Anda di halaman 1dari 10

Nama : Marcel Saputra

NIM : 1901483830
Kelas : LA44

MENGAMPUNI DALAM KERENDAHAN HATI

A. Makna Memberi Maaf Atau Pengampunan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengampunan berasal dari kata dasar
“ampun” yang berarti pembebasan dr tuntutan krn melakukan kesalahan atau kekeliruan;
maaf.
1. Terciptanya kedamaian
Untuk sanggup memaafkan sangat diperlukan kerendahan hati. Bagi orang
yang dimaafkan, lebih-lebih bila dia sungguh merindukan hal itu, akan
mendatangkan kedamaian yang sangat mendalam. Bagi orang yang memaafkan,
terutama karena dorongan iman dan kerendahan hati, akan mendatangkan
kelegaan dan kebahagiaan yang tidak kalah mendalam dengan orang yang
dimaafkan. Bila terjadi maaf-memaafkan di antara orang-orang dalam satu
kelompok, dalam satu lingkungan atau masyarakat, jelas akan terciptalah
kedamaian, kerukunan dan kehangatan hubungan antara satu sama lain.
Selain itu, kerendahan hati yang terlatih dengan baik akan membuat orang
tidak segera lupa diri ketika sedang mengalami kemunjuran, dan sebaliknya, tidak
lantas putus asa ketika mengalami kondisi buruk. Kerendahan hati yang dihayati
akan membuat kita menjadi semakin kaya dalam anugerah rohani yang mampu
memancarkan pengaruh yang baik (menjadi terang dan garam dunia) dengan
melakukan kebajikan-kebajikan lain.
2. Sebuah tanda kemenangan
Kemampuan untuk rendah hati dan mengampuni bukanlah suatu kekalahan,
ketakutan, ketidakmampuan dalam kehidupan ini. Sebaliknya hanya orang yang
mengerti arti sebuah kemenangan yang mampu menghayati kerendahan hati dan
mampu mengampuni dengan tulus. Orang yang berhasil menghayati kerendahan
hati dan mengampuni sesama dengan hati tulus, adalah sebuah tanda kemenangan
atas kejahatan, sekaligus keunggulan hidup yang dimiliki seseorang.
3. Memperlihatkan kebesaran jiwa
Orang yang mau mengalah, tidak menonjolkan diri, mendahulukan orang
lain seringkali dipandang sebagai pertanda kekerdilan jiwa, pembawaan seorang
penakut, pengecut. Namun hanya dengan kebesaran jiwa kita dapat menghayati
sikap-sikap itu. Orang yang tidak berjiwa besar cenderung akan bersikap tinggi
hati, sombong dan tidak mengenal ampun. Semakin seseorang memiliki
kebesaran jiwa, semakin dia menjadi orang yang rendah hati dan mau
mengampuni.
4. Mengungkapkan kematangan pribadi
Kematangan pribadi ditunjukan dengan kemampuan seseorang untuk
konsisten bersikap rendah hati dan mau mengampuni. Bagaimanapun kondisi
sosial, ekonomi, kedudukan di masyarakat dan sebagainya, sikapnya tidak
ditentukan oleh keadaan di luar dirinya. Dia tetap muncul sebagai seorang yang
rendah hati, tidak pendendam, tidak menyimpan kesalahan orang lain, tetap
menghendaki yang terbaik bagi sesamanya. Sikapnya yang kokoh dan konsisten
seperti itu, membuatnya menjadi seorang yang terpandang di mata teman-teman
dan orang lain sekitarnya.
5. Memperlihatkan kedewasaan iman
Salah satu tanda kedewasaan iman adalah seseorang memiliki pribadi yang
rendah hati dan kesiapsediaan untuk mengampuni sesame. Iman yang sudah
sedemikian merusak dalam jiwa, telah mengubah pendirian dan menjadikan
seseorang berani menanggung konsekuensi-konsekuensi yang terjadi akibat
penghayatan keutamaan-keutamaan yang didorong oleh imannya. Kedewasaan
iman juga ditunjukan seseorang apabila ia mampu mengalahkan kecenderungan-
kecenderungan rendah insaninya dalam menghadapi berbagai situasi yang
dihadapinya. Dia mampu melakukan tindakan bernafaskan iman walau tidak
mendapat penghargaan dan penilaian baik dari siapapun.

B. Mengampuni Harus Dengan Kerendahan Hati


Tidak ada alasan bagi manusia untuk menyombongkan dirinya. Di hadapan Tuhan
kita semua sama, yang hanya mengandalkan dan bergantung padaNya. Maka dari itu
manusia perlu berlaku rendah hati, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan sesama.
Di mata Tuhan kita manusia berdosa, tetapi karena Tuhan sangat baik kepada kita, maka
kita diselamatkan olehNya. Maka dari itu sebagai orang beriman, kita harus saling
memaafkan dan mengampuni satu sama lain, karena Tuhan sendiri terus menerus mau
mengampuni kita.
Ayat-ayat Firman Tuhan mengajarkan kita untuk mau mengampuni sesama yang
bersalah kepada kita. Itu semua kita terima dalam iman, sebagai yang berlaku mengikat
bagi kita. Namun kenyataanya, mengampuni orang yang menyakiti hati kita sangat sulit
diwujudkan. Dibutuhkan kerendahan hati dan kebesaran jiwa untuk bisa mengalahkan
perasaan kita dan bersedia mengampuni dengan tulus. Sikap rendah hati adalah suatu
sikap yang hanya mengandalkan Allah dalam hidupnya dan tidak mengandalkan
kekuatan diri sendiri. Rendah hati juga berarti tidak menganggap dirinya lebih berharga
dan lebih tinggi dari manusia lainnya, karena sadar bahwa kita sama-sama bisa hidup dan
bergerak hanya karena kebaikan Tuhan saja. Kesadaran seperti ini akan membantu kita
menyingkirkan kesombongan dalam hati kita. Sebaliknya muncullah sikap mau saling
menolong dan menerima satu sama lain sebagai saudara.
1. Berat namun tetap merupakan kewajiban
Tentu sulit mengampuni atau berbaikan dengan orang lain yang
menyakiti hati kita, banyak dari kita gagal melaksanakan perintah untuk saling
mengampuni. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa kita bertindak hanya
atas dasar kemauan dan kehendak manusiawi kita sendiri, yang dikuasai oleh
gengsi, ketinggian hati, kesombongan, takut dianggap penakut, harga diri yang
terlalu tinggi, suka menyimpan kesalahan, ingin balas dendam, dan
sebagainya. Tantangan lainnya adalah ketika maaf yang kita berikan dengan
tulus hati tidak diterima dengan senang hati atau disalahgunakan oleh orang
lain. Untuk hal ini dapat dikatakan bahwa kesediaan kita untuk memaafkan
tidak ditentukan oleh bagaimana sikap orang yang mau kita maafkan itu,
menerima atau tidak. Kesediaan memberi maaf tidak hanya sebatas hubungan
kita dengan orang lain tetapi menyangkut penghayatan iman. Dan itu berarti
Tuhan terlibat didalamnya.
Contoh mengampuni sesama dapat kita pelajari dari tokoh Nelson
Mandela, walaupun ia di penjara 25 tahun dan tidak bersalah, ia tidak menaruh
dendam dan mau mengampuni dengan tulus ikhlas, serta menciptakan
perdamaian antar sesama manusia. Mandela berhasil mewujudkan
keinginannya tentu didorong oleh imannya.
2. Dasar bagi kerendahan hati
Manusia hidup karena Tuhan memberinya kehidupan. Lepas dari Tuhan,
manusia akan binasa. Orang beriman percaya bahwa Tuhan adalah sumber
hidupnya. Semua yang dimilikinya adalah pemberian dari kemurahan Tuhan.
Semua usaha kita sia-sia jika Tuhan tidak menghendakinya. Karena kita
manusia lemah yang bergantung pada Tuhan sudah seharusnya kita berlaku
rendah hati dalam kehidupan ini. Kita juga bebas dari hukuman dosa karena
belas kasihan dan pengampunan Tuhan, yang selalu bersedia menerima tobat
kita dihadapanNya. Kita tidak bisa menyelamatkan dan menentukan nasib
akhir kita, bahkan kita tidak bisa menambah sejengkal pun dari perjalanan
hidup kita di dunia hanya dari kehendak diri sendiri. Keadaan hidup bisa
berubah jika Tuhan memang menghendakinya demikian. Sebagai orang
beriman kita percaya semua kehidupan kita berada di tangan Tuhan.
Alasan lain kenapa kita harus rendah hati dan mau mengampuni adalah
kenyataan bahwa di dalam lubuk hati kita yang terdalam tertanam keinginan
dan kerinduan kuat untuk mau mengampuni. Hal tersebut sebaiknya
mendorong kita untuk mau memaafkan dan mengampuni dengan tulus. Hal
lain yang menjadi alasan kita untuk mau mengampuni adalah pengalaman
yang dirasakan, yang tidak bisa dibayar dengan uang, ketika kita berhasil
mengampuni seseorang yang bersalah kepada kita. Semakin tulus kita
memaafkan, semakin dalamlah pengalaman rohani yang kita nikmati.
3. Menghayati dan mengembangkan kerendahan hati
Dalam kaitannya dengan saling mengampuni, kerendahan hati dituntut
baik bagi yang mau memaafkan maupun bagi yang minta maaf. Kemampuan
kita untuk melakukan yang satu akan membantu kita untuk mampu melakukan
yang lain. Ketidakengganan kita untuk minta maaf biasanya juga
memperlihatkan sikap dasar kita yang dengan mudah mau memaafkan orang
yang bersalah kepada kita. Sebaliknya, kesiapsediaan hati untuk memaafkan,
memperlihatkan bahwa kita tidak segan-segan minta maaf ketika kita
melakukan kesalahan. Tidak jarang pengalaman diampuni mendorong
seseorang untuk melakukan hal yang sama. Dan pengalaman mengampuni
akan membuatnya tidak mau kehilangan anugerah rohani yang dia peroleh dari
keberhasilan itu.Ungkapan “mohon maaf lahir batin” tidak hanya memonopoli
hari Idul Fitri, Natal, Waisak, Nyepi atau hari-hari besar keagamaan lainnya.
Memaafkan adalah bagian dari romantisme kebersamaan kita yang harus kita
hayati dalam hidup sehari-hari, sebagai orang beriman.

Wujud pemberian maaf dan ampun, pertama dapat dimulai dari hati. Kita
memaafkan seseorang ketika hati kita tidak menyimpan kesalahan orang lain dan tidak
menaruh dendam, kebencian terhadapnya. Kita telah memaafkan seseorang yang
bersalah kepada kita dalam hati tetap menginginkan yang terbaik bagi orang tersebut.
Pemberian maaf yang terjadi dalam hati, bukan hanya ketika orang bersalah itu minta
maaf, tetapi sebelum dia minta maaf pun sebaiknya kita sudah mengampuni. Kedua
menunjukan sikap dan perilaku kebaikan, walaupun orang bersalah kepada kita masih
belum meminta maaf kepada kita, kita harus tetap memperlihatkan di berbagai
kesempatan, bahwa kita sebenarnya telah memaafkan dia, seperti sikap tidak
menjauhinya, mau bergaul dengan dia, serta menolong dia ketika dia membutuhkan.
Diharapkan pada akhirnya dia memahami dan mengalami bahwa kita memang sudah
memaafkannya. Ketiga menyatakan dengan kata-kata, tujuan dari tahap ini tidak lain
untuk menjernihkan segala keraguan yang masih tersisa dalam hati, baik di hati orang
bersalah maupun di hati orang yang memaafkan. Dengan pernyataan terbuka baik
permintaan maaf maupun pemberian maaf, keragu-raguan di dalam hati seseorang dapat
diselesaikan. Diharapkan keterbukaan ini dapat benar-benar menciptakan suasana baru
diantara kedua belah pihak.

C. Konsep Pengampunan Dalam Agama Kristen


Kita ketahui Tuhan Maha Pengampun, hal ini menumbuhkan semangat dalam
hidup manusia, sekali pun kita telah berdosa, tetapi ada kemungkinan untuk diampuni,
diselamatkan, dan bahagia. Pengampunan merupakan sebuat tanda cinta kasih Tuhan
kepada manusia. Kita sebagai umat beragama mengakui bahwa hanya dengan bertobat
maka pengampunan Tuhan akan efektif bagi kita, karena tanpa tobat, kita tida berubah
dan tetap tinggal dalam suasana keberdosaan. Sedangkan semangat untuk mengampuni
dikobarkan oleh situasi kita yang sudah mengalami pengampunan, yang juga merupakan
buah dari pertobatan kita. Keharusan untuk mengampuni juga didesak oleh ajaran dan
perintah Tuhan yang telah disampaikan kepada kita melalui murid-muridNya maupun
melalui FirmanNya dalam Alkitab.
1. Tuhan mengampuni umatNya
Kesediaan Tuhan mengampuni umat-Nya merupakan wujud dari cinta
kasihNya yang maha besar bagi manusia. Dalam Alkitab terdapat ayat yang
memperlihatkan betapa Tuhan senantiasa mau mengampuni dosa-dosa umatNya.
Nabi Yesaya pernah menegaskan bagaimana Tuhan membersihkan manusia dari
dosa-dosaNya : “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan jadi putih seperti
salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti
bulu domba” (Yes. 1:18). Nabi Daniel juga mengungkapkan adanya
pengampunan dari Tuhan : “Pada Tuhan ada pengampunan, walaupun kami telah
memberontak terhadap Dia” (Dan. 9:9). Bagi umat Kristen gambaran tentang
kemurahan Allah mengampuni digambarkan melalui cerita “Anak yang hilang”,
cerita tentang seorang anak yang sudah meningalkan rumah orang tuanya,
melakukan berbagai kejahatan dan dosa. Ketika dia kembali ke rumah orang
tuanya, dia diterima oleh bapanya dengan sukacita yang amat besar (Luk. 15:11-
32). Lebih dalam lagi, umat Kristiani percaya bahwa tindakan Allah mengutus
putraNya yang tunggal, Yesus ke dunia, dan pengorbanan Yesus dengan
menderita, wafat, dan dimakamkan, merupakan tindakan kasih yang tak terhingga
besarnya dari Tuhan. Pengorbanan Allah yang terwujud dalam diri Yesus,
khusunya dengan kematianNya di kayu salib, merupakan tindakan penebusan dan
pengampunan bagi manusia. Yesus juga menyatakan dalam Matius 26:28: “sebab
inilah darah-Kum darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk
pengampunan dosa”. Satu penegasan dari rasul Paulus yang dinyatakan dalam
suratnya kepada jemaat Kolose :”Di dalam Dia (Yesus) kita memiliki penebusan
kita, yaitu pengampunan Dosa” (Kol. 1:14). Berhubung Yesus adalah Allah
sendiri, maka Yesus pun memiliki kehendak dan kemampuan untuk mengampuni
dosa. Yesus buktikan ketika Dia menyembuhkan penyakit seorang lumpuh yang
dibawah kepadaNya untuk disembuhkan. Untuk menanggapi pikiran orang Farisi
yang dalam hati mereka berpikir bahwa Yesus menghujat Allah dengan
mengatakan bahwa Dia dapat mengampuni dosa, Yesus mengatakan :”Tetapi
supaya kamu tahu bahwa di dunia ini Anak Manusia (Yesus) berkuasa
mengampuni dosa, lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu, ‘Bangunlah,
angkatlah tempat tidurmu, dan pulanglah ke rumahmu!’ Dan, orang itu pun
bangun lalu pulang.” (Mat. 9:6; Mrk. 2:10; Luk. 5:24).
2. Perlu Pertobatan
Pengampunan dari Tuhan kepada manusia menghendaki bahwa manusia
juga harus bertobat. Pengampunan dari Tuhan tidak akan sampai kepada manusia
apabila manusia sendiri tidak membuka hati menerimanya. Pertobatan merujuk
pada pertobatan radikal dalam diri manusia, yaitu dalam cara berpikir, bersikap
dan bertindak. Pertobatan terjadi jika kesadaran dan penyesalan akan dosa diikuti
dengan perubahan cara berpikir, sikap hati, dengan membalikkan arah hidup ke
jalan yang benar, yang tampak dalam tindakan nyata buah-buah pertobatan. Jadi
pertobatan merupakan perubahan sikap dan orientasi hidup dari membelakangi
Tuhan dengan segala perintahNya, kembali mengarahkan hidup kepadaNya.
Dalam agama Kristen, pertobatan harus ada agar bisa memperoleh
pengampunan. Yohanens pembaptis menyerukan kepada pendengarnya:
“bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis, dan Allah akan mengampuni dosamu”
(Mrk. 1:4; Luk. 3:3). Ketika Yesus datang ke Galilea dan memberitakan Injil, Dia
mengaitkan penerimaan Injil dengan pertobatan: “Waktunya telah genap,
Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” (Mrk.
1:15). Pada kesempatan lain Yesus mengungkapkan bahwa ada sukacita besar di
surge karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena
Sembilan Puluh Sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan. (Luk.
15:3) Yesus juga tidak ragu-ragu menyatakan kebinasaan orang yang tidak
bertobat. Ketika orang-orang datang kepadaNya membawa kabar tentang ornag-
orang Galilea yang darah mereka dicampur oleh Pilatur dengan darah korban
yang mereka persembahkan, Yesus katakan pada mereka: “Jikalau kamu tidak
bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian” (Luk. 13:3). Tetapi
perkataan Yesus lebih keras terlontar ketika Dia mengecam beberapa kota (orang-
orangnya) karena tidak bertobat walau mukjizat Tuhan terjadi di tengah-tengah
mereka. Yesus tegaskan bahwa mereka akan diturunkan sampai ke dunia orang
mati, dan pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan
daripada tanggungan mereka (bdk. Mat. 11:20-24).
3. Perintah untuk mengampuni
Sebagaimana Tuhan mau mengampuni umatNya, demikian juga Dia mau
agar umatNya saling mengampuni. Yesus juga telah memberi teladan dan
memberi ajaran dalam hal pengampunan. Yesus sendiri tidak membalas ketika
Dia dianiaya oleh para pembunuhNya. Ketika Dia ditangkap untuk diadili, salah
seorang yang menyertaiNya menghunuskan pedangnya ke telinga hamba imam
besar, salah seorang penangkapNya, hingga putus, Yesus berkata : “Masukan
pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barang siapa menggunakan
pedang, akan binasa oleh pedang” (Mat. 26:52). Yesus sendiri mohon
pengampunan bagi para pembunuhNya ketika dia berdoa di atas salib: “Ya Tuhan
ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk.
23:34). Kata mengampuni mempunyai makna yang lebih dalam, yaitu
melupakan, menerima dengan tulus segala kesalahan orang lain dan tidak
mengingatnya kembali.
Dalam perumpamaan tentang pengampunan, ketika Petrus bertanya kepada
Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia
berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?”. Yesus berkata kepadanya:
“Bukan, Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai
tujuh puluh kali tujuh kali” (Mat. 18:21). Dalam berbagai penafsiran, ungkapan
Yesus ini diartikan sebagai ‘tak henti-hentinya kita harus mengampuni’. setiap
kali ada orang yang berbuat salah kepada kita, sudah seharusnya kita memberikan
pengampunan dan tidak menyimpannya dimana pada akhirnya akan timbul
menjadi dendam. Menyimpan kesalahan orang lain merupakan akar pahit dalam
hati kita, akan menjadi penyakit, ketidak nyamanan, keirian dan kebencian
terhadap orang tersebut. Apabila kita berbuat salah kepada siapapun segeralah
meminta maaf, jangan sampai kita tunda sampai matahari terbit kembali esok
hari.
Dalam berbagai wejanganNya Yesus mengajak umatNya untuk saling
mengampuni: “Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan
dihakimi. Dan, janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan
dihukum. Ampunilah dan kamu akan diampuni” (Luk. 6:37). Rasul Paulus, dalam
suratnya kepada umat di Efesus, mengatakan: “Tetapi hendaklah kamu ramah
seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesrah dan saling mengampuni,
sebagaimana Allah dalam Kristus telah mengampuni kamu” (Ef. 4:32). Dan,
dalam “Doa Bapa Kami” diungkapkan satu pernyataan bahwa kita juga mau
mengampuni sesama yang bersalah kepada kita: “…ampunilah kesalahan kami
seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami” (Mat. 6:9-13).
Dengan disemangati oleh pengampunan dari Tuhan, kita pun tergerak untuk mau
mengampuni sesama yang bersalah kepada kita, secara tulus. Dapat dikatakan
bahwa kesediaan kita untuk mengampuni merupakan suatu tanda syukur kita
kepada Tuhan, yang begitu baik terhadap kita, khususnya dengan mengampuni
kesalahan dan dosa-dosa kita.

Marilah kita belajar mengampuni kepada semua orang yang melakukan kesalahan
kepada kita dan meminta maaf segera apabila kita melakukan kesalahan, dengan
melakukan hal antara lain :
1. Melepaskan hak untuk menuntut balas
Anda harus memulai dengan melepaskan orang yang telah melukai
Anda dari tuntutan kemarahan . Ini tidak adil, begitukah menurut anda benar.
Pengampunan bukanlah hal yang adil. Sungguh tidak adil ketika Allah
mengampuni dosa-dosa kita, dan juga tidak adil ketika Anda harus
mengampuni orang lain. Allah tidak memberi kita hal yang layak kita terima.
Dia memberi kita hal yang sangat kita butuhkan. Alkitab berkata bahwa
Allah itu adil. Suatu hari nanti, Dia akan menuntaskan semua persoalan.
Untuk sementara ini, biarlah Allah memenuhi hati kita dengan damai
sejahtera dan kasih karunia.
Alkitab berkata di dalam Roma 12:19, "Janganlah kamu sendiri
menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada
tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut
pembalasan." Langkah pertama dalam memaafkan adalah tidak mengambil
tindakan penegakan keadilan secara pribadi. Biarlah Allah yang akan
menjadi Hakim yang tidak memihak.
2. Pusatkan kembali perhatian pada rencana Allah bagi hidup Kita
Kita hanya bisa memusatkan perhatian ke arah masa depan atau masa
lalu - tidak bisa ke dua-duanya. Pusatkanlah perhatian pada hal-hal yang
ingin Allah kerjakan di dalam hidup kita. Selama Kita memusatkan perhatian
pada orang yang melukai kita, maka merekalah yang sedang mengendalikan
kita. Kita tentu tidak ingin orang-orang yang dulu pernah melukai kita
mengendalikan hidup kita di masa kini. kita tentunya ingin agar Allah yang
mengendalikan hidup kita.
Sebenarnya, jika Anda tidak membebaskan orang yang melukai Anda,
maka Anda akan menjadi semakin mirip dengan dia. Anda akan menjadi
mirip dengan apa yang menjadi fokus perhatian Anda. Jika Anda
memusatkan perhatian pada rasa sakit, maka Anda akan mengarah ke sana.
Jika Anda berfokus pada tujuan hidup, maka Anda akan maju.
Alkitab memberitahu kita di dalam kitab Ayub 11:13-16, "Jikalau
engkau ini menyediakan hatimu, dan menadahkan tanganmu kepada-Nya;
jikalau engkau menjauhkan kejahatan dalam tanganmu, dan tidak
membiarkan kecurangan ada dalam kemahmu, maka sesungguhnya, engkau
dapat mengangkat mukamu tanpa cela, dan engkau akan berdiri teguh dan
tidak akan takut, bahkan engkau akan melupakan kesusahanmu, hanya
teringat kepadanya seperti kepada air yang telah mengalir lalu."
Luruskan hati Anda. Artinya, lakukanlah hal yang benar. Maafkan
orang itu. Lepaskan dia dari tuntutan sakit hati. Memohon kepada Allah.
Mintalah Yesus Kristus untuk turut campur dan memenuhi hati kita dengan
kasih-Nya.
Hadapi lagi dunia ini. Jangan menarik diri. Jangan mengurung diri kita.
Kita tidak bisa mengasihi tanpa menanggung resiko dilukai. Dan hidup tanpa
mengasihi jelas-jelas bertentangan dengan rencana Allah bagi hidup kita.
3. Tanggapilah kejahatan dengan kebaikan
Paulus memberitahu kita di dalam Roma 12:21, "Janganlah kamu kalah
terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!." Ada
begitu banyak kejahatan di dunia ini. Anda tidak akan bisa mengatasi
kejahatan dengan cara mengecamnya. Anda hanya bisa mengatasi kejahatan
dengan kebaikan.
Memaafkan kesalahan orang lain dan menerimanya kembali adalah dua
hal yang tidak dapat dipisahkan. Pengampunan yang sejati mengandung
penerimaan yang total; penrimaan yang sejati mengandung pengampunan
yang sepenuhnya. Pengampunan tanpa penerimaan kembali sebenarnya
bukanlah pengampunan.

Referensi :
 http://alkitab.sabda.org/lexicon.php?word=pengampunan
 http://sinaran-kasih.blogspot.co.id/2011/11/memaafkan-atau-mengampuni.html
 Buku Character Building : Agama

Anda mungkin juga menyukai