Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jl. Let. Jend. Suprapto. Cempaka Putih, Jakarta Pusat. DKI Jakarta. Indonesia. 10510. Telepon: +62 21 4206675 1. Memahami dan menjelaskan Acute Mountain Sickness 1.1. Definisi Acute mountain sickness (AMS) adalah kelainan neurologis yang biasanya menyerang pendaki gunung yang berada di ketinggian akibat hipoksia kronis pada tekanan parsial oksigen rendah Permasalahan yang pertama muncul pada pasien AMS adalah hipoksemia yang menyebabkan berbagai kejadian molekuler, seluler, dan respon fisiologis pada otak.Gejala yang paling sering muncul adalah sakit kepala, pusing, anoreksia, insomnia, kelelahan, muntah, dan ketidakseimbangantubuh. Walaupun seringkali bersifat self Limiting AMS dapat menyebabkan edema Setiap sel dalam tubuh membutuhkan oksigen secara kontinu untuk bisa menjalankan reaksi kimia yang menghasilkan energi. Sistem respirasi berfungsi untuk menyeimbangkan kebutuhan O2 dan produksi CO2 tubuh sehingga energi dapat dihasilkan tanpa adanya fluktuasi pH. Maka dari itu, gangguan proses sistem respirasi pada ketinggian dapat menyebabkan kebutuhan oksigen jaringan yang tidak tercukupI dan ketidakseimbangan asam basa tubuh. Hal ini akan menyebabkan gangguan pada berbagai jaringan khususnya di otak sehingga menyebabkan berbagai gejala neurologis muncul.
1.2. Contoh penyakit
High altitude cerebral edema (HACE); dikenal juga dengan istilah edema otak dataran tinggi merupakan perkembangan AMS yang parah, namun jarang terjadi. Kondisi ini disebabkan akumulasi cairan di dalam dan sekitar otak. Risiko kematian HACE dapat terjadi dalam waktu 24 jam setelah timbulnya ataksia. High altitude pulmonary edema (HAPE); dikenal juga dengan istilah edema paru dataran tinggi bisa terjadi dengan sendirinya atau berasal dari perkembangan AMS dan HACE. Kondisi ini disebabkan adanya penumpukan cairan berlebih di paru- paru. HAPE bisa lebih fatal dari HACE sehingga membutuhkan penanganan segera. 1.3. Gejala AMS - Sakit Kepala - Pusing atau Kepala - Kelelahan Apabila tidak ditangani dengan baik, AMS ini bisa berkembang menjadi kondisi lebih buruk, berupa edema otak (HACE) dan edema paru (HAPE). Saat mengalami edema, terjadi penumpukan cairan yang mengganggu fungsi organ yang terkena. Gejala umum dari edema paru adalah pendaki merasa sesak atau kesulitan bernafas. Kondisi ini seringkali akan terasa lebih berat saat posisi tidur, sementara akan terasa ringan dalam posisi duduk atau berdiri. Sedangkan gejala dari edema otak bisa berupa kebingungan, lemas, pusing, dan penurunan kesadaran. Penderita juga mudah dikenali melalui pembicaraan yang meracau atau penderita yang tampak sering terkantuk, seperti orang mabuk atau kesurupan. 1.4. Penanganan dalam pencegahan dan tatalaksana HAI diantaranya adalah acetazolamide, dexamethasone, phospodiesterase inhibitor dan analgesik. Strategi dalam pencegahan terjadinya AMS adalah preaklimatisasi, konsumsi air yang cukup dan diet tinggi karbohidrat
2. Memahami dan menjelaskan Hipoksia
2.1. Definisi Hipoksia merupakan keadaan dimana terjadi defisiensi oksigen, yang mengakibatkan kerusakan sel akibat penurunan respirasi oksidatif aerob sel. Hipoksia merupakan penyebab penting dan umum dari cedera dan kematian sel tergantung pada beratnya hipoksia, sel dapat mengalami adaptasi, cedera, atau kematian 2.2. Klasifikasi - Hipoksia Hipoksik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena kurangnya oksigen yang masuk ke dalam paru- paru. Sehingga oksigen dalam darah menurun kadarnya. Kegagalan ini dapat disebabkan oleh adanya sumbatan/obstruksi di saluran pernapasan. - Hipoksia Anemik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan oleh karena hemoglobin dalam darah tidak dapat mengikat atau membawa oksigen yang cukup untuk metabolisme seluler. Seperti keracunan karbon monoksida (CO 2). - Hipoksia Stagnan adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena hemoglobin dalam darah tidak mampu membawa oksigen ke jaringan yang disebabkan kegagalan sirkulasi seperti heart failure, atau embolisme. - Hipoksia Histotoksik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan oleh karena jaringan yang tidak mampu menyerap oksigen. Salah satu contohnya pada keracunan sianida. Sianida dalam tubuh akan mengaktifkan beberapa enzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal, terutama sitokrom oksidase dengan mengikat bagian ferric heme group dari oksigen yang dibawa darah (Elizabeth, 2009). 2.3. Gejala - Frekuensi nadi dan pernafasan naik - Lemas - Gangguan pada cara berpikir dan konsentrasi - Sianosis yaitu warna kulit, kuku dan bibir berubah menjadi biru - Pingsan dan gelisah 2.4. Penanganan - Pemberian oksigen bertujuan untuk meningkatkan kadar oksigen dalam tubuh pasien melalui terapi hiperbarik atau alat bantu nafas (ventilator) - Pemberian obat-obatan golongan kortikosteroid untuk meredakan peradangan di paru-paru dan antibiotic untuk mengobati infeksi bakteri 3. Memahami dan menjelaskan Hipotermia 3.1. Definisi Hipotermia adalah penurunan suhu inti tubuh menjadi < 35 0 C secara involunter. Lokasi pengukuran suhu inti tubuh mencakup rektal, esofageal, atau membrane timpani, yang dilakukan secara benar. Hipotermia disebabkan oleh lepasnya panas karena konduksi, konveksi, radiasi, atau evaporasi. Local cold injury atau frostbite timbul karena hipotermia menyebabkan penurunan viskositas darah dan kerusakan intraseluler. Hipotermia dapat dikatagorikan sebagai berikut : a. Hipotermia ringan : 32-350 C b. Hipotermia sedang : 28-320 C c. Hipotermia Berat : di bawah 280 C 3.2. Klasifikasi Hipotermia a. Hipotermia Sedang Merupakan hipotermi akibat bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah, waktu timbulnya hipotermi sedang adalah kurang dari 2 hari dengan ditandai 0 0 suhu 32 C-36 C, bayi mengalami gangguan pernapasan, denyut jantung kurang dari 100x/menit, malas minum dan mengalami letargi selain itu kulit bayi akan berwarna tidak merata atau disebut cutis marmorata, kemampuan menghisap yang dimiliki bayi lemah serta kaki akan teraba dingin. b. Hipotermi Berat Hipotermi ini terjadi karena bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah cukup lama akan timbul selama kurang dari 2 hari dengan tanda suhu tubuh bayi mencapai 320C atau kurang, tanda lain seperti hipotermi sedang, kulit bayi teraba keras, napas bayi tampak pelan dan dalam , bibir dan kuku bayi akan berwarna kebiruan, pernapasan bayi melambat, pola pernapasan tidak teratur dan bunyi jantung melambat. c. Hipotermi dengan Suhu tidak stabil Merupakan gejala yang timbul tanpa terpapar dengan suhu dingin atau panas 0 yang berlebihan dengan gejala suhu bisa berada pada rentang 36-39 C meskipun dengan suhu ruangan yang stabil (Dwienda et al., 2014).
3.3. Gejala a. Gejala hipotermia ringan (suhu 32–35oC) - Pucat - Kulit terasa dingin ketika disentuh - Mati rasa - Respons menurun - Mengantuk - Napas cepat
b. Gejala hipotermia sedang (suhu 28–32oC)
- Berhenti menggigil - Napas melambat - Denyut jantung melambat - Tekanan darah menurun - Penurunan kesadaran c. Gejala hipotermia berat (suhu 28oC atau lebih rendah): - Kaku otot - Tidak memberi respons - Bradikardia makin parah - Pernapasan dan denyut nadi sangat lemah
3.4. Penanganan Hipotermia
- Pindahkan orang tersebut dari tempat dingin ke tempat yang lebih hangat dan kering. - Buka pakaian yang basah, robek bila perlu. Bila memungkinkan ganti baju dengan pakaian yang hangat. - Bungkus badannya dengan selimut hingga kepala dengan hanya menyisakan bagian wajah yang terbuka. - Kontak kulit ke kulit (skin to skin) juga dapat dilakukan. Caranya, buka baju Anda kemudian bungkus diri Anda bersama pasien hipotermia dengan menggunakan selimut. Ini dilakukan untuk mentransfer panas tubuh Anda ke pasien hipotermia. - Bila masih sadar, berikan minum hangat pada pasien hipotermia untuk menghangatkan tubuh. Namun, jangan minuman yang mengandung alkohol atau kafein. - Bila penderita hipotermia tidak sadarkan diri, lakukan prosedur CPR (cardiopulmonary resuscitation) sampai nadi kembali teraba atau hingga tenaga medis datang. Jika korban sudah sadar, berilah minuman hangat sesegera mungkin. Daftar Pusraka
View of patofisiologi acute mountain sickness. Available at:
https://bapin-ismki.e-journal.id/jimki/article/view/271/67 (Accessed: November 10, 2022).
Sugesthi, W. (2020) Hubungan Pengetahuan Pendaki tentang acute mountain siskness Dan
Sikap pendaki dalam pencegahan acute mountain siskness, Umpo Repository. Available at: http://eprints.umpo.ac.id/6085/ (Accessed: November 10, 2022).
OPAC - Universitas indonesia library (no date). Available at: https://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/123733-S09114fk-Aktivitas%20spesifik-Literatur.pdf (Accessed: November 10, 2022).
Bab II Tinjauan Pustaka A. Hipotermi - repository.unimus.ac.id (no date). Available at:
http://repository.unimus.ac.id/860/3/BAB%20II.pdf (Accessed: November 10, 2022).