Anda di halaman 1dari 8

TUGAS ESSAY BLOK NEUROMUSKULAR II

“Patofisiologi Neuromuskular Pada Perubahan Kondisi Lingkungan di Daerah Destinasi


Wisata”

Nama : Baiq Fahira Mentari


NIM : 019.06.0015
Blok : NMS II
Dosen : dr. Dasti Anditiarina Sp.KP

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM AL – AZHAR MATARAM

2021
BAB I

LATAR BELAKANG

Nusa Tenggara Barat secara geografis terletak pada posisi 08˚ 10’ – 09˚ 05’ Lintang
Selatan dan 115˚ 46’ – 119˚ 05’ Bujur Timur. Dengan segala potensi keindahan alam,
keramahtamahan penduduk, kesenian serta kebudayaan yang dimiliki, Lombok dapat diandalkan
sebagai sumber peningkatan pendapatan dari sektor pariwisata. Meskipun begitu, dengan melihat
kembali tingginya jumlah wisatawan yang datang berkunjung ke Provinsi Nusa Tenggara Barat,
salah satu penyakit yang erat kaitannya dengan pendakian ialah High-altitude illness (HAI).
High-altitude illness (HAI) merupakan sekumpulan gejala paru dan otak yang terjadi pada
orang yang mendaki ke ketinggian. Sedangkan kondisi yang erat kaitanya dengan peneylaman
ialah adalah Penyakit Dekompresi atau Decompression Sickness (DCS). Penyakit Dekompresi
atau Decompression Sickness merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pembentukan dan
peningkatan ukuran gelembung ketika tekanan parsial gas inert dalam darah dan jaringan
melebihi tekanan ambient. Sehingga, kedepannya dapat diberikan perhatian yang lebih khusus
terhadap kedua kondisi ini terutama dalam penanganannya terhadap para wisatawan lokal
maupun luar daerah dan negri.

.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pada Daerah Ketinggian


Pada tahun 2021 ini, High-altitude illness (HAI) merupakan sekumpulan
gejala paru dan otak yang terjadi pada orang yang mendaki ke ketinggian.
HAI terdiri dari acute mountain sickness (AMS), high-altitude cerebral edema
(HACE) dan high-altitude pulmonary edema (HAPE). Hal ini dikarenakan
peningkatan dari popularitas olahraga ekstrim (mendaki gunung tinggi, ski dan
snowboarding) serta mudahnya ketersediaan perjalanan. Kemudian terdapat
berbagai faktor yang mempengaruhi pertukaran udara paru dan oksigenasi
arterial di high-altitude. PAO2 yang rendah membatasi gradient alveolar-
arterial dan bersamaan dengan tekanan vena yang rendah, juga menunda
ekuilibrasi alveolar-kapiler. Disertai dengan redistribusi curah jantung ke organ-
organ penting, termasuk otak, jantung, dan kelenjar adrenal. Selain itu, pada high-
altitude yang menyebabkan hipoksia alveolar juga menyebabkan hypoxic
pulmonary vasocontriction (HPV) dan peningkatan tekanan arteri paru.

Saat terjadi penurunan tekanan barometrik dan penurunan PaO2, terjadi


kompensasi dengan peningkatan ventilasi yang disebut sebagai hypoxic
ventilatory response (HVR). Suplai oksigen pada jaringan tubuh membaik setelah
beberapa hari karena 2 alasan, yaitu adanya peningkatan ventilasi (“ventilatory
acclimatization”) yang terus meningkat selama 1-2 minggu dan menetap
selama berada di ketinggian tertentu. Setelah 2-3 minggu pada ketinggian 2000-
2500 m, peningkatan eritropoesis selanjutnya meningkatkan konsentrasi Hb.
Pengobatan yang digunakan dalam pencegahan dan tatalaksana HAI diantaranya
adalah acetazolamide, dexamethasone, phospodiesterase inhibitor dan analgesik.
Strategi dalam pencegahan terjadinya AMS adalah preaklimatisasi, konsumsi
air yang cukup dan diet tinggi karbohidrat.
Kemudian terdapat sejumlah faktor yang dapat menyebabkan kondisi
seperti dehidrasi ketika berada diketinggian, contohnya di dalam pesawat.
Alasana yang pertama ialah kabin pesawat yang hanya memiliki tingkat
kelembaban sebanyak 10% dan semakin tinggi pesawat terbang, semakin cepat
pula cairan dalam tubuh menghilang. Alasan lainnya ialah menghindari meminum
alkohol sebelum melakukan penerbangan. Hal ini dikarenakan alkohol dapat
mengeringkan tubuh hingga ke dalam sel.
Kondisi yang dikhawatirkan lainnya ketika berada diketinggian ialah
adanya efek dari sinar kosmik. Organisasi Public Health England (PHE)
mempublikasikan laporan tentang implikasi kesehatan dari dampak radiasi
matahari. Dampak sinar kosmik tersebut ditujukan kepada para penumpang
pesawat jarak jauh. Laporan PHE menyatakan bahwa badai Matahari cenderung
memengaruhi aktivitas masyarakat yang sedang bepergian melalui udara, seperti
kanker kulit, cacat lahir, dan lainnya.

2.2 Pada Daerah Dataran


Kemampuan daratan dalam menyimpan panas berbeda dengan air.
Daratan akan lebih cepat bereaksi untuk menjadi panas ketika menerima radiasi
dari pada lautan. Sebaliknya daratan akan lebih cepat pula menjadi dingin
daripada lautan pada waktu tidak ada insolation. Akibatnya di daratan terdapat
perbedaan suhu yang amat besar bila dibandingkan dengan yang terjadi di lautan.
Hipotermia adalah keadaan darurat medis yang terjadi ketika tubuh
kehilangan panas lebih cepat daripada yang bisa menghasilkan panas, sehingga
menyebabkan suhu tubuh sangat rendah. Suhu tubuh normal adalah sekitar 37˚ C.
Hipotermia terjadi ketika suhu tubuh turun di bawah 35˚ C. Hipotermia akan
menambah kebutuhan oksigen, produksi karbon dioksida, dan juga peningkatan
kadar katekolamin di dalam plasma yang akan diikuti dengan peningkatan laju
nadi, tekanan darah, serta curah jantung. Hal yang perlu garisbawahi ialah pasien
dnegan kondisi hipotermia harus mendapatkan penanganan segera. Sederet
pertolongan pertama yang dapat dilakukan ialah memindahkan pasien dari daerah
yang bersuhu dingin dan mengganti pakaian basah dengan pakaian yang lebih
hangat serta tebal.
Sedangkan di dalam laut sama halnya dengan di atmosfer, yaitu terdapat
lapisan-lapisan berdasarkan temperaturnya. Umumnya makin dalam laut,
temperaturnya makin rendah. Jika amplitudo di permukaan 5˚C, maka pada
kedalaman 50 meter amplitudonya hanya 1˚C. Salah satu kejadian yang dominan
terjadi akibat dari peneylaman dibawah laut ialah penyakit dekompresi. Penyakit
Dekompresi atau Decompression Sickness merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh pembentukan dan peningkatan ukuran gelembung ketika tekanan
parsial gas inert dalam darah dan jaringan melebihi tekanan ambient.
Pembentukan gelembung udara akan menyumbat aliran darah serta sistem saraf
sehingga akan menimbulkan gejala seperti rasa sakit di persendian, sakit kepala,
gatal-gatal, mati rasa (numbness) kelumpuhan (paralysis) bahkan dapat
menyebabkan kematian.
Dalam penanganan darurat di tempat, langkah pertama yang harus dilakukan
adalah membaringkan pasien dalam posisi telentang. Lalu, keringkan tubuh
pasien dan hangatkan dengan selimut apabila terjadi penurunan suhu tubuh. Jika
memungkinkan, berikan pasien oksigen aliran tinggi melalui masker.
Terapi oksigen hiperbarik adalah metode yang digunakan untuk
menangani penyakit dekompresi. Terapi ini menggunakan alat berupa tabung atau
kamar khusus yang berfungsi mensimulasi tekanan. Tekanan yang ada pada
tabung mencegah nitrogen membentuk gelembung dalam darah, dan mengubah
kembali gelembung tersebut menjadi gas yang larut dalam darah.

2.3 Efek Dari Kondisi Di Luar Aangkasa Terhadap Tubuh


Dr Kristina Routh dan Tim Penulis dalam buku Knowledge Encyclopedia
Human Body menjelaskan bahwa kondisi di luar angkasa membuat tubuh manusia
dihadapkan pada tantangan yang sangat berbeda dengan kehidupan di Bumi.
Gravitasi di pesawat ruang angkasa yang mengorbit Bumi lebih kecil
dibandingkan dengan tarikan di Bumi. Karena tubuh astronot tidak bekerja keras,
para astronot berolahraga untuk menjaga otot dan tulang mereka tetap kuat. Tanpa
fitness khusus, astronot akan kehilangan hingga 40 persen massa otot mereka
dalam beberapa bulan. Untuk setiap bulan dalam gaya mikrogravitasi di luar
angkasa ini membuat astronot kehilangan hingga 1 persen dari kepadatan tulang
mereka. Ini berarti jaringan bagian dalam dari tulang spons menjadi lebih rapuh
dan cenderung patah.
Tidak hanya itu, ketika di luar angkasa astronot tumbuh lebih tinggi.
Tulang belakang manusia mengembang dan melar tanpa tekanan gravitasi yang
terus-menerus. Akibatnya, astronot tumbuh lebih tinggi di luar angkasa sekitar 3
persen. Tapi, kelebihan tinggi ini akan hilang dalam beberapa bulan setelah
kembali ke bumi. Dalam gaya mikrogravitasi ruang angkasa, darah didorong ke
atas ke tubuh bagian atas di mana ia mengapung tanpa ditarik kembali. Tubuh
bagian atas membengkak, wajah menjadi bengkak, dan kaki mengecil. Darah juga
dapat menekan saraf optik mata, mengaburkan penglihatan.
BAB III

KESIMPULAN

Patofisiologi Neuromuskular Pada Perubahan Kondisi Lingkungan di Daerah Destinasi


Wisata terdiri atas 3 subtopik, yaitu; kondisi yang berhubungan dengan daerah degunungan dan
ketinggian(Hipoksia, Dehidrasi dan paparan Sinar Kosmik), kondisi yang berhubungan dengan
dataran dan lautan (Hiponatremia dan DSC), dan yang terakhir ialah kondisi luar angkasa yang
berefek terhadap kondisi tubuh para Astronout (Kehilangan masa otot, massa tulang yang
berkurang, dan darah yang terdorong kebagian atas dari tubuh).
DAFTAR PUSTAKA

Clarke C. Acute mountain sickness: medical problems associated with acute and
subacute exposure to hypobaric hypoxia. Postgrad Med J.2006;82:748-53.

Elliott DH and Moon RE. Manifestations of the decompression disorders. In: The Physiology
and Medicine of Diving (4th ed.), edited by Bennett PB and Elliott DH. London: W. B.
Saunders, 1993, p. 481505.

Grocott M, Montgomery H, Vercueil A. High altitude physiology and pathophysiology:


implications and relevance for intensive care medicine. Critical Care.2007;11:203-8

Jusmawati, dkk. 2016. Faktor Risiko Kejadian Decompression Sickness Pada Masyarakat
Nelayan Peselam Tradisional Pulau Saponda. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanudin.

Siregar P, dkk.Optimal Water Intake For The Elderly: Prevention Of Hyponatremia.Med


JIndones. 2009;18;18-25

Anda mungkin juga menyukai