Anda di halaman 1dari 36

BAB V

PEMBAHASAN

Dalam bab ini, akan disajikan uraian bahasan sesuai dengan hasil penelitian. Pada

peembahasan ini peneliti akan memaparkan keterkaitan antara hasil penelitian

dengan teori yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Adapun pembahasan

akan difokuskan pada pelaksanaan pembelajaran Aswaja dalam membina karakter

siswa di MA Diponegoro Bandung Tulungagung yang ditinjau dari pelaksanaan

pembelajaran, pembiasaan amaliyah, dan evaluasi pembelajaran.

A. Perencanaan Pembelajaran Aswaja dalam Membina Karakter Siswa

di MA Diponegoro Bandung Tulungagung

Tahap awal pembelajaran adalah tahap perencanaan. Adapun pada

pembelajaran Aswaja, tahap perencanaan pembelajaran meliputi beberapa

komponen yang diantaranya sebagai berikut:

1. Program Tahunan

Program tahunan merupakan rencana penetapan alokasi waktu satu

tahun ajaran untuk mencapai (standar kompetensi dan kompetensi

dasar) yang telah ditetapkan. Penentuan alokasi waktu didasarkan

kepada jumlah jam pelajaran sesuai dengan struktur kurikulum yang

berlaku serta keluasan materi yang harus dikuasai oleh siswa.

100
101

2. Program Semester

Program semester merupakan penjabaran dari program tahunan. Kalau

program tahunan disusun untuk menentukan jumlah jam yang

diperlukan untuk mencapai kompetensi dasar, maka dalam program

semester diarahkan untuk menjawab minggu keberapa atau kapan

pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar itu dilakukan

3. Silabus

Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata

pelajaran dengan tema tertentu yang mencakup standar kompetensi,

kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi

waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan

pendidikan.1

4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP adalah rencana penggambaran prosedur dan manajemen

pengajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang

ditetapkan dalam standar kompetensi dan dijabarkan dalam silabus.2

Dalam penerapannya di MA Diponegoro Bandung, perencanaan

pembelajaran dilaksanakan dengan adalah silabus Aswaja yang mengacu

pada kurikulum dari LP Ma’arif NU Jawa Timur dan adanya RPP sebelum

pelaksanaan pembelajaran. Kemudian terdapat berbagai program yang

meliputi program tahunan dan program semester yang telah dirancang

1
Mulayasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), hal 132
2
Ibid., hal 183
102

dengan baik untuk menghasilkan output generasi yang siap

memperjuangkan Aswaja.

Dari data teoritis dan data lapangan, menunjukkan bahwa

penelitian ini menguatkan teori sebelumnya, dimana perencanaan

pembelajaran dilaksanakan dengan meliputi program tahunan, program

semester, silabus, serta RPP.

B. Pelaksanaan Pembelajaran Aswaja dalam Membina Karakter Siswa

di MA Diponegoro Bandung Tulugagung

1. Konsep pelaksanaan pembelajaran Aswaja

Pendidikan aswaja merupakan upaya sadar, terarah dan

berkesinambungan untuk mengenalkan dan menanamkan paham

aswaja pada murid agar mengetahui dan meyakini dan

mengamalkannya. Pendidikan aswaja dilakukan melalui aktivitas

bimbingan, pengajaran, latihan serta pengalaman belajar.3 Dalam

Didin Wahyudin dijelaskan bahwa ruang lingkup materi pelajaran

Aswaja yaitu:

“Pertama, Pembelajaran Aswaja memuat tentang akidah Islam


yang merujuk pada gagasan-gagasan Asy’ari dan Maturidi. Kedua,
pembelajaran Aswaja memuat tentang ajaran syariat Islam dengan
merujuk pada salah satu imam madzhab empat, yaitu imam Syafi’i,
Imam Maliki, imam Hanafi dan imam Hambali. Ketiga, pembelajaran
Aswaja memuat ajaran tasawuf imam Junaid Al Baghdadi dan imam

3
Muhamad Khoirul Anam, Pembelajaran Aswaja Sebagai Impelementasi Pendidikan
Akhlak di MTs Mifthul Ulum Mranggen Demak, Skripsi, http:// eprints.walisongo.ac.id/ diakses
pada 2 April 2019 pukul 09.45 WIB
103

Abu Hamid Al Ghazali. Keempat, pembelajaran Aswaja memiliki


muatan tentang ke-NU-an.”4
Dalam penerapannya di MA Diponegoro Bandung, memposisikan

mata pelajaran Aswaja sebagai muatan lokal yang diajarkan selama 2

jam pelajaran dalam satu pekan. Adapun materi yang diajarkan yaitu

tentang ke-Aswaja-an dan ke-NU-an. Dan dalam upaya pengembangan

materi Aswaja, MA Diponegoro Bandung juga menambahkan muatan

lokal BMK (Bimbingan Membaca Kitab) yang mana muatan lokal ini

dilaksanakan dalam satu jam pelajaran dalam satu pekan.

Pembelajaran dilaksanakan dengan mengaji kitab sebagaimana yang

dilakukan dipondok pesantren. Adapun materi-materi yang dijarkan

dalam BMK meliputi elemen-elemen pokok dalam Awaja yaitu

Aqidah, fiqih, dan akhlak/tasawuf. Kitab-kitab seperti aqidatul

islamiyah, sulam taufiq, usfuriyyah, taisirul kholaq menjadi bahan

kajian dalam rangka memperkuat pemahaman tentang Aswaja.

Disamping itu, penekanan tentang pemahaman serta penguasaan

amaliyah ibadah Ahlussunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah juga sangat

ditekanakan.

Berdasarkan hasil data lapangan dan data teoritis, maka penelitian

ini adalah mengembangkan teori yang sebelumnya. Pada teori yang

pertama, dijelaskan bahwa pendidikan Aswaja dilaksanakan dengan

aktivitas bimbingan, pengajaran, latihan, serta pengalaman belajar.

4
Didin Wahyudin, Pendidikan Aswaja Sebagai Upaya Menangkal Radikalisme, e-jurnal,
http://ejournal.iain-tulungagung.ac.id diakses pada 28 Maret 2019 pukul 08.30 WIB.
104

Pada penelitian ini, ditemukan bahwa selain empat langkah tersebut

ada satu langkah lagi yakni yang diterapkan di MA Diponegoro

Bandung Tulungagung yaitu adanya pembelajaran Aswaja yang

dilaksanakan melalui pembiasaan. Pembiasaan merupakan langkah

penting untuk menanmkan nilai Aswaja dalam kehidupan sehari-hari.

Dari program pembiasaan, siswa akan mudah menghafal berbagai

materi yang diucapkannya setiap hari, kemudian dari pembiasaan akan

munumbuhkan karakter siswa tentang apa yang diulang-ulangnya

setiap hari. Disamping itu, selain mencakup materi yang berkaitan

dengan aqidah, fiqih, dan akhlak/tasawuf ala Ahlussunnah wal

Jama’ah, serta materi tentang ke-NU-an, pembelajaran Aswaja juga

perlu adanya materi-materi tentang tradisi amaliyah yang sudah

mengakar di masyarakat. Hal ini sebagai implementasi dari materi

pembelajaran Aswaja dan ke-NU-an dalam bidang ibadah dan

kehidupan sehari-hari.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran Aswaja di MA

Diponegoro Bandung Tulungagung dilaksanakan secara intensif yaitu

mulai dari bimbingan, pengajaran, pelatihan, pengalaman belajar, dan

juga pembiasaan Amaliyah Aswaja. Sebab selain dalam bentuk materi,

pembelajaran Aswaja juga harus dituangkan dalam bentuk praktik

yang salah satunya yaitu dengan pembiasaan.

2. Pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Aswaja di dalam kelas


105

Pelaksanaan pembelajaran adalah proses untuk melaksanakan

berbagai startegi yang sebelumnya telah dirancang di dalam RPP. Pada

satuan pendidikan, proses pembelajaran diselenggarakan secara

interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta

didik untuk berpartisipasi aktif sesuai dengan bakat, minat dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.5 Pelaksanaan

pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan

kegiatan penutup.6 Dalam kegiatan pendahuluan, guru:7

a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti

proses pembelajaran;

b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan

sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;

c. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan

dicapai;

d. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan

sesuai silabus.

Dalam penerapannya di MA Diponegoro Bandung Tulungagung,

pembelajaran Aswaja dilaksanakan sebagaimana yang telah tertuang di


5
Dedi Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012), hal.155
6
BNSP, Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Satuan Proses Untuk
Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah, http://wbgfiles.worldbank.org// diakses pada Maret
2019 pukul 10.43 WIB
7
Ibid.,
106

dalam RPP. Pembelajaran Aswaja dilaksanakan meliputi tiga kegiatan

yakni kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

Dalam kegiatan pendahuluan, diawali dengan pembiasaan amaliyah

dan dilanjutkan dengan berdo’a, kemudian guru mengabsen dan

berlanjut sebagaimana biasanya.

Kemudian kegiatan inti meliputi proses penyampaian informasi

tentang materi pokok atau materi standar, membahas materi standar

untuk membentuk kompetensi peserta didik, serta melakukan tukar

pengalaman dan pendapat dalam membahas materi standar atau

memecahkan masalah yang dihadapi bersama. Dalam menyampaikan

materi guru dapat menggunakan beberapa metode sebagai berikut:

a. Metode Ceramah (Al-Mau’idhoh)


b. Metode Tanya Jawab (Al-as’ilah wa ajwibah)
c. Metode Diskusi (An- Nisaqy)
d. Metode Pemberian Tugas
e. Metode Demonstrasi (At-tathbig)
f. Metode Karya Wisata
g. Metode Kerja Kelompok
h. Metode Bermain Peran
i. Metode Dialog (Hiwar)
j. Metode Bantah-membantah (Al- Mujadalah)
k. Metode Bercerita (Al- Qishash).8

8
Suparlan, Menjadi Guru Efektif, (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005), hal. 38.
107

Dalam penerapannya di MA Diponegoro Bandung, penyampaian

materi yang dilakukan oleh guru yaitu dengan menggunakan beberapa

metode, seperti metode ceramah, metode diskusi, metode bercerita, dan

metode tanya jawab. Adapun metode yang paling dominan digunakan

adalah metode ceramah. Ketika menggunakan metode ceramah,

tentunya guru harus memiliki keterampilan berbicara yang bagus agar

suasana tidak menjadi pasif dan kosong. Dalam penerapannya, guru

Aswaja di MA Diponegoro Bandung memang memiliki keunggulan

dari segi berbicara, dengan gaya bahasa khas seorang penceramah,

guru mampu menyampaikan materi Aswaja dengan baik. Pada intinya,

dalam penyampaian materi dengan metode ceramah hendaknya guru

menggunakan bahasa yang luwes dan mudah dicerna daya pikir peserta

didik. Kemudian guru juga harus pandai dalam memberikan selingan

ketika peserta didik mulai kehilangan fokus dalam belajar.

Kemudian kegiatan penutup, yaitu kegiatan yang meliputi kegiatan

menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan, kegiatan

penilaian, pemberian umpan balik dan dan memberikan tugas kepada

peserta didik serta menyampaikan rencana pembelajaran pada

pertemuan berikutnya. Adapun hal-hal yang dilakukan oleh guru yaitu

sebagai berikut:9

9
BNSP, Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Satuan Proses Untuk
Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah,...
108

a. Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat

rangkuman/simpulan pelajaran;

b. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang

sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;

c. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran

d. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran

remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau

memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai

dengan hasil belajar peserta didik;

e. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

Dalam penerapannya di MA Diponegoro Bandung, kegiatan

penutup biasanya dilakukan dengan guru memberikan sesi tanya jawab

kepada peserta didik untuk menanya apa yang belum difahami

kemudian guru memberikan umpan balik. Setelah itu serta guru

bertanya kepada peserta didik sebagai bahan penilaian yang

dilanjutkan dengan menyimpulkan materi yang telah dipelajarai

ditambah dengan kalimat-kalimat motivasi yang biasanya sangat

ditunggu oleh siswa.

Berdasarkan data lapangan dan data teoritis, maka hasil penelitian

ini menguatkan teori sebelumnya, bahwa pelaksanaan pembelajaran

adalah implementasi dari apa yang sudah dituangkan di dalam RPP


109

sebelumnya. Pembelajaran dilaksanakan meliputi 3 kegiatan yakni

kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dengan

demikian maka pembelajaran Aswaja menjadi lebih sistematis dan

berjalan dengan efektif.

Jadi dapat disimpulkan bahwasannya pembelajaran pada mata

pelajaran Aswaja di MA Diponegoro Bandung Tulungagung

dilaksanakan sebagaimana biasanya, yakni dengan menyusun RPP

yang kemudian diimplementasikan dalam sebuah pembejaran. Adapun

kegiatan meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan

penutup. Pembelajaran berlangsung cukup interaktif, inspiratif,

menyenangkan, dan memotivasi peserta didik.

3. Pembianaan karakter dalam pelaksanaan pembelajaran Aswaja

Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru (pendidik) memiliki peran

yang sangat penting dalam mengarahkan peserta didik untuk terus

belajar dan belajar berkarakter. Berikut ini beberapa cara yang dapat

ditempuh oleh guru (pendidik):10

1. Guru memilih model atau metode pembelajaran yang dapat

melibatkan partisipasi aktif peserta didik dalam setiap proses

pembelajaran di kelas. Guru juga dituntut untuk memberikan

“tugas” atau memotivasi peserta didik untuk terus menerapkan

10
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), hal. 41-42.
110

nilai-nilai karakter di luar kelas sekaligus melakukan penilaian

terhadap karakternya secara benar.

2. Guru perlu mengajak para orangtua peserta didik untuk

berpartisipasi aktif dalam membantu terlaksananya pendidikan

karakter bagi putra-putri mereka, seperti menjadikan rumah tinggal

(keluarga) sebagai basis utama pembangunan karakter. keluarga

harus bersinergi dengan sekolah sehingga memiliki kekuatan yang

utuh dalam mengarahkan peserta didik untuk berkarakter.

3. Guru juga harus dapat menciptakan lingkungan belajar yang

kondusif bagi peserata didik agar ia dapat belajar dengan efektif

dalam suasana belajar yang aman; aktif; kreatif; demokratis; serta

didukung dengan kedisiplinan, kejujuran, dan kesantunan.

4. Guru juga harus memfasilitasi peserta didiknya agar terbiasa

dengan sikap dan perilaku yang berkarakter. Dengan kata lain,

untuk dapat terwujud peserta didik yang berkarakter harus

diupayakan pembiasaan berkarakter mulia di kalangan peserta

didik. Pembiasaan yang efektif adalah pembiasaan yang

terprogram secara baik. Oleh karena itu, guru harus membuat

program pembiasaan dalam rangka terwujudnya peserta didik yang

berkarakter.
111

5. Guru juga dituntut memahami karakteristik para peserta didiknya

yang beragam sehingga ia dapat menerapkan kurikulum yang tepat

demi terwujudnya lulusan yang berkarakter.

6. Hal yang sangat penting adalah guru harus menjadi model atau

teladan (uswah hasanah) bagi peserta didik yang dapat

memudahkan tugasnya dalam melaksanakan pendidikan karakter,

baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Guru dituntut tidak

hanya dapat memberi contoh bagaimana bersikap dan berperilaku

berkarakter, tetapi ia juga dituntut untuk menjadi contoh atau

teladan berkarakter melalui sikap dan perilakunya sehari-hari di

muka peserta didiknya.

Dalam pelaksanaannya di MA Diponegoro Bandung Tulungagung,

dalam pembelajaran Aswaja guru telah melaksanakan berbagai upaya

untuk membina karakter peserta didik. Yang pertama yaitu dengan

menggunakan metode serta strategi pembelajaran yang menarik siswa

untuk belajar. Yang kedua, dalam konteks pembelajaran Aswaja, guru

berusaha membina karakter dengan memberikan pemahaman terkait

materi yang disampaikan seluas-luasnya, karena guru berprinsip bahwa

semakin tinggi pengetahuan seorang, maka akan semakin tinggi pula

sikap toleransinya.

Yang ketiga, pada momen-momen tertentu seperti pengambilan

nilai hasil belajar, guru juga selalu mengkomunikasikan perkembangan


112

peserta didik terutama terkait karakter peserta didik. Yang keempat,

lingkungan belajar yang disediakan oleh lemaga pendidikan sangatlah

mendukung, dengan berada dilingkungan pondok pesantren, maka

pembentukan karakter pun lebih mudah dilaksanakan. Karena

bagaimanapun lingkungan belajar juga berpengaruh terhadap

perkembangan karakter siswa. Yang kelima, yaitu guru juga mampu

memahami karakter dari setiap siswa, sehingga ada komunikasi yang

berbeda-beda kepada setiap siswa, misalnya pada siswa yang suka

rame, siswa pendiam, dan lainnya. Yang keenam, guru membiasakan

murid dengan perilaku-perilaku yang berkarakter. Misalnya ketika

bertemu dengan guru, siswa bersalaman dan cium tangan, itu adalah

salah satu karakter tawadhu’ yang muncul dari adanya pembiasaan.

Yang ketujuh yaitu guru sebagai uswatun khasanah. Dalam hal ini,

menurut data yang peneliti dapatkan, guru Aswaja di MA Diponegoro

Bandung Tulungagung adalah guru yang dapat menginspirasi, menjadi

idola, serta mampu menjadi uswatun khasanah bagi para peserta didik.

Berdasarkan data lapangan dan data teoritis, maka hasil penelitian

ini mengembangkan teori sebelumnya. Yakni pada teori sebelumnya

dijelaskan bahwa ada 6 cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam

upaya membina karakter peerta didik. Sedangkan dari data yang

diperoleh peneliti dilapangan, yaitu ada 7 upaya yang dilaksanakan

oleh guru. Hal ini menunjukkan bahwa ada satu langkah lagi yang

belum termuat pada teori sebelumnya. Yakni dengan memberikan


113

pemahaman seluas-luasnya tentang nilai-nilai Aswaja. Sebab dengan

memiliki pemahaman yang luas, diharapkan akan muncul berbgai

karakter sepeti tasamuh (toleransi) tawasuth (sikap tengah), tawazun

(seimbang) dan lain sebagainya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa upaya membina karakter peserta

didik yang dilakukan oleh guru melalui pembelajaran Aswaja meliputi

7 langkah yaitu pertama, dengan menggunakan metode pembelajaran

yang mampu menarik minat siswa untuk belajar, kedua dengan

memberikan pemahaman seluas-luasnya dalam hal ini ada materi

Aswaja. Sebab semakin tinggi ilmu seseorang, maka akan semakin

tinggi pula toleransinya. Kemudian ketiga yaitu berkomunikasi dengan

orang tua. Keempat menyediakan lingkungan belajar yang kondusif.

Kelima mengadakan pembiasaan karakter yang baik dalam sehari-hari.

Keenam, adanya perlakukan entah itu dalam bentuk komunikasi atau

bentuk sikap yang berbeda tehadap setiap karakter siswa yan berbeda.

Ketujuah, yaitu guru harus mampu menjadi model atau uswatun

khasanah yang baik bagi setiap siswa.

4. Program pembelajaran Aswaja melalui amaliyah

Dalam kamus istilah fiqh kata “amaliyah” berarti perbuatan dan

tingkah laku sehari-hari yang berhubungan dengan masalah agama.11

Sedangkan ibadah secara harfiah dapat diartikan sebagai rasa tunduk

11
Abdulah Mujib Tolhah, Kamus Istilah Fiqh, (Jakata: Pusaka Firdaus, 1994), hal. 18
114

(taat), melakukan pengabdian (tanassuk), merndahkan diri (khudhu’),

menghinakan diri (tadzallul) dan istikhanah.12 Jadi amaliyah ibadah

Awaja merupakan amaliyah dari para ulama’ yang berhaluan

ahlussunnah wal jama’ah yang dikemas sedemikian rupa dengan

tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah (beribadah). Adapun

beberapa amaliyah Aswaja diantaranya sebagai berikut:

a. Yasinan dan Tahlilan

Yasin merupakan surat ke-36 dalam Al-Qur’an yang terdiri

dari 83 ayat. Surat yasin merupakan surat yang memiliki banyak

keutamaan ketika dibaca. Salah satunya adalah yang tertera dalam

hadits berikut:

ًَُ‫َم ْه قَ َسأَ س ُُ َزةَ يس َالصافاث لَ ْيلَتَ ْال ُج ْم َع ِت اَ ْعطَايُ هللا س ُْؤل‬

“Barang siapa membaca surat Yasin dan Shoffat di malam

Jum’at, maka Allah memberikan kepadanya permintaannya.”13

Tahlil sendiri, artinya pengucapan kalimat ‫ال اله اال هللا‬

Tahlilan bisa disebut juga majlis ad-dzikr yang didalamnya

12
Rosihon anwar,badruzzaman, saehudin, Pengantar Studi Islam, ( Bandung: Pustaka
Setia, 2009), hal. 124
13
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Khazanah Aswaja; Memahami,
Mengamalkan, dan Mendakwahkan Ahlussunnah wal Jam’ah), (Surabaya : Aswaja NU Center
PWNU Jawa Timur, 2016), Cet. I, hal. 240-241
115

terdapat zikir dan doa untuk orang yang meninggal dunia.14 Tahlil

berarti rangkaian acara yang terdiri dari membaca beberapa ayat

dan surat dari al-Qur’an seperti al-khlas, al-Falaq, an-Naas, ayat

kursi, awal dan ahir surat al-Baqarah, membaca dzikir-dzikir

seperti tahlil, tasbih, tahmid, shalawat dan semacamnya, kemudian

diakhiri dengan do’a dan hidangan makan. Semua rangkain acara

ini dilakukan secara berjama’ah dengan suara yang keras. Hukum

tahlil adalah boleh dalam syari’at Islam, karena semua acara yang

ada dalam rangkaian tahlil boleh dilakukan dan tidak satupun yang

terlarang.15

Amaliyah yasinan dan tahlilan merupakan amaliyah yang

sudah mengakar dimasyarakat yang didalamnya terdiri dari bacaan

kalimat-kalimat thoyyibah serta do’a baik untuk yang masih hidup

maupun para leluhur yang sudah meninggal.

b. Zikir dan do’a dengan suara keras

Ahli hadits Abdurrauf al-Munawi menyebutkan beberapa

hadits-hadits yang menunjukkan anjuran dzikir dengan suara keras,

diantaranya adalah:

14
Muhyiddin Abdussomad, Tahlil dalam Perspektif al-Qur’an dan as-Sunnah, (Jember:
PP.Nurul Islam(NURIS), 2005), hal. xii
15
Abu Abdillah, Argumen Ahlussunnah Wal Jamaah , (Tangerang Selatan: Pustaka
Ta’awun, 2011).cet,II, hal. 258
116

ُ ‫ ا ْوطَ ْق‬:‫عه االدزع قال‬


ٍ ‫ج مع الىبي صلى هللا عليً َسلم لَ ْيلَتً فَم َّس بِ َسج‬
‫ُُل‬

‫ يا زسُل هللا َع َسى ان يَ ُكُْ نَ ٌَرا‬:‫صُْ حًَُ بالركس قُلج‬


َ ‫فى المسجد يَسْ فَ ُع‬

ُ‫ُم َسائِيًا قَال ََلَ ِكىًَّ ا ََّاي‬

“Saya berjalan bersama Nabi SAW suatu malam, lalu

beliau bertemu dengan seorang yang mengeraskan suara berzikir.

Saya berkata: “wahai Rosulloh, mungkin orang ini pamer?” Nabi

menjawab: “Tidak, dia oran yang banyak mengingat kepada

Allah.”16

c. Melafalkan Niat Shalat

Ulama’ sepakat, niat ibadah harus dilakukan dan tempatnya

di dalam hati. Ulama’ berbeda pendapat mengenai mengucapkan

niat, baik nawaitu, usholli, dan selainnya. Dalam hal ini ulama’

syafi’iyah menganjurkan supaya hati dan lisan selaras membaca

niat.17

d. Do’a qunut dalam sholat subuh

Qunut subuh hukumnya sunnah dalam madzhab Syafi’i.

Menurut Syafi’iyah Rosulullah SAW terus menerus melakukan

qunut subuh berdasarkan beberapa riwayat berikut:

16
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Khazanah Aswaja; Memahami,
Mengamalkan, dan Mendakwahkan Ahlussunnah wal Jam’ah,... hal. 246-247
17
Ibid., hal. 249-250
117

ُ ُ‫ال َزسُل هللا صلى هللا عليً َسلم يَ ْقى‬


‫ج فى‬ َ َ‫ َما ش‬: ‫َ عه اوس به مالك قال‬

‫ق الدويا‬ َ َ‫ْالفَجْ ِس َحخَّى ف‬


َ ‫از‬

“Dari Anas bin Malik, dia berkata: Rosulullah SAW selalu

qunut dalam sholat subuh hinga beliau meninggal dunia.”18

e. Ziarah kubur

Ziarah kubur ialah mendatangi makam keluarga,ulama, dan

para wali untuk mendo’akan mereka. Biasannya dilakukan kamis

sore atau jumat pagi. Aktivitas yang dilakukan berupa bacaan tahlil

dan surat al-Quran. Manfaat dari ziarah kubur ini adalah

mangingatkan peziarah, bahwa semua manusia akan mengalami

kematian.19

f. Sholawatan.

Sholawat merupakan do’a atau pujian kepada Nabi

Muhammad SAW. Dalam hal ini, sholawatan merupakan kegiatan

membaca sholawat secara beramai-ramai yang dilantunkan dengan

nada dan diiringi dengan alat musik hadroh. Adapun sholawat yang

disertai denan terbang selaras dengan riwayat berikut:

18
Ibid., hal. 251
19
Fadeli dan Subhan, Antologi NU, (Surabaya: Khalista, 2007), hal. 162
118

‫عه اوس به مالك ان الىبي صلى هللا عليً َسلم مس ببعض المديىت فاذا‬

: َ‫از يَضْ ِس ْبهَ بِ ُدفِّ ٍِ َّه ََيَخَ َغىِّ ْيهَ ََيَقُ ْله‬
ٍ َُ ‫ٌُ بِ ِج‬

ِ ‫ يا َحبَّ َرا ُم َح ّمد ِمه َج‬# ‫ّاز‬


‫از‬ ٍ َُ ‫وَحْ ُه ِج‬
ِ ‫از مه بىى وَج‬

‫ يَعْلم هللا اوِّي آلُ ِحبُّ ُك َّه‬: ‫فقال الىبي صلى هللا عليً َسلم‬

“Diriwayatkan dari Anas, Nabi Muhammad SAW melewati

sebagian Madinah, lalu berjumpa dengan anak-anak perempuan

yang menabuh terbang, bernyanyi dan bersyar : Kami adalah anak-

anak wanita dari Bani Najjar. Aduhai indahnya Muhammad

sebagai tetangga: Kemudian Nabi bersabda: Allah tahu sungguh

aku mencintai kalian.”20

g. Istighasah dan Mujahadah

Istighasah artinya meminta pertolongan. Mujahadah artinya

mencurahkan segala kemampuan untuk mencapai sesuatu.

Istighasah dan mujahadah bagi umat Islam sudah ada sejak nabi

ketika dia menghadapi perang Badar, juga musibah dan bencana

lainnya.21

20
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Khazanah Aswaja; Memahami,
Mengamalkan, dan Mendakwahkan Ahlussunnah wal Jam’ah,... hal. 245
21
Munawir Abdul Fattah, Tradisi Orang-orang NU, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2006), hal. 226
119

Dalam pembelajaran Aswaja, tentunya tidak cukup jika hanya

dilakukan dengan menyampaikan materi di dalam kelas saja, perlu

adanya berbagai program yang mendukung untuk tercapainya tujuan

pembelajaran Aswaja yang diantaranya sebagai berikut:22

a. Menumbuh kembangkan aqidah ahlussunnah waljama’ah melalui

pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan,

penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta

didik tentang Aswaja sehingga menjadi muslim yang terus

berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT

berdasarkan faham Ahlusunnah wal- Jama’ah.

b. Mewujudkan umat Islam yang taat beragama dan berakhlak mulia

yaitu umat yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif,

etis, jujur dan adil (tawassuth dan i’tidal), berdisiplin,

berkesimbangan (tawazun), bertoleransi (tasamuh), menjaga

keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan

budaya Ahlussunnah wal-Jama’ah (amar ma’ruf nahi munkar)

dalam komunitas madrasah dan masyarakat.

Untuk mencapai keberhasilan pembelajaran Aswaja, MA

Diponegoro Bandung Tulungagung memiliki program salah satunya

yaitu dengan pembiasaan amaliyah sebagai upaya untuk membekali,

memupuk, melestraikan, serta mengamalkan amaliyah ahlussunnah

22
Didin wahyudin, Pendidikan Aswaja Sebagai Upaya Menangkal Radikalisme,..
120

wal jama’ah an-Nahdliyah. Program-program pembiasaan amaliyah

meliputi pembiasaan harian, mingguan, program bulanan, dan program

tahunan.

Adapun program pembiasaan amaliyah harian meliputi tartil

Qur’an, rowatibut tahlil, dan yasin. Untuk pelaksanaannya,

pembiasaan tartil Qur’an dilaksanakan pada hari senin dan kamis,

rowatibut tahlil dilaksanakan pada selasa dan hari jum’at, dan untuk

yasin dilaksanakan pada hari rabu dan sabtu. Amaliyah-amaliyah

tersebut wajib dibaca oleh peserta didik setiap pagi ketika akan

memulai jam pelajaran. Disamping itu ada program sholat dzuhur

berjama’ah disertai dengan wirid setelah sholat kemudian yang dilanjut

dengan bacaan amaliyah rotibul haddad.

Kemudian untuk program mingguan terdiri dari program infaq

yang disebut dengan program jum’at amal yang dikoordinasi langsung

oleh OSIS. Kemudian ada juga sabtu bersih, yakni bersih-bersih

lingkungan yang dilaksanakan setiap hari sabtu oleh seluruh siswa dan

dibantu oleh guru. Adapun program amaliyah bulanan yaitu rutinan

sholawatan disertai pembacaan tahlil yang dilaksanakan pada setiap

malam ahad pon. Rutinan sholawatan dihadiri oleh para siswa, guru,

dan terkadang juga ada alumni yang datang. Kemudian dalam momen-

momen tertentu, MA Diponegoro Bandung juga turut mengundang

grub sholawat dari luar sekolah sebagai ajang untuk silaturrohmi.


121

Selain mengandung seni, amaliyah sholawatan juga dapat dijadikan

sebagai sarana ibadah, sarana dakwah dan sarana silaturrohmi.

Untuk program amaliyah tahunan, MA Diponegoro Bandung

Tulungagung rutin mengadakan istigosah kubro dua kali dalam

setahun yakni pada setiap akan memasuki tahun ajaran baru serta

setiap akan melaksanakan ujian nasional disamping beberapa agenda

istighosah pada momen-momen tertentu. Selain itu, MA Diponegoro

Bandung juga rutin mengadakan ziaroh wali yang diwajibkan untuk

seluruh siswa kelas XII. Untuk pelaksanaannya yaitu pada setiap

liburan semester genap. Adapun cakupannya yaitu ziaroh kubur wali-

wali di Jawa Timur.

Selain itu, ada juga amaliyah-amaliyah yang dikemas dalam bentuk

hafalan dan praktik yaitu meliputi do’a sujud syukur, do’a sujud

syahwi, do’a qunut, do’a sholat dhuha, do’a iftitah, bacaan takhiyat

akhir, wirid dan do’a sesudah sholat, tartil Qur’an, tayamum disertai

praktiknya praktiknya, niat mandi besar (wiladah, nifas, haid, dan

junub), sholat dalam keadaan sakit, niat sholat jama’ qosor, praktik

mengkafani jenazah dan mensholatkan jenazah, praktik ijab qobul

(bagi laki-laki), dan rowatibut tahlil yang wajib dikuasai oleh setiap

siswa yang lulus dari MA Diponegoro Bandung Tulungagung.

Berdasarkan data teoritis dan data lapangan, maka penelitian ini

menguatkan teori sebelumnya, dimana amaliyah Aswaja merupakan


122

bentuk-bentuk amaliyah ibadah yang diajarkan oleh ulama’ berhaluan

Aswaja sejak jaman dahulu. Bentuknya meliputi tahlil, yasin,

sholawatan, ziarah kubur, amaliyah berbentuk do’a qunut, dan lain

sebagainya. Kemudian dalam mensukseskan tujuan pembelajaran

Aswaja yang meliputi menumbuh kembangkan aqidah ahlussunnah

waljama’ah, serta mewujudkan umat Islam yang taat beragama dan

berakhlak mulia, maka digagas program-program pembelajaran

Aswaja melalui amaliyah.

Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai tujuan

pembelajaran Aswaja, tidak hanya dilakukan melalui penyampaian

materi-materi tentang ke-aswaja-an saja, tetapi juga adanya bentuk

program pembiasaan amaliyah sebagai implementasi dari

pembelajaran Aswaja. Adapun materinya yaitu berupa amaliyah-

amaliyah yang telah diajarkan oleh para ulama’ yang berhaluan aswaja

sejak jaman dahulu.

5. Pembinaan karakter melalui pembiasaan amaliyah

Mulai pudarnya karakter peserta didik mungkin adalah salah satu

isu yang sering terdengar saat ini, tak terkecuali pada pendidikan

Islam. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal

yang meliputi seluruh aktivitas manusia – baik dalam rangka

berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, maupun

lingkungan-yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan,


123

dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,

budaya dan adat istiadat.23

Sekolah atau madrasah sebagai lembaga pendidikan tentunya

memiliki andil besar dalam membina karakter siswa. Ada banyak

upaya yang dilakukan pihak lembaga pendidikan dalam membina

karakter siswa, salah satunya adalah dengan pembiasaan amaliyah

beribadah. Sebab ibadah dan karakter memiliki keterkaitan yang cukup

kuat. Hal ini sebagaimana dalam Marzuki sebagai berikut:

“Dalam perspektif Islam, karakter atau akhlak mulia merupakan


buah yang dihasilkan dari proses penerapan syariah (ibadah dan
muamalah) yang dilandasi oleh fondasi akidah yang kokoh. Ibarat
bangunan, karakter atau akhlak merupakan kesempurnaan dari
bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak
mungkin karakter mulia akan terwujud pada diri seseorang jika ia tidak
memiliki akidah dan syariah yang benar. Seorang Muslim yang
memiliki akidah atau iman yang benar, pasti akan mewujudkannya
pada sikap dan perilaku sehari-hari yang didasari oleh imannya.”24
Dari data yang peneliti dapatkan, bahwa adanya pembiasaan

amaliyah Aswaja cukup efektif dalam membina karakter siswa. Karena

dapat diketahui bahwasannya siswa yang selalu aktif mengikuti

kegiatan pembiasaan amaliyah, memiliki karakter yang lebih baik

dibandingkan dengan yang tidak sama sekali.

23
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), hal. 64
24
Ibid,. Hal. 23-24.
124

Kemudian dalam membina karakter siswa disekolah, ada banyak

strategi yang dapat dilakukan untuk menanamkan karakter pada siswa

yang diantaranya sebagai berikut:25

1. Pertama, pengembangan kebudayaan religius secara rutin dalam

hari-hari belajar biasa. Kegiatan rutin ini terintegrasi dengan

kegiatan yang telah diprogramkan sehingga tidak memerlukan

waktu khusus.

2. Kedua, menciptakan lingkungan lembaga pendidikan yang

mendukung dan dapat menjadi laboratorium bagi penyampaian

pendidikan agama.

3. Ketiga, pendidikan agama tidak hanya disampaikan secara formal

dalam pembelajaran dengan materi pelajaran agama. Namun, dapat

pula dilakukan di luar proses pembelajaran. Guru bisa memberikan

pendidikan agama secara spontan ketika menghadapi sikap atau

perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

4. Keempat, menciptakan situasi atau keadaan religius. Tujuannya

adalah untuk mengenalkan kepada peserta didik tentang pengertian

dan tata cara pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari.

keadaan atau situasi keagamaan di sekolah yang dapat diciptakan-

antara lain-dengan pengadaan peralatan peribadatan, seperti tempat

untuk shalat (masjid atau mushalla); alat-alat shalat seperti sarung,


25
Ngainun Naim, Character Building, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 125-129
125

peci, mukena, sajadah, atau pengadaan Al-Qur‟an. Di ruangan

kelas, bisa pula ditempelkan kaligrafi sehingga peserta didik

dibiasakan melihat sesuatu yang baik.

5. Kelima, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

mengekspresikan diri, menumbuhkan bakat, minat, dan kreativitas

pendidikan agama dalam keterampilan dan seni, seperti membaca

Al-Qur’an, adzan, sari tilawah.

6. Keenam, menyelenggarakan berbagai macam perlombaan seperti

cerdas cermat untuk melatih dan membiasakan keberanian,

kecepatan, dan ketepatan menyampaikan pengetahuan dan

mempraktikkan materi pendidikan agama Islam.

Dalam penerapannya di MA Diponegoro Bandung Tulungagung,

pembinaan karakter melalui pembiasaan-pembiasaan amaliyah

memang cukup intensif dilaksanakan baik dengan diintegrasikan

dengan kegiatan belajar mengajar seperti pembiasaan amaliyah yasin,

tahlil, dan tartil Qur’an sebelum dimulai pembelajaran, atau diluar jam

belajar mengajar seperti adanya sholat berjama’ah satu paket dengan

wiridan. Kemudian didukung dengan lingkungan pembelajaran yang

berada dilingkungan pondok pesantren, tentu program-program

pembiasaan amaliyah dapat dilaksanakan. Karena keduanya bisa saling

bekerjasama, misalnya pada kegiatan pondok ramadhan.


126

Dari data dilapangan peneliti juga menemukan bahwa setiap guru

berperan dalam mendidik siswa baik melalui pendampingan maupun

berupa teguran jika siswa melakukan perbuatan yang tidak sesuai

ajaran. Kemudian berjalannya pembiasaan amaliyah ini juga didukung

dengan adanya situasi religius yang diciptakan sekolah, hal ini terbukti

dengan adanya mushola, al-qur’an, kaligrafi yang ada di setiap kelas,

serta berbagai sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan

ibadah.

Selain itu, adanya pengembangan amaliyah dalam bentuk

ekstrakurikuler seperti sholawatan, tartil Qur’an, dan lainnya secara

tidak langsung juga menarik siswa untuk lebih giat dalam beribadah

melalui seni. Disamping itu, pembiasaan amaliyah Aswaja pada setiap

momen tertentu seperti memperingati maulid nabi juga diisi dengan

berbagai lomba yang secara tidak langsung juga dapat dijadikan ajang

sebagai pembinaan karakter siswa.

Berdasarkan data teoritis dan data lapangan, penelitian ini

menguatkan teori sebelumnya, dimana pembentukan karakter melalui

amaliyah ibadah merupakan hal yang cukup efektif. Kemudian untuk

pembinaan karakter melalui amaliyah ibadah di sekolah juga

dilaksanakan secara intensif yang meliputi pembiasaan amaliyah

ibadah, penyediaan lingkungan yang mendukung pelaksanaan

amaliyah ibadah, serta adanya berbagai dukungan dari pihak-pihak


127

yang ada disekolah untuk turut serta mendampingi pelaksanaan

amaliyah ibadah serta membantu membina karakter peserta didik.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran Aswaja

melalui pembiasaan amaliyah dilaksanakan secara intensif mulai dari

adanya program-program pembiasaan amaliyah, adanya lingkungan

yang mendukung terlaksananya kegiatan amaliyah, adanya

pengembangan amaliyah Aswaja melalui ekstrakurikuler dan kegiatan

PHBI, serta adanya berbagai bentuk dukungan dari guru dalam

mendampingi pelaksanaan amaliyah serta membantu dalam membina

karakter peserta didik. Dengan program pembiasaan amaliyah yang

dilaksanakan dengan cukup masif ini, tentunya membuat siswa lebih

rajin beribadah. Dan kedekatan batin dengan Robb inilah yang

kemudian akan menumbuhkan karakter pada siswa.

C. Evaluasi Pembelajaran Aswaja dalam Membina Karakter Siswa di

MA Diponegoro Bandung Tulungagung

1. Fungsi evaluasi pembelajaran Aswaja

Evaluasi pembelajaran merupakan tahap yang penting dalam

sebuah pembelajaran. Evaluasi pembelajaran adalah penilaian atau

penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan peserta didik kearah


128

tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam hukum.26 Adapun beberapa

fungsi evaluasi berfungsi yaitu sebagai berikut:27

a. Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas cara belajar dan

mengajar yang telah dilakukan benar-benar tepat atau tidak, baik

yang berkenaan dengan sikap pendidik/guru maupun anak

didik/murid.

b. Untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa guna menetapkan

keputusan apakah bahan pelajaran perlu diulang atau dapat

dilanjutkan.

c. Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf

perkembangan dan kemajuan yang diperoleh murid dalam rangka

mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum

pendidikan Islam.

d. Sebagai bahan laporan bagi orang tua murid tentang hasil belajar

siswa. Laporan ini dapat berbentuk buku raport, piagam, sertifikat,

ijazah, dll.

e. Untuk membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh

sebelumnya dengan pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna

meningkatkan mutu pendidikan.

26
Harjanto, Perencanaan Pengajaran, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2005), hal. 277
27
Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), hal. 58
129

Selain itu, evaluasi pembelajaran juga memiliki fungsi khusus

bagi peserta didik. Adapun fungsinya yaitu:28

a. Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan secara psikologis akan

memberikan pedoman atau pegangan batin kepada mereka untuk

mengenal kapasitas dan status dirinya masing-masing ditengah-

tengah kelompok atau kelasnya.

b. Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan secara didaktik(khususnya

evaluasi hasil belajar) akan dapat memberikan dorongan

(motivasi) kepada mereka untuk dapat memperbaiki,

meningkatkan, dan mempertahankan prestasinya.

Dari data yang ditemukan oleh peneliti, pelaksanaan evaluasi

pembelajaran Aswaja yang dilaksanakan di MA Diponegoro Bandung

memiliki beberapa tujuan. Pertama, evaluasi pembelajaran Aswaja

dijadikan acuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembelajaran

yang dilakukan. Kedua, evaluasi pembelajaran ini juga dijadikan

sarana untuk mengukur perkembangan kompetensi siswa dan dalam

rangka untuk menyiapkan output yang sesuai dengan target yang

dimiliki oleh lembaga pendidikan yaitu output yang memiliki

pemahaman serta penguasaan berbagai amaliyah Aswaja. Ketiga,

evaluasi dilakukan sebagai bahan untuk lapran hasil belajar mulai dari

28
Elis Ratnawulan dan Rusdiana, Evaluasi Pembelajaran; dengan Pendekatan
Kurikulum 2013, e-Book, http://digilib.uinsgd.ac.id/ diakses pada 2 Mei 2019 pukul 14.06 WIB
130

raport dan ijazah. Kemudian hasil dari evaluasi pembelajaran Aswaja

juga dijadikan sebagai syarat kelulusan dari lembaga pendidikan.

Disamping itu, evaluasi pembelajaran juga dijadikan ajang untuk

memotivasi siswa agar lebih giat belajar dan lebih bekerja keras lagi.

Fungsi evaluasi pembelajaran ini merupakan sarana untuk membina

karakter siswa, sebab siswa dituntut untuk mampu mencapai hasil

pembelajaran sesuai tergat yang telah ditetapkan oleh lembaga

pendidikan. Misalnya, pada evaluasi pembelajaran Aswaja, siswa

dituntut untuk mampu mencapai nilai dari KKM, kemudian pada

evaluasi amaliyah, siswa juga dituntut untuk mampu menguasai

berbagai amaliyah yang telah ditentukan oleh lembaga pendidikan

sebagai syarat kelulusan. Nah dari sinilah maka akan muncul berbagai

karakter seperti kerja keras, tanggung jawab, sabar, dan lain

sebagainya.

Berdasarkan data teoritis dan data lapangan, maka penelitian ini

menguatkan teori sebelumnya, dimana pelaksanaan evaluasi

bertujuan untuk mengetahui efektifitas pembelajaran, mengetahui

hasil belajar siswa, mengetahui perkembangan kompetensi siswa

dalam menuju target yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan,

sebagai bahan laporan hasil belajar, dan sebagai acuan untuk

melakukan perbaikan pada pembelajaran selanjutnya. Kemudian

adanya evaluasi juga dapat dijadikna sebagai sarana pembinaan

karakter, sebab adanya evaluasi yang harus memenuhi target KKM,


131

menuntut siswa untuk lebih semangat dalam belajar. Dengan adanya

fungsi evaluasi pembelajaran yang sedemikian, maka evaluasi akan

terlaksana dengan baik dan terarah, serta dapat memacu siswa untuk

mempu mencapai tujuan pembelajaran.

2. Pelaksanaan evaluasi pembelejaran Aswaja

Evaluasi pembelajaran merupakan tahap akhir pada proses

pembelajaran. Pelaksanaan evaluasi pembelajaran telah diatur dalam

Undang-undang sistem pendidikan nomor 20 tahun 2003 Pasal 58

disebutkan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh

pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil

belajar peserta didik secara berkesinambungan. Evaluasi peserta didik,

satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga

mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk

menilai pencapaianstandar nasional pendidikan, selanjutnya dalam

pasal 59 disebutkan bahwa masyarakat dan/atau organisasi profesi

dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi.29

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran Aswaja di MA Diponegoro

Bandung Tulungagung sebagai muatan lokal memiliki sistem

evaluasi yang sama dengan sistem evaluasi pendidikan nasional.

Sebagaimana dalam pasal 58 diatas, evaluasi pembelajaran Aswaja

29
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/ diakses pada 15 Maret 2019 pukul 11.03 WIB
132

juga dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk memantau proses,

kemajuan, serta adanya proses perbaikan secara berkesinambungan.

Disamping itu, evaluasi yang dilakukan juga menekankan peserta

didik agar mampu mencapai target pembelajaran Aswaja yang telah

ditetapkan oleh lembaga. Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan,

dan program pendidikan juga dilakukan oleh lembaga secara mandiri

dan berkala dan sangat transparan, baik siswa maupun guru dapat

melihat hasil evaluasi tersebut secara langsung.

Evaluasi pada proses pembelajaran meliputi beberapa tahap

diantaranya sebagai berikut: 30

a. Evaluasi formatif, evaluasi formatif merupakan evaluasi yang

dilaksanakan ketika program masih berlangsung atau ketika

program masih dekat dengan permulaan kegiatan. Tujuan

evaluasi formatif tersebut adalah mengetahui seberapa jauh

program yang dirancang dapat berlagsung, sekaligus

mengidentifikasi hambatan. Dengan diketahuinya hambatan

dan hal-hal yang menyebabkan program tidak lancar,

pengambil keputusan secara dini dapat mengadakan

30
Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002),
hal. 36
133

perbaikan yang mendukung kelancaran pencapaian tujuan

program.31

b. Evaluasi sumatif, evaluasi sumatif adalah penilaian yang

dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sampai

dimana penguasaan atau pencapaian belajar siswa terhadap

bahan belajar yang telah dipelajarinya selama jangka waktu

tertentu.32 Pelaksanaan evaluasi sumatif dilakukan setelah

program berakhir. Tujuan dari evaluasi adalah untuk

mengukur ketercapaian program.33

c. Pelaporan hasil evaluasi.

d. Pelaksanaan program perbaikan dan pengayaan.

Dalam kegiatan evaluasi pembelajaran Aswaja di MA

Diponegoro Bandung Tulungagung, evaluasi yang digunakan

adalah evaluasi formatif dan evaluasi sumatif yang dilanjutkan

dengan pelaporan hasil evaluasi, dan pelaksanaan program

perbaikan dan pengayaan. Dalam pelaksanaannya, evaluasi

formatif dilakukan oleh guru setiap selesai pembelajaran yaitu

31
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan:
Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2010) , hal. 42.
32
M. Ngalim Purwanto dan Tjun Surjaman, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi
Pengajaran (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 26.
33
Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa
Dan Praktisi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010) , hal. 43.
134

dengan guru memberikan pertanyaan kepada siswa atau

memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan soal yang ada

di LKS, dan juga ulangan harian. Kemudian untuk evaluasi sumatif

atau evaluasi jangka panjang yaitu dilaksanakan dalam bentuk

ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS).

Disamping itu, MA Diponegoro Bandung Tulungagung juga

memiliki program evaluasi lain yang tergolong ke dalam evaluasi

sumatif. Evaluasi ini berbentuk hafalan atau praktik amaliyah yang

dilaksanakan pada akhir semester.

Evaluasi amaliyah ini dikemas dalam bentuk paket yang

maliputi paket kelas 10, paket kelas 11, dan paket untuk kelas 12.

Apabila pelaksanaan evaluasi pada paket kelas 10 belum tuntas,

maka akan dilaksanakan secara berkesinambungan atau

ditambahkan menjadi bahan evaluasi pada paket kelas 11, dan

seterusnya. Adapun materi dari evaluasi amaliyah yaitu meliputi

do’a sujud syukur, do’a sujud syahwi, do’a qunut, do’a sholat

dhuha, do’a iftitah, bacaan takhiyat akhir, wirid dan do’a sesudah

sholat, tartil Qur’an, tayamum disertai praktiknya praktiknya, niat

mandi besar (wiladah, nifas, haid, dan junub), sholat dalam

keadaan sakit, niat sholat jama’ qosor, praktik mengkafani jenazah

dan mensholatkan jenazah, praktik ijab qobul (bagi laki-laki), dan

rowatibut tahlil.
135

Berdasarakan data teoritis dan data lapangan, peneliti

menyimpulkan bahwa penelitian ini bersifat menguatkan penelitian

yang sebelumnya. Dimana pelaksanaan evaluasi pembelajaran

Aswaja meliputi evaluasi formatif dan sumatif yang dilanjutkan

dengan tahap pelaporan hasil belajar dan perbaikan. Jadi dengan

adanya proses evaluasi yang sedemikian, maka penilaian pun akan

lebih intensif dan dapat memperkecil kemungkinan kesalahan

penilaian pada tahap akhir. Disamping itu, guru juga dapat segera

mengetahui siswa mana yang kurang optimal sehingga dapat

segera melakukan perbaikan agar dapat mencapai tujuan

pembelajaran Aswaja yang telah ditetapkan oleh lembaga.

Anda mungkin juga menyukai