Anda di halaman 1dari 10

Buletin Oseanografi Marina Juli 2013. vol.

2 38 - 47

Penentuan Batas Daratan Pesisir Kota Semarang dengan Konsep


Biogeofisik

Baskoro Rochaddi
Jurusan Ilmu Kelautan Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Diponegoro, Semarang

Abstrak
Perencanaan untuk pengelolaan kawasan pesisir memerlukan batasan dan deskripsi mengenai
kawasan daratan pesisir yang jelas. Permasalahan yang ada di Indonesia pada umumnya dan Kota
Semarang pada khususnya adalah belum ditetapkannya batas wilayah pesisir baik untuk perencanaan
maupun operasionalnya, sehingga sampai sekarang wilayah daratan pesisir masih diperlakukan sama
seperti wilayah daratan lainnya. Maka dari itu penelitian untuk mencari batas daratan pesisir, sangat
penting dilakukan di Kota Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan batas wilayah daratan
pesisir di Kota Semarang dengan pendekatan biofisik.
Penelitian lapangan dilakukan pada tanggal 21 Agustus – 30 September 2004. Penelitian
dilakukan di wilayah Kota Semarang, meliputi tiga sungai yaitu Sungai Plumbon, Sungai Banjir Kanal
Barat, dan Sungai Banjir Kanal Timur. Adapun data intrusi air asin pada akuifer air tanah dangkal
berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2000. Materi penelitian meliputi parameter biologi
(makrozoobenthos, fitoplankton, dan mangrove) dan parameter fisik (jangkauan masuknya air laut di
sungai, intrusi air laut pada akuifer dangkal, kajian teoritis geologi). Dari hasil analisis kedua
parameter tadi, maka selanjutnya dapat ditarik batas wilayah daratan pesisir di daerah Kota Semarang.
Hasil dari tumpang tindih peta berdasarkan parameter jangkauan masuknya air laut di sungai,
intrusi air laut pada air tanah dangkal, makrozoobenthos, fitoplankton dan mangrove menunjukkan
bahwa batas daratan pesisir Kota Semarang secara biofisik untuk Semarang bagian barat adalah 1,7 -
2,2 Km dari garis pantai, Semarang bagian tengah 1,9 – 3,5 Km dari garis pantai dan untuk Semarang
bagian timur 2,4 – 4,8 Km dari garis pantai.
Kata Kunci: batas biofisik, daratan pesisir, Semarang

Abstract
The deliniation and description about coastal land needed in coastal planning and management. The
main problem in Indonesia especially in Semarang is the deliniation for planning and operation
unsettled yet. Until now coastal land still treated like others land region. Because of that the research
to seek the deliniation of coastal land is very important to be done.The objective of this research is to
determine deliniation of coastal land in Semarang with biophysical approach.
This research was conducted in August 21st – September 30th 2004 in Semarang including
three rivers which is Plumbon river, Banjir Kanal Barat river, and Banjir Kanal Timur river. And the
data of intrusion sea water in unconfined aquifer is based on the research in 2000. the matters in this
research were biology parameters (macrozoobenthos, Phytoplankton and mangrove) and physical
parameters (intrusion of sea water in river, intrusion of sea water in unconfined aquifer and study of
theoritical geology). Base on analysis of the parameters can be determine the deliniation of coastal
land in Semarang.
Results from map over lay based on intrusion of sea water in river, intrusion of sea water in
unconfined aquifer, macrozoobenthos, fitoplankton and mangrove parameters shows that deliniation of
coastal land in west part of Semarang was 1,7 – 2.2 Km from coastal line, central part of Semarang
was 1,9 – 3,5 Km from coastal line, east part of Semarang was 2,4 – 4,8 Km from coastal line.
Key words: biophysical deliniation, coastal land, Semarang

38 Penentuan Batas Daratan Pesisir Kota Semarang dengan Konsep BioGeofisik (Baskoro Rochaddi)
Buletin Oseanografi Marina Juli 2013. vol. 2 38 - 47

Pendahuluan pengaruh dari kegiatan manusia.


Salah satu persoalan pesisir yang Sedangkan menurut Organisation for
mendesak untuk ditangani adalah Economic Co-Operation and
penentuan batas wilayah pesisir itu Development (OECD) (1993) kawasan
sendiri, sampai saat ini penelitian pesisir merupakan kawasan yang
tentang batas wilayah pesisir masih dinamik, dimana banyak ditemukan
sangat jarang dilakukan atau hampir sumber daya alam dan juga aktifitas
tidak ada. Banyaknya definisi batas manusia.
pesisir yang ada dan berbeda antara
Berkaitan dengan kepentingan
satu sama lain menjadikan tidak
pengelolaan dan pengembangan kawasan
jelasnya batas wilayah pesisir pada
pesisir dikemukakan batasan sebagai
satu daerah yang akhirnya merupakan
potensi konflik baik pada tingkat berikut (BAPPENAS, 1999):
masyarakat sampai pada tingkat dinas/ “Wilayah/kawasan pesisir adalah daerah
birokrasi dalam kewenangan pertemuan antara darat dan laut dengan
pengelolaannya. Dalam perencanaan batas ke arah darat meliputi bagian
untuk pengelolaan kawasan mutlak daratan, baik kering maupun terendam air
diperlukan batasan dan diskripsi yang yang masih mendapat pengaruh sifat sifat
jelas mengenai kawasan pesisir laut seperti angin laut, pasang surut, serta
tersebut. Batasan yang dikemukakan perembesan (intrusi) air laut. Kearah laut
harus mencakup aspek geofisik-kimia, mencakup bagian bagian perairan pantai
ekologis, teknis-fungsional dan sampai batas terluar dari paparan benua,
administrative. Definisi wilayah dimana ciri-ciri perairan tersebut masih
pesisir sendiri sampai saat ini masih dipengaruhi oleh proses-proses alamiah
berbeda beda. Soegiarto, (1976) dalam yang terjadi di darat seperti: sedimentasi
Bengen (2002) Wilayah pesisir dan aliran air tawar, serta proses-proses
merupakan daerah pertemuan antara yang disebabkan oleh kegiatan manusia di
darat dan laut, daratan wilayah pesisir darat (misalnya penggundulan hutan,
meliputi bagian daratan baik kering
pencemaran dll). Pada umumnya metoda
maupun terendam yang masih
untuk menentukan batas ke arah darat dari
dipengaruhi sifat-sifat laut seperti
daratan pesisir dapat menggunakan
pasang surut dan perembesan air asin.
Lebih lanjut Dahuri et al. (1996) konfigurasi biogeofisik yang meliputi
kawasan pesisir memiliki karakteristik aspek biologi, geologi, fisik atau
khusus yang terdiri dari karakteristik kombinasinya (Clark,1977).
daratan yang terdapat pada subsistem Permasalah yang ada di Indonesia
daratan pesisir (shoreland) dan pada umumnya dan Semarang pada
karakteristik perairan yang terdapat khususnya dalam pengelolaan wilayah
pada subsistem perairan pesisir pesisir adalah belum ditetapkannya batas
(coastal water). Kedua subsistem wilayah pesisir baik untuk perencanaan
tersebut memiliki karakteristik yang maupun operasionalnya, sehingga sampai
berbeda, namun karena lokasinya sekarang wilayah pesisir masih
yang berada dalam satu kawasan maka diperlakukan sama seperti wilayah daratan
kedua subsistem tersebut saling lainya dalam pengelolaannya. Salah satu
berinteraksi dan saling mempengaruhi. upaya untuk mengatasi hal tersebut maka
Thia-Eng et al. (1992) wilayah pesisir penentuan batas biogeofisik wilayah
merupakan wilayah daratan yang pesisir Kota Semarang sangat mendesak
mendapatkan pengaruh dari laut,
untuk dilakuakan. Penelitian ini mencoba
wilayah lautan yang mendapatkan
untuk membuat suatu batas / deliniasi
pengaruh dari daratan, dan masing-
wilayah pesisir Kota Semarang
masing wilayah tersebut mendapatkan
39 Penentuan Batas Daratan Pesisir Kota Semarang dengan Konsep BioGeofisik (Baskoro Rochaddi)
Buletin Oseanografi Marina Juli 2013. vol. 2 38 - 47

berdasarkan kajian ekologis (biogeofisik) • Intrusi air laut terhadap aquifer air
untuk menjadi salah satu data dasar tawar dilakukan dengan
batasan di dalam usaha perencanaan dan menggambil contoh air pada
pengelolaan wilayah pesisir. beberapa dasar sumur diwilayah
Materi dan Metoda pesisir Semarang dengan
Metoda penelitian yang digunakan menggunakan nanssen bottle.
mengacu pada diskripsi biogeofisik Kemudian sampel air diukur
kawasan pesisir yang mempunyai salinitasnya dengan menggunakan
parameter khusus hasil interaksi antara salinorefraktometer dan EC meter
pengaruh darat dan pengaruh laut. Secara didapat adalah data salilitas payau
fisik beberapa fenomena yang berjalan di ( 0,5< ppt).
kawasan pesisir akibat pengaruh laut
• Vegetasi laut yang masuk ke
adalah adanya proses pasang surut, proses
daerah daratan seperti mangrove
jangkauan masukan air laut pada sungai,
dan plankton air laut. Untuk
proses intrusi air laut pada akuifer air
mangrove dilakukan pengaman
tanah, serta kajian geologi mengenai
langsun di sepanjang sungai
daratan pesisir Semarang. Sedangkan
dengan melihat jenisnya.
faktor biotik di kawasan daratan pesisir
Sedangkan untuk plankton
adalah adanya pengaruh laut yang
dilakukan pengambilan sampel air
dicirikan oleh flora dan fauna khas yang
pada dasar perairan kemudian
mampu bertahan pada daerah peralihan
dilakukan identifikasi dengan
seperti mangrove plankton serta
menggunakan mikroskop untuk
makrozoobenthos.
mengatahui adanya plankton air
Pengukuran dan pengambilan laut atau payau.
sampel terutama dilakukan di tiga sungai
• Biota yang diamati adalah
besar di Semarang dan sekitarnya (Sungai
makrozoobenthos yang terdapat
Banjirkanal barat, Banjirkanal Timur, dan
pada dasar perairan. Pengambilan
Plumbon. Mulai dari perairan laut hingga
dilakukan dengan van ven grab
hulu sungai yang masih terpengaruh oleh
sampler, selanjutnya hewan
pasang surut. Dalam penelitina ini
tersebut diamati untuk
ditentukan 8 stasiun pengamatan untuk
menentukan apakah ada yang
masing masing sungai dan masing masing
berasal dari laut maupun daerah
stasiun pengambilan sampel diulang setiap
payau.
minggu sebanyak 5 kali (Gambar 1).
Data yang dipereh berupa salinitas (0,5<
Untuk mengetahui pengaruh laut terhadap
ppt) pada daerah sungai, intrusi air laut
darat digunakan beberapa pendekatan
pada sumur, vegetasi dan biota semuanya
seperti yang telaha diterangkan
diambil pada jarak yang paling jauh ke
sebelumnya sepeti :
arah daratan kemudian dioverlay (tumpang
• Jangkauan air laut laut terhadap tindih) pada masing masing peta distribusi
sungai dilakaukan pengukuran (salitas, intrusi, vegetasi maupun biota).
salinitas dasar perairan sungai Selanjutnya ditarik garis jangkauan
dengan menggunakan maksimum yang ada pada masing masing
salinorefaktometer dan EC meter. data tersebut. Hasil yang didapat berupa
Data yang didapat adalah data deliniasi (garis batas) wilayah pesisir
salilitas payau ( 0,5< ppt). Semarang.

40 Penentuan Batas Daratan Pesisir Kota Semarang dengan Konsep BioGeofisik (Baskoro Rochaddi)
Buletin Oseanografi Marina Juli 2013. vol. 2 38 - 47
Laut Jawa
S. Banjir Kanal
Timur
S. Plumbon

S. Banjir Kanal
Barat

Gambar .1. Lokasi penganbilan sampel untuk penetuan batas wilayah pesisir
parameter fisik (jangkauan masuknya air
Hasil dan Pembahasan laut pada sungai) ini tercantum pada
Hasil Tabel 1.
Sebagaimana yang diuraikan dalam Tabel 1 Data parameter fisik dan biologi
metoda penelitian, maka hasil yang penelitian berdasarkan posisi
diperoleh selama penelitian adalah berupa yang tidak mendapat
parameter biologi (makrozoobenthos, pengaruh dari laut
fitoplankton, dan mangrove) dan

Sungai Plumbon Sungai Banjir Kanal Barat Sungai Banjir Kanal Timur
0 0
Posisi : S.06 57,419’ Posisi : S.06 59,232’ Posisi : S.06057,896’
0 0
E.110 18,256’ E.110 24,139’ E.110026,645
1 Parameter fisik 1 Parameter fisik 1 Parameter fisik
Salinitas dan suhu Salinitas dan suhu Salinitas dan suhu
0 0
Atas :0,4 ppt/27 c Atas : 0,2 ppt/28 c Atas : 0,2 ppt/250c
0 0
Tengah :0,4 ppt/27 c Tengah : 0,3 ppt/28 c Tengah : 0,2 ppt/250c
Bawah :0,4 ppt/270c Bawah : 0,3 ppt/280c Bawah : 0,3 ppt/250c
2 Parameter biologi 2 Parameter biologi 2 Parameter biologi
Fitoplankton air tawar: Fitoplankton air tawar : Fitoplankton air tawar :
Oscillatoria,Stauroneis Oscillatoria,Diatom Fragillaria, Nitszchia,
Nitszchia vulgare Diatom vulgare,
Makrozoobenthos: Makrozoobenthos : Oscillatoria, Spirullina,
Capitellidae Capitellidae Coelosphaerium
Flora : Pohon waru dan Flora : Tanaman darat Makrozoobenthos :
sawah Capitellidae, Nereidae
Flora : Tanaman darat

Tabel 2 Data parameter fisik dan biologi penelitian berdasarkan posisi terjauh yang
mendapatkan pengaruh laut
Sungai Plumbon Sungai Banjir Kanal Barat Sungai Banjir Kanal Timur
0 0
Posisi : S.06 57,310’ Posisi : S.06 58,514’ Posisi : S.06057,199’
0 0
E.110 18,298’ E.110 24,081’ E.110026,421’

Penentuan Batas Daratan Pesisir Kota Semarang dengan Konsep BioGeofisik (Baskoro Rochaddi)
41
Buletin Oseanografi Marina Juli 2013. vol. 2 38 - 47

1 Parameter Fisik 1 Parameter fisik 1 Parameter fsik


Salinitas dan suhu Salinitas dan suhu Salinitas dan suhu
Atas : 6,5 ppt/270c Atas : 1,2 ppt/300c Atas : 0,3 ppt/250c
Tengah : 9,3 ppt/270c Tengah : 21,9 ppt/300c Tengah: 0,3 ppt/24,80c
Bawah : 9,3 ppt/270c Bawah : 28 ppt/300c Bawah:0,99 ppt/24,60c

2 Parameter biologi 2 Parameter biologi 2 Parameter biologi


Fitoplankton air tawar : Fitoplankton air tawar : Fitoplankton air tawar :
Oscillatoria,Stauroneis, Nitszchia, Oscillatoria Oscillatoria, Nitszchia
Eudorina, Ceratium Diatom vulgare, Fitoplankton air laut :
Fitoplankton air laut : Fragillaria Coscinodiscus,
Rhizosolenia, Fitoplankton air laut : Bacillaria
Thallassionema, Chaetocheros Makrozoobenthos
Chaetocheros Makrozoobenthos : Rhinoclavis aspera,
Makrozoobenthos : Terebralia sulcata, Pila scutata
Capitellidae Paraonidae Flora : Tanaman darat
Flora : Pohon waru dan Flora : Tanaman darat
sawah
dibawah ini. Didalam Gambar 2 tersebut
Hasil pengamatan terhadap jenis juga dimunculkan batas pesisir yang
fitoplankton laut yang masuk sampai mengacu pada sebaran fitoplankton kearah
kedarat dapat dlihat pada Gambar 2 daratan.

Gambar 2. Peta Batas Berdasarkan Parameter Fitoplankton

Gambar 3. Batas Pesisir Berdasarkan Parameter Makrozoobenthos


Hasil pengamatan terhadap jenis berdasarkan makrozoobenthos dengan
makrozoobenthos laut yang berasal dari menarik garis pada titik titik terjauh dari
laut yang ditemukan di perairan sungai laut yang ditemukan makrozoobenthos
dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini, laut yang bertoleransi ke perairan tawar.
disamping itu juga terlihat batas pesisir
Penentuan Batas Daratan Pesisir Kota Semarang dengan Konsep BioGeofisik (Baskoro Rochaddi)
42
Buletin Oseanografi Marina Juli 2013. vol. 2 38 - 47

Gambar 4 menunjukan bahwa Pembahasan


masuknya air laut pada saat pasang dapat
Penentuan batas pesisir Kota Semarang
dilihat pada gambar pada titik titik
mengacu pada batas biofisik yang meliputi
sampling yang kemudihan dibubungkan
jangkauan masuknya air laut ke sungai,
garis pada ketiga sungai tersebut.
intrusi air laut pada akuifer air tanah
Masuknya air asin kea rah darat melalui
dangkal, endapan teoristis geologi daerah
sungai pada saat pasang terjauh dapat
daratan pesisir, flora kawasan pesisir
dilihat pada Sungai Banjir Kanal Barat.
berupa mangrove dan fitoplankton, serta
fauna kawasan pesisir seperti
makrozoobenthos. Dalam penelitian
penentuan batas pesisir ini terbagi dalam
tiga daerah pengamatan yaitu Semarang
bagian barat (Sungai Plumbon), Semarang
bagian tengah (Sungai Banjir Kanal
Barat), dan Semarang bagian timur
Gambar 4. Peta Batas Pesisir Berdasarkan
Parameter Jangkauan Masuknya Air Laut di Sungai
(Sungai Banjir Kanal Timur).
Batas wilayah daratan pesisir
Semarang bagian barat berdasarkan
jangkauan masuknya air laut pada sungai
terletak pada stasiun 6 (S.06057,310’
E.110018,298’). Jangkauan masuknya air
laut pada sungai ini tergantung dari
kondisi pasang surut dan topografi sungai.
Gambar 5. Batas Pesisir Berdasarkan Intrusi Air Hal ini sesuai dengan pendapat Triatmodjo
Laut pada Akulfer Dangkal (1999) yang menyatakan bahwa jarak
Batas pasisir bila dilihat dari intrusi air masuknya air asin di sungai tergantung
laut pada akuifer dangkal dapat dilihat dari karakteristik estuari dan pasang surut.
pada Gambar 5, dimana pad agambar Dilihat dari peta topografi (Indah Karya
tersebut titik terjauh terdapat pada pesisir dan Montgomery Watson Arconin
Semarang bagian timur yang kondisi Engineering, 1999) kontur tanah di daerah
geografisnya mendatar dan sebagian Semarang bagian barat relatif lebih tinggi
lahnya dimanfatkan untuk pertanian. dibandingkan dengan daerah Semarang
bagian tengah dan Semarang bagian timur,
Hasil tumpang tindih antar peta hal ini terlihat pada topografi di stasiun 6
intrusi air laut pada akifer dangkal, intrusi berkisar 1,4 - 1,8 m dari muka air laut.
air laut pada sungai, sebaran zoobenthos Masuknya air laut di sungai selain
laut dan fitoplankton kearah perairan tawar tergantung dari keadaan topografi juga
menghasilkan peta pesisir secara biofisik tergantung dari kondisi pasang surut.
seperti yang terlihat pada Gambar6 Tinggi pasang daerah Semarang berkisar
dibawah ini. 0,3 – 1,1m. Hal ini menyebabkan air laut
tidak dapat masuk lebih jauh ke arah hulu
karena topografi sungai yang tinggi tidak
diimbangi dengan tinggi pasang . Daerah
Semarang bagian barat. terdiri dari
endapan alluvium, dimana endapan
alluvium ini merupakan material sedimen
Gambar 6. Peta Batas Pesisir Secara Biofisik dengan variasi ukuran butir dari lempung

43 Penentuan Batas Daratan Pesisir Kota Semarang dengan Konsep BioGeofisik (Baskoro Rochaddi)
Buletin Oseanografi Marina Juli 2013. vol. 2 38 - 47

hingga kerakal dan bongkah (Thaden et Rhizophora mucronata. Pada stasiun 2 dan
al., 1975) sehingga dapat mengalirkan air 3 dimana daerah sekitarnya merupakan
tanah dengan baik namun karena daerah tambak terdapat mangrove dari
perbedaan topografi yang mencolok antara jenis Bruguiera gymnorrhiza.
daratan pesisir dan lahan atas maka intrusi
Semarang bagian tengah diwakili
air laut tidak masuk terlalu jauh ke arah
pada Sungai Banjir Kanal Barat. Pada
darat. Berdasarkan penelitian
Sungai Banjir Kanal Barat nilai salinitas
Rahendrarini (2001) daerah Semarang
tawar terletak pada posisi yang sama yaitu
bagian barat yang telah terkena intrusi air
pada stasiun 5 (S.06059,232’
laut adalah daerah Tugurejo. Komposisi
E.110024,139’). Nilai salinitas permukaan
makrozoobenthos di Sungai Plumbon
pada muara sungai ini masih tergolong
pada stasiun 6 (S.06057,419’
0
payau, walaupun dalam keadaan pasang.
E.110 18,256’) terdiri dari kelas
Hal ini diduga karena lebar sungai ini
polychaeta yaitu dari famili Capitellidae.
cukup besar dan kedalamannya juga relatif
Habitat Capitellidae ini adalah daerah
dalam berkisar lebih dari 100 cm sehingga
estuaria sampai dengan daerah laut
debit aliran air tawar cukup besar. Namun
sehingga Capitellidae dapat hidup di
nilai salinitas dasar perairan cukup besar,
daerah yang fluktuasi salinitasnya tinggi
hal ini dikarenakan berat jenis air laut
(Glasby et al., 2000). Pada stasiun 5
lebih besar dibandingkan berat jenis air
makrozoobenthos yang ditemukan adalah
tawar sehingga nilai salinitas akan
organisme yang hidup pada daerah laut,
meningkat pada dasar perairan (Hutabarat
payau dan tawar. Hal ini menunjukkan
dan Evans, 1986). Hal ini juga diperkuat
bahwa daerah ini masih dipengaruhi oleh
oleh penelitian Damayanti (2002) bahwa
laut. Berdasarkan hal tersebut maka
sungai Banjir Kanal Barat termasuk dalam
diduga batas daerah daratan pesisir dari
estuaria tipe sudut A sin dimana estuaria
parameter makrozoobenthos masih lebih
ini menurut Triatmodjo (1999) merupakan
ke arah darat lagi. Batas pesisir
estuaria yang memiliki debit air tawar
berdasarkan parameter fitoplankton
besar dibandingkan dengan debit yang
terletak pada stasiun 5 (S.06057,310’
ditimbulkan oleh pasang surut. Jangkauan
E.110018,298’), karena pada stasiun 5
masuknya air laut pada sungai ini lebih ke
pada saat pasang komposisi fitoplankton
arah hulu, hal ini diduga karena topografi
terdiri dari fitoplankton air tawar dan air
sungai yang relatif landai. Topografi
laut. Sedangkan pada stasiun 6 pada saat
daerah stasiun terakhir berkisar 0,4 m dari
pasang hanya terdapat fitoplankton air
permukaan air laut (Indah Karya, PT dan
tawar yaitu Oscillatoria, Stauroneis, dan
Montgomery Watson Arconin
Nitszchia. Hal ini membuktikan bahwa
Engineering, 1999). Daerah Semarang
daerah pada stasiun 6 tidak termasuk
bagian tengah juga terdiri dari endapan
kawasan pesisir. Mangrove yang ada pada
alluvium dimana litologi daerah sekitar
sekitar Sungai Plumbon banyak yang telah
sungai ini terdiri dari pasir dan lempung
ditebangi untuk pembuatan tambak, hal ini
(Thaden et al., 1975) Daerah Semarang
sesuai dengan penelitian Susilowati dan
bagian tengah yang telah terkena intrusi
Syafrudin (1992) yang menyatakan bahwa
air laut adalah daerah Kalibanteng Kulon,
mangrove di daerah mangkang banyak
Panggung Kidul, Bulu Lor, Plombokan,
yang ditebangi untuk pembuatan tambak.
Purwosari, Dadapsari, Bugangan,
Sehingga mangrove hanya terdapat hingga
Rejosari, Tawang mas, dan Bandarharjo.
satasiun 3 (S.06057,310’ E.110018,509’).
Berdasarkan parameter makrozoobenthos
Mangrove yang ada pada stasiun 1 adalah
terlihat bahwa pada stasiun 4 ditemukan
dari jenis Avicennia marina dan
organisme yang hidup pada air payau dan

44 Penentuan Batas Daratan Pesisir Kota Semarang dengan Konsep BioGeofisik (Baskoro Rochaddi)
Buletin Oseanografi Marina Juli 2013. vol. 2 38 - 47

air laut. Hal ini menunjukkan daerah ini sehingga penggunaan sumber daya air
merupakan daerah transisi dari laut ke tanah sangat besar, dimana menurut
darat, karena ditemukan organisme air laut Soemarto (1995) bahwa eksploitasi
dan air payau. Organisme yang ditemukan sumber daya air tanah yang berlebihan
pada stasiun 5 adalah Melanoides torulosa akan menyebabkan intrusi air laut ke arah
yang termasuk famili Muricidae dimana daratan. Selain itu keadaan topografi
menurut Dharma (1988) famili ini hidup di daerah Semarang bagian timur relatif
air tawar; Nereidae dimana menurut landai sehingga intrusi air laut dapat lebih
Hutchings (1982) dan Glasby et al. (2000) jauh ke arah darat, dan daerah ini terdiri
hidup pada habitat laut hingga air tawar; dari endapan alluvium yang litologinya
dan Pila scutata yang menurut Dharma bervariasi mulai dari kerikil hingga
(1988) hidup di air tawar. Sehingga batas lempung sehingga dapat mengalirkan air
kawasan pesisir berdasarkan parameter laut lebih jauh ke arah darat.
makrozoobenthos adalah stasiun 5 Makrozoobenthos yang ditemukan pada
(S.06059,232’ E.110024,139’). stasiun 5 (S.06057,896’ E.110026,645’)
Fitoplankton yang terdapat di stasiun 5 dari sampling pertama hingga sampling
semua terdiri dari fitoplankton air tawar kelima terdiri dari kelas Polychaeta yaitu
yaitu Diatoma, Synedra, Nitszchia, dari famili Capitellidae dan Nereidae.
Oscillatoria, Melosira, Eudorina, Menurut Glasby et al. (2000) Nereidae
Fragillaria, Ceratium, Peridinium. Hal ini merupakan Polychaeta yang ditemukan di
menandakan bahwa stasiun ini bukan lingkungan air laut hingga air tawar.
merupakan kawasan pesisir. Mangrove Fitoplankton yang ditemukan pada stasiun
hanya terdapat hingga stasiun 2 5 selalu terdiri dari fitoplankton air tawar
(S.06057,662’ E.110023,981’), dimana yaitu Nitszchia, Stauroneis, Oscillatoria,
mangrove yang ada berasal dari jenis Synedra, Spirullina, Fragillaria, Diatoma,
Avicennia marina. Hal ini diduga karena Coelosphaerium, Eudorina, Navicula.
wilayah ini telah banyak dimanfaatkan Pada stasiun 4 (S.06058,514’
oleh kegiatan manusia seperti perumahan, E.110024,081’) selain terdapat
perindustrian, dan pariwisata. fitoplankton air tawar yaitu Nitszchia,
Stauroneis, Oscilltoria, Ceratium,
Berdasarkan parameter masuknya
Eudorina dan Melosira juga terdapat
air laut pada muara Sungai Banjir Kanal
fitoplankton air laut yaitu Skletonema,
Timur maka posisi yang sudah tidak
Chaetocheros, Thallssionema, Bacillaria,
dipengaruhi oleh air laut terletak pada
Eucampia, Rhizosolenia, dan
stasiun 5 (S.06057,896’ E.110026,645’).
Bacteristrum. Hal ini menunjukkan bahwa
Topografi pada daerah ini juga relatif
daerah yang masih dipengaruhi oleh laut
landai dimana dari muara sungai hingga
adalah stasiun 4. Mangrove yang ada
stasiun terakhir nilainya berkisar antara
hanya terdapat hingga stasiun 2 (S.
0,09-1,28 m dari permukaan laut.
06056,476’ E. 110026,648’). Pada stasiun 1
Berdasarkan parameter intrusi air laut
dan 2 terdapat mangrove dari jenis
pada akuifer dangkal, daerah yang telah
Avicennia Sp. Hal ini diduga karena
terkena intrusi air laut telah mencakup
wilayah ini telah dimanfaatkan untuk
daerah Gayamsari, Sawah Besar,
daerah pertambakan dan perindustrian.
Kaligawe, Muktiharjo, Tlogosari Kulon,
Tlogomulyo, Bangetayu Wetan, Daerah daratan pesisir merupakan
Sembungharjo, Gebangsari, Trimulyo, daerah yang masih mendapatkan pengaruh
Kudu, Penggaron Lor, Banjardowo, dan dari laut. Bila dilihat dari parameter
Terboyo Wetan. Hal ini dikarenakan pada biologi dan fisik yang duraikan diatas
daerah ini banyak kawasan industri maka batas pesisir untuk Semarang

45 Penentuan Batas Daratan Pesisir Kota Semarang dengan Konsep BioGeofisik (Baskoro Rochaddi)
Buletin Oseanografi Marina Juli 2013. vol. 2 38 - 47

bagian barat berkisar antara 2.4 – 2.9 Km membiayai penelitian ini melalui anggaran
dari garis pantai, Semarang bagian tengah DIK dan beebrapa pihak yang membantu
berkisar antara 1.8 – 4.7 Km dari garis jalannya peneltian.
pantai dan Semarang bagian timur berkisar
antara 3.2 – 6.5 Km dari garis pantai.
Daftar Pustaka
Batas daratan pesisir untuk Semarang
bagian timur lebih jauh dari garis pantai, Bengen,D.G. 2002. Konsep Pengelolaan
hal ini dikarenakan pengaruh intrusi air Wilayah Pesisir Secara Terpadu
laut pada akuifer dangkal pada daerah ini dan Berkelanjutan. Pelatihan
sudah cukup jauh sedangkan batas pesisir Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
pada daerah Semarang bagian barat lebih Pesisir dan Lautan. Kerjasama
mendekati garis pantai, hal ini dikarenakan antara Proyek Pesisir PKSPL IPB
topografi daerah ini terlalu mencolok dan FPK Undip. FPIK, Undip,
antara daratan pesisir dengan lahan atas. Semarang. (Tidak
Berdasarkan pendapat Nugroho dan Dipublikasikan). 18 hlm.
Suprapto (1998) untuk dataran alluvium Clark, J. 1977. Coastal Ecosystem
terdapat pada daerah Panggung, Management. A technical Manual
Tambakharjo, Tugurejo, Randugarut dan for The Conservation of Coastal
Mangkang dengan elevasi berkisar antara Zone Resources. John Wiley and
1m – 5m, untuk satuan perbukitan Sons, New York. 928 p.
bergelombang menyebar di wilayah Dahuri, R., Ginting, S., Rais, J. dan Sitepu,
Simongan, Manyaran dan Bringin yang M.J. 1996. Pengelolaan Sumber
mempunyai elevasi berkisar 25m – 150m Daya Wilayah Pesisir dan Lautan
dari permukaan laut. Hal ini menyebabkan Secara Terpadu. PT Pradnya
pengaruh laut ke daerah ini tidak dapat Paramita, Jakarta. 305 hlm.
jauh ke arah darat. Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang
Indonesia (Indonesian Shells). PT
Batas pesisir secara biofisik ini
Sarana Graha, Jakarta. 111 hlm.
dapat berubah berdasarkan keadaan musim
French, P.W. 1997. Coastal and Estuarine
(Dahuri et al., 1996). Karena parameter
Management. Routledge, London.
fisik dan parameter biologi ini sangat
251 p.
dipengaruhi oleh kondisi alam sekitarnya.
Glasby, C.J., Hutchings, P.A., Fauchald,
Penelitian ini dilakukan pada musim
K., Paxton, H., Rause, G.W.,
kemarau sehingga dapat diketahui batas
Russel, C.W. and Wilson, R.S.
maksimal pengaruh laut ke daratan.
2000. Polychaetes and Allies The
Kesimpulan Southern Syntetis. Commonwealth
Batas daratan pesisir Kota Semarang of Australia. Publishing Australia.
secara biofisik untuk Semarang bagian 465 p.
barat adalah berkisar antara 2.4 – 2.9 Km Hutabarat, S dan Evans, S.M. 1986.
dari garis pantai, Semarang bagian tengah Pengantar Oseanografi. UI Press,
berkisar antara 1.8 – 4.7 Km dari garis Jakarta. 159 hlm.
pantai, dan untuk Semarang bagian timur Hutchings, P. 1982. An Illustrated Guide
berkisar antara 3.2 – 7.4 Km dari garis to The Estuarine Polychaete
pantai Worms of New South Wales. The
Australian Museum, Sydney,
Ucapan Terimakasih Australia. 160 p.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan Indah Karya (Persero), PT dan
kepada Universitas Diponegoro yang telah Montgomery Watson Arconin

46 Penentuan Batas Daratan Pesisir Kota Semarang dengan Konsep BioGeofisik (Baskoro Rochaddi)
Buletin Oseanografi Marina Juli 2013. vol. 2 38 - 47

Engineering MP. 1999. Semarang


Urban Master Plan 1999-2000,
Peta Topografi. Pemerintah Kota
Semarang Departermen
Pekerjaan Umum. (Tidak
Diplukasikan).
Nugroho, H. dan Suprapto, D.J. 1998.
Alternatif Pengendalian Banjir
dengan Sumur Injeksi. Seminar
Kebumian. (Tidak Diplukasikan).
9 hlm.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu
Pendekatan Ekologis, Edisi
Terjemahan. Gramedia, Jakarta.
459 hlm.
Organisation for Economic Co-Operation
and Development. 1993. Coastal
Zone Management, Integrated
Policies. OECD, Paris. 126 p.
Rahendrarini, R.A. 2001. Pemetaan
Daerah Air Tanah Terintrusi Air
Laut pada Akuifer Air Dangkal di
Semarang. Jurusan Ilmu
Kelautan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Universitas
Diponegoro. Semarang. (Laporan
Praktek Kerja Lapangan). (Tidak
Dipublikasikan). 33 hlm.
Soemarto, C.D. 1995. Hidrologi Teknik
Edisi Kedua. Penerbit Erlangga,
Jakarta. 515 hlm.
Susilowati, Indah dan Syafruddin B.S.
1992. Perubahan Lingkungan dan
Pengaruhnya di Kawasan Pantura
Jawa Tengah (Studi Kasus di
Kecamatan Tugu Kodya
Semarang). Lemlit Undip.
Semarang. (Tidak
Dipublikasikan). 53 hlm.
Thaden, R.E., Richards, P.W dan
Sumadirdja, H. 1975. Peta
Geologi Lembar Magelang dan
Semarang. Departermen
Pertambangan RI.
Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta
Offset, Yogyakarta. 397 hlm.

47 Penentuan Batas Daratan Pesisir Kota Semarang dengan Konsep BioGeofisik (Baskoro Rochaddi)

Anda mungkin juga menyukai