Anda di halaman 1dari 6

WRAP UP SKENARIO 3

PENDAKI GUNUNG SUMBING

Disusun Oleh :

Muhammad Bagus Kautsar Herlambang (1102022165)

Kelompok B2

Program Studi Kedokteran


Fakultas Kedokteran
Universitas YARSI
Jl. Let. Jend. Suprapto. Cempaka Putih, Jakarta Pusat. DKI Jakarta. Indonesia. 10510.
Telepon: +62 21 4206675
1. Memahami dan menjelaskan Acute Mountain Sickness
1.1. Definisi
Acute mountain sickness (AMS) adalah kelainan neurologis yang biasanya
menyerang pendaki gunung yang berada di ketinggian akibat hipoksia kronis
pada tekanan parsial oksigen rendah Permasalahan yang pertama muncul
pada pasien AMS adalah hipoksemia yang menyebabkan berbagai kejadian
molekuler, seluler, dan respon fisiologis pada otak.Gejala yang paling sering
muncul adalah sakit kepala, pusing, anoreksia, insomnia, kelelahan, muntah,
dan ketidakseimbangantubuh. Walaupun seringkali bersifat self Limiting AMS
dapat menyebabkan edema
Setiap sel dalam tubuh membutuhkan oksigen secara kontinu untuk bisa
menjalankan reaksi kimia yang menghasilkan energi. Sistem respirasi
berfungsi untuk menyeimbangkan kebutuhan O2 dan produksi CO2 tubuh
sehingga energi dapat dihasilkan tanpa adanya fluktuasi pH. Maka dari itu,
gangguan proses sistem respirasi pada ketinggian dapat menyebabkan
kebutuhan oksigen jaringan yang tidak tercukupI dan ketidakseimbangan
asam basa tubuh. Hal ini akan menyebabkan gangguan pada berbagai
jaringan khususnya di otak sehingga menyebabkan berbagai gejala neurologis
muncul.

1.2. Contoh penyakit


High altitude cerebral edema (HACE); dikenal juga dengan istilah edema otak
dataran tinggi merupakan perkembangan AMS yang parah, namun jarang terjadi.
Kondisi ini disebabkan akumulasi cairan di dalam dan sekitar otak. Risiko
kematian HACE dapat terjadi dalam waktu 24 jam setelah timbulnya ataksia.
High altitude pulmonary edema (HAPE); dikenal juga dengan istilah edema paru
dataran tinggi bisa terjadi dengan sendirinya atau berasal dari perkembangan AMS
dan HACE. Kondisi ini disebabkan adanya penumpukan cairan berlebih di paru-
paru. HAPE bisa lebih fatal dari HACE sehingga membutuhkan penanganan
segera.
1.3. Gejala AMS
- Sakit Kepala
- Pusing atau Kepala
- Kelelahan
Apabila tidak ditangani dengan baik, AMS ini bisa berkembang
menjadi kondisi lebih buruk, berupa edema otak (HACE) dan edema paru
(HAPE). Saat mengalami edema, terjadi penumpukan cairan yang
mengganggu fungsi organ yang terkena. Gejala umum dari edema paru adalah
pendaki merasa sesak atau kesulitan bernafas.
Kondisi ini seringkali akan terasa lebih berat saat posisi tidur,
sementara akan terasa ringan dalam posisi duduk atau berdiri. Sedangkan
gejala dari edema otak bisa berupa kebingungan, lemas, pusing, dan
penurunan kesadaran. Penderita juga mudah dikenali melalui pembicaraan
yang meracau atau penderita yang tampak sering terkantuk, seperti orang
mabuk atau kesurupan.
1.4. Penanganan
dalam pencegahan dan tatalaksana HAI diantaranya adalah acetazolamide,
dexamethasone, phospodiesterase inhibitor dan analgesik. Strategi dalam
pencegahan terjadinya AMS adalah preaklimatisasi, konsumsi air yang cukup dan
diet tinggi karbohidrat

2. Memahami dan menjelaskan Hipoksia


2.1. Definisi
Hipoksia merupakan keadaan dimana terjadi defisiensi oksigen, yang
mengakibatkan kerusakan sel akibat penurunan respirasi oksidatif aerob sel.
Hipoksia merupakan penyebab penting dan umum dari cedera dan kematian sel
tergantung pada beratnya hipoksia, sel dapat mengalami adaptasi, cedera, atau
kematian
2.2. Klasifikasi
- Hipoksia Hipoksik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena kurangnya
oksigen yang masuk ke dalam paru- paru. Sehingga oksigen dalam darah menurun
kadarnya. Kegagalan ini dapat disebabkan oleh adanya sumbatan/obstruksi di
saluran pernapasan.
- Hipoksia Anemik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan oleh karena hemoglobin
dalam darah tidak dapat mengikat atau membawa oksigen yang cukup untuk
metabolisme seluler. Seperti keracunan karbon monoksida (CO 2).
- Hipoksia Stagnan adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena hemoglobin
dalam darah tidak mampu membawa oksigen ke jaringan yang disebabkan
kegagalan sirkulasi seperti heart failure, atau embolisme.
- Hipoksia Histotoksik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan oleh karena jaringan
yang tidak mampu menyerap oksigen. Salah satu contohnya pada keracunan sianida.
Sianida dalam tubuh akan mengaktifkan beberapa enzim oksidatif seluruh jaringan
secara radikal, terutama sitokrom oksidase dengan mengikat bagian ferric heme
group dari oksigen yang dibawa darah (Elizabeth, 2009).
2.3. Gejala
- Frekuensi nadi dan pernafasan naik
- Lemas
- Gangguan pada cara berpikir dan konsentrasi
- Sianosis yaitu warna kulit, kuku dan bibir berubah menjadi biru
- Pingsan dan gelisah
2.4. Penanganan
- Pemberian oksigen bertujuan untuk meningkatkan kadar oksigen dalam tubuh
pasien melalui terapi hiperbarik atau alat bantu nafas (ventilator)
- Pemberian obat-obatan golongan kortikosteroid untuk meredakan peradangan
di paru-paru dan antibiotic untuk mengobati infeksi bakteri
3. Memahami dan menjelaskan Hipotermia
3.1. Definisi
Hipotermia adalah penurunan suhu inti tubuh menjadi < 35 0 C secara
involunter. Lokasi pengukuran suhu inti tubuh mencakup rektal, esofageal, atau
membrane timpani, yang dilakukan secara benar.
Hipotermia disebabkan oleh lepasnya panas karena konduksi, konveksi,
radiasi, atau evaporasi. Local cold injury atau frostbite timbul karena hipotermia
menyebabkan penurunan viskositas darah dan kerusakan intraseluler. Hipotermia
dapat dikatagorikan sebagai berikut :
a. Hipotermia ringan : 32-350 C
b. Hipotermia sedang : 28-320 C
c. Hipotermia Berat : di bawah 280 C
3.2. Klasifikasi Hipotermia
a. Hipotermia Sedang
Merupakan hipotermi akibat bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah,
waktu timbulnya hipotermi sedang adalah kurang dari 2 hari dengan ditandai
0 0
suhu 32 C-36 C, bayi mengalami gangguan pernapasan, denyut jantung
kurang dari 100x/menit, malas minum dan mengalami letargi selain itu kulit
bayi akan berwarna tidak merata atau disebut cutis marmorata, kemampuan
menghisap yang dimiliki bayi lemah serta kaki akan teraba dingin.
b. Hipotermi Berat
Hipotermi ini terjadi karena bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah
cukup lama akan timbul selama kurang dari 2 hari dengan tanda suhu tubuh
bayi mencapai 320C atau kurang, tanda lain seperti hipotermi sedang, kulit
bayi teraba keras, napas bayi tampak pelan dan dalam , bibir dan kuku bayi
akan berwarna kebiruan, pernapasan bayi melambat, pola pernapasan tidak
teratur dan bunyi jantung melambat.
c. Hipotermi dengan Suhu tidak stabil
Merupakan gejala yang timbul tanpa terpapar dengan suhu dingin atau panas
0
yang berlebihan dengan gejala suhu bisa berada pada rentang 36-39 C
meskipun dengan suhu ruangan yang stabil (Dwienda et al., 2014).

3.3. Gejala
a. Gejala hipotermia ringan (suhu 32–35oC)
- Pucat
- Kulit terasa dingin ketika disentuh
- Mati rasa
- Respons menurun
- Mengantuk
- Napas cepat

b. Gejala hipotermia sedang (suhu 28–32oC)


- Berhenti menggigil
- Napas melambat
- Denyut jantung melambat
- Tekanan darah menurun
- Penurunan kesadaran
c. Gejala hipotermia berat (suhu 28oC atau lebih rendah):
- Kaku otot
- Tidak memberi respons
- Bradikardia makin parah
- Pernapasan dan denyut nadi sangat lemah

3.4. Penanganan Hipotermia


- Pindahkan orang tersebut dari tempat dingin ke tempat yang lebih hangat dan
kering. 
- Buka pakaian yang basah, robek bila perlu. Bila memungkinkan ganti baju
dengan pakaian yang hangat.
- Bungkus badannya dengan selimut hingga kepala dengan hanya menyisakan
bagian wajah yang terbuka.
- Kontak kulit ke kulit (skin to skin) juga dapat dilakukan. Caranya, buka baju
Anda kemudian bungkus diri Anda bersama pasien hipotermia dengan
menggunakan selimut. Ini dilakukan untuk mentransfer panas tubuh Anda ke
pasien hipotermia.
- Bila masih sadar, berikan minum hangat pada pasien hipotermia untuk
menghangatkan tubuh. Namun, jangan minuman yang mengandung alkohol
atau kafein.
- Bila penderita hipotermia tidak sadarkan diri, lakukan prosedur CPR
(cardiopulmonary resuscitation) sampai nadi kembali teraba atau hingga
tenaga medis datang. Jika korban sudah sadar, berilah minuman hangat
sesegera mungkin.
Daftar Pusraka

View of patofisiologi acute mountain sickness. Available at:


https://bapin-ismki.e-journal.id/jimki/article/view/271/67 (Accessed: November 10, 2022). 

Sugesthi, W. (2020) Hubungan Pengetahuan Pendaki tentang acute mountain siskness Dan


Sikap pendaki dalam pencegahan acute mountain siskness, Umpo Repository.
Available at: http://eprints.umpo.ac.id/6085/ (Accessed: November 10, 2022). 

OPAC - Universitas indonesia library (no date). Available at: https://lib.ui.ac.id/file?


file=digital/123733-S09114fk-Aktivitas%20spesifik-Literatur.pdf (Accessed:
November 10, 2022). 

Bab II Tinjauan Pustaka A. Hipotermi - repository.unimus.ac.id (no date). Available at:


http://repository.unimus.ac.id/860/3/BAB%20II.pdf (Accessed: November 10, 2022). 

Anda mungkin juga menyukai