Anda di halaman 1dari 4

Alif Hartama Harahap

122010101111022
Kelas D (Perburuhan)

1. Uraikan tahap PHK menurut UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja !

Pasal 151 UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 81 No. 37 UU Cipta Kerja


1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat 1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat
pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, pekerja/serikat buruh, dan Pemerintah
dengan segala upaya harus harus mengupayakan agar tidak terjadi
mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
pemutusan hubungan kerja. 2) Dalam hal pemutusan hubungan kerja
2) Dalam hal segala upaya telah tidak dapat dihindari, maksud dan
dilakukan, tetapi pemutusan hubungan alasan pemutusan hubungan kerja
kerja tidak dapat dihindari, maka diberitahukan oleh pengusaha kepada
maksud pemutusan hubungan kerja pekerja/buruh dan/atau serikat
wajib dirundingkan oleh pengusaha pekerja/serikat buruh.
dan serikat pekerja/serikat buruh atau 3) Dalam hal pekerja/buruh telah
dengan pekerja/buruh apabila diberitahu dan menolak pemutusan
pekerja/buruh yang bersangkutan tidak hubungan kerja, penyelesaian
menjadi anggota serikat pemutusan hubungan kerja wajib
pekerja/serikat buruh. dilakukan melalui perundingan bipartit
3) Dalam hal perundingan sebagaimana antara pengusaha dengan
dimaksud dalam ayat (2) benar-benar pekerja/buruh dan/atau serikat
tidak menghasilkan persetu-juan, pekerja/serikat buruh.
pengusaha hanya dapat memutuskan 4) Dalam hal perundingan bipartit
hubungan kerja dengan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
setelah memperoleh penetapan dari tidak mendapatkan kesepakatan,
lembaga penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja dilakukan
hubungan industrial. melalui tahap berikutnya sesuai
dengan mekanisme penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.

2. Beri contoh perselisihan hak atau perselisihan kepentingan yang diikuti perselisihan
PHK! Beri argumen atas jawaban saudara!
Jawaban: Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 menegaskan bahwa
perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat
adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama..
Dikaitkan dengan rumusan pasal 1 angka 1, formalitas perselisihan hak adalah perbedaan
pendapat yang mengakibatkan pertentangan, karena tidak dipenuhinya hak. Subjek
hukumnya adalah pengusaha atau gabungan pengusaha dengan buruh atau serikat buruh.
Jika pasal 1 angka 2 tersebut dirinci, maka akan diperoleh kemungkinan-kemungkinan
sebagai berikut:
a. tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan terhadap ketentuan
perjanjian kerja;
c. tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan terhadap peraturan
perusahaan;

Unsur mutlak yang harus ada dalam perselisihan hak adalah tidak dipenuhinya hak.
Karena sumber lahirnya hak adalah peraturan perundangundangan, perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, maka undang-undang menentukan
bahwa tidak dipenuhinya hak disebabkan dua hal, yaitu perbedaan pelaksanaan atau
perbedaan penafsiran atas sumber-sumber lahirnya hak tersebut.

Menurut pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 perselisihan pemutusan


hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat
mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Rumusan
pasal ini netral. Hal ini tampak dari frasa”yang dilakukan oleh salah satu pihak”. Hal ini
berarti bisa pengusaha atau buruh. Hal yang sering terjadi adalah pemutusan hubungan
kerja yang dilakukan oleh pengusaha. Banyak ekses atas pemutusan hubungan kerja oleh
pengusaha. Salah satu yang peling penting adalah hilangnya mata pencarian buruh. Oleh
karena itu, meskipun pasal-pasal yang mengatur mekanisme pemutusan hubungan kerja
bersifat netral, sesungguhnya orientasi perlindungan terfikus pada butuh.

Contoh: Adi adalah seorang pengusaha, mengadakan perjanjian kerja dengan Ari, seorang
buruh. Salah satu diantara banyak klausula didalam perjanjian kerja itu adalah bahwa
Andi dalam sehari harus bekerja selama 8 Jam, yaitu mulai dari pukul 08.00 WIB s/d
pukul 17.00 WIB, namun dalam perjalanannya Ari selalu mangkir kerja sebelum jam
pulang kerja. Adi pun sudah mengeluarkan Surat Peringatan kepada Ari sampai 3 (tiga)
kali, namun tetap tidak diindahkan oleh Adi, setelah dilakukan perundingan juga tidak
mendapatkan kesepakatan kedua belah pihak. Sehingga Adi melakukan Pemutusan
Hubungan Kerja terhadap Ari.

3. Uraikan pengaturan outsourcing menurut UU Ketenagakerjaan dan menurut UU Cipta


Kerja!
Jawaban: UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengubah sebagian ketentuan UU
No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, salah satunya terkait ketentuan outsourcing.
Selama ini outsourcing dalam UU Ketenagakerjaan diartikan sebagai penyerahan
sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain. Penyerahan sebagian pekerjaan itu dilakukan
melalui 2 mekanisme yaitu perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa
pekerja/buruh.
Tapi, UU Cipta Kerja mengubah ketentuan outsourcing dengan menghapus Pasal 64 dan
Pasal 65 serta mengubah Pasal 66 UU Ketenagakerjaan. Outsourcing dalam UU Cipta
Kerja dikenal dengan istilah alih daya. PP No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan
Kerja (PP PKWT-PHK) menyebutkan perusahaan alih daya adalah badan usaha
berbentuk badan hukum yang memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan tertentu
berdasarkan perjanjian yang disepakati dengan perusahaan pemberi pekerjaan Kasubdit
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan, Reytman
Aruan, menerangkan UU Cipta Kerja mengatur hak dan kewajiban perusahaan alih daya
dengan pekerjanya. Intinya, perusahaan alih daya bertanggung jawab penuh terhadap
semua yang timbul akibat hubungan kerja. Pelindungan buruh, upah, kesejahteraan, syarat
kerja, dan perselisihan yang muncul dilaksanakan sesuai peraturan dan menjadi tanggung
jawab perusahaan alih daya. Berbagai hal itu diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Selain itu, hubungan kerja antara perusahaan
alih daya dengan buruh yang dipekerjakan didasarkan pada PKWT atau perjanjian kerja
waktu tidak tertentu (PKWTT).
“PKWT atau PKWTT ini harus dibuat secara tertulis, tidak boleh lisan,” kata
Reytman dalam diskusi secara daring bertema “Hukumonline Bootcamp 2021: Seluk
Beluk Pengaturan Ketenagakerjaan Dalam Peraturan Pelaksana UU Cipta Kerja Dalam
hal perusahaan alih daya mempekerjakan buruh berdasarkan PKWT, perjanjian kerja itu
harus mencantumkan syarat pengalihan pelindungan hak-hak bagi buruh ketika terjadi
pergantian perusahaan alih daya sepanjang obyek pekerjaannya tetap ada. Hal ini sesuai
dengan amanat putusan MK No.27/PUU-IX/2011 terkait uji materi terhadap Pasal 59,
Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan.
Sebelumnya, dalam UU Ketenagakerjaan mengatur batasan jenis kegiatan yang dapat
dikerjakan oleh buruh outsourcing. Misalnya, tidak boleh melaksanakan kegiatan pokok
atau berhubungan langsung dengan proses produksi; buruh outsourcing hanya
mengerjakan kegiatan penunjang atau tidak berhubungan langsung dengan proses
produksi. Tapi, dalam UU Cipta Kerja menghapus batasan tersebut. Reytman
menegaskan perusahaan alih daya dapat mengerjakan jenis pekerjaan apapun yang
diberikan perusahaan pemberi pekerjaan (pengguna jasa perusahaan alih daya, red).
“(Saat ini, red) Tidak ada batasan jenis pekerjaan yang boleh diberikan kepada
perusahaan alih daya

4. Uraikan pengaturan PKWT menurut UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja!


Jawaban:

UU Ketenagakerjaan Pasal 58 UU Cipta Kerja Pasal 58


1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu 1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu
tidak dapat mensyaratkan adanya masa tidak dapat mensyaratkan adanya
percobaan kerja. masa percobaan kerja.
2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan 2) Dalam hal disyaratkan masa
kerja dalam perjanjian kerja percobaan kerja sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dimaksud pada ayat (1), masa
masa percobaan kerja yang disyaratkan percobaan kerja yang disyaratkan
batal demi hukum tersebut batal demi hukum dan masa
kerja tetap dihitung.
UU Ketenagakerjaan Pasal 59 UU Cipta Kerja Pasal 59
1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu 1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu
hanya dapat dibuat untuk pekerjaan hanya dapat dibuat untuk pekerjaan
tertentu yang menurut jenis dan sifat tertentu yang menurut jenis dan sifat
atau kegiatan pekerjaannya akan atau kegiatan pekerjaannya akan
selesai dalam waktu tertentu, yaitu : selesai dalam waktu tertentu, yaitu
a. pekerjaan yang sekali selesai atau sebagai berikut:
yang sementara sifatnya; a. Pekerjaan yang sekali selesai atau
b. pekerjaan yang diperkirakan yang sementara sifatnya;
penyelesaiannya dalam waktu yang b. Pekerjaan yang diperkirakan
tidak terlalu lama dan paling lama 3 penyelesaian nya dalam waktu
(tiga) tahun; yang tidak terlalu lama
c. pekerjaan yang bersifat musiman; c. c. Pekerjaan yang bersifat
atau musiman;
d. pekerjaan yang berhubungan d. Pekerjaan yang berhubungan
dengan produk baru, kegiatan baru, dengan produk baru, kegiatan
atau produk tambahan yang masih baru, atau produk tambahan
dalam percobaan atau penjajakan. yang masih dalam percobaan
2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau penjajakan; atau
tidak dapat diadakan untuk pekerjaan e. Pekerjaan yang jenis dan sifat
yang bersifat tetap. (3) Perjanjian kerja atau kegiatan nya bersifat tidak
untuk waktu tertentu dapat tetap.
diperpanjang atau diperbaharui. (4) 2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu
Perjanjian kerja waktu tertentu yang tidak dapat diadakan untuk pekerjaan
didasarkan atas jangka waktu tertentu yang bersifat
dapat diadakan untuk paling lama 2
(dua) tahun dan hanya boleh
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun.

5. Alasan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan tidak mempunyai kekuatan mengikat oleh MK!
Jawaban: t karena dinilai oleh MK pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat
(1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Pertimbangan Hukum dalam Putusan MK
khususnya yang berkenaan dengan Pasal 158 dan Pasal 160 ayat (1) UUK yang
dinyatakan tidak memiliki kekuatan Hukum mengikat, dimaksudkan agar tidak terjadi
kerancuan hukum dan diskriminasi dalam hukum yang bertentangan dengan UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai