I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika mulai digunakan secara luas untuk keperluan ilmu
ekonomi saat mendekati abad XIX. Buku “Principles of Economic” dari
Marshal yang dipublikasikan tahun 1890, memuat lampiran
matematika secara panjang lebar dalam membuat argumentasi lebih
sistematis.
Matematika merupakan alat untuk menyederhanakan penyajian
dan pemahaman masalah. Dengan menggunakan bahan matematik,
sesuatu masalah dapat menjadi lebih sederhana untuk disajikan,
dipahami dianalisa dan dipecahkan. Sekarang ini, matematika sangat
diperlukan akan para pakar ekonomi, mereka menggunakan
matematika untuk membuat argumentasi agar lebih mudah dimengerti
dan menjadi lebih logis.
Sebagai suatu ilmu yang senantiasa berkembang, ekonomi
tidak luput dari hasrat untuk menerapkan matematik dalam bahasan-
bahasannya. Berbagai konsep matematika baru menjadi alat analisis
yang penting dalam ekonomi. Ilmu ekonomi modern cenderung
menjadi semakin matematis.
Untuk mengajarkan matematika ekonomi di SMA, diperlukan
pemahaman yang memadai atas konsep konsep dasar matematika
yang relevan dengan keperluan penerapannya dalam Ilmu Ekonomi.
Hal mendasar yang perlu diingat bahwa matematika merupakan alat
bantu untuk menurunkan dan menjelaskan teori-teori dalam ekonomi.
Sebagai alat bantu, selayaknya penggunaan matematika disesuaikan
dengan hukum dan kaidah-kaidah dalam ekonomi dan bukan
sebaliknya. Dengan demikian kesimpulan dari teori yang diturunkan
1
dan dijelaskan melalui pemanfaatan matematika, secara logis benar
menurut pengertian ekonomi.
Meskipun memilki beberapa keterbatasan, matematika sebagai
ilmu bantu, sangat besar peranannya untuk mempermudah
pemahaman atas hubungan berbagai variabel ekonomi. Sehubungan
dengan hal itu, peranan matematika sebagai alat bantu untuk
memecahkan masalah ekonomi, tidak akan berfungsi dengan baik
tanpa adanya pemahaman dasar secara relevan, khususnya bagi
Guru Ekonomi SMA. Sejalan dengan hal itu, penulisan buku
”Matematika Ekonomi” ini digunakan sebagai bahan ajar Guru
Ekonomi SMA jenjang Dasar.
Didasarkan pada silabus Diklat guru Ekonomi SMA jenjang
dasar dan kurikulum SMA yang berlaku, maka bahan ajar ini berisi
tentang: penerapan fungsi matematika dalam ekonomi, baik fungsi
linier, fungsi kuadrat maupun fungsi kubik yang diterapkan pada
pendapatan, konsumsi, tabungan serta penerapan hitung deferensial
dalam ekonomi.
B. Tujuan
Penyusunan bahan ajar matematika ekonomi ini bertujuan
untuk:
1. Memberikan pedoman dan masukan untuk penatar matematika
ekonomi pada Diklat Guru Ekonomi SMA Jenjang Dasar.
2. Memberikan pengetahuan dan pengalaman pada peserta Diklat
Guru Ekonomi SMA Jenjang Dasar melalui pembahasan bahan
ajar ini.
2
5. Pendapatan, Konsumsi, Tabungan dan Investasi
6. Biaya, Pendapatan, dan Laba Maksimal
3
II. FUNGSI
A. Pengertian Fungsi
Suatu fungsi merupakan hubungan dari dua variabel, seperti
Y = f (X) menyatakan hubungan antara dua variabel yaitu X dengan Y,
yang hubungannya sedemikian rupa, sehingga untuk setiap nilai X
hanya terdapat satu nilai Y.
Y = f (X), fungsi ini dibaca “ Y adalah fungsi X “ yang berarti nilai
dari Y tergantung pada nilai tertentu dari X, contohnya jika X
merupakan besarnya konsumsi, Y merupakan besarnya pendapatan,
sehingga X dan Y memiliki hubungan antara besarnya konsumsi
dengan pendapatan.
Didalam Y = f (X), variabel X merupakan variabel independent
(independent variable) atau variabel bebas yang besarnya tertentu
untuk setiap nilai, sedangkan Y merupakan variabel dependen
(dependent variable) atau variabel terikat. Hubungan dari dua variabel
itu adalah X menyebabkan Y ”
Variabel yang membentuk fungsi terdiri dari variabel bebas,
yaitu variabel yang menentukan variabel lainnya, dan variabel terikat,
yaitu variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lainnya. Nilai
variabel bebas menentukan nilai variabel terikat dan nilai varibel terikat
ditentukan oleh nilai variabel bebas.
Variabel dalam suatu fungsi menggambarkan suatu besaran
tertentu yang nilainya dapat divariasikan, misalnya variabel dalam
ekonomi: permintaan, penawaran, harga, konsumsi, pendapatan,
biaya, jumlah uang beredar dan lain lain. Berbagai variabel tersebut
penotasian fungsi secara matematis dilambangkan dengan huruf
tertentu sesuai dengan kebiasaan yang digunakan oleh Ilmuwan
ekonomi, sebagai contoh Qd = f (P) = a – b. P, Q melambangkan
variabel jumlah permintaan (quantity of Demand), dan P
melambangkan variabel harga (Price). Dalam contoh tersebut P
merupakan variabel bebas dan Q merupakan variabel terikat, a
4
merupakan konstanta, dan merupakan koefisien yang menunjukkan
tingkat pengaruh P (harga) terhadap Q (permintaan).
Ada beragam jenis fungsi, yang secara garis besar dibedakan
menjadi dua yakni: fungsi aljabar dan fungsi bukan aljabar
(transenden). Fungsi aljabar dibedakan menjadi fungsi Irrasional dan
fungsi rasional, serta fungsi rasional dapat dibedakan lagi menjadi
fungsi polinom dan fungsi pangkat. Fungsi transenden terdiri dari
fungsi eksponen, fungsi logaritma, fungsi trigoneometri dan fungsi
hiperbolik. Beragam fungsi tersebut dapat disekemakan sebagai
berikut :
Fungsi Polinom
Fungsi Rasional
Fungsi Pangkat
Fungsi Aljabar
Fungsi Irrasional
Fungsi
Fungsi Eksponen
Fungsi Logaritma
Fungsi Bukan Aljabar
(Transenden) Fungsi Trigonometri
Fungsi Hiperbolik
B. Fungsi Linier
Fungsi linier dinyatakan dalam bentuk umum Y = f (X) = a X + b.
Pada dasarnya bentuk umum fungsi linier identik dengan
persamaan garis lurus, keidentikan fungsi linier dengan persamaan
garis lurus lebih mengarah pada pengambaran grafik fungsi. Dari
bentuk umum fungsi linier Y = f (X), maka Y sebagai variabel terikat
biasanya digambarkan pada ordinat, X sebagai variabel bebas
digambarkan pada absis, a sebagai koefisien atau derajat pengaruh X
5
terhadap Y, identik dengan kemiringan grafik (tg alpha) dan b sebagai
konstanta identik dengan titik potong grafik dengan ordinat.
Kurva atau grafik dari fungsi linier berupa garis lurus dengan
gradien (tanjakan / kecondongan) = a. Titik potong dengan sumbu Y
adalah (0, b). Kurvanya diperlihatkan pada gambar 1.1 untuk b = 0,
maka persamaan garisnya Y = a. X merupakan garis yang melalui titik
pangkal 0 (0, 0) dan gradiennya a (gambar 1. 2). Jika a = 0, maka
persamaan garis menjadi Y = f (X) = b, merupakan garis yang sejajar
dengan sumbu X dan melalui titik (0. b) seperti pada gambar 1.3. Garis
dengan persamaan X = c merupakan garis yang sejajar dengan sumbu
Y dan melalui titik (c. 0) seperti pada gambar 1.4.
(0, b)
(0, b)
(-b/a, 0) 0 0 0 0 (c, 0)
Penyelesaian :
a. Titik potong kedua grafik fungsi dapat ditentukan dengan
menyamakan kedua fungsi tersebut atau mengeliminir Y, maka :
2 X + 4 = - X + 16
3 X = 12
X=4
6
Substitusikan nilai X pada salah satu fungsi, maka :
Y = f (X) = 2 X + 4
Y = 2. 4 + 4
Y = 12
Maka titik potong kedua grafik fungsi memiliki koordinat (4, 12)
16
y = 2x + 4
12 (4,12)
y = -x + 16
4
x
-4 0 4 8 12 16
Gambar 2
C. Fungsi Kuadrat
Bentuk umum fungsi kuadrat adalah sebagai berikut :
Y = f (X) = a X2 + b X + c
Dari fungsi tersebut y merupakan variabel terikat dan x
merupakan variabel bebas, serta a, b dan c merupakan konstanta.
Grafik dari fungsi kuadrat berbentuk parabola dengan sumbu
simetri sejajar dengan ordinat.
Parabola dapat diartikan sebagai tempat kedudukan titik titik
yang berjarak sama terhadap sebuah titik fokus dan sebuah garis
lurus yang disebut direktris (Dumairy, 1996).
Sebuah parabola selalu memiliki titik extrim atau puncak dan
sumbu simetri. Titik ekstrim sebenarnya merupakan titik potong
parabola dengan sumbu simetrinya. Sementara itu sumbu simetri
parabola bisa berimpit atau sejajar dengan ordinat atau absis. Untuk
memperjelas hal tersebut, perhatikan gambar berikut ini :
7
y
diretriks
titik ekstrim
fokus
sumbu simetri
x
0
a.
y y y
x x x
0 0 0
b. c. d.
Gambar 3
Gambar a dan b merupakan parabola yang sumbu simetrinya
sejajar dengan ordinat, serta secara umum bentuk fungsinya y = f(x) =
ax2 + bx + c. Selain itu titik puncak parabola akan berada di atas (atau
parabola menghadap ke bawah dan titik ekstrim mencapai nilai
maksimum) bila nilai a < 0, dan sebaliknya bila a > 0.
Gambar c dan d merupakan parabola dengan sumbu simetri
sejajar dengan absis, dan bentuk umum fungsinya x = f(y) = ay 2 + by +
c. Titik puncak parabola akan berada di kanan (atau parabola terbuka
ke kiri dan titik ekstrim mencapai nilai maksimum) bila nilai a < 0 dan
sebaliknya bila a > 0.
Untuk menggambarkan parabola perlu ditentukan titik kritis
yang berupa titik potong parabola dengan ordinat dan atau absis, dan
titik puncak atau titik ekstrim. Berdasarkan titik-titik tersebut, kemudian
dilakukan penentuan koordinat titik-titik yang dilalui oleh parabola.
Parabola memotong ordinat pada saat x = 0, dan bila x = 0,
maka y = c. Parabola akan memotong x pada saat y = 0, dan bila y =
0, maka bentuk umum fungsi kuadrat akan menjadi:
ax2 + bx + c = 0
8
Analog dengan hal tersebut, titik puncak parabola atau nilai
ekstrim parabola tercapai bila hanya terdapat satu nilai x (berarti x 1 =
x2). Dengan mensubstitusikan nilai x 1 = x2 di atas pada persamaan y =
ax2 + bx + c, akan diperoleh nilai y. dari penyelesaian tersebut maka
titik puncak parabola akan memiliki koordinat:
b b 2 4ac
,
2a 4a
6 36 4.1.8
, = (3, -1)
2 4 .1
Berdasarkan titik-titik kritis di atas, dapat dibuat tabel koordinat
titik-titik yang dilalui oleh parabola sebagai berikut:
X 0 1 2 3 4 5
y = f(x) 8 3 0 1 0 3
9
y
y = f(x) = x2-6x+8
8
x
0 2 3 4
(3, -1)
Gambar 4
10
P
D
5
Q
0 5 10 14
Gambar 5
Perlu diketahui bahwa kurva permintaan yang dipakai hanya yang
berada di kuadran satu, karena secara ekonomi harga (P) dan
permintaan (QD) tidak akan bernilai negatif.
Contoh:
Fungsi permintaan suatu barang P = -5 QD + 20
Kurva permintaannya sebagai berikut:
Jika P = 0, maka Q = 4
Jika Q = 0, maka P = 20
P
20
QD
4
Gambar 6
11
Pada gambar menunjukkan bahwa harga barang mula-mula
sebesar Po dan penawaran mula-mula Qo. Jika harga naik menjadi P 1
penawaran naik menjadi Q1 dan jika harga turun menjadi P 2, maka
penawaran turun menjadi Q2.
P S
P1
P0
QS
Q0 Q1
Gambar 7
12
P
S
30
10
QS
0 30 70
Gambar 8
Contoh:
Pada harga (P1) = 20, besarnya permintaan (QD1) = 40
Pada harga (P2) = 30, besarnya permintaan (QD2) = 10
Maka kita dapat menentukan fungsi permintaan sebagai berikut:
QD QD1 P P1
=
QD2 QD1 P2 P1
Q D 40 P 20
=
10 40 30 20
Q D 40 P 20
=
30 10
10 (QD – 40) = -30 (P – 20)
QD – 40 = -3 (P – 20)
QD – 40 = -3P + 60
Fungsi permintaan QD = -3P + 100
Atau kita bisa menentukan koefisien arah garisnya (b), dimana:
13
P2 P1 30 20 1
b= = =
Q 2 Q1 10 40 3
Ingat pada fungsi permintaan koefisien arah garis (b) selalu bertanda
negatif kemudian kita tentukan fungsi permintaan dengan rumus:
P – P1 = b (Q – QD1)
1
P – 20 = - (QD – 40)
3
1 1
P=- QD + 13 + 20
3 3
1 1
Fungsi permintaan : P=- QD+ 13
3 3
QD = -3P + 100
14
Atau dengan cara lain sebagai berikut:
P2 P1 150 100 50
b= = = = 0,5
QS2 QS1 350 250 100
b(QS – QS1) = P – P1
0,5 (QS – 250) = P – 100
0,5 QS – 125 = P – 100
P = 0,5 QS – 25
atau
Fungsi penawaran QS = 2P + 50
15
Gambar 9. Kurva Permintaan
Contoh:
Fungsi permintaan suatu barang:
QD = P2 – 11P + 30
a. Hitung besarnya permintaan pada harga = 4
b. Lukis kurva permintaan
Penyelesaian:
a. Pada harga = 4 QD = 42 – 11 . 4 + 30
QD = 2
16
b. Kurva permintaan
Jika P = 0 QD = 30
Jika QD = 0 P2 - 11P + 30 = 0
(P – 5) (P – 6) = 0
p – 5 = 0 P1 = 5
p – 6 = 0 P2 = 6
P
D
2
Q
12 30
Gambar 11
17
P
120
35 P = Q2 - 22Q + 120
Q
5 10 12
Gambar 12
Contoh:
Diketahui fungsi permintaan P = -2Q2 + 200
a. Hitung besarnya harga pada jumlah produksi = 5 unit
b. Lukis kurva permintaan
Jawab:
a. Pada jumlah produksi = 5 P = -2.52 + 200
P = 150
b. Kurva permintaan:
Jika Q = 0 P = 200
Jika P = 0 -2Q2 + 200 = 0
Q2 = 100
Q = 100
Q1 = 10 Q2 = -10
P
200
150 D
P = 2Q2 + 200
-10 5 10
Gambar 13
18
Contoh :
Diketahui fungsi permintaan QD = -P2 – 5P + 150
a. Hitung besarnya permintaan pada harga = 8
b. Lukis kurva permintaan
Jawab:
a. Jika P = 8 QD = -(8)2 – 5.7 + 150
QD = -64 – 40 + 150
QD = 46
b. QD = -P2 – 5P + 150
Jika P = 0 QD = 150
Jika QD = 0 0 = -P2 – 5P + 150
0 = (-P + 10) (P + 15)
Maka : P1 = 10
P2 = -15
Kurva
P
10
D
QD
150
-15
Gambar 14
2. Fungsi Penawaran Kuadrat
Kurva penawaran garis tidak lurus (non linier) yang berbentuk parabola
fungsi penawarannya merupakan fungsi kuadrat dengan bentuk umum.
QS = aP2 + bP + c
Contoh:
Fungsi penawaran suatu barang adalah:
Q S = P2 – P – 6
- Perpotongan dengan sumbu QS P = 0
Jika P = 0 QS = -6
19
- Perpotongan dengan sumbu P QS = 0
Jika QS = 0 0 = P2 – P – 6
0 = (P – 3) (P + 2)
P – 3 = 0 P1 = 3
P + 2 = 0 P2 = -2
Pada harga = 5 QS = 52 – 5 – 6
QS = 14
Kurvanya
P
S
5
QS
-6 14
-2
Gambar 14
Bentuk umum yang lain dari fungsi penawaran kuadrat P = f (Q S)
adalah:
P = QS2 + b . QS + c
Contoh:
Fungsi penawaran suatu barang adalah:
P = QS2 + 12 QS + 20
Pada jumlah produk penawaran (QS) = 5 P = 52 + 12.5 + 20
P = 105
Jika QS = 0 P = 20
Jika P = 0 0 = QS2 + 12.QS + 120
0 = (QS + 2) (QS + 10)
QS + 2 = 0 QS = -2
QS + 10 = 0 QS2 = -10
20
P
S
105
20
QS
-10 -2 5
Gambar 15
21
III. KESEIMBANGAN PASAR
D S
20 (40, 20)
QD/QS
40 60
Gambar 16
22
Contoh:
Hitungkah harga keseimbangan dan fungsi permintaan dan penawaran
berikut:
Q S = p2 + p – 2
QD = -2p + 8
Jawab:
QD = QS
p2 + p – 2 = -2p + 8
p2 + 3p – 10 = 0
(p + 5) (p – 2) = 0
p = -5 tak terpakai
p=2
QD = QS = 4
Liku-liku tergambar pada Gambar 16
Gambar 17
Contoh (gambar 17)
Hitungkan harga dan kuantitas imbang liku permintaan dan penawaran
berikut:
QS = p2 + 2p – 3
QD = -p2 + 9
Jawab:
QS = QD, maka
p2 + 2p – 3 = -p2 + 9
2p2 - 2p – 12 = 0
2(p + 3) (p – 2) = 0
23
p = -3 tak terpakai
p=2
QS = QD = 5
Liku-liku tergambar pada Gambar 18
Gambar 18
24
Pada tingkat harga $ 1,75 per gantang, kuantitas yang diminta
melebihi kuantitas yang ditawarkan. Saat kelebihan permintaan
muncul, terdapat kecenderungan harga untuk naik. Bila kuantitas yang
diminta sama dengan kuantitas yang ditawarkan maka pasar berada
dalam ekuilibrium (kesetimbangan). Di sini, harga ekuilibrium adalah
$2.50 dan kuantitas ekuilibriumnya sebesar 35.000 gantang.
Kelebihan Penawaran
Kelebihan penawaran atau surplus adalah kondisi yang muncul
saat kuantitas yang ditawarkan melebihi kuantitas yang diminta pada
harga pasar saat itu.
25
a. Jika tingkat harga = 20, maka akan terjadi kelebihan permintaan,
sebagai berikut:
P = 20 QD’ = -20 + 100 QD’ = 80
P = 20 QS = 2.20 + 10 QS = 50
Maka kelebihan permintaan = 80 – 50 = 30
b. Jika tingkat harga = 40, maka akan terjadi kelebihan penawaran atau
surplus barang sebagai berikut:
P = 50 QD = -50 + 100 QD = 50
P = 50 QS = 2.50 + 10 QS = 110
Kelebihan permintaan = 110 – 50 = 60
D S2
E2
S1
P2
E1
P1
QD/QS
Q2 Q1
Gambar 21
26
bergeser dari S1 ke S2 dan titik keseimbangan pasar bergeser dan E1
dan E2 dan harga naik dari P1 ke P2.
Cara menghitung dan menentukan titik keseimbangan pasar setelah
pajak sebagai berikut:
a. Keseimbangan pasar setelah pajak dengan sistem tarif tetap.
Contoh:
Fungsi permintaan P = -2QD + 100
Fungsi penawaran P = QS + 10
Sebelum adanya pajak titik keseimbangan pasar sebagai berikut:
-2Q + 100 = Q + 10
-3Q = -90
Q = 30, maka P = 40
Jika ada pajak = 6, maka keseimbangan pasar setelah pajak
sebagai berikut:
Adanya pajak = 6, maka fungsi penawaran setelah ada pajak
sebagai berikut:
P1 = QS + 10 + 6
P1 = QS + 16
P = - 2Q + 100
-
0 = 3Q – 84
3Q = 84 Q = 28
P = -2QD + 100
P = -2.28 + 100
P = -56 + 100
P = 44
Maka keseimbangan pasar setelah pajak = (28, 44)
27
P
D
S2
S1
E2
44 E1
40
QD/QS
0 28 30
Gambar 22
Contoh:
Fungsi permintaan QD = -3P + 100
Fungsi penawaran QS = 2P + 10
Jika pajak = 5, maka keseimbangan pasar setelah ada pajak
sebagai berikut:
Pajak (t) = 5 QS1 = 2(P-5) + 10
QS1 = 2P – 10 + 10
QS1 = 2P
QD = -3P + 100
QS1 = 2P 2P = -3P + 100
5P = 100
P = 20
QS1 = 2P
Q = 2.20 Q = 40
Maka keseimbangan pasar setelah pajak = (40, 20)
P
D S2
S1
E2
20
E1
18
QD/QS
0 40 46
Gambar 23
28
b. Keseimbangan pasar setelah pajak dengan sistem proporsional
Contoh 3:
Fungsi permintaan P = -2QD + 200
Fungsi penawaran P = QS + 20
Keseimbangan pasar sebelum adanya pajak sebagai berikut:
P = -2QD + 200
P = QS + 20
-
0 = -3Q + 180
3Q = 180 Q = 60
P = Q + 20 P = 60 + 20 P = 80
Keseimbangan pasar (60, 80)
Jika ada pajak (t) = 10%, maka keseimbangan pasar setelah pajak
sebagai berikut:
t = 10% = 0,1 P = (1 + 0,1) (QS + 20)
P = 1,1 (QS + 20)
P = 1,1 QS + 22
Maka:
P = -2QD +200
P = 1,1QS + 22
-
0 = -3,1Q +178
3,1Q = 178 Q = 57,42
P = 2Q + 200
P = -2 (57,42) + 200 P = 85,16
Maka keseimbangan pasar setelah pajak (57,42 , 85,16)
P
S2
D
S1
85,16
80
QD/QS
0 57,42 60
Gambar 24
29
c. Keseimbangan pasar setelah adanya subsidi:
Dengan adanya subsidi akan mengakibatkan:
a. Biaya produksi akan turun, maka jumlah penawaran (Qs) akan
bertambah. Hal menyebabkan kurva penawaran (S) bergeser
ke kanan.
b. Turunnya harga pasar sebagai akibat dari turunnya biaya
produksi.
Perhatikan kurva berikut ini:
P
S2
D
S1
P1
P2
QD/QS
Q1 Q2
Gambar 25
Contoh :
Fungsi permintaan P = -3Qd + 200
Fungsi penawaran P = 2Qs + 50
Keseimbangan pasar sebelum adanya subsidi sebagai berikut:
-3Q + 200 = 2Q + 50
5Q = 150
Q = 30
30
P = 2Q + 50 P = 2.30 + 50
P = 110
Keseimbangan pasar (30, 110)
Jika ada subsidi = 10, maka keseimbangan pasar yang baru
sebagai berikut:
Subsidi = 10 P = 2Qs + 50 – 10
P = 2Qs + 40
Maka:
P = 2Qs + 40
P = -3Qn + 200 -
0 = 5Q – 160
5Q= 160
Q = 32
P = 2Q + 40 P = 2(32) + 40 P = 104.
Maka keseimbangan setelah subsidi E’ (32, 104)
P
S2
D
S1
E
110
E’
104
QD/QS
30 32
Gambar 25
Contoh :
Fungsi permintaan Qd = -4P + 200
Fungsi penawaran Qs = 2P + 20
Jika besarnya subsidi = 10, maka keseimbangan pasar setelah
ada subsidi sebagai berikut:
Subsidi = 10 Qs1 = 2 (P + 10) + 20
Qs1 = 2 P + 20 + 20
Qs1 = 2 P + 40
31
Maka: Qs1 = 2P + 40
Qn = -4P + 200
0 = 6P – 160
6P = 160
P = 26,67
Q = 2P + 40
Q = 2 (26,67) + 40 Q = 93,34
32
P
S1
100 D
S2
250,50
50
48,19 257,45;48,19
QD/QS
250 257,45 500
Gambar 26
D. Penerimaan dari Pajak
Penerimaan maksimum pemerintah dari pajak pada pemisalan
sebagai berikut:
1. Pemerintah menarik pajak sebesar t satuan dari tiap satuan barang.
2. Harga yang harus dibayar konsumen menjadi lebih tinggi sehingga
permintaannya berkurang.
3. Persaingan adalah murni sehingga permintaan konsumen hanya
bergantung pada harga sedang fungsi permintaan tidak berubah.
4. Para produsen menyesuaikan penawarannya pada harga buku
yang telah naik oleh pajak.
Dapat disimpulkan:
Fungsi permintaan yang tidak berubah
P = f(Qd )
Fungsi penawaran sebelum pajak t
P = f (QS)
Fungsi penawaran sesudah pajak t
P = f (QS) + t
Liku penawaran sesudah pajak, s t, adalah setara dengan liku
penawaran s yang digeser sejajar sejarak t. (Gambar 6).
Titik imbang semula E (x, y) ialah titik potong liku d dan s.
Titik imbang sesudah pajak E (xt, yt) ialah titik potong liku d dan st.
33
Gambar 27. Penerimaan dari pajak
Contoh : (Gambar 28)
Fungsi permintaan
P = 0,5 Q + 9
Fungsi penawaran
1
P= Q 1
2
34
Pada keseimbangan sesudah pajak
1 1
Q 1 t = .. Q 9
2 2
1 1
.. Q 9 = - .. Q 9
2 2
maka Q = 4
Penerimaan pemerintah dari pajak
1 1
t = Q 5 Q 1
2 2
t = 4
T = t.Q
T = 4.Q
T = 4.4
T = 16
Contoh :
Fungsi permintaan
P = -aQ2 + b (parabola)
Fungsi penawaran sebelum pajak
P = Q2 + (parabola)
Fungsi penawaran sesuah pajak
P = Q2 + + t
a, b, , adalah bilangan positif
Titik imbang
Fungsi permintaan
P = -2Q2 + 40
Fungsi penawaran sebelum pajak
P = Q2 + 4
Fungsi penawaran sesudah pajak
P = Q2 + 4 + t
Penerimaan dari pajak maximum pada
T = t.Q
t = (Q2 + 28) – (Q2 + 4)
t = 24
Keseimbangan setelah pajak
35
-2Q2 + 40 = Q2 + 28
-3Q2 = -12
Q2 = 4 Q = 2
Penerimaan pajak max
T = t.Q
T = 24 . 2
T = 48
36
IV. KOEFISIEN ELASTISITAS
A. Elastisitas Permintaan
Elastisitas permintaan adalah derajat kepekaan perubahan permintaan
terhadap perubahan harga, atau angka yang menunjukkan
perbandingan antara perubahan permintaan dengan perubahan harga.
Elastisitas permintaan dapat ditulis dengan rumus
% Q D Q D P1
ED = atau ED = .
% P QD1 P
Dimana:
ED = elastisitas permintaan
QD = besarnya perubahan permintaan
P = besarnya perubahan harga
QD1 = jumlah permintaan mula-mula
QD2 = jumlah permintaan setelah harga berubah
P1 = harga mula-mula
P2 = harga setelah berubah
Q 2 Q1 P2 P1
%Q = . 100%, %P = . 100%
Q1 P1
Contoh:
Harga mobil naik dari 20 juta menjadi 25 juta, mengakibatkan jumlah
permintaan dari 10.000 unit menjadi 5.000 unit
Berdasarkan data di atas maka P1= 20 juta, P2 = 25 juta
Q1 = 10.000 unit dan Q2 = 5.000 unit
Maka besarnya elastisitas permintaan adalah:
Q P1
ED = .
Q1 P
5.000 20 juta
ED = 10.000 . 5 juta
1
ED = - .4
2
ED = -2 . maka ED = 2 ED > 1 (peka/elastis)
37
Ingat tanda negatif dari nilai E D diubah menjadi tanda positif karena E D
tidak ada yang negatif.
Juga dapat dihitung dengan:
% Qn
ED = % P
50%
ED =
25% ED 2 (peka / elastis)
P2
P
P1
QD
Q2 Q1
Gambar 30
38
P
QD
Gambar 31
P1
P
P2
QD
Q1 Q2
Gambar 32
c. Elastisitas permintaan yang sebanding/imbang (E D = 1)
ED = 1, bila % Q = % P
Kurvanya:
P
P1
P
P2
QD
Q1 Q2
Gambar 33
39
d. Elastisitas permintaan yang elastis/peka (ED > 1)
ED > 1, bila % Q > % P
Kurvanya:
P
P1
P
P2
QD
Q1 Q2
Gambar 34
QD
Gambar 35
B. Elastisitas Penawaran
Elastisitas penawaran adalah derajat kepekaan perubahan penawaran
terhadap perubahan harga, atau angka yang menunjukkan
perbandingan antara perubahan penawaran dengan perubahan harga.
Elastisitas penawaran (ES) dapat ditulis dengan rumus:
% Q S Q S P1
ES = atau E S .
% P Q S1 P
40
Contoh 1:
Pada harga Rp. 1.000,- jumlah penawaran = 100 unit
Pada harga Rp. 1.500,- jumlah penawaran = 120 unit
Dari data tersebut maka besarnya elastisitas penawaran
% Q S 20%
ES =
% P 50%
P
P1
QS
Q1 Q2
Gambar 36
Seperti halnya pada E permintaan, maka elastisitas penawaran juga
memiliki kategori sebagai berikut:
a. Elastisitas penawaran yang inelastis sempurna (E S = 0)
terjadi belum % QS = 0 dan % P =
b. Elastisitas penawaran yang inelastis (ES < 1)
terjadi belum % QS < % P
c. Elastisitas penawaran sebanding/unitary (ES = 1)
terjadi belum % QS = % P
d. Elastisitas penawaran yang elastis (ES > 1)
terjadi belum % QS > % P
e. Elastisitas penawaran yang elastis sempurna (ES = )
terjadi belum % QS = % P = 0
Kurvanya:
41
P
Es=0
Es<1
Es=1
Es>1
Es=~
QS
Gambar 37
P QD
ED = .
QD P
QD dQD 1
Karena = adalah turunan dari QD yaitu QD1 = 1
P dP P
Contoh:
Fungsi permintaan QD = -3P + 100
Pada harga = 20, maka besarnya elastisitas permintaan adalah:
P
ED = QD1
Q
42
Jika P = 20QD = -3 . 20 + 100
QD = 40
QD = -3P + 100
QD1 = -3
P
ED = QD1
Q
20 1
ED = .
40 3
1 E 1(inelastis )
ED = 3 D
Contoh :
Fungsi pemintaan P = QD2 – 35 QD + 300
Pada jumlah produksi = 10, maka besarnya elastisitas permintaan
sebagai berikut:
P 1
ED = Q . 1
D P
43
QS dQS
Karena: QS1
P dP
Maka: ES = P/Q . QS1
Karena:
1 P 1
QS1 = maka ES =
P 1 QS P1
Contoh:
Fungsi penawaran P = 3 QS + 10
Maka besarnya elastisitas penawaran pada jumlah penawaran adalah:
P
ES =
QS
Jika QS = 10 P = 3.10 + 10 P = 40
P1 = 3
P 1
ES = Q . 1
P
40 1
ES = .
10 3
1
ES = 1 ES > 1 (elastis)
3
Contoh:
Fungsi Penawaran QS = P2 + 5P – 50
Pada harga = 10 besarnya elastisitas penawaran sebagai berikut:
P
ES = . QS1
QS
44
V. PENDAPATAN, KONSUMSI, TABUNGAN DAN INVESTASI
A. Fungsi Konsumsi
Jika dikaitkan dengan pendapatan nasional, fungsi konsumsi
bisa diartikan sebagai hubungan antara besarnya konsumsi dengan
pendapatan nasional.
Secara umum fungsi dinyatakan dalam:
C = a + bY
Dimana:
C = tingkat komsumsi
Y = pendaptan
a = konstanta
b = koefisien
Berdasarkan pola fungsi konsumsi di atas dapat disimpulkan
bahwa besarnya konsumsi sangat bergantung pada besarnya
pendapatan, artinya jika pendapatan meningkat ada kecenderungan
konsumsi juga meningkat.
45
2. Fungsi Tabungan
Pendapatan dimanfaatkan untuk konsumsi dan tabungan, sehingga
rumus umumnya Y = C + S
Dimana:
S = saving atau tabungan
Karena Y = C + S maka S = Y – C
Kalau kita subsitusikan dengan fungsi konsumsi maka:
S = Y–C
S = Y – (a + bY)
S = Y – (a – bY)
S = -a + (1 – b) Y
Contoh:
Fungsi konsumsi C = 0,8 Y + 10.000
Dari fungsi konsumsi tersebut, maka besarnya a = 10.000 dan b = 0,8
b= MPC = 0,8
MPS = 1 – MPC
MPS = 1 – 0,8
MPS = 0,2
Fungsi tabungan:
S = (1 – b) Y – a
S = 0,2 Y – 10.000
46
Misalnya besarnya pendapatan = 100.000, maka besarnya konsumsi
sebagai berikut: C = 0,8. 100.000 + 10.000
C = 90.000 dan tabungan (S) = 10.000
1.500.000
maka besarnya APC = = 0,75.
2.000.000
500.000
besarnya tabungan Rp 500.000, maka APS = = 0,25.
2.000.000
Pada pendapatan tertentu maka APC dan APS tertentu jika
dijumlahkan sama dengan satu atau APS + APC = 1.
Contoh:
47
Fungsi konsumsi C = 0,8 Y + 100.000
Dari fungsi konsumsi tersebut keseimbangan pendapatan (BEP) dapat
ditentukan sebagai berikut:
Syarat BEP adalah Y = C
Y = C
Y = 0,8 Y +10.000
Y – 0,8 Y = 100.000
0,2 Y = 100.000
100.000
Y = 0,2
Y = 500.000
Kurva Y, C dan S
Untuk menggambarkan kurva Y, C dan S perlu dihitung dahulu
besarnya C dan S, jika Y = 0 maka C = a, S = -a
C = 0,8 Y + 100.000
Jika Y = 0 C = 100.000
Kurva Y, C dan S
C/S (ratusan ribu)
C
1
S
Y (ratusan ribu)
5
-1
Gambar 38
Diketahui:
Y C
100.000 70.000
200.000 130.000
Diminta:
a. Tentukan fungsi konsumsi
b. Tentukan fungsi tabungan
48
c. Hitung besarnya MPC
d. Hitung besarnya MPS
e. Hitung besarnya APC pada pendapatan 300.000
f. Hitung besarnya APS pada pendapatan 200.000
g. Hitung besarnya tabungan jika konsumsi = 100.000
h. Hitung besarnya koefisien multiplier
i. Pada pendapatan berapa terjadi BEP
j. Lukis kurva Y, C dan S
a. Fungsi konsumsi
C C1 Y Y1
C 2 C1 Y2 Y1
49
S = 0,4.200.000 – 10.000
S = 70.000
Sn 70.000
APS = 0,35
Yn 200.000
g. C = 0,6 Y + 10.000
Jika C = 100.000
Maka:
100.000 = 0,6 Y + 10.000
0,6 Y = 90.000
90.000
Y = 0,6
Y = 150.000
h. Koefisien multiplier
1
K = MPS
1
= 0,4
= 2,5
Y = 25.000
Keseimbangan pendapatan terjadi pada pendapatan = 25.000
j. Jika Y = 0, maka C = 10.000
C/S (ribuan)
Y=C C
25
10
5
S
Y (ribuan)
25
-10
Gambar 39
Contoh:
50
Fungsi konsumsi
1 2 7
C= y + y+1
32 8
51
1 2 7
Gambar 39. Fungsi konsumsi C = y + y+1
32 8
52
B. Investasi
1. Arti Investasi
Investasi yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman
modal atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang
menentukan tingkat pengeluaran agregat. Tabungan dari sektor rumah
tangga melalui institusi-institusi keuangan akan mengalir ke sektor
perusahaan. Apabila para pengusaha menggunakan uang tersebut
untuk membeli barang-barang modal, maka pengeluaran tersebut
dinamakan investasi. Dengan demikian istilah investasi dapat diartikan
sebagai pengeluaran penanam modal atau perusahaan yang akan
membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan
produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang
dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan
jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian tersebut
menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang akan
datang. Adakalanya penanaman modal dilakukan untuk menggantikan
barang-barang modal yang lama yang telah aus dan perlu
didepresiasikan.
Yang digolongkan sebagai investasi, sebagai berikut:
1. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan
peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri
dan perusahaan.
2. Pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal, bangunan
kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya.
3. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan
mentah dan barang yang menjadi dalam proses produksi pada
akhir tahun penghitungan pendapatan nasional.
Jumlah dari ketiga jenis komponen investasi tersebut
dinamakan invetasi bruto, yaitu meliputi investasi untuk menambah
kemampuan memproduksi dalam perekonomian dan mengganti
barang modal yang telah didepresiasikan. Apabila investasi bruto
dikurangi oleh nilai depresiasi maka akan didapat investasi netto.
53
2. Efisiensi Investasi Marjinal
Berdasarkan kepada jumlah modal yang akan ditanam dan
tingkat pengembalian modal yang diramalkan akan diperoleh, analisis
makro ekonomi membentuk suatu kurva yang dinamakan efisiensi
investasi marjinal (marginal eficiency of investment). Berdasarkan
kepada hal-hal yang dihubungkannya, efisiensi investasi marjinal
dapat didefinisikan sebagai suatu kurva yang menunjukkan hubungan
di antara tingkat pengembalian modal dan jumlah modal yang akan
diinvestasikan.
Untuk memperjelas arti konsep efisiensi marjinal dalam
Gambar 1 ditunjukkan satu contoh dari kurva efisiensi investasi
marjinal (MEI). Sumbu tegak menunjukkan tingkat pengembalian
modal dan sumbu datar menunjukkan jumlah investasi yang akan
dilakukan.
Tingkat pengembalian modal
A
R0
R2 C
MEI
I0 I1 I2
54
diperlukan adalah sebanyak I0. Titik B dan C juga memberikan
gambaran yang sama. Titik B menggambarkan wujud kesempatan
untuk menginvestasi dengan tingkat pengembalian modal R 1 atau
lebih, dan modal yang diperlukan adalah I 1. Dan Titik C
menggambarkan untuk mewujudkan usaha yang menghasilkan tingkat
pengembalian modal sebanyak R2 atau lebih diperlukan modal
sebanyak I2.
Fungsi Investasi
Kurva yang menunjukkan perkaitan di antara tingkat investasi
dengan tingkat pendapatan nasional dinamakan fungsi investasi.
Bentuk fungsi investasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) ia
sejajar dengan sumbu datar, atau (2) bentuknya naik ke atas ke
sebelah kanan (yang berarti makin tinggi pendapatan nasional, makin
tinggi investasi). Fungsi atau kurva investasi yang sejajar dengan
sumbu datar dinamakan investasi otonomi dan fungsi investasi yang
semakin tinggi apabila pendapatan nasional meningkat dinamakan
investasi terpengaruh. Dalam analisis makro ekonomi biasanya
dimisalkan bahwa investasi perusahaan bersifat investasi otonom.
55
r, i
10 M’
5 M
DI
I
0 10 20 30 40 50 60 70
56
(a) output yang tinggi (b) pajak yang tinggi (c) eforia internet
r, i r, i r, i
700
400
250
200
45o
+ 100 S=Y-C
(milyar dolar)
+ 50
0
-50
-100
57
Karena S = Y – C, maka mudah untuk menarik fungsi
tabungan. Sebuah garis 45 o yang ditarik dari titik asal (0) dapat
digunakan sebagai alat yang tepat untuk membandingkan konsumsi
dan pendapatan secara grafis. Pada Y = 200, konsumsi adalah 250.
Garis 45o menunjukkan kepada kita bahwa konsumsi itu lebih besar
daripada pendapatan yaitu sebesar 50. Dengan demikian, S = Y – C =
-50 lebih sedikit dibanding pendapatan sebesar 100. Dengan
demikian,
S = 100 bila Y = 800.
60
Investasi direncanakan, I
50
(milyar dolar)
40
30
I = 25
20
10
58
a
800
C + I (milyar dolar)
500
125
100
25 I = 25
800 C+I
Pengeluaran agregat yang direncanakan
700
, C + I (milyar dolar)
500 Keseimbangan
Y=C+I
275
200
125
45o
0 200 500 800
59
Dengan mensubstitusikan (2) dan (3) kita dapatkan
100 0,75 Y 25
Y = I
C
Hanya ada satu nilai Y yang memungkinkan pernyataan itu benar, dan
kita dapat menemukan nilai itu dengan menata kembali persamaan
sebagai berikut:
Y – 0,75Y = 100 + 25
Y – 0,75 Y = 125
0,25 Y = 125
125
Y = 0,25 = 500
100
S
25 I
0
-100
Y = 500
60
VI. BIAYA, PENDAPATAN DAN LABA MAKSIMAL
A. Fungsi Biaya
1. Fungsi Biaya Total Linier
Bentuk umum dari fungsi biaya total adalah: C = aQ + b
Dimana:
C = biaya total
Pada fungsi biaya di atas dapat diuraikan bahwa:
Fungsi biaya variabel VC = a. Q dan
Fungsi biaya tetap FC = b
Contoh:
Fungsi biaya C = 200 Q + 1000
Dari fungsi di atas maka besarnya biaya pada jumlah produksi
= 10 adalah:
Jika Q = 10, maka C = 200.10 + 1000
C = 3.000
Jika Q = 10, maka VC = 200.10
VC = 2.000
Sedangkan beberapapun jumlah produksi, besarnya FC = 1000
61
VC
AVC =
Q
aQ
AVC =
Q
AVC = a
Contoh:
2000
C = 100 +
Q
2000
Besarnya C = 100 +
Q
C = 120
62
Contoh:
C = 102 + 12.10 + 20
C = 240
VC = 220
Sedangkan FC = 20
Kurvanya:
C
TC
240 VC
220
20 FC
Q
10
Gambar 45
Biaya rata-rata
TC
AC =
Q
63
a.Q 2 bQ C
AC =
Q
AC = a.Q + b + c/Q
a.Q 2 bQ
AVC =
Q
AVC = a . Q + b
Contoh:
maka:
250
Fungsi biaya rata-rata (AC) atau C = 2Q + 60 +
Q
C = 105
AVC = 80
AFC = 25
64
Fungsi MC = C1 = 4Q + 60
MC = 100
65
Kesimpulannya ialah bahwa agar (1) dapat merupakan fungsi biaya
total maka haruslah a, c, d > 0; b < 0; dan b2 < 3 ac
dan fungsi biaya total kubik dapat ditulis
y = ax3 – bx2 + cx + d
Biaya marginal
y’ = 2 ax2 – 2bx + c
Biaya rata-rata
d
y = ax2 - bx + c +
x
Biaya rata-rata marginal
d
y' = 2ax – b -
x2
Biaya total, tetap, dan variabel rata-rata. Biaya total dan variabel
marginal
Pada (c) fungsi biaya total kubik maka
Biaya total
y = ax3 – bx2 + cx + d
Biaya rata-rata
d
y = ax2 - bx + c +
x
Biaya marginal
y' = 3 ax2 – 2 bx + c (parabola)
Biaya rata-rata marginal
d
y' = 2 ax – b -
x2
Biaya tetap
yf = d
Biaya tetap rata-rata
d
yf = (hiperbola sama sisi)
x
Biaya tetap marginal
y’f = 0
66
Biaya tetap rata-rata marginal
d
y' f = -
x
Biaya variabel
yv = ax3 – bx2 + cx
Biaya variabel rata-rata
yv = ax2 – bx + c (parabola)
Biaya variabel marginal
y’v = 3 ax2 – 2 bx + c (sama seperti biaya marginal y’)
Biaya variabel rata-rata marginal
y' v = 2 ax – b (garis lurus)
Contoh 1:
Biaya total (TC)
TC = Q3 – 3Q2 + 4Q + 4 (TC)
Biaya rata-rata (AC)
4
AC = Q2 – 3Q + 4 +
Q
Contoh 2:
Fungsi biaya total : TC = Q3 – 3Q2 + 4Q + 4
Biaya tetap (FC)
FC = 4
Biaya tetap rata-rata (AFC)
4
AFC =
Q
67
Biaya tetap rata-rata marginal
4
AMFC = -
Q2
68
B. Penerimaan dan Laba
Fungsi permintaan ialah P = f (Q) dimana P = harga satuan
barang dan Q = jumlahnya, maka penerimaan (revenue) R adalah
jumlah permintaan kali harga satuan
Atau
R = PQ
Penerimaan rata-rata R adalah penerimaan dibagi jatah atau
R
R=
Q
R =P
Penerimaan rata-rata = harga satuan barang
R (Q) = P (Q)
Penerimaan marginal = turunan pertama R
MR = R’
Contoh perhitungan laba maksimal
Diketahui: fungsi permintaan P = -2Q + 100
Fungsi biaya TC = Q2 + 40Q + 20
Diminta:
a. Hitung besarnya FC, VC, TC, AFC, AVC, AC dan MC. Jika jumlah
produksi = 10!
b. Hitung besarnya TR, AR dan MR jika produk yang terjual = 10!
c. Pada produksi berapa tercapai laba maksimal?
d. Hitung besarnya laba maksimal!
Penyelesaian:
a. Jika Q = 10 maka:
FC = 20
VC = Q2 + 40Q VC = 102 + 40 . 10 = 500
TC = FC + VC TC = 520
FC 20
AFC = = =2
Q 10
VC Q 2 40Q
AVC = = = Q + 40 AVC = 10 + 40 = 50
Q Q
69
TC 20
AC = = Q + 40 + AC = 10 + 40 + 2 = 52
Q Q
MC = TC’ = 2Q + 40 MC = 2 . 10 + 40 = 60
70
DAFTAR PUSTAKA
Case dan Fair, 2005, Prinsip-prinsip Ekonomi Mikro, Alih Bahasa Berlian
Muhammad SE, Jakarta: Gramedia.
K.E. Case & R.C. Fair, 1999, Principles of Economics. Fifth Edition,
Prentice-Hall, Inc., Cepper Saddle River, New Jersey.
71