Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY W G2 P1001 AB000 UK 38 MINGGU

DENGAN BEKAS SC DAN HEMOROID DI KAMAR BERSALIN RSUD


KANJURUHAN KEPANJEN

Oleh :

FERA SASANTI PURBOSARI

NIM: 2030011

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS : PROGRAM PROFESI STIKes


KEPANJEN MALANG

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Ny W G2 P1001 Ab000 Usia Kemhilan
38 Minggu dengan Bekas Sc dan Hemoroid di Kamar Bersalin RSUD Kanjuruhan Kepanjen,
Kab. Malang , yang Dilakukan Oleh :

Nama : FERA SASANTI PURBOSARI

NIM : 2030011

Prodi : PENDIDIKAN PROFESI NERS

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Progam Pendidikan Profesi Ners
Departemen Keperawatan Maternitas, yang dilaksanakan pada tanggal 08 Februari 2021
yang telah disetujui dan disahkan pada:

Hari : Jum’at

Tanggal : 12 Ferbruari 2021

Malang, 12 Februari 2021

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(.............................................) (.............................................)
A. KONSEP DASAR KEHAMILAN
1. Definisi
Kehamilan adalah hasil pertemuan antara sel telur dengan sel spermatozoa
(konsepsi) yang diikuti dengan perubahan fisiologis dan psikologis (Mitayani, 2009).
Kehamilan di definisakan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan
ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau inplantasi. Bila dihitung dari saat
fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40
minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan
terbagi menjadi tiga trimester yaitu dimana trimester kesatu berlangsung dalam 12
minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke 13-27 minggu), dan trimester ketiga 13
minggu (minggu ke-28 hingga ke 40 minggu). (sarwono prawirohardjo, Jakarta 2014)

2. Tanda-tanda Kehamilan
a. Tanda tidak pasti
1) Amenorrhea (terlambat datang bulan)
Kehamilan menyebabkan dinding dalam uterus (endometrium) tidak
dilepaskan sehingga amenorrhea atau tidak datangnya haid dianggap sebagai
tanda kehamilan. Namun, hal ini tidak dapat dianggap sebagai tanda pasti
kehamilan karena amenorrhea dapat juga terjadi pada beberapa penyakit kronik,
tumor-hipofise, perubahan faktor-faktor lingkungan, malnutrisi dan yang paling
sering gangguan emosional terutama pada mereka yang tidak ingin hamil atau
malahan mereka yang ingin sekali hamil.
2) Mual dan muntah
Mual dan muntah merupakan gejala umum mulai dari rasa tidak enak
sampai muntah yang berkepanjangan dalam kedokteran sering dikenal dengan
morning sickness karena munculnya sering kali pagi hari. Mual dan muntah
diperberat oleh makanan yang baunya menusuk dan juga oleh emosi penderita
yang ridak stabil. Untuk mengatasinya penderita perlu diberi makan-makan an
yang ringan, mudah dicerna dan jangan lupa menerangkan bahwa keadaan ini
masih dalam batas normal orang hamil. Bila berlebihan dapat pula diberikan obat-
obatan anti muntah.
3) Mastodinia
Mastodinia adalah rasa kencang dan sakit pada payudara disebabkan
payudara membesar. Faskularisasi bertambah asinus dan duktus berpoliferasi
karena pengaruh estrogen dan progesteron.
4) Gangguan kencing
Frekuensi kencing bertambah dan sering kencing malam, disebabkan karena
desakkan uterus yang membesar dan tarikan oleh uterus ke kranial.
5) Konstipasi
Konstipasi ini terjadi karena efek relaksasi progesteron atau dapat juga
karena perubahan pola makan.
6) Perubahan berat badan
Pada kehamilan 2-3 bulan sering terjadi penurunan berat badan karena
nafsu makan menurun dan muntah-muntah. Pada bulan selanjutnya berat badan
akan selalu meningkat sampai stabil menjelang aterm.
7) Perubahan warna kulit
Perubahan ini antara lain cloasma yakni warna kulit yang kehitamhitaman
pada dahi, punggung hidung dan kulit daerah tulang pipi, terutama pada wanita
dengan warna kulit gelap. Biasanya muncul setelah kehamilan 16 minggu. pada
daerah aerola dan putting payudara, warna kulit menjadi lebih hitam. Perubahan-
perubahan ini disebabkan stimulasi MSH (Melanocyte Stimulanting Hormone).
Pada kulit daerah abdomen dan payudara terdapat perubahan yang disebut strie
gravidarum yaitu perubahan warna seperti jaringan parut.
8) Perubahan payudara
Pembesaran payudara sering dikaitkan dengan terjadinya kehamilan, tetapi
hal ini bukan merupakan petunjuk pasti karena kondisi serupa dapat terjadi pada
pengguna kontrasepsi hormonal, penderita tumor otak atau ovarium, peengguna
rutin obat penenang, dan hamil semu (pseudocyesis). Akibat stimulasi prolaktin
dan HPL, payudara mengsekresi kolostrum, biasanya setelah kehamilan lebih dari
16 minggu.
9) Mengidam (ingin makan khusus)
Mengidam sering terjadi pada bulan-bulan pertama. Ibu hamil sering
meminta makanan atau minuman tertentu, terutama pada trimester pertama. Akan
tetapi menghilang dengan makin tuanya kehamilan.
10) Lelah (Fatique)
Kondisi ini disebabkan oleh menurunnya basal metabolic rate (BMR) dalam
trimester pertama kehamilan. Dengan meningkatnya aktifitas metabolik produk
kehamilan (janin) sesuai dengan berlanjutnya usia kehamilan, maka rasa lelah
yang terjadi selama trimester pertama akan berangsur-angsur menghilang dan
kondisi ibu hamil akan menjadi lebih segar.
11) Varises
Sering dijumpai pada triwulan terakhir. Terdapat pada daerah genetalia
eksterna, fossa poplitea, kaki dan betis. Pada multigravida kadang-kadang varises
ditemukan pada kehamilan yang terdahulu, timbul kembali pada triwulan
pertama. Kadang-kadang timbulnya varises merupakan gejala pertama kehamilan
muda.

3. Tanda Mungkin Hamil


1) Rahim membesar
Terjadi perubahan bentuk, besar, dan konsistensi rahim. Pada pemeriksaan
dalam dapat diraba bahwa uterus membesar dan makin lama makin bundar
bentuknya.
2) Tanda Hegar
Konsistensi rahim dalam kehamilan berubah menjadi lunak, terutama daerah
ismus. Pada minggu-minggu pertama ismus uteri mengalami hipertrofi seperti
korpus uteri. Hipertropi ismus pada triwulan pertama mengakibatkan 9 ismus
menjadi panjang dan lebih lunak. Sehingga kalau kita letakkan 2 jari dalam fornix
posterior dan tangan satunya pada dinding perut di atas simpisis maka ismus ini
tidak teraba seolah-olah korpus uteri sama sekali terpisah dari uterus.
3) Tanda Chadwick
Adanya hipervaskularisasi mengakibatkan vagina dan vulva tampak lebih
merah, agak kebiruan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon estrogen.
4) Tanda Piskacek
Pembesaran uterus ke salah satu arah sehingga menonjol jelas ke arah
pembesaran tersebut.
5) Braxton hicks
Bila uterus dirangsang (distimulasi dengan diraba) akan mudah berkontraksi.
Waktu palpasi atau pemeriksaan dalam uterus yang tadinya lunak akan menjadi
keras berkontraksi. Tanda ini khas untuk uterus dalam masa kehamilan.
6) Tes urine kehamilan (tes hCG) positif
Tes urine dilaksanakan minimal satu minggu setelah terjadi pembuahan.
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah mengetahui kadar hormon gonadotropin dalam
urine. Kadar yang melebihi ambang normal, mengindikasi bahwa wanita mengalami
kehamilan.

4. Tanda Pasti Kehamilan


1) Teraba gerakan janin
Gerakan janin pada primigravida dapat teraba pada kehamilan 28 minggu.
Sedangkan pada multigravida pada kehamilan 16 minggu karena telah
berpengalaman dari kehamilan terdahulu. Pada bulan 4 atau 5 janin itu kecil jika
dibandingkan dengan banyaknya air ketuban, maka kalau rahim didorong atau
digoyangkan, maka anak melenting di dalam rahim.
2) Teraba bagian-bagian janin
Bagian-bagian janin secara objektif dapat diketahui oleh pemeriksa dengan cara
palpasi menurut leopold pada akhir trimester kedua.
3) Denyut jantung janin
Denyut jantung janin secara objektif dapat diketahui oleh pemeriksa dengan menggunakan:
a) Fetal electrocarddiograph pada kehamilan 12 minggu
b) Sistem doppler pada kehamilan 12 minggu
c) Stetoskop leanec pada kehamilan 18-20 minggu
4) Terlihat kerangka janin pada pemeriksaan sinar rontgen
5) Dengan menggunakan USG dapat terlihat gambaran janin berupa ukuran kantong.
(Sulistyawati, 2013)

5. Perubahan Fisiologi pada Kehamilan


Dengan terjadinya kehamilan maka seluruh sistem genitalia wanita mengalami
perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang perkembangan dan pertumbuhan
janin dalam rahim. Plasenta dalam perkembangannya mengeluarkan hormon
somatomamotropin, estrogen, dan progesteron yang menyebabkan perubahan pada
bagian-bagian tubuh di bawah ini.
a. Uterus
Rahim atau uterus yang semula besarnya sejempol atau beratnya sebesar 30
gram akan mengalami hipertrofi dan hiperplasia, sehingga menjadi sebersat 1000
gram saat akhir kehamilan. Otot rahim mengalami hiperplasia dan hipertropi
menjadi lebih besar, lunak, dan dapat mengikuti pembesaran rahim karena
pertumbuhan janin. (Manuaba, 2010) Perubahan pada isthmus uteri (rahim)
menyebabkan isthmus menjadi lebih panjang dan lunak sehingga pada pemeriksaan
dalam seolah-olah kedua jari dapat saling sentuh. Perlunakan isthmus disebut tanda
Hegar.
b. Serviks
Satu bulan setelah konsepsi serviks akan menjadi lebih lunak dan kebiruan.
Perubahan ini terjadi akibat penambahan vaskularisasi dan terjadinya edema pada
seluruh serviks, berssamaan dengan terjadinya hipertrofi dan hiperplasia pada
kelenjar-kelenjar serviks. Seviks manusia merupakan organ yang kompleks dan
heterogen yang mengalami perubahan yang luar biasa selama kehamilan dan
pesalinan. Bersifat seperti katup yang bertanggung jawab menjaga janin di dalam
uterus sampai akhir kehamilan dan selama persalinan. (Sulin, Prawirohardjo, 2013)
c. Ovarium
Ovulasi berhenti namun masih terdapat korpus luteum graviditas sampai
terbentuknya plasenta yang akan mengambil alih pengeluaran estrogen dan
progesteron. (Sulistyawati, 2009). Dengan terjadinya kehamilan, indung telur yang
mengandung korpus luteum gravidarum akan meneruskan fungsinya sampai
terbentuknya plasenta yang sempurna pada usia 16 minggu. (Manuaba, 2010).
Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan folikel baru
juga ditunda. Hanya satu korpus luteum yang dapat ditemukan di ovarium. (Sulin,
Prawirohardjo, 2013).
d. Vagina
Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hiperemia terlihat jelas pada
kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga pada vagina akan terlihat
berwarna keunguan yang dikenal dengan tanda Chadwick. Perubahan ini meliputi
penipisan mukosa dan hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel
otot polos. (Sulin, Prawirohardjo, 2013).
e. Payudara
Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan
memberikan ASI pada saat laktasi. Perkembangan payudara tidak dapat dilepaskan
dari pengaruh hormon saat kehamilan, yaitu estrogen, progesteron, dan
somatomamotrofin.
Fungsi hormon mempersiapkan payudara untuk pemberian ASI dijabarkan
sebagai berikut :
1) Estrogen, berfungsi
a) Menimbulkan hipertrofi sistem saluran payudara
b) Menimbulkan penimbunan lemak dan air serta garam sehingga payudara
tampak makin membesar
c) Tekanan serat saraf akibat penimbunan lemak, air, dan garam menyebabkan
rasa sakit pada payudara
2) Progesteron, berfungsi
a) Mempersiapkan asinus sehingga dapat berfungsi
b) Meningkatkan jumlah sel asinus
3) Somatomamotrofin, berfungsi
a) Memengaruhi sel asinus untuk membuat kasein, laktalbumin, dan
laktoglobulin
b) Penimbunan lemak di sekitar alveolus payudara
c) Merangsang pengeluaran kolostrum pada kehamilan
(Manuaba, 2010)
f. Sistem kardiovaskular
Selama kehamilan, jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya
atau biasa disebut sebagai curah jantung (cardiac output) meningkat sampai 3050%.
Peningkatan ini mulai terjadi pada usia kehamilan 6 minggu dan mencapai
puncaknya pada usia kehamilan 16-28 minggu. Oleh karena curah jantung yang
meningkat, maka denyut jantung pada saat istirahat juga meningkat (dalam keadaan
normal 70 kali/menit menjadi 80-90 kali/menit). Pada ibu hamil dengan penyakit
jantung, ia dapat jatuh dalam keadaan decompensate cordis. (Sulistyawati, 2009).
Setelah mencapai kehmilan 30 minggu, curah jantung agak menurun karena
pembesaran rahim menekan vena yang membawa darah dari tungkai ke jantung.
Selama persalinan, curah jantung meningkat sebesar 30%, setelah persalinan curah
jantung menurun sampai 15-25% di atas batas kehamilan, lalu secara perlahan
kembali ke batas kehamilan. (Sulistyawati, 2009).
g. Sistem respirasi
Pada kehamilan, terjadi juga perubahan sistem respirasi untuk dapat
memenuhi kebutuhan O2. Di samping itu, terjadi desakan diafragma karena
dorongan rahim yang membesar pada usia kehamilan 32 minggu. Sebagai
kompensasi terjadinya desakan rahim dan kebutuhan O2 yang meningkat, ibu
hamil akan bernafas lebih dalam sekitar 20-25% daripada biasanya. (Manuaba,
2010).
h. Sistem pencernaan
Oleh karena pengaruh esterogen, pengeluaran asam lambung meningkat dan
dapat menyebabkan:
1) Pengeluaran air liur berlebihan (hipersalivasi)
2) Daerah lambung terasa panas
3) Terjadi mual dan sakit/pusing kepala terutama pagi hari, yang disebut morning
sickne ss
4) Muntah, yang terjadi disebut emesis gravidarum
5) Muntah berlebihan sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari, disebut
hiperemesis gravidarum
6) Progesteron menimbulkan gerak usus makin berkurang dan dapat menyebabkan
obstipasi (manuaba,2010).
i. Traktus urinarius
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan tertekan oleh uterus
yang mulai membesar sehingga menimbulkan sering berkemih. Keadaan ini akan
hilang dengan makin taunya kehamilan bila uterus keluar dari rongga panggul. Pada
akhir kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke pintu atas panggul, keluhan
itu akan timbul kembali. (Sulin, Prawirohardjo, 2013)
j. Kulit
Pada kulit terjadi perubahan pada deposit pigmen dan hiperpigmentasi karena
pengaruh melanophore stimulating hormone lobus hipofisis anterior dan pengaruh
kelenjar suprarenalis. Hiperpigmantasi ini terjadi pada striae gravidarum livide atau
alba, areola mammae, papilla mammae, linea nigra, pipi (khloasma gravidarum).
Setelah persalinan hiperpigmentsi ini akan menghilang. (Manuaba, 2010)
k. Perubahan metabolik
Sebagian besar penambahan berat badan selama kehamilan berasal dari uterus
dan isinya. Kemudian payudara, volume darah, dan cairan ekstraselular.
Diperkirakan selama kehamilan berat badan akan bertambah 12,5 kg. (Sulin,
Prawirohardjo, 2013) Pada trimester ke-2 dan ke-3 pada perempuan dengan gizi baik
dianjurkan menambah berat badan per minggu sebesar 0,4 kg, sementara pada
perempuan dengan gizi kurang atau berlebih dianjurkan menambah berat badan per
minggu masing-masing sebesar 0,5 kg dan 0,3 kg. (Sulin, Prawirohardjo, 2013)
Menurut Depkes RI (2006), kenaikan normal bagi ibu hamil sebesar 7-12 kg.
Bertambahnya berat karena hasil konsepsi yaitu janin, plasenta, dan cairan amnion.
Selain itu alat-alat reproduksi ibu seperti rahim dan payudara membesar, volume
darah bertambah selain lemak tubuh yang meningkat.
l. Sistem muskuloskeletal
Lordosis yang progresif akan menjadi bentuk yang umum pada kehamilan.
Akibat kompensasi dari pembesaran uterus ke posisi anterior, lordosis menggeser
pusat daya berat ke belakang ke arah dua tungkai. Sendi sakroilliaka, sakrokoksigis
dan oubis akan meningkat mobilitasnya, yang diperkirakan karena pengaruh
hormonal. Mobilitas tersebut dapat mengakibatkan perubahan sikap ibu dan pada
akhirnya menyebabkan perasaan tidak enak pada bagian bawah punggung terutama
pada akhir kehamilan. (Sulin, Prawirohardjo, 2013)

B. KONSEP HEMOROID
1. Definisi
Hemorhoid adalah pelebaran vena (varises) di dalam plexus hemorhoidalis
yang bukan merupakan keadaan patologik. Hemorhoid normalnya terdapat pada
individu sehat terdiri dari bantalan fibromuskuler yang sangat bervaskularisasi yang
melapisi saluran anus. Pada ibu hamil, tekanan intra abdomen yang meningkat karena
pertumbuhan janin dan juga karena adanya perubahan hormon menyebabkan
pelebaran vena hemorhoidalis. Pada kebanyakan wanita, hemorhoid yang disebabkan
oleh kehamilan merupakan hemorhoid temporer, yang berarti akan hilang beberapa
saat setelah melahirkan. Tindakan diperlukan bila hemorhoid menyebabkan keluhan
atau penyulit. (Narrow dkk, 2004)
2. Etiologi
Penyebab hemorhoid secara pasti tidak diketahui, konstipasi kronis dan mengejan saat
defekasi dapat berperan penting. Mengejan secara terus-menerus dan BAB yang keras
menyebabkan pembesaran dan prolaps sekunder bantalan pembuluh darah
hemorhoidalis. Jika mengejan terusmenerus, pembuluh darah menjadi berdilatasi
secara progresif dan jaringan submukosa kehilangan perlekatan normalnya dengan
sfingter interna di bawahnya, yang menyebabkan prolaps hemorhoid yang klasik dan
berdarah.
Faktor penyebab hemorhoid lainnya, yaitu : kehamilan, obesitas, diet rendah serat,
dan kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena
hemorhoidalis
Menurut Marvin L Corman, ada empat teori mayor yang berhubungan dengan faktor
penyebab timbulnya hemorhoid:
1. Adanya dilatasi abnormal dari vena di dalam pleksus vena hemorroidalis interna,
yang merupakan percabangan dari vena hemorroid superior dan tengah.
2. Adanya distensi abnormal dari anastomosis arteriovena yang lokasinya sama
dengan pembengkakan anus.
3. Perubahan tempat atau prolaps dari pembengkakan anus
4. Adanya kerusakan dari sistem jaringan penghubung

3. Klasifikasi
Hemoroid dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu Hemorhoid Eksterna dan
Hemoroid Interna
a. Hemorhoid eksterna merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemorhoidalis
inferior, terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah
epitel anus atau sebelah distal dari linea dentata yang ditutupi oleh anoderm.
Karena anoderm merupakan jaringan yang kaya dengan innervasi saraf maka
trombosis pada hemorhoid eksterna dapat menyebabkan nyeri yang signifikan.
Hemorhoid eksterna diklasifikasikan menjadi bentuk akut dan kronik yaitu :
 Hemorhoid eksterna akut. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan
pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma.
 Hemorhoid eksterna kronik. Disebut juga skin tags, berupa satu atau lebih
lipatan kulit yang terdiri dari jaringan penyambung sedikit pembuluh darah.
Sering merupakan kelanjutan dari hemorhoid eksterna yang mengalami
trombosis.
b. Hemorhoid interna
Hemorhoid interna adalah kondisi dimana pleksus vena hemorhoidalis superior di
atas garis mukokutan atau sebelah proksimal dari linea dentata dan ditutupi oleh
mukosa. Hemorhoid interna merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan
submukosa pada rektum sebelah bawah. Hemorhoid interna terdapat pada tiga
posisi primer, yaitu kanan depan (jam 11), kanan belakang (jam 7), dan lateral
kiri (jam 3), yang oleh Miles disebut sebagai ³Three Primary Haemorrhoidal
Areas”. Hemorhoid yang lebih kecil terdapat diantara ketiga letak primer tersebut
dan kadang sirkuler. (Sjamsuhidajat, dkk 2005)

Hemorhoid interna dapat menjadi prolaps dan berdarah terkadang juga menjadi
sangat nyeri apabila berkembang menjadi trombosis dan nekrosis (biasanya
terjadi prolaps yang berat, inkarserasi dan atau strangulasi). Hemorhoid interna
sesuai dengan tingkat prolapsnya diklasifikasikan menjadi 4 derajat, antara lain:
a. Derajat I - Terdapat perdarahan merah segar pada rektum paska defekasi -
Tanpa disertai rasa nyeri - Tidak terdapat prolaps - Pada pemeriksaan
anoskopi, terlihat permulaan dari benjolan hemorhoid yang menonjol ke
dalam lumen.
b. Derajat II - Terdapat perdarahan atau tanpa perdarahan sesudah defekasi -
Terjadi prolaps hemorhoid yang dapat masuk sendiri (reposisi spontan)
c. Derajat III - Terdapat perdarahan atau tanpa perdarahan sesudah defekasi -
Terjadi prolaps hemorhoid yang tidak dapat masuk sendiri, jadi harus
didorong dengan jari (reposisi manual).
d. Derajat IV - Terdapat perdarahan sesudah defekasi

4. Tanda dan gejala


Pasien sering mengeluh menderita hemorhoid atau wasir tanpa ada
hubungannnya dengan gejala rektum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang
sekali ada hubungannya dengan hemorhoid interna dan hanya timbul pada hemorhoid
eksterna yang mengalami trombosis yang luas dengan edema dan radang
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama dari hemorhoid interna akibat
trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak
tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas pembersih
sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah.
Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya
akan oksigen. Perdarahan luas dan intensif di pleksus hemorhoidalis menyebabkan
perdarahan. Perdarahan yang berulang dapat mengakibatkan anemia.
Hemorhoid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol ke
luar dan menimbulkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada
waktu defekasi dan disusul reduksi spontan setelah defekasi. Pada stadium yang lebih
lanjut, hemorhoid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk
kembali ke dalam anus. Pada akhirnya hemorhoid dapat berlanjut menjadi bentuk
yang mengalami prolaps menetap dan tidak bisa didorong masuk kembali. Keluarnya
mukus dan terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan ciri hemorhoid yang
mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang
dikenal sebagai pruritus anus dan hal ini disebabkan oleh kelembaban yang terus
menerus dan rangsangan mucus. (Sjamsuhidajat, dkk 2005)

5. Patofisiologi
Hemorhoid adalah suatu bantalan jaringan ikat di bawah lapisan epitel saluran anus.
Bantalan ini merupakan bagian normal dari anorektum manusia dan telah ada sejak
dalam rahim. Bantalan ini mengelilingi dan menahan anastomosis antara arteri
rektalis superior dengan vena rektalis superior, media dan inferior. Bantalan ini juga
mengandung lapisan otot polos di bawah epitel yang membentuk massa bantalan.
Jaringan hemorhoid normal berperanan sebesar 15-20% dalam membentuk tekanan
anus pada waktu istirahat. Bantalan ini juga memberi informasi sensorik penting
dalam membedakan benda padat, cair atau gas. Secara teoritis, manusia memiliki 3
buah bantalan pada posterior kanan, anterior kanan, dan lateral kiri. Apabila bantalan
mengalami pembesaran hingga menonjol keluar, mengalami trombosis hingga nyeri,
atau mengalami perdarahan, maka timbul suatu keadaan patologis yang disebut
sebagai penyakit Hemoroid. Ada banyak factor yang berperan pada terjadinya
pembesaran bantalan tersebut yang akan menyebabkan hemorrhoid.
6. Phatway
Konstipasi Peningkatan Peningkatan tekanan Nutrisi yang
tekanan intra vena Haemorrhoidalis kurang abdomen
mengandung
serat

Peleburan pembuluh darah vena pada pleksus haemorrhoidalis (pada saluran anus)

Pre Op Post Op
Pembedahan
Resiko Injuri Trombosis

Psikologis Fisik

Trauma Defekasi Prolap Haemoroid Ketakutan Terputusnya

MK : Ansietas Jaringan

MK : Risiko Takut untuk BAB

Perdarahan
Feses Keras Keterbatasan Merangsang Luka
Gerak Saraf Diameter Tempat

MK : Risiko Perdarahan Kecil masuk-

Konstipasi MK : Gate Control nya MK :

Risiko Intoleransi Terbuka mikro-

Ketidak- Aktivitas Saraf Aferen organisme

Seimbangan Cortex Cerebri

Resiko
Cairan Saraf Diferen Risiko
infeksi

MK : Nyeri Infeksi
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Colok Dubur
Diperlukan untuk menyingkirkan kemugkinan karsinoma rektum. Pada hemoroid
interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi dan
biasanya tidak nyeri
b. Anoskop
Diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol keluar
c. Proktosigmoidoskopi Untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh
proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi
8. Penetalaksanaan
Hemorhoid yang tidak menimbulkan keluhan tidak memerlukan pengobatan khusus,
kecuali tindakan preventif tersebut di atas. Setelah melahirkan, hemorhoid yang tanpa
komplikasi berat akan mengecil dengan sendirinya. Tatalaksana hemorhoid terdiri dari
terapi non bedah dan terapi bedah
Terapi Non Bedah
a. Terapi konservatif dan obat-obatan (medikamentosa)
Pengobatan konservatif terdiri dari mengubah kebiasaan defekasi dan
manipulasi diet. Terapi konservatif ini ditujukan untuk pasien yang memiliki
kebiasaan diet atau higiene yang tidak normal. Kebanyakan pasien dengan
hemorhoid (derajat I dan II) dapat diobati dengan tindakan lokal dan anjuran diet.
Untuk menghilangkan faktor penyebab, misalnya obstipasi dapat dengan cara
banyak makan makanan berserat seperti buah dan sayur, banyak minum dan
mengurangi konsumsi daging serta makanan yang merangsang.
Hemorhoid interna yang mengalami prolaps karena edema umumnya dapat
dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan tirah baring dan kompres
lokal untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan air hangat selama
10 sampai 15 menit (sitz bath) juga dapat meringankan nyeri
Pengobatan topikal bisa dilakukan dengan cara memberikan salep dan atau
suposituria seperti lidokain, hidrosmin dan flukortolon yang dapat mengurangi
keluhan subjektif meski tidak dapat menyembuhkan. Bila ada infeksi diberikan
antibiotika per oral. Untuk melancarkan defekasi dan mengurangi mengejan saat
buang air besar dapat diberikan pencahar, seperti cairan paraffin atau larutan
magnesium sulfat 10 %.
Obat-obatan yang biasa digunakan, antara lain:
 Pencahar Tujuannya untuk mengatasi konstipasi dan menghindari mengejan
saat buang air besar. Pencahar yang menjadi pilihan pertama adalah pencahar
pembentuk massa. Obat golongan ini berasal dari alam, yaitu agar-agar dan
psillium dan berasal semisintetik, yaitu metilselulosa dan natrium karboksi
metil selulosa.
 Anestesi topikal Yang biasa digunakan adalah krim lidokain 5%, dimana
akan menurunkan permeabilitas ion sodium pada membran syaraf,
menghambat depolarisasi, menghambat transmisi impuls syaraf. Termasuk
obat golongan B untuk wanita hamil dan digunakan secara topikal.
 Analgesik Seperti asetaminofen yang digunakan untuk mengurangi rasa
sakit. Termasuk golongan B untuk wanita hamil. Obat ini diberikan jika
hemorhoid terasa sangat nyeri.
 Terapi alternatif lain yang masih dalam penelitian, antara lain flavonoid.
Campuran flavonoid yang berasal dari sitrus telah lama dikenal sebagai
pengobatan hemorhoid pada kehamilan
b. Terapi pembedahan
Apabila hemoroid internal derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan
konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan.
HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana
pembedahan hemoroid antara lain : (Acheson, A.G)
a. Hemoroid internal derajat II berulang
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif f.

Permintaan pasien Pembedahan yang sering dilakukan yaitu : (Halverson, A &


Acheson, A.G)
a. Skleroterapi
b. Rubber band ligation
c. Infrared thermocoagulation
d. Bipolar Diathermy
e. Laser haemorrhoidectomy
f. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation
g. Cryotherapy
h. Stappled Hemorrhoidopexy
9. Konsep Aauhan Keperawatan
A. Pengkajian

1. Biodata
a. dentitas Pasien : Nama/Inisial, umur, jenis kelamin, status, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat, no MR, ruang rawat, tanggal masuk, tanggal pengkajian.
b. Identitas Penanggung Jawab : Nama/Inisial, umur, jenis kelamin, hubungan
keluarga, pekerjaan, alamat.
2. Alasan Masuk/Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan hal yang pertama kali dikeluhkan klien kepada
perawat / pemeriksa.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang merupakan pengembangan dari keluhan utama
yang mencakup PQRST. Adapun hal – hal yang harus diperhatikan saat
melakukan pengkajian riwayat kesehatan sekarang klien, yaitu :
 Apakah ada rasa gatal, panas / terbakar dan nyeri pada saat defekasi.
 Adakah nyeri abdomen.
 Apakah ada perdarahan di rectum, seberapa banyak, seberapa sering, dan
apa warnanya (merah segar atau warna merah tua).
 Bagaimana pola eliminasi klien, apakah seing menggunakan laktasif atau
tidak.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Tanyakan pada klien apakah dahulu pernah mengalami hal yang sama, kapan
terjadinya, bagaimana cara pengobatannya. Apakah memiliki riwayat
penyakit yang dapat menyebabkan hemoroid atau yang dapat menyebabkan
kambuhnya hemoroid.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah keluarga klien memiliki riwayat penyakit menular (seperti
TBC, HIV/AIDS, hepatitis, dll) maupun riwayat penyakit keturunan (seperti
hipertensi, Diabetes, asma, dll).
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien hemoroid biasanya seperti pemeriksaan fisik pada
umumnya, tetapi pada saat pemeriksaan rectum dilakukan hal – hal sebagai
berikut:
Pasien dibaringkan dengan posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan
dada menempel pada tempat tidur (posisi genupectoral / kneechest).
Inspeksi
a. Pada inspeksi lihat apakah ada benjolan sekitar anus
b. Apakah benjolan terlihat saat prolapse
c. Bagaimana warnanya, apakah kebiruan, kemerahan, atau kehitaman.
d. Apakah benjolan tersebut terletak diluar atau didalam (internal / eksternal)
Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menggunakan sarung tangan dan vaselin dengan
melakukan rektal taucher, dengan memasukan satu jari kedalam anus. Apakah
ada benjolan, apakah benjolan tersebut lembek, lihat apakah ada perdarahan.

5. Data Biologis
Di kaji kegiatan/aktivitas sehari-hari pasien seperti : saat sehat porsi makan selalu
habis minumnya pun 7-8 L/hari atau saat sakit porsi makannya tidak habis atau ½
porsi, dalam pengkajian eliminasi saat sehat BAB rutin dalam sehari 2-3 kali dan
tidak ada kesulitan dan BAK juga rutin dalam sehari 9-10 kali dan tidak ada
kesulitan, dan saat sakit BAB dan BAK pasien mengalami kesulitan seperti
halnya BAB sulit mengedan atau konsistensi cair dan BAK terganggu sehingga
dipasang kateter, istirahat dan tidur tidak ada kesulitan saat sehat dan saat sakit
bisa saja terganggu tidur karena penyakit yang diderita pasien, dan juga personal
hygiene pasien saat sehat bisa melakukan sendiri dan saat sakit dibantu oleh
keluarga dan kerabat pasien.
6. Riwayat Alergi
Di kaji melalui pasien atau keluarga pasien riwayat alergi pasien baik makanan,
minuman, maupun obat-obatannya.
7. Data Penunjang
8. Biasanya yang diperlukan dalam pengkajian data penunjang yaitu data
laboratorium dan hasil pemeriksaan colonoscopy yang sangat menunjang dalam
pengkajian penyakit hemoroid, pemeriksaan EKG (jika ada), pemeriksaan
thoraks (jika ada), dan pemeriksaan lainnya.
B. Diagnose Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Risiko Perdarahan
b. Risiko Konstipasi
c. Risiko Ketidakseimbangan Cairan
2. Post Operasi
a. Ansietas
b. Intoleransi Aktivitas
c. Risiko Infeksi
d. Nyeri Akut
C. Intervensi
Pre op

No Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Diagnosis Keperawatan : Tujuan : Pencegahan Perdarahan
Risiko Perdarahan Observasi :
Setelah dilakukan tindakan
1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
keperawatan selama 3x24 jam pasien
2. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah
dapat mengurangi risiko mengalami
kehilangan darah
kehilangan darah baik internal maupun
3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
eksternal.
4. Monitor koagulasi
Kriteria Hasil : Terapeutik :
1. Membran mukosa lembap meningkat 1. Pertahankan bed rest selama perdarahan
2. Kelembapan kulit meningkat 2. Batasi tindakan invasive, jika perlu
3. Hemoptisis menurun 3. Gunakan kasur pencegah dekubitus
4. Hematemesis menurun 4. Hindari pengukuran suhu rectal
5. Hematuria menurun Edukasi :
6. Perdarahan anus menurun 1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
7. Distensi abdomen menurun 2. Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
8. Perdarahan vagina menurun 3. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
9. Prdarahan pasca operasi menurun konstipasi
10. Hemoglobin membaik 4. Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
11. Hematokrit membaik 5. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
12. Tekanan darah membaik 6. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
13. Frekuensi nadi membaik Kolaborasi :
14. Suhu tubuh membaik 1. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan,jika perlu
2. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
2 Resiko konstipasi Tujuan : Pencegahan Konstipasi
Observasi :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi faktor risiko konstipasi (mis. asupan serat tidak
selama 3x24 jam pasien dapat adekuat, asupan cairan tidak adekuat, aganglionik, kelemahan
mengurangi risiko mengalami kesulitan otot abdomen, aktivitas fisik kurang)
dan penegeluaran feses tidak lengkap. 2. Monitor tanda dan gejala konstipasi (mis. defekasi kurang 2
kali seminggu, defekasi lama / sulit, feses keras, peristaltik
Kriteria Hasil : menurun)
1. Kontrol pengeluaran feses meningkat 3. Identifikasi status kognitif untuk mengkomunikasikan
2. Keluhan defekasi lama dan sulit kebutuhan
Menurun 4. Identifikasi penggunaan obat-obatan yang
3. Mengejan saat defekasi menurun menyebabkan konstipasi
4. Distensi abdomen menurun Terapeutik :
5. Teraba massa pada rektal menurun 1. Batasi minuman yang mengandung kafein dan alkohol
6. Nyeri abdomen menurun 2. Jadwalkan rutinitas BAK
7. Kram abdomen menurun 3. Lakukan masase abdomen
8. Konsistensi feses membaik 4. Berikan terapi akrupresur
9. Frekuensi BAB membaik Edukasi :
10. Peristaltik usus membaik 1. Jelaskan penyebab dan faktor risiko konstipasi
2. Anjurkan minum air putih sesuai dengan kebutuhan (1500-
2000 mL/hari)
3. Anjurkan mengkonsumsi makanan berserat (25-30 gram/hari)
4. Anjurkan meningkatkan aktivitas fisik sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan berjongkok untuk memfasilitasi BAB
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi, jika perlu

Post op
No Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Diagnosis Keperawatan : Tujuan : Reduksi Ansietas
Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
selama 2x24 jam pasien dapat 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis.Kondisi,
mengurangi kecemasan. waktu, stressor)
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
1. Verbalisasi kebingungan menurun 3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi Terapeutik :
yang dihadapi menurun 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
3. Periku gelisah menurun kepercayaan
4. Perilkau tegang menurun 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
5. Pola tidur membaik Memungkinkan
6. Frekuensi nadi membaik 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
7. Tekanan darah membaik 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinka
6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
8. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
datan
Edukasi :
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
3. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif
4. Latih kegiatan pengalihan ubntuk mengurangi ketegangan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas
2 Intoleransi aktifitas Tujuan : Manajemen Energi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
selama 2x24 jam pasien dapat 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
beraktivitas secara mandiri baik dengan kelelahan
atau tanpa bantuan alat. 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Kriteria Hasil : 3. Monitor pola dan jam tidur
1. Menopang berat badan meningkat 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
2. Berjalan dengan langkah yang efektif aktivitas
meningkat Terapeutik :
3. Berjalan meningkat 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
4. Nyeri saat berjalan menurun 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
C. KONSEP DASAR SECTIO CAESARIA (SC)
2. Definisi
Sectio Caesarea (SC) adalah suatu cara untuk melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.(Nurarif
& Kusuma, 2015). Sectio Caesarea (SC) adalah proses persalinan dengan
melalui pembedahan dimana irisan dilakukan di perut untuk mengeluarkan
seorang bayi (Endang Purwoastuti and Siwi Walyani, 2014).

3. Epidemiologi
World Health Organizaton (WHO) menetapkan standar rata-rata
persalinan operasi sesar disebuah Negara adalah sekitar 5-15 peren per 1000
kelahiran didunia. Menurut WHO, peningkatan persalinan dengan operasi
sesar diseluruh Negara terjadi semenjak tahun 2007-2008 yaitu 110.000 per
kelahiran diseluruh Asia. Di Indonesia sendiri, angka kejadian operasi sesar
juga terus meningkat baik dirumah sakit pemerintah maupun di rumah sakit
swasta. Menurut data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
menunjukkan terjadi kecenderungan peningkatan operasi sesar di Indonesai
dari tahun 1991 sampai tahun 2007 yaitu 1,3-6,8 persen. Persalinan sesar
dikota jauh lebih tinggi dibandingkan di desa yaitu 11 persen disbandingkan
3,9 persen. Hasil Riskesdes tahun 2013 menunjukkan kelahiran dengan
metode operasi sesar sebesar 9,8 persen dari total 49,603 kelahiran
sepanjang tahun 2010 sampai dengan 2013 dengan proporsi tertinggi di DKI
Jakarta (19,9%) dan terendah di Sulawesi Tenggara (3,3 %).

4. Etiologi
a. Etiologi yang berasal dari ibu
Menurut Manuaba (2012), adapun penyebab sectio caesarea yang
berasal dari ibu yaitu ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk,
terdapat kesempitan panggul, rupture uteri mengancam, plasenta previa
terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I-II, komplikasi
kehamilan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan
perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).
Selain itu terdapat beberapa etiologi yang menjadi indikasi medis
dilaksanakannya seksio sesaria antara lain :CPD (Chepalo Pelvik
Disproportion), PEB (Pre-Eklamsi Berat), KPD (Ketuban Pecah Dini),
Faktor Hambatan Jalan Lahir.
b. Etiologi yang berasal dari janin
Gawat janin, mal presentasi, dan mal posisi kedudukan janin,
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan
vakum atau forceps ekstraksi (Nurarif & Kusuma, 2015).
5. Klasifikasi
a. Sectio Caesarea (SC) abdomen
1) Sectio Caesaria Transperitonealis
a) Sectio Caesaria Klasik atau Korporal dengan insisi memajang pada
korpus uteri
b) Sectio Caesaria Ismika atau Profunda atau Low Cervical dengan
insisi pada segmen bawah Rahim
c) Section Caesaria Ekstraperitonealis, yaitu section caesaria tanpa
membua peritoneum pariatele ; dengan demikian tidak membuka
kavum abdominis
b. Sectio Caesarea (SC) vaginalis Menurut arah sayatan pada rahim, SC
dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Sayatan yang memanjang (Longitudinal)
2) Sayatan yang melintang (Transversal)
3) Sayatan yang berbentuk huruf T (T-Incision)
c. Sectio Caesarea (SC) klasik
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira – kira sepanjang 10 cm. Tetapi saat ini teknik ini jarang dilakukan
karena memiliki banyak kekurangan namun pada kasus seperti operasi
berulang yang memiliki banyak perlengketan organ cara ini dapat
dipertimbangkan.
d. Sectio Caesarea (SC) ismika
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim kira – kira sepanjang 10 cm.
6. Manifestasi Klinis (Tanda & Gejala)
Menurut Donges (2010), antara lain :
a) Nyeri akibat ada luka pembedahan
b) Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c) Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak diumbilikus
d) Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
e) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
f) Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
g) Biasanya terpasang kateter urinarius
h) Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
i) Pengaruh anastesi dapat menimbulakn mual dan muntah

7. Patofisiologis
Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan
persalinan normal tidak memungkinkan dan akhirnya harus dilakukan
tindakan Sectio Caesarea, bahkan sekarang SC menjadi salah sattu pilihan
persalinan (Sugeng, 2010).
Adanya beberapa hambatan ada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat dilahirkan secara normal, misalnya plasenta previa, rupture
sentralis dan lateralis, panggul sempit, partus tidak maju (partus lama), pre-
eklamsi, distoksia service dan mall prrsentasi janin, kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu
Sectiocaesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan yang
akan menyebabkan pasien mengalami mobilisasi sehingga akan
menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara
dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktifitas perawaan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
deficit perawatan diri. Kurangnya informasi menganasi proses pembedahan,
penyembuhn dan prawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas
pada pasien. Selain itu dalam proses pembedahan juga akan dilakukan
tindakan inisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan inkontinuitas
jaringan, pembuluh darah dan saraf-saraf didaerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamine dan prostaglandin yang akan
menimbulkan rasa nyeri. Setelah semua proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post operasi yang bila
tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.

8. Pathway

9. Komplikasi
Komplikasi pada sectio caesarea menurut (Mochtar, 2013, hal. 87)
adalah saebagai berikut :
b. Infeksi Puerferal (nifas)
2) Ringan dengan kenaikan suhu hanya beberapa hari saja.
3) Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan
perut sedikit kembung.
4) Berat dengan peritonitis, sepsisdan illeus paralitik. Infeksi berat sering
kita jumpai pada partus terlantar, sebelum timbul infeksinifas, telah
terjadi infeksi intra partum karena ketuban pecah terlalu lama.
c. Perdarahan karena
2) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
3) Atonia uteri.
4) Perdarahan pada placental bed.
d. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.Kemungkinan ruptur uteri spontan pada
kehamilan mendatang.

10. Pemeriksaan Penunjang


b. Haemoglobin atau hematokit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
c. Leukosit mengidentifikasi adanya infeksi
d. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
e. Urinalisis/kultur urine
f. Pemeriksaan elektrolit

11. Penalaksanaan
b. Rawat Gabungpe
Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama, sehingga ibu
lebih banyak memperhatikan bayinya, memberikan ASI sehingga
kelancaran pengeluaran ASI terjamin
2) Pemeriksaan umum ; kesadaran penderita, keluhan yang terjadi
setelah persalinan
3) Pemeriksaan khusus ; fisik, tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, tinggi
fundus uteri, kontraksi uterus.
4) Payudara ; putting susu, pengeluaran ASI. Perawatan payudara sudah
dimulai sejak hamil sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Bila
bayi mulai disusui, isapan pada putting susu merupakan rangsangan
psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oxitosin dikeluarkan
oleh hipofisis. Produksi akan lebih banyak dan involusi uteri akan
lebih sempurna.
5) Lochea ; lochea rubra, lochea sanguinolenta
6) Luka jahitan ; apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-tanda
infeksi (kotor, dolor/fungsi laesa dan pus)
7) Mobilisasi ; Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur
terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring ke
kiri dan kekanan serta diperbolehkan untuk duduk, atau pada hari ke-4
dan ke-5 diperbolehkan pulang.
8) Diet ; makan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya
makan-makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur dan
buah-buahan.
9) Miksi ; hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya,
paling tidak 4 jam setelah kelahiran. Bila sakit, kencing kateterisasi.
10) Defekasi ; buang air besar dapat dilakuakn 3-4 hari pasca
persalinan. Bila sulit BAB dan terjadi obstipaso apabila BAB keras
dapat diberikan laksans per oral atau per rektal. Jika belum bias
dilakukan klisma.
11) Kebersihan diri ; anjurkan kebersihan seluruh tubuh, membersihkan
daerah kelamin dengan air dan sabun. Dari vulva terlebih dahulu dari
depan ke belakang kemudian anus. Mengganti pembalut setidaknya
dua kali sehari, mencuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan
kelamin.
12) Menganjurkan pada ibu agar mengikuti KB sedini mungkin setelah 40
hari (16 minggu post partum).
13) Nasehat untuk ibu post partum ; sebaiknya bayi disusui. Psikoterapi
post natal sangat baik bila diberikan.
c. Imunisasi, bawalah bayi ke RS, PKM, Posyandu atau dokter praktek
untuk memperoleh imunisasi
d. Cuti Hamil dan bersalin menurut undang-undang bayi, wanita, pekerja
berhak mengambil cuti hamil dan bersalin selama 3 bulan yaitu 1 bulan
sebelum bersalin dan 2 bulan sesudah persalinan.

12. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1) Identitas pasien dan penanggung jawab
2) Keluhan utama
Pada ibu dengan kasus post SC keluhan utama yang timbul yaitu nyeri
pada luka operasi.
3) Riwayat persalinan sekarang
Pada pasien post SC kaji riwayat persalinan yang dialami sekarang.
4) Riwayat menstruasi
Pada ibu, yang perlu ditanyakan adalah umur menarche, siklus haid,
lama haid, apakah ada keluhan saat haid, hari pertama haid yang
terakhir.
5) Riwayat perkawinan Yang perlu ditanyakan adalah usia perkawinan,
perkawinan keberapa, usia pertama kali kawin.
6) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas Untuk mendapatkan data
kehamilan, persalinan dan nifas perlu diketahui HPHT untuk
menentukan tafsiran partus (TP), berapa kali periksaan saat hamil,
apakah sudah imunisasi TT, umur kehamilan saat persalinan, berat
badan anak saat lahir, jenis kelamin anak, keadaan anak saat lahir.
7) Riwayat penggunaan alat kontrasepsi Tanyakan apakah ibu pernah
menggunakan alat kontrasepsi, alat kontrasepsi yang pernah
digunakan, adakah keluhan saat menggunakan alat kontrasepsi,
pengetahuan tentang alat kontrasepsi.
8) Pola kebutuhan sehari-hari
a) Bernafas, pada pasien dengan post SC tidak terjadi kesulitan dalam
menarik nafas maupun saat menghembuskan nafas.
b) Makan dan minum, pada pasien post SC tanyakan berapa kali
makan sehari dan berapa banyak minum dalam satu hari.
c) Eliminasi, pada psien post SC pasien belum melakukan BAB,
sedangkan BAK menggunakan dower kateter yang tertampung di
urine bag.
d) Istirahat dan tidur, pada pasien post SC terjadi gangguan pada pola
istirahat tidur dikarenakan adanya nyeri pasca pembedahan.
e) Gerak dan aktifitas, pada pasien post SC terjadi gangguan gerak
dan aktifitas oleh karena pengaruh anastesi pasca pembedahan.
f) Kebersihan diri, pada pasien post SC kebersihan diri dibantu oleh
perawat dikarenakan pasien belum bisa melakukannya secara
mandiri.
g) Berpakaian, pada pasien post SC biasanya mengganti pakaian
dibantu oleh perawat.
h) Rasa nyaman, pada pasien post SC akan mengalami
ketidaknyamanan yang dirasakan pasca melahirkan.
i) Konsep diri, pada pasien post SC seorang ibu, merasa senang atau
minder dengan kehadiran anaknya, ibu akan berusaha untuk
merawat anaknya.
j) Sosial, pada SC lebih banyak berinteraksi dengan perawat dan
tingkat ketergantungan ibu terhadap orang lain akan meningkat.
k) Belajar, kaji tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan post
partum terutama untuk ibu dengan SC meliputi perawatan luka,
perawatan payudara, kebersihan vulva atau cara cebok yang benar,
nutrisi, KB, seksual serta hal-hal yang perlu diperhatikan pasca
pembedahan. Disamping itu perlu ditanyakan tentang perawatan
bayi diantaranya, memandikan bayi, merawat tali pusat dan cara
meneteki yang benar.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut
2) Ansietas
3) Risiko Infeksi
4) Gangguan Mobilitas Fisik
c. Intervensi Keperawatan

Intervensi Keperawatan
No
SLKI SDKI
1 Tujuan : Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 1x24 jam - Identifikasi lokasi, karakteristik, dura
diharapkan Tingkat Nyeri frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Menurun dengan, - Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil : - Identifikasi respon nyeri non verbal
- Keluhan nyeri menurun - Identidikasi factor yang memperberat d
- Meringis menurun memperingan nyeri
- Gelisah menurun Terapeutik
- Kesulitan tidur menurun - Berikan teknik nonfarmakologi un
mengurangi rasa nyeri (mis, terapi mus
kompres hangat/dingin)
- Kontrol lingkungan yang memperberat r
nyeri (mis, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dal
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nye
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tep
- Anjarkan teknik nonfarmakologis un
mengurangi rasa nyeri
2 Tujuan : Terapi Relaksasi
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 1x24 jam - Identifikasi teknik relaksasi yang efek
diharapkan Tingkat Ansietas digunakan
Menurun dengan, - Identifikasi kesediaan, kemampuan d
Kriteria Hasil : penggunaan teknik sebelumnya
- Verbalisasi khawatir akibat - Periksa ketegangan otot, frekuensi na
kondisi yang dihadapi Menurun tekanan darah dan suhu sebelum dan sesud
- Perilaku gelisah Menurun latihan
- Perilaku tegang Menurun - Monitor terhadap respons terapi relaksasi
- Pola Tidur Membaik Terapeutik
- Ciptakan lingkungan tenang dan tan
gangguan dengan pencahayaan dan su
ruang nyaman
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada suara lembut dengan ira
lambat dan berirama
- Gunakan relaksasi sebagai strat
penunjangan dengan analgetik atau tindak
medis lain
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan je
relaksasi yang tersedia (mis, musik)
- Jelaskan secara rinci intervensi yang te
dipilih
- Anjurkan mengambil posisi nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan sens
relaksasi
- Anjurkan sering mengulangi atau mela
teknik yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih teknik relaks
()mis, napas dalam)

3 Tujuan : Pencegahan Infeksi


Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selam 1x24 jam - Monitor tanda dan gejala infeksi local d
diharapkan Tingkat Infeksi iskemik
Menurun dengan, Terapeutik
Kriteria Hasil : - Batasi jumlah pengunjung
- Demam Menurun - Berikan perawatan kulit pada area edema
- Kemerahan Menurun - Cuci tangan sebelum dan sesudah kon
- Nyeri Menurun dengan pasien dan lingkungan pasien
- Bengkak Menurun - Pertahankan teknik aseptic pada pas
berisiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka a
luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi
DAFTAR PUSTAKA
Maharani. (2019). Landasan Teori Konsep Dasar Kehamilan Diambil dalam
http://repository.poltekkestjk.ac.id/202/3/BAB%20II%20LANDASAN
%20TEORI.pdf

Marvin L Corman, Colon & Rectal Surgery, 5th Ed., Lippincott Wiliam &
Wilkins, 2005.

Malangoni Ma. Gastrointestinal surgery and pregnacy. Gastro Clin North Am


2003;32:181-200.
Narouw N, Hariadi R, Hemorhoid pada kehamilan, 2004. Dalam : Ilmu
Kedokteran Fetomaternal, Ed. 1, Surabaya, Himpunan Kedokteran
Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Hal: 635-
642.

Oktami, NLPE. (2018). Laporan Pendahuluan Sectio Caesarea. Diambil Dalam


http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/708/3/BAB%20II_2.pdf

Silvia A.P, Lorraine M.W, Hemorhoid, 2005. Dalam : Konsep-konsep Klinis


Proses Penyakit, Edisi VI, Patofisiologi vol.1. Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Hal: 467.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemorhoid, 2004 Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah,
Ed. 2, Jakarta, Penerbit buku Kedokteran EGC. Hal: 672-675.

Sholihah, Dwis. (2019). Laporan Pendahuluan Sectio Caesarea. Diambil Dalam


http://eprints.umpo.ac.id/5038/3/BAB%202.pdf

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from
http://www.innappni.or.id

Anda mungkin juga menyukai