Anda di halaman 1dari 71

FUNGSI MATEMATIKA DALAM EKONOMI

Oleh : Dr. B.Suparlan, M.Pd

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Matematika mulai digunakan secara luas untuk keperluan ilmu
ekonomi saat mendekati abad XIX. Buku “Principles of Economic” dari
Marshal yang dipublikasikan tahun 1890, memuat lampiran
matematika secara panjang lebar dalam membuat argumentasi lebih
sistematis.
Matematika merupakan alat untuk menyederhanakan penyajian
dan pemahaman masalah. Dengan menggunakan bahan matematik,
sesuatu masalah dapat menjadi lebih sederhana untuk disajikan,
dipahami dianalisa dan dipecahkan. Sekarang ini, matematika sangat
diperlukan akan para pakar ekonomi, mereka menggunakan
matematika untuk membuat argumentasi agar lebih mudah dimengerti
dan menjadi lebih logis.
Sebagai suatu ilmu yang senantiasa berkembang, ekonomi
tidak luput dari hasrat untuk menerapkan matematik dalam bahasan-
bahasannya. Berbagai konsep matematika baru menjadi alat analisis
yang penting dalam ekonomi. Ilmu ekonomi modern cenderung
menjadi semakin matematis.
Untuk mengajarkan matematika ekonomi di SMA, diperlukan
pemahaman yang memadai atas konsep konsep dasar matematika
yang relevan dengan keperluan penerapannya dalam Ilmu Ekonomi.
Hal mendasar yang perlu diingat bahwa matematika merupakan alat
bantu untuk menurunkan dan menjelaskan teori-teori dalam ekonomi.
Sebagai alat bantu, selayaknya penggunaan matematika disesuaikan
dengan hukum dan kaidah-kaidah dalam ekonomi dan bukan
sebaliknya. Dengan demikian kesimpulan dari teori yang diturunkan

1
dan dijelaskan melalui pemanfaatan matematika, secara logis benar
menurut pengertian ekonomi.
Meskipun memilki beberapa keterbatasan, matematika sebagai
ilmu bantu, sangat besar peranannya untuk mempermudah
pemahaman atas hubungan berbagai variabel ekonomi. Sehubungan
dengan hal itu, peranan matematika sebagai alat bantu untuk
memecahkan masalah ekonomi, tidak akan berfungsi dengan baik
tanpa adanya pemahaman dasar secara relevan, khususnya bagi
Guru Ekonomi SMA. Sejalan dengan hal itu, penulisan buku
”Matematika Ekonomi” ini digunakan sebagai bahan ajar Guru
Ekonomi SMA jenjang Dasar.
Didasarkan pada silabus Diklat guru Ekonomi SMA jenjang
dasar dan kurikulum SMA yang berlaku, maka bahan ajar ini berisi
tentang: penerapan fungsi matematika dalam ekonomi, baik fungsi
linier, fungsi kuadrat maupun fungsi kubik yang diterapkan pada
pendapatan, konsumsi, tabungan serta penerapan hitung deferensial
dalam ekonomi.

B. Tujuan
Penyusunan bahan ajar matematika ekonomi ini bertujuan
untuk:
1. Memberikan pedoman dan masukan untuk penatar matematika
ekonomi pada Diklat Guru Ekonomi SMA Jenjang Dasar.
2. Memberikan pengetahuan dan pengalaman pada peserta Diklat
Guru Ekonomi SMA Jenjang Dasar melalui pembahasan bahan
ajar ini.

C. Ruang Lingkup Materi


Ruang lingkup materi bahan ajar matematika ekonomi sebagai
berikut:
1. Pendahuluan
2. Fungsi
3. Keseimbangan Pasar
4. Koefisien Elastisitas

2
5. Pendapatan, Konsumsi, Tabungan dan Investasi
6. Biaya, Pendapatan, dan Laba Maksimal

3
II. FUNGSI

A. Pengertian Fungsi
Suatu fungsi merupakan hubungan dari dua variabel, seperti
Y = f (X) menyatakan hubungan antara dua variabel yaitu X dengan Y,
yang hubungannya sedemikian rupa, sehingga untuk setiap nilai X
hanya terdapat satu nilai Y.
Y = f (X), fungsi ini dibaca “ Y adalah fungsi X “ yang berarti nilai
dari Y tergantung pada nilai tertentu dari X, contohnya jika X
merupakan besarnya konsumsi, Y merupakan besarnya pendapatan,
sehingga X dan Y memiliki hubungan antara besarnya konsumsi
dengan pendapatan.
Didalam Y = f (X), variabel X merupakan variabel independent
(independent variable) atau variabel bebas yang besarnya tertentu
untuk setiap nilai, sedangkan Y merupakan variabel dependen
(dependent variable) atau variabel terikat. Hubungan dari dua variabel
itu adalah X menyebabkan Y ”
Variabel yang membentuk fungsi terdiri dari variabel bebas,
yaitu variabel yang menentukan variabel lainnya, dan variabel terikat,
yaitu variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lainnya. Nilai
variabel bebas menentukan nilai variabel terikat dan nilai varibel terikat
ditentukan oleh nilai variabel bebas.
Variabel dalam suatu fungsi menggambarkan suatu besaran
tertentu yang nilainya dapat divariasikan, misalnya variabel dalam
ekonomi: permintaan, penawaran, harga, konsumsi, pendapatan,
biaya, jumlah uang beredar dan lain lain. Berbagai variabel tersebut
penotasian fungsi secara matematis dilambangkan dengan huruf
tertentu sesuai dengan kebiasaan yang digunakan oleh Ilmuwan
ekonomi, sebagai contoh Qd = f (P) = a – b. P, Q melambangkan
variabel jumlah permintaan (quantity of Demand), dan P
melambangkan variabel harga (Price). Dalam contoh tersebut P
merupakan variabel bebas dan Q merupakan variabel terikat, a

4
merupakan konstanta, dan merupakan koefisien yang menunjukkan
tingkat pengaruh P (harga) terhadap Q (permintaan).
Ada beragam jenis fungsi, yang secara garis besar dibedakan
menjadi dua yakni: fungsi aljabar dan fungsi bukan aljabar
(transenden). Fungsi aljabar dibedakan menjadi fungsi Irrasional dan
fungsi rasional, serta fungsi rasional dapat dibedakan lagi menjadi
fungsi polinom dan fungsi pangkat. Fungsi transenden terdiri dari
fungsi eksponen, fungsi logaritma, fungsi trigoneometri dan fungsi
hiperbolik. Beragam fungsi tersebut dapat disekemakan sebagai
berikut :
Fungsi Polinom
Fungsi Rasional
Fungsi Pangkat
Fungsi Aljabar

Fungsi Irrasional

Fungsi
Fungsi Eksponen

Fungsi Logaritma
Fungsi Bukan Aljabar
(Transenden) Fungsi Trigonometri

Fungsi Hiperbolik

Sesuai dengan kebutuhan pembahasan penerapan fungsi


matematika dalam ekonomi menurut kurikulum SMA, maka dari
beragam fungsi tersebut yang dibahas dalam buku ini hanya fungsi
linier, fungsi kuadrat dan fungsi kubik.

B. Fungsi Linier
Fungsi linier dinyatakan dalam bentuk umum Y = f (X) = a X + b.
Pada dasarnya bentuk umum fungsi linier identik dengan
persamaan garis lurus, keidentikan fungsi linier dengan persamaan
garis lurus lebih mengarah pada pengambaran grafik fungsi. Dari
bentuk umum fungsi linier Y = f (X), maka Y sebagai variabel terikat
biasanya digambarkan pada ordinat, X sebagai variabel bebas
digambarkan pada absis, a sebagai koefisien atau derajat pengaruh X

5
terhadap Y, identik dengan kemiringan grafik (tg alpha) dan b sebagai
konstanta identik dengan titik potong grafik dengan ordinat.
Kurva atau grafik dari fungsi linier berupa garis lurus dengan
gradien (tanjakan / kecondongan) = a. Titik potong dengan sumbu Y
adalah (0, b). Kurvanya diperlihatkan pada gambar 1.1 untuk b = 0,
maka persamaan garisnya Y = a. X merupakan garis yang melalui titik
pangkal 0 (0, 0) dan gradiennya a (gambar 1. 2). Jika a = 0, maka
persamaan garis menjadi Y = f (X) = b, merupakan garis yang sejajar
dengan sumbu X dan melalui titik (0. b) seperti pada gambar 1.3. Garis
dengan persamaan X = c merupakan garis yang sejajar dengan sumbu
Y dan melalui titik (c. 0) seperti pada gambar 1.4.

(0, b)
(0, b)

(-b/a, 0) 0 0 0 0 (c, 0)

Gambar 1.1. Gambar 1.2. Gambar 1.3 Gambar 1.4

Berikut ini disajikan contoh penggambaran kurva fungsi linier


dan menentukan titik potong dari dua fungsi linier. mengingat contoh
soal seperti berikut ini akan banyak diaplikasikan pada bidang
ekonomi.
Diketahui dua buah fungsi liniert yakni : Y = f (X) = 2 X + 4 dan
Y = - X + 16
a. Tentukan titik potong dari dua fungsi tersebut dan
b. Gambarkan grafiknya !

Penyelesaian :
a. Titik potong kedua grafik fungsi dapat ditentukan dengan
menyamakan kedua fungsi tersebut atau mengeliminir Y, maka :
2 X + 4 = - X + 16
3 X = 12
X=4

6
Substitusikan nilai X pada salah satu fungsi, maka :
Y = f (X) = 2 X + 4
Y = 2. 4 + 4
Y = 12
Maka titik potong kedua grafik fungsi memiliki koordinat (4, 12)

b. Grafiknya sebagai berikut :


y

16
y = 2x + 4

12 (4,12)

y = -x + 16
4

x
-4 0 4 8 12 16

Gambar 2

C. Fungsi Kuadrat
Bentuk umum fungsi kuadrat adalah sebagai berikut :
Y = f (X) = a X2 + b X + c
Dari fungsi tersebut y merupakan variabel terikat dan x
merupakan variabel bebas, serta a, b dan c merupakan konstanta.
Grafik dari fungsi kuadrat berbentuk parabola dengan sumbu
simetri sejajar dengan ordinat.
Parabola dapat diartikan sebagai tempat kedudukan titik titik
yang berjarak sama terhadap sebuah titik fokus dan sebuah garis
lurus yang disebut direktris (Dumairy, 1996).
Sebuah parabola selalu memiliki titik extrim atau puncak dan
sumbu simetri. Titik ekstrim sebenarnya merupakan titik potong
parabola dengan sumbu simetrinya. Sementara itu sumbu simetri
parabola bisa berimpit atau sejajar dengan ordinat atau absis. Untuk
memperjelas hal tersebut, perhatikan gambar berikut ini :

7
y

diretriks

titik ekstrim
fokus

sumbu simetri

x
0
a.
y y y

x x x
0 0 0
b. c. d.

Gambar 3
Gambar a dan b merupakan parabola yang sumbu simetrinya
sejajar dengan ordinat, serta secara umum bentuk fungsinya y = f(x) =
ax2 + bx + c. Selain itu titik puncak parabola akan berada di atas (atau
parabola menghadap ke bawah dan titik ekstrim mencapai nilai
maksimum) bila nilai a < 0, dan sebaliknya bila a > 0.
Gambar c dan d merupakan parabola dengan sumbu simetri
sejajar dengan absis, dan bentuk umum fungsinya x = f(y) = ay 2 + by +
c. Titik puncak parabola akan berada di kanan (atau parabola terbuka
ke kiri dan titik ekstrim mencapai nilai maksimum) bila nilai a < 0 dan
sebaliknya bila a > 0.
Untuk menggambarkan parabola perlu ditentukan titik kritis
yang berupa titik potong parabola dengan ordinat dan atau absis, dan
titik puncak atau titik ekstrim. Berdasarkan titik-titik tersebut, kemudian
dilakukan penentuan koordinat titik-titik yang dilalui oleh parabola.
Parabola memotong ordinat pada saat x = 0, dan bila x = 0,
maka y = c. Parabola akan memotong x pada saat y = 0, dan bila y =
0, maka bentuk umum fungsi kuadrat akan menjadi:
ax2 + bx + c = 0

8
Analog dengan hal tersebut, titik puncak parabola atau nilai
ekstrim parabola tercapai bila hanya terdapat satu nilai x (berarti x 1 =
x2). Dengan mensubstitusikan nilai x 1 = x2 di atas pada persamaan y =
ax2 + bx + c, akan diperoleh nilai y. dari penyelesaian tersebut maka
titik puncak parabola akan memiliki koordinat:
  b  b 2  4ac 
 , 
 2a 4a 
 

Penentuan koordinat titik puncak parabola tersebut, akan dapat


dipermudah dengan menggunakan diferensial. Contoh berikut
diharapkan dapat memperjelas penggambaran parabola sebagai
grafik fungsi kuadrat. Gambarkan grafik fungsi y = f(x) = x 2 – 6x + 8.
Penyelesaian:
Grafik memotong ordinat pada saat x = 0, dan berarti y = 8
(dengan demikian grafik akan memotong pada koordinat titik (0, 8).
Grafik memotong absis pada saat y = 0 dan berarti x 2 – 6x + 8 =
0. Persamaan tersebut dapat difaktorkan menjadi:
(x – 2) (x – 4) = 0  x1 = 2 dan x2 = 4
Koordinat titik puncak dapat diperoleh berdasarkan ketentuan
seperti tersebut di atas.
  b  b 2  4ac 
 , 
 2a 4a 
 

  6  36  4.1.8 
 ,  = (3, -1)
 2 4 .1 
Berdasarkan titik-titik kritis di atas, dapat dibuat tabel koordinat
titik-titik yang dilalui oleh parabola sebagai berikut:

X 0 1 2 3 4 5
y = f(x) 8 3 0 1 0 3

Gambar grafiknya sebagai berikut:

9
y

y = f(x) = x2-6x+8
8

x
0 2 3 4
(3, -1)

Gambar 4

D. Fungsi Permintaan dan Fungsi Penawaran Linier


1. Kurva Permintaan Fungsi Linier
Permintaan adalah sejumlah barang yang akan dibeli pada
harga tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Dalam hukum
permintaan dinyatakan bahwa jika harga naik maka permintaan turun
dan jika harga turun maka permintaan naik. Maka kurva permintaan
bergerak dari kiri atas ke kanan bawah.
Kurva permintaan (D) yang menggambarkan fungsi
permintaan Linier berupa garis lurus yang bergerak dari kiri atas ke
kanan bawah.
Bentuk umum fungsi permintaan linier
QD = -bP + a
Dimana: QD = jumlah permintaan
P = harga barang
a = konstanta
b = koefisien
Contoh:
Fungsi permintaan suatu barang QD = -3P + 20
Kurva permintaannya sebagai berikut:
Jika P = 2, maka QD = 14
Jika P = 5, maka QD = 5

10
P
D
5

Q
0 5 10 14

Gambar 5
Perlu diketahui bahwa kurva permintaan yang dipakai hanya yang
berada di kuadran satu, karena secara ekonomi harga (P) dan
permintaan (QD) tidak akan bernilai negatif.

Contoh:
Fungsi permintaan suatu barang P = -5 QD + 20
Kurva permintaannya sebagai berikut:
Jika P = 0, maka Q = 4
Jika Q = 0, maka P = 20
P

20

QD
4

Gambar 6

Dalam menggambar kurva permintaan, skala untuk harga (P) tidak


harus sama dengan skala untuk permintaan (Q D).

2. Fungsi Penawaran Linier


Penawaran (supply) adalah sejumlah barang yang akan dijual
(ditawarkan) oleh penjual pada harga tertentu dan dalam jangka waktu
tertentu. Dalam hukum penawaran dinyatakan bahwa bila harga (P)
naik maka penawaran naik pula, sebaliknya jika harga (P) turun maka
penawaran juga turun.

11
Pada gambar menunjukkan bahwa harga barang mula-mula
sebesar Po dan penawaran mula-mula Qo. Jika harga naik menjadi P 1
penawaran naik menjadi Q1 dan jika harga turun menjadi P 2, maka
penawaran turun menjadi Q2.
P S

P1
P0

QS
Q0 Q1

Gambar 7

Berdasarkan hukum penawaran, maka kurva penawaran


umumnya bergerak dari kiri bawah ke kanan atas.
Kurva penawaran menunjukkan suatu pola hubungan antara
variabel jumlah barang yang dijual (QS) dengan harga barang tersebut
(P). Hubungan kedua variabel tersebut dapat dinyatakan dalam suatu
formula yang disebut fungsi penawaran.

3. Kurva Penawaran Fungsi Linier


Kurva penawaran (S) yang menggambarkan fungsi
penawaran linier berupa garis lurus yang bergerak dari kiri bawah ke
kanan atas.
Bentuk umum fungsi penawaran linier
QS = b.P + a
Dimana: QS = jumlah penawaran
P = harga barang
a = konstanta
b = koefisien
Contoh 1:
Fungsi penawaran suatu barang
QS = 2.P + 10
Kurva penawarannya sebagai berikut:
Jika P = 10  Qs = 30
Jika P = 30  Qs = 70

12
P
S
30

10

QS
0 30 70

Gambar 8

Seperti pada kurva permintaan, maka kurva penawaran yang dipakai


hanya yang berada di kuadran satu, karena secara ekonomi harga
dan penawaran tidak akan bernilai negatif.

4. Menentukan Fungsi Permintaan Linier


Untuk menentukan fungsi permintaan linier kita dapat
menggunakan rumus:
Q D  Q D1 P  P1
=
Q D2  Q D1 P2  P1

Contoh:
Pada harga (P1) = 20, besarnya permintaan (QD1) = 40
Pada harga (P2) = 30, besarnya permintaan (QD2) = 10
Maka kita dapat menentukan fungsi permintaan sebagai berikut:
QD  QD1 P  P1
=
QD2  QD1 P2  P1

Q D  40 P  20
=
10  40 30  20
Q D  40 P  20
=
30 10
10 (QD – 40) = -30 (P – 20)
QD – 40 = -3 (P – 20)
QD – 40 = -3P + 60
Fungsi permintaan QD = -3P + 100
Atau kita bisa menentukan koefisien arah garisnya (b), dimana:

13
P2  P1 30  20 1
b= = =
Q 2  Q1 10  40 3
Ingat pada fungsi permintaan koefisien arah garis (b) selalu bertanda
negatif kemudian kita tentukan fungsi permintaan dengan rumus:
P – P1 = b (Q – QD1)
1
P – 20 = - (QD – 40)
3
1 1
P=- QD + 13 + 20
3 3
1 1
Fungsi permintaan : P=- QD+ 13
3 3
QD = -3P + 100

5. Menentukan Fungsi Penawaran Linier


Untuk menentukan fungsi penawaran dapat menggunakan
rumus:
QS  QS1 P  P1
=
QS2  QS1 P2  P1
atau b (QS – QS1) = P – P1
dimana:
P2  P1
b=
QS2  QS1
Ingat pada fungsi penawaran koefisien arah garis (b) selalu bertanda
positif.
Contoh:
P1 = 100 QS1 = 250
P2 = 150 QS2 = 350
Maka fungsi penawarannya sebagai berikut:
QS  QS1 P  P1
=
QS2  QS1 P2  P1
Q S  250 P  100
=
100 50
50 (QS – 250) = 100 (P – 100)
QS – 250 = 2P – 200
QS = 2P + 50

14
Atau dengan cara lain sebagai berikut:
P2  P1 150  100 50
b= = = = 0,5
QS2  QS1 350  250 100

b(QS – QS1) = P – P1
0,5 (QS – 250) = P – 100
0,5 QS – 125 = P – 100
P = 0,5 QS – 25
atau
Fungsi penawaran QS = 2P + 50

E. Penawaran dan Permintaan Kuadrat


1. Fungsi Permintaan Kuadrat
Keinginan kita untuk membeli sesuatu barang akan bertambah
bila harganya turun dan keinginan kita untuk menjual sesuatu barang
akan bertambah bila harganya naik, maka dapat diduga bahwa grafik
permintaan menurun dari kiri atas ke kanan bawah dan grafik
penawaran yang menanjak dan kiri bawah ke kanan atas, bilamana
harga p dibuat ordinat dan permintaan D atau penawaran S dibuat
absis.
Hal ini ternyata secara empiris dan dapat dibuktikan secara
matematik. Kita tidak akan meninjau harga dan kuantitas barang yang
negatif sehingga grafik yang berlaku hanyalah bagian permintaan dan
penawaran dalam kuadran pertama.
Grafik permintaan ini menurun dengan bertambahnya kuantitas
q yang diminta. Untuk penawaran yang menanjak dengan
bertambahnya kuantitas q yang ditawar, maka dapat dipakai:
Koefisien-koefisien dalam persamaan liku-liku itu disesuaikan dengan
data-data yang tersedia.

15
Gambar 9. Kurva Permintaan

Gambar 10. Kurva Penawaran

Contoh:
Fungsi permintaan suatu barang:
QD = P2 – 11P + 30
a. Hitung besarnya permintaan pada harga = 4
b. Lukis kurva permintaan
Penyelesaian:
a. Pada harga = 4  QD = 42 – 11 . 4 + 30
QD = 2

16
b. Kurva permintaan
Jika P = 0  QD = 30
Jika QD = 0  P2 - 11P + 30 = 0
(P – 5) (P – 6) = 0
p – 5 = 0  P1 = 5
p – 6 = 0  P2 = 6
P

D
2

Q
12 30

Gambar 11

Bentuk umum yang lain dari fungsi permintaan kuadrat P = f(Q)


adalah:
P = aQ2 + b.Q + c
Contoh 2:
Diketahui fungsi permintaan:
P = Q2 – 22Q + 120
Pada jumlah produksi (QD) = 5  P = 52 – 22.5 + 120
P = 35
Jika Q = 0  P = 120
Jika P = 0  0 = Q2 – 22Q + 120
0 = (Q – 10) (Q – 12)
Q – 10 = 01 Q1 = 10
Q – 12 = 0 Q2 = 12

17
P

120

35 P = Q2 - 22Q + 120

Q
5 10 12

Gambar 12
Contoh:
Diketahui fungsi permintaan P = -2Q2 + 200
a. Hitung besarnya harga pada jumlah produksi = 5 unit
b. Lukis kurva permintaan
Jawab:
a. Pada jumlah produksi = 5  P = -2.52 + 200
P = 150
b. Kurva permintaan:
Jika Q = 0  P = 200
Jika P = 0  -2Q2 + 200 = 0
Q2 = 100
Q =  100

Q1 = 10 Q2 = -10
P

200

150 D
P = 2Q2 + 200

-10 5 10

Gambar 13

18
Contoh :
Diketahui fungsi permintaan QD = -P2 – 5P + 150
a. Hitung besarnya permintaan pada harga = 8
b. Lukis kurva permintaan
Jawab:
a. Jika P = 8  QD = -(8)2 – 5.7 + 150
QD = -64 – 40 + 150
QD = 46
b. QD = -P2 – 5P + 150
Jika P = 0  QD = 150
Jika QD = 0  0 = -P2 – 5P + 150
0 = (-P + 10) (P + 15)
Maka : P1 = 10
P2 = -15
Kurva
P

10
D

QD
150

-15

Gambar 14
2. Fungsi Penawaran Kuadrat
Kurva penawaran garis tidak lurus (non linier) yang berbentuk parabola
fungsi penawarannya merupakan fungsi kuadrat dengan bentuk umum.
QS = aP2 + bP + c
Contoh:
Fungsi penawaran suatu barang adalah:
Q S = P2 – P – 6
- Perpotongan dengan sumbu QS  P = 0
Jika P = 0  QS = -6

19
- Perpotongan dengan sumbu P  QS = 0
Jika QS = 0  0 = P2 – P – 6
0 = (P – 3) (P + 2)
P – 3 = 0  P1 = 3
P + 2 = 0  P2 = -2
Pada harga = 5  QS = 52 – 5 – 6
QS = 14
Kurvanya
P
S
5

QS
-6 14

-2

Gambar 14
Bentuk umum yang lain dari fungsi penawaran kuadrat P = f (Q S)
adalah:
P = QS2 + b . QS + c
Contoh:
Fungsi penawaran suatu barang adalah:
P = QS2 + 12 QS + 20
Pada jumlah produk penawaran (QS) = 5  P = 52 + 12.5 + 20
P = 105
Jika QS = 0  P = 20
Jika P = 0  0 = QS2 + 12.QS + 120
0 = (QS + 2) (QS + 10)
QS + 2 = 0  QS = -2
QS + 10 = 0  QS2 = -10

20
P
S

105

20
QS
-10 -2 5

Gambar 15

21
III. KESEIMBANGAN PASAR

Pasar merupakan terjadinya pertemuan antara penjual dan pembeli


atau tanggung jawabnya pertemuan antara permintaan dengan
penawaran. Titik pertemuan antara permintaan dengan penawaran
disebut titik keseimbangan pasar (market equilibrium), harga yang terjadi
pada titik keseimbangan pasar disebut titik harga pasar. Di dalam kurva
titik keseimbangan pasar merupakan titik potong antara kurva permintaan
dengan kurva penawaran.
Titik keseimbangan pasar memiliki nilai positif dan titik
keseimbangan pasar hanya pada satu titik (tidak mungkin ada dua titik
keseimbangan pasar)
A. Keseimbangan Pasar dari Fungsi D dan Fungsi S
Contoh 1:
Fungsi permintaan suatu barang QD = -3P + 100
Dan fungsi penawarannya QS = P + 20
Maka titik keseimbangan pasarnya sebagai berikut:
QD = -3P + 100
QS = P + 20
-
0 = -4P + 80
4P = 80  P = 20
QD = -3P + 100
P = 20  QD = -3 . 20 + 100
Q = 40
Maka titik keseimbangan pasar (40, 20)
P

D S

20 (40, 20)

QD/QS
40 60

Gambar 16

22
Contoh:
Hitungkah harga keseimbangan dan fungsi permintaan dan penawaran
berikut:
Q S = p2 + p – 2
QD = -2p + 8
Jawab:
QD = QS
p2 + p – 2 = -2p + 8
p2 + 3p – 10 = 0
(p + 5) (p – 2) = 0
p = -5 tak terpakai
p=2
QD = QS = 4
Liku-liku tergambar pada Gambar 16

Gambar 17
Contoh (gambar 17)
Hitungkan harga dan kuantitas imbang liku permintaan dan penawaran
berikut:
QS = p2 + 2p – 3
QD = -p2 + 9

Jawab:
QS = QD, maka
p2 + 2p – 3 = -p2 + 9
2p2 - 2p – 12 = 0
2(p + 3) (p – 2) = 0

23
p = -3 tak terpakai
p=2
QS = QD = 5
Liku-liku tergambar pada Gambar 18

Gambar 18

B. Kelebihan Permintaan dan Kelebihan Penawaran


Ekuilibrium suatu kondisi yang muncul saat kuantitas yang
ditawarkan dan kuantitas yang diminta sama. Pada tingkat ekulibrium,
tidak ada kecenderungan harga untuk berubah.
Kelebihan Permintaan

Gambar 19. Kelebihan Permintaan dan Kekurangan Barang

24
Pada tingkat harga $ 1,75 per gantang, kuantitas yang diminta
melebihi kuantitas yang ditawarkan. Saat kelebihan permintaan
muncul, terdapat kecenderungan harga untuk naik. Bila kuantitas yang
diminta sama dengan kuantitas yang ditawarkan maka pasar berada
dalam ekuilibrium (kesetimbangan). Di sini, harga ekuilibrium adalah
$2.50 dan kuantitas ekuilibriumnya sebesar 35.000 gantang.

Kelebihan Penawaran
Kelebihan penawaran atau surplus adalah kondisi yang muncul
saat kuantitas yang ditawarkan melebihi kuantitas yang diminta pada
harga pasar saat itu.

Gambar 20. Kelebihan Penawaran atau Surplus Barang

Pada harga $3 kuantitas yang ditawarkan melebihi kuantitas yang


diminta sebesar 20.000 gantang. Nilai kelebihan ini akan menyebabkan
harga turun.
Contoh:
- Fungsi permintaan QD : -P + 100
Fungsi penawaran QS : 2P+ 10
Dari dua fungsi di atas keseimbangan pasar mula:
QD = QS maka –P + 100 = 2P + 10
3P + 90  P = 30
QD/QS = 70
Keseimbangan Pasar (30,70)

25
a. Jika tingkat harga = 20, maka akan terjadi kelebihan permintaan,
sebagai berikut:
P = 20  QD’ = -20 + 100  QD’ = 80
P = 20  QS = 2.20 + 10  QS = 50
Maka kelebihan permintaan = 80 – 50 = 30
b. Jika tingkat harga = 40, maka akan terjadi kelebihan penawaran atau
surplus barang sebagai berikut:
P = 50  QD = -50 + 100  QD = 50
P = 50  QS = 2.50 + 10  QS = 110
Kelebihan permintaan = 110 – 50 = 60

C. Keseimbangan Pasar Setelah Pajak


Jika dibandingkan dengan sebelum adanya pajak, maka adanya pajak
mengakibatkan perubahan (pergeseran) titik keseimbangan pasar
yang juga berakibat bergesernya harga pasar.
Dengan adanya pajak mengakibatkan:
1. Biaya produksi akan naik, maka jumlah penawaran (Q S) berkurang.
Hal ini menyebabkan kurva penawaran (S) bergeser ke kiri.
2. Naiknya harga produksi sebagai akibat dari naiknya biaya
produksi.
Perhatikan kurva berikut ini:
P

D S2

E2
S1
P2

E1
P1

QD/QS
Q2 Q1

Gambar 21

Titik E1 merupakan titik keseimbangan pasar mula-mula (sebelum ada


pajak). Setelah adanya pajak mengakibatkan kurva S penawaran

26
bergeser dari S1 ke S2 dan titik keseimbangan pasar bergeser dan E1
dan E2 dan harga naik dari P1 ke P2.
Cara menghitung dan menentukan titik keseimbangan pasar setelah
pajak sebagai berikut:
a. Keseimbangan pasar setelah pajak dengan sistem tarif tetap.
Contoh:
Fungsi permintaan P = -2QD + 100
Fungsi penawaran P = QS + 10
Sebelum adanya pajak titik keseimbangan pasar sebagai berikut:
-2Q + 100 = Q + 10
-3Q = -90
Q = 30, maka P = 40
Jika ada pajak = 6, maka keseimbangan pasar setelah pajak
sebagai berikut:
Adanya pajak = 6, maka fungsi penawaran setelah ada pajak
sebagai berikut:
P1 = QS + 10 + 6
P1 = QS + 16
P = - 2Q + 100
-
0 = 3Q – 84
3Q = 84  Q = 28
P = -2QD + 100
P = -2.28 + 100
P = -56 + 100
P = 44
Maka keseimbangan pasar setelah pajak = (28, 44)

27
P

D
S2
S1
E2
44 E1
40

QD/QS
0 28 30

Gambar 22
Contoh:
Fungsi permintaan QD = -3P + 100
Fungsi penawaran QS = 2P + 10
Jika pajak = 5, maka keseimbangan pasar setelah ada pajak
sebagai berikut:
Pajak (t) = 5  QS1 = 2(P-5) + 10
QS1 = 2P – 10 + 10
QS1 = 2P
QD = -3P + 100
QS1 = 2P  2P = -3P + 100
5P = 100
P = 20
QS1 = 2P
Q = 2.20  Q = 40
Maka keseimbangan pasar setelah pajak = (40, 20)
P
D S2
S1

E2
20
E1
18

QD/QS
0 40 46

Gambar 23

28
b. Keseimbangan pasar setelah pajak dengan sistem proporsional
Contoh 3:
Fungsi permintaan P = -2QD + 200
Fungsi penawaran P = QS + 20
Keseimbangan pasar sebelum adanya pajak sebagai berikut:
P = -2QD + 200
P = QS + 20
-
0 = -3Q + 180
3Q = 180  Q = 60
P = Q + 20  P = 60 + 20  P = 80
Keseimbangan pasar (60, 80)
Jika ada pajak (t) = 10%, maka keseimbangan pasar setelah pajak
sebagai berikut:
t = 10% = 0,1  P = (1 + 0,1) (QS + 20)
P = 1,1 (QS + 20)
P = 1,1 QS + 22
Maka:
P = -2QD +200
P = 1,1QS + 22
-
0 = -3,1Q +178
3,1Q = 178  Q = 57,42
P = 2Q + 200
P = -2 (57,42) + 200  P = 85,16
Maka keseimbangan pasar setelah pajak (57,42 , 85,16)
P
S2
D

S1
85,16
80

QD/QS
0 57,42 60

Gambar 24

29
c. Keseimbangan pasar setelah adanya subsidi:
Dengan adanya subsidi akan mengakibatkan:
a. Biaya produksi akan turun, maka jumlah penawaran (Qs) akan
bertambah. Hal menyebabkan kurva penawaran (S) bergeser
ke kanan.
b. Turunnya harga pasar sebagai akibat dari turunnya biaya
produksi.
Perhatikan kurva berikut ini:
P
S2
D

S1
P1

P2

QD/QS
Q1 Q2

Gambar 25

Titik E1 merupakan titik keseimbangan pasar mula-mula (sebelum


adanya subsidi). Dengan adanya subsidi maka kurva penawaran
(S) bergeser ke kanan dari S 1 menjadi S2 dalam titik keseimbangan
pasar bergeser dari E1 ke E2 serta harga turun dari P1 ke P2. Cara
penentuan titik kesimbangan pasar setelah ada subsidi sebagai
berikut:

Contoh :
Fungsi permintaan P = -3Qd + 200
Fungsi penawaran P = 2Qs + 50
Keseimbangan pasar sebelum adanya subsidi sebagai berikut:
-3Q + 200 = 2Q + 50
5Q = 150
Q = 30

30
P = 2Q + 50  P = 2.30 + 50
P = 110
Keseimbangan pasar (30, 110)
Jika ada subsidi = 10, maka keseimbangan pasar yang baru
sebagai berikut:
Subsidi = 10  P = 2Qs + 50 – 10
P = 2Qs + 40
Maka:
P = 2Qs + 40
P = -3Qn + 200 -
0 = 5Q – 160
5Q= 160
Q = 32
P = 2Q + 40  P = 2(32) + 40  P = 104.
Maka keseimbangan setelah subsidi E’ (32, 104)
P
S2
D
S1
E
110
E’
104

QD/QS
30 32

Gambar 25
Contoh :
Fungsi permintaan Qd = -4P + 200
Fungsi penawaran Qs = 2P + 20
Jika besarnya subsidi = 10, maka keseimbangan pasar setelah
ada subsidi sebagai berikut:
Subsidi = 10  Qs1 = 2 (P + 10) + 20
Qs1 = 2 P + 20 + 20
Qs1 = 2 P + 40

31
Maka: Qs1 = 2P + 40
Qn = -4P + 200
0 = 6P – 160
6P = 160
P = 26,67
Q = 2P + 40
Q = 2 (26,67) + 40  Q = 93,34

d. Keseimbangan pasar setelah adanya subsidi dengan sistem


proporsional
Contoh:
Fungsi permintaanQd = -5P + 500
Fungsi penawaranQs = 3P + 100
Jika besarnya subsidi = 10 %, maka keseimbangan pasar yang
baru sebagai berikut:
Subsidi = 10% = 0,1% Qs1 = (1 + 0,1) 3P + 100
Qs1 = 1,1 (3P) + 100
Qs1 = 3,3 P + 100
Maka: Qs1 = 3,3P + 100
Qd = -3P + 500
0 = 8,3P – 400
8,3P = 400
P = 48,19
Q = -5(48,19) + 500
Q = 257,45
Keseimbangan pasar setelah ada subsidi = (257,45 , 48,19)

32
P
S1
100 D
S2

250,50
50
48,19 257,45;48,19

QD/QS
250 257,45 500

Gambar 26
D. Penerimaan dari Pajak
Penerimaan maksimum pemerintah dari pajak pada pemisalan
sebagai berikut:
1. Pemerintah menarik pajak sebesar t satuan dari tiap satuan barang.
2. Harga yang harus dibayar konsumen menjadi lebih tinggi sehingga
permintaannya berkurang.
3. Persaingan adalah murni sehingga permintaan konsumen hanya
bergantung pada harga sedang fungsi permintaan tidak berubah.
4. Para produsen menyesuaikan penawarannya pada harga buku
yang telah naik oleh pajak.
Dapat disimpulkan:
Fungsi permintaan yang tidak berubah
P = f(Qd )
Fungsi penawaran sebelum pajak t
P = f (QS)
Fungsi penawaran sesudah pajak t
P = f (QS) + t
Liku penawaran sesudah pajak, s t, adalah setara dengan liku
penawaran s yang digeser sejajar sejarak t. (Gambar 6).
Titik imbang semula E (x, y) ialah titik potong liku d dan s.
Titik imbang sesudah pajak E (xt, yt) ialah titik potong liku d dan st.

33
Gambar 27. Penerimaan dari pajak
Contoh : (Gambar 28)
Fungsi permintaan
P = 0,5 Q + 9
Fungsi penawaran
1
P= Q 1
2

Gambar 28. Penerimaan pajak maximum

Pemerintah menarik pajak t per satuan barang maka


Fungsi penawaran sesudah pajak
1
P= Q+1+t
2
(1) dapat ditulis
1
P=  Q+9
2

34
Pada keseimbangan sesudah pajak
1 1
Q  1 t = .. Q  9
2 2
1 1
.. Q  9 = - .. Q  9
2 2
maka Q = 4
Penerimaan pemerintah dari pajak
1  1 
t =  Q  5    Q  1
2  2 
t = 4
T = t.Q
T = 4.Q
T = 4.4
T = 16
Contoh :
Fungsi permintaan
P = -aQ2 + b (parabola)
Fungsi penawaran sebelum pajak
P = Q2 +  (parabola)
Fungsi penawaran sesuah pajak
P = Q2 +  + t
a, b, ,  adalah bilangan positif
Titik imbang
Fungsi permintaan
P = -2Q2 + 40
Fungsi penawaran sebelum pajak
P = Q2 + 4
Fungsi penawaran sesudah pajak
P = Q2 + 4 + t
Penerimaan dari pajak maximum pada
T = t.Q
t = (Q2 + 28) – (Q2 + 4)
t = 24
Keseimbangan setelah pajak

35
-2Q2 + 40 = Q2 + 28
-3Q2 = -12
Q2 = 4  Q = 2
Penerimaan pajak max
T = t.Q
T = 24 . 2
T = 48

Gambar 29. Penerimaan pajak maximum

Subsidi pemerintah dapat diperhitungkan sebagai pajak negatif.

36
IV. KOEFISIEN ELASTISITAS

A. Elastisitas Permintaan
Elastisitas permintaan adalah derajat kepekaan perubahan permintaan
terhadap perubahan harga, atau angka yang menunjukkan
perbandingan antara perubahan permintaan dengan perubahan harga.
Elastisitas permintaan dapat ditulis dengan rumus
% Q D Q D P1
ED = atau ED = .
% P QD1 P

Dimana:
ED = elastisitas permintaan
QD = besarnya perubahan permintaan
P = besarnya perubahan harga
QD1 = jumlah permintaan mula-mula
QD2 = jumlah permintaan setelah harga berubah
P1 = harga mula-mula
P2 = harga setelah berubah
Q 2  Q1 P2  P1
%Q = . 100%, %P = . 100%
Q1 P1

Contoh:
Harga mobil naik dari 20 juta menjadi 25 juta, mengakibatkan jumlah
permintaan dari 10.000 unit menjadi 5.000 unit
Berdasarkan data di atas maka P1= 20 juta, P2 = 25 juta
Q1 = 10.000 unit dan Q2 = 5.000 unit
Maka besarnya elastisitas permintaan adalah:
Q P1
ED = .
Q1 P
5.000 20 juta
ED = 10.000 . 5 juta

1
ED = - .4
2
ED = -2 . maka ED = 2 ED > 1 (peka/elastis)

37
Ingat tanda negatif dari nilai E D diubah menjadi tanda positif karena E D
tidak ada yang negatif.
Juga dapat dihitung dengan:
% Qn
ED = % P

 50%
ED =
25%  ED  2 (peka / elastis)

Hal ini berarti kenaikan harga mobil pengaruhnya peka terhadap


penurunan permintaan mobil.
Kurvanya:
P

P2
P

P1

QD
Q2 Q1

Gambar 30

Yang perlu diperhatikan bahwa dalam membuat kurva agar sudut


kurva permintaan dapat sesuai dengan ketentuan katogeri elastisitas,
maka untuk ukuran panjang dalam gambar, panjangnya P 1 harus
sama dengan panjang Q1 (harus dibuat dengan skala yang tepat).
Besarnya elastisitas permintaan (E D) dibagi menjadi beberapa katagori
antara lain:
a. Permintaan inelastis sempurna (ED = 0)
ED = 0, bila % Q = 0 dan % P =  atau harga berubah berapa
saja, permintaan tetap.
Kurvanya:

38
P

QD

Gambar 31

b. Permintaan in elastis (tidak peka) ED < 1


ED < 1, bila % Q < % P atau persentase perubahan permintaan
lebih kecil dari % perubahan harga.
Kurvanya:
P

P1
P

P2

QD
Q1 Q2

Gambar 32
c. Elastisitas permintaan yang sebanding/imbang (E D = 1)
ED = 1, bila % Q = % P
Kurvanya:
P

P1
P

P2

QD
Q1 Q2

Gambar 33

39
d. Elastisitas permintaan yang elastis/peka (ED > 1)
ED > 1, bila % Q > % P
Kurvanya:
P

P1
P
P2

QD
Q1 Q2

Gambar 34

e. Elastisitas permintaan yang elastis sempurna (ED > 1)


ED = 1 bila % Q = , % P = 0
Kurvanya:
P

QD

Gambar 35
B. Elastisitas Penawaran
Elastisitas penawaran adalah derajat kepekaan perubahan penawaran
terhadap perubahan harga, atau angka yang menunjukkan
perbandingan antara perubahan penawaran dengan perubahan harga.
Elastisitas penawaran (ES) dapat ditulis dengan rumus:
% Q S Q S P1
ES = atau E S  .
% P Q S1 P

40
Contoh 1:
Pada harga Rp. 1.000,- jumlah penawaran = 100 unit
Pada harga Rp. 1.500,- jumlah penawaran = 120 unit
Dari data tersebut maka besarnya elastisitas penawaran
% Q S  20%
ES = 
% P 50%

ES = 0,4 . ES < 1 (inelastis/tidak peka)


Kurvanya:
P

P
P1

QS
Q1 Q2

Gambar 36
Seperti halnya pada E permintaan, maka elastisitas penawaran juga
memiliki kategori sebagai berikut:
a. Elastisitas penawaran yang inelastis sempurna (E S = 0)
terjadi belum % QS = 0 dan % P = 
b. Elastisitas penawaran yang inelastis (ES < 1)
terjadi belum % QS < % P
c. Elastisitas penawaran sebanding/unitary (ES = 1)
terjadi belum % QS = % P
d. Elastisitas penawaran yang elastis (ES > 1)
terjadi belum % QS > % P
e. Elastisitas penawaran yang elastis sempurna (ES = )
terjadi belum % QS =  % P = 0
Kurvanya:

41
P

Es=0
Es<1
Es=1

Es>1

Es=~

QS

Gambar 37

C. Elasitisitas Permintaan pada Fungsi permintaan


Bila menggunakan data ekonomi kita dapat menggunakan rumus
elastisitas permintaan sebagai berikut:
Q D P1
ED = .
Q D1 P

Jika yang diketahui adalah fungsi permintaan, maka untuk


menghitung elastisitas permintaan dapat dibuat rumus dalam benutk
lain sebagai berikut:
Q D P1
ED = .
Q D1 P

P QD
ED = .
QD P

QD dQD 1
Karena =  adalah turunan dari QD yaitu QD1 = 1
P dP P

Contoh:
Fungsi permintaan QD = -3P + 100
Pada harga = 20, maka besarnya elastisitas permintaan adalah:
P
ED = QD1
Q

42
Jika P = 20QD = -3 . 20 + 100
QD = 40
QD = -3P + 100
QD1 = -3
P
ED = QD1
Q
20 1
ED = .
40 3
1 E  1(inelastis )
ED = 3 D

Ingat tanda negatif dihilangkan.

Contoh :
Fungsi pemintaan P = QD2 – 35 QD + 300
Pada jumlah produksi = 10, maka besarnya elastisitas permintaan
sebagai berikut:
P 1
ED = Q . 1
D P

Jika QD = 10  P = 102 – 35.10 + 300


P = 50
P = QD2 - 35 QD + 300
P1 = 2QD – 35
Jika QD = 10  P1 = 2. 10 – 35
P1 = -15
P 1
ED = .
Q P1
50 1
ED = .
10  15
1
ED =  ED < 1 (inelastis)
3

D. Elastisitas Penawaran pada Fungsi Penawaran


Jika yang diketahui adalah fungsi penawaran, maka besarnya
elastisitas penawaran dapat dihitung dengan rumus:
QS P1 QS
ES = . atau ES  P/Q
QS1 P P

43
QS dQS
Karena:   QS1
P dP
Maka: ES = P/Q . QS1
Karena:
1 P 1
QS1 = maka ES =
P 1 QS P1

Contoh:
Fungsi penawaran P = 3 QS + 10
Maka besarnya elastisitas penawaran pada jumlah penawaran adalah:
P
ES =
QS
Jika QS = 10  P = 3.10 + 10  P = 40
P1 = 3
P 1
ES = Q . 1
P
40 1
ES = .
10 3
1
ES = 1  ES > 1 (elastis)
3

Contoh:
Fungsi Penawaran QS = P2 + 5P – 50
Pada harga = 10 besarnya elastisitas penawaran sebagai berikut:
P
ES = . QS1
QS

Bila P = 10  QS = 102 + 5.10 – 50


QS = 100
QS1 = 2P + 5
Bila P = 10  QS1 = 2.10 + 5
QS1 = 25
P
ES = . QS1
Q
10
ES = . 25  ES = 2.5  ES > 1 (elastis)
100

44
V. PENDAPATAN, KONSUMSI, TABUNGAN DAN INVESTASI

A. Fungsi Konsumsi
Jika dikaitkan dengan pendapatan nasional, fungsi konsumsi
bisa diartikan sebagai hubungan antara besarnya konsumsi dengan
pendapatan nasional.
Secara umum fungsi dinyatakan dalam:
C = a + bY
Dimana:
C = tingkat komsumsi
Y = pendaptan
a = konstanta
b = koefisien
Berdasarkan pola fungsi konsumsi di atas dapat disimpulkan
bahwa besarnya konsumsi sangat bergantung pada besarnya
pendapatan, artinya jika pendapatan meningkat ada kecenderungan
konsumsi juga meningkat.

1. Hasrat mengkonsumsi atau Marginal Propensity to Consume


(MPC)

MPC merupakan perbandingan antara tambahan konsumsi


dengan tambahan pendapatan atau dapat ditulis dengan rumus:
C
MPC =
Y
Dimana:
C = tambahan konsumsi
Y = tambahan pendapatan
Didalam fungsi konsumsi C = a + bY, maka besarnya MPC = b

45
2. Fungsi Tabungan
Pendapatan dimanfaatkan untuk konsumsi dan tabungan, sehingga
rumus umumnya Y = C + S
Dimana:
S = saving atau tabungan
Karena Y = C + S maka S = Y – C
Kalau kita subsitusikan dengan fungsi konsumsi maka:
S = Y–C
S = Y – (a + bY)
S = Y – (a – bY)
S = -a + (1 – b) Y

3. Hasrat untuk menabung atau Marginal Propensity to Save (MPS)


MPS adalah perbandingan antara tambahan tabungan dengan
tambahan pendapatan, atau dapat ditulis dengan rumus:
S
MPS =
Y
Dimana:
S = tambahan tabungan
Y = tambahan pendapatan
Didalam fungsi konsumsi S = -a + (1 – b) Y, maka besarnya MPS = 1 – b
Karena b = MPC, maka MPS = 1 – MPC atau MPS + MPC = 1

Contoh:
Fungsi konsumsi C = 0,8 Y + 10.000
Dari fungsi konsumsi tersebut, maka besarnya a = 10.000 dan b = 0,8
b= MPC = 0,8
MPS = 1 – MPC
MPS = 1 – 0,8
MPS = 0,2
Fungsi tabungan:
S = (1 – b) Y – a
S = 0,2 Y – 10.000

46
Misalnya besarnya pendapatan = 100.000, maka besarnya konsumsi
sebagai berikut: C = 0,8. 100.000 + 10.000
C = 90.000 dan tabungan (S) = 10.000

4. Average Propensity to Consume (APC)


APC merupakan perbandingan besarnya konsumsi terhadap
pendapatan, yang dapat ditulis dengan rumus:
Cn
APC =
Yn
Contoh:
Pada pendapatan Rp 2.000.000,00 besarnya konsumsi Rp 1.500.000

1.500.000
maka besarnya APC = = 0,75.
2.000.000

5. Average Propensity to Save (APS)


APC merupakan perbandingan besarnya tabungan terhadap
pendapatan, yang dapat ditulis dengan rumus:
Sn
APS =
Yn
Contoh:
Pada pendapatan Rp 2.000.000,00 besarnya konsumsi Rp 1.500.000

500.000
besarnya tabungan Rp 500.000, maka APS = = 0,25.
2.000.000
Pada pendapatan tertentu maka APC dan APS tertentu jika
dijumlahkan sama dengan satu atau APS + APC = 1.

6. Titik Keseimbangan Pendapatan


Titik keseimbangan pendapatan atau BEP (Break Event Point)
merupakan titik dimana besarnya pendapatan sama dengan besarnya
konsumsi.
Syarat dari BEP adalah Y = C
Karena semua pendapatan persis habis untuk konsumsi, maka pada
BEP besarnya tabungan = 0 atau S = 0

Contoh:

47
Fungsi konsumsi C = 0,8 Y + 100.000
Dari fungsi konsumsi tersebut keseimbangan pendapatan (BEP) dapat
ditentukan sebagai berikut:
Syarat BEP adalah Y = C
Y = C
Y = 0,8 Y +10.000
Y – 0,8 Y = 100.000
0,2 Y = 100.000
100.000
Y = 0,2

Y = 500.000
Kurva Y, C dan S
Untuk menggambarkan kurva Y, C dan S perlu dihitung dahulu
besarnya C dan S, jika Y = 0 maka C = a, S = -a
C = 0,8 Y + 100.000
Jika Y = 0  C = 100.000
Kurva Y, C dan S
C/S (ratusan ribu)
C

1
S
Y (ratusan ribu)
5
-1

Gambar 38
Diketahui:

Y C
100.000 70.000
200.000 130.000

Diminta:
a. Tentukan fungsi konsumsi
b. Tentukan fungsi tabungan

48
c. Hitung besarnya MPC
d. Hitung besarnya MPS
e. Hitung besarnya APC pada pendapatan 300.000
f. Hitung besarnya APS pada pendapatan 200.000
g. Hitung besarnya tabungan jika konsumsi = 100.000
h. Hitung besarnya koefisien multiplier
i. Pada pendapatan berapa terjadi BEP
j. Lukis kurva Y, C dan S

a. Fungsi konsumsi
C  C1 Y  Y1

C 2  C1 Y2  Y1

C  70.000 Y  100 .000



60.000 100.000
(C – 70.000) 100.000 = 60.000 (Y – 100.000)
C – 70.000 = 0.6 Y – 60.000
C = 0,6 Y + 10.000
b. Fungsi tabungan S = 0,4 Y – 10.000
c. C = 0,6Y + 10.000, maka MPC = 0,6
atau
C 60.000
MPC =   0,6
Y 100 .000
d. MPS = 1 – MPC, maka MPS = 0,4
S 40.000
MPS =   0,4
Y 100.000
e. Jika Y = 300.000
Maka C = 0,6Y + 10.000
C = 0,6.300.000 + 10.000
C = 180.000 + 10.000
C = 190.000
Maka:
Cn 190.000
APC =   0,633
Yn 300.000
f. Jika Y = 200.000
S = 0,4 Y – 100.000

49
S = 0,4.200.000 – 10.000
S = 70.000
Sn 70.000
APS =   0,35
Yn 200.000
g. C = 0,6 Y + 10.000
Jika C = 100.000
Maka:
100.000 = 0,6 Y + 10.000
0,6 Y = 90.000
90.000
Y = 0,6

Y = 150.000
h. Koefisien multiplier
1
K = MPS

1
= 0,4
= 2,5

i. Keseimbangan pendapatan (BEP) dengan syarat Y = C atau S = 0


S = 0,4 Y – 10.000 = 0
0,4 Y = 10.000
10.000
Y =
0,4

Y = 25.000
Keseimbangan pendapatan terjadi pada pendapatan = 25.000
j. Jika Y = 0, maka C = 10.000
C/S (ribuan)
Y=C C

25

10
5
S
Y (ribuan)
25
-10

Gambar 39
Contoh:

50
Fungsi konsumsi
1 2 7
C=  y + y+1
32 8

Kecenderungan konsumsi marginal (MPC)


1 7
C’ = dc/dy =  y + (garis lurus)
16 8
Fungsi tabungan
S = Y–C
1 2 1
= y + y – 1 (parabola)
32 8
Kecenderungan tabungan marginal (MPS)
1 1
s‘ = ds/sd = y+ (garis lurus)
16 8
s’ + c’ = 1
Pengganda
1 16
k= = y2
s'
Titik impas
1 2 1
s=0= y + y–1
32 8
y2+ + 4x – 32 = 0
(y + 8) (y - 4) = 0
y1 = -8 (tak terpakai)
y2 = 4
c =4

51
1 2 7
Gambar 39. Fungsi konsumsi C = y + y+1
32 8

52
B. Investasi
1. Arti Investasi
Investasi yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman
modal atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang
menentukan tingkat pengeluaran agregat. Tabungan dari sektor rumah
tangga melalui institusi-institusi keuangan akan mengalir ke sektor
perusahaan. Apabila para pengusaha menggunakan uang tersebut
untuk membeli barang-barang modal, maka pengeluaran tersebut
dinamakan investasi. Dengan demikian istilah investasi dapat diartikan
sebagai pengeluaran penanam modal atau perusahaan yang akan
membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan
produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang
dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan
jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian tersebut
menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang akan
datang. Adakalanya penanaman modal dilakukan untuk menggantikan
barang-barang modal yang lama yang telah aus dan perlu
didepresiasikan.
Yang digolongkan sebagai investasi, sebagai berikut:
1. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan
peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri
dan perusahaan.
2. Pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal, bangunan
kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya.
3. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan
mentah dan barang yang menjadi dalam proses produksi pada
akhir tahun penghitungan pendapatan nasional.
Jumlah dari ketiga jenis komponen investasi tersebut
dinamakan invetasi bruto, yaitu meliputi investasi untuk menambah
kemampuan memproduksi dalam perekonomian dan mengganti
barang modal yang telah didepresiasikan. Apabila investasi bruto
dikurangi oleh nilai depresiasi maka akan didapat investasi netto.

53
2. Efisiensi Investasi Marjinal
Berdasarkan kepada jumlah modal yang akan ditanam dan
tingkat pengembalian modal yang diramalkan akan diperoleh, analisis
makro ekonomi membentuk suatu kurva yang dinamakan efisiensi
investasi marjinal (marginal eficiency of investment). Berdasarkan
kepada hal-hal yang dihubungkannya, efisiensi investasi marjinal
dapat didefinisikan sebagai suatu kurva yang menunjukkan hubungan
di antara tingkat pengembalian modal dan jumlah modal yang akan
diinvestasikan.
Untuk memperjelas arti konsep efisiensi marjinal dalam
Gambar 1 ditunjukkan satu contoh dari kurva efisiensi investasi
marjinal (MEI). Sumbu tegak menunjukkan tingkat pengembalian
modal dan sumbu datar menunjukkan jumlah investasi yang akan
dilakukan.
Tingkat pengembalian modal

A
R0

R2 C

MEI
I0 I1 I2

Investasi (yang diperlukan)

Gambar 40. Efisiensi Modal Marjinal

Pada kurva MEI ditunjukkan tiga buah titik A, B dan C. Titik A


menggambarkan bahwa tingkat pengembalian modal adalah R 0 dan
investasi I0. Ini berarti titik A menggambarkan bahwa dalam
perekonomian dapat dilakukan kegiatan investasi yang akan
menghasilkan tingkat pengembalian modal sebanyak R 0 atau lebih
tinggi, dan untuk mewujudkan investasi tersebut modal yang

54
diperlukan adalah sebanyak I0. Titik B dan C juga memberikan
gambaran yang sama. Titik B menggambarkan wujud kesempatan
untuk menginvestasi dengan tingkat pengembalian modal R 1 atau
lebih, dan modal yang diperlukan adalah I 1. Dan Titik C
menggambarkan untuk mewujudkan usaha yang menghasilkan tingkat
pengembalian modal sebanyak R2 atau lebih diperlukan modal
sebanyak I2.

Fungsi Investasi
Kurva yang menunjukkan perkaitan di antara tingkat investasi
dengan tingkat pendapatan nasional dinamakan fungsi investasi.
Bentuk fungsi investasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) ia
sejajar dengan sumbu datar, atau (2) bentuknya naik ke atas ke
sebelah kanan (yang berarti makin tinggi pendapatan nasional, makin
tinggi investasi). Fungsi atau kurva investasi yang sejajar dengan
sumbu datar dinamakan investasi otonomi dan fungsi investasi yang
semakin tinggi apabila pendapatan nasional meningkat dinamakan
investasi terpengaruh. Dalam analisis makro ekonomi biasanya
dimisalkan bahwa investasi perusahaan bersifat investasi otonom.

3. Kurva Permintaan Investasi


Dalam menganalisa penentu investasi, kita memusatkan
pembahasan terutama pada hubungan antara suku bunga dan
investasi. Hubungan ini penting karena suku bunga (dipengaruhi oleh
bank sentral) merupakan instrumen utama pemerintah dalam
mempengaruhi investasi. Untuk menunjukkan hubungan antara suku
bunga dan investasi, para ekonom menggunakan skedul yang disebut
kurva permintaan investasi.

55
r, i

Penghasilan dari investasi suku bu nga


DI

(persen per tahun)


20

Skedul Permintaan akan Investasi

10 M’

5 M
DI
I
0 10 20 30 40 50 60 70

Pengeluaran investasi (milyar dolar)

Gambar 41. Investasi Bergantung pada Suku Bunga

Skedul permintaan untuk investasi downward-stepping memplot


jumlah dimana bisnis akan berinvestasi dengan masing-masing suku
bunga. Setiap langkah mewakili sekelompok investasi: proyek A
mempunyai suku bunga yang begitu tinggi sehingga jauh dari
angkanya; langkah tertinggi yang dapat dilihat adalah proyek B, seperti
ditunjukkan pada sisi kiri atas. Dengan setiap suku bunga, semua
investasi maupun laba netto positif akan dijalankan.

Pergeseran dalam kurva permintaan investasi


Kita telah melihat bagaimana suku bunga mempengaruhi
tingkat investasi. Investasi juga dipengaruhi oleh kekuatan lain.
Sebagai contoh, suatu peningkatan dalam GDP akan menggerakkan
kurva permintaan keluar, seperti ditunjukkan dalam Gambar 42
Contoh ini sangat menyederhanakan penghitungan yang harus
dibuat oleh bisnis dalam keputusan-keputusan investasi yang
sebenarnya. Biasanya, investasi meliputi aliran laba yang tidak
seimbang, depresiasi modal, inflasi, pajak dan berbagai suku bunga
atas dana yang dipinjam. Pembahasan ilmu ekonomi mengenai
pendiskontoan dan nilai kontan ditemukan dalam buku-buku mengenai
keuangan dan finansial.
Kita akan melihat nanti bahwa jika harga berubah, suku bunga
riil tepat digunakan, yang mewakili nominal atas suku bunga uang
yang dikorekasi untuk inflasi.

56
(a) output yang tinggi (b) pajak yang tinggi (c) eforia internet
r, i r, i r, i

Penghasilan dari investasi suku bu nga

Penghasilan dari investasi suku bu nga

Penghasilan dari investasi suku bu nga


DI DI
D I’ DI’ DI’
DI
I I I
0 0 0
Pengeluaran investasi Pengeluaran investasi Pengeluaran investasi

Gambar 42. Pergeseran dalam Fungsi Permintaan Investasi

Dalam skedul permintaan investasi (DI), pergeseran kurva permintaan


investasi merupakan dampak dari (a) tingkat GDP yang lebih tinggi,
(b) pajak yang lebih tinggi atas pendapatan modal, dan (c) ledakan
eforia bisnis yang didorong oleh antusiasme mengenai prospek-
prospek untuk internet.

4. Fungsi Konsumsi, Tabungan dan Investasi

800 C = 100 + 0,75 Y


Konsumsi Agregat, C (milyar dolar)

700

400

250
200

45o

0 200 400 800 Y

Pendapatan agregat, Y (milyar dolar)


Penghematan Agregat, S

+ 100 S=Y-C
(milyar dolar)

+ 50
0
-50
-100

200 400 800

Pendapatan agregat, Y (milyar dolar)

Gambar 43. Menurunkan Fungsi Tabungan dari Fungsi Konsumsi

57
Karena S = Y – C, maka mudah untuk menarik fungsi
tabungan. Sebuah garis 45 o yang ditarik dari titik asal (0) dapat
digunakan sebagai alat yang tepat untuk membandingkan konsumsi
dan pendapatan secara grafis. Pada Y = 200, konsumsi adalah 250.
Garis 45o menunjukkan kepada kita bahwa konsumsi itu lebih besar
daripada pendapatan yaitu sebesar 50. Dengan demikian, S = Y – C =
-50 lebih sedikit dibanding pendapatan sebesar 100. Dengan
demikian,
S = 100 bila Y = 800.

60
Investasi direncanakan, I

50
(milyar dolar)

40

30
I = 25
20

10

Pendapatan agregat, Y (milyar dolar)

Gambar 44. Fungsi Investasi yang Direncanakan

Untuk sementara, kita akan mengasumsikan bahwa investasi


yang direncanakan itu tetap. Investasi itu tidak berubah bila
pendapatan berubah, dengan demikian grafiknya hanya sekedar garis
horisontal.

58
a
800

Pengeluaran agregat yang direncanakan,


C+I
C = 100 + 0,75 Y

C + I (milyar dolar)
500

125
100
25 I = 25

0 200 500 800

800 C+I
Pengeluaran agregat yang direncanakan

700
, C + I (milyar dolar)

500 Keseimbangan
Y=C+I

275
200
125

45o
0 200 500 800

Keluaran agregat, Y (milyar dolar)

Gambar 45. Keluaran Agregat Keseimbangan

Keseimbangan terjadi bila pengeluaran agregat yang


direncanakan dan keluaran agregat itu sama. Pengeluaran agregat
yang direncanakan adalah jumlah dari pengeluaran konsumsi dan
pengeluaran investasi yang direncanakan.
Akhirnya marilah kita cari tingkat pendapatan keseimbangan
secara aljabar. Ingatlah bahwa kita mengetahui hal berikut:
(1) Y = C + I (keseimbangan)
(2) C = 100 + 0,75 Y (fungsi konsumsi)
(3) I = 25 (investasi yang direncanakan

59
Dengan mensubstitusikan (2) dan (3) kita dapatkan
100  0,75 Y  25
Y =       I
C

Hanya ada satu nilai Y yang memungkinkan pernyataan itu benar, dan
kita dapat menemukan nilai itu dengan menata kembali persamaan
sebagai berikut:
Y – 0,75Y = 100 + 25
Y – 0,75 Y = 125
0,25 Y = 125
125
Y = 0,25 = 500

Tingkat pendapatan keseimbangan adalah 500.


Penghematan agregat dan investasi yang
direncanakan, S dan I (milyar dolar)

100

S
25 I
0

-100

100 200 300 400 500 600

Keluaran agregat, Y (milyar dolar)

Gambar 46. Pendekatan S = I terhadap Keseimbangan

Keluaran agregat akan sama dengan pengeluaran agregat yang


direncanakan hanya bila tabungan sama dengan investasi (S = I).
Tabungan dan investasi yang direncanakan itu sama ada Y = 500.
Yang secara aljabar ini berasal dari:
C = 100 + 0,75 Y
Maka S = 0,25Y – 100
S = I 0,25Y – 100 = 25
0,25 Y = 125
125
Y = 0,25

Y = 500

60
VI. BIAYA, PENDAPATAN DAN LABA MAKSIMAL

A. Fungsi Biaya
1. Fungsi Biaya Total Linier
Bentuk umum dari fungsi biaya total adalah: C = aQ + b
Dimana:
C = biaya total
Pada fungsi biaya di atas dapat diuraikan bahwa:
Fungsi biaya variabel VC = a. Q dan
Fungsi biaya tetap FC = b
Contoh:
Fungsi biaya C = 200 Q + 1000
Dari fungsi di atas maka besarnya biaya pada jumlah produksi
= 10 adalah:
Jika Q = 10, maka C = 200.10 + 1000
C = 3.000
Jika Q = 10, maka VC = 200.10
VC = 2.000
Sedangkan beberapapun jumlah produksi, besarnya FC = 1000

2. Fungsi Linier Biaya Rata-rata dan Biaya Majinal


a. Telah diketahui fungsi linier biaya total adalah TC = C = a . Q + b
Karena biaya rata-rata
TC
(AC) = C =
Q

maka fungsi biaya rata-rata adalah:


a .Q  b
C =
Q
b
C = a+
Q
b. Fungsi linier biaya variabel adalah VC = a.Q

Karena biaya variabel rata-rata

61
VC
AVC =
Q

Fungsi biaya variabel rata-rata adalah:

aQ
AVC =
Q

AVC = a

c. Fungsi biaya tetap dinyatakan FC = b,

Maka fungsi biaya tetap rata-rata (AFC) = b/Q

Contoh:

Fungsi biaya C = 100 Q + 2000

Fungsi biaya rata-rata

2000
C = 100 +
Q

Pada jumlah produksi = 100, besarnya

2000
Besarnya C = 100 +
Q

C = 120

3. Fungsi Biaya Kuadrat

Fungsi biaya total kwadrat dinyatakan dalam C = aQ 2 + b.Q + c

Karena besarnya biaya variabel tergantung pada jumlah produksi,

maka fungsi biaya variabel dapat dinyatakan dalam VC = aQ 2 + bQ

Sedangkan fungsi biaya tetap FC = c

62
Contoh:

Fungsi biaya C = Q2 + 12Q + 20

Pada jumlah produksi = 10, besarnya biaya total

C = 102 + 12.10 + 20

C = 240

Pada jumlah produksi = 10 besarnya VC = 102 + 12.10

VC = 220

Sedangkan FC = 20

Kurvanya:

C
TC

240 VC

220

20 FC

Q
10

Gambar 45

4. Fungsi Biaya Rata-rata Kwadrat

Fungsi biaya total kwadrat C = AQ2 + b.Q + c

Biaya rata-rata

TC
AC =
Q

Fungsi biaya rata-rata

63
a.Q 2  bQ  C
AC =
Q

AC = a.Q + b + c/Q

Fungsi biaya variabel dinyatakan VC = aQ2 + b.Q

maka fungsi biaya variabel rata-rata

a.Q 2  bQ
AVC =
Q

AVC = a . Q + b

Fungsi biaya tetap dinyatakan FC = c, maka fungsi biaya tetap rata-

rata (AFC) = c/Q

Contoh:

Fungsi biaya C = 2Q2 + 60Q + 250

maka:

250
Fungsi biaya rata-rata (AC) atau C = 2Q + 60 +
Q

Jika Q = 10 maka C = 2.10 + 60 + 250/10

C = 105

Fungsi biaya variabel VC = 2Q2 + 60 Q

Fungsi biaya variabel rata-rata (AVC) = 2Q + 60

Jika Q = 10 maka AVC = 2.10 + 60

AVC = 80

Fungsi biaya tetap FC = c

Fungsi biaya rata-rata AFC = c/Q  AFC – 250/Q

jika Q = 10, maka AFC = 250/10

AFC = 25

64
Fungsi MC = C1 = 4Q + 60

Jika Q = 10, maka MC = 4.10 + 60

MC = 100

5. Fungsi biaya total kubik


Fungsi kubik umum ialah
y = ax3 - bx2 + cx + d
dengan turunan-turunannya
y’ = 3x2 + 2bx + c
y” = 6ax + 2b
y’” = 6a
Syarat-syarat apakah yang harus dipenuhi koefisien-koefisien a, b, c
dan d agar fungsi (1) dapat dipakai sebagai fungsi biaya total?
Pertama, d harus positif karena merupakan biaya tetap yang tidak
dapat negatif.
Kedua, fungsi biaya total adalah menaik maka y’ yang adalah parabola
harus senantiasa positif, jadi terbukanya ke atas, yaitu a harus positif.
Dapat juga dikatakan bahwa cekung y’ harus ke atas, jadi turunan
keduanya y” harus positif atau 6a > 0, jadi a > 0.
Ketiga, y’ harus senantiasa positif, maka tidak boleh memotong sumbu
X secara real di suatu titik potong.
2
x1.2. =  2b  4b  12ac
6a

harus imaginer, jadi


4b2 = 12ac harus negatif
atau b2 – 3ac < 0
b2 < 3ac (2)
Keempat, y’ harus senantiasa positif, maka juga c harus positif dan
cukup besar sehingga titik minimum parabola y’ letak diatas sumbu X
dengan terpenuhinya (2). Bahwa c harus positif terlihat juga dari (2).
Karena b2 positif maka 3ac harus positif tetapi a positif, jadi c pun harus
positif.

65
Kesimpulannya ialah bahwa agar (1) dapat merupakan fungsi biaya
total maka haruslah a, c, d > 0; b < 0; dan b2 < 3 ac
dan fungsi biaya total kubik dapat ditulis
y = ax3 – bx2 + cx + d
Biaya marginal
y’ = 2 ax2 – 2bx + c
Biaya rata-rata
d
y = ax2 - bx + c +
x
Biaya rata-rata marginal
d
y' = 2ax – b -
x2
Biaya total, tetap, dan variabel rata-rata. Biaya total dan variabel
marginal
Pada (c) fungsi biaya total kubik maka
Biaya total
y = ax3 – bx2 + cx + d
Biaya rata-rata
d
y = ax2 - bx + c +
x
Biaya marginal
y' = 3 ax2 – 2 bx + c (parabola)
Biaya rata-rata marginal
d
y' = 2 ax – b -
x2
Biaya tetap
yf = d
Biaya tetap rata-rata
d
yf = (hiperbola sama sisi)
x
Biaya tetap marginal
y’f = 0

66
Biaya tetap rata-rata marginal
d
y' f = -
x
Biaya variabel
yv = ax3 – bx2 + cx
Biaya variabel rata-rata
yv = ax2 – bx + c (parabola)
Biaya variabel marginal
y’v = 3 ax2 – 2 bx + c (sama seperti biaya marginal y’)
Biaya variabel rata-rata marginal
y' v = 2 ax – b (garis lurus)

Contoh 1:
Biaya total (TC)
TC = Q3 – 3Q2 + 4Q + 4 (TC)
Biaya rata-rata (AC)
4
AC = Q2 – 3Q + 4 +
Q

Biaya marginal (MC)


MC = 3Q2 – 6Q + 4
Biaya rata-rata marginal
4
MC = 2Q – 3 -
Q2

Contoh 2:
Fungsi biaya total : TC = Q3 – 3Q2 + 4Q + 4
Biaya tetap (FC)
FC = 4
Biaya tetap rata-rata (AFC)
4
AFC =
Q

Biaya tetap marginal


MFC = 0

67
Biaya tetap rata-rata marginal
4
AMFC = -
Q2

Biaya variabel (VC)


VC = Q3 – 3Q2 + 4Q
Biaya variabel rata-rata (AVC)
AVC = Q2 – 3Q + 4
Biaya variabel marginal
MVC = 3Q2 – 6Q + 4 (sama seperti biaya total marginal (MC)
Biaya variabel rata-rata marginal
AMVC = 2Q – 3 (garis lurus)

Gambar 46. Biaya total, rata-rata, marginal

68
B. Penerimaan dan Laba
Fungsi permintaan ialah P = f (Q) dimana P = harga satuan
barang dan Q = jumlahnya, maka penerimaan (revenue) R adalah
jumlah permintaan kali harga satuan
Atau
R = PQ
Penerimaan rata-rata R adalah penerimaan dibagi jatah atau
R
R=
Q

R =P
Penerimaan rata-rata = harga satuan barang
R (Q) = P (Q)
Penerimaan marginal = turunan pertama R
MR = R’
Contoh perhitungan laba maksimal
Diketahui: fungsi permintaan P = -2Q + 100
Fungsi biaya TC = Q2 + 40Q + 20
Diminta:
a. Hitung besarnya FC, VC, TC, AFC, AVC, AC dan MC. Jika jumlah
produksi = 10!
b. Hitung besarnya TR, AR dan MR jika produk yang terjual = 10!
c. Pada produksi berapa tercapai laba maksimal?
d. Hitung besarnya laba maksimal!
Penyelesaian:
a. Jika Q = 10 maka:
 FC = 20
 VC = Q2 + 40Q  VC = 102 + 40 . 10 = 500
 TC = FC + VC  TC = 520
FC 20
 AFC = = =2
Q 10
VC Q 2  40Q
 AVC = = = Q + 40  AVC = 10 + 40 = 50
Q Q

69
TC 20
 AC = = Q + 40 +  AC = 10 + 40 + 2 = 52
Q Q

 MC = TC’ = 2Q + 40  MC = 2 . 10 + 40 = 60

b. Jika Q = 10, maka:


 TR = P . Q  TR = (-2Q + 100) . Q  TR = -2Q2 + 100 Q
TR = -2 . 102 + 100 . 10  TR = 800
TR
 AR = = P = -2Q + 100  AR = -2.10 + 100 = 80
Q

 MR = TR’ = -4Q + 100  MR = -40 + 100 = 60


c. Laba = TR – TC
L = (-2Q2 + 100Q) – (Q2 + 40Q + 20)
L = -3Q2 + 60Q – 20
Syarat laba maksimal  MC = MR atau L’ = 0
L’ = -6Q + 60 = 0
= 6Q = 60  Q = 10
Laba maksimal tercapai pada jual produk = 10 unit
d. Besarnya laba maksimal
L = -3Q2 + 60Q – 20
Q = 10  Laba maksimal = -3 . 102 + 6.10 – 20
Laba maksimal = 280

70
DAFTAR PUSTAKA

Case dan Fair, 2005, Prinsip-prinsip Ekonomi Mikro, Alih Bahasa Berlian
Muhammad SE, Jakarta: Gramedia.

Dumarry, 1999, Matematika Terapan untuk Bisnis dan Ekonomi,


Jogjakarta. BPFE.

Hari Wahyono, 2000, Matematika untuk Ekonomi (Fungsi dan


Penerapannya dalam Ekonomi). Malang : PPG IPS dan PMP.

Johanes, H., Budeono, S.H., 1983, Pengantar Matematika untuk Ekonomi,


Jakarta: LP3ES.

K.E. Case & R.C. Fair, 1999, Principles of Economics. Fifth Edition,
Prentice-Hall, Inc., Cepper Saddle River, New Jersey.

Nichalson, W, 2002, Mikro Ekonomi Intermediete, Alih Bahasa Ign Baya


Mahendra, Jakarta: Erlangga.

P.A. Samuelson, W.D. Nardhaus, 2000, Macro Economics, 17th Edition,


New York: McGraw Hill Company, Inc. All Right Reserved.

Sadono Sukirno, 2004, Makro Ekonomi Teori Pengantar, Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada.

Sujatmoko, 1990, Pengantar Ekonomi Makro, Jakarta: BPFE.

Suparlan, B., 2000, Matematika Ekonomi (Makalah dalam Seminar


Matematika Ekonomi). Malang: PPG IPS dan PMP.

71

Anda mungkin juga menyukai