Anda di halaman 1dari 2

PROSES MASUKNYA ISLAM KE FILIPINA

Pada mulanya, seorang mubaligh yang bernama Tuan Masha'ika datang ke


wilayah Kepulauan Sulu selatan. Saat itu, Pulau Jolo--salah satu pulau besar di
gugusan Kepulauan Sulu--menjadi pusat kekuasaan Rapa Sipad (Raja
Shripaduka). Selain itu, penduduk di daerah tersebut kebanyakan masih
menganut animisme.

Tuan Masha’ika diterima dengan baik dan bahkan dihormati masyarakat


setempat. Setelah namanya kian tenar, pihak istana mengizinkannya untuk
tinggal. Malahan, dia lalu dinikahkan dengan seorang puteri Rapa Sipad.
Kalangan bangsawan setempat pun berhasil diislamkan. Keturunan Tuan
Masha’ika akhirnya menjadi penyebar Islam di Filipina.

Narasi tersebut dikuatkan oleh penemuan berupa batu nisan atas nama Miqbal
dari tahun 1310. Artefak ini ditemukan di dekat Jolo. Menurut Saifullah SA,
adanya batu nisan tersebut menjadi salah satu bukti arkeologis tentang masuk
dan berkembangnya Islam di Filipina.

Nama penting lainnya adalah Karim al-Makhdum. Mubaligh yang bergelar Syarif


Awliya itu diketahui berasal dari Arab. Dia diterima dan akhirnya menetap di
lingkungan bangsawan Tagimaha di Buansa. Kedatangannya juga dianggap para
peneliti sebagai permulaan dakwah Islam di Filipina.

Awalnya, Karim al-Makhdum menginjakkan kaki di Pulau Simunul (kini termasuk


Provinsi Tawi-tawi, Filipina) pada 1380. Lantas, di sana dia membangun masjid
pertama dan tertua di Filipina bersama para penduduk lokal.

Sepuluh tahun kemudian, datang seorang bangsawan dan pendakwah dari


Minangkabau di Filipina selatan. Namanya, Raja Baguinda. Dia tiba bersama
dengan beberapa orang pengikutnya ke Kepulauan Sulu sekitar tahun 1400.

Dikisahkan, Raja Baguinda bersama dengan Karim al-Makhdum bekerja sama


untuk memajukan Islam di Buansa (bagian utara Pulau Sulu). Kemudian Raja
Baguinda diangkat menjadi pimpinan Buansa. Beberapa tahun kemudian, datang
lagi seorang dai Arab bernama Sayed Abu Bakar ke Buansa, Sulu, sekira tahun
1450. Sebelumnya, dia telah melakukan perjalanan dari Palembang (Sumatra
Selatan) dan Brunei.

Sayed Abu Bakar ahli agama Islam. Raja Baguinda pun tertarik untuk
menikahkan putrinya dengan tokoh tersebut. Pada akhirnya, Sayed Abu Bakar
menjadi raja berikutnya di Sulu dengan gelar Sultan Sharif. Sejak tahun 1500,
Kesultanan Sulu kian mapan terbentuk, yakni dengan menyatukan kelompok-
kelompok masyarakat Muslim yang tersebar di pulau-pulau Filipina selatan.

Tidak hanya di wilayah Kesultanan Sulu. Islam juga berkembang di Pulau


Mindanao. Dikisahkan, penduduk Mindanao sudah cukup banyak yang Muslim,
tetapi mereka masih cenderung pada sinkretisme saat itu.

Untuk itu, menyebarlah gerakan dakwah yang dimotori Syarif Muhammad


Kabungsuwan. Dia merupakan seorang Arab-Melayu yang ikut
menyebarkan Islam di Filipina selatan. Pada 1515, dia mendirikan Kesultanan
Maguindanao.

Anda mungkin juga menyukai