Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja merupakan revolusi legislasi, dimana
salah satu poin yang terpenting dalam UU Cipta Kerja ini adalah klaster ketenagakerjaan, dimana
terkhusus yang akan dibahas oleh penulis terfokus pada Outsourcing. Dalam hal ini, mengenai
ketenagakerjaan pada UU Cipta Kerja tertera pada Bab IV UU Cipta Kerja yang memuat lima
bagian, dimana perubahan atas UU No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan tercantum
dalam bagian II. Adapun dalam hal ini, akan dikaju mengenai perubahan UU Ketenagakerjaan
mengenai outsourcing dimana perubahan tersebut dimulai dari Pasal 64 Ketenagakerjaan.
Dalam hal Pasal 64 dan 65 UU Ketenagakerjaan telah dihapus oleh UU Cipta Kerja. Dalam
pasal tersebut, memberikan wadah perusahaan untuk dapat menyerahkan pelaksanaan pekerjaan
kepada perusahaan lainnya dengan melalui perjanjian pemborongan pekerja atau penyedia jasa
yang dibuat secara tertulis. Pasal 65 juga memberikan syarat untuk dapat dilakukannya alih daya
dimana syarat-syarat tersebut antara lain dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama,
dilakukan dengan perintah oleh pemberi kerja, kegiatan penunjang perusahaan, tidak
menghambat proses produksi secara langsung, dimana dengan UU Cipta Kerja pasal-pasal
tersebut dihapus.
Terdapat pula perubahan substansi dalam Pasal 66 UU Ketenagakerjaan yang terkait dengan
outsourcing. Dalam pasal ini, dikatakan bahwa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja dalam rangka kegiatan yang
berhubungan langsung dengan proses produksi. Terkait perubahannya pada UU Ciptaker tidak
membahas secara eksplisit mengenai larangan pekerja/buruh melakukan kegiatan yang
berhubungan langsung dengan kegiatan produksi. Fakta nya, tertera dalam Pasal 81 UU Ciptaker
bahwa perubahan tersebut fokus terhadap dasar perikatan dengan perjanjian kerja secara tertulis
baik perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.
Pada Pasal 66 UU Ketenagakerjaan juga menjelaskan syarat-syarat penyedia jasa untuk kegiatan
jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Adapun
syarat-syarat tersebut mencakup adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh, perjanjian yang memenuhi persyaratan yang dibuat secara tertulis
dan ditandatangani oleh kedua belah pihak, tanggung jawab perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh terhadap perlindungan, upah, dan kesejahteraan, serta kewajiban perjanjian untuk
mengikuti ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan. Perubahan dalam Pasak 81 ayat 2 UU Cipta
Kerja dan Pasal 66 ayat 2 UU Ketenagakerjaan pada dasarnya tidak terdapat perubahan makna
yang signifikan, dimana dalam Pasal 81 ayat 2 UU Cipta Kerja juga membahas mengenai
tanggung jawab perusahaan alih daya (penyedia jasa pekerja/buruh) terhadap perlindungan,
upah, kesejahteraan, dan perselisihan. Namun terdapat penambahan, dimana dalam Pasal 81 ayat
3, dijelaskan bahwa dalam hal perusahaan alih daya mempekerjakan pekerja/buruh berdasarkan
perjanjian kerja waktu tertentu, maka perjanjian kerja tersebut harus mensyaratkan pengalihan
perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan
sepanjang objek pekerjaannya tetap ada.
Terkait perubahan dalam Pasal 66 ini juga mencakup perubahan akan Pasal 66 ayat 3 yang
menghendaki adanya kewajiban perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebagai perusahaan
yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan. Dalam UU Cipta Kerja mengenai kedudukan perusahaan juga lebih diperjelas
kembali, dimana perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh wajib berbadan hukum dan mendapat
perizinan yang memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan pemerintah
pusat. Dalam Pasal 66 ayat 4 ddijelaskan bahwa apabila tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal
66 ayat 1, 2 (a, b, dan d), dan 3 maka demi hukum beralih dari hubungan antara pekerja/buruh
dengan penyedia jasa menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi
kerja, hal ini tidak terakomodasi dalam UU Ciptaker. Namun, UU Ciptaker dalam Pasal 81 ayat
6 memberikan penjelasan bahwa terkait perlindungan dan perizinan akan diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah. Berikut disajikan tabel guna mempermudah dalam melakukan
perbandingan:
No Isi Pasal UU No. 13/2003 tentang Status Isi Pasal UU No. 11/2020
. Ketenagakerjaan tentang Cipta Kerja
1 Pasal 64 : Perusahaan dapat menyerahkan DI -
sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada HAPUS
perusahaan lainnya melalui perjanjian
pemborongan pekerja atau penyediaan
jasa pekerja/buruh yang dibuat secara
tertulis
2 Pasal 65 : (1) Penyerahan sebagian DI -
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan HAPUS
lain dilaksanakan melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan yang dibuat
secara tertulis.