Laporan Kerja Praktek Dep Produksi Ib 1b Amoniak Urea PT Petrokimia Gresik PDF Free
Laporan Kerja Praktek Dep Produksi Ib 1b Amoniak Urea PT Petrokimia Gresik PDF Free
Disusun Oleh:
Dosen Pembimbing:
Ir. Sofiyah, M.T.
DEPARTEMEN PRODUKSI I B
Studi Kasus Penyumbatan Cartridge Filter pada Sistem Reverse Osmosis Unit
Bagging and Supporting Departemen Produksi IB
Disusun oleh:
(15/385720/TK/44102)
ii
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat meneyelesaikan Kerja
Praktek di PT. Petrokimia Gresik periode 2 Januari 2019 - 31 Januari 2019 yang
merupakan salah satu persyaratan menyelesaikan perkuliahan di Departemen
Teknik Kimia UGM.
1) Bapak Ir. Moh. Fahrurrozi, M.Sc., Ph.D., selaku Ketua Departemen Teknik
Kimia UGM.
2) Ibu Ir. Sofiyah., M.T selaku dosen pembimbing Kerja Praktek.
3) Bapak Djatmiko Prijambodo selaku pembimbing lapangan dan Kepala
Bagian Bagging dan Supporting Departemen Produksi IB yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama menjalani Kerja Praktek.
4) Pak Ade, Pak Faisal dan seluruh staf Bagging dan Supporting yang telah
membantu dalam pelaksanaan Kerja Praktek dalam memperoleh data-data
lapangan.
5) Teman-teman KP di Departemen Produksi IB periode Januari-Februari 2019
6) Orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan dalam bentuk materi
maupun doa untuk kelancaran penyusun dalam melaksanakan Kerja Praktek.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan.................................................................................................. ii
Daftar Isi................................................................................................................... v
Intisari...................................................................................................................... ix
Abstract .................................................................................................................... x
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
Gambar 7.1. Skema Fenomena Osmosis (a) dan Reverse Osmosis (b) .................. 77
Gambar L-2. Mencari pHc dari Hubungan pH, Alkalinitas, dan CO 2 ..................... 96
Gambar L-3. Mencari pCc, pAlk, dan “C” dari Grafik LSI..................................... 97
viii
INTISARI
ix
ABSTRACT
Practical work at PT Petrokimia Gresik was carried out with the aim of
applying the basic sciences learned during college so they could be applied to the
chemical industry. One part of PT. Petrokimia Gresik is Production Department
IB. This practical work is focused on the Bagging and Supporting section of the IB
Production Department which is in charge of product packing and water
providers to support the production of ammonia and urea.
x
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah Perusahaan
PT. Petrokimia Gresik sebagai salah satu perusahaan pupuk besar yang ada
di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Penjelasan secara ringkas
tentang sejarah PT. Petrokimia Gresik tertera pada Tabel 1.1.
Tahun Keterangan
PT. Petrokimia Gresik didirikan dengan nama Projek
1960 Petrokimia Soerabaja, dengan dasar hukum TAP MPRS No.
II/MPRS/1960 dan Keppres RI No. 260 Tahun 1960.
1
Tahun Keterangan
Pembangunan sempat terhenti dikarenakan adanya gejolak
1968
politik dan masalah perekonomian nasional.
Pabrik beroperasi pertama kali yang memproduksi pupuk
1970 ZA berkapasitas 150.000 ton/tahun dan pupuk urea sebanyak
61.700 ton/tahun.
Status badan usaha dari Proyek Petrokimia Surabaya diubah
1971 menjadi Perusahaan Umum (Publik Service Company)
berdasarkan PP No. 55/1971.
Proyek Petrokimia Soerabaja diresmikan oleh Presiden
Soeharto dengan nama Perum Petrokimia Gresik. Kemudian
1972
setiap tanggal 10 Juli diperingati sebagai hari jadi PT.
Petrokimia Gresik.
Bentuk perusahaan berubah dari perusahaan umum (perum)
1975 menjadi perseroan dengan nama PT. Petrokimia Gresik
(Persero).
PT. Petrokimia Gresik telah berubah status menjadi Holding
1997
Company bersama PT. Pupuk Sriwijaya Palembang.
PT. Petrokimia Gresik menjadi anggota PT. Pupuk Indonesia
Holding Company (PIHC) berdasarkan SK Kementrian Hukum
2012
dan HAM Republik Indonesia Nomor AHU-17695. AH. 01.02
tahun 2012.
Perluasan Perusahaan
Tahun Keterangan
Perluasan tahap I:
Pabrik pupuk TSP I dilaksanakan oleh kontraktor Spie
Batignoles dari Perancis, meliputi pembangunan prasarana
1979 pelabuhan dan penjernihan air di Gunungsari Surabaya dan
booster pump di Kandangan sehingga kapasitasnya meningkat
menjadi 720 m3 /jam.
2
Tahun Keterangan
Perluasan tahap II:
Pabrik pupuk TSP II dilaksanakan oleh kontraktor Spie
1983 Batignoles dari Perancis, dilengkapi pembangunan perluasan
prasarana pelabuhan dan penjernihan air dan booster pump di
Babat berkapasitas 3000 m3 /jam.
Perluasan tahap III:
Pabrik Asam Fosfat dan Produk Samping, pelaksana
pembangunan Hitachi Zosen dari Jepang, meliputi :
a. Pabrik asam sulfat
1984 b. Pabrik asam fosfat
c. Pabrik cement retarder
d. Pabrik aluminium flourida
e. Pabrik ammonium sulfat (ZA)
f. Unit utilitas
Perluasan tahap IV:
Pabrik Pupuk ZA III yang mulai dari studi kelayakan hingga
1986
pengoperasian pada 2 Mei 1986 ditangani sendiri oleh tenaga-
tenaga ahli PT Petrokimia Gresik .
Perluasan tahap V:
Pabrik Amoniak dan pabrik pupuk Urea dengan proses baru,
1994
teknologi proses dikerjakan oleh Kellog Amerika dan konstruksi
oleh PT. IKPT pada awal 1991.
Perluasan tahap VI:
Pembangunan pabrik Pupuk Majemuk (NPK) PHONSKA
dengan teknologi Spanyol INCRO. Konstruksi ditangani oleh PT
2000 Rekayasa Industri. Pabrik ini diresmikan oleh Abdurrachman
Wachid pada tanggal 25 Agustus 2000 dan mulai beroperasi
secara komersial pada 1 November 2000 dengan kapasitas
300.000 ton/tahun.
3
Tahun Keterangan
Perluasan tahap VII:
Pendirian pabrik pupuk kalium sulfat (ZK) dengan kapasitas
10.000 ton/tahun. Pabrik ini menggunakan teknologi proses
2005 “MANNHEIM” (Eastern Tech). Bulan Desember diproduksi/
dikomersialkan pupuk petroganik dengan kapasitas 3.000
ton/tahun. Pada bulan Desember pula dikomersialkan pupuk
NPK Granulation dengan kapasitas produksi 100.000 ton/tahun.
Perluasan tahap VIII:
Dibangun Petrobio fertil, NPK Kebomas II, III, IV, dan Phonska
II & III. Pembangunan NPK Kebomas II,III, dan IV memiliki
2006 - 2010
pakasitas produksi sebesar 300.000 ton/tahun. Ketiga pabrik
tersebut memproduksi NPK dengan formulasi 15-15-15 dan
dapat diatur sesuai dengan permintaan konsumen.
Perluasan pabrik tahap IX:
2010 - 2012 Pembangunan phonska IV dengan kapasitas 600.000 ton/tahun,
pembangunan tangki amoniak dan power plant batubara.
Perluasan pabrik tahap X:
Membangun unit Revamping PA meliputi pabrik phosphoric
acid, sulfuric acid dan purified gypsum. Selain itu juga
2012 - 2015 membangun ammonia dan urea II dengan kapasitas 660.000
ton/tahun dan 570.000 ton/tahun serta membangun unit-unit
pendukung lainnya meliputi uprating Gunung Sari, perluasan
pelabuhan dan pergudangan.
Lokasi Pabrik
4
2. Cukup tersedianya sumber air dari aliran sungai Brantas dan Bengawan
Solo.
3. Berdekatan dengan konsumen pupuk terbesar, yaitu perkebunan dan lahan
tebu.
4. Dekat dengan pelabuhan, sehingga mempermudah transportasi peralatan
pabrik, bahan baku dan hasil produksi.
5. Dekat dengan Kota Surabaya yang tersedia tenaga – tenaga terampil,
memiliki fasilitas memadai, dan sarana rekreasi para karyawan.
6. Dekat dengan sumber tenaga listrik.
1. Kecamatan Gresik
Pada kecamatan ini terdapat beberapa desa yang ditempati oleh PT.
Petrokimia Gresik, yaitu: Desa Ngipik, Desa Tlogopojok, Desa Sukorame,
Desa Karang Turi, dan Desa Lumpur.
2. Kecamatan Kebomas
Pada kecamatan ini terdapat beberapa desa yang ditempati oleh PT.
Petrokimia Gresik, yaitu: Desa Tlogopatut, Desa Randuagung, dan Desa
Kebomas.
3. Kecamatan Manyar
Pada kecamatan ini terdapat beberapa desa yang ditempati oleh PT.
Petrokimia Gresik, yaitu: Desa Pojok Pesisir, Desa Romo Meduran, dan
Desa Tepen.
1. Visi
Menjadi produsen pupuk dan produk kimia lainnya yang berdaya saing
tinggi dan produknya paling diminati oleh konsumen.
2. Misi
5
Adapun misi yang diangkat oleh PT Petrokimia Gresik yaitu:
1. Mendukung penyediaan pupuk nasional untuk tercapainya program
swasembada pangan.
2. Meningkatkan hasil usaha untuk menunjang kalancaran kegiatan
operasional dan pengembangan usaha perusahaan.
3. Mengembangkan potensi usaha untuk memenuhi industri kimia
nasional dan berperan aktif dalam community development.
6
Kerbau adalah hewan yang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia sebagai
Sahabat Petani. Warna kuning emas pada hewan kerbau melambangkan
keagungan. Daun hijau melambangkan kesuburan dan kesejahteraan. Lima ujung
daun melambangkan kelima sila dari Pancasila. Huruf PG berwarna putih sebagai
singkatan dari “Petrokimia Gresik”. Warna putih pada huruf PG melambangkan
kesucian. Warna hitam pada penulisan nama perusahaan melambangkan
kedalaman, stabilitas, dan keyakinan yang teguh. Nilai-nilai kuat yang selalu
mendukung seluruh proses kerja. Logo mempunyai arti keseluruhan “Dengan hati
yang bersih berdasarkan kelima sila Pancasila, PT. Petrokimia Gresik berusaha
mencapai masyarakat yang adil dan makmur untuk menuju keagungan bangsa”.
Departemen Produksi
Selain itu Departemen Produksi IA juga menghasilkan produk non pupuk, antara
lain: NCM = normal cubic meter
7
1. Amoniak dengan kapasitas 445.000 ton/tahun.
2. CO2 cair dengan kapasitas 10.000 ton/tahun.
3. CO2 padat (dry ice) dengan kapasitas 4.000 ton/tahun
4. Nitrogen gas dengan kapasitas 500.000 NCM/tahun.
5. Nitrogen cair dengan kapasitas 250.000 ton/tahun.
6. Oksigen gas dengan kapasitas 600.000 NCM/tahun.
7. Oksigen cair dengan kapasitas 3.300 ton/tahun.
8
Tabel 1.4. Kapasitas Produksi Unit Produksi III
1. Dermaga
Dermaga khusus bongkar muat berbentuk huruf T dengan panjang 819 m
dan lebar 36 m. Dermaga ini memiliki kapasitas bongkar muat 7 juta ton/tahun
dan kapasitas sandar delapan kapal sekaligus. Kapal yang dapat bersandar di
dermaga ini yakni kapal dengan bobot 40.000-60.000 DWT (Dead Weight
Tonnage) pada sisi laut sebanyak 3 buah dan kapal dengan bobot 10.000 DWT
pada sisi darat sebanyak 5 buah.
Fasilitas bongkar muat di dermaga ini memiliki spesifikasi sebagai berikut.
a. Continuous Ship Unloader (CSU) untuk membongkar bahan curah dengan
kapasitas 2.000 ton/jam.
b. Multiple Loading Crane untuk memuat hasil produksi ke kapal dalam bentuk
curah dengan kapasitas 300 ton/jam.
c. Cangaroo Crane berjumlah 2, dengan kapasitas bongkar curah masing-masing
350 ton/jam.
9
d. Belt Conveyor, kapasitas angkut curah 1.000 ton/jam, atau 120 ton/jam untuk
kantong dengan panjang 22 km.
e. Fasilitas pompa dan pipa, kapasitas 60 ton/jam untuk produk cair berupa
amoniak dan 90 ton/jam berupa asam sulfat.
10
5. Unit Pengolahan Limbah
Pengolahan dan pengelolaan limbah di PT Petrokimia Gresik dilakukan
dengan sistem reuse, recycle, dan recovery (3R) yang didukung oleh unit
pengolahan limbah cair berkapasitas 240 m3 /jam. Selain itu terdapat unit
pengendali emisi gas, antara lain bag filter, cyclonic separator, dust collector,
electric precipitator (EP), dust scrubber, dan lain-lain.
6. Laboratorium
Laboratorium yang terdapat di PT Petrokimia Gresik meliputi
Laboratorium Produksi dan Laboratorium Uji Kimia. Laboratorium Produksi
berfungsi sebagai pengendali kualitas bahan baku, proses produksi, dan produk
jadi sedangkan Laboratorium Uji Kimia diperuntukkan hal-hal yang berkaitan
dengan sertifikasi produk. Selain kedua laboratorium tersebut, terdapat juga
laboratorium lainnya antara lain Laboratorium Kalibrasi, Laboratorium Uji
Mekanik, Laboratorium Uji Kelistrikan, dan lain lain.
8. Strategi Pemasaran
Jaringan pemasaran untuk memperlancar distribusi pupuk ke petani
didukung oleh distributor, kios resmi, sales supervisor, armada darat dan laut,
gudang-gudang penyangga, serta gudang distribution centre yang terdapat di
Medan, Lampung, Padang, Cigading, Banyuwangi, Makasar, dan Gresik.
11
Anak Perusahaan dan Usaha Patungan
12
Struktur Organisasi
PT. Petrokimia Gresik dipimpin oleh seorang direktur utama, direktur
pemasaran, direktur produksi, direktur teknik dan pengembangan, serta direktur
keuangan SDM dan umum. Bagan struktur keorganisasian yang ada di PT.
Petrokimia Gresik berdasarkan SK Direksi No 0275/OT.00.02/30/SK/2018
ditunjukkan pada Gambar 1.2.
13
Gambar 1.2 Struktur Organisasi PT. Petrokimia Gresik
14
BAB II
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan salah satu hal utama
dan tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri.
Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan
konsekuensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula
meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Penerapan sistem K3 secara
tepat dapat mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, terwujudnya tempat
kerja yang aman dan nyaman, dan meningkatnya efisiensi dan produktivitas kerja.
1. Tujuan K3
15
Tujuan dari adanya K3 adalah menciptakan sistem K3 di tempat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan
kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, nyaman,
efisien, dan produktif.
2. Sasaran K3
Sasaran dari adanya K3 adalah sebagai berikut:
a. Memenuhi UU No.1/1970 tentang keselamatan kerja.
b. Memenuhi Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER/05/MEN/1996
tentang Sistem Manajemen K3.
3. Mencapai nihil kecelakaan.
1. PT. Petrokimia Gresik bertekad menjadi produsen pupuk dan produk kimia
lainnya yang berdaya saing tinggi dan produknya diminati oleh konsumen.
2. Penyediaan produk pupuk, produk kimia, dan jasa yang berkualitas sesuai
permintaan pelanggan dilakukan melalui proses produksi dengan menerapkan
sistem manajemen yang menjamin mutu, pencegahan pencemaran, dan
berbudaya K3 serta penyempurnaan secara bertahap dan berkesinambungan.
Untuk mendukung tekad tersebut, manajemen berupaya memenuhi standar
mutu yang ditetapkan, peraturan lingkungan, ketentuan, dan norma-norma K3
serta peraturan/perundangan terkait lainnya.
3. Seluruh karyawan bertanggung jawab dan mengambil peran dalam upaya
meningkatkan ketrampilan, kedisiplinan untuk mengembangkan produk dan
16
jasa yang berkualitas, penaatan terhadap peraturan lingkungan dan ketentuan
K3 serta menjunjung tinggi integritas.
1. Organisasi Struktural
Organisasi K3 struktural dibentuk agar dapat menjamin penerapan K3 di
PT. Petrokimia Gresik sesuai dengan UU No. 1/70 serta peraturan K3 lainnya
dan penerapan K3 dapat dilaksanakan sebaik-baiknya sehingga tercapai
kondisi yang aman, nyaman, dan produktif.
2. Organisasi non struktural
Organisasi ini dibentuk agar kegiatan-kegiatan K3 dapat terintegrasi pada
seluruh kegiatan dalam gerak dan langkah yang sama sehingga sistem pada
K3 yang ada dapat berjalan dengan efektif dan efisien serta terjaga
keberlanjutannya.
17
BAB III
MANAJEMEN PRODUKSI
2. Sebagai stabilisator
Bersama-sama unit usaha sejenis lainnya mengusahakan pengamanan
pengadaan pupuk nasional dalam rangka swasembada pangan.
18
penyimpangan-penyimpangan dapat dieliminasi menjadi sekecil mungkin.
Pelaksanaan pengendalian merupakan kegiatan yang mampu memberikan
informasi agar dapat diambil tindakan penyelesaian terhadap penyimpangan yang
terjadi dan sekaligus memberi informasi bagi penyusunan informasi selanjutnya.
19
2. Batch (terbagi dalam paket-paket tertentu)
3. Flow Production/Mass Production (dalam jumlah besar, tidak kontinyu)
4. Kontinyu (berlangsung terus menerus dalam suatu aliran proses yang
tertutup)
Proses produksi PT. Petrokimia Gresik bekerja secara kontinyu, maka PT.
Petrokimia Gresik mengatur jam kerja karyawannya dengan sistem shift. Sistem
ini diberlakukan bagi karyawan yang bertugas di produksi dan laboratorium
dengan pembagian jam kerja sebagai berikut:
a. Shift I : 07.00-15.00
b. Shift II : 15.00-23.00
c. Shift III : 23.00-07.00
Jam kerja karyawan PT. Petrokimia Gresik diatur agar sesuai dengan
peraturan Departemen Ketenagakerjaan, sehingga karyawan shift dibagi ke dalam
4 grup yaitu grup A, B, C, dan D. Jadwal kerjanya diatur dalam suatu schedule
shift yang diatur oleh Biro Personalia PT. Petrokimia Gresik.
20
4. Merencanakan dan melakukan program evaluasi produksi dengan dasar-dasar
statistik.
21
Didalam menyusun rencana produksi ada 2 hal yang dijadikan pertimbangan
yaitu kemampuan pasar dan kemampuan pabrik. Bagian Candal Produksi bertugas
memadukan antara kemampuan pasar dan kemampuan pabrik dengan menyusun
beberapa alternative rencana produksi.
1. Menyusun rencana yang dapat digunakan sebagai tolok ukur bagi realisasi.
2. Identifikasi arah/jenis dan jumlah penyimpangan dengan memonitor kegiatan
produksi.
22
3. Mengevaluasi penyimpangan hasil kegiatan dari rencana.
4. Menyusun informasi untuk mengendalikan penyimpangan dan alternatif
tindakan pada perencanaan berikutnya.
Sistem Pelaporan
a. Laporan Harian
b. Laporan Bulanan
c. Laporan Triwulan
d. Laporan Tahunan
23
BAB IV
DEPARTEMEN PRODUKSI IB
Unit Amoniak
24
Bahan Baku
Bahan baku utama dari pembuatan amoniak adalah H2 yang diperoleh dari gas
alam dan N 2 dari udara.
a. Gas Alam
Gas alam yang digunakan diperoleh dari Pulau Kangean, Madura dengan
komposisi sebagai berikut.
Komponen % mol
CH4 97,50
C2 H6 0,75
C3 H8 0,37
iC4 H10 0,09
nC4 H10 0,08
iC5 H12 0,21
nC5 H12 0,00
C6 0,00
CO 2 0,50
N2 0,50
Total 100
b. Udara
Udara dibutuhkan sebagai sumber nitrogen untuk pembuatan ammonia.
Berikut adalah komposisi udara yang digunakan dalam proses.
25
Nitrogen (N 2 ) : 78,084 %mol
Oksigen (O 2 ) : 20,947 %mol
Lain-Lain : 0,969 %mol
Sulfur yang terkandung dalam gas alam berupa sulfur anorganik dan organik.
Sulfur anorganik berupa H2 S dapat dengan mudah dijerap oleh adsorben berupa
ZnO, sedangkan sulfur organik bersifat tidak reaktif sehingga harus diubah
menjadi anorganik menggunakan katalis Cobalt Molybdate (Co-Mo). Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut.
26
Gambar 4.2. Diagram Alir Proses Desulfurisasi
Aliran gas kemudian dibagi menjadi dua, satu aliran ke feed gas compressor
(102-J) dan yang lain digunakan sebagai fuel pada primary reformer dengan
perbandingan 5:1. Gas dimasukkan ke feed gas compressor sehingga tekanannya
naik menjadi 52,0 kg/cm2 dan suhunya 125o C. Kompresor ini digerakkan oleh
MPS (medium pressure steam). Umpan gas kemudian diinjeksi dengan gas kaya
H2 yang diperoleh dari unit recovery lalu masuk convection section primary
reformer (101-B), dimana gas akan mengalami pemanasan sehingga suhunya
371o C kemudian umpan gas masuk ke hydrotreater (108-DA).
Hydrotreater adalah alat berupa vessel vertikal katalis Co/Mo 25,2 m3 yang
berfungsi mengubah senyawa sulfur organik menjadi sulfur anorganik (H2 S)
sehingga lebih mudah untuk dipisahkan. Kemudian gas masuk ke desulfurizer
(108-DB/DC) yang didalamnya terdapat adsorben ZnO yang hanya menjerap
sulfur sebagai H2 S. ZnO yang mulai jenuh diregenerasi secara otomatis secara
bergantian.
Semakin tinggi suhu pada desulfurizer, efisiensi kerja ZnO akan semakin
baik. Namun suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan thermal cracking pada
komponen alat, sehingga suhu dijaga pada kisaran 350-400o C. Setelah melalui
proses desulfurisasi, kandungan sulfur pada gas alam diharapkan mencapai <0,1
ppm.
27
Primary reformer berfungsi menghasilkan gas H2 dari reaksi antara gas alam
dengan steam di dalam radiant tube berisi katalis nikel. Produk lain dari reaksi
berupa CO 2 dan CO. Di dalam reformer juga terjadi reaksi pembentukan H2 dari
senyawa - senyawa hidrokarbon selain CH4 sehingga habis bereaksi setelah keluar
dari primary reformer. Reaksi yang terjadi dalam primary reformer dominan
bersifat endotermis sebagai berikut.
Pada primary reformer (101-B), gas dan steam dicampur, dipanaskan dan
dilewatkan katalis. Reaksi ini terjadi di dalam ruang pembakaran (furnace)
tepatnya di dalam 288 radiant tube yang berisi katalis nikel sebanyak 37,5 m3 dan
dipanaskan dengan 98 burner. Gas yang sudah didesulfurisasi diinjeksi dengan
MPS. Steam juga membantu mencegah terbentuknya karbon deposit pada katalis
jika rasio steam dan gas dijaga diatas 3,1:1. Kenaikkan rasio steam terhadap gas
alam akan mempengaruhi penurunan kandungan metana dan menaikkan
kandungan H2 yang dihasilkan. Akan tetapi menaikkan rasio steam dan gas diatas
3,1:1 membutuhkan lebih banyak panas.
Mixed feed ini memerlukan pemanasan awal pada Mixed Feed Preheat Coil
(101-B) sampai temperatur 475o C. Hal ini dilakukan agar reaksi lebih mudah
terjadi, apabila tanpa pemanasan awal reaksi akan membutuhkan panas reaksi
yang lebih besar dan bisa menyebabkan umur radiant tube lebih pendek,
temperatur radiant tube yang diharapkan berkisar 716o C.
28
dikirim ke Secondary Reformer (103-D). Gas keluar dari primary reformer
mempunyai komposisi basis kering sebagai berikut.
H2 : 55,25%
N2 : 0,65%
CO : 4,46%
CO 2 : 10,77%
CH4 : 28,87%
Ar : 0,01%
Pada Primary Reformer (101-B) terdapat forced dan induced draft fans.
Forced draft fans berbentuk blower yang menekan udara ke bawah agar api
pembakaran fuel dapat memanasi tube reformer dengan maksimal dan juga
bertugas menyediakan udara untuk pembakaran. Induced draft fans berfungsi
untuk menghilangkan produk pembakaran atau flue gas, dan mengkondisikan
udara yang dibuang ke atmosfer berada pada standar baku. Udara luar dihisap
oleh blower dan dialirkan ke daerah pembakaran 101-B. Udara pembakaran dari
forced draft (101-BJ1) dipanaskan terlebih dahulu dalam air preheater (101-
BCS). Flue gas panas mengalir ke bawah melalui radiant section box. Flue gas
memiliki suhu tinggi dapat digunakan untuk memanaskan coil sebagai heater
aliran udara luar. Flue gas yang sudah dingin dibuang ke atmosfer dengan
induced draft fans (101-BJ) melalui stack (cerobong).
Secondary Reformer
29
Di dalam Secondary Reformer (103 D) dilakukan penambahan udara pada
proses reaksi gas. Nitrogen dari udara digunakan untuk produksi amoniak dan
oksigen untuk reaksi (7) sampai (9) untuk menyediakan panas yang dibutuhkan
untuk reaksi reforming. Secondary Reformer adalah suatu bejana tekan yang
dilapisi batu tahan api dan dilengkapi jacket water. Secondary Reformer terbagi
atas 2 bagian yaitu bagian atas yang disebut Combustion Zone sebagai tempat
terjadinya reaksi pembakaran, dan bagian bawah disebut Reaction Zone yang
berupa packed bed berisi katalis Ni sebanyak 36,5 m3 . Penyangga katalis terdapat
di bagian bottom dari vessel khusus, berbentuk dome dan dilapisi batu tahan api.
Gas inlet masuk ke secondary reformer pada suhu 733o C dan udara masuk
pada top chamber pada suhu 497o C, udara yang masuk secondary reformer
disesuaikan dengan N2 yang dibutuhkan, temperatur gas outlet 903o C
meninggalkan bottom secondary reformer dan melewati WHB (Waste Heat
Boiler) (101-C). Komposisi basis kering gas keluar secondary reformer adalah:
H2 : 49,24%
N2 : 29,53%
CO : 11,34%
CO 2 : 7,88%
CH4 : 1,66%
Ar : 0,35%
Setelah melalui WHB, gas masuk ke HP Steam Superheater (102-C) untuk
didinginkan lebih lanjut menjadi 371o C. WHB dan HP Steam Superheater
didesain untuk mengontrol tekanan dan temperatur pada Steam Drum (141-D).
30
Gambar 4.3. Diagram Alir Proses Reforming
CO Shift Converter
Shift converter yang digunakan dibagi menjadi dua yakni HTSC (High
Temperature Shift Converter) dan LTSC (Low Temperature Shift Converter).
Tujuan dibentuknya dua converter ini adalah untuk mendapatkan laju reaksi dan
kesetimbangan yang optimum. Pada HTSC reaksi berjalan cepat namun karena
reaksinya eksotermis membuat konversinya rendah, sehingga diperlukan
tambahan reaktor dengan suhu rendah untuk meningkatkan konversi yang bisa
dicapai.
31
High Temperature Shift Converter
Di dalam LTSC terjadi reaksi yang sama dengan HTSC, hanya saja reaksi
dilangsungkan pada temperatur yang lebih rendah (205°C) dan digunakan katalis
tembaga agar reaksi bergeser ke arah produk. Kadar CO keluaran LTSC
diharapkan mencapai 0,27%.
Gas keluar dari LTSC melalui bagian bawah dengan suhu 227o C. Hasil
keluaran gas dari shift converter mempunyai komposisi basis kering sebagai
berikut.
H2 : 54,28%
N2 : 26,59%
CO : 0,27%
CO 2 : 17,04%
32
CH4 : 1,50%
Ar : 0,32%
b. Kedua, CO2 Stripper Ejector (105-C) mendinginkan aliran gas keluar LTSC
sampai 135o C dengan memberikan panasnya ke semi-lean solution dari
stripper yang mengalir di sisi shell. Semi-lean solution tersebut kemudian
dikembalikan ke bottom stripper.
d. Gas masuk separation drum (142-D1) untuk memisahkan fase cair dan gas.
Fase cair dikirim menuju unit Process Condensate Treatment, sedangkan fase
gas masuk ke CO 2 absorber (121-D) pada temperatur 70o C.
33
Proses penyerapan CO 2 pada CO2 absorber (121-D) dijalankan dengan
mengontakkan gas dengan larutan aMDEA. Larutan aMDEA memiliki beberapa
keunggulan seperti tidak mudah mengkristal dan recovery yang tinggi sehingga
lebih awet. Larutan aMDEA mempunyai tiga spesifikasi sebagai berikut.
c. Rich solution dari bagian bawah CO2 Absorber (121-D) yang telah sempurna
menyerap CO 2, dan dapat diregenerasi kembali.
34
CO2 Stripper
CO 2 yang terserap dalam larutan aMDEA dilucuti oleh steam dalam kolom
stripper. Absorben yang bebas CO 2 akan digunakan kembali di absorber. Reaksi
yang terjadi :
Gas dari shift converter masuk dari bagian bawah dari CO 2 absorber (121-D)
pada suhu 70o C. Gas dikontakkan dengan semi lean aMDEA solution dilanjutkan
pengontakan dengan lean aMDEA solution. Gas yang lolos dilewatkan
condensate wash section, demister pad, dan masuk ke CO 2 absorber overhead
knockout drum (142-D2) untuk memisahkan gas dengan aMDEA solution yang
terbawa. Gas proses kemudian dikirim ke unit metanasi dengan komposisi basis
kering sebagai berikut.
H2 : 65,35%
N2 : 32,09%
CH4 : 1,8%
CO : 0,32%
CO 2 : 0,05%
Ar : 0,39%
Liquid yang masuk ke LP flash column dilucuti pada tekanan 1,9 kg/cm2
dengan overhead gas dari CO 2 stripper (122-D2). Proses ini bertujuan untuk
memisahkan sebagian besar CO 2 dari rich solution. Sehingga, dapat diperoleh
semi lean solution dari bottom LP flash column (122-D1). Hasil dari top LP flash
column dikirim ke LP flash column overhead reflux drum (153-D) untuk
memurnikan CO 2 yang digunakan pada unit urea.
35
Sebagian semi lean aMDEA solution dimasukkan ke CO2 stripper (122-D2)
untuk diubah menjadi lean solution. CO 2 yang terlucuti mengalir ke bagian atas
stripper dan masuk ke LP flash column. Lean solution yang dihasilkan, terlebih
dahulu didinginkan oleh tiga heat exchanger (112-C/CA, 109-C/CA, dan 108-
C/CA) lalu dimasukkan ke CO2 absorber (121-D).
Methanator
Kandungan CO dan CO 2 yang lolos dari absorber dapat menjadi racun bagi
katalis Fe pada ammonia converter, sehingga kandungan tersebut harus
dihilangkan dengan cara dikonversi menjadi metana menggunakan katalis nikel.
Diharapkan jumlah CO 2 dan CO keluar dari methanator kurang dari 10 ppm.
Metana yang terbentuk bersifat inert dan dapat dipisahkan di unit purifikasi.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
Reaksi yang terjadi sangat eksotermis, kenaikan suhu yang terlalu tinggi akan
merusak katalis Ni dalam metanator. Namun suhu tinggi dapat meningkatkan laju
reaksi, sehingga suhu perlu dijaga. Gas sintesis keluar Methanator (106-D) pada
temperatur 344o C. Gas sintesis kemudian didinginkan menjadi 37o C
menggunakan Exchanger 114-C dan 115-C yang disusun seri dan kemudian
didinginkan lagi oleh Cooler 130-C1 dan 130-C2 mencapai 3-4o C dengan media
pendingin amoniak cair. Sebelum masuk ke cooler, gas ditambah dengan H2 dari
unit PGRU.
36
Metana yang terbentuk akan dipisahkan pada unit purifikasi dan
dimanfaatkan untuk fuel gas pada primary reformer (101-B). Gas sintesis dan air
dipisahkan menggunakan KO-Drum (144-D) sebelum masuk ke unit purifikasi.
Hasil keluaran gas dari methanator memiliki komposisi basis kering sebagai
berikut.
Drying
Sejumlah air masih terkandung dalam gas sintesis yang keluar dari
Methanator (106-D) dan KO Drum (144-D). Air tersebut dapat membeku dan
menyumbat aliran pipa pada proses refrigerasi. Alat yang digunakan adalah
Molecular Sieve Dryer (109-DA/DB).
Cryogenic Purification
37
energi akan dilepaskan untuk menghasilkan pendinginan yang dibutuhkan oleh
purifier. Energi expander direcovery dengan membangkitkan listrik di expander
generator (131-JG). Keluaran expander didinginkan lebih lanjut hingga -173o C
dikondensasikan sebagian di bagian bawah dari 132-C dan masuk ke purifier
rectifier (137-D). Di dalam 137-D terjadi pemisahan antara overhead dan bottom
rectifier. Cairan dari bottom rectifier dievaporasikan sebagian pada tekanan yang
diturunkan di sisi shell dari purifier rectifier condenser (134- C). Rectifier bottom
mengandung excess nitrogen, sebagian besar metana dan sekitar 60% dari argon.
Cairan yang teruapkan dipanaskan oleh plate fin exchanger (132-C) kemudian
digunakan untuk regenerasi syn gas dryer dan dibakar sebagai fuel di Primary
reformer. Hasil keluaran gas dari cryogenic purifier memiliki komposisi basis
kering yakni 74,84% H2 dan 24,96% N 2 .
Sintesis Amoniak
Sebelum masuk ke ammonia converter (105-D), gas sintesis yang telah
dimurnikan perlu dikompresi sehingga tekanannya naik hingga 150 kg/cm2 dan
memenuhi kondisi operasi. Gas sintesis dari unit cryogenic purifier memiliki
tekanan sebesar 31,4 kg/cm2 dikompresi dengan dua tingkat syngas Compressor
(103-J). Sebelum memasuki tingkat kedua, recycle gas ditambahkan ke dalam
38
syngas dan tekanan gas keluar kompresor naik hingga 158 kg/cm2 . Gas sintesis
kemudian dipanaskan dan dikirim menuju ammonia converter (105-D).
Konsentrasi amoniak dalam feed converter sekitar 1,8 %, keluar dari bed
pertama 11,1%, keluar dari bed ke dua 16,6% dan keluar dari Ammonia
Conventer (105-D) sekitar 20,38%. Temperatur masuk bed pertama yaitu 171,3
o o
C dan keluar konverter sebesar 439,8 C yang kemudian didinginkan dengan
o
exchanger (123-C) mencapai suhu 86 C dan dengan cooling water sehingga
bersuhu 31 o C. Sebagian gas dialirkan ke unit PGRU untuk menjaga jumlah gas
inert di reaktor. Komposisi basis kering yang dihasilkan dari ammonia converter
adalah sebagai berikut.
H2 : 56,54%
N2 : 18,94%
CH4 : 0,02%
Ar : 0,39%
NH3 : 20,38
Proses Pendinginan/Refrigeration
39
sebagian disimpan ke dalam Ammonia storage sebagai bahan baku untuk pabrik II
dan III. Sistem refrigerasi terdiri atas evaporator, compressor, refrigerant
condenser dan flash drum.
Gas dari exchanger (124-C) masuk ke dalam Ammonia Unitized Chiller (120-
C) yang terdiri dari 4 buah kompartement chiller (120-CF1/2/3/4) berisi amoniak
cair sebagai refrigerant. Suhu operasi masing – masing chiller berturut-turut
adalah 14,6 o C, -0,45 o C, -18,3 o C dan -33 o C. Amoniak dari 120-C disimpan pada
tangki penyimpanan dan dijaga pada suhu -33 o C.
40
kembali dengan kompresi mencapai 15 kg/cm2 di refrigerant compressor (105-J),
didinginkan di exchanger (127-C) dan ditampung di ammonia refrigerant receiver
(149-D). Amoniak cair dimasukkan kembali ke Ammonia Unitized Chiller (120-
C). Produk warm dari ammonia 149-D diambil sebagai bahan baku unit urea.
Sebagian kecil dari syn gas di-purge untuk menjaga inert gas metana dan
Argon di syn loop. Kandungan NH3 dapat digunakan kembali dalam proses,
sedangkan CH4 dan H2 dalam purge gas akan digunakan kembali dalam proses
dan dipakai sebagai fuel gas di Primary Reformer.
Proses recovery amoniak dilakukan di Low Pressure Scrubber (123-D)
dan High Pressure Scrubber (124-D). Amoniak direcovery sebagai larutan
Aqueous ammonia. Gabungan aqueous ammonia LP Scrubber dan HP Scrubber
dialirkan menuju Ammonia Distilation Column (125-D). Larutan tersebut
dipisahkan amoniaknya dengan cara pemanasan menggunakan MP steam. Gas
amoniak yang terrecovery digabung dengan aliran utama amoniak refrigerant
sebelum diembunkan oleh exchanger (127-C).
Unit Urea
Bahan Baku
41
Bahan baku pembuatan urea adalah amoniak cair dan gas CO 2 yang keduanya
didapat dari unit amoniak Departemen Produksi IB. Amoniak cair adalah produk
utama dan gas CO 2 adalah produk samping dari unit amoniak tersebut.
Urea adalah jenis pupuk yang paling umum digunakan di dunia. Pupuk urea
yakni berupa senyawa organik dengan kandungan nitrogen 46%. Kandungan
nitrogen tersebut berguna sebagai nutrisi bagi tumbuhan. Pupuk urea yang
dihasilkan oleh PT. Petrokimia Gresik dibuat dalam bentuk prill karena lebih
mudah digunakan oleh petani.
42
Unit Sintesa
Gas CO2 dari Unit Ammonia disuplai ke Suction Separator CO2 Compressor
(FA111) untuk memisahkan kondensat pada aliran CO 2 . Gas kemudian ditekan
oleh CO2 Compressor (GT101) yang berupa kompresor tipe sentrifugal dengan 2
casing dan 4 stage. Sebagian kecil CO 2 dari discharge kompresor stage pertama ke
LP Decomposer (DA202) dan sisanya didinginkan. Air kondensat dari
pendinginan dipisahkan di FA112.
43
Gas kemudian didinginkan, dipisahkan kondensatnya di FA113, dan
dikompresi kembali di stage ketiga. Gas keluaran stage ketiga didinginkan,
dipisahkan kondensatnya di FA114, dan dikompresi kembali di stage keempat.
Pada stage keempat, CO 2 akhirnya ditekan sampai 160 kg/cm2 untuk dimasukkan
ke Unit Sintesis Urea.
Pada unit sintesis terjadi reaksi NH3 cair dan gas CO2 yang berasal dari unit
amoniak dan sirkulasi kembali larutan karbamat dari unit recovery.
44
Sintesis Urea dijalankan pada Reaktor (DC101), Stripper (DA101) dan
Carbamate Condenser (EA101) yang disebut sebagai “Urea Synthesis Loop”.
Synthesis Loop ini dioperasikan pada tekanan 187 kg/cm2 (pada rate produksi
115%) yang tekanannya dikontrol oleh pressure controller berupa PCV dipasang
pada line gas overhead EA101. Reaksi yang terjadi adalah :
2NH3 + CO2 ↔ NH4COONH2 +38000 kkal/mol karbamat (15)
NH4 COONH2 ↔ NH2 CONH2 + H2O -5000 kkal/mol urea (16)
Reaktor (DC-101)
Reaktor DC-101 adalah menara vertikal dengan 9 interval baffle plate dan
dinding bagian dalam yang dilapisi dengan stainless steel 316 L Urea Grade
sebagai anti korosi dari zat–zat pereaksi dengan produk. Baffle plate di dalamnya
digunakan untuk menghindari back mixing.
a. Temperatur
45
Temperatur dalam reaktor diatur dengan menaikkan atau menurunkan steam
pemanas pada amoniak preheater, mengatur ekses NH3 dan laju larutan recycle.
b. Tekanan
Reaksi amonium karbamat menjadi urea hanya berlangsung pada fasa cairan,
sehingga memerlukan tekanan tinggi. Tekanan yang terlalu tinggi akan dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding. Tekanan yang terlalu rendah akan
menurunkan pembentukan urea karena larutan dapat menguap lebih mudah.
c. Waktu Tinggal
Perbandingan NH3 /CO 2 diatur pada 4:1 berfungsi untuk menjaga konversi.
Perbandingan rendah akan menurunkan laju pembentukan urea dan menambah
beban pada stripper. Perbandingan tinggi akan menambah laju gas menuju
scrubber. Perbandingan molar dikendalikan dengan mengatur laju NH3 .
Stripper (DA-101)
46
Kalor untuk reaksi penguraian diperoleh dari steam yang dialirkan pada
falling type heater. Proses dekomposisi berlangsung dengan adanya pemanasan
dengan steam jenuh bertekanan 18 kg/cm2 . Karbon dioksida diumpankan dari
bagian bawah stripper untuk membantu proses stripping. Gas-gas yang
terdekomposisi dan teruapkan akan berkontak dengan larutan dari reaktor secara
counter current di dalam tube-tube Stripper.
a. Temperatur
Reaksi dekomposisi merupakan reaksi endotermis sehingga diperlukan
temperatur tinggi. Namun, temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
korosi pada dinding stripper. Temperatur rendah akan menurunkan laju
penguraian.
b. Level
Level dalam stripper perlu dikontrol untuk mengatur waktu kontak antara
larutan dengan steam dan gas CO 2 dengan mengatur bukaan valve pada bagian
keluaran. Level yang terlalu rendah akan menyebabkan banyak gas CO 2 yang
terbawa ke HP decomposer. Level yang tinggi akan meningkatkan reaksi
hidrolisis urea dan pembentukan biuret :
c. Aliran CO 2
Selain dengan menggunakan pemanas, penguraian karbamat dapat dilakukan
dengan meningkatkan tekanan parsial CO 2 . Aliran CO 2 rendah akan menurunkan
penguraian karbamat, sedangkan aliran CO 2 yang tinggi akan menurunkan
perbandingan molar NH3 /CO 2 pada reaktor. Laju alir CO 2 tergantung pada jumlah
produksi.
d. Tekanan Steam
Steam berfungsi sebagai pemanas, temperatur meningkat seiring peningkatan
tekanan steam. Tekanan steam yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
47
pembentukan biuret dan korosi dinding stripper. Tekanan steam yang terlalu
rendah dapat mengakibatkan kekurangan kalor pada reaksi dekomposisi.
Unit Purifikasi
HP Decomposer (DA-201)
48
Carbamate condenser EA-101, karena gas mengandung oksigen. Dalam proses
dekomposisi dan pemisahan diperlukan kontrol terhadap temperatur, tekanan dan
level.
Pada bagian ini diharapkan jumlah NH3 dan CO 2 di dalam larutan sekecil
mungkin untuk mengurangi beban peralatan. Jika jumlah NH3 dan CO 2 dalam
liquid bertambah, maka suhu kesetimbangan pada LP absorber akan turun dan air
yang diumpankan ke larutan recovery harus ditambah.
a. Temperatur
b. Pengaruh Tekanan
c. Level
Level menunjukkan lama waktu tinggal larutan di dalam alat. Level yang
tinggi dapat menyebabkan terjadi reaksi samping berupa pembentukan biuret.
Level rendah akan menyebabkan kurangnya waktu untuk reaksi dekomposisi.
Level pada DA-201 dijaga pada 65-70%
LP Decomposer (DA-202)
49
meninggalkan bagian bawah HP decomposer kemudian dikirim ke LP
2
Decomposer (DA-202) dengan penurunan tekanan menjadi 2,6 kg/cm . Larutan
kemudian dimurnikan agar mengandung residual amoniak sebesar 0,7% dari
massa total.
DA-202 merupakan tower yang dilengkapi dengan empat tingkat tray section
pada bagian atas, shell & tube heater section pada bagian tengah, dan packed bed
section pada bagian bawah. Larutan urea dari DA-201 dimasukkan ke bagian atas
DA-202 dimana uap ter-flash pertama kali terpisahkan. Selanjutnya, larutan urea
dimasukkan ke empat tingkat tray section dimana sebagian besar residual
karbamat dan ekses amoniak terdekomposisi.
a. Temperatur
b. Tekanan
c. Aliran Gas CO 2
50
Penambahan gas CO 2 pada DA-202 berfungsi untuk mempercepat proses
dekomposisi karbamat dan pemisahan gas-gas yang terlarut. Aliran gas CO 2
rendah akan menurunkan kemampuan dari decomposer. Tetapi laju CO 2 terlalu
tinggi akan meningkatkan kadar CO 2 dan titik leleh larutan meningkat. Penurunan
titik leleh akan menyebabkan pembentukan kristal urea dalam aliran dan sulit
untuk dialirkan. Laju alir CO 2 dijaga pada laju 1016 Nm3 /jam.
Unit Recovery
Gas NH3 dan CO 2 yang terlepas dari tahap purifikasi diabsorpsi dalam tahap
recovery menggunakan kondensat proses sebagai absorben dan direcycle kembali
ke reaktor di unit sintesis.
Absorpsi gas dilaksanakan dalam tiga alat antara lain HP Absorber (EA-401),
LP Absorber (EA-402), dan Washing Column (DA-401). Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut.
51
Gambar 4.13. Diagram Alir Proses Unit Recovery
HP Absorber (EA-401)
a. Level
Level larutan dalam EA-401 menentukan waktu kontak antara absorben dan
gas. Level rendah akan menghasilkan proses absorpsi yang tidak efisien. Level
tinggi akan menyebabkan sebagian absorben terbawa aliran gas. Level operasi 65-
75%.
52
b. Temperatur
Proses absorpsi bersifat eksotermis, sehingga temperatur tinggi akan
menurunkan efisiensi absorpsi dan aliran gas ke DA-401 meningkat. Dengan
adanya pembentukan karbamat dalam absorben, temperatur absorben harus dijaga
agar tidak terjadi pembentukan kristal karbamat. Pembentukan kristal terjadi pada
temperatur rendah dan ini akan menyumbat aliran larutan karbamat. Temperatur
operasi dijaga pada 58-98o C.
c. Konsentrasi
NH3 dan CO 2 gas dari HP Decomposer diumpankan ke dalam HP Absorber
bagian bawah dengan konsentrasi sekitar 70% campuran gas terabsorpsi dan sisa
NH3 dan CO 2 diabsorbsi di bagian absorber.
LP Absorber (EA-402)
Kondisi operasi pada LP absorber ditentukan oleh gas NH3 dan CO 2 dari LP
Decomposer yang secara sempurna diabsorpsi oleh larutan yang berasal dari
bagian atas Washing Column.
53
Amoniak dan gas inert yang tidak terserap meninggalkan bagian atas DA-401
kemudian dibakar dengan Continuous Flare Stack (BJ-701). Dalam proses
absorpsi yang perlu dikontrol adalah temperatur dan tekanan.
b. Tekanan
Tekanan operasi rendah akan menyebabkan penguapan larutan karbamat,
sehingga dapat terikut keluar ke lingkungan.
54
Kondensat keluaran upper column dialirkan menuju pre-heater (EA-505) dan
dimasukkan ke lower column urea hydrolizer (DA-502) untuk dikontakkan
dengan MP steam. Urea yang terkandung di dalam kondensat dapat terhidrolisis
dengan reaksi sebagai berikut:
Dari hasil hidrolisis urea, gas amoniak dan CO 2 yang terbentuk dialirkan ke
upper column process condensate stripper (DA-501) sedangkan kondensat
dialirkan menuju preheater (EA-505) untuk memanaskan kondensat yang akan
masuk ke urea hydrolizer (DA-502). Kondensat tersebut selanjutnya dialirkan ke
lower column process condensate stripper (DA-501) untuk dikontakkan dengan
LP steam sehingga sisa-sisa urea, aqua amoniak dan karbamat dapat terurai.
Kondensat keluaran lower column process condensate stripper (DA-501)
dikumpulkan bersama kondensat dari process condensate tank (FA-501).
Kondensat yang telah dimurnikan didinginkan oleh cooler (EA-508) kemudian
55
ditampung pada tangki (FA-305) untuk dibawa ke unit utilitas. Kondensat dari
unit pengolahan proses kondensat diharapkan mengandung kurang dari 1 ppm
urea dan 1 ppm amoniak.
56
Prilling Tower
Larutan urea yang sudah pekat dialirkan menuju bagian atas dari prilling
tower. Di dalam prilling tower, larutan urea dispray, didinginkan, dan dipadatkan
sehingga didapat urea dalam bentuk prill. Dalam tahap ini terdiri atas beberapa
bagian sebagai berikut.
Larutan urea dari FA-203 dialirkan ke bagian atas prilling tower tepatnya di
Head Tank (FA-301) untuk dialirkan lagi ke sembilan distributor (FJ-301A-I) dan
57
di-spray dalam bentuk tetesan – tetesan. Temperatur larutan dijaga pada 139-
140o C untuk menghasilkan bentuk butiran. Temperatur terlalu rendah dapat
menyebabkan choking, karena larutan urea akan mengkristal. Temperatur terlalu
tinggi meningkatkan pembentukan biuret.
Fluidizing Cooler
Tetesan urea didinginkan dengan udara dari 4 buah blower (GB-302) yang
telah dipanaskan menggunakan LP steam di air heater (EC-301). Butiran urea
disaring menggunakan bar screen sehingga urea dengan diameter lebih dari 1,7
mm dilarutkan kembali di tangki FA-302. Urea dicampur dengan larutan pencuci
dari dust chamber.
Dust Chamber
Debu urea dari proses prilling di-recover oleh dedusting system. Debu urea
dilewatkan scrubber (FD-301) berisikan packing ring dan dikontakkan dengan air
dari tangki (FA-302). Larutan yang dihasilkan ditampung dalam basin (FC-301).
Debu urea yang masih lolos di-spray dengan air dari tangki (FA-305) dan dihisap
oleh induce fan (GB-301) menuju atmosfer. Urea yang telah terbentuk di prilling
tower dipindahkan ke unit pengantongan menggunakan belt conveyor (JW-301).
58
BAB V
BAGGING AND SUPPORTING
Unit material handling atau unit bagging berperan penting dalam sistem
juga manajemen pengantongan produk urea prill dan pendistribusian ke bulk
storage untuk digunakan sebagai bahan baku pabrik NPK. Urea yang diproduksi
oleh PT. Petrokimia Gresik dibedakan menjadi urea subsidi yang diberi warna
pink dan non-subsidi yang dibiarkan berwarna putih. Urea subsidi didistribusikan
ke sektor pertanian, yang biasa digunakan para petani dalam negeri. Sedangkan
urea non-subsidi ditujukan untuk sektor perkebunan dan perindustrian.
Urea prill dari Prilling tower dibawa oleh belt conveyor (V-48001)
menuju diverter (Z-48002) kemudian dibagi menjadi dua arus menuju belt
coveyor (V-48002) dan (V-48005). Urea prill dari V-48002 sebagian dibawa oleh
belt conveyor (V-48003) dan (V-48011) menuju bulk storage. Urea prill dari V-
48005 dibagi menjadi empat arus belt conveyor (V-48005/6/7/8) kemudian
ditampung pada lima buah Hopper (H-48002) dengan kapasitas masing masing
40 ton untuk pengantongan dengan kemasan 50 kg/kantong.
Air yang digunakan di PT. Petrokimia Gresik disuplai dari dua sumber
sungai, yaitu dari sungai Brantas (Water Intake Gunungsari) dan Sungai
Bengawan Solo (Water Intake Babat).
Sumber air yang berasal dari sungai Brantas masih berupa hard water
dengan kondisi pH 8-9T-2 dan total hardness 200 ppm. Air diambil dengan
menggunakan pipa berukuran 14 inchi dengan prinsip gravitasi menuju settling
pit/accumulation pit untuk diendapkan lumpur beserta kandungannya yang berupa
59
pasir dan partikel-partikel yang berukuran lebih dari 200 mikron. Lalu air masuk
ke dalam flocculation pit melalui bagian bawah dan ditambahkan beberapa zat
kimia berupa alumunium sulfat Al2 (SO 4 )3 dan polyelectrolyte. Flocculation pit
dilengkapi dengan agitator dan level switch. Air yang berasal dari flocculation pit
masuk ke bagian bawah coagulation chamber secara gravity melalui pipa
penghubung. Di saluran pipa penghubung diinjeksikan gas klorin yang sudah
dilarutkan dalam air dan diinjeksikan lagi polyelectrolyte. Kemudian air mengalir
ke atas dan over flow menuju zona pengendapan dan menuju scrapper untuk
dikumpulkan ke parit. Lumpur yang terbentuk sebagian dibuang keluar secara
kotinyu. Air jernih yang terpisah dari flok mengalir oleh gravitasi dan ditampung
ke parit penampung yang dihubungkan dengan sand filter. Penyaringan kemudian
dilakukan untuk menurunkan turbidity. Setelah diolah, kemudian dialirkan ke PT
Petrokimia Gresik sepanjang 28 km dan ditampung di tangki Tangki TK-1103
yang berbentuk bejana kembar yang saling terhubung dengan TK-953 di Unit
Produksi IA. Air dari Unit Produksi IA kemudian dialirkan ke Unit Produksi IB
dan ditampung di tangki T-20101.
Air diambil dari sungai Bengawan Solo yang dialirkan menuju settling pit
untuk diendapkan partiketl-partikel yang berukuran lebih besar dari 200 mikron.
Air dipompakan menuju distribution structure bak 1 untuk diinjeksikan gas klorin
dan polyelectrolyte dan dialirkan menuju settlting tank. Di dalam settling tank
diharapkan sudah mulai terjadi pengendapan yang lebih baik. Lumpur hasil
pengendapan dibuang melalui sewer. Dari settling tank, air dikembalikan menuju
distribution structure bak II dan di injeksikan Al2 (SO 4 )3 dan Ca(OH)2 . Air kapur
digunakan untuk mengatur pH air agar optimum dalam pembentukkan flok. Air
60
kemudian dialirkan menuju vaccum chamber dari pulsator clarifier. Pada saat
discharging time, air dari vaccum chamber masuk ke dalam clarifier zone melalui
sludge blanket untuk dipisahkan dari flok-flok yang terbentuk. Air yang keluar
dari pulsator clarifier dialirkan menuju sand filter. Air dari unit ini kemudian
dialirkan menuju PT Petrokimia Gresik sejauh 60 km dengan pipa berdiameter 28
inchi dan ditampung di tangki Tangki TK-953 yang berbentuk bejana kembar
yang saling terhubung dengan TK-1103 di Unit Produksi IA. Air dari Unit
Produksi IA kemudian dialirkan ke Unit Produksi IB dan ditampung di tangki T-
20101.
61
kemudian dialirkan menuju unit demineralisasi, pompa fire fighting, make up
cooling water, dan unit potable water.
b. Potable water,
Potable water digunakan untuk kebutuhan sehari-hari di lingkungan
pabrik dan disimpan dalam tangki potable water (T-20102) dengan kapasitas 120
m3 .
c. Demineralized water,
Demin water adalah air dari kondensat proses dan filtered water yang telah
dihilangkan kandungan mineral dan pengotor lainnya dan digunakan sebagai air
proses produksi.
d. Fire fighting
Fire fighting water digunakan sebagai pemadam api saat terjadi
kecelakaan. Tekanan dalam pipa fire fighting water dijaga pada 10 kg/cm2 g
menggunakan jockey pump. Apabila tekanan terus menerus mengalami
penurunan, maka jockey pump akan dibantu oleh dua pompa utama fire fighting
dan satu pompa diesel apabila diperlukan.
62
Multi Media Filter (MMF)
MMF umum digunakan pada tahap awal semua proses penyaringan air
bersih untuk menyaring kontaminan parttikel debu, pasir, logam berat, dan
kontaminan lainnya. Di dalam MMF yang digunakan di Departemen Produksi IB
terdapat tiga lapisan media dari atas ke bawah yakni anthracite, silica sand, dan
silica gravel. Media disusun berdasarkan massanya dan ukurannya, yakni media
yang paling ringan dan besar ditempatkan paling atas dan seterusnya. Penyusunan
seperti ini ditujukan supaya partikel besar akan tersaring di atas dan partikel-
partikel kecil akan tersaring di bawah.
Pada pengolahan untuk potable water, digunakan tiga buah MMF yang
disusun secara seri dan langsung dapat digunakan tanpa proses lebih lanjut dan
ditampung dalam tangki potable water (T-20102). Kapasitas total MMF untuk
potable water yakni mencapai 30 m3 /jam. Sedangkan pada pengolahan
demineralized water, digunakan enam buah MMF dengan kapasitas masing –
masing 74,5 m3 /jam yang disusun secara seri dalam dua percabangan paralel dan
dikirimkan ke ACF (Activated Carbon Filter).
Parameter Nilai
pH 7,5 - 8,5
Turbidity, NTU <4
M-Alkalinity as CaCO 3, ppm < 250
Ca-Hardness as CaCO 3 , ppm < 180
Total Hardness as CaCO 3 , ppm < 220
-
Chloride as Cl , ppm < 62
Silica as SiO 2 , ppm < 63
Konduktivitas, µS/cm < 600
Total Fe, ppm < 0,3
Total Dissolved Solids (TDS), ppm < 375
63
Pemeliharaan MMF dilakukan dengan cara backwash menggunakan air
filtrat MMF. Backwash harus dilakukan setiap pressure drop naik sebesar 0,7
kg/cm2 g atau setiap 11,5 jam secara otomatis. Hal ini dilakukan supaya partikel –
partikel yang menempel pada media filter dapat terbilas dan media dapat
digunakan kembali dengan optimal.
ACF adalah filter berisi karbon aktif yang dikenal memiliki luas
permukaan yang luas dan porositas yang cukup besar untuk digunakan sebagai
adsorben kandungan zat organik dalam air juga untuk mengekstraksi klorin.
Karbon aktif yang digunakan di Pabrik Amurea II adalah karbon aktif komersil
yang terbuat dari tempurung kelapa.
64
Pemeliharaan ACF dilakukan dengan cara backwash menggunakan air
filtrat ACF. Backwash harus dilakukan setiap pressure drop naik sebesar 0,7
kg/cm2 g atau setiap 11,5 jam secara otomatis. Hal ini dilakukan supaya partikel –
partikel dan bakteri mati yang menempel pada media filter dapat terbilas dan
media dapat digunakan kembali dengan optimal.
65
Molekul padat yang tertahan pada membran akan menyebabkan semakin
besarnya pressure drop. Sehingga membran harus selalu dibersihkan secara
berkala dengan cara backwash menggunakan air filtrat UF. Setelah beberapa kali
siklus filtrasi dan backwash, perlu dilakukan Chemical enhanced backwash (CEB)
menggunakan alkali dan oksidan (hypochloride) setiap 24 jam, dan menggunakan
asam sitrat setiap 168 jam pemakaian. Apabila diperlukan, dapat dilakukan
Cleaning in place (CIP) yakni pembersihan secara manual terhadap membran.
Unit RO terdiri dari empat train. Setiap train dirancang untuk menyaring
input sebesar 84 m3 /jam dengan reject sebesar 25% dan produk sebesar 63
m3 /jam. Sistem RO terdiri dari static mixer, catridge filter, RO Feed Pump, RO
High Pressure Pump (HPP), dan RO Skid.
66
Air dari tangki T-20202 dialirkan dengan RO Feed Pump kemudian
dicampur dengan pengatur pH berupa asam, anti-scalant, reductant, dan non-
oxidation biocide di dalam static mixer. Air yang telah tercampur akan dilewatkan
catridge filter dengan pori sebesar 5µm untuk mencegah fouling pada RO. Air
kemudian dipompa dengan HPP untuk mencapai tekanan 11 kg/cm2 dan
dilewatkan ke RO Skid yang di dalamnya terdapat membran – membran RO. Air
yang keluar sebagai penetrated water dialirkan ke degasifier, sedangkan air reject
dialirkan ke Brine Tank. Air keluaran RO diharapkan memberi spesifikasi sebagai
berikut.
Harga dari alat RO cukup mahal sehingga perlu perawatan yang memadai.
Untuk menghindari scaling, umpan air diinjeksi dengan anti-scaling agent berupa
Sodium hexametaphosphate (Na6 P6 O18 ) dan asam untuk mengatur pH dibawah 7
sehingga kelarutan kalsium tetap tinggi. Untuk menghindari adanya klorin yang
terlarut, umpan air diinjeksi dengan reduktan berupa sodium metabisulfit
(Na2 S2 O5 ). Saat pressure drop RO naik akibat fouling, maka dilakukan CIP
menggunakan larutan NaOH 0,1% dan HCl 0,1% secara bergantian.
67
Degasifier
68
Mixed Bed Polisher
Mixed bed polisher adalah alat penukar ion menggunakan resin anion dan
kation sehingga didapatkan air bebas mineral atau demineralized water. Terdapat
lima unit mixed bed dengan kapasitas 77,5 m3 /jam tiap alatnya. Air dari Tangki
Kondensat T-20207 dipompa dan dimasukkan ke dalam vessel lewat bagian atas
dan mengalir melewati media resin dan keluar lewat bagian bawah. Air outlet
ditampung di Demineralized Water Tank (T-20208). Air keluaran Mixed Bed
diharapkan memberi spesifikasi sebagai berikut.
Parameter Nilai
pH 6,5 – 8,0
Turbidity, NTU <1
Silica as SiO 2 , ppm < 0,02
Konduktivitas, µS/cm < 0,3
Total Fe, ppm < 0,01
Suatu saat resin akan jenuh karena terlalu banyak memuat ion dan
membuat kinerja menurun sehingga perlu dilakukan regenerasi. Cara pertama
yakni backwash menggunakan air dari T-20208. Kedua, dengan regenerasi
menggunakan alkali (NaOH) dan asam sulfat (H2 SO 4) secara bergantian.
69
Filtered Water Tank (T-20201) untuk menggantikan jumlah air yang hilang akibat
penguapan.
Air limbah yang berasal dari Off-spec condensate ammonia stripper, unit
amoniak dan unit urea ditampung dalam off-spec condensate collecting pond (T-
25002) kemudian dipompa menuju ammonia stripper unit. Ammonia stripper (C-
26001) digunakan untuk memisahkan kandungan amoniak yang terlarut dalam air.
Air yang masih mengandung amoniak distripping menggunakan LP Steam. Air
yang telah dimurnikan dikembalikan menuju T-25002 sedangkan gas amoniak
yang terpisah dibuang ke atmosfer.
70
kg/cm2 kemudian ditampung dalam tangki (T-31001). Udara tersebut dialirkan
menuju system pressure swing adsorption (PSA) dan instrument air system.
71
Dissolved Air Flotation
Dissolved Air Flotation adalah metode untuk memisahkan air dengan
pencemarnya berupa partikel dengan diameter kecil seperti gelembung minyak
yang terdispersi dalam air. Air dari CPI Separator (Z-27001) dialirkan menuju
Dissolved Air Flotation Feed Tank (T-27012) kemudian diinjeksi emulsion
breaker untuk memecah ikatan emulsi air dan minyak. Flocculating agent juga
diinjeksikan untuk membantu pengendapan kotoran. Air yang telah diinjeksi
dialirkan menuju Dissolved Air Flotation (Z-27003) dimana air diinjeksi
gelembung udara berukuran kecil sehingga minyak menempel pada permukaan
gelembung udara menuju permukaan air. Minyak di permukaan dapat dengan
mudah dipisahkan. Air yang telah dibersihkan dialirkan menuju Discharge Basin
(T-27010).
72
BAB VI
LABORATORIUM
a. Melayani analisa yang berhubungan dengan proses produksi mulai dari bahan
baku, bahan penolong, bahan setengah jadi hingga produk hasil.
b. Melakukan pemantauan utilitas terhadap air proses, air pendingin, air umpan
boiler, air minum dan lain-lain yang berkaitan dengan proses produksi.
73
3. Uji N/C, H/C, dan konversi
4. Uji CO 2 dalam larutan urea
5. Uji H2 O dalam larutan urea
c Analisa Bahan Jadi
1. Uji kadar air pada produk urea
2. Uji N total urea pada produk urea
3. Uji biuret dalam larutan urea
4. Uji besi produk urea
5. Uji pewarnaan pada produk urea
d Analisa Supporting
1. Uji kualitas Ammonia Cooling Water
2. Uji kualitas Urea Cooling Water
3. Uji kualitas air Water Treatment Plant
4. Uji kualitas air Waste Water Treatment Plant
74
BAB VII
TUGAS KHUSUS
Judul
Studi Kasus Penyumbatan Cartridge Filter pada Sistem Reverse Osmosis
Unit Bagging and Supporting Departemen Produksi IB
Pendahuluan
Latar Belakang
PT. Petrokimia Gresik adalah salah satu industri pupuk terbesar di Indonesia.
Departemen Produksi IB yang terdapat di dalamnya memproduksi amoniak
dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun dan urea sebesar 570.000 ton/tahun.
Bahan baku dari pembuatan amoniak yakni gas alam, udara, dan steam. Amoniak
yang dihasilkan kemudian digunakan untuk bahan baku pembuatan urea.
75
meningkatnya pressure drop diantara Cartridge Filter. Studi kasus scaling pada
Cartridge Filter perlu dilakukan sehingga dapat diketahui penyebab scaling dan
cara mengatasinya.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada tugas khusus ini adalah :
1. Apakah penyebab scaling pada sistem Reverse Osmosis?
2. Bagaimana rekomendasi untuk mengatasi masalah scaling pada sistem
Reverse Osmosis?
Tujuan
Tujuan dari penyusunan tugas khusus ini adalah :
1. Mengetahui penyebab sistem Reverse Osmosis.
2. Memberikan rekomendasi untuk mengatasi masalah sistem Reverse
Osmosis.
Tinjauan Pustaka
Filtrasi adalah pemisahan fisik yang beroperasi berdasarkan pada ukuran
partikel atau tetesan, sehingga partikel di bawah ukuran tertentu akan melewati
penghalang, sementara partikel yang lebih besar tertahan pada penghalang untuk
kemudian dihilangkan (Sutherland, 2008). Proses filtarsi banyak dilakukan di
industri, misalnya pada pemurnian air minum, pemisahan kristal-kristal garam
dari cairan induknya, pabrik kertas dan lain-lain. Untuk semua proses filtrasi,
umpan mengalir disebabkan adanya tenaga dorong berupa beda tekanan (Oxtoby,
2002).
76
Prinsip dasar reverse osmosis adalah memberi tekanan hidrostatik yang
melebihi tekanan osmosis larutan sehingga pelarut dalam hal ini air dapat
berpindah dari larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut tinggi ke larutan
yang memiliki konsentrasi zat terlarut rendah. Reverse osmosis dapat memisahkan
air dari komponen-komponen yang tidak diinginkan dan akan didapatkan air
dengan tingkat kemurnian yang tinggi (Williams, 2003).
Gambar 7.1. Skema Fenomena Osmosis (a) dan Reverse Osmosis (b)
77
dinding pori membran, sehingga menyebabkan pengurangan fluks kontinu
(Mulder, 1996). Beberapa parameter yang mempengaruhi terjadinya fouling
adalah sifat alami dan konsentrasi dari zat terlarut dan larutan, material membran,
karakteristik permukaan membran, ukuran pori dan distribusi pori, dan
hidrodinamika dari modul membran (Prasetyo, 2015).
Mekanisme terjadinya scaling yaitu ketika kation dan anion seperti Ca2+
dan CO32- berikatan membentuk CaCO 3 . Senyawa tersebut membentuk micro
agregat kemudian membentuk inti kristal. Inti kristal tersebut semakin tumbuh
sehingga membentuk mikrokristal. Mikrokristal semakin tumbuh dengan
menyerap ion scaling pada air sehingga membentuk scale deposite. Mekanisme
scaling digambarkan sebagai Gambar 7.2. (Duggirala, 2005).
78
Ksp = γCa[Ca2+] γCO3 [CO 32-] (25)
2
Dengan, Ksp = kelarutan, M
γCa[Ca2+] = aktivitas ion Ca2+, M
γCO3 [CO 3 2-] = aktivitas ion CO 3 2-, M
79
HCO 3 - + H3 O+ ↔ H2 CO3 (carbonic acid) + H2 O (30)
Karena ion karbonat dan bikarbonat merupakan basa konjugat dari asam lemah,
mereka terlibat dalam kesetimbangan dengan ion hidronium (H3 O+) dan
konsentrasinya akan ditetapkan oleh pH (Duggirala, 2005).
Kontrol pH umum dilakukan di bagian pretreatment pabrik pengolahan air.
Asam sulfat (H2 SO4 ) ditambahkan ke dalam air lunak untuk mengurangi
kandungan bikarbonat dan menghindari pengendapan kalsium karbonat.
Pembentukan scale berupa gypsum (CaSO 4 ) dapat terjadi akibat kation Ca2+
dalam air berikatan dengan anion SO42− yang berasal dari injeksi asam sulfat untuk
mengatur pH (Al-mutaz and Al-Ghunaimi, 2014). Asam sulfat lebih mudah untuk
digunakan dan di banyak negara lebih mudah ditemukan daripada asam klorida.
Tetapi di sisi lain, sulfat yang ditambahkan ke aliran umpan dapat menyebabkan
sulfate scaling (“FILMTEC Membranes Scale Control,” 2000).
Metodologi
Analisis peristiwa penyumbatan pada cartridge filter dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut:
pH = - log[H+ ] (32)
Dengan pH = Tingkat keasaman/kebasaan suatu larutan
[H+] = Konsentrasi ion [H+] dalam air, mol/L
80
Jumlah asam sulfat yang ditambahkan dapat dihitung dengan neraca mol.
Dengan, Mol Awal = Mol [H+] sebelum diinjek asam sulfat, mol/jam
Mol H2 SO 4 = Mol [H+] dalam asam sulfat terinjeksi, mol/jam
Mol Akhir = Mol [H+] sesudah diinjek asam sulfat, mol/jam
M1 = Molaritas [H+] sebelum diinjek asam sulfat, mol/L
M2 = Molaritas [H+] dalam asam sulfat , mol/L
M3 = Molaritas [H+] sebelum diinjek asam sulfat, mol/L
V1 = Volume awal air, L/jam
V2 = Volume asam sulfat yang diinjek, L/jam
V3 = Volume awal air, L/jam
% 𝑥 𝜌𝑎𝑠
𝑀𝐻2𝑆𝑂4 = (35)
𝐵𝑀
Konsentrasi ion [H+] dalam asam sulfat dapat dicari dengan perbandingan
molaritas berikut.
𝐻2 𝑆𝑂4 ↔ 2𝐻+ + 𝑆𝑂42− (36)
Nilai M1 ,V1 ,M3 ,V3 dan M2 sudah diketahui dari perhitungan sebelumnya,
sehingga diperoleh nilai V2 yaitu volume asam sulfat yang ditambahkan.
81
Data mol kalsium karbonat diperoleh dari hasil lab, sedangkan inlet RO dan
mol asam sulfat diperoleh dari perhitungan poin c. Sehingga, diperoleh jumlah
gypsum yang terbentuk.
1
𝐶𝑎𝑐 = 𝐶𝑎𝑓 ( ) (38)
1−𝑌
1
𝑇𝐷𝑆𝑐 = 𝑇𝐷𝑆𝑓 ( ) (39)
1−𝑌
1
𝐴𝑙𝑘𝑐 = 𝐴𝑙𝑘𝑓 ( ) (40)
1−𝑌
Nilai Caf, TDSf dan Alkf diperoleh dari data lab inlet RO dan nilai Y
diperoleh dari data Operating Manual WTP. Nilai Cac, TDSc dan Alkc dapat
dihitung menggunakan persamaan (37), (38) dan (39)
Konsentrasi CO2 pada arus inlet diasumsikan sama dengan konsentrasi CO2
arus reject karena membran RO tidak dapat memisahkan gas terlarut. Nilai
konsentrasi CO 2 dapat diperoleh dari Gambar L-1. Data yang dibutuhkan untuk
82
membaca Gambar L-1 yaitu Alkf dan pHf yang diperoleh dari data lab inlet RO,
sehingga konsentrasi CO 2 dapat diperoleh.
Nilai pHc dapat diperoleh dengan membaca Gambar L-2 dengan data yang
dibutuhkan yaitu Alkc yang diperoleh dari perhitungan poin a dan konsentrasi CO 2
dari Gambar L-1.
Nilai pHs dapat dihitung menggunakan persamaan (40) dengan mencari nilai
konstanta pCa, pAlk dan “C” menggunakan Gambar L-3. Data yang dibutuhkan
untuk mencari konstanta tersebut yaitu Cac, Alkc dan TDSc yang diperoleh dari
perhitungan poin a, sehingga diperoleh nilai pHs. Nilai pHs merupakan turunan
dari Ca-Hardness, alkalinitas, suhu dan TDS (Total dissolve solid).
Apabila nilai pHc dan pHs sudah terhitung, maka nilai LSI dapat dihitung
menggunakan persamaan (42).
b. Menghitung pH inlet RO
83
dilakukan CIP (Cleaning in Place) untuk membersihkan membran RO sehingga
dapat berjalan dengan optimum kembali.
a. Kapasitas : 84 m3 /jam
b. Diameter sel filter : 450 mm
c. Tinggi : 1220 mm
d. Diameter filter : 5 µm
e. Tekanan desain : 6 kg/cm2 g
f. Temperatur desain : 70 o C
Asam sulfat (H2 SO4 ) diinjeksikan ke dalam air untuk menjaga pH pada
kisaran 4 – 5, sehingga kelarutan kalsium karbonat tetap tinggi dan tidak terjadi
scaling. Banyaknya asam sulfat yang diinjeksikan bergantung pada set point pH.
Semakin rendah pH yang diinginkan maka asam sulfat yang ditambahkan semakin
banyak. Namun asam sulfat dalam air dapat bereaksi dengan kalsium karbonat
membentuk gypsum. Fenomena ini disebut juga sulfate scaling dengan reaksi
sebagai berikut (Al-mutaz and Al-Ghunaimi, 2014).
H2 SO 4 + 2 CaCO3 ↔ Ca(HCO 3 )2 + CaSO 4 (31)
Dari data di lapangan, air inlet sistem RO dijaga 240 ton/jam. Dari hasil
perhitungan, jika inlet RO diatur pada pH 6 maka jumlah larutan asam sulfat 98%
yang perlu ditambahkan yakni 0,00668 L/jam. Sehingga apabila diasumsikan
asam sulfat habis bereaksi maka gipsum yang terbentuk yakni sebesar 16,34
g/jam. Kelarutan gypsum pada suhu 30o C sebesar 2,1 g/L (Perry et al., 1997).
Jumlah gypsum yang terbentuk sangat kecil dibanding dengan kelarutan di dalam
84
air dengan flowrate 250.635 L/jam. Namun, di lapangan ditemukan endapan
gypsum yang menyumbat catridgefilter. Hal ini didukung oleh data lapangan yang
menunjukkan bahwa penggantian cartridge filter sering dilakukan.
Kelarutan CaCO 3 dalam air yang digambarkan dengan Ksp dipengaruhi oleh
suhu dan pH. Semakin rendah pH, kelarutan CaCO 3 semakin tinggi. Hal ini
menyebabkan suhu dan pH perlu terus dijaga agar nilai kelarutan CaCO 3 tetap
berada di atas konsentrasinya. Ksp untuk CaCO 3 dalam air murni adalah 4,8x10-9
M2 pada 77 °F, yang berarti bahwa sekitar 6,9 mg CaCO 3 akan larut dalam 1 L air
murni. Hubungan pH dengan kelarutan CaCO 3 ditunjukkan pada Gambar 7.3.
(Duggirala, 2005).
Dari Gambar 7.3 dapat dilihat bahwa pada pH 10 sampai 14, kelarutan
CaCO 3 cenderung konstan. Hal ini dikarenakan CO 3 2- yang terkandung cenderung
tidak bereaksi pada kisaran pH tersebut. Pada pH 9 kelarutan mulai mengalami
kenaikan signifikan. Dan pada pH 7 kelarutan meningkat tajam. Sehingga
disarankan agar pH air inlet sistem RO dijaga kurang dari 7 agar kelarutan CaCO 3
tetap tinggi dan kemungkinan terjadinya scaling semakin kecil (Duggirala, 2005).
85
Dari data lapangan, pH outlet UF sebelum masuk sistem RO terukur pada
kisaran 7,4 dengan penambahan anti-scalant. Hal ini menandakan bahwa
kelarutan CaCO 3 dalam air masih terbilang belum cukup tinggi untuk terhindar
dari scaling.
Dari hasil perhitungan, dengan pH inlet sistem RO sebesar 7,4 diperoleh nilai
LSI yakni 1,4. Sedangkan nilai LSI yang dianjurkan yakni <0 untuk memastikan
bahwa scaling tidak akan terjadi meskipun telah ditambahkan injeksi anti-scaling
agent. Hal ini menandakan bahwa scaling dapat dengan mudah terjadi sehingga
perlu dilakukan kontrol pH. Dari Gambar 7.4. dapat dilihat bahwa nilai LSI 0
dihasilkan pada kondisi pH sekitar 6,0.
86
Rekomendasi
b. Injeksi CO 2
Karbon dioksida dapat mengurangi nilai pH air dengan cepat. Nilai pH
larutan karbon dioksida jenuh dengan konsentrasi 1,5 g/L dalam suhu 25 o C pada 1
atm yakni berkisar 3,9. Reaksi yang terjadi ketika karbon dioksida larut dalam air
adalah sebagai berikut.
CO 2 (g) ↔ CO2 (aq) (43)
CO 2 (aq) + H2 O (l) ↔ H2 CO 3 (aq) (44)
H2 CO3 (aq) ↔ H+(aq) + HCO 3-(aq) (45)
HCO 3 - (aq) ↔ H+ (aq) + CO 32– (aq) (46)
87
Tidak ada polusi sekunder seperti klorida (dari HCl) atau sulfat (dari (H 2 SO4 ).
Karbon dioksida masih aman jika bocor ke atmosfer dan tidak meninggalkan
residu.
b. Akurat
Karbon dioksida lebih baik daripada asam kuat untuk mengontrol pH karena
ia membentuk asam yang ringan namun sangat reaktif yang meminimalkan risiko
pengasaman terbuka dan dengan cepat merespons variasi pH atau aliran air yang
masuk (“Carbon Dioxide for pH Control,” n.d.).
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari tugas khusus ini yaitu :
1. Scaling yang terjadi pada sistem Reverse Osmosis dapat disebabkan oleh
terbentuknya gypsum akibat injeksi asam sulfat dan pengendapan kalsium
karbonat akibat pH yang terlalu tinggi.
2. Rekomendasi untuk mengatasi scaling pada sistem Reverse Osmosis adalah :
a) Menghentikan injeksi asam sulfat
b) Menambahkan injeksi CO 2 sebagai kontrol pH
88
DAFTAR PUSTAKA
Al-Amoudi, A., & Lovitt, R. W. (2007). Fouling strategies and the cleaning
system of NF membranes and factors affecting cleaning efficiency. Journal
of Membrane Science. https://doi.org/10.1016/j.memsci.2007.06.002
Das, A., Singh, V., Pugazhenth, G., Chandan, D., & Srinivas, M. (2015). Fouling
and Cleaning Characteristics of Reverse Osmosis (RO) Membranes. Journal
of Chemical Engineering & Process Technology, 06(04).
https://doi.org/10.4172/2157-7048.1000244
Lenntech bv. (n.d.). Getting the most out of your RO. Netherlands.
https://doi.org/10.1088/1748-0221/11/12/C12063
Perry, S., Perry, R. H., Green, D. W., & Maloney, J. O. (1997). PERRY’S
89
CHEMICAL ENGINEERS’ HANDBOOK (7th ed.). McGraw-Hill.
90
LAMPIRAN
Data Lapangan
Waktu
Parameter
13/01/19 14/01/19 15/01/19 17/01/19 Rata-rata
pH 7,5 7,3 7,5 7,4 7,4
Conductivity, mS/cm 486 436 430 483 458,7
Turbiditas, NTU 0,6 0,65 0,63 0,61 0,62
Alkalinitas, ppm CaCO3 120 106 104 100 107,5
Ca-Hardness, ppm CaCO3 120 134 114 110 119,5
TDS, ppm 243 218 215 242 229,5
91
Tabel L-3. Track Record Penggantian Cartridge Filter
RO, buah
Bulan Total
A B C D E
Juli 2018 108 54 81 81 0 324
Agustus 2018 27 54 54 0 27 162
Oktober 2018 108 108 81 54 54 405
November 2018 54 54 0 27 54 189
Desember 2018 0 54 0 0 0 54
Januari 2019 27 27 27 27 0 108
Total 189 243 108 108 108 1242
Jumlah gypsum yang terbentuk akibat injeksi asam sulfat dapat diperkirakan
dengan perhitungan sebagai berikut:
7,4 = −log[𝐻+ ]
[𝐻 + ] = 3,98 𝑥 10−8 𝑚𝑜𝑙/𝐿
b. Menghitung konsentrasi [H+] dalam air yaang telah diinjeksi asam sulfat
6,0 = −log[𝐻+ ]
[𝐻+ ] = 1 𝑥 10−6 𝑚𝑜𝑙/𝐿
c. Menghitung jumlah asam sulfat yang ditambahkan
92
Jumlah asam sulfat yang ditambahkan dapat dihitung dengan neraca mol
seperti pada persamaan (33) dan (34).
o
Densitas Air dan asam sulfat pada suhu 30 C dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut:
𝑇 𝑛
𝜌 = 𝐴𝑥𝐵 (−(1− 𝑇𝑐) (47)
Konstanta
Senyawa
A B Tc n
Air 0,3471 0,274 647,13 0,2857
Asam Sulfat 0,41552 0,19356 925 0,2857
Densitas air pada suhu 30o C atau 303 K dapat dihitung sebagai berikut:
303 0,2857
(−(1− )
𝜌𝑎𝑖𝑟 = 0,3471𝑥0,274 647,13
Densitas asam sulfat pada suhu 30 o C atau 303 K dapat dihitung sebagai
berikut:
303 0,2857
𝜌𝑎𝑠 = 0,41552𝑥0,19356(−(1−925 )
𝜌𝑎𝑠 = 1,8002 𝑘𝑔/𝐿
Berdasarkan data dari control roomFlow rate air masuk catridge filter
dijaga 245 ton/jam.
𝑘𝑔 𝑘𝑔
𝐹𝑙𝑜𝑤 𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑎𝑖𝑟 = 245000 𝑥 1,0230 = 250635 𝐿/𝑗𝑎𝑚
𝑗𝑎𝑚 𝐿
93
𝑀𝐻2𝑆𝑂4 = 18,002 𝑚𝑜𝑙/𝐿
Sehingga konsentrasi [H+] asam sulfat yang diinjeksi sebesar 36,004 mol/L
𝑀1 𝑉1 + 𝑀2 𝑉2 = 𝑀3 𝑉3
−8 𝑚𝑜𝑙
3,98 𝑥 10 × 250635
𝐿
+36,004
𝑚𝑜𝑙
× 𝑉2= 1 𝑥 10 −6
𝑚𝑜𝑙
×(250635
𝐿
+ 𝑉2 )
𝐿 𝑗𝑎𝑚 𝐿 𝐿 𝑗𝑎𝑚
𝑉2 = 0,00668 𝐿/𝑗𝑎𝑚
Sehingga larutan asam sulfat 98% yang ditambahkan sebesar 0,00668 L/jam
= 16,34 g/jam
94
Perhitungan LSI (Langelier Saturation Index)
Nilai pHs merupakan turunan dari Ca-Hardness, alkalinitas, suhu dan TDS
(Total dissolve solid). Konsentrasi kalsium, TDS dan alkalinitas arus reject
dihitung sebagai berikut:
1
𝐶𝑎𝑐 = 119,5 ( ) = 478 𝑝𝑝𝑚
1 − 0,75
1
𝑇𝐷𝑆𝑐 = 229,5 ( ) = 918 𝑝𝑝𝑚
1 − 0,75
1
𝐴𝑙𝑘𝑐 = 107,5 ( ) = 430 𝑝𝑝𝑚
1 − 0,75
Dari Gambar L-1 didapat nilai konsentrasi CO 2 yang didapat yakni sebesar
7,68 ppm. Sehingga dapat dicari nilai pHc. Nilai pHc merupakan fungsi
alkalinitas per CO2 arus reject. Nilai alkalinitas yang digunakan yakni 430 ppm.
𝐴𝑙𝑘 𝑐
Sehingga didapatkan = 56. Nilai pHc kemudian dicari dengan Gambar L-2.
𝐶 𝑂2
Nilai konstanta pCa, pAlk dan “C” dapat dicari menggunakan Grafik L-2.
Nilai pCa dipengaruhi oleh konsentrasi kalsium di arus reject , pAlk dipengaruhi
oleh alkalinitas di arus reject dan “C” dipengaruhi oleh suhu dan TDS di arus
reject.
95
Gambar L-1. Mencari Konsentasi CO2 dari Hubungan pH, Alkalinitas, dan
CO2
Gambar L-2. Mencari pHc dari Hubungan pH, Alkalinitas, dan CO2
96
Gambar L-3. Mencari pCc, pAlk, dan “C” dari Grafik LSI
97