Anda di halaman 1dari 25

PENGARUH KASUS LAUT CHINA SELATAN (NATUNA UTARA)

TERHADAP WILAYAH INDONESIA


Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Geografi Politik

MAKALAH

Dosen Pengampu:
Rustandi Zaenal Abidin, BE., Drs., M.Si

Disusun Oleh:
Elly Romito Dwi Putri.S (6211191012)
Lulu Ul kamilah (6211191013)
Tia Fatihah Handayani (6211191023)
Azka Farhan Al Kautsar (6211191221)
Mahdi Muntazor (6211191223)

Kelas: F

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PENGARUH
KASUS LAUT CHINA SELATAN (NATUNA UTARA) TERHADAP WILAYAH
INDONESIA” ini.
Dalam penyusunan makalah Ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan penulis. Namun sebagai manusia biasa, penulis tidak dapat lepas dari
kesalahan baik dari segi teknik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian,
penulis berusaha sebaik mungkin menyelesaikan makalah penelitian ini meskipun tesusun secara
sangat sederhana.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk penelitian ini, supaya kemudian makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat. Penulis mengharapkan saran dan kritik
dari berbagai pihak yang bersifat membangun. Terima kasih.

Bandung, 22 Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
2.1 Pengertian Negara.....................................................................................................................5
2.1.1 Lokasi Negara....................................................................................................................6
2.1.2 Luas Wilayah.....................................................................................................................7
2.1.3 Bentuk Wilayah Negara....................................................................................................8
2.2 Wilayah Negara Indonesia........................................................................................................8
2.2.1 Perairan Laut Indonesia..................................................................................................11
2.3 Studi Kasus Laut China Selatan (Nine Dash Line)...............................................................12
2.4 Dampak Nine Dash Line Terhadap Wilayah Indonesia........................................................17
BAB III.....................................................................................................................................................21
PENUTUP................................................................................................................................................21
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................21
3.2 Saran.........................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................23
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara, sebuah kata yang sudah tidak asing lagi di telinga seluruh kalangan masyarakat.
Negara merupakan suatu tempat yang terdiri dari orang-orang yang menempatinya atau sering
disebut penduduk. Saat berbicara mengenai negara, maka akan terdapat berbagai macam hal
yang terlintas di pikiran setiap orang dan mungkin saja berbeda-beda. Salah satu pemikiran yang
muncul saat mendengar kata negara adalah mengenai wilayah suatu negara tersebut. Terdapat
pula pemikiran lain yang muncul seperti pemerintahan, bentuk, luas dan lain sebagainya. Hal-hal
yang telah disebutkan itu memang sangat berkaitan dengan suatu negara, yakni bagian dari suatu
negara itu sendiri. Suatu negara sudah pasti mempunyai luas, bentuk, penduduk dan juga
wilayahnya masing-masing sebagaimana merupakan syarat berdirinya suatu negara tersebut.
Wilayah suatu negara tidak selalu sesuai atau sama dengan kekuatan dan kemampuan yang
dimiliki oleh negara itu sendiri, namun pada dasarnya apabila suatu negara mempunyai wilayah
yang cukup luas maka akan memberikan keuntungan yang lebih banyak jika dibandingkan
dengan negara yang memiliki wilayah yang tidak begitu luas, tetapi hal ini tidak dapat
menentukan sebesar apa kekuatan dan kemampuan yang dimiliki negara tersebut.
Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki wilayah yang sangat luas dengan sumber
daya alam yang sangat luar biasa melimpah yang dimilikinya. Kekayaan alam yang dimiliki
negara Indonesia tidak hanya di daratan saja, namun juga perairan wilayah Indonesia yang
mempunyai sumber daya yang sangat melimpah sehingga membuat banyak negara-negara asing
lain ingin menguasai wilayah Indonesia dikarenakan kekayaan yang dimiliki tersebut. Maka dari
itu, menjaga kelestarian sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia merupakan tugas dan
tanggung jawab seluruh masyarakat yang merupakan warga negara Indonesia.
Terdapat beberapa negara yang sudah sangat berupaya untuk menguasai dan memperoleh
segala macam sumber daya yang dimiliki oleh negara Indonesa, dan bahkan hingga
menimbulkan konflik antar negara. Salah satu konflik yang sempat menghebohkan negara
Indonesia dan juga dunia adalah pada saat negara China memasuki wilayah perairan Indonesia
dan mengambil sumber daya yang ada di dalamnya, yakni kasus Laut China Selatan atau Natuna
Utara yang sebenarnya merupakan wilayah kedaulatan Indonesia. Konflik dan permasalahan
seperti ini sudah jelas dapat memberikan dampak negatif bagi negara Indonesia. Dalam makalah
ini, akan lebih dijelaskan mengenai bagaimana wilayah negara Indonesia dan apakah konflik
yang terdapat dalam kasus Natuna tersebut dapat menjadi sebuah ancaman yang sangat besar
bagi keamanan dan juga pertahanan wilayah negara Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu negara dan bagaimana terbentuknya suatu negara?
2. Bagaimana wilayah negara Indonesia?
3. Bagaimana dampak kasus Laut China Selatan / Natuna Utara terhadap wilayah negara
Indonesia?

1.3 Tujuan
Berdasarkan penjelasan dan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memahami dan mengetahui apa itu negara dan terbentuknya suatu negara.
2. Untuk memahami dan mengetahui wilayah negara Indonesia.
3. Untuk memahami dan mengetahui apa saja dampak dari kasus Laut China Selatan /
Natuna Utara terhadap wilayah Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Negara
Istilah negara yang saat ini dikenal oleh seluruh kalangan masyarakat dunia, berasal dari
kata staat (bahasa Belanda dan Jerman) yang pertama kali diperkenalkan pada abad ke-15 di
Eropa Barat. Kata staat berasal dari kata status atau statum yang merupakan bahasa latin yang
pada masa itu diartikan sebagai konstitusi. Seiring dengan berjalannya waktu, pengertian tentang
negara terus mengalami perkembangan. Menurut F. Iswara, negara adalah suatu organisasi
politik territorial suatu bangsa yang mempunyai kedaulatan. Kemudian terdapat juga pendapat
sebagaimana dikemukakan oleh Martin Ira Glassner dalam bukunya yang berjudul “Political
Geography” yang menyatakan bahwa negara merupakan suatu konsep, suatu tempat yang
diwakili oleh sejumlah symbol tertentu dan menuntut kesetiaan dari orang-orang yang
menempatinya. Berdasarkan berbagai pendapat para ahli tersebut, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa negara merupakan suatu wilayah politik yang terorganisir dan dinamis,
negara mempunyai batas-batas wilayah yang juga telah disepakati oleh negara tetangganya, dan
juga penduduknya setia terhadap keutuhan wilayah negara tersebut.1
Berdasarkan teori spekulatif yang diajukan oleh Sir John Lubbock, JJ Bachofen dan Edward
Jenks, berasumsi bahwa suatu negara dibentuk dari teori matriakhal yang mana mengutamakan
hal keibuan. Maka menurut teori ini, suatu negara adalah berasal dari garis keturunan yang ada.
Sedangkan menurut teori historis atau yang dikenal dengan nama teori evolusionistis yang
mengemukakan bahwa negara tumbuh atau terbentuk secara evolusioner sesuai dengan
kebutuhan kehidupan manusia yang ada. Negara merupakan suatu lembaga sosial yang dibentuk
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Maka dari itu, suatu negara tidak terlepas dari unsur
dan komponen waktu, tempat dan juga tuntutan zaman. Teori ini merupakan penjelasan
mengenai sejarah terbentuknya negara yang paling umum diterima oleh seluruh masyarakat
karena dianggap lebih benar.
Negara merupakan sebuah tempat yang terdiri dari sekumpulan orang yang menempati
wilayah yang tetap secara permanen dan terikat oleh ketentuan-ketentuan dalam sistem

1
Negara. (2007). In S. hayati, & A. Yani, Geografi Politk (pp. 19-30). Bandung: PT. Refika
Aditama.
pemerintahannya. Suatu negara mampu untuk menyatakan perang dan damai dan juga dapat
menjalankan hubungan internasional dengan masyarakat dan negara internasional lainnya. Setiap
negara pasti mempunyai lokasi, luas dan juga bentuk dari wilayah negara tersebut sebagaimana
syarat dari beridirnya suatu negara adalah mempunyai wilayah dan juga penduduk yang tetap
berdasarkan Pasal 1 Konvensi Montevideo (Vienna Convention). Suatu negara mempunyai
wilayahnya masing-masing yang juga telah disepakati dengan negara-negara lain sehingga setiap
negara harus bisa menjaga keamanan dan pertahanan wilayahnya dan mencegah masuknya
berbagai ancaman yang membahayakan bagi wilayah negara tersebut.

2.1.1 Lokasi Negara


Faktor lokasi merupakan faktor yang paling penting, karena dapat memberikan gambaran
mengenai keadaan suatu negara, kemungkinan-kemungkinan yang ada, serta perkembangan
suatu negara. Menurut Abdurachmat dalam bukunya yang berjudul Pengantar Geografi Politik,
terdapat beberapa cara dalam melihat kolasi geografis suatu negara, yaitu sebagai berikut:
1. Lokasi Astronomis
Merupakan lokasi yang berdasarkan garis lintang dan garis bujur. Lokasi ini juga berkaitan
erat dengan pembagian wilayah di bumi. Lokasi berdasarkan garis lintang adalah suatu hal
yang penting dikarenakan lokasi ini akan menentukan suatu negara pada daerah iklim di dunia
yang mana sangat diperlukan oleh kehidupan suatu negara, sebagaimana diketahui bahwa
iklim dapat mempengaruhi aktivitas para penduduk. Maka, lokasi astronomis suatu negara
dapat menentukan bagaimana perkembangan perekonomian negara tersebut yang kemudian
juga akan mempengaruhi kondisi politik nya.
2. Lokasi Maritim dan Lokasi Kontinental
Merupakan posisi suatu negara terhadap lautan dan daratan benua. Kedua lokasi ini
mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu dapat menentukan dan mempengaruhi hampir
keseluruhan aktivitas dan karakter suatu negara baik dalam segi sosial maupun ekonomi. Jika
dilihat, hampir semua negara maju dan kuat merupakan negara yang termasuk dalam kategori
negara maritim, contohnya Amerika Serikat. Lokasi maritim dan kontinental berkaitan dengan
pengembangan pertahanan dan kekuatan suatu negara. Lokasi maritim mempunyai beberapa
keuntungan apabila dibandingkan dengan lokasi kontinental, salah satunya adalah
kemungkinan yang kecil akan timbulnya sengketa-sengketa perbatasan dan juga mempunyai
sumber daya alam yang lebih banyak.
3. Lokasi Vicinal
Merupakan lokasi yang berdasarkan pada posisi lingkungan atau lokasi suatu negara dalam
hubungan dengan negara lain disekitarnya yang berbatasan secara langsung. Lokasi vicinal
merupakan hal yang sering dilihat dalam perkembangan politik dan keamanan juga
pertahanan suatu negara. Semakin banyak suatu negara berbatasan dengan negara lain, maka
akan semakin kompleks atau banyak permasalahan mengenai lokasi vicinal yang dihadapi.
Lokasi vicinal dapat memberikan keuntungan pada negara yang berbatasan atau bertetangga
apabila sedang dalam kondisi damai dan tidak ada masalah, namun sebaliknya, jika terjadi
persengketaan maka kemudian akan muncul berbagai masalah seperti persengketaan
perbatasan, invasi, dan sebagainya. Contoh permasalahan yang muncul adalah seperti
sengketa Arab dengan Israel, antara RRC dengan Rusia, dan lainnya.
4. Lokasi Strategis, Lokasi Sentral dan Lokasi Peripheral
Merupakan lokasi wilayah suatu negara baik sebagian maupun keseluruhan yang
memberikan keuntungan strategis, baik dalam militer maupun ekonomi. Sedangkan yang
dimaksud denga lokasi sentral dan peripheral adalah lokasi suatu negara yang dilihat dari
pusat kegiatan politik dan ekonomi dunia.

2.1.2 Luas Wilayah


Luas wilayah suatu negara tidak selalu menentukan bagaimana kekuatan dan kemampuan
yang dimiliki negara tersebut. Namun memang pada dasarnya, suatu wilayah yang luas dapat
memberikan kemungkinan yang lebih besar dalam berbagai hal seperti perluasan industri,
penyebaran penduduk, sumber daya alam yang lebih banyak, sehingga dapat memberikan
kemungkinan yang lebih besar untuk negara tersebut menjadi lebih kuat jika dibandingkan
dengan suatu negara yang tidak memiliki wilayah yang luas, tetapi tetap tidak sepenuhnya
menentukan kekuatan yang dimiliki oleh negara. Suatu negara dengan wilayah yang luas juga
mempunyai kelemahan, yaitu sulitnya komunikasi maupun kontrol terhadap daerah-daerah yang
letaknya jauh dari pusat, serta kondisi dan situasi alam yang berbeda sehingga sulit dalam
menyamaratakan pengembangan dan pembangunan yang ada.
2.1.3 Bentuk Wilayah Negara
Sebagaimana diketahui bahwa bentuk wilayah tiap negara itu berbeda-beda. Berikut adalah
jenis negara yang di bagi berdasarkan bentuk wilayahnya, yaitu sebagai berikut:
- Compact, yaitu bentuk suatu negara yang tidak terpisah oleh wilayah lautan atau diselingi
oleh wilayah negara yang lain. Contoh negara dengan bentuk wilayah compact antara lain
india, Swiss dan Hongaria.
- Circular, yaitu bentuk suatu negara yang dimana negara tersebut mempunyai bentuk hampir
bulat. Contohnya adalah seperti Perancis dan Polandia.
- Long-narrow, yaitu bentuk suatu negara yang panjang dan pipih. Contohnya adalah seperti
Chile dan Vietnam.
- Divided or Separated, yaitu bentuk suatu negara dimana negara tersebut terpisah oleh wilayah
laut atau terpotong oleh negara lain. Contohnya adalah negara Turki, Malaysia, Amerika
Serikat, Mesir, dan semua negara kepulauan, termasuk Indonesia.

2.2 Wilayah Negara Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan berdasarkan posisi lintang dan bujur antara 6 ° LU -
11 ° LU dan 95 ° BT - 141 ° BT. Pulau paling utara adalah Pulau Weh, yang dilintasi oleh 6 °
LU, pulau paling selatan adalah Pulau Roti yang dilalui oleh lintang 11 ° S. Selain dilalui oleh
garis lintang 6 ° LU, Pulau Weh juga dilalui oleh garis bujur 95 ° BT. Sedangkan untuk 141 °
Bujur Timur melewati perbatasan antara Irian Jaya dan Negara Papua. Terdapat 4 karakteristik
dasar iklim Indonesia yang ditentukan oleh faktor lokasi dan sifat pulau, yaitu;

1. Suhu tahunan rata-rata tinggi karena berada "dekat" khatulistiwa.


2. Adanya hembusan angin muson yang membawa musim hujan dan kemarau akibat
perbedaan tekanan udara di darat dan laut.
3. Bebas dari hembusan angin topan karena sebagian besar wilayah kepulauan Indonesia
tidak lebih dari 10 ° LU / 10 ° S.
4. Kadar kelembaban udara yang selalu tinggi sebagai akibat dari sifat pulau-pulau
tersebut.
1) Garis Lintang
- Seluruh wilayah Indonesia berada pada iklim tropis (panas), hal ini disebabkan oleh
lokasi Indonesia sendiri yang terletak di lintang rendah.
- Kelembaban udara rata-rata tinggi, hal ini dikarenakan pulau-pulau di Indonesia mudah
terpengaruh oleh sirkulasi udara yang berasal dari laut di sekitarnya sehingga banyak
menerima hujan.
- Karena curah hujan yang tinggi menyebabkan wilayah Indonesia kaya akan flora dan
fauna
2) Garis Bujur
Adanya perbedaan waktu tiap daerah, hal ini berdampak pada aktivitas penduduk.
Dimana penduduk yang berada di daerah bagian timur lebih dulu melakukan aktivitas yang
menyebar penduduk yang berada dibagian barat.

Secara geografis Indonesia terletak di antara dua samudera dan dua benua, benua Samudera
Pasifik dan Samudera Hindia, serta Benua Asia dan Benua Australia. Topografi wilayah
Indonesia sangat bervariasi, hal tersebut berpengaruh terhadap kehidupan masyarakatnya.
Indonesia dilalui dua sirkum pegunungan dunia yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania.
Pegunungan Sirkum Pasifik adalah pegunungan-pegunungan yang berada di sekitar Samudera
Pasifik (Lautan Teduh) mulai dari Pegunungan Andes di Amerika Selatan, pegunungan-
pegunungan di Amerika Tengah, Rocky Mountains (Amerika Serikat), pegunungan-pegunungan
di Kanada, Alaska, Kepulauan Aleut, Kepulauan Kuril, Jepang, Filipina, Irian dan Selandia Baru.
Sedangkan Pegunungan Mediterania (Laut Tengah), terus ke Pegunungan-Pegunungan
Kaukasus, Himalaya, Burma, Andaman, Nikobar, Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, sampai
Kepulauan Banda. Kedua rangkaian pegunungan ini bertemu di Laut Banda.

Daerah pegunungan di Indonesia terdiri dari tiga barisan, yaitu;

1) Busur Indonesia Selatan atau Busur Sunda yaitu barisan pegunungan sepanjang Sumatera,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara, terakhir di bagian timur dan utara Laut Banda.
2) Busur Indonesia Timur atau Busur Irian, yaitu sepanjang Irian dan bagian utara Maluku.
3) Busur Indonesia Utara, terkenal di Sulawesi dan Kalimantan.

Indonesia bagian barat (Dataran Sunda) dan bagian timur topografinya lebih tinggi baik
daratan maupun lautannya. Namun bagian tengahnya merupakan laut dalam dan datarannya
rendah (Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku), Indonesia merupakan titik temu tiga gerakan
muka bumi, yaitu: Gerakan dari sistem Sunda Barat; Gerakan dari sistem pegunungan Asia
Timur; Gerakan dari sistem Sirkum Australia Geografi Regional Indonesia Geografi Regional
Indonesia

Gunung Api di Indonesia dibagi menjadi 3 golongan, yaitu; 1) Yang padam 2) Yang istirahat
3) Yang masih giat Gunung api di indonesia berada dalam satu rangkaian yang mengikuti garis
lengkung, dari Pulau Weh sampai ke Indonesia bagian timur (Maluku) dan juga Sulawesi,
sampai ke Kepulauan Sargin Talaud. Gunung-gunung di Indonesia termasuk gunung-gunung
tinggi, karena banyak yang memiliki ketinggian lebih dari 3000 meter dpl. Pola Umum Curah
Hujan Pola umum curah hujan di kepulauan Indonesia dapat dikatakan sebagai berikut:

a) Pantai barat setiap pulau memperoleh jumlah hujan selalu lebih banyak dari pantai timur.
b) Pulau Jawa, Bali, NTB dan NTT merupakan barisan pulau-pulau yang panjang dan
berderet dari Barat ke Timur,
c) Pembebasan biaya persenjataan Timur ke Barat, hujan pula naik turun dataran rendah ke
pegunungan, dengan jumlah terbesar pada ketinggian 600-900 m.
d) Di daerah pedalaman semua pulau, musim hujan jatuh pada musim pancaroba.
e) Bulan maksimum hujan sesuai dengan letak DKAT.
f) Saat turunnya hujan juga bergeser dari Barat ke Timur. Pantai Barat pulau Sumatera
sampai Bengkulu, mendapat hujan Bulan Nopember terbanyak, Lampung - Bangka, yang
cukup sedikit ke Timur pad bulan Desember. Sedangkan Jawa (bagian utara), Bali, NTB,
NTT pada bulan Januari-Pebruari, yang lebih ke Timur lagi.
g) Sulawesi Selatan Bagian Timur, Sulawesi Tenggara, Maluku Tengah, mempunyai musim
hujan yang berbeda, yaitu Mei-Juni. Justru pada waktu bagian lain dari kepulauan
Indonesia ada pada musim kering. Geografi Regional Indonesia Geografi Regional
Indonesia

2.2.1 Perairan Laut Indonesia


Wilayah Laut Indonesia Batas wilayah laut Repulik Indonesia jalur ditetapan dalam UU No.
4 Tahun 1960 adalah jalur laut sampai 12 mil dari garis dasar atau yang menghubungkan titik-
titik terluar dari pulau-Indonesia pada saat surut rendah. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan
jalur laut 12 juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2 sedangkan
perairan pedalaman atau perairan kepulauan seluas 2,8 juta km2. Ini berarti seluruh laut di
Indonesia mengukur 3,1 juta km2 atau sekitar 62% dari seluruh wilayah Indonesia. Dengan telah
berkembangnya kini konsep Wawasan Nusantara dan telah diterimanya Prinsip Negara
Kepulauan dalam Konvensi PBB mengenai Hukum laut tahun 1982 (telah diratifikasi oleh
Indonesia dengan UU No 17, 31 Desember 1985) maka wujud Indonesia haruslah dipandang
sebagai laut yang didalamnya bertebaran pulau-pulau. Bukan lagi sekumpulan pulau-pulau yang
masing-masing bersatu oleh laut. Pada tanggal 21 Maret 1980 Pemerintah RI telah
mengumumkan berlakunya Zone Ekonomi Eksklusif indonesia yang kemudian diperkokoh
dengan UU No. tahun 1983 dan UU No. 17 tahun 1985. Dalam pengertian umum, Zone
Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah suatu "Lingkungan Ekonomi" yang diperuntukan secara
eksklusif bagi negara pantai. ZEE itu terdapat pada jalur laut lepas selebar 200 mil laut yang
diukur dari garis dasar. Diperkirakan jumlah luas ZEE Indonesia adalah sekitar 2,7 juta km2.
Paparan Arapura - Sahul Luas total seluruh paparan ini adalah 1,5 juta km2 terdiri atas Paparan
Arapura 930.000 km2. Dan Paparan Sahul serta paparan Rowley masing- masing 300.000 km2.
Paparan Arapura mempunyai kedalaman 30 - 90 m. Pada paparan ini terdapat kepulauan Aru,
yang terdiri dari lima pulau yang masing-masing dikuasai oleh selat sempit, seperti sungai,
dengan dasar yang lebih dalam dari dasar paparan sekitarnya.
Dasar Laut dilihat dari kedalaman lautnya, perairan Indonesia pada garis besarmya dapat
dibagi dua perairan perairan dangkal berupa paparan, perairan laut dalam. Paparan (shelp)
adalah zona dilaut mulai dari garis surut terendah hingga pada kedalaman 120 - 200 m, yang
kemudian biasanya disusul dengan lereng yang lebih curam kearah laut dalam. Ada dua paparan
yang luas di Indonesia yakni Paparan Sunda di sebelah barat dan Paparan Arapura-Sahul sebelah
timur. Di antara penghentian terdapat laut-laut dalam dengan topografi yang kompleks.
Misainya ada depresi atau cekungan yang luas di dasar laut, dan kurang lebih berbentuk bulat
atau lonjong, disebut basin. Ada pula depresi yang dalam dan bentuknya memanjang yang
disebut palung. Palung yang sempit dengan sisi yang curam disebut "trench" dan agak melebar
dengan sisi yang lebih landai adalah "trough". Kompleknya topografi dasar laut di Indonesia
disebabkan karena kawasan ini berbenturan atau bergesekan empat lempeng litosfer yakni
lempeng- lempeng Eurasia, Filipina, Pasifik, dan Samudera Hindia-Australia. Paparan Sunda
Paparan Sunda merupakan paparan benua yang terluas didunia yang termasuk luas 1,8 juta km2.
Paparan yang menghubungkan pulau-pulau Jawa, Geografi Regional Indonesia Geografi
Regional Indonesia Kalimantan, dan Sumatera dengan daratan Asia, dan mencakup antara lain
Laut Cina, teluk Thailand, Selat Malaka, dan Laut Jawa.
Perairan Laut Dalam Indonesia Bagian Timur Peraiaran laut dalam yang terletak di antara
Paparan Sunda dan Paparan Arapura-Sahul, mempunyai topografi yang kompleks dengan
berbagai bentuk cekungan dan palung. Di sebelah Utara terdapat Palung Mindanau dengan
kedalaman maksium 10,830 m yang merupakan bagian laut yang terdalam didunia. Di sebelah
barat-dayanya terdapat Basin Sulawesi yang sangat luas dengan tampilan yang kurang mendatar
pada kedalaman sekitar 5.100 m. Kearah selatan, Cekungan Sulawesi yang berhubungan dengan
palung makasar yang mempunyai kedalaman kira-kira 2.300m. Di Laut Maluku terdapat
kelompok Basin Maluku yang terbagi menjadi lima basin sekunder yang mempunyai kedalamum
3.400 - 4.800 m, Basin- basin ini beserta kedalaman maksimumnya adalah: Basin Morotai
(3.890m), Palung Ternate (3.450m), Basin Bacan (4.810m), Cekungan Magelo (3,510m), dan
Cekungan Gorontalo (4,810m). Kelompok Basin Maluku ini dikumpulkan dengan kelompok
Basin Banda oleh yang memanjang dari Sulawesi ke Irian Jaya yang beberapa tempat muncul
berupa deretan pulau-pulau seperti Taliabu, Manggole dan Obi.

2.3 Studi Kasus Laut China Selatan (Nine Dash Line)


Sebagai salah satu kawasan dengan tingkat heterogenitas yang tinggi, kawasan Asia Pasifik
seringkali dianggap sebagai kawasan yang sangat rentan terhadap konflik dengan dasar
keseimbangan kawasan yang tergolong rapuh. Salah satu konflik teritorial yang mengemuka di
kawasan Asia Pasifik adalah konflik Laut Cina Selatan yang melibatkan beberapa negara di
kawasan ini termasuk diantaranya Cina, Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei
Darussalam. Kawasan Laut Cina Selatan sebagai salah satu wilayah perairan terluas di dunia
memiliki peran yang strategis baik dari segi ekonomi, politik dan keamanan sehingga
menjadikan kawasan ini memiliki potensi kerja sama yang besar yang dapat dimanfaatkan oleh
negaranegara di sekitar kawasan ini, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kawasan ini juga
mengandung potensi konflik yang cukup besar. Selain itu dengan letak geografisnya yang
strategis, kawasan Laut Cina Selatan memiliki peran penting sebagai jalur lalu lintas pelayaran,
perdagangan maupun distribusi berbagai jenis komoditas dari seluruh dunia. Dengan berbagai
perannya yang strategis, kawasan Laut Cina Selatan telah lama menjadi obyek perdebatan
sengketa regional.

Gambar 1.1 Nine Dash Line

Nine Dash Line adalah peta teritorial yang membubuhkan sembilan garis putus-putus sebagai
penanda atau batas pemisah imajiner yang digunakan pemerintah Cina untuk mengklaim
sebagian besar, yakni 90 persen, wilayah Laut Cina Selatan. Republik Rakyat Cina (RRC)
merupakan salah satu aktor utama dalam sengketa Laut Cina Selatan yang mengklaim seluruh
wilayah tersebut. Klaim Cina ini didasarkan pada latar belakang sejarah Cina kuno tentang
wilayah kekuasaan kerajaannya. Menurut Cina, adalah Dinasti Han yang menemukan wilayah ini
pada abad ke-2 masehi. Pada abad ke-12, Dinasti Yuan kemudian memasukkan Laut Cina
Selatan ke dalam peta wilayahnya, yang kemudian kembali diperkuat oleh Dinasti Ming dan
Dinasti Qing pada abad ke-13. Pada Tahun 1947, Cina membuat peta wilayah yang memuat 9
garis putus-putus (nine dashed lines) yang membentuk huruf U, yang melingkupi seluruh Laut
Cina Selatan.
Semua wilayah yang berada di dalam garis putus-putus tersebut diklaim Cina sebagai
wilayahnya. Hingga akhir 2013, klaim Cina tersebut masih belum berubah. Klaim Cina tidak
hanya diwujudkan dalam bentuk sikap politik, tetapi juga dalam bentuk lain. Di bidang militer,
Cina sering melakukan aksi patroli di perairan tersebut yang kadang memicu bentrok dengan
kapal dari negara lain seperti Vietnam dan Filipina. Di bidang eksplorasi, Cina juga
menempatkan peralatan pengeboran di beberapa titik di Laut Cina Selatan. Titik-titik ini dibuat
secara sepihak oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut internasional di bawah PBB atau
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 di mana China tercatat
sebagai negara yang ikut menandatanganinya.
Dalam UNCLOS, telah ditetapkan batas-batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) setiap negara
yang kaitannya dengan hak melakukan eksploitasi dan kebijakan lain di wilayah perairannya
sesuai hukum laut internasional. Menurut UCLOS 1982 suatu negara memiliki kedaulatan atas
perairan yang membentang 12 mil laut dari wilayahnya dan kontrol eksklusif atas kegiatan
ekonomi yang berjarak 200 mil laut yang disebut sebagai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Namun China berpendapat bahwa Nine Dash Line muncul dalam tatanan dunia baru setelah
Perang Dunia Kedua dan muncul jauh sebelum UNCLOS 1982. Di sisi lain, meski Beijing juga
merupakan anggota UNCLOS, negara itu tidak mengakui ZEE di Laut China Selatan. China
secara sengaja tidak pernah mendefinisikan makna hukum dari Nine Dash Line atau apa saja
hak-hak yang dimilikinya di dalam batas itu.
Nine Dash Line awalnya muncul di peta China sebagai 11 Dash Line pada tahun 1947. Saat
China masih dikuasai Partai Kuomintang pimpinan Chiang Kai Sek, sudah menetapkan klaim
teritorialnya atas Laut China Selatan. Saat itu, pemerintahan Kuomintang menciptakan garis
demarkasi yang mereka sebut sebagai eleven dash line. Berdasarkan klaim ini China menguasai
mayoritas Laut China Selatan termasuk Kepulauan Pratas, Macclesfield Bank serta Kepulauan
Spratly dan Paracel yang didapat China dari Jepang usai Perang Dunia II.
Setelah Republik Rakyat China didirikan dan klaim ini tetap dipertahankan saat Partai
Komunis menjadi penguasa China pada 1949. dan pasukan Kuomintang melarikan diri ke
Taiwan, pemerintah komunis menyatakan dirinya sebagai satu-satunya perwakilan sah China dan
mewarisi semua klaim maritim di wilayah tersebut. Namun, pada 1953, pemerintah China
mengeluarkan wilayah Teluk Tonkin dari peta eleven-dash line buatan Kuomintang. Pemerintah
Komunis menyederhanakan peta itu dengan mengubahnya menjadi nine dash line yang kini
digunakan sebagai dasar historis untuk mengklaim hampir semua wilayah perairan seluas 3 juta
kilometer persegi itu. Namun kemudian dua garis dihapus pada awal 1950-an untuk memotong
Teluk Tonkin sebagai isyarat untuk kawan-kawan komunis di Vietnam Utara.
Keberadaan Nine Dash Line ini yang ambigu ini kerap memantik kekisruhan dengan negara-
negara lain di sekitar Laut China Selatan. Berdasarkan peta Laut China Selatan yang dikeluarkan
Beijing, wilayah Nine Dash Line membentang dari Kepulauan Paracel hingga laut di Kepulauan
Spratly. Masuknya Kepulauan Paracel dalam wilayah Nine Dash Line membuat China berseteru
dengan Taiwan dan Vietnam. Sedangkan di Kepulauan Spartly, China berselisih dengan Taiwan,
Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Klaim sembilan garis putus- putus
Tiongkok berdampak hilangnya perairan Indonesia seluas lebih kurang 83.000 km2 atau 30
persen dari luas laut Indonesia di Natuna. Luas laut negara-negara lain, seperti Filipina dan
Malaysia, berkurang 80 persen, Vietnam 50 persen, dan Brunei 90 persen.
Selain menggunakan dasar nine dash line, China juga mengklaim perairan Natuna sebagai
wilayah penangkapan ikan tradisional nelayan China. Ini mengacu pada batas wilayah China
sejak zaman Dinasti Ming. Sejak awal munculnya konflik di Laut Cina Selatan, Indonesia telah
menyatakan posisinya sebagai negara yang tidak memiliki klaim (non claimant state) apapun
terhadap Laut Cina Selatan. Namun saat ini Indonesia mulai ikut terseret ke dalam konflik di
Laut Cina Selatan setelah Cina mengeluarkan peta Nine Dash Line yang memasukkan perairan
Kepulauan Natuna di dalamnya. Indonesia pertama kali mengetahui peta Nine Dashed Line pada
tahun 1993, saat diselenggarakannya Workshop Managing Potential Conflicts in South China
Sea. Delegasi Cina pada waktu itu mendistribusikan satu peta yang isinya Nine Dashed Line
yang masuk sampai perairan Natuna. Pihak Indonesia mempertanyakan maksud dari garis-garis
dalam peta tersebut namun Tiongkok tidak memberikan jawaban pasti perihal garis tersebut.
Perairan Natuna merupakan wilayah perairan yang merupakan bagian yang secara
administratif. Artinya perairan Natuna merupakan wilayah perairan dan yurisdiksi dari
Indonesia. Secara tegas dan jelas berdasarkan Undang-Undang nasional, wilayah natuna
merupakan bagian integral dari Indonesia. Di dalam bagian Lampiran Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan
Indonesia telah dicatat titik koordinat yang menunjukkan letak geografis dari laut natuna. Pulau
Natuna merupakan pulau terdepan yang menjadi titik dasar untuk menentukan batas-batas
perairan kepulauan Indonesia. Selain itu Indonesia menarik Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas
Kontinen dari Pulau Natuna sebagai titik dasarnya. Di perairan kepulauan Natuna ini Indonesia
memiliki kedaulatan penuh karena itu termasuk dalam laut teritorial.
Sementara untuk Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen, di wilayah tersebut
Indonesia memiliki hak berdaulat. Konsep kedaulatan merujuk pada kewenangan penuh yang
dimiliki suatu negara atas wilayah yang meliputi wilayah daratan, perairan kepulauan dan laut
teritorial dimana di wilayah tersebut berlaku hukum nasional negara tersebut. Sedangkan hak
berdaulat adalah hak yang diberikan hukum internasional kepada suatu negara untuk melakukan
eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam termasuk kegiatan lain
berdasarkan ketentuan UNCLOS 1982. Meski begitu, Indonesia mengakui adanya batas-batas
maritim dengan negara lain yaitu dengan Vietnam dan Malaysia. Saat ini Indonesia masih
berunding mengenai hal tersebut meskipun sudah ada beberapa hal yang telah disepakati.
Terutama dengan malaysia mengenai adanya tradisional fishing rights. Hal tersebut berbeda
dengan Cina yang menyebut adanya overlapping claims yang dilakukan oleh Indonesia dalam
menetapkan Zona Ekonomi Eksklusif yang dianggap Cina bersinggungan dengan wilayah Laut
Cina Selatan yang tengah diklaim oleh negara tersebut sehingga mengakibatkan adanya saling
tumpang tindih klaim. Sampai saat ini Indonesia tidak mengakui adanya overlapping claims
tersebut karena sejak awal Indonesia tidak mengakui apa yang disebut Cina sebagai Nine Dash
Line tersebut.
Diantara beberapa negara pengklaim, Filipina merupakan yang paling keras menolak klaim
Cina tersebut hingga kemudian pada tahun 2013 Filipina mengajukan gugatan ke Permanent
Court of Arbitration di Den Haag, Belanda, terkait klaim Cina atas Laut Cina Selatan. Berselang
3 tahun kemudian pada tanggal 12 Juli 2016, Permanent Court of Arbitration mengeluarkan
putusan atas gugatan Filipina terhadap Tiongkok perihal Laut Cina Selatan. Sementara akar
konflik itu sendiri, sesuai dengan desakan Cina yang juga diamini ASEAN, hanya dapat
diselesaikan melalui mekanisme yang disepakati oleh para pihak yang mengklaim, termasuk
mekanisme melalui pihak ketiga seperti International Court of Justice (ICJ). Interpretasi
Permanent Court of Arbitration terhadap UNCLOS 1982 ini sebenarnya memudahkan para
pihak yang bersengketa merundingkan kembali klaim mereka masing-masing. Namun, karena
sifatnya menafsirkan, putusan akan berevolusi menjadi sumber hukum yang berlaku umum, alias
mengikat semua negara. Artinya, Filipina bukan penikmat tunggal atas putusan ini.
Berdasarkan pernyataan tersebut yang dimaksud adalah meski para pelaut dan nelayan Cina,
secara historis pernah menggunakan berbagai pulau di Laut China Selatan, tak terdapat bukti
kuat bahwa secara historis Cina pernah menguasi perairan tersebut atau sumber alamnya.
Pengadilan memutuskan bahwa tak ada dasar hukum apapun bagi Cina untuk mengklaim hak
historis terkait sumber daya alam di lautan yang disebut masuk ke dalam 'sembilan garis batas'.
Menurut Ahmad Almauduy Amri, Putusan Permanent Court of Arbitration menyatakan bahwa
negara tidak boleh mengklaim zona maritim di luar ketentuan yang sudah diatur di dalam
UNCLOS 1982. Berdasarkan ketentuan pasal 121 ayat 1 UNCLOS 1982 menetapkan:
1. An island is a naturally formed area of land, surrounded by water, which is above water
at high tide.
2. Except as provided for in paragraph 3, the territorial sea, the contiguous zone, the
exclusive economic zone and the continental shelf of an island are determined in
accordance with the provisions of this Convention applicable to other land territory.
3. Rocks which cannot sustain human habitation or economic life of them.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka patah sudah klaim Cina atas Laut Cina Selatan. Hal
tersebut dikarenakan tidak ada satupun fitur maritim di Laut Cina Selatan yang bestatus pulau,
yang ada hanya karang. Sehingga untuk fitur maritim tersebut tidak boleh digunakan sebagai
dasar untuk mengukur sejauh 200 mil. Secara tidak langsung putusan ini memiliki dampak
positif bagi Indonesia, karena dengan tidak diakuinya klaim Nine Dash Line Cina tersebut maka
yang memasukkan perairan Natuna ke dalamnya menjadi tidak sah.
2.4 Dampak Nine Dash Line Terhadap Wilayah Indonesia
Nine dash line adalah sembilan titik imaginer yang menjadi dasar bagi China, dengan dasar
historis, untuk mengklaim wilayah Laut China Selatan. Titik-titik ini dibuat secara sepihak oleh
China tanpa melalui konvensi hukum laut internasional di bawah PBB atau UNCLOS 1982 di
mana China tercatat sebagai negara yang ikut menandatanganinya. Menurut UCLOS 1982 suatu
negara memiliki kedaulatan atas perairan yang membentang 12 mil laut dari wilayahnya dan
kontrol eksklusif atas kegiatan ekonomi yang berjarak 200 mil laut yang disebut sebagai Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE). Namun China berpendapat bahwa Nine Dash Line muncul dalam
tatanan dunia baru setelah Perang Dunia Kedua dan muncul jauh sebelum UNCLOS 1982. China
secara sengaja tidak pernah mendefinisikan makna hukum dari Nine Dash Line atau apa saja
“hak-hak” yang dimilikinya di dalam batas itu. Ambiguitas ini telah mengarah pada gagasan di
antara banyak orang China biasa bahwa itu menandai batas laut negara, tetapi sekali lagi, Beijing
tidak pernah membuat ini secara eksplisit.
Keberadaan Nine Dash Line yang ambigu ini kerap memantik kekisruhan dengan negara-
negara lain di sekitar Laut China Selatan. Berdasarkan peta Laut China Selatan yang dikeluarkan
Beijing, wilayah Nine Dash Line membentang dari Kepulauan Paracel hingga laut di Kepulauan
Spratly. Masuknya Kepulauan Paracel dalam wilayah Nine Dash Line membuat China berseteru
dengan Taiwan dan Vietnam. Sedangkan di Kepulauan Spartly, China berselisih dengan Taiwan,
Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Sementara terkait dengan dampak perairan
Indonesia, Indonesia tidak pernah mengklaim bagian dari Laut China Selatan, yang
diperselisihkan China dengan Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan dan Vietnam. Tapi perairan
yang sekarang disebut Laut Natuna Utara itu tumpang tindih dengan Nine Dash Line yang
dinyatakan secara sepihak oleh China, yang menguasai hampir seluruh Laut Cina Selatan.  China
berpendapatan bahwa perairan itu adalah wilayah penangkapan ikan tradisional nelayan China
sejak ribuan tahun lalu. Terang saja klaim ini ditolak mentah-mentah oleh pemerintah Indonesia.
Menurut Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, wilayah ZEE Indonesia telah
ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui UNCLOS 1982. Indonesia tidak pernah akan
mengakui Nine-Dash Line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki
alasan hukum yang diakui oleh hukum Internasional terutama UNCLOS 1982.
Sikap Indonesia ini sesuai dengan Politik Luar Negeri yang aktif memberikan sumbangan,
baik dalam bentuk pemikiran maupun partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik demi
terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Namun, konflik LTS kini dipastikan mengubah sikap Indonesia. Hal ini terjadi setelah
adanya pernyataan dari Menteri Luar Negeri Tiongkok melalui juru bicaranya pada tanggal 17
Juni 2016 yang menegaskan secara resmi bahwa Indonesia dan Tiongkok punya masalah
overlapping claim di Laut Tiongkok Selatan.7 Tiongkok menyatakan bahwa perairan di sekitar
kepulauan Natuna yang overlapping atau tumpang tindih dengan klaim nine-dash line
merupakan traditional fishing zone Tiongkok. Klaim Tiongkok tersebut melanggar ZEE
Indonesia dan sebagai negara yang memiliki hak berdaulat (sovereign right) sudah semestinya
Indonesia mempertahankan haknya dengan cara apapun. Adanya overlapping wilayah antara
ZEE Indonesia dengan nine-dash line Tiongkok ini, Indonesia semakin menegaskan posisinya
sebagai bagian dari konflik LTS meskipun Indonesia bukan negara claimant dan melakukan
serangkaian protes terhadap sikap-sikap Tiongkok yang telah menyalahi hukum internasional ini.
Besarnya ambisi Tiongkok terhadap klaim wilayah-wilayah yang berada disekitaran LTS,
menyebabkan kawasan-kawasan strategis seperti, Spartly, Pacarel, bahkan Natuna menjadi
bagian dari klaim nine-dash line Tiongkok. Berkaca dari kasus klaim Tiongkok sebelumya, pada
tahun 1988 Tiongkok melakukan Ekspansi ke kepulauan Spratly. Ekspansi dilakukan dengan
mengadakan instalasi militer secara besar-besaran pada kepulauan Spratly. Pada tahun 1988 pula
tercatat konflik Tiongkok-Vietnam dimana pada saat itu terjadi pendudukan di kepulauan Spratly
dan Paracel dengan mengusir paksa Vietnam. Hal ini semakin diperkuat dengan upaya de jure
yaitu dengan menerbitkan UU tentang Laut Teritorial dan Contiguous Zone yang memasukkan
Kepulauan Spratly sebagai wilayahnya. Jika Tiongkok melakukan hal serupa setelah adanya
klaim dari Tiongkok atas Natuna tentu hal ini akan menjadi masalah bagi kedaulatan Indonesia.
Sedangkan wilayah Perairan Natuna, sebenarnya adalah bagian wilayah dari Kabupaten
Natuna yang mana merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia.
Natuna adalah kepulauan paling utara di selat Karimata. Wilayah Peraitan Natuna ini merupakan
daerah yang berbatasan langsung dengan negara-negara-negara tetangga, dan juga terhubung
dengan perairan bebas sehingga tidak mengherankan jika wilayah Perairan Natuna ini rawan
terhadap aktifitas illegal fishing. Wilayah Perairan Natuna ini juga sering disebut sebagai pintu
gerbang Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa Wilayah Perairan Natuna juga adalah salah satu
dari beberapa jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia atau yang merupakan kepanjangan dari ALKI
dan menjadi jalur perairan internasional bagi kapal-kapal yang berasal dari samudera Hindia
untuk berlayar menuju negara-negara lain yang berada disekitar perairan tersebut
Seperti yang telah dijelaskan sebelumya, Tiongkok dengan sengaja memasukkan perairan
Natuna kedalam peta klaimnya yang dinakaman dengan klaim nine-dash line, sehingga
permasalahan bukan hanya terfokus kepada pulau Spratly dan Paracel saja, namun berimbas
pada ZEE Indonesia pula. Dengan terganggunya wilayah utara perairan Natuna dalam sengketa
LTS, maka juga akan berdampak terhadap stabilitas keamanan dan ekonomi. Sama seperti LTS,
Perairan Natuna juga merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya energi. Sebagian besar
(61 persen) luas perairan Natuna masih merupakan wilayah terbuka (open area), sedangkan
selebihnya (39 persen) merupakan wilayah kerja perminyakan atau kepanjangan dari WKP yang
semuanya berlokasi di lepas pantai. Kabupaten ini terkenal dengan penghasil minyak dan gas.
Cadangan minyak bumi Natuna diperkirakan mencapai 1.400.386.470 barel, sedangkan gas bumi
112.356.680.000. barel. Di sekitar Kepulauan Natuna terdapat 16 blok migas, dengan 5 blok
sudah berproduksi, sedangkan 11 blok lainnya pada tahap eksplorasi. Sementara kekayaan ikan
Natuna yang melimpah membuat pemerintah hendak membangun sentra kelautan dan perikanan
di wilayah itu secara terpadu, maka dengan ini nine dash line tersebut menjadi ancaman bagi
Indonesia dalam pengklaiman nya tiongkok di laut natuna.
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konflik di Laut Cina Selatan merupakan salah satu ancaman yang berpotensi menimbulkan
dampak negatif yang besar, dengan terganggunya stabilitas kawasan di Asia Tenggara. Konflik
ini bermula ketika Cina menyatakan klaim kepemilikan atas Laut Cina Selatan berdasarkan peta
Nine Dash Line yang luasnya hampir meliputi keseluruhan Laut Cina Selatan. Klaim Cina
tersebut menyebabkan munculnya reaksi yang cukup keras dari beberapa negara ASEAN yaitu
Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunei Darussalam yang menganggap hal tersebut merupakan
bentuk pelanggaran terhadap kedaulatan wilayah dan dapat mengancam kepentingan nasional
dari negara-negara tersebut. Cina mendasarkan klaim kepemilkannya atas Laut Cina Selatan
berdasarkan landasan historis yang menyatakan bahwa sejak zaman Cina kuno, Laut Cina
Selatan telah berada di bawah kekuasannya. Beberapa negara ASEAN menyatakan bahwa klaim
yang didasarkan pada landasan historis tidak diakui dalam UNCLOS 1982. Hal tersebut berbeda
dengan dasar kepemilikan yang dilakukan oleh negaranegara ASEAN yang meletakkan
UNCLOS 1982 sebagai dasar yuridis kepemilikan di Laut Cina Selatan.
Indonesia sebagai salah satu negara yang wilayah perairannya berada di kawasan Laut Cina
Selatan tidak memiliki klaim apapun atas Laut Cina Selatan tersebut. Sejak munculnya konflik
kepemilikan atas Laut Cina Selatan, Indonesia selalu bertindak sebagai penengah bagi negara-
negara yang berkonflik atas kawasan tersebut. Namun saat ini Indonesia mulai ikut terseret
dalam pusaran konflik di Laut Cina Selatan ketika Cina mulai memasukkan wilayah Natuna ke
dalam peta Nine Dash Line. Hal tersebut membuat hubungan diplomatik antara Indonesia dan
Cina memanas. Situasi tersebut semakin memburuk ketika nelayan-nelayan Cina mulai masuk ke
wilayah Indonesia dan melakukan Illegal Fishing di dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Akibat insiden tersebut, Pemerintah Indonesia melayangkan nota protes kepada Indonesia perihal
tindakan nelayannelayannya yang menerobos masuk hingga wilayah Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia. Dilayangkannya nota protes tersebut menunjukkan sikap Indonesia yang menolak
mengakui klaim Cina atas Laut Cina Selatan sekaligus menegaskan wilayah Natuna berada
dalam yurisdiksi Indonesia.

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dengan ini Penulis memberikan saran:
 Ketentuan yang terdapat di dalam United Nations On the Law of the Sea 1982 (UNCLOS III)
telah jelas mengatur pengaturan laut internasional maka Republik Rakyat Cina dalam
mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan seharusnya memperhatikan ketentuan yang telah
diatur secara jelas dalam United Nations Convention On the Law of the Sea 1982 (UNCLOS
III) agar tidak menimbulkan pertentangan dari beberapa negara anggota ASEAN dan negara-
negara lainnya.
 Republik Rakyat Cina seharusnya mematuhi setiap ketentuan yang telah diperjanjikan
dengan negara-negara yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan negara-negara yang
mengklaim wilayah Laut Cina Selatan (claimant states) agar tidak menimbulkan konflik
antar negara.
 Ketentuan yang sebelumnya telah diperjanjikan mengenai pengaturan zona laut internasional
di Laut Cina Selatan antara Republik Rakyat Cina dengan beberapa anggota negara ASEAN
dan negara pengklaim wilayah Laut Cina Selatan, apabila tidak dapat menyelesaikan konflik
antar negara maka seharusnya negara-negara yang terlibat dalam konflik melakukan
pertemuan kembali untuk membahas mengenai kelanjutan pengaturan zona laut internasional
di Laut Cina Selatan sehingga menghasilkan perjanjian yang secara tegas mengatur
pengaturan zona laut internasional di Laut Cina Selatan dan adanya pengaturan pengenaan
sanksi pembayaran ganti rugi dan pengenaan sanksi pidana bagi negara-negara yang
melanggar ketentuan yang telah disepakati sehingga dapat mengurangi potensi konflik yang
akan terjadi dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Negara. (2007). In S. hayati, & A. Yani, Geografi Politk (pp. 19-30). Bandung: PT. Refika
Aditama.

Halim, D. (2020, Januari 05). Jadi Dasar China Klaim Natuna, Nine-Dash Line Dinilai Tak
Berdasar. Retrieved from Kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/05/19321561/jadi-dasar-china-klaim-natuna-
nine-dash-line-dinilai-tak-berdasar?page=all

Kusumadewi, R. E. (2016, Juni 23). 'Nine-Dashed Line China ke Natuna Bak Muncul dari
Langit'. Retrieved from CNN Indonesia:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160623113553-20-140352/nine-dashed-line-
china-ke-natuna-bak-muncul-dari-langit

Pradana, R. F. (2017). AKIBAT HUKUM KLAIM NINE DASH LINE CINA TERHADAP
HAK. e-journal.uajy.ac.id, 5-7.

Tamtomo, A. B. (2020, Januari 06). INFOGRAFIK: Apa Itu Nine-Dash Line? Retrieved from
www.kompas.com:
https://www.kompas.com/tren/read/2020/01/06/201739865/infografik-apa-itu-nine-dash-
line

Anugrah Nontji. 1987. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit jembatan

Bemmelen, R.W. Van. 1949. The Geology of Indonesia. The Haque: The Netherlands;
Government Printing Office.
I Made Sandy. 1985. Republik Indonesia; Geografi Regional. Jakarta: Jur. Geografi. FMIPA-
Universitas Indonesia Puri margasari.

Katili, JA. 1983. Sumber Daya Alam untuk Pembangunan Nasional, Jakarta: Ghalia Indonesia.

M.T. ZAN. 1984. Sumber Daya dan Industri Mineral. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press- Yayasan Obor Indonesia.

Rachmat Bratamidjaja, dkk. 1990. Ensiklopedi Indonesia seri Geografi. Jakarta: PT, Ichtiar Baru
Van Hoere, dan PT, Intermasa.

Sukendar Asikin. 1976. Geologi struktural Indonesia. Bandung: Departemen Tehnik Geologi
ITB

Muhammad syahrianto, (7 Januari 2020) Apa Itu Nine Dash Line atau 9 Garis Putus-putus, yang
China Klaim di Laut Natuna; Sumber: Wartaekonomi.co.id

Nadiah Oryza S. (15 Juli 2017) Jurnal PERUBAHAN RESPON INDONESIA TERHADAP
KLAIM NINE-DASH LINE TIONGKOK YANG MELEWATI PERAIRAN NATUNA

Anda mungkin juga menyukai