Anda di halaman 1dari 2

A.

Definisi
Asma adalah gangguan pada bronkus dan trakhea yang memiliki reaksi berlebihan
terhadap stimulus tertentu dan bersifat reversibel (Padila, 2015). Definisi asma juga disebutkan
oleh Reeves dalam buku Padila yang menyatakan bahwa asma adalah obstruksi pada bronkus
yang mengalami inflamasi dan memiliki respon yang sensitif serta bersifat reversible.
Asma merupakan penyakit kronis yang mengganggu jalan napas akibat adanya inflamasi
dan pembengkakan dinding dalam saluran napas sehingga menjadi sangat sensitif terhadap
masuknya benda asing yang menimbulkan reaksi berlebihan.
Akibatnya saluran nafas menyempit dan jumlah udara yang masuk dalam paru-paru
berkurang. Hal ini menyebabkan timbulnya napas berbunyi (wheezing), batuk-batuk, dada sesak,
dan gangguan bernapas terutama pada malam hari dan dini hari (Soedarto. 2012).

B. Epidemiologi

Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang secara umum sering ditemui di seluruh
dunia. Prevalensi asma telah dilaporkan sampai 40% di beberapa daerah di Inggris, Australia,
Selandia Baru, dan Irlandia, sedangkan di negara-negara yang lainnya seperti Indonesia, China,
India, dan Ethiopia dengan prevalensi yang lebih rendah 4% (Chung and Adcock, 2012).

Prevalensi asma di Amerika Serikat sekitar 22 juta orangyang merupakan salah satu
penyakit kronis yang paling umum dari masa kanak-kanak, yang mempengaruhi lebih dari 6 juta
anak. Data menunjukan pasien dengan asma yang membutuhkan rawat inap lebih dari 497.000
setiap tahunnya (Bosse et al., 2009). Peningkatan prevalensi asma bronkial di Indonesia seiring
dengan bertambahnya usia, dimana umur kurang dari 1 th sebesar 1,1%, umur lebih dari 75
tahun prevalensinya sebesar 12,4%, dan prevalensi asma bronkial tertinggi pada umur 25-34
tahun sebesar 5,7 %. Pada rawat inap berdasarkan umur 45–64 tahun sebesar 25,66% dan
terendah pada umur 0-6 th sebesar 0,10%. Sedangkan prevalensi rawat jalan berdasarkan umur
tertinggi 25-44 tahun sebesar 24,05% dan terendah umur 0-6 tahun sebesar 0,13% (RISKESDAS,
2013).

Peningkatan kejadian asma disebabkan oleh adanya atopi, peningkatan serum


imunoglobulin E (IgE), paparan asap rokok pasif. Peningkatan prevalensi asma dapat disebabkan
oleh perubahan lingkungan indoor atau outdoor dan dapat melibatkan aeroallergen terutama
tungau debu rumah. Peningkatan prevalensi alergi dan asma bisa disebabkan oleh aksi sinergis
polusi udara atau tembakau merokok dengan sensitisasi alergi (Chung and Adcock, 2012).

Woolcock dan Konthen (1990) di Bali mendapatkan prevalensi asma dengan


hiperreaktivitas bronkus 2,4% dan hiperreaktivitas bronkus serta gangguan faal paru adalah
0,7%. Salah satu kemungkinan adalah bahwa perubahan pola infeksi dapat mempengaruhi
perkembangan atopi melalui perubahan respon sel-T spesifik mendukung produksi sitokin dari 2
jenis T-helper limfosit (Th2) seperti IL-4 dan IL-5, dengan penurunan sitokin Th1, seperti IFN-γ.

Selain prevalensi, tingkat keparahan asma tampaknya juga meningkat dengan adanya
peningkatan jumlah kunjungan ke rumah sakit untuk asma dan dalam penggunaan obat asma,
seperti β-agonis dan steroid inhalasi (PDPI, 2006). Angka kematian secara umum masih rendah.
Beberapa alasan mendasari angka kematian asma adalah meningkatnya tingkat keparahan,
sehingga menambah jumlah pasien pada risiko kematian, kegagalan untuk menggunakan obat
yang sesuai, karena profesional perawatan kesehatan tidak mengevaluasi keparahan penyakit,
kurangnya akses ke perawatan medis dan penyebab iatrogenik (Chung and Adcock, 2012).

Anda mungkin juga menyukai