COVID-19 berjalan kondusif, ditilik dari

pernyataan KA sebagai berikut.

Warga masih bersikukuh untuk beribadah. Tetapi sudah


menyadari, mengetahui anjuran pemerintah.
Kesadaran warga sudah tinggi, sehingga sedikit yang
tidak mematuhi protokol kesehatan. (KA, 01/W/KA/10-
09-2020)

77
Pelaksanaan ibadah salat berjamaah di dalam masa pandemi

COVID-19 dinilai kondusif, dilihat dari pernyataan SW sebagai

berikut.

Kegiatan beribadah salat berjamaah berjalan dengan


kondusif, walau ada protokol kesehatan yang mengikat.
(SW, 02/W/SW/03-09-2020)

Hal tersebut juga diungkapkan oleh AM.

Kegiatan beribadah salat berjamaah berjalan dengan


kondusif. Walaupun ada protokol kesehatan, jamaah
masih dapat melaksanakan ibadah dengan aman dan
tertib. (AM, 03/W/AM/04-09-2020)

Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh AR dan AH.

Kegiatan beribadah salat berjamaah berjalan dengan


kondusif, walau diberlakukan protokol kesehatan di
masjid ini. Malah bila masjid dibuka, jamaah berduyun-
duyun kesini. Karena beberapa masjid ada yang masih
ketat di daerah lain, jadi masjid ini bebas dibuka untuk
umum.(AR, 04/W/AR/04-09-2020)

Kegiatan beribadah salat berjamaah berjalan dengan


kondusif, walau masih ada protokol kesehatan yang
berlaku. Jamaah antusias untuk beribadah, sudah
bersyukur sekali. (AH, 09/W/AH/09-09-2020)

5) Gejolak Di Masyarakat Terkait Pelaksanaan Salat Berjamaah Di

Masa Pandemi COVID-19

Dalam pelaksanaan ibadah salat berjamaah di masa pandemi

COVID-19, tidak ada gejolak/pergolakan dalam masyarakat terkait

dengan pelaksanaan salat berjamaah di masa pandemi COVID-19.

Hal tersebut diutarakan oleh AM.

Tidak ada. Tidak ada permasalahan yang bergejolak di


masjid ini. Semua Alhamdulillah aman dan terkendali.
(AM, 03/W/AM/04-09-2020)

78
Pernyataan diatas juga diutarakan oleh AR dan AH.

Tidak ada. Aman-aman saja. Semua sudah tahu


permasalahan hari ini. COVID-19 permasalahan
bersama, sehingga jamaah pasti sudah memakluminya.
(AR, 04/W/AR/04-09-2020)

Tidak ada. Tidak ada perdebatan. Semua ikut himbauan


pemerintah. (AH, 09/W/AH/09-09-2020)

Jawaban lain juga ditemukan. SW mengutarakan bahwa

gejolak tidak ada dalam jamaah tetap/jamaah muqim, tetapi gejolak

muncul berasal dari luar.

Untuk jamaah lokal atau tetap, tidak ada permasalahan.


Tetapi untuk jamaah luar kadang menyepelekan
protokol kesehatan, mengindahkan protokol semisal
tidak menggunakan masker, masih mengobrol
berdekatan. (SW, 02/W/SW/03-09-2020)

b. Persepsi Jamaah Terhadap Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah

Dalam Masa Pandemi COVID-19

1) Keadaan Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah Di Dalam Masjid

Dalam Masa Pandemi COVID-19

Dilihat dari sudut pandang jamaah tentang pelaksanaan

ibadah salat berjamaah, jawaban yang diberikan beragam. Sebagian

dari jamaah ada yang merasa aman. RM menyatakan.

Kalau di masjid sini, pelaksanaan ibadah salat aman.


Tetap memakai masker. Kalau awal-awal dahulu tidak
boleh, Cuma warga sini saja yang boleh Salat. Dulu
sampai dijaga polisi di pintu gerbang. Dulu kalau Salat
ditutup pintunya, lampu dimatikan kalau Maghrib biar
tidak ketahuan. Tetapi kalau sekarang sudah bisa
dibuka untuk umum. Pakai masker, cuci tangan. (RM,
05/W/RM/03-09-2020)

79
Hal yang sama diungkapkan oleh JA.

Kalau di masjid sini, pelaksanaan ibadah saya rasa


terasa aman. Dari Shubuh sampai dengan Isya’ tidak
pernah kosong. Lebih aman. (JA, 06/W/JA/05-09-2020)

Perasaan aman dan nyaman juga ditunjukkan oleh SU dan AZ.

Lebih aman. Menggunakan protokol kesehatan.


Menggunakan masker dan cuci tangan, sehingga lebih
aman, nyaman dan lebih terjaga. (SU, 08/W/SU/07-09-
2020)

Nyaman. Sudah berprotokol kesehatan. Memakai


masker dan cuci tangan, sehingga lebih aman. Tetapi
masjid menjadi sepi. Kurang greget dalam pelaksanaan
Salat. (AZ, 10/W/AZ/09-09-2020)

Perasaan tertib juga diutarakan oleh LA dalam melaksanakan

ibadah salat berjamaah di masjid dalam masa pandemi COVID-19.

Tertib. Petugas di masjid tertib. Tetapi, Jamaah kurang


banyak. Minat masyarakat akan ibadah salat
berjamaah kurang respek dan greget. Ada jaga jarak di
dalam shaf. Kemudian, jamaah wajib cuci tangan jadi
tertib. (LA, 11/W/LA/09-09-2020)

Berbeda dengan pendapat dari YA yang merasa merasa was-

was, dan khawatir dalam melaksanakan ibadah Salat berjamaah di

masa pandemi COVID-19.

Saya merasa was-was. Walau masih dalam pengawasan


protokol kesehatan, masih was-was karena ada jamaah
luar yang masuk ke dalam masjid. (YA, 07/W/YA/07-
09-2020)

2) Shaf di dalam Salat Berjamaah di Masa Pandemi COVID-19

80
Dalam pelaksanaan ibadah salat berjamaah di dalam masa

pandemi COVID-19, terdapat perubahan dalam aturan shaf (barisan)

di dalam Salat. RM menjelaskan.

Kalau untuk salat berjamaah dijarak. Tidak ditandai,


tetapi sudah tahu kalau disuruh dijarak. Jadi sudah
dijarak, tidak rapat. Ada yang berlubang. Tetapi
dampaknya jamaah hilang separuh. Kalau dahulu rapat
dan berdekatan, jadi dapat memuat banyak orang.
Sekarang kelihatan banyak tetapi masih kurang
separuh. (RM, 05/W/RM/03-09-2020)

Hal yang sama diungkapkan oleh JA dan YA.

Kalau untuk salat berjamaah dijarak. Diberi jarak yang


agak jauh, jadi jamaahnya berkurang. (JA,
06/W/JA/05-09-2020)

Jamaah dikasih ruang jarak. Tidak boleh rapat-rapat.


Ya agak berjauhan, biar aman mas. Kalau Maghrib ya
yang paling ramai. Lebih ramai Juma’atan. Kalau salat
seperti Maghrib bisa 3 sampai 4 shaf. Kalau salat selain
Maghrib ya cuma 2 shaf. (YA, 07/W/YA/07-09-2020)

Pernyataan di atas juga diungkapkan oleh SU dan AZ.

Shaf masih termasuk dalam protokol. Tidak terlalu


rapat seperti biasanya. Renggang-renggang. (SU,
08/W/SU/07-09-2020)

Shaf masih termasuk dalam protokol. Tidak terlalu


rapat seperti biasanya. Renggang-renggang. Jamaah
maksimal terisi hanya 3 sampai 4 shaf renggang. (AZ,
10/W/AZ/09-09-2020)

Berbeda dengan LA, yang mengungkapkan bahwa dengan

adanya shaf yang renggang dan tidak rapat, menyebabkan jamaah

menjadi berkurang.

Salatnya dibuat renggang shafnya. Shaf yang


seharusnya dibuat rapat malah dibuat begitu jauh,

81
sehingga hanya muat separuh jamaah dari yang
seharusnya ada. Karena aturan shaf itu, mungkin
antusias jamaah menjadi berkurang, jadi paling yang
berapa shaf yang terisi. (LA, 11/W/LA/09-09-2020)

3) Aturan Masjid dalam Masa Pandemi COVID-19

Aturan di masjid juga menggambarkan harus menggunakan

protokol kesehatan, seperti mencuci tangan menggunakan sabun,

memakai masker dan penggunaan hand sanitizer. RM menjelaskan:

Masjid menyuruh jamaah untuk menggunakan masker,


cuci tangan memakai sabun, tidak berkerumun, tidak
bergerombol. Kalau tidak membawa masker, masjid
memberi masker cuma-cuma. (RM, 05/W/RM/03-09-
2020)

Hal serupa juga diungkapkan oleh JA dan YA.

Masjid menghimbau jamaah untuk menggunakan


masker, cuci tangan memakai sabun, tidak berkerumun,
tidak bergerombol. Kalau tidak membawa masker, dari
ta’mir masjid memberi masker cuma-cuma. Gratis
untuk jamaah. (JA, 06/W/JA/05-09-2020)

Yang penting menggunakan masker, cuci tangan. Pakai


hand sanitizer. Sekarang lebih terbuka walaupun ada
aturan protokol kesehatan, cuci tangan, pakai masker,
membawa sajadah sendiri, jadi lebih ramai. (YA,
07/W/YA/07-09-2020)

Pernyataan di atas juga disampaikan oleh SU dan AZ.

Aturan menjadi umum. Masjid dibuka dengan bebas,


sehingga jamaah dapat Salat dengan leluasa, meskipun
harus mengikuti protokol kesehatan yang telah diatur
oleh pemerintah. (SU, 08/W/SU/07-09-2020)

Aturan lebih umum. Masjid dibuka bebas, sehingga


jamaah dapat Salat dengan nyaman, meskipun harus
mengikuti protokol kesehatan yang telah diatur oleh

82
pemerintah. Ikut saja barisan shaf yang agak renggang.
(AZ, 10/W/AZ/09-09-2020)

Berbeda dengan jawaban LA terkait dengan aturan masjid di

masa pandemi COVID-19, yang berpendapat terlalu rumit dan tidak

luwes.

Terlalu banyak peraturan, Mas. Kurang luwes.


Seharusnya urusan ibadah dipermudah. Ini kan
masalah antara manusia dan Tuhannya, malah dibuat
peraturan yang begitu rumit disini. (LA, 11/W/LA/09-
09-2020)

4) Kondusivitas Pelaksanaan Salat Berjamaah di dalam Masa Pandemi

COVID-19

Terkait kondusivitas pelaksanaan salat berjamah di masjid di

dalam masa pandemi COVID-19, RM menjelaskan.

Ramai sekali. Kondusif. Tidak terjadi apa-apa.


Masyarakat malah seneng kalau masjid sudah dibuka
seperti biasanya. Walau ada protokol kesehatan itu.
(RM, 05/W/RM/03-09-2020)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh JA dan YA.

Masih kondusif. Tidak terjadi apa-apa. Masyarakat


malah senang kalau masjid sudah dibuka seperti
biasanya. Walau ada protokol kesehatan masjid masih
tetap ramai. (JA, 06/W/JA/05-09-2020)

Kondusif. Masih banyak jamaah yang ingin ke masjid.


Yang penting tetap menjaga diri saja. (YA,
07/W/YA/07-09-2020)

Pernyataan di atas juga diungkapkan oleh SU dan AZ.

Kegiatan beribadah salat berjamaah berjalan dengan


kondusif, walau masih ada protokol kesehatan yang

83
berlaku. Jamaah antusias untuk beribadah, sudah
bersyukur sekali. (SU, 08/W/SU/07-09-2020)

Kondusif. Sesuai dengan himbauan. Ya walau hanya


beberapa shaf, menurut saya masih dalam kategori
kondusif dan khidmad. Tetapi masih disayangkan hanya
segelintir orang saja yang Salat di dalam masjid. Hanya
muat beberapa orang saja. (AZ, 10/W/AZ/09-09-2020)

Pandangan lain diungkapkan oleh LA, yang menyatakan

bahwa pelaksanaan ibadah salat berjamaah yang masih dinilai belum

kondusif. LA menyatakan:

Belum terlalu kondusif. Masih kurang mantap. Masih


kurang antusias masyarakat. Minat masyarakat banyak
berkurang. Respek masyarakat menurun dan kurang
greget dalam beribadah. (LA, 11/W/LA/09-09-2020)

Dari kekhusyukan di dalam ibadah salat berjamaah di masa

pandemi COVID-19, RM menyatakan:

Khusyuk. Yang penting salat berjalan lancar tidak ada


hambatan. Ingin menghadap Tuhan tanpa kendala,
Alhamdulillah. Lancar berjamaah, Salat aman, tetap
khusyuk, walau masih pandemi. (RM, 05/W/RM/03-09-
2020)

Hal yang sama diungkapkan oleh JA, SU, dan AZ

Masalah penyakit memang kita bukannya takut. Kita


hanya tinggal menunggu. Penyakit seperti ini seperti
acakan, hanya sebagai lantaran dari mati. Yang
terpenting menjaga diri, menjaga kesehatan. Masalah
khusyuk akhirnya dikembalikan kepada diri masing-
masing. (JA, 06/W/JA/05-09-2020)

Tergantung masing-masing. Kalau dari saya pribadi,


biasa-biasa saja. Tidak ada pengaruh untuk
kekhusyukan menurut saya. (SU, 08/W/SU/07-09-2020)

84
Tergantung dari pribadi masing-masing, Mas. Kalau
saya, biasa-biasa saja. Tidak berpengaruh untuk
kekhusyukan menurut saya. Jadi aneh ketika berbicara
jamaah tetapi sepi, tidak rapat dan renggang. Tetapi
tetap saja di negara hukum, manut hukum aturan. Toh
ya aturan imbasnya ke kita. (AZ, 10/W/AZ/09-09-2020)

Berbeda pendapat dengan pernyataan YA, yang merasa was-

was dalam melaksanakan ibadah salat berjamaah dalam masa

pandemi COVID-19 di masjid.

Was-was. Walau masih dalam pengawasan protokol


kesehatan, masih was-was karena ada jamaah luar
yang masuk ke dalam masjid. (YA, 07/W/YA/07-09-
2020)

Hal yang sama dirasakan oleh LA, yang merasa kurang

mantap dalam melaksanakan ibadah salat berjamaah dalam masa

pandemi COVID-19.

Kurang mantap. Adanya jaga jarak jadi kurang afdhal.


Seharusnya untuk salat jamaah shafnya dirapatkan,
tetapi ini renggang. Aturannya ketat, tidak luwes, jadi
kurang mantap dalam beribadah yang khidmad. (LA,
11/W/LA/09-09-2020)

5) Gejolak Di Masyarakat Terkait Pelaksanaan Salat Berjamaah Di

Masa Pandemi COVID-19

Terkait gejolak dalam pelaksanaan ibadah salat berjamaah

dalam masa pandemi COVID-19, terutama bahasan terkait aturan

protokol kesehatan di dalam masjid, RM menjelaskan:

Tidak ada. Aman. Sudah mengerti adanya protokol.


Saya juga mendukung adanya protokol kesehatan, biar

85
aman. Tidak ada ribut-ribut kalau disini. (RM,
05/W/RM/03-09-2020)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh JA dan YA.

Tidak ada. Sudah diberitahu semua, jadi tidak ada


permasalahan di dalam masyarakat. Masih aman.
Alhamdulillah masjid ini belum pernah kosong sama
sekali. (JA, 06/W/JA/05-09-2020)

Tidak ada. Tidak ada gejolak di masyarakat umumnya


jamaah juga tidak ada. Masih mendukung adanya
protokol kesehatan. (YA, 07/W/YA/07-09-2020)

Pernyataan di atas juga diungkapkan oleh SU, AZ, dan LA.

Tidak ada. Semua berjalan dengan lancar tanpa ada


gejolak-gejolak apapun. (SU, 08/W/SU/07-09-2020)

Tidak ada. Tidak ada gejolak yang muncul selama


pelaksanaan ibadah Salat berjamaah. Aman
terkendali.” (AZ, 10/W/AZ/09-09-2020)

“Tidak ada gejolak. Ya ikuti aturan pemerintah.” (LA,


11/W/LA/09-09-2020)

86
B. Analisis Data

1. Potret Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah Dalam Masa Pandemi

COVID-19 Di Kelurahan Kalicacing Kecamatan Sidomukti Kota

Salatiga

Salat berjamaah adalah salat yang diperintahkan oleh Allah

SWT Hal tersebut dapat dilihat dalam ayat berikut.

ِ ِ َّ ‫الزَكاةَ وارَكُوا مع‬ ِ


‫ي۝‬
َ ُ‫الرك‬ َ َ ُ ْ َ َّ ‫الص َالةَ َوآتُوا‬
َّ ‫يموا‬
ُ ‫َوأَق‬
Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-
orang yang rukuk. (Al-Baqarah: 43, Badan Litbang Kementerian
Agama Republik Indonesia, 2019: 9)

ِ
ْ‫ك َولْيَأ‬ َ َُ ‫الص ٰلوةَ فَ لْتَ ُق ْم طَآ ئَِفة ِِم ْن ُه ْم َّم‬ َّ ‫ت َِلُ ُم‬ ُ ‫ت فِ ْي ِه ْم فَاَقَ ْم‬َ ‫َو اذَا ُك ْن‬
‫ْت طَآئَِفة اُ ْخ ٰرى‬ ِ ‫ُخ ُذٰٓوا اَ ْسِاحتَ ُه ِۗم فَِاذَا سج ُدوا فَ لَي ُكونُوا ِمن َّورﺁئِ ُكم ولْتَأ‬
َْ َ ْ ْ ْ َ ْ ََ ْ َ ْ
‫ك َولْيَأْ ُخ ُذ ْوا ِح ْذ َرُه ْم َواَ ْسلِ َحتَ ُه ْم َو َّد الَّ ِذيْ َن َك َف ُرْوا لَ ْو تَ ْغ ُفلُ ْو َن‬ َ َُ ‫صلُّوا َم‬ َ ‫ََلْ ي‬
ُ
ِۗ
‫اَ َعلَْي ُك ْم‬ ِ ِ ِِ ِ ِ
َ َ ُ َ َ ً ‫َع ْن اَ ْسل َحت ُك ْم َواَ ْمت َُت ُك ْم فَ يَم ْي لُ ْو َن َعلَْي ُك ْم َّم ْي لَةً َّواح َد‬
‫ن‬ ِ ‫ال‬ ‫و‬ ‫ة‬
‫َُُْٰٓوا اَ ْسلِ َحتَ ُك ْم َو ُخ ُذ ْوا‬ َ َ‫ضى اَ ْن ت‬ ٰٰٓ ‫اِ ْن َكا َن بِ ُك ْم اَ ًذى ِِم ْن َّمطَ ٍر اَ ْو ُك ْن تُ ْم َم ْر‬
‫ْك ِف ِريْ َن َع َذ ًااب ُّم ِه ْي نًا۝‬ ٰ ‫ِح ْذرُك ِْۗم لِل‬
َ
Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka
(sahabatmu) lalu engkau hendak melaksanakan Salat bersama-
sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri
(salat) besertamu dan menyandang senjata mereka, kemudian
apabila mereka (yang salat bersamamu) sujud (telah
menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari
belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang
golongan yang lain yang belum salat, lalu mereka salat denganmu,
dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata
mereka. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap
senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu
sekaligus. Dan tidak mengapa kamu meletakkan senjata-senjatamu,
jika kamu mendapat suatu kesusahan karena hujan atau karena
kamu sakit, dan bersiap siagalah kamu. Sungguh, Allah telah
menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.

87
(QS. An-Nisa’: 102, Badan Litbang Kementerian Agama Republik
Indonesia, 2019: 127)

Salat berjamaah adalah salat yang dianjurkan oleh

Rasulullah saw untuk umatnya agar melaksanakannya. Hal ini

termaktub dalam hadis berikut ini.

‫ص َالتِِِ ِِف‬ ِ
َ ‫ص َالةُ ا ْْلَم ْي ِع تَ ِزيْ ُد َعلَى‬ َ ‫ال‬ َ َ‫َّب ﷺ ق‬ ِِِِ ‫َع ْن اَِِب ُه َريْ َرةَ َع ِن الن‬
‫ضأَ فَاَ ْح َس َن َواَتَى‬ َّ ‫بَ ْيتِ ِِ ِِف ُسوقِ ِِ ََْ ًسا َو ِع ْش ِريْ َن َد َر َِةً فَِا َّن اَ َح َد ُك ْم اِ َذا تَ َو‬
‫ط‬َّ ‫ط ُخط َْوةً اَِّال َرفَ َُُِ هللاُ ِّبَا َد َر َِةً َو َح‬ َّ ‫ال َْم ْس ِج َد َاليُ ِريْ ُد اَِّال‬
ُ ْ‫الص َال َة ََلْ ََي‬
ْ َ‫ص َالةٍ َما َكان‬ ِ ِ ِ ِ
‫ت‬ َ ‫َخط ْي ئَةً َح َّى يَ ْد ُخ ُل الْ َم ْسج َد َوا َذا َد َخ َل ال َْم ْسج َد َكا َن ِِف‬
ِِ ‫صلِِى فِ ْي‬ ِ ِِِ
َ ُ‫اد َام ِِف ََْملسِ الَّذى ي‬ َ ‫صلِِى يَ ُْ ِِن َعلَْي ِِ ال َْم َالئِ َكةُ َم‬ َ ُ‫سُِ َوت‬ ِ
ُ ‫ََتْب‬
.ِِ ‫ث فِ ْي‬ ْ ‫اَللَّ ُه َّم ا ْغ ِف ْرلَُِ اللَّ ُه َّم ْار َْحُِْ َما ََلْ َُْي ِد‬
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, sabdanya: “Salat berjamaah
lebih banyak nilainya dua puluh lima kali daripada Salat di rumah
atau di pasar (tempat usaha). Sesungguhnya apabila kamu
berwudhu dengan sempurna, kemudian dia datang ke masjid denga
niat semata hendak salat, maka setiap dia melangkah walau
selangkah, Allah menaikkan derajatnya satu derajat, dan
menghapus kesalahannya, sehingga ia masuk ke masjid. Apabila ia
telah masuk masjid, maka selama ia mengerjakan salat, bahkan
selama ia masih berada di tempat duduknya di masjid itu, malaikat
senantiasa mendoakan baginya selama ia belum berhadas, “Wahai
Allah! Ampunilah dia dan kasihanilah dia!”

َ‫ص َالة‬ ُ ‫اع ِة تَ ْف‬ ِ ‫ول‬ ِ ‫َعن َعب ِد‬


َ ‫هللا بْ ِن عُ َم َر اَ َّن َر ُس‬
َ ‫َ ُل‬ َ ‫ص َالةُ ا ْْلَ َم‬
َ ‫ال‬
َ َ‫هللا ق‬ ْ ْ
.ً‫س ْب ٍع َو ِع ْش ِريْ َن َد َر َِة‬ ِِ
َ ‫الْ َف ِذ ب‬
Berita dari Abdullah bin Umar ra mengatakan bahwa Rasulullah
saw bersabda: “Salat berjamaah lebih utama dari Salat sendiri-
sendiri dua puluh tujuh derajat.

َ ُ‫اع ِة ت‬ ِ ُ ‫ال رس‬


‫ف‬ُ َُّ َ َ ‫الر ُِ ِل ِِف ا ْْلَ َم‬
َّ ُ‫ص َالة‬َ ‫ول هللا ﷺ‬ ُ َ َ َ‫ال اَبُو ُه َريْ َرَة ق‬
َ َ‫ق‬
‫ك اَنَُِّ اِذَا‬ ِ ‫َعلَى ص َالتِِِ ِِف ب ْيتِ ِِ و ِِف سوقِ ِِ ََْسا و ِع ْش ِريْن‬
َ ِ‫ض ُْ ًفا َو ٰذل‬ َ َ ً ُ َ َ َ

88
‫ط‬
ُ ْ‫ص َالةُ ََي‬ َّ ‫ا اِ َل ال َْم ْس ِج ِد َال َُيْ ِر ُُِِ اَِّال ال‬ َ ‫وء ُُثَّ َخ َر‬
َ ‫ض‬ ُ ‫س َن ال ُْو‬ َ ‫َح‬ْ ‫اضأَ فَأ‬َ ‫تَ َو‬
‫صلَّى ََلْ تَ َزِل‬ ِ ِ ِ
َ ‫ط َع ْنُِ ّبَا َخطيئَة فَا َذا‬ َّ ‫ت لَُِ ِّبَا َد َر َِة َو ُح‬ ْ َُ ِ‫ُخط َْو ًة اَِّال ُرف‬
‫ص ِِل َعلَْي ِِ اللَّ ُه َّم ْار َْحُِْ َوَال‬
َ ‫ص َّالهُ اللَّ ُه َّم‬َ ‫اد َام ِِف ُم‬ َ ‫صلِِى َعلَْي ِِ َم‬ ِ
َ ُ‫ال َْم َالئ َكةُ ت‬
َّ ‫ص َالةٍ َما انْ تَظََر‬
.‫الص َال َة‬ َ ‫ال اَ َح َد ُك ْم ِِف‬ ُ ‫يَ َز‬
Abu Hurairah ra. memberitakan bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Salat seorang dengan berjamaah, pahalanya berlipat ganda
daripada salatnya seorang diri di rumahnya atau di pasar, dua
puluh lima kali ganda. Sebabnya ialah, karena apabila seseorang
berwudhu, kemudian disempurnakannya wudhunya itu, lalu dia
pergi ke masjid dengan niat hana untuk melaksanakan salat, maka
tidak satu langkah pun langkah yang dilangkahkannya, melainkan
ditinggikan Allah derajatnya satu tingkat untuk setiap langkah, dan
dihapuskan pula kesalahannya.
Apabila dia telah salat, maka malaikat senantiasa mendoakannya
selama dia telah salat, maka malaikat senantiasa mendoakannya
selama dia masih berada di tempatnya salat, katanya: “Wahai
Allah! Limpahkan kepadanya kebaikan dan kasihanilah dia!”
Dan seseorang kamu senantiasa dianggap seperti dalam salat
selama dia menunggu-nunggu waktu salat.
ِ ْ‫والدر َد ِاء و ُهو مغ‬ ِ َّ ‫ت اُ ُّم‬
‫ك‬
َ َ‫َب‬
َ ‫ْت َمااَ ْغ‬
ُ ‫َب فَ ُقل‬ ُ َ َ ْ َّ ُ‫الد ْر َداء َد َخ َل َعلَّى اَب‬ ْ َ‫قَ ل‬
َِ ‫صلُّو َن‬ ِ ٍ ِ ِ ُ ‫هللا مااَ ْع ِر‬ ِ َ ‫فَ َق‬
.‫َج ًيُا‬ َ ُ‫ف م ْن اَُّمة ُحمَ َّمد ﷺ َش ْي ئًا ا َّال اَنَّ ُه ْم ي‬ َ ‫ال َو‬
Ummu Darda’ ra. bercerita, “Abu Darda’ datang kepadaku, ketika
itu ia sedang marah. Lalu kutanyakan, “Mengapa anda marah?”
Jawabnya, “Demi Allah! Tidak ada yang aku ketahui tentang ummat
Muhammad sesuatu yang paling baik, melainkan hanya salat
berjamaah.”

Potret pelaksanaan ibadah salat berjamaah dalam masa

pandemi COVID-19 di Kelurahan Kalicacing menerapkan protokol

kesehatan yang telah dianjurkan oleh pemerintah Hal ini jelas

dikarenakan adanyan ancaman terjangkitnya virus COVID-19. Pada

saat ada wabah (bahkan yang bersifat pandemi) di wilayah tertentu,

maka masyarakat harus berdiam diri dan tidak keluar dari rumah,

bahkan keluar dari wilayah yang didiami. Hal ini sesuai dengan

89
hadis yang termaktub pada Shahih Bukhari dan Muslim sebagai

berikut.

‫غ بَلَغَُِ اَ َّن‬َ ‫س ْر‬ ِ ِ َّ ‫ا اِ َل‬ ِ ِ ِ


َ ‫َع َن َع ْبد هللا بْ ِن َعام ٍر اَ َّن عُ َم َر َخ َر‬
َ ‫الشأْم فَ لَ َّما َكا َن ب‬
ِ ‫ول‬ َ ‫ف اَ َّن َر ُس‬ ٍ ‫الر ْْح ِن بن َعو‬ َّ ‫ال َْوَاب َء قَ ْد َوقَ َع ِاب‬
‫هللا صلُم‬ ْ ُ ْ َ َّ ‫لشل ِْم فَأَ ْخبَ َرهُ َع ْب ُد‬
‫ض َو اَنْ تُ ْم ِّبَا‬ ٍ ‫ض فَ َال تَ ْق َد ُموا َعلَْي ِِ َواِذَا َوقَ َع ِابَ ْر‬ ٍ ‫ال اِذَا ََِس ُْتُ ْم بِ ِِ ِابَ ْر‬ َ َ‫ق‬
.ُِ‫فَ َال َتْ ُر ُِ ْوا فِ َر ًارا ِم ْن‬
Dari Abdullah bin ‘Amir ra, ‘Umar melakukan perjalanan ke Syam.
Setelah ia sampai di Sargh, datanglah berita bahwa di Syam sedang
berjangkit penyakit menular. Lalu ‘Abdurrahman bin Auf
menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah saw berkata: “Kalau
kamu mendengar penyakit menular berjangkit di suatu negeri,
janganlah kamu pergi ke sana. Tetapi kalau penyakit itu berjangkit
di negeri di mana kamu berada, janganlah kamu ke luar dari
padanya melarikan diri!” (HR. Bukhari).

ٍ َّ‫َع ْن َع ِام ِربْ ِن َس ُْ ِد بْ ِن اَِِب َوق‬


‫اص َع ْن اَبِْي ِِ اَنَُِّ ََِس َُُِ يَ ْساَ ُل اُ َس َامةَبْ َن َزيْ ٍد‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِِ َو َسلَّ َم ِِف الطَّاعُ ْو ِن فَ َق‬ ِ ِ َ ُ‫ماذَا ََِس‬
‫ال‬ َ ‫ت م ْن َر ُس ْوِل هللا‬ ْ َ
‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِِ َو َسلَّ َم الطَّاعُ ْو َن ِر ِْزااَ ْو َع َذاب‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول هللا‬ ُ َ َ َ‫ ق‬: ُ‫اُ َس َامة‬
‫ض‬ ٍ ‫اُ ْر ِس ُل َعلَى بَِِن اِ ْس َرائِْي َل اَ ْو َعلَى َم ْن َكا َن قَ ْب لَ ُك ْم فَاِذَا ََِس ُْتُ ْم بِ ِِ ِابَ ْر‬
ٍ ‫فَ َال تَ ْق َد ُموا َعلَْي ِِ َواِ َذا َوقَ َع ِابَ ْر‬
.ُِ‫ض َواَنْ تُ ْم ِّبَا فَ َال َتْ ُر ُِوا فِ َر ًارا ِم ْن‬
Dari ‘Amir bin Sa’ad bin Abi Waqqash, dari bapaknya ra., bahwa
‘Amir mendengar bapaknya (Sa’ad bin Abi Waqqash) bertanya
kepada Usamah bin Zaid, katanya: “Apa yang engkau dengar dari
Rasulullah SAW tentang penyakit tha’un?” Jawab Usamah,
“Rasulullah SAW bersabda: Tha’un (wabah kolera) adalah
semacam azab (siksaan) yang diturunkan Allah kepada Bani Israil
atau kepada umat yang sebelum kamu. Maka apabila kamu
mendengar penyakit tha’un berjangkit di suatu negeri, janganlah
kamu datang ke negeri itu. Dan apabila penyakit itu berjangkit di
tempat kamu berada, janganlah engkau keluar dari negeri itu untuk
melarikan diri daripadanya.” (HR. Muslim)

Dari hadis tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa bila

terdapat suatu wabah di suatu daerah, kita lebih baik tidak ke tempat

90
yang terjangkit, atau bila itu terjadi di daerah kita, kita tidak

diperbolehkan untuk melarikan diri. Maka cara penanggulangannya

dengan menerapkan protokol kesehatan yang telah diatur dari

pemerintah. Produk undang-undang yang dikeluarkan oelh

pemerintah dalam masa pandemi COVID-19 adalah Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020

tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka

Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Di dalam pasal 13 point 4 peraturan tersebut dikatakan,

“Pembatasan kegiatan keagamaan dilaksanakan dalam bentuk

kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah dan dihadiri

keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang.”

Dalam melaksanakan salat berjamaah di masjid dalam masa

pandemi, jamaah di Kelurahan Kalicacing telah melaksanakan

protokol tersebut. Hal ini sesuai dengan penjelasan KA dan para

ta’mir masjid yang ada di daerah Kelurahan Kalicacing.

Proses pelaksanaan ibadah salat berjamaah di


Kelurahan Kalicacing memenuhi protokol kesehatan.
Mencuci tangan menggunakan sabun, kemudian
sajadah membawa sendiri tidak menggunakan karpet.
Tempat diatur menggunakan jarak. Keadaan orang
yang sudah tua dilihat dari kondisi, bila orang yang
sudah tua sehat dan memenuhi kondisi dipersilahkan
untuk ibadah salat berjamaah. Untuk salat dimasjid
bukan ditiadakan, tetapi salat untuk dilaksanakan di
rumah masing-masing agar lebih aman. Sesuai dengan
Surat Edaran Perwali no. 443.1/179/101.2 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri
1 Syawal 1441 H bagi Umat Islam Dalam Percepatan
Pencegahan dan Penanganan Wabah Corona Virus

91
Disease 2019 (COVID-19). (KA, 01/W/KA/10-09-
2020)

Kalau di Masjid Al-Ikhlas Kalicacing, jamaah tetap


dibuka untuk umum tetapi dengan protokol kesehatan,
pakai masker, jaga jarak. (SW, 02/W/SW/03-09-2020)

Kalau di Masjid Pandawa Salatiga, jamaah tetap


dibuka untuk umum, bebas, tetapi dengan protokol
kesehatan, pakai masker. Masjid Pandawa dibuka untuk
ummat. Keadaan ummat disini sudah dibilang, mohon
maaf, malas. Kalau ditutup masjid, malah jadi tidak ada
yang salat. Di Masjid Pandawa Salatiga terkenal
dengan sebutan masjid musafir, jadi masjid untuk
persinggahan orang yang bepergian jauh. Jadi bila
ditutup, ummat mau salat dimana? Nah disini peran
masjid sebagai wadah untuk kemaslahatan ummat.
(AM, 03/W/AM/04-09-2020)

Kalau di Masjid Al-Anshor Salatiga menerapkan


protokol kesehatan. Renggang shafnya. Jamaah
dihimbau menggunakan masker untuk keselamatan diri.
Sempat masjid ditutup tidak boleh beroperasional
mengadakan salat berjamaah karena pinggir kota,
banyak yang takut terkena virus COVID-19. (AH,
09/W/AH/09-09-2020).

Jamaah di daerah Kelurahan Kalicacing diharuskan

menggunakan masker di setiap masuk masjid, mencuci tangan

menggunakan sabun dan menggunakan hand sanitizer. Padahal

dalam syariat, menutup wajah ketika sedang melaksanakan salat

pada dasarnya terlarang sebagaimana yang ditegaskan dalam sebuah

hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., beliau berkata:

ِ‫الص َالة‬ َّ ‫ص َّل هللاُ َعلَْي ِِ َو َسلَّ َم أَ ْن يُغَ ِطِ َي‬


َّ ‫الر ُِ ُل فَاهُ ِِف‬ ِ ُ ‫نَهى رس‬
َ ‫ول هللا‬ َُ َ
Rasulullah SAW melarang seseorang menutup mukanya ketika
salat. (Al-Quzwaini dalam Syandri dan Akbar, 2020: 263)

92
Imam Abu Dawud dalam kitabnya Sunan Abi Daud

menjelaskan hadis ini menunjukkan bahwa hukum asal dalam salat

adalah tidak menggunakan penutup wajah, meskipun kata beliau

tidak mengapa bagi seseorang menggunakan penutup wajah jika ada

tuntutan hajat yang mengharuskan untuk menggunakannya. Al

Imam Ibnu Asir mengatakan yang dimaksud dari pelarangan

menutup mulut dalam hadis ini adalah At-Talassum, yaitu menutup

mulut dengan menggunakan Imamah (sorban yang sering digunakan

pria Arab di kepala) (Al Usaimin dalam Syandri dan Akbar, 2020:

264). Menurut Imam Syairazi bahwa menutup wajah saat salat

adalah makruh. Hal yang sama dipaparkan oleh Syekh Al-Islam

Zakariah al-Ashari dalam kitabnya Asna Al-Mathalib fii Syarh

Raudh Al-Mathalib bahwa dimakruhkan seorang laki-laki menutup

mulutnya (At-Talatsuum) sebagaimana seorang wanita juga dilarang

salat menggunakan Niqab (Syandri dan Akbar, 2020: 264).

Imam Al-Khatibi mengatakan bahwa At-Talatsuum

merupakan kebiasaan bangsa Arab, dimana mereka menggunakan

imamah untuk menutupi mulut. Oleh sebab itu mereka pun dilarang

dilarang dari perbuatan tersebut ketika dalam salat (Syandri dan

Akbar, 2020: 264).

Al-Syaikh Ibnu Usaimin rahimahullah mengatakan:

‫يكره اللثام على فمِ وأنفِ أبن يَع {{الُرتة}} أو {{الشماغ}} على‬
‫ وكذلك على أنفِ ؛ ْلن النِب صلى هللا عليِ وسلم هنى أن يغطي‬، ِ‫فم‬

93
‫ وْلنِ قد يؤدي إل الغم وإل عدم بيان اَروف‬، ‫الرِل فاه ِف الصالة‬
‫ ويستثِن منِ ما إذا تثاءب وغطى فمِ ليكظم‬.‫عند القراءة والذكر‬
ِ‫ فإن كان حول‬، ‫ أما بدون سبب فإنِ يكره‬، ِ‫الثاؤب فهذا ال أبس ب‬
ِ‫ واحتاا إل اللثام فهذا ِائز ؛ ْل ن‬، ‫رائحة كريهة تؤذيِ ِف الصالة‬
‫ فهذه أيَاً حاِة‬،‫ وصار إذا َل يتلثم‬،‫ وكذلك لو كان بِ زكام‬،‫للحاِة‬
‫تبيح أن يتلثم‬
Dimakruhkan al-litsam pada mulut dan hidung, yaitu menutup
mulut dan hidung menggunakan Ghutrah, imamah, atau syimagh
(sorban). Nabi ‫صلى هللا عليِ وسلم‬ telah melarang seseorang
menutup mulutnya ketika melaksanakan salat. Hal itu juga
terkadang mengganggu dan mengaburkan lafadz ketika membaca
ayat Alquran dan dzikir salat. Namun, terdapat pengecualian jika
seorang bersin dalam salat. Dalam hal ini tidak mengapa jika ia
menutup meulutnya dengan tangan untuk meredakan bersin.
Adapun jika hal itu dilakukan tanpa alasan, maka dimakruhkan.
Apabila ada bau tidak sedap di sekitarnya sehingga bisa
mengganggu salat yang akan dilaksanakan, maka boleh
menggunakan al-litsam (masker) karena ada hajat yang sedang
menuntutnya. Demikian pula jika seseorang sedang menderita flu
dan ia dalam keadaan sensitive apabila ia tidak menutup mulut dan
hidung justru akan memperparah, maka ini juga merupakan kondisi
hajat yang menuntut diperbolehkannya menutup mulut dan hidung
ketika salat.
Sa’id Al-Khudri rahimahullah , Nabi ‫صلى هللا عليِ وسلم‬
bersabda,
َّ ‫ فَِإ َّن‬، ِ‫ك بِيَ ِدهِ َعلَى فِ ِي‬
‫الش ْيطَا َن يَ ْد ُخ ُل‬ ْ ‫َح َد ُك ْم فَ لْيُ ْم ِس‬
َ‫بأ‬َ ‫إِ َذا تَ ثَ َاو‬
Jika kalian menguap, maka tutuplah mulut kalian dengan tangan
karena setan akan masuk.

Dalam redaksi lain tercantum,

‫اع‬ ِ ِ َّ ‫إِ َذا تَ ثَاوب أَح َد ُكم ِِف‬


َ َ‫استَط‬
ْ ‫الص َالة فَ لْيَ ْكظ ْم َما‬ ْ َ َ َ
Jika kalian menguap dalam salat, maka tahanlah sebisa mungkin.
(Al-Nasisaburi dalam Syandri dan Akbar, 2020: 265).

94
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, hukum

menggunakan penutup wajah atau masker saat salat adalah makruh

(makruh tanzih) yang tidak sampai membatalkan ibadah salat. An-

Nawawi rahimahullah mengatakan,

‫و يكره أن يصلي الرِل متلثما أي مغطيا فاه بيده أو غْيها ويكره أن‬
‫يصع يده على فمِ ِف الصالة إال إذا تثاءب فإن السنة وضع اليد على‬
‫فيِ ففي صحيح مسلم عن أِب سُيد إن النِب صلى هللا عليِ وسلم‬
...
‫واِمرأة واْلنثى كالرِل ِف هذا وهذه كرهة تنزيِ ال متنع صحة الصالة‬
Menutup mulut dan hidung (at-Talassum) atau menutup mulut saja
dengan tangan atau yang lain ketika salat, dimakruhkan.
Dimakruhkan juga menutup mulut dengan tangan. Kecuali apabila
seseorang bersin dalam salat, maka diperbolehkan menutup mulut
karena dalam kondisi ini yang sesuai sunnah adalah menggunakan
tangan untuk menutup mulut sebagaimana pengajaran yang
terdapat dalam hadis Shahih Muslim (hadis Abu Sa’id Al-Khudri di
atas)…
Wanita dan banci memiliki ketentuan yang sama dengan laki-laki
dadlam hal ini. Perbuatan ini hukumnya makruh tanzih, sehingga
tidak menghalangi keabsahan salat.” (An-Nawawi dalam Syandri
dan Akbar, 2020: 265).

Majmu’ Al Buhus Al-Islamiyah Al-Azhar Al-Syarif setelah

menjelaskan hadis Rasulullah yang diriwayatkan dari Abu Hurairah

ra. tentang pelarangan menutup wajah saat Salat dengan mengatakan

hukum pelarangan disini adalah Makruh Tamzih yang tidakn

membatalkan Salat. Majmu’ Al Buhus Al-Islamiyah Al-Azhar Al-

Syarif selanjutnya memutuskan,

95
‫ فمىت وِدت اَاِة الداعية لسرت الفم أو‬،‫والكراهة تندفع ابَاِة‬
‫اْلنف فال كراهة‬
Hukum makruh bisa gugur dikarenakan adanya hajat. Oleh karena
itu, jika ada hajat untuk menutup hidung dan mulut saat salat maka
hukumnya boleh. (Syandri dan Akbar, 2020: 265).

Pada kondisi merebaknya virus COVID-19 dewasa ini, dapat

dipahami bahwa menggunakan masker atau penutup mulut dan

hidung ketika melaksanakan salat hukumnya boleh karena adanya

hajat. Bahkan jika ditimbang dengan menggunakan beberapa kaidah

fikih Islam menyikapi kondisi darurat seperti kaidah yang berbunyi:

‫الَرورات تبيح احملظورات‬


Keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang. (Burkati
dalam Syandri dan Akbar, 2020: 266)
‫الَرر يزال‬
Segala bentuk kemudaratan, mesti dihilangkan sebisa mungkin.
(Syandri dan Akbar, 2020: 266)

Dari penjelasan diatas, menggunakan alat kesehatan alat

pelindung diri seperti masker dapat dibolehkan karena adanya

keadaan darurat semacam pandemi COVID-19 saat ini.

Dalam melaksanakan ibadah pun, jamaah di daerah

Kelurahan Kalicacing pun dibuat renggang. Ada yang menggunakan

tanda silang di lantai untuk menunjukkan jarak shaf antarjamaah.

Ada juga yang tidak menggunakan tanda silang, tetapi tergantung

dari kesadaran jamaah masing-masing. Dalam aturan masjid di masa

pandemi COVID-19 dibuka bebas untuk berjamaah tetapi tetap

96
dengan menggunakan protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

Dalam shaf telah dijelaskan dalam hadis sebagai berikut.

‫س ُّو َّن‬ َّ ِ َّ َ ‫َّب‬


ُِِّ ‫ال الن‬ ُ ‫ُُّ َما َن بْ ِن بَ ِش ِْْي يَ ُق‬
َ َ‫صلى هللاُ َعلَْيِ َو َسل َم لَت‬ َ َ‫ول ق‬ ْ ‫َع ْن الن‬
ِ ِ‫ص ُفوفَ ُكم اَو لَي َخالَِف َّن هللا ب ْي و‬
.‫وه ُك ْم‬ َُ َ َُ ُ ْ ْ ُ
Berita dari Nu’man bin Basyir ra. mengatakan, bahwa Rasulullah
SAW bersabda: “Luruskan shaf (barisan)-mu! Atau Allah akan
mempertikaikan arah mukamu (berpecah belah) nanti.” (HR.
Bukhari)

‫ال‬ ِ ‫ول‬
َ ‫هللا ﷺ بَِو ِْ ِه ِِ فَ َق‬ ُ ‫الص َالةُ فَاَقْبَ َل َعلَْي نَا َر ُس‬ َّ ‫ت‬ ِ ‫ال اُقِ ْيم‬ ٍ َ‫َع ْن اَن‬
َ َ َ‫س ق‬
.‫اص ْوا فَِاِِّن اَ َرا ُك ْم ِم ْن َوَر ِاء ظَ ْه ِرى‬
ُّ ‫ص ُفوفَ ُك ْم َوتَ َر‬ ِ
ُ ‫اَق ْي ُموا‬
Berita dari Anas ra. mengatakan, bahwa pada suatu kali qamat
untuk salat telah diucapkan orang, Rasulullah SAW menghadapkan
mukanya kepada kami, lalu bersabda: “Luruskan dan rapatkan
shaf-mu! Sesungguhnya aku dapat melihatmu di belakangku.” (HR.
Bukhari)

‫ام لِيُ ْؤ ََّمَّ بِ ِِ فَ َال َتْتَلِ ُفوا‬ ِ ِ ِ َ َ‫َّب ﷺ اَنَُِّ ق‬


ُ ‫ال ا ََّّنَا َُِ َل ْاال َم‬ ِِِِ ‫َع ْن اَِِب ُه َريْ َرةَ َع ِن الن‬
‫ك‬ َِ ‫ال ََِسع هللا لِمن‬ ِ ِ ِ
َ َ‫ْح َدهُ فَ ُقولُوا َربَّنَال‬ ْ َ ُ َ َ َ‫َعلَْيِ فَاذَا َرَك َع فَ ْارَكُُ ْوا َواذَا ق‬
ِ َّ ‫ا َْم ُد واِدَّاسج َد فَاسج ُدوا واِذَا‬
‫وسا اَ َْجَُُو َن‬ ً ُ‫صلُّوا ُِل‬ َ َ‫سا ف‬ ً ‫صلى َِال‬ َ َ ْ ُْ َ َ َ َْ
.ِ‫لص َالة‬ َّ ‫ف ِم ْن ُح ْس ِن ا‬ َّ َ‫الص َالةِ فَِا َّن اِقَ َامة‬
ِ ‫الص‬ َّ ‫ف ِِف‬ َّ ‫َواَقِ ْي ُم‬
َّ ‫والص‬
Berita dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, bahwa beliau
bersabda: “Imam itu ditetapkann untuk diikuti. Karena itu
janganlah kamu menyalahinya. Apabila dia rukuk, rukuk pulalah
kamu. Apabila dia membaca Sami’allahu liman hamidah, maka
baca pulalah Rabbana lakal hamdu. Dan apabila dia sujud, sujud
pulalah kamu, apabila dia duduk, duduk pulalah semuanya.
Dan luruskan shaf (barisan) dalam salat; sesungguhnya meluruskan
shaf itu sebaik-baiknya salat. (HR. Bukhari)

‫واص ُفوفَ ُك ْم فَِاِِّن اَ َرا ُك ْم ِم ْن َوَر ِاء ظَ ْه ِرى‬


ُ ‫يم‬
ِ َ َ‫َّب ﷺ ق‬
ُ ‫ال اَق‬ ِِ ِ‫س َع ِن الن‬ ٍ َ‫َع ْن اَن‬
.ِِ ‫احبِ ِِ َوقَ َد َمُِ بَِق َد ِم‬
ِ ‫بص‬ ِ ِ
َ ِ ‫َوَكا َن اَ َح ُد ََن يَ ْل ِز ُق َم ْنكبَُِ ِِبَنَك‬

97
Dari Anas ra, dari Nabi saw, sabdanya: “Luruskan shaf! Aku dapat
melihatmu di belakangku. Di antara kami ada yang bertemu bahu
dengan bahu kawannya, dan tumit dengan tumit.” (HR. Bukhari)

‫ول‬ُ ‫الص َالةِ َويَ ُق‬


َّ ‫ول هللاَ ﷺ َيَْ َس ُح َمنَاكِبَ نَا ِِف‬ ُ ‫ال َكا َن َر ُس‬
َ َ‫ود ق‬ٍ ُ‫َع ِن اَِِب مس‬
ُْ َ
ِ ِِ َ ِ‫واوَال َتْتَلِ ُفوافَ تَ ْختَل‬
َّ‫َّهى ُُث‬ َ ‫ف قُلُوبُ ُك ْم ليَل ِِن م ْن ُك ْم اُولُوا ْاالَ ْح َالِم َوالن‬ َ ‫استَ ُو‬ ْ
‫ال اَبُ ْو َم ْسُُ ْوٍد فَاَنْ تُ ُم الْيَ ْوَم‬ َ َ‫الَّ ِذيْ َن يَلُ ْونَ ُه ْم ُُثَّ الَّ ِذيْ َن يَلُ ْونَ ُه ْم ق‬
.‫اَ َش ُّدا ْختِ َالفًا‬
Dari Abu Mas’ud ra, katanya: “Rasulullah saw menyentuh bahu
kami sebelum salat sambil berkata: “Luruskan barisanmu, jangan
bengkok-bengkok. Karena barisan yang bengkok, niscaya akan
menyebabkan hatimu berpecah-belah. Orang dewasa yang cerdik
dan pandai hendaklah berdiri dekat di belakangku, kemudia yang
pandai dan seterusnya.” (HR. Muslim)

ْ ُ‫هللا ﷺ لِيَلِ ِِن ِم ْن ُك ْم اُول‬


‫وااالَ ْح َالِم‬ ِ ‫ول‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ال ق‬ َ َ‫هللا بْ ِن َم ْسُُ ٍد ق‬ ِ ‫َعن َعب ِد‬
ْ ْ
ِ ‫ت ْاالَ ْسو‬
.‫اق‬ َ
ِ ‫شا‬ َ ‫ُّهى ُُثَّ الَّ ِذيْ َن يَلُونَ ُه ْم (ثَُال ٍٍث) َواِ ََّي ُك ْم َو َه ْي‬
َ ‫َوالن‬
Dari Abdullah bin Mas’ud ra, katanya Rasulullah saw bersabda:
“Hendaklah berdiri dekat denganku orang-orang dewasa yang
cerdik dan pandai, kemudian yang pandai (beliau, ucapkan sampai
tiga kali), dan jauhilah hiruk-pikuk seperti di pasar!” (HR. Muslim)

َ‫ص ُف ْوفَ ُك ْم فَِا َّن تَ ْس ِويْة‬ ِ ُ ‫ال رس‬


ُ ‫ول هللا ﷺ َس ُّوْوا‬ ُ َ َ َ‫ ق‬: ‫ال‬
َ َ‫ك ق‬ٍ ِ‫س بْ ِن مال‬
َ ٍ َ‫َع ْن اَن‬
َّ ‫ف ِم ْن َمتَ ِام‬
.ِ‫الص َالة‬ ِِ ‫الص‬
َّ
Dari Anas bin Malik ra, katanya Rasulullah saw bersabda:
“Luruskan shaf kamu, karena shaf yang lurus termasuk salat yang
sempurna.” (HR. Muslim)
َ َ‫ث ِم ْن َها َوق‬
‫ال‬ ِ ‫هللا ﷺ فَ َذ َكر اَح‬
َ ‫اديْ ْي‬ َ َ
ِ ‫ول‬ ِ ‫َع ْن اَِِب ُهريْ رَة َع ْن ر ُس‬
َ ََ
َّ ‫ف ِم ْن ُح ْس ِن‬
.ِ‫الص َالة‬ َّ َ‫واالص َالةِ فَاِ َّن اِقَ َامة‬
ِِ ‫الص‬ َّ ‫اَقِ ْي ُم‬
Dari Abu Hurairah ra. katanya Rasulullah saw bersabda: “Buatlah
shaf (barisan), karena dengan membuat shaf itu sesungguhnya
termasuk salat yang bagus.” (HR. Muslim)

98
ِ ِ
ُ ‫س ِِوى‬
‫ص ُف ْوفَ نَا َح َّىت‬ َ ُ‫ُُّ َما َن بْ َن بَش ٍْْي يَ ُق ْو ُل َكا َن َر ُس ْو ُل هللا ﷺ ي‬ ْ ‫َع ْن الن‬
ِ ِ َّ
‫ام‬
َ ‫ا يَ ْوًما فَ َق‬ َ ‫اَ َح َّىت َراى اَ ََّن قَ ْد َع َقلْنَا َع ْنُِ ُُثَّ َخ َر‬ َ ‫س ِِوى ّبَا الْق َد‬ َ ُ‫َكاََّنَا ي‬
ِ ‫اد‬ ِ ‫ ِعب‬: ‫ال‬ َّ ‫ص ْد ُرهُ ِم َن‬
ِِ ‫الص‬ ِ
!!!‫هللا‬ َ َ ‫ف فَ َق‬ َ ‫َح َّىت َكاَ َد يُ َكِِّبُ فَ َراَى َر ُِ ًال َابد ًَي‬
.‫ي ُو ُِ ْو ِه ُك ْم‬ ِ
ُ ‫س ُّو َّن‬
َ ْ َ‫ص ُف ْوفَ ُك ْم اَ ْولَيُ َخال َف َّن هللاُ ب‬ َ ُ‫لَت‬
Dari Nu’man bin Basyir ra, katanya: “Rasulullah saw pernah
meluruskan shaf kami, sehingga beliau kelihatan seolah-olah
sedang meluruskan anak panah sampai lurus benar. Pada suatu
hari beliau hendak salat dan hampir takbir, sekonyong-konyong
terlihat oleh beliau seorang laki-laki menonjolkan dadanya dari
shaf. Maka bersabda beliau, “Wahai hamba Allah! Luruskanlah
shaf anda! Kalau tidak, niscaya Allah akan mencerai beraikan hati
anda.” (HR. Muslim)

Keadaan orang yang salat berjamaah dengan shaf yang tidak

rapat dalam sudut pandang Islam yang disebabkan karena adanya

pemberlakuan jarak diantara mereka, ada beberapa poin penting

yang perlu dipahami sebelum mengulas penjelasan hukum Salat

berjamaah di masjid dengan shaf terpisah karena wabah pandemi

COVID-19 yang sedang melanda, seperti yang dijelaskan oleh

Hasibuan dan Yusram (2020: 116) yaitu sebagai berikut:

a. Jika telah ada instruksi dari pihak yang berwenang, dalam hal ini

pemerintah dan MUI, untuk menghentikan sementara kegiatan

Salat berjamaah di masjid, maka wajib bagi seseorang muslim

untuk mentaatinya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

‫ُوِل ْاالَ ْم ِر ِم ْن ُك ْم‬


ِ ‫ول َوأ‬
َ ‫الر ُس‬ ِ ‫َطيُوا هللا وأ‬
َّ ‫َطيُُوا‬ ِ
َ َ ُ ‫ين ﺁ َمنُوا أ‬
ِ َّ
َ ‫ََيأَيُّ َها الذ‬
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul-Nya, dan ulul amri diantara kamu.” (QS. An-Nisa’: 59,
Badan Litbang Kementerian Agama Republik Indonesia, 2019:
118)

99
Ibnu Abbas, Mujahid, Atha’, dan Hasan al-Bashri menafsirkan

ulul amri sebagai ahli fikih dan agama. Abul ‘Aliyah

mengatakan yang dimaksud dengan ulul amri adalah ulama. Ibnu

Katsir mengatakan, “Tampaknya -wallahu a’lam- ayat ini

memaksudkan ulul amri adalah umara dan ulama.”

b. Jika larangan tersebut masih berupa imbauan, karena keadaan

masih dianggap kondusif, dan imbauan tersebut bertujuan

untuk pencegahan dini dari penyebaran virus COVID-19,

maka sebaiknya imbuan tersebut diikuti, karena mencegah

lebih baik daripada mengobati. Hal itu tercermin dari kaidah

sad al-dzarai (tindakan preventif) dan al-dhararu yuzal

(menghilangkan mudarat). Keluarnya imbauan dari

pemerintah atau MUI sudah dengan sendirinya menjadi uzur

untuk meninggalkan salat berjamaah di masjid.

c. Jika belum ada larangan atau imbauan khusus untuk daerah

tertentu, karena penyebaran virus belum sampai ke daerah

tersebut, dan masyarakat yakin bahwa daerahnya masih steril,

maka salat jamaah di masjid tetap dilaksanakan seperti biasa,

demi menjaga syiar Islam. Dalam kondisi ini, maka Salat

fardhu berjamaah dilaksanakan sebagaimana mestinya.

d. Jika sebuah lembaga atau badan ta’mir masjid tetap memilih

melaksanakan Salat berjamaah di masjid, setelah adanya

imbauan dari pemerintah dan MUI, dengan menerapkan

100
beberapa bentuk tindakan preventif, seperti memakai masker,

social distancing (jaga jarak), shaf salat, maka ada perbedaan

pendapat antara ulama (kontemporer) tentang sah tidaknya

salat dengan shaf yang berjauhan. Berikut pendapat para

ulama tentang salat berjamaah dengan keadaan social

distancing (jaga jarak 1 meter atau lebih antara jamaah):

1) Pendapat pertama, salat di masjid dengan model social

distancing tidak dianggap salat berjamaah, maka salat ini

dianggap salat sendiri. Di antara ulama yang berpendapat

seperti ini adalah:

a) Syekh Abdul Muhsin al-Abbad. Ketika ditanya

tentang hukum salat berjamaah dengan cara social

distancing, beliau menjawab: “Salat (jamaahnya)

tidak sah, hukumnya sama saja dengan saat mereka

salat sendirian.” Tetapi beliau tidak menyebutkan

dalil dari pendapat tersebut. Boleh jadi landasannya

adalah hadis-hadis Rasulullah saw yang berisi perintah

meluruskan dan merapatkan shaf dan pendapat

sebagian ulama dan pendapat sebagian ulama yang

menyatakan bahwa meluruskan dan merapatkan shaf

hukumnya wajib. Sedang salat dengan tata cara

sebagaimana disebutkan di atas berarti melanggar

perkara yang wajib. Selain itu, Majelis Eropa untuk

101
Fatwa dan Riset (The European Council for Fatwa and

Research) dalam fatwa no. 7/30 (28 Maret 2020)

sebagai jawaban atas pertanyaan tentang salat

berjamaah dengan cara social distancing, lembaga ini

menjawab: “Pada kondisi seperti ini sebaiknya salat di

masjid dihentikan sementara, dan dilaksanakan di

rumah masing-masing. Salat berjamaah (di masjid)

hukumnya sunnah muakkadah, sedangkan menjaga

keselamatan jiwa manusia hukumnya wajib, sehingga

mengutamakan perkara sunnah atas perkara wajib

tidak tepat. Salat dengan cara tersebut terkesan

dipaksakan dan mempersulit perkara yang

dimudahkan Allah, ia juga bertolak belakang dengan

ruh/hikmah disyariatkannya salat berjamaah,

menyalahi nas-nas yang memerintahkan untuk

merapatkan shaf dan melarang salat sendirian di

belakang shaf. Selain itu, cara seperti ini tidak

menjamin orang-orang terhindar dari penularan virus,

sebab mereka tetap bercampur saat masuk dan keluar,

sujud di tempat yang sama, begitu pula saat membuka

pitu. Masjid haruslah menjadi contoh kedisiplinan

terhadap peraturan da undang-undang, juga dalam

102
kehati-hatian dalam melindungi jiwa manusia, bukan

malah sebaliknya.

b) Pendapat kedua, salat tersebut sah dan tetap mendapat

pahala salat berjamaah. Di antara ulama kontemporer

yang berpendapat bahwa salat seperti ini sah adalah

Prof. Dr. Khalid bin Ali al-Musyaiqih. Dalam artikel

yang berjudul Hukum-Hukum Fikih Terkait Virus

Corona )‫(اْلحكام الفقهية اِمتُلقة بفْيوس كرورَن‬

halaman 17, masalah fikih no 17, tentang hukum shaf

yang berjauhan dalam salat berjamaah, beliau menulis:

“Sunah (tuntunan Rasulullah) bahwa shaf


salat haruslah berdekatan, jarak antara
satu shaf dengan shaf berikutnya adalah
seukuran tempat sujud. Tetapi jika
(berjauhan jarak) diperlukan karena
khawatir terjangkit penyakit, maka
berjauhan shaf tidak mengapa, walaupun
seorang harus Salat sendiri di belakang
shaf karena hajat (kebutuhan). Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa
merapatkan shaf hukumnya wajib, tetapi
jika dibutuhkan (untuk salat sendiri)
seperti jika shaf sudah penuh, maka
Salatya sah dan kewajiban sejajar dengan
shaf menjadi gugur. Begitu pula -wallahu
a’lam- jika ia takut terjangkit penyakit,
kemudian salat sendirian di belakang
shaf, maka salatnya sah, meskipun pada
asalnya berbaris di shaf hukumnya wajib,
berdasarkan hadis Rasulullah saw yang
diriwayatkan Ali bin Syaiban ra.,
Rasulullah saw bersabda:

ِِ ‫الص‬
‫ف‬ َ ‫ص َال َة لَِر ُِ ٍل فَ ْرٍد َخل‬
َّ ‫ْف‬ َ ‫َال‬

103
Tidak (sah) salat orang yang sendirian di
belakang shaf. (HR. Ahmad no. 16297)

Pendapat keduanya ini sesuai pandangan jumhur ulama

madzhab Syafi’i dan Hambali, dimana ulama madzhab Syafi’i

menganggap sah iqtida’ (bermakmum) kepada imam, sedang jarak

antara keduanya 3 dzira’ (sekitar 1,5 meter), begitu juga jika jarak

antara shaf pertama dan kedua dan seterusnya, atau antara seorang

makmum dengan makmum lain di sebelah kanan atau kirinya, meski

jarak antara mereka 3 dzira’ (sekitar 1,5 meter), batas maksimal

jarak antara imam dan makmum, antara satu shaf dengan shaf yang

lain, atau satu orang dengan yang lainnya disebutkan 300 dzira’

(sekitar 150 meter), dengan syarat makmum dapat melihat Salat

imam atau mendengar suara takbirnya (Hasibuan dan Yusram, 2020:

118).

Semua dianggap sah dalam kondisi normal, apabila jika ada

uzur atau sebab tertentu yang memaksa jamaah saling mengambil

jarak aman antara satu sama lain seperti saat penyebaran COVID-19.

Ini berkaitan dengan salah satu syarat berjamaah yang disebutkan

dalam madzhab Syafi’i, yakni berkumpulnya imam dan makmum di

dalam satu masjid (tempat). Meski demikian, semua ulama sepakat

bahwa salat berjamaah dengan shaf yang lurus dan rapat tentu lebih

afdhal.

Imam al-Rafi’i berkata:

104
‫ت‬ ِ ‫ قُرب‬،‫االقْتَ َداء‬ ِْ ‫اح ٍد ص َّح‬ ِ ‫فَمىت َكا َن ا ِلمام واَلْمأْموم ِِف مس ِج ٍد و‬
َُ ُ َ َ ْ َ ُ ُْ َ َ ُ َ ََ
َّ ‫ َْل‬...،‫ت لِ ِك َِّب ال َْم ْس ِج ِد‬
ٌّ‫َن ال َْم ْس ِج َد ُكلَُِّ َم ْب ِِن‬ ْ ‫سافَةُ بَ ْي نَ ُه َما أ َْوبَُُ َد‬َ ‫ال َْم‬
‫اع ِة‬ َ ‫للص َالةِ َوإِقَ َام ِة ا ْْلَ َم‬
َ ‫ فَال ُْم ْجتَ ِمُُ ْو َن فِ ْي ِِ َُْمتَ ِمُُ ْو َن ِلقَ َام ِة ا ْْلَ َم‬،ِِ ‫اع ِة فِ ْي‬ َّ
.‫سافَة‬ َ ‫َ ُّرُه ْم بَ ُْ ُد ال َْم‬ َ َ‫ فَ َال ي‬،‫ُم َؤد ُّْو َن لِ ِش َُا ِرَها‬
Kapan saja imam dan makmum berada di satu masjid, maka iqtida’
(berimam kepadanya) sah, baik jarak antara keduanya berdekatan
atau berjauhan dikarenakan luasnya masjid, sebab masjid didirikan
untuk salat dan berjamaah di dalamnya, semua yang berkumpul di
dalamnya berkumpul untuk menegakkan jamaah, maka jarak yang
berjauhan tidak mempengaruhinya.”

Imam Nawawi menambahkan syarat sahnya jamaah tersebut

meski berjauhan jaraknya:

.ِِ ‫ال َم ِام َوََلْ يَتَ َق َّد ْم َعلَْي‬ ِ


َ ‫إِذَا َعل َم‬
ِْ َ‫ص َالة‬
Jika ia (makmum) mengetahui salat imam, dan tidak berdiri di
depannya.

105
Lebih rinci lagi, Imam Nawawi menyebutkan:

ِ‫الم ِام َعلَى ثَُالِِثَائَ ِة ِذر ٍاع وﺁ َخر َعن يسا ِره‬ ِ ْ ِ‫احد َع ْن ََي‬ ِ‫فو‬
ََ ْ ُ َ َ َ ِْ ‫ي‬ َ َ َ‫َه َذا َولَ ْو َوق‬
ِ ‫ك ُُثَّ وراء ُك ِل و‬
‫اح ٍد أ َْو َع ْن َِ ْنبِ ِِ ﺁ َخر أ َْو‬ ِ َ ِ‫َك َذال‬
َ ِ َ َ َ َ ‫اءهُ َك َذال‬ َ ‫ك َوﺁ َخ ُر َوَر‬
‫ص َالةُ ا ْْلَ ِمي ِع‬ ِ ‫ف َعلَى َه ِذهِ الْم‬ ٍِ ‫ص‬
َ ‫ت‬ْ ‫ص َّح‬
َ ‫سافَة ُُثًّ ﺁ َخ ُر ُُثً ﺁ َخ ُر َوَكثُ ُروا‬ ََ َ
.‫ص َالةَ ا ِل َم ِام‬ ِ
َ ‫إِذَا َعل ُموا‬
Dengan demikian, jika seseorang (makmum) berdiri di sebelah
kanan imamsejauh 300 dzira’ (sekitar 150 meter), makmum lain di
sebelah kirinya dengan jarak yang sama, makmum lain di
belakangnya dengan jarak seperti itu, kemudian di belakang atau di
samping setiap makmum tersebut ada satu orang atau satu shaf
dengan jarak yang sama, kemudian disambung oleh yang lain,
demikian seterusnya, Salat mereka semua sah, jika mereka
mengetahui Salat imam. (Hasibuan dan Yusram, 2020: 119)

Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi al-Hambali berkata:

َُِّ‫ َِل َّن اِمَ ْس ِج َد ُكل‬،‫اع َد‬ َ َ‫ َوإِ ْن تَ ب‬،‫ََيُ ْوُز أَ ْن َٓيْ ََّمًّ ِاب ِل َم ِام َم ْن ِِف ال َْم ْس ِج ِد‬
‫اع التَّ ْكبِ ِْي‬ َ ‫ فَِإ ْن َكا َن بَ ْي نَ ُه َما َحئِل َيَْنَ ُع ال ُْم‬،‫اع ِة‬ ِ ِِ
َ َ‫ َو ََس‬،َ‫اه َدة‬
َ‫ش‬ َ ‫ْج َم‬
َ ‫َم ْوعَع لل‬
‫الس َم ِاع ؛‬ َّ ‫اه َدةَ ُد ْو َن‬ َ َ‫ َوإِ ْن َمنَ َع اِم‬،ِِ ‫اع‬ِ ‫ لِت ُ ُّد ِر اتِِب‬،ِِ ِ‫االئْ تم ِام ب‬
ِ ِ
َ‫ش‬ َ ََ َ َ ‫ََلْ يَص َّح‬
.ِ‫الص َالة‬
َّ ُ‫ص َّحة‬ ِ ‫ أَص ُّح َها‬: ‫ان‬
َ
ِ ‫فِ ِق ْي ِِ و ِْ َه‬
َ
Siapa saja yang berada di masjid boleh mengikuti (salat) imam,
meski jarak keduanya berjauhan, sebab keseluruhan masjid adalah
tempat untuk berjamaah, jika diantara keduanya ada penghalang
sehingga imam tidak terlihat, dan ia tidak bisa mendengar takbir
imam, namun mendengar takbirnya, maka ada dua pendapat (dalam
madzhab), yang paling benar bahwa salat nya sah.

Adapun pendapat pertama, yang menyatakan bahwa

meluruskan shaf dan merapatkan dalam salat berjamaah hukumnya

wajib, tetapi jika ada uzur yang menyebabkann seeorang tidak rapat

dengan shaf, maka sejatinya salat jamaahnya tetap sah. Ibnu Hajar

al-Asqalani berkata:

106
ِ ‫ف وََل يس ِو‬ ِ َّ ‫َوَم َع الْ َق ْوِل ِأب‬
.‫يحة‬
َ ‫صح‬ َ َ‫َّس ِويَةَ َواِبَة ف‬
َ ِ َ ُ ْ َ َ َ‫ص َالةُ َم ْن َخال‬ ْ ‫َن الت‬
Sesuai pendapat yang menyatakan meluruskan shaf hukumnya
wajib, akan tetapi salat orang yang tidak meluruskan shaf tetaplah
sah.

Ibnu Taimiyah juga berkata:

َ ‫ َوإِذَا ََلْ ََِي ْد إَِّال َم ْوقِ ًفا َخل‬،‫ َوقَالَُِ ا ََْنَ ِفيَّ ِة‬،‫ص َالةُ الْ َف ِِذ لُُِ ْذ ٍر‬
‫ْف‬ ِ
َ ‫َوتَص ُّح‬
ِِ ِِ‫صاف‬
َ َ‫ب َم ْن ي‬
ِ
ُ ‫ف َو ْح َدهُ َوَال ََْيذ‬ َ ‫َ ُل أَ ْن يَِق‬ ِِ ‫الص‬
َ ْ‫ف فَ ْاْلَف‬ َّ
Dan Salatlah orang yang sendirian (di belakang shaf) karena
sebuah uzur hukumnya sah, sama dengan pendapat madzhab
Hanafi, dan ia tidak mendapat tempat selain di belakang shaf, maka
lebih afdhal ia salat sendirian, dan tidak menarik orang yang di
depannya. (Hasibuan dan Yusram, 2020: 120).

Pendapat ini menjadi lebih kuat karena jumhur ulama berpendapat

bahwa merapatkan dan meluruskan shaf hukumnya

sunah/mustahab, bukan wajib.

Dari penjelasan diatas, peneliti dapat menarik kesimpulan,

jika arahan untuk menghentikan sementara salat berjamaah di

masjid masih sekedar himbauan, kemudian sebuah lembaga atas

badan ta’mir masjid memilih tetap melaksanakan salat berjamaah di

masjid dengan menerapkan cara social distancing maka salat

berjamaah mereka tetap sah, sebagaimana pendapat diatas. Tetapi,

menanti himbauan dan pihak berwenang baik pemerintah maupun

MUI lebih diutamakan atau dianjurkan. Oleh karena himbauan

tersebut meski belum diwajibkan sepenuhnya demi kemaslahatan

masyarakat secara umum dan himbauan dikeluarkan lantaran

107
mempertimbangkan bahaya wabah COVID-19 yang sudah jelas dan

nyata adanya.

Dalam pelaksanaan ibadah salat berjamaah di masjid dalam

masa pandemi COVID-19, Kelurahan Kalicacing juga sudah

melaksanakan shaf yang dibuat berjarak atau renggang sebagai

antisipasi terjangkitnya virus COVID-19 terhadap masyarakat.

Jamaah dijarak setengah meter, walaupun tidak


diberikan tanda, tetapi jamaah sudah dihimbau untuk
tidak saling berdekatan. Jamaah tetap sudah pasti
otomatis memberi jarak pada saat salat. Untuk sajadah
dihimbau membawa sendiri dari rumah. (SW,
02/W/SW/03-09-2020)

Jamaah dijarak. Setiap shaf diberi tanda silang untuk


jarak, sehingga jamaah bisa mengetahui jarak yang
dianjurkan dari aturan. (AM, 03/W/AM/04-09-2020)

Jamaah dijarak dengan tanda. Membawa


karpet/sajadah masing-masing. (AR, 04/W/AR/04-09-
2020)

Untuk shaf di dalam salat dibuat renggang. Jadi ada


tanda agar jamaah mempunyai jarak pada saat Salat
ibadah berjamaah tidak terlalu rapat. (AH,
09/W/AH/09-09-2020)

Terkait dengan kondusivitas dalam melaksanakan ibadah

salat berjamaah dalam masa pandemi COVID-19 akan sangat

kontras dengan kehidupan yang dihadapi masyarakat saat ini,

terutama bersinggungan dengan aspek sosiokultural dan aspek

sosioreligiositas. Menurut Thomas Carlyle dalam Darmawan dkk

(2020: 116), beragama adalah pengalaman yang sangat pribadi dan

bermakna. Demikian bermaknanya sehingga orang rela kehilangan

108
nyawanya untuk mempertahankannya. Ibarat orang “jatuh cinta”

sekuat tenaga ia akan mempertahankan, walaupun mungkin seluruh

dunia turut menghujatnya. Mengenai hal tersebut, Carlyle dalam

Darmawan dkk (2020: 116) berkata:

By religion I do not mean here the church-creed which


he professes, the article of faith which he will sign …
This is not what I call religion… But the thing a man
does practically believe…; the thing a man does
practically lay to heart, and know for certain,
concerning his vital relations to the mysterious
Universe, and his duty and destiny there, that is in all
cases the primary thing for him, and creatively
determines all the rest. That is his religion.

[Mengenai agama, yang saya maksud disini bukanlah


doktrin-dotrin yang diucapkan, bukan pula pasal-pasal
keimanan yang ditandatangani… Itu bukanlah apa yang
aku maksud dengan agama… Tapi (agama adalah)
sesuatu yang betul-betul diyakini oleh seorang
manusia…; Sesuatu yang sungguh-sungguh tertanam di
dalam hatinya, dan ia yakin -berdasarkan hubungannya
dengan alam semesta yang misterius ini juga dengan
tugas dan takdirnya- bahwa hal itulah yang terpenting
bagi dirinya dan yang akan menentukan urusan-
urusannya. Itulah agama dia yang sesungguhnya…]

Dari perspektif ini, dapatlah dimengerti ungkapan sebagian

umat yang mengatakan jangan halangi saya ibadah berjamaah di

masjid, saya tidak takut mati karena Corona, saya lebih takut sama

Allah (Ihsom dalam Darmawan dkk, 2020: 117). Ini karena bagi

mereka ibadah berjamaah di masjid adalah sesuatu yang sangat

berarti. Mereka secara proporsional dan nyata mengalami

pengalaman keagamaan yang bermakna saat melaksanakan ibadah

di masjid, dan ketika hal itu dilarang, mereka mengalami

109
kegelisahan yang luar biasa. Larangan ibadah berjamaah di masjid

membuat mereka kehilangan jati diri. Orang-orang ini mengalami

kehilangan spiritual yang besar, walaupun mungkin bagi sebagian

umat Islam yang lainnya, larangan Salat berjamaah di masjid

bukanlah hal yang harus dipusingkan.

Menurut Blumer dalam Darmawan dkk (2020: 117), untuk

memahami permasalahan ini, kita perlu menggunakan pendekatan

interaksi simbolik. Interaksi simbolik menawarkan pendekatan

thing-meaning-action untuk mengerti perbuatan-perbuatan manusia

dan bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain. Pendekatan ini

ada didasari oleh tiga premis. Pertama, bahwa manusia akan beraksi

kepada suatu perkara berdasarkan nilai perkara itu buat dirinya.

Kedua, makna tersebut diperoleh dari hasil interaksi sosial. Ketiga,

pemaknaan itu dapat diterima atau bahkan diubah melalui refleksi

diri manusia saat berhubungan dengan berbagai peristiwa yang ia

hadapi. Selengkapnya, Blumer menjelaskan sebagai berikut:

The first premise is that human beings act toward things


on the basis of the meaning of things have to them… The
second premise is that the meaning of such things is
derived from, or arises out of, the social interaction that
one has with one’s fellows. The third premise is that the
meanings are handled in, and modified through, an
interpretative process used by the person in dealing with
the things he encounters (Blumer dalam Darmawan dkk,
2020: 117)

Pemaknaan mengenai pentingnya beribadah di masjid lahir

dari interaksi sosial. Dakwah-dakwah, ceramah-ceramah yang

110
disampaikan oleh para pemuka agama selalu berulangkali

menyebutkan pentingnya Salat berjamaah di masjid. Menurut teori

interaksi simbolik, keterangan-keterangan tersebut setelah menjadi

pengetahuan bersama, akan diproses oleh pribadi masing-masing

dalam bentuk refleksi (Darmawan dkk, 2020: 117). Dari penjelasan

diatas, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa sebagian jamaah di

Kelurahan Kalicacing ada yang merasa was-was dan khawatir

dikarenakan kejadian tersebut. Dari hal tersebut, terungkap mengapa

kebanyakan jamaah menilai kekhusyukan datang dari pribadi

masing-masing sesuai dengan pernyataan berikut.

Kelihatannya tidak berpengaruh pada kekhusyukan.


Buktinya pelaksanaan salat sebelum salat jum’at,
seperti salat qabliyah juga dilaksanakan, kemudian
salat wajib, dzikir, kemudian Salat badiyah juga
dilaksanakan. Jadi, istilah tidak begitu berpengaruh.
Karena sudah bermasker, sudah nyaman dan sudah
tidak bersalaman. Sebagian ada yang bersalaman,
tetapi sebagian tidak bersalaman. (SW, 02/W/SW/03-
09-2020)

Sepertinya tidak mempengaruhi pada kekhusyukan.


Masih dalam keadaan khusyuk. Tidak ada
permasalahan dengan kekhusyukan. Karena urusan
iman itu masalah pribadi, bila untuk salat yang
merasakan manfaat adalah diri sendiri. Masjid
memberi fasilitas agar masjid lebih nyaman, tetapi
untuk masalah khusyuk diserahkan kepada jamaah
masing-masing. (AM, 03/W/AM/04-09-2020)

Kelihatannya tidak berpengaruh pada kekhusyukan.


Bila sudah membicarakan tentang kekhusyukan itu
dikembalikan kepada pribadi masing-masing. (AR,
04/W/AR/04-09-2020)

Pada awalnya aneh. Tetapi kita negara hukum,


seyogyanya patuh dengan hukum yang berlaku.

111
Akhirnya imbal baliknya ke kita juga. Di awal masih
ada rasa takut untuk beroperasi. Takut nanti jamaah
tertular COVID-19. Tetapi sekarang, masjid dibuka
untuk umum dengan catatan patuh pada protokol
kesehatan. Sehingga kekhusyukan bisa tercipta dari
jamaah masing-masing. Karena kekhusyukan tercipta
dari diri masing-masing apabila dirinya sudah merasa
aman raganya. (AH, 09/W/AH/09-09-2020)

Di Kelurahan Kalicacing, pelaksanaan salat berjamaah di

masjid dinilai kondusif karena banyak jamaah yang antusias dalam

melaksanakan salat berjamaah. Hanya beberapa jamaah yang

menilai tidak kondusif dikarenakan shaf yang renggang, jamaah luar

yang mengikuti salat jamaah di masjid tersebut dan aturan yang

rumit dan tidak luwes, sesuai dengan pernyataan berikut.

Kegiatan beribadah salat berjamaah berjalan dengan


kondusif, walau ada protokol kesehatan yang mengikat.
(SW, 02/W/SW/03-09-2020)

Kegiatan beribadah salat berjamaah berjalan dengan


kondusif. Walaupun ada protokol kesehatan, jamaah
masih dapat melaksanakan ibadah dengan aman dan
tertib. (AM, 03/W/AM/04-09-2020)

Kegiatan beribadah salat berjamaah berjalan dengan


kondusif, walau masih ada protokol kesehatan yang
berlaku. Jamaah antusias untuk beribadah, sudah
bersyukur sekali. (SU, 08/W/SU/07-09-2020)

Kondusif. Sesuai dengan himbauan. Ya walau hanya


beberapa shaf, menurut saya masih dalam kategori
kondusif dan khidmad. Tetapi masih disayangkan hanya
segelintir orang saja yang salat di dalam masjid. Hanya
muat beberapa orang saja. (AZ, 10/W/AZ/09-09-2020)

Di Kelurahan Kalicacing, tidak ada gejolak terkait dengan

aturan yang diberlakukan di dalam masjid di daerah Kelurahan

112
Kalicacing. Hanya jamaah luar yang menilai atau dari aliran tertentu

yang mengkritisi adanya aturan yang diberlakukan/protokol

kesehatan, sesuai dengan pernyataan berikut.

Tidak ada. Tidak ada permasalahan yang bergejolak di


masjid ini. Semua Alhamdulillah aman dan terkendali.
(AM, 03/W/AM/04-09-2020)

Tidak ada. Aman-aman saja. Semua sudah tahu


permasalahan hari ini. COVID-19 permasalahan
bersama, sehingga jamaah pasti sudah memakluminya.
(AR, 04/W/AR/04-09-2020)

Tidak ada. Tidak ada perdebatan. Semua ikut himbauan


pemerintah. (AH, 09/W/AH/09-09-2020)

Hanya satu pendapat yang menyatakan adanya gejolak, tetapi

penyebab gejolak bukan berasal dari jamaah muqim/jamaah tetap.

Untuk jamaah lokal atau tetap, tidak ada permasalahan.


Tetapi untuk jamaah luar kadang menyepelekan
protokol kesehatan, mengindahkan protokol semisal
tidak menggunakan masker, masih mengobrol
berdekatan. (SW, 02/W/SW/03-09-2020)

2. Persepsi Jamaah Terhadap Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah Dalam

Masa Pandemi COVID-19

Persepsi jamaah di daerah Kelurahan Kalicacing terhadap

pelaksanaan ibadah salat berjamaah dalam masa pandemi COVID-

19 pun beragam. Ada yang merasa aman dalam melaksanakan

karena adanya protokol kesehatan, berikut pernyataannya.

Kalau di masjid sini, pelaksanaan ibadah salat aman.


Tetap memakai masker. Kalau awal-awal dahulu tidak
boleh, Cuma warga sini saja yang boleh salat. Dulu
sampai dijaga polisi di pintu gerbang. Dulu kalau Salat
ditutup pintunya, lampu dimatikan kalau Maghrib biar

113
tidak ketahuan. Tetapi kalau sekarang sudah bisa
dibuka untuk umum. Pakai masker, cuci tangan. (RM,
05/W/RM/03-09-2020)

Kalau di masjid sini, pelaksanaan ibadah saya rasa


terasa aman. Dari Shubuh sampai dengan Isya’ tidak
pernah kosong. Lebih aman. (JA, 06/W/JA/05-09-2020)

Lebih aman. Menggunakan protokol kesehatan.


Menggunakan masker dan cuci tangan, sehingga lebih
aman, nyaman dan lebih terjaga. (SU, 08/W/SU/07-09-
2020)

Nyaman. Sudah berprotokol kesehatan. Memakai


masker dan cuci tangan, sehingga lebih aman. Tetapi
masjid menjadi sepi. Kurang greget dalam pelaksanaan
salat. (AZ, 10/W/AZ/09-09-2020)

Tertib. Petugas di masjid tertib. Tetapi, Jamaah kurang


banyak. Minat masyarakat akan ibadah salat
berjamaah kurang respek dan greget. Ada jaga jarak di
dalam shaf. Kemudian, jamaah wajib cuci tangan jadi
tertib. (LA, 11/W/LA/09-09-2020)

Ada pula jamaah yang merasa was-was maupaun kurang

mantap dalam melaksanakan ibadah salat berjamaah di masjid

dalam masa pandemi COVID-19, dibuktikan dengan pernyataan

berikut.

Saya merasa was-was. Walau masih dalam pengawasan


protokol kesehatan, masih was-was karena ada jamaah
luar yang masuk ke dalam masjid. (YA, 07/W/YA/07-
09-2020)

Pelaksanaan ibadah salat berjamaah dalam masjid

menggunakan shaf yang renggang dan berjarak. Dalam aturan

masjid dilaksanakan protokol kesehatan. Ada yang merasa aman dan

nyaman dilaksanakan protokol kesehatan, berikut pernyataannya.

114
Kalau untuk salat berjamaah dijarak. Tidak ditandai,
tetapi sudah tahu kalau disuruh dijarak. Jadi sudah
dijarak, tidak rapat. Ada yang berlubang. Tetapi
dampaknya jamaah hilang separuh. Kalau dahulu rapat
dan berdekatan, jadi dapat memuat banyak orang.
Sekarang kelihatan banyak tetapi masih kurang
separuh. (RM, 05/W/RM/03-09-2020)

Kalau untuk salat berjamaah dijarak. Diberi jarak yang


agak jauh, jadi jamaahnya berkurang. (JA,
06/W/JA/05-09-2020)

Jamaah dikasih ruang jarak. Tidak boleh rapat-rapat.


Ya agak berjauhan, biar aman mas. Kalau Maghrib ya
yang paling ramai. Lebih ramai Juma’atan. Kalau Salat
seperti Maghrib bisa 3 sampai 4 shaf. Kalau Salat selain
Maghrib ya cuma 2 shaf. (YA, 07/W/YA/07-09-2020)

Shaf masih termasuk dalam protokol. Tidak terlalu


rapat seperti biasanya. Renggang-renggang. (SU,
08/W/SU/07-09-2020)

Shaf masih termasuk dalam protokol. Tidak terlalu


rapat seperti biasanya. Renggang-renggang. Jamaah
maksimal terisi hanya 3 sampai 4 shaf renggang. (AZ,
10/W/AZ/09-09-2020)

Ada pula jamaah yang mengungkapkan bahwa dengan adanya

shaf yang renggang dan tidak rapat, menyebabkan jamaah menjadi

berkurang.

Salatnya dibuat renggang shafnya. Shaf yang


seharusnya dibuat rapat malah dibuat begitu jauh,
sehingga hanya muat separuh jamaah dari yang
seharusnya ada. Karena aturan shaf itu, mungkin
antusias jamaah menjadi berkurang, jadi paling yang
berapa shaf yang terisi. (LA, 11/W/LA/09-09-2020)

Aturan di masjid juga menggambarkan harus menggunakan

protokol kesehatan, seperti mencuci tangan menggunakan sabun,

115
memakai masker dan penggunaan hand sanitizer. Berikut

penjelasannya.

Masjid menyuruh jamaah untuk menggunakan masker,


cuci tangan memakai sabun, tidak berkerumun, tidak
bergerombol. Kalau tidak membawa masker, masjid
memberi masker cuma-cuma. (RM, 05/W/RM/03-09-
2020)

Masjid menghimbau jamaah untuk menggunakan


masker, cuci tangan memakai sabun, tidak berkerumun,
tidak bergerombol. Kalau tidak membawa masker, dari
ta’mir masjid memberi masker cuma-cuma. Gratis
untuk jamaah. (JA, 06/W/JA/05-09-2020)

Yang penting menggunakan masker, cuci tangan. Pakai


hand sanitizer. Sekarang lebih terbuka walaupun ada
aturan protokol kesehatan, cuci tangan, pakai masker,
membawa sajadah sendiri, jadi lebih ramai. (YA,
07/W/YA/07-09-2020)

Aturan menjadi umum. Masjid dibuka dengan bebas,


sehingga jamaah dapat Salat dengan leluasa, meskipun
harus mengikuti protokol kesehatan yang telah diatur
oleh pemerintah. (SU, 08/W/SU/07-09-2020)

Aturan lebih umum. Masjid dibuka bebas, sehingga


jamaah dapat Salat dengan nyaman, meskipun harus
mengikuti protokol kesehatan yang telah diatur oleh
pemerintah. Ikut saja barisan shaf yang agak renggang.
(AZ, 10/W/AZ/09-09-2020)

Adapula jamaah yang menjawab berbeda terkait dengan

aturan masjid di masa pandemi COVID-19, yang berpendapat terlalu

rumit dan tidak luwes.

Terlalu banyak peraturan, Mas. Kurang luwes.


Seharusnya urusan ibadah dipermudah. Ini kan
masalah antara manusia dan Tuhannya, malah dibuat
peraturan yang begitu rumit disini. (LA, 11/W/LA/09-
09-2020)

116
Terkait kondusivitas pelaksanaan Salat berjamah di masjid

di dalam masa pandemi COVID-19, beberapa jamaah berpendapat

bahwa pelaksanaan salat berjamaah di masjid dalam masa pandemi

COVID-19 dapat berjalan dengan kondusif. Berikut pernyataannya.

Ramai sekali. Kondusif. Tidak terjadi apa-apa.


Masyarakat malah seneng kalau masjid sudah dibuka
seperti biasanya. Walau ada protokol kesehatan itu.
(RM, 05/W/RM/03-09-2020)

Masih kondusif. Tidak terjadi apa-apa. Masyarakat


malah senang kalau masjid sudah dibuka seperti
biasanya. Walau ada protokol kesehatan masjid masih
tetap ramai. (JA, 06/W/JA/05-09-2020)

Kondusif. Masih banyak jamaah yang ingin ke masjid.


Yang penting tetap menjaga diri saja. (YA,
07/W/YA/07-09-2020)

Kegiatan beribadah salat berjamaah berjalan dengan


kondusif, walau masih ada protokol kesehatan yang
berlaku. Jamaah antusias untuk beribadah, sudah
bersyukur sekali. (SU, 08/W/SU/07-09-2020)

Kondusif. Sesuai dengan himbauan. Ya walau hanya


beberapa shaf, menurut saya masih dalam kategori
kondusif dan khidmad. Tetapi masih disayangkan hanya
segelintir orang saja yang salat di dalam masjid. Hanya
muat beberapa orang saja. (AZ, 10/W/AZ/09-09-2020)

Ada pandangan lain diungkapkan oleh satu jamaah, yang

menyatakan bahwa pelaksanaan ibadah salat berjamaah yang masih

dinilai belum kondusif. Berikut pernyataannya.

Belum terlalu kondusif. Masih kurang mantap. Masih


kurang antusias masyarakat. Minat masyarakat banyak
berkurang. Respek masyarakat menurun dan kurang
greget dalam beribadah. (LA, 11/W/LA/09-09-2020)

117
Dari kekhusyukan di dalam ibadah salat berjamaah di masa

pandemi COVID-19, jamaah Kelurahan Kalicacing kebanyakan

berpendapat pula bahwa kekhusyukan berasal dari diri sendiri.

Kebanyakan jamaah menilai kekhusyukan datang dari pribadi

masing-masing, sehingga tidak mempengaruhi khusyuk dalam

pelaksanaan ibadah. Berikut pernyataannya.

Khusyuk. Yang penting salat berjalan lancar tidak ada


hambatan. Ingin menghadap Tuhan tanpa kendala,
Alhamdulillah. Lancar berjamaah, salat aman, tetap
khusyuk, walau masih pandemi. (RM, 05/W/RM/03-09-
2020)

Masalah penyakit memang kita bukannya takut. Kita


hanya tinggal menunggu. Penyakit seperti ini seperti
acakan, hanya sebagai lantaran dari mati. Yang
terpenting menjaga diri, menjaga kesehatan. Masalah
khusyuk akhirnya dikembalikan kepada diri masing-
masing. (JA, 06/W/JA/05-09-2020)

Tergantung masing-masing. Kalau dari saya pribadi,


biasa-biasa saja. Tidak ada pengaruh untuk
kekhusyukan menurut saya. (SU, 08/W/SU/07-09-2020)

Tergantung dari pribadi masing-masing, Mas. Kalau


saya, biasa-biasa saja. Tidak berpengaruh untuk
kekhusyukan menurut saya. Jadi aneh ketika berbicara
jamaah tetapi sepi, tidak rapat dan renggang. Tetapi
tetap saja di negara hukum, manut hukum aturan. Toh
ya aturan imbasnya ke kita. (AZ, 10/W/AZ/09-09-2020)

Ada pula jamaah yang merasa was-was dalam melaksanakan

ibadah salat berjamaah dalam masa pandemi COVID-19 di masjid,

sehingga mengganggu kekhusyukan dalam beribadah di dalam

masjid karena adanya jamaah luar yang ikut dalam jamaah tersebut.

Was-was. Walau masih dalam pengawasan protokol


kesehatan, masih was-was karena ada jamaah luar

118
yang masuk ke dalam masjid. (YA, 07/W/YA/07-09-
2020)

Kurang mantap. Adanya jaga jarak jadi kurang afdhal.


Seharusnya untuk Salat jamaah shafnya dirapatkan,
tetapi ini renggang. Aturannya ketat, tidak luwes, jadi
kurang mantap dalam beribadah yang khidmad. (LA,
11/W/LA/09-09-2020)

Terkait gejolak dalam pelaksanaan ibadah salat berjamaah

dalam masa pandemi COVID-19, terutama bahasan terkait aturan

protokol kesehatan di dalam masjid, para jamaah di Kelurahan

Kalicacing merasa tidak ada gejolak dalam pelaksanaan ibadah Salat

berjamaah dalam masa pandemi COVID-19, tertutama dalam aturan

protokol kesehatan. Semua jamaah yang dikaji mengungkapkan

tidak ada gejolak dalam pelaksanaan protokol kesehatan dalam

ibadah salat berjamaah di masjid dalam masa pandemi COVID-19,

di Kelurahan Kalicacing.

Tidak ada. Aman. Sudah mengerti adanya protokol.


Saya juga mendukung adanya protokol kesehatan, biar
aman. Tidak ada ribut-ribut kalau disini. (RM,
05/W/RM/03-09-2020)

Tidak ada. Sudah diberitahu semua, jadi tidak ada


permasalahan di dalam masyarakat. Masih aman.
Alhamdulillah masjid ini belum pernah kosong sama
sekali. (JA, 06/W/JA/05-09-2020)

Tidak ada. Tidak ada gejolak di masyarakat umumnya


jamaah juga tidak ada. Masih mendukung adanya
protokol kesehatan. (YA, 07/W/YA/07-09-2020)

Tidak ada. Semua berjalan dengan lancar tanpa ada


gejolak-gejolak apapun. (SU, 08/W/SU/07-09-2020)

119
Tidak ada. Tidak ada gejolak yang muncul selama
pelaksanaan ibadah Salat berjamaah. Aman
terkendali.” (AZ, 10/W/AZ/09-09-2020)

“Tidak ada gejolak. Ya ikuti aturan pemerintah.” (LA,


11/W/LA/09-09-2020)

120
BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Pelaksanaan ibadah salat berjamaah dalam masa pandemi COVID-19 di

Kelurahan Kalicacing Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga berjalan

aman dan nyaman dengan menerapkan protokol kesehatan yang

berlaku. Dalam pelaksanaan shaf dibuat renggang dan berjarak, dengan

menggunakan tanda silang atau himbauan dengan berdasar pada

kesadaran jamaah masing-masing. Tidak ada pengaruh dalam

kekhusyukan dalam melaksanakan ibadah Salat berjamaah di masa

pandemi COVID. Tidak ada gejolak terkait dengan aturan protokol

kesehatan dalam melaksanakan ibadah Salat berjamaah dalam masa

pandemi COVID-19.

2. Persepsi jamaah terhadap pelaksanaan ibadah Salat berjamaah dalam

masa pandemi COVID-19 pun beragam. Ada yang merasa aman dalam

melaksanakan karena adanya protokol kesehatan, dan ada yang merasa

was-was maupaun kurang mantap dalam melaksanakan ibadah shaat

berjamaah di masjid dalam masa pandemi COVID-19. Ada yang merasa

aman dan nyaman dilaksanakan protokol kesehatan. Ada pula yang

tidak nyaman karena terlalu rumit dan tidak luwes padahal hanya untuk

pelaksanaan ibadah. Perihal kekhusyukan, kebanyakan jamaah menilai

kekhusyukan datang dari pribadi masing-masing, sehingga tidak

mempengaruhi khusyuk dalam pelaksanaan ibadah. Tetapi ada jamaah

121
yang merasa was-was dan mengganggu kekhusyukan karena adanya

jamaah luar yang ikut dalam jamaah tersebut. Semua jamaah merasa

tidak ada gejolak yang terjadi terkait dengan pelaksanaan ibadah Salat

berjamaah dalam masa pandemi COVID-19 di Kelurahan Kalicacing

Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.

B. SARAN

1. Bagi Kelurahan

Kelurahan memberikan rasa yang lebih nyaman dengan

turun langsung dan sosialisasi lapangan sekaligus pemantauan

berkala agar masyarakat dapat teredukasi dengan baik perihal

menjaga kesehatan agar tidak terjangkit virus COVID-19.

2. Bagi Ta’mir Masjid

Ta’mir masjid memberikan himbauan sekaligus arahan

terhadap jamaah tentang pentingnya ibadah berjamaah dan menjaga

diri dari penyakit, khususnya COVID-19.

3. Bagi Jamaah

Jamaah agar lebih disiplin dalam menaati dan melaksanakan

aturan protokol kesehatan yang berlaku di masjid, sekaligus

menjaga kesehatan diri agar tidak terjangkit virus COVID-19 dan

juga tidak melupakan kewajiban mereka sebagai insan yang

beragama yaitu beribadah kepada Allah SWT melalui Salat,

sehingga pandemi bukan menjadi alasan untuk meninggalkan

ibadah Salat.

122
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zaenal. 2020. Fiqh Ibadah. Yogyakarta: Deepublish.

Ali, Muhammad. 2020, Wapres: Pandemi Covid-19 Berdampak pada Kehidupan


Keagamaan, https://m.liputan6.com/news/read/4249725/wapres-
pandemi-covid-19-berdampak-pada-kehidupan-keagamaan, diakses
pada tanggal 5 Agustus 2020 pukul 18.00.

Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2020. Pedoman


Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19).
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

El-Fati, Syaifurrahman (Ed.). 2014. Panduan Shalat Praktis dan Lengkap. Jakarta:
WahyuQolbu.
Kemenag, RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Kementerian
Agama Republik Indonesia.

Lu, Roujian, et al. 2020. Genomic Characterisation and Epidemiology of 2019


Novel Coronavirus: Implications for Virus Origins And Receptor
Binding. Lancet 395: 565-574.

Majid, Nurcholis. 1992. Islam, Doktrin, dan Peradaban. Jakarta: Yayasan Wakaf
Paramadina.

Maryam, Sitti. 2018. Shalat dalam Perspektif Imam Al-Ghazali (Kajian Sufistik).
Al-Fikrah, 1(2): 106-113.

Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

_____________. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

123
Nugroho, Rizal Setyo. 2020, Apa Itu Pandemi Global seperti yang Dinyatakan
WHO pada Covid-19?,
http://kompas.com/tren/read/2020/03/12/060100465/apa-itu-pandemi-
global-seperti-yang-dinyatakan-who-pada-covid-19, diakses pada
tanggal 9 Agustus 2020 pukul 19.10.

Nurdin, Subhan. 2006. Keistimewaan Shalat Khusyuk. Jakarta: QultumMedia.

Sarwat, Ahmad. 2018. Shalat Berjamaah. Jakarta: Rumah Fiqih Publishing.

Sebayang, Rehia. 2020. WHO Nyatakan Wabah COVID-19 jadi Pandemi, Apa
Maksudnya?,
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200312075307-4-
144247/who-nyatakan-wabah-covid-19-jadi-pandemi-apa-maksudnya,
diakses pada tanggal 27 Agustus 2020 pukul 21.23.

Sholehuddin, Wawan Shofwan. 2014. Shalat Berjamaah dan Permasalahannya.


Bandung: Humaniora.

Sohrabi, Catrin et. al. 2020. World Health Organization Declares Global
Emergency: A Review of The 2019 Novel Coronavirus (COVID-19).
Elsevier, International Journal of Surgery 76: 71-76.

Tono, Sidik, dkk. 1998. Ibadah dan Akhlak dalam Islam. Yogyakarta: UII Press.

Winarni, Endang Widi. 2018. Teori dan Praktik Penelitian, Kuantitatif, Kualitatif,
PTK dan R&D. Jakarta: Bumi Aksara.

http://kalicacing.salatiga.go.id/sejarah-kelurahan-kalicacing, diakses pada tanggal


11 September 2020 pukul 15.25

124
LAMPIRAN-LAMPIRAN

125
Lampiran I

ANALISIS PELAKSANAAN IBADAH SALAT BERJAMAAH DALAM

MASA PANDEMI COVID-19 DI KELURAHAN KALICACING

KECAMATAN SIDOMUKTI KOTA SALATIGA TAHUN 2020

KODE PENELITIAN

1. Informan

Kode
No Nama Keterangan
Informan

1 Kris Artanto, SE KA Lurah Kalicacing

2 Sri Wiji Supadmo SW Ta’mir Masjid Al-Ikhlas Kalicacing

3 KH. Abdul Majid AM Ta’mir Masjid Pandawa Salatiga

Rusmin (Mbah Jama’ah Masijd Al-Ikhlas


4 RM
Yem) Kalicacing

Jama’ah Masjid Al-Ikhlas


5 Jariyatun JA
Kalicacing

Jama’ah Masjid Al-Ikhlas


6 Nuryanto YA
Kalicacing

Pengurus TPQ Masjid Pandawa


7 Ust. Abdul Rohim AR
Salatiga

8 Supriyadi SU Jama’ah Masjid Pandawa Salatiga

9 Amirullah AH Ta’mir Masjid Al-Anshor

10 Ahmad Zulfa AZ Jama’ah Masjid Al-Anshor

126
11 Laila Qorib Ridlo LA Jama’ah Masjid Al-Anshor

127
2. Metode

Kode Metode Penelitian

W Wawancara

P Pengamatan

D Dokumentasi

3. Media Penyimpanan Data

Kode Penyimpanan Data

R Rekaman

F File

128
Lampiran 2

INSTRUMEN PENELITIAN

A. PEDOMAN OBSERVASI

Proses pelaksanaan observasi pelaksanaan ibadah salat berjamaah

pada masa pandemi COVID-19 meliputi pengamatan kondisi pelaksanaan

Salat berjamaah di masjid yang berada di wilayah Kelurahan Kalicacing,

Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga di dalam masa pandemi COVID-19.

Kondisi yang diobservasi ialah:

1. Keadaan pelaksanaan ibadah salat berjamaah di dalam masjid dalam

masa pandemi COVID-19.

2. Shaf salat di dalam masjid.

3. Aturan masjid di dalam masa pandemi COVID-19.

4. Kondusivitas pelaksanaan salat berjamaah di dalam masa pandemi

COVID-19.

5. Gejolak (pertentangan) di masyarakat terkait pelaksanaan salat

berjamaah di masa pandemi COVID-19.

B. PEDOMAN WAWANCARA

1. Fokus Wawancara

a. Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah dalam masa Pandemi COVID-

19.

b. Persepsi Jamaah terhadap Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah

dalam masa Pandemi COVID-19.

129
2. Daftar Pertanyaan

a. Pertanyaan untuk Kepala Kelurahan Kalicacing

1) Berapa masjid yang ada di Kelurahan Kalicacing?

2) Bagaimana kondisi proses pelaksanaan ibadah salat berjamaah di

Kelurahan Kalicacing dalam masa Pandemi COVID-19?

3) Apa pengaruh Pandemi COVID-19 terhadap proses pelaksanaan

ibadah salat berjamaah di Kelurahan Kalicacing?

4) Bagaimana idealnya proses pelaksanaan ibadah salat berjamaah

di masa Pandemi COVID-19?

5) Apakah warga Kelurahan Kalicacing bersikukuh untuk tetap

melaksanakan kegiatan beribadah salat berjamaah di masjid?

6) Apa himbauan dari Pemerintah senditi terhadap pelaksanaan

ibadah Salat berjamaah di masa Pandemi COVID-19?

7) Bagaimana upaya antisipasi penularan COVID-19 dari

pemerintahan terhadap proses pelaksanaan ibadah salat

berjamaah di seluruh masjid di daerah Kelurahan Kalicacing?

b. Pertanyaan untuk Ta’mir Masjid

1) Bagaimana gambaran keadaan pelaksanaan ibadah salat

berjama’ah di masjid dalam masa pandemi COVID-19?

2) Apakah Salat berjamaah di masjid berjalan dengan khusyuk

dalam masa pandemi COVID-19 ini?

3) Bagaimana shaf di dalam Salat?

130
4) Bagaimana kondisi jamaah dalam beribadah jamaah di masa

pandemi ini?

5) Bagaimana aturan masjid di era pandemi ini? apakah

menggunakan protokol kesehatan?

6) Bagaimana kegiatan rutin di masjid yang mengikuti ibadah salat

berjamaah?

7) Bagaimana kondusivitas ibadah salat berjamaah dalam masa

pandemi COVID-19?

8) Apakah ada gejolak dalam pelaksanaan ibadah salat berjamaah?

c. Pertanyaan untuk Jama’ah

1) Bagaimana perasaan Anda ketika beribadah salat di masjid dalam

masa Pandemi COVID-19?

2) Apakah menurut anda salat berjamaah di masjid berjalan dengan

khusyuk dalam masa pandemi COVID-19 ini?

3) Bagaimana menurut Anda tentang shaf salat berjamaah hari ini

dalam salat berjamaah di masa Pandemi COVID-19?

4) Menurut anda, bagaimana aturan masjid di era pandemi COVID-

19 ini?

5) Menurut anda, apakah kondusif beribadah salat berjamaah dalam

masa pandemi COVID-19?

6) Apakah ada gejolak dalam pelaksanaan ibadah Salat berjamaah

dalam arti perdebatan di kalangan jamaah/masyarakat?

131
C. PEDOMAN DOKUMENTASI

Dokumentasi yang dipaparkan

a. Foto kegiatan pelaksanaan ibadah Salat berjamaah pada masa

pandemi COVID-19.

b. Foto wawancara.

132
Lampiran 3

TRANSKIP WAWANCARA

Kode Responden : KA

Kode Data : 01/W/KA/10-09-2020

Tanggal : 10 September 2020

Tempat : Kantor Kelurahan Kalicacing

Tanya Jawab

Peneliti : “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

Narasumber : “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”

Peneliti : “Sebelumnya mohon maaf mengganggu waktu Bapak.

Perkenalkan nama saya Arif Bagas Adi Satria dari IAIN

Salatiga. Maaf ini dengan Bapak siapa inggih?”

Narasumber : “Iya, dengan Bapak Kris Artanto.”

Peneliti : “Baiklah, langsung saja ke pertanyaan pertama ya Pak.”

Narasumber : “Siap mas.”

Peneliti : “Berapa masjid yang ada di Kelurahan Kalicacing?”

Narasumber : “Kalau di Kelurahan Kalicacing, ada 10 masjid, Mas. Ada

Masjid Al-Amin, Masjid Al-Anshor, Masjid Al-Ikhlas,

Masjid Pandawa, Masjid Sunan Kalijogo, Masjid Istiqlal

411, Masjid Al-Muttaqien, Masjid Al-Ittiqat, Masjid Al-

Barokah dan Masjid Al-Hidayah. Sedangkan untuk mushalla

ada 4 mushalla di Kelurahan Kalicacing, yaitu Mushalla al-

Rahmah, Mushalla Al-Iman, Mushalla Al-Muhajjirin di

133
Tangsi Besar, dan satu mushalla tak bernama di Jalan

Brigjend Sudiarto.”

Peneliti : “Bagaimana kondisi proses pelaksanaan ibadah salat

berjamaah di Kelurahan Kalicacing dalam masa Pandemi

COVID-19?”

Narasumber : “Proses pelaksanaan ibadah salat berjamaah di Kelurahan

Kalicacing memenuhi protokol kesehatan. Mencuci tangan

menggunakan sabun, kemudian sajadah membawa sendiri

tidak menggunakan karpet. Tempat diatur menggunakan

jarak. Keadaan orang yang sudah tua dilihat dari kondisi, bila

orang yang sudah tua sehat dan memenuhi kondisi

dipersilahkan untuk ibadah salat berjamaah. Untuk salat di

masjid bukan ditiadakan, tetapi salat untuk dilaksanakan di

rumah masing-masing agar lebih aman. Sesuai dengan Surat

Edaran Perwali no. 443.1/179/101.2 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441

H bagi Umat Islam Dalam Percepatan Pencegahan dan

Penanganan Wabah Corona Virus Disease 2019 (COVID-

19).”

Peneliti : “Apa pengaruh Pandemi COVID-19 terhadap proses

pelaksanaan ibadah di Kelurahan Kalicacing?”

Narasumber : “Pengaruh Pandemi COVID-19 terhadap pelaksanaan

ibadah di kelurahan Kalicacing menimbulkan sebuah

134
adaptasi yang baru, semisal seharusnya salat yang diatur

dalam syariat agama harus saling rapat, sekarang harus diberi

jarak, agar terhindar dari penularan COVID-19. Dampak

sosiokultural juga didapat, kebiasaan-kebiasaan yang belum

pernah ditemukan sebelumnya, seperti sekarang ini.

Masyarakat harus membiasakan diri dengan keadaan ini.

Jamaah yang hadir pun tidak sebanyak biasanya. Khotbah

dipersingkat waktunya. Pengaruh signifikan ya pastinya

jumlah jamaahnya, Mas. Yang terpenting jamaah aman,

nyaman dan sehat. Jaga tangga jaga warga.”

Peneliti : “Bagaimana idealnya proses pelaksanaan ibadah di masa

Pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Idealnya dari proses pelaksanaan ibadah salat berjamaah

di masa Pandemi COVID-19 dengan menerapkan protokol

kesehatan yang telah diarahkan pada aturan tadi. Pada saat

protokol tersebut dijalankan dengan tertib, maka ibadah

dapat terlaksana dengan nyaman dan jamaah yang

melaksanakan ibadah juga selamat dan aman. Lebih ideal ya

berjamaah satu keluarga di rumah, ibadah salat berjamaah

dilaksanakan di rumah, kepala keluarga menjadi imamnya,

makmumnya ya anggota keluarga, di masa pandemi ya itu

yang paling ideal, Mas.”

135
Peneliti : “Apakah warga Kelurahan Kalicacing bersikukuh untuk

tetap melaksanakan kegiatan beribadah salat berjamaah di

masjid?”

Narasumber : “Warga masih bersikukuh untuk beribadah. Tetapi sudah

menyadari, mengetahui anjuran pemerintah. Kesadaran

warga sudah tinggi, Mas, sehingga sedikit yang tidak

mematuhi protokol kesehatan.”

Peneliti : “Apa himbauan dari Pemerintah sendiri terhadap

pelaksanaan ibadah salat berjamaah di masa Pandemi

COVID-19?”

Narasumber : “Himbauan dari Pemerintah Kota Salatiga pasti sesuai

dengan Peraturan yang berlaku. Menyampaikan Surat Edaran

dari Kapolri, Edaran Walikota, Babinsa dan

Bhabinkamtibmas. ”

Peneliti : “Apakah ada permasalahan terhadap himbauan

pemerintah? Bagaimana idealnya?”

Narasumber : “Aman, Lancar, dan Terkendali. Tidak muncul

permasalahan terhadap himbauan pemerintah tersebut.”

Peneliti : “Bagaimana upaya antisipasi penularan COVID-19 dari

pemerintahan terhadap proses pelaksanaan ibadah Salat

berjamaah di seluruh masjid di daerah Kelurahan

Kalicacing?”

136
Narasumber : “Upaya antisipasi penularan COVID-19 dari pemerintahan

terhadap proses pelaksanaan ibadah salat berjamaah di

seluruh daerah Kelurahan Kalicacing dengan menghimbau

seluruh elemen agama, baik masjid, gereja, maupun vihara.

Pemerintah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota

memberikan hand sanitizer, sabun cuci tangan, dan masker

untuk dibagi ke seluruh sarana ibadah. Kemudian,

menyampaikan kepada masyarakat untuk selalu mentaati

protokol kesehatan. Kelurahan Kalicacing bersama

Bhabinkamtibmas dan Babinsa juga melakukan pantauan di

seluruh masjid di daerah Kelurahan Kalicacing. Kami semua

mengupayakan agar terhindar dari COVID-19.”

Peneliti : “Baiklah, Bapak. Terima kasih atas informasi dan waktu

yang diberikan, Pak.”

Narasumber : “Sama-sama, Mas. Semoga informasi yang diberikan

bermanfaat dan dapat digunakan dengan baik, inggih Mas.”

Peneliti : “Baik, Pak.”

137
TRANSKIP WAWANCARA

Kode Responden : SW

Kode Data : 02/W/SW/03-09-2020

Tanggal : 03 September 2020

Tempat : Kediaman Narasumber

Tanya Jawab

Peneliti : “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

Narasumber : “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”

Peneliti : “Sebelumnya mohon maaf mengganggu waktu Bapak.

Perkenalkan nama saya Arif Bagas Adi Satria dari IAIN

Salatiga. Maaf ini dengan Bapak siapa inggih?”

Narasumber : “Iya, dengan Bapak Sri Wiji Supadmo.”

Peneliti : “Baiklah, langsung saja ke pertanyaan pertama ya Pak.”

Narasumber : “Siap mas.”

Peneliti : “Bagaimana gambaran keadaan pelaksanaan ibadah salat

berjama’ah di masjid dalam masa pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Kalau di Masjid Al-Ikhlas Kalicacing, jamaah tetap dibuka

untuk umum tetapi dengan protokol kesehatan, pakai masker,

jaga jarak.”

Peneliti : “Kemudian, apakah salat berjamaah di masjid berjalan

dengan khusyuk dalam masa pandemi COVID-19 ini?”

Narasumber : “Kelihatannya tidak berpengaruh pada kekhusyukan ya

Mas. Buktinya pelaksanaan salat sebelum salat jum’at,

138
seperti salat qabliyah juga dilaksanakan, kemudian salat

wajib, dzikir, kemudian salat badiyah juga dilaksanakan.

Jadi, istilah tidak begitu berpengaruh. Karena sudah

bermasker, sudah nyaman dan sudah tidak bersalaman.

Sebagian ada yang bersalaman, tetapi sebagian ya tidak

bersalaman.”

Peneliti : “Bagaimana shaf di dalam salat? Apakah dibuat jarak atau

masih bisa untuk merapat seperti biasanya?”

Narasumber : “Jamaah dijarak setengah meter, Mas, walaupun tidak

diberikan tanda, tetapi jamaah sudah dihimbau untuk tidak

saling berdekatan. Jamaah tetap sudah pasti otomatis

memberi jarak pada saat salat. Untuk sajadah dihimbau

membawa sendiri dari rumah.”

Peneliti : “Bagaimana kondisi jamaah dalam beribadah jamaah di

masa pandemi ini?”

Narasumber : “Jamaah Alhamdulillah sehat semua mas. Masih stabil

dalam keadaan sehat wal afiat. Tetapi jamaah berkurang

banyak sekali karena ada jarak. Separuh lebih. Biasanya

Jumatan bisa 250 orang, sekarang hanya menampung 100

atau paling banter 150.”

Peneliti : “Bagaimana aturan masjid di era pandemi ini?”

Narasumber : “Masjid menggunakan protokol kesehatan sesuai aturan

yang diberlakukan, kemudian setelah salat menghindari

139
berkerumun maupun bergerombol apalagi mengobrol.

Kemudian ada tempat cuci tangan guna menjaga kesehatan.

Selama ini jamaah tertib, semuanya menggunakan masker.”

Peneliti : “Bagaimana kegiatan rutin di masjid yang mengikuti

ibadah salat berjamaah?”

Narasumber : “Kajian-kajian berhenti untuk sementara waktu. Pengajian

seperti Pengajian Rabu Pagi maupun Sabtu Malam

diberhentikan sampai kondisi dapat dikendalikan”.

Peneliti : “Bagaimana kondusivitas ibadah salat berjamaah dalam

masa pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Kegiatan beribadah salat berjamaah berjalan dengan

kondusif, walau ada protokol kesehatan yang mengikat.”

Peneliti : “Apakah ada gejolak dalam pelaksanaan ibadah salat

berjamaah?”

Narasumber : “Untuk jamaah lokal atau tetap, tidak ada permasalahan.

Tetapi untuk jamaah luar kadang menyepelekan protokol

kesehatan, mengindahkan protokol semisal tidak

menggunakan masker, masih mengobrol berdekatan. Seperti

itu, Mas.”

Peneliti : “Baiklah, Bapak. Terima kasih atas informasi dan waktu

yang diberikan, Pak.”

Narasumber : “Sama-sama, Mas. Semoga informasi yang diberikan

bermanfaat inggih, Mas.”

140
Peneliti : “Amin, Pak.”

141
TRANSKIP WAWANCARA

Kode Responden : AM

Kode Data : 03/W/AM/04-09-2020

Tanggal : 04 September 2020

Tempat : Kantor Ta’mir Masjid Pandawa

Tanya Jawab

Peneliti : “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

Narasumber : “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”

Peneliti : “Sebelumnya mohon maaf mengganggu waktu Bapak.

Perkenalkan nama saya Arif Bagas Adi Satria dari IAIN

Salatiga. Maaf ini dengan Bapak siapa inggih?”

Narasumber : “Iya, dengan Bapak Kyai Haji Abdul Majid, Mas.”

Peneliti : “Baiklah, langsung saja ke pertanyaan pertama ya Pak.”

Narasumber : “Siap mas.”

Peneliti : “Bagaimana gambaran keadaan pelaksanaan ibadah Salat

berjama’ah di masjid dalam masa pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Kalau di Masjid Pandawa Salatiga, jamaah tetap dibuka

untuk umum, bebas, tetapi dengan protokol kesehatan, pakai

masker. Masjid Pandawa dibuka untuk ummat. Keadaan

ummat disini sudah dibilang, mohon maaf, malas. Kalau

ditutup masjid, malah jadi tidak ada yang salat. Di Masjid

Pandawa Salatiga terkenal dengan sebutan masjid musafir,

jadi masjid untuk persinggahan orang yang bepergian jauh.

142
Jadi bila ditutup, ummat mau salat dimana? Nah disini peran

masjid sebagai wadah untuk kemaslahatan ummat.”

Peneliti : “Kemudian, apakah salat berjamaah di masjid berjalan

dengan khusyuk dalam masa pandemi COVID-19 ini?”

Narasumber : “Sepertinya tidak mempengaruhi pada kekhusyukan, Mas.

Masih dalam keadaan khusyuk. Tidak ada permasalahan

dengan kekhusyukan. Karena urusan iman itu masalah

pribadi, nggih bila untuk salat yang merasakan manfaat

adalah diri sendiri. Masjid memberi fasilitas agar masjid

lebih nyaman, tetapi untuk masalah khusyuk diserahkan

kepada jamaah masing-masing.”

Peneliti : “Bagaimana shaf di dalam salat?”

Narasumber : “Jamaah dijarak, Mas. Setiap shaf diberi tanda silang untuk

jarak, sehingga jamaah bisa mengetahui jarak yang

dianjurkan dari aturan.”

Peneliti : “Bagaimana kondisi jamaah dalam beribadah jamaah di

masa pandemi ini?”

Narasumber : “Jamaah baik. Tidak ada kondisi tertentu setelah salat disini.

Malah antuasias tinggi ketika masjid dibuka. Para jamaah

langsung berbondong-bondong ke masjid. Tetapi karena ada

aturan protokol kesehatan terkait salat berjamaah, jamaah

jadi hanya separuhnya. Penuh tetapi hanya separuh karena

adanya jarak-jarak yang sudah ditandai. Begitu mas.”

143
Peneliti : “Bagaimana aturan masjid di era pandemi ini?”

Narasumber : “Masjid menggunakan protokol kesehatan sesuai aturan

yang diberlakukan. Ada tempat cuci tangan guna menjaga

kesehatan. Disediakan hand sanitizer dan sabun cuci tangan

di setiap sudut. Tetapi kita tidak membatasi setiap jamaah

untuk beribadah. Selama ini jamaah tertib, semuanya

menggunakan masker.”

Peneliti : “Bagaimana kegiatan rutin di masjid yang mengikuti

ibadah salat berjamaah?”

Narasumber : “Kajian-kajian dihentikan, Mas. Belum ada pengajian yang

diadakan pada masa pandemi ini.”

Peneliti : “Bagaimana kondusivitas ibadah salat berjamaah dalam

masa pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Kegiatan beribadah salat berjamaah berjalan dengan

kondusif. Walaupun ada protokol kesehatan, jamaah masih

dapat melaksanakan ibadah dengan aman dan tertib.”

Peneliti : “Apakah ada gejolak dalam pelaksanaan ibadah salat

berjamaah?”

Narasumber : “Tidak ada, Mas. Tidak ada permasalahan yang bergejolak

di masjid ini. Semua Alhamdulillah aman dan terkendali.”

Peneliti : “Baiklah, Bapak. Terima kasih atas informasi dan waktu

yang diberikan, Pak.”

Narasumber : “Sama-sama, Mas.”

144
TRANSKIP WAWANCARA

Kode Responden : AR

Kode Data : 04/W/AR/04-09-2020

Tanggal : 04 September 2020

Tempat : Kantor Ta’mir Masjid Pandawa Salatiga

Tanya Jawab

Peneliti : “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

Narasumber : “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”

Peneliti : “Sebelumnya mohon maaf mengganggu waktu Bapak.

Perkenalkan nama saya Arif Bagas Adi Satria dari IAIN

Salatiga. Maaf ini dengan Bapak siapa inggih?”

Narasumber : “Iya, dengan Ustadz Abdul Rohim.”

Peneliti : “Baiklah, langsung saja ke pertanyaan pertama ya Pak.”

Narasumber : “Siap mas.”

Peneliti : “Bagaimana gambaran keadaan pelaksanaan ibadah salat

berjama’ah di masjid dalam masa pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Kalau di Masjid Pandawa, jamaah dibuka untuk umum

tetapi dengan protokol kesehatan. Jamaah dihimbau

menggunakan masker. Masjid disini tertib, Mas.”

Peneliti : “Kemudian, apakah salat berjamaah di masjid berjalan

dengan khusyuk dalam masa pandemi COVID-19 ini?”

145
Narasumber : “Kelihatannya tidak berpengaruh pada kekhusyukan ya

Mas. Bila sudah membicarakan tentang kekhusyukan itu

dikembalikan kepada pribadi masing-masing.”

Peneliti : “Bagaimana shaf di dalam salat?”

Narasumber : “Jamaah dijarak dengan tanda, Mas. Membawa

karpet/sajadah masing-masing.”

Peneliti : “Bagaimana kondisi jamaah dalam beribadah jamaah di

masa pandemi ini?”

Narasumber : “Jamaah Alhamdulillah sehat semua mas. Masih stabil

dalam keadaan sehat wal afiat. Masjid musafir disini, Mas.

Masjid ini untuk tempat singgah orang jauh. Tetap diterima,

dengan protokol yang berlaku. Tetapi ya itu. Jamaah

berkurang hampir separuh, Mas. Biasanya bisa penuh masjid,

sekarang penuh tetapi paling ya separuh.”

Peneliti : “Bagaimana aturan masjid di era pandemi ini?”

Narasumber : “Masjid menggunakan protokol kesehatan sesuai aturan

pemerintah, Mas. Masjid dibuka untuk umum, tetapi jamaah

dihimbau menggunakan masker, Mas.”

Peneliti : “Bagaimana kegiatan rutin di masjid yang mengikuti

ibadah salat berjamaah?”

Narasumber : “Kajian-kajian berhenti untuk sementara waktu. Diadakan

lagi bila keadaan sudah membaik dan normal.”

146
Peneliti : “Bagaimana kondusivitas ibadah salat berjamaah dalam

masa pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Kegiatan beribadah salat berjamaah berjalan dengan

kondusif, walau diberlakukan protokol kesehatan di masjid

ini. Malah bila masjid dibuka, jamaah berduyun-duyun

kesini. Karena beberapa masjid ada yang masih ketat di

daerah lain, jadi masjid ini bebas dibuka untuk umum.”

Peneliti : “Apakah ada gejolak dalam pelaksanaan ibadah salat

berjamaah?”

Narasumber : “Tidak ada, Mas. Aman-aman saja. Semua sudah tahu

permasalahan hari ini. COVID-19 permasalahan bersama,

sehingga jamaah pasti sudah memakluminya.”

Peneliti : “Baiklah, Bapak. Terima kasih atas informasi dan waktu

yang diberikan, Pak.”

Narasumber : “Sama-sama, Mas. Semoga informasi yang diberikan

bermanfaat inggih, Mas.”

Peneliti : “Inggih, Amin, Pak.”

147
TRANSKIP WAWANCARA

Kode Responden : RM

Kode Data : 05/W/RM/03-09-2020

Tanggal : 03 September 2020

Tempat : Kediaman Narasumber

Tanya Jawab

Peneliti : “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

Narasumber : “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”

Peneliti : “Sebelumnya mohon maaf mengganggu waktu Mbah.

Perkenalkan nama saya Arif Bagas Adi Satria dari IAIN

Salatiga. Maaf ini dengan Bapak siapa inggih?”

Narasumber : “Iya, dengan Mbah Rusmin. Orang sini biasanya manggil

Mbah Yem.”

Peneliti : “Baiklah, langsung saja ke pertanyaan pertama ya Mbah.”

Narasumber : “Siap mas.”

Peneliti : “Bagaimana perasaan Mbah ketika beribadah salat di

masjid dalam masa Pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Kalau di masjid sini, pelaksanaan ibadah salat aman. Tetap

memakai masker. Kalau awal-awal dulu tidak boleh, Cuma

warga sini saja yang boleh salat. Dulu sampai dijaga polisi di

pintu gerbang. Dulu kalau salat ditutup pintunya, lampu

dimatikan kalau Maghrib biar tidak ketahuan. Tetapi kalau

148
sekarang sudah bisa dibuka untuk umum. Pakai masker, cuci

tangan.”

Peneliti : “Kemudian, apakah menurut Mbah salat berjamaah di

masjid berjalan dengan khusyuk dalam masa pandemi

COVID-19 ini?”

Narasumber : “Khusyuk mas. Yang penting salat berjalan lancar tidak ada

hambatan. Badhe ngadep Gusti mboten kalangan gih

Alhamdulillah. Lancar berjamaah, salat aman, tetap khusyuk,

walau masih pandemi, Mas.”

Peneliti : “Menurut Mbah, bagaimana shaf salat berjamaah hari ini

dalam Salat berjamaah di masa Pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Kalau untuk salat berjamaah dijarak, Mas. Tidak ditandai,

tapi gih sudah tahu kalau disuruh dijarak. Jadi sudah dijarak,

mboten rapet. Ada yang lowong-lowong. Naming gih jamaah

ilang separo, Mas. Jamaah jadi berkurang hampir separuh.

Kalau dulu rapet, dhempet-dhempet, jadi bisa muat banyak.

Sekarang kelihatan banyak tapi ya masih kurang separuh.”

Peneliti : “Menurut Mbah, bagaimana aturan masjid di era pandemi

ini?”

Narasumber : “Masjid menyuruh jamaah untuk menggunakan masker,

cuci tangan memakai sabun, tidak berkerumun, tidak

bergerombol. Kalau mboten gadah masker, masjid memberi

masker cuma-cuma.”

149
Peneliti : “Menurut Mbah, apakah kondusif beribadah salat

berjamaah dalam masa pandemi COVID-19??”

Narasumber : “Rame remen, Mas. Kondusif. Mboten enten napa-napa.

Masyarakat malah seneng kalau masjid sudah dibuka seperti

biasanya. Walau ada protokol kesehatan niku.”

Peneliti : “Menurut Mbah, apakah ada gejolak dalam pelaksanaan

ibadah salat berjamaah?”

Narasumber : “Mboten enten, Mas. Aman. Sampun ngertos enten

protokol. Kulo gih mendukung adanya protokol kesehatan,

ben aman. Tidak ada ribut-ribut kalau disini, Mas.”

Peneliti : “Baiklah, Mbah. Terima kasih atas informasi dan waktu

yang diberikan, gih Mbah.”

Narasumber : “Sama-sama, Mas. Semoga informasi yang diberikan

bermanfaat inggih, Mas.”

Peneliti : “Inggih, Mbah.”

150
TRANSKIP WAWANCARA

Kode Responden : JA

Kode Data : 06/W/JA/05-09-2020

Tanggal : 05 September 2020

Tempat : Kediaman Narasumber

Tanya Jawab

Peneliti : “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

Narasumber : “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”

Peneliti : “Sebelumnya mohon maaf mengganggu waktu Mbah.

Perkenalkan nama saya Arif Bagas Adi Satria dari IAIN

Salatiga. Maaf ini dengan Mbah siapa inggih?”

Narasumber : “Iya, dengan Mbah Jariyatun. Orang sini biasanya manggil

Mbah Jar.”

Peneliti : “Baiklah, langsung saja ke pertanyaan pertama ya Mbah.”

Narasumber : “Siap mas.”

Peneliti : “Bagaimana perasaan Mbah ketika beribadah Salat di

masjid dalam masa Pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Kalau di masjid sini, pelaksanaan ibadah Mbah rasa terasa

aman. Dari Shubuh sampai dengan Isya’ tidak pernah

kosong. Lebih aman, Mas.”

Peneliti : “Kemudian, apakah menurut Mbah salat berjamaah di

masjid berjalan dengan khusyuk dalam masa pandemi

COVID-19 ini??”

151
Narasumber : “Masalah penyakit memang kita bukannya takut, Mas. Kita

kapan-kapan ya menunggu. Penyakit seperti ini seperti

kocokan, hanya sebagai lantaran dari mati. Yang terpenting

menjaga diri, menjaga kesehatan. Masalah khusyuk akhirnya

dikembalikan kepada diri masing-masing, Mas.”

Peneliti : “Menurut Mbah, bagaimana shaf salat berjamaah hari ini

dalam Salat berjamaah di masa Pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Kalau untuk Salat berjamaah dijarak, Mas. Dikasih jarak

yang agak jauh, jadi jamaahnya berkurang, Mas.”

Peneliti : “Menurut Mbah, bagaimana aturan masjid di era pandemi

ini?”

Narasumber : “Masjid menghimbau jamaah untuk menggunakan masker,

cuci tangan memakai sabun, tidak berkerumun, tidak

bergerombol. Kalau tidak membawa masker, dari ta’mir

masjid memberi masker cuma-cuma. Gratis untuk jamaah.”

Peneliti : “Menurut Mbah, apakah kondusif beribadah salat

berjamaah dalam masa pandemi COVID-19??”

Narasumber : “Masih kondusif, Mas. Mboten enten napa-napa.

Masyarakat malah seneng kalau masjid sudah dibuka seperti

biasanya. Walau ada protokol kesehatan masjid masih tetap

ramai, Mas.”

Peneliti : “Menurut Mbah, apakah ada gejolak dalam pelaksanaan

ibadah salat berjamaah?”

152
Narasumber : “Tidak ada. Mas. Sudah diberitahu semua, Mas, jadi tidak

ada permasalahan di dalam masyarakat. Masih aman, Mas.

Alhamdulillah masjid ini belum pernah kosong sama sekali.”

Peneliti : “Baiklah, Mbah. Matur suwun sanget atas informasi dan

waktu yang diberikan, gih Mbah.”

Narasumber : “Sama-sama, Mas. Semoga informasi yang diberikan

bermanfaat inggih, Mas.”

Peneliti : “Inggih, Mbah.”

153
TRANSKIP WAWANCARA

Kode Responden : YA

Kode Data : 07/W/YA/07-09-2020

Tanggal : 07 September 2020

Tempat : Kediaman Narasumber

Tanya Jawab

Peneliti : “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

Narasumber : “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”

Peneliti : “Sebelumnya mohon maaf mengganggu waktu Bapak.

Perkenalkan nama saya Arif Bagas Adi Satria dari IAIN

Salatiga. Maaf ini dengan Bapak siapa inggih?”

Narasumber : “Iya, dengan Bapak Nuryanto.”

Peneliti : “Baiklah, langsung saja ke pertanyaan pertama ya Pak.”

Narasumber : “Siap mas.”

Peneliti : “Bagaimana perasaan Bapak ketika beribadah salat di

masjid dalam masa Pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Was-was, Mas. Walau masih dalam pengawasan protokol

kesehatan, masih was-was karena ada jamaah luar yang

masuk ke dalam masjid.”

Peneliti : “Kemudian, apakah menurut Bapak salat berjamaah di

masjid berjalan dengan khusyuk dalam masa pandemi

COVID-19 ini?”

154
Narasumber : “Kalau tidak jaga jarak, kalau rapat-rapat ya was-was juga

mas, apalagi kalau jamaah dari luar, tetapi kalau jamaah lokal

sendiri ya, orang sini sendiri ya ga takut, soalnya tahu

orangnya jadi tidak was-was. Kadang kalau orang tidak

dikenal jadi kurang khusyuk juga mas. Was-was kalau tidak

dikenal.”

Peneliti : “Bagaimana menurut Bapak shaf di dalam salat hari ini

dalam masa pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Jamaah dikasih ruang jarak, Mas. Tidak boleh rapat-rapat.

Ya agak berjauhan, biar aman mas. Kalau Maghrib ya yang

paling ramai. Lebih ramai Juma’atan. Kalau salat seperti

Maghrib bisa 3 sampai 4 shaf. Kalau salat selain Maghrib ya

cuma 2 shaf.”

Peneliti : “Bagaimana aturan masjid di era pandemi ini?”

Narasumber : “Yang penting menggunakan masker, cuci tangan. Pakai

hand sanitizer. Sekarang lebih terbuka walaupun ada aturan

protokol kesehatan, cuci tangan, pakai masker, membawa

sajadah sendiri, jadi lebih ramai lah.”

Peneliti : “Menurut Bapak, apakah kondusif beribadah salat

berjamaah dalam masa pandemi COVID-19?

Narasumber : “Kondusif. Masih banyak jamaah yang ingin ke masjid.

Yang penting tetap menjaga diri saja, Mas.”

155
Peneliti : “Apakah ada gejolak dalam pelaksanaan ibadah salat

berjamaah, Pak?”

Narasumber : “Tidak ada, Mas. Tidak ada gejolak di masyarakat

umumnya jamaah juga tidak ada. Masih mendukung adanya

protokol kesehatan, Mas.”

Peneliti : “Baiklah, Bapak. Terima kasih atas informasi dan waktu

yang diberikan, Pak.”

Narasumber : “Sama-sama, Mas.”

156
TRANSKIP WAWANCARA

Kode Responden : SU

Kode Data : 08/W/SU/07-09-2020

Tanggal : 07 September 2020

Tempat : Masjid Pandawa Salatiga

Tanya Jawab

Peneliti : “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

Narasumber : “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”

Peneliti : “Sebelumnya mohon maaf mengganggu waktu Bapak.

Perkenalkan nama saya Arif Bagas Adi Satria dari IAIN

Salatiga. Kalau boleh tahu dengan siapa Pak?”

Narasumber : “Iya, dengan Bapak Supriyadi, Mas.”

Peneliti : “Baiklah, langsung saja ke pertanyaan pertama ya Pak.”

Narasumber : “Siap mas.”

Peneliti : “Bagaimana perasaan Anda ketika beribadah salat di masjid

dalam masa Pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Lebih aman, Mas. Menggunakan protokol kesehatan.

Menggunakan masker dan cuci tangan, sehingga lebih aman,

nyaman dan lebih terjaga.”

Peneliti : “Kemudian, apakah menurut anda salat berjamaah di

masjid berjalan dengan khusyuk dalam masa pandemi

COVID-19 ini?”

157
Narasumber : “Tergantung masing-masing, Mas. Kalau dari saya pribadi,

biasa-biasa saja. Tidak ada pengaruh untuk kekhusyukan

menurut saya.”

Peneliti : “Bagaimana menurut Bapak tentang shaf salat berjamaah

hari ini dalam salat berjamaah di masa Pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Shaf masih termasuk dalam protokol. Tidak terlalu rapat

seperti biasanya. Renggang-renggang.”

Peneliti : “Bagaimana aturan masjid di masa Pandemi COVID-19,

menurut Bapak?”

Narasumber : “Aturan menjadi umum. Masjid dibuka bebas, sehingga

jamaah dapat salat dengan leluasa, meskipun harus

mengikuti protokol kesehatan yang telah diatur oleh

pemerintah, Mas.”

Peneliti : “Menurut anda, apakah kondusif beribadah Salat berjamaah

dalam masa pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Kegiatan beribadah salat berjamaah berjalan dengan

kondusif, walau masih ada protokol kesehatan yang berlaku.

Jamaah antusias untuk beribadah, sudah bersyukur sekali,

Mas.”

Peneliti : “Apakah ada gejolak dalam pelaksanaan ibadah salat

berjamaah dalam masa pandemi?”

Narasumber : “Tidak ada, Mas. Semua berjalan dengan lancar tanpa ada

gejolak-gejolak apapun.”

158
Peneliti : “Baiklah, Bapak. Terima kasih atas informasi dan waktu

yang diberikan, Pak.”

Narasumber : “Sama-sama, Mas. Semoga informasi yang diberikan

bermanfaat.”

Peneliti : “Amin, Pak.”

159
TRANSKIP WAWANCARA

Kode Responden : AH

Kode Data : 09/W/AH/09-09-2020

Tanggal : 09 September 2020

Tempat : Masjid Al-Anshor Salatiga

Tanya Jawab

Peneliti : “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

Narasumber : “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”

Peneliti : “Sebelumnya mohon maaf mengganggu waktunya, Mas.

Perkenalkan nama saya Arif Bagas Adi Satria dari IAIN

Salatiga. Maaf ini dengan siapa inggih?”

Narasumber : “Iya, dengan Amirullah, Mas.”

Peneliti : “Baiklah, langsung saja ke pertanyaan pertama ya, Mas.”

Narasumber : “Siap mas.”

Peneliti : “Bagaimana gambaran keadaan pelaksanaan ibadah salat

berjama’ah di masjid dalam masa pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Kalau di Masjid Al-Anshor Salatiga menerapkan protokol

kesehatan, Mas. Renggang shafnya. Jamaah dihimbau

menggunakan masker untuk keselamatan diri. Sempat masjid

ditutup tidak boleh beroperasional mengadakan salat

berjamaah karena pinggir kota, banyak yang takut terkena

virus COVID-19, Mas.”

160
Peneliti : “Kemudian, apakah salat berjamaah di masjid berjalan

dengan khusyuk dalam masa pandemi COVID-19 ini?”

Narasumber : “Pada awalnya aneh. Tetapi kita negara hukum, ya

seyogyanya manut dengan hukum yang berlaku. Akhirnya

imbal baliknya ke kita juga. Di awal masih ada rasa takut

untuk beroperasi. Takut nanti jamaah tertular COVID-19.

Tetapi sekarang ya, masjid dibuka untuk umum dengan

catatan patuh pada protokol kesehatan. Sehingga

kekhusyukan bisa tercipta dari jamaah masing-masing.

Karena kekhusyukan tercipta dari diri masing-masing

apabila dirinya sudah merasa aman raganya.”

Peneliti : “Bagaimana shaf di dalam salat?”

Narasumber : “Untuk shaf di dalam salat dibuat renggang, Mas. Jadi ada

tanda agar jamaah mempunyai jarak pada saat Salat ibadah

berjamaah tidak terlalu rapat.”

Peneliti : “Bagaimana kondisi jamaah dalam beribadah jamaah di

masa pandemi ini?”

Narasumber : “Jamaah lumayan, Mas. Pada beberapa minggu lalu,

Jum’atan pernah beberapa gelintir orang saja, Mas. Bisa

dihitung pakai jari. Sekarang sudah mulai Salat Jum’at, ya

lumayan, Mas. Tetapi untuk salat jamaah benar-benar

berkurang. Paling banter 3 shaf renggang.”

Peneliti : “Bagaimana aturan masjid di era pandemi ini?”

161
Narasumber : “Masjid menggunakan protokol kesehatan sesuai aturan

yang telah diberikan pemerintah. Ada tempat cuci tangan

guna menjaga kesehatan. Masjid juga selalu memberikan

himbauan di TOA pada saat sebelum memulai pelaksanaan

ibadah Salat berjamaah. Tetapi aturan protokol kesehatan

yang diberlakukan di masjid ini tidak ketat, Mas. Asal sesuai

protokol kesehatan, jamaah bisa masuk ke masjid dengan

bebas.”

Peneliti : “Bagaimana kegiatan rutin di masjid yang mengikuti

ibadah Salat berjamaah?”

Narasumber : “Pengajian berhenti, Mas. Dzibaan, Maulidan semua

berhenti. Pengajian juga terhambat gara-gara protokol

kesehatan, Mas.”

Peneliti : “Bagaimana kondusivitas ibadah salat berjamaah dalam

masa pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Jamaah antusias, Mas. Masjid dibuka ya masih ada jamaah

yang berduyun-duyun ke masjid.”

Peneliti : “Apakah ada gejolak dalam pelaksanaan ibadah salat

berjamaah?”

Narasumber : “Tidak ada, Mas. Tidak ada perdebatan. Semua ikut

himbauan pemerintah, Mas.”

Peneliti : “Baiklah, Mas. Terima kasih atas informasi dan waktu

yang diberikan, Mas.”

162
Narasumber : “Sama-sama, Mas.”

163
TRANSKIP WAWANCARA

Kode Responden : AZ

Kode Data : 10/W/AZ/09-09-2020

Tanggal : 09 September 2020

Tempat : Masjid Al-Anshor Salatiga

Tanya Jawab

Peneliti : “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

Narasumber : “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”

Peneliti : “Sebelumnya mohon maaf mengganggu waktunya Mas.

Perkenalkan nama saya Arif Bagas Adi Satria dari IAIN

Salatiga. Kalau boleh tahu dengan siapa Mas?”

Narasumber : “Iya, dengan Ahmad Zulfa, Mas.”

Peneliti : “Baiklah, langsung saja ke pertanyaan pertama ya Mas.”

Narasumber : “Siap mas.”

Peneliti : “Bagaimana perasaan Anda ketika beribadah salat di masjid

dalam masa Pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Nyaman, Mas. Sudah berprotokol kesehatan. Memakai

masker dan cuci tangan, sehingga lebih aman. Tetapi masjid

jadi sepi, Mas. Kurang greget salatnya.”

Peneliti : “Kemudian, apakah menurut anda salat berjamaah di

masjid berjalan dengan khusyuk dalam masa pandemi

COVID-19 ini?”

164
Narasumber : “Tergantung dari pribadi masing-masing, Mas. Kalau saya,

biasa-biasa saja. Tidak berpengaruh untuk kekhusyukan

menurut saya. Jadi aneh ketika berbicara jamaah tetapi sepi,

tidak rapat dan renggang. Tetapi tetap saja di negara hukum,

manut hukum aturan. Toh ya aturan imbasnya ke kita, Mas.”

Peneliti : “Bagaimana menurut Mas tentang shaf salat berjamaah hari

ini dalam salat berjamaah di masa Pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Shaf masih termasuk dalam protokol. Tidak terlalu rapat

seperti biasanya. Renggang-renggang. Jamaah paling banter

3 sampai 4 shaf renggang, Mas.”

Peneliti : “Bagaimana aturan masjid di masa Pandemi COVID-19,

menurut Bapak?”

Narasumber : “Aturan lebih umum. Masjid dibuka bebas, sehingga

jamaah dapat salat dengan nyaman, meskipun harus

mengikuti protokol kesehatan yang telah diatur oleh

pemerintah, Mas. Ikut saja barisan shaf yang agak renggang.”

Peneliti : “Menurut anda, apakah kondusif beribadah salat berjamaah

dalam masa pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Kondusif, Mas. Sesuai dengan himbauan. Ya walau hanya

beberapa shaf, menurut saya masih dalam kategori kondusif

dan khidmad. Tetapi masih disayangkan hanya segelintir

orang saja yang salat di dalam masjid. Hanya muat beberapa

orang saja.”

165
Peneliti : “Apakah ada gejolak dalam pelaksanaan ibadah salat

berjamaah dalam masa pandemi?”

Narasumber : “Tidak ada, Mas. Tidak ada gejolak yang muncul selama

pelaksanaan ibadah salat berjamaah, Mas. Aman terkendali.”

Peneliti : “Baiklah, Mas. Terima kasih atas informasi dan waktu

yang diberikan, Mas.”

Narasumber : “Sama-sama, Mas. Semoga informasi yang diberikan

bermanfaat.”

Peneliti : “Amin, Mas.”

166
TRANSKIP WAWANCARA

Kode Responden : LA

Kode Data : 11/W/LA/09-09-2020

Tanggal : 09 September 2020

Tempat : Kediaman Narasumber

Tanya Jawab

Peneliti : “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

Narasumber : “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”

Peneliti : “Sebelumnya mohon maaf mengganggu waktu Mas.

Perkenalkan nama saya Arif Bagas Adi Satria dari IAIN

Salatiga. Maaf ini dengan Mas siapa inggih?”

Narasumber : “Iya, dengan Laila Qorib Ridlo.”

Peneliti : “Baiklah, langsung saja ke pertanyaan pertama ya Mas.”

Narasumber : “Siap Mas.”

Peneliti : “Bagaimana perasaan Mas ketika beribadah salat di masjid

dalam masa Pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Tertib. Petugas di masjid tertib. Tetapi ya itu. Jamaah

kurang banyak. Minat masyarakat akan ibadah Salat

berjamaah kurang respek dan greget. Ada jaga jarak di dalam

shaf. Terus, jamaah wajib cuci tangan jadi tertib.”

Peneliti : “Kemudian, apakah menurut Mas salat berjamaah di masjid

berjalan dengan khusyuk dalam masa pandemi COVID-19

ini?”

167
Narasumber : “Kurang mantap, Mas. Adanya jaga jarak jadi kurang

afdhal. Seharusnya kan untuk salat jamaah shafnya

dirapatkan, tetapi ini renggang. Aturannya ketat, tidak luwes,

jadi kurang mantap dalam beribadah yang khidmad.”

Peneliti : “Menurut Mas, bagaimana shaf salat berjamaah hari ini

dalam Salat berjamaah di masa Pandemi COVID-19?”

Narasumber : “Nah, itu Mas. Salatnya dibuat renggang shafnya. Shaf yang

seharusnya dibuat rapat malah dibuat begitu jauh, sehingga

hanya muat separuh jamaah dari yang seharusnya ada.

Karena aturan shaf itu, mungkin antusias jamaah menjadi

berkurang, jadi paling yang berapa shaf yang terisi.”

Peneliti : “Menurut Mas, bagaimana aturan masjid di era pandemi

ini?”

Narasumber : “Terlalu banyak peraturan, Mas. Kurang luwes. Seharusnya

urusan ibadah dipermudah. Ini kan masalah antara manusia

dan Tuhannya, malah dibuat peraturan yang begitu rumit

disini.”

Peneliti : “Menurut Mas, apakah kondusif beribadah salat berjamaah

dalam masa pandemi COVID-19??”

Narasumber : “Belum terlalu kondusif, Mas. Masih kurang mantap,

seperti yang saya jelaskan tadi, masih kurang antusias

masyarakat. Minat masyarakat banyak berkurang. Respek

masyarakat menurun dan kurang greget dalam beribadah.”

168
Peneliti : “Menurut Mas, apakah ada gejolak dalam pelaksanaan

ibadah salat berjamaah?”

Narasumber : “Tidak ada gejolak, Mas. Ya ikuti aturan pemerintah, Mas.”

Peneliti : “Baiklah, Mbah. Terima kasih atas informasi dan waktu

yang diberikan, ya Mas.”

Narasumber : “Sama-sama, Mas. Semoga informasi yang diberikan

bermanfaat inggih, Mas.”

Peneliti : “Siap, Mas.”

169
Lampiran 4

DOKUMENTASI

Wawancara dengan Kepala Kelurahan Kalicacing

170
Wawancara dengan Kepala Kelurahan Kalicacing

171
Sesi Foto Bersama Perangkat Kelurahan Kalicacing

Wawancara dengan Ta’mir Masjid dan Jamaah Masjid Pandawa

172
Wawancara dengan Ta’mir Masjid dan Jamaah Masjid Pandawa

Keadaan Pelaksanaan Salat Berjamaah Masjid Pandawa

173
Wawancara dengan Ta’mir Masjid Al-Ikhlas Kalicacing

Keadaan Pelaksanaan Ibadah Salat Berjamaah di Masjid Al-Ikhlas

174
Wawancara dengan Ta’mir Masjid Al-Anshor

Wawancara dengan Jama’ah Masjid Al-Anshor

175
Wawancara dengan Jamaah Al-Anshor

176
Lampiran 5

SURAT IZIN PENELITIAN

177
Lampiran 6

SURAT TUGAS PEMBIMBING SKRIPSI

178
Lampiran 7

DAFTAR NILAI SKK

179
Lampiran 8

LEMBAR BIMBINGAN SKRIPSI

180
181
Lampiran 9

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Arif Bagas Adi Satria

Tempat, Tanggal Lahir : Banyumas, 02 Desember 1996

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jalan Tanjung no. 142 RT 05 RW 03 Kelurahan

Kalicacing Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga,

Jawa Tengah - 50724

Nomor Handphone : 089 649 149 631

Email : bagas.sathreea02121996@gmail.com

Riwayat Pendidikan

SD : SD Negeri 1 Sokaraja Wetan lulus pada tahun 2008

SMP : SMP Negeri 2 Salatiga lulus pada tahun 2011

SMA/SMK : SMK Negeri 1 Salatiga (Akuntansi) lulus pada tahun 2014

PT : IAIN Salatiga lulus pada tahun 2020

182

Anda mungkin juga menyukai