Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN KASUS

SCREENING FALL PADATn L DI PALEMBANG

OLEH:

Erlina

201490111314

Dosen Pemimbing :

Abu Bakar Sidiq S.Kep.,M.Kes

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA

TA. 2020/2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….
………………ii

BAB I ………………………………………………………………….…………….3

A. Defenisi ………………………………………………………….………………3

B. Proses Menua ………………………………………………………………….3

C. Tipe-Tipe Lansia ……………………………………………………………….5

D. Teori Penuaan ……………………………………………………………….…6

E. Perubahan -Perubahan Multisistem Yang Terjadi Pada Lansia……….….8

BAB II…………………………………………………………………………….…12

A.Konsep Legal Etik……………………………………………………………... 12

B. Prinsip –Prinsip Etik pada pelayanan Kesehatan Lansia…………….…. 13

BAB III…………………………………………………………………………… 14

A. Definisi ………………………………………………………………………. 14

C. Faktor yang Berhubungan Risiko Jatuh ……………………………...… 15

D. Faktor Risiko Terjadinya Jatuh ……………………………………….... 15

E. Pencegahan Jatuh ………………………………………………….….… 16

F. Kewaspadaan Keamanan untuk Lansia di Rumah ……………….…. 18

G. Pengkajian ………………………………………………………… ….… 18

H.Analisa Data ………………………………………………………… ….. 25

I. Rumusan Masalah ………………………………………………… …… 25

J. Implementasi………………………………………………………… …. 26

K. Evaluasi……………………………………………………………… …. 26
BAB IV BIODATA LANSIA…………………………………………………. 36

BAB V Hasil Pengkajian……………………………………………………. 41

Referensi……………………………………………………………… ……… 52
BAB I

A. DEFINISI LANSIA

Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu


kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses
penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).

Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari
(Azwar, 2006).

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.


Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-
angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya
daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh,
seperti didalam Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan
bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UndangUndang
Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin
membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut
usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif dan
mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada
hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam
kehidupan.

B.PROSES MENUA

Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai


perubahan oleh usia yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari
penyakit saraf “jelas” menua normal ditandai oleh perubahan gradual dan
lambat laun dari fungsi-fungsi tertentu (Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra
Utama,1995).
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides
1994). Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut)
secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua
makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).

Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang


terjadi pada tubuh dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta
organ tersebut.

Perubahan secara biologis ini dapat mempengaruhi status gizi pada masa
tua. Antara lain :

- Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah,


mengakibatkan juga jumlah cairan tubuh yang berkurang, sehingga kulit
kelihatan mengerut dan kering,wajah keriput serta muncul garis-garis
menetap. Oleh karena itu, pada lansia seringkali terlihat kurus.

- Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada lansia sehingga


dihubungkan dengan kekurangan vitamin A, vitamin C dan asam folat.
Sedangkan gangguan pada indera pengecap dihubungkan dengan
kekurangan kadar Zn yang juga menyebabkan menurunnya nafsu makan.
Penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel
syaraf pendengaran.

- Dengan banyaknya gigi yang sudah tanggal, mengakibatkan gangguan


fungsi mengunyah yang dapat berdampak pada kurangnya asupan gizi pada
usia lanjut.

- Penurunan mobilitas usus, menyebabkan gangguan pada saluran


pencernaan seperti perut kembung, nyeri yang menurunkan nafsu makan,
serta susah BAB yang dapat menyebabkan wasir.

- Kemampuan motorik menurun, selain menyebabkan menjadi lamban,


kurang aktif dan kesulitan menyuap makanan, juga dapat mengganggu
aktivitas kegiatan sehari-hari.Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel
otak, yang menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek, melambatnya
proses informasi, kesulitan berbahasa, kesulitan mengenal benda-benda,
kegagalan melakukan aktivitas yang mempunyai tujuan (apraksia) dan
gangguan dalam menyususn rencana, mengatur sesuatu, mengurutkan, daya
abstraksi, yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun. Gejala pertama adalah pelupa,
perubahan kepribadian, penurunan kemampuan untuk pekerjaan sehari-hari
dan perilaku yang berulang-ulang, dapat juga disertai delusi paranoid atau
perilaku anti sosial lainnya.Akibat proses menua, kapasitas ginjal untuk
mengeluarkan air dalam jumlah besar juga bekurang. Akibatnya dapat terjadi
pengenceran natrium sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan
rasa lelah. Incontinentia urine (IU) adalah pengeluaran urin diluar kesadaran
merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar yang sering diabaikan
pada kelompok usia lanjut, sehingga usia lanjut yang mengalami IU seringkali
mengurangi minum yang dapat menyebabkan dehidrasi.

Secara psikologis pada usia lanjut juga terjadi ketidakmampuan untuk


mengadakan penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya, antara lain
sindrom lepas jabatan yang mengakibatkan sedih yang berkepanjangan.

B. BATASAN LANSIA

Menurut WHO, batasan lansia meliputi:

1.Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun

2. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun

3. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun

4. Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas

Menurut Dra.Jos Masdani (psikolog UI)Mengatakan lanjut usia merupakan


kelanjutan dari usia dewasa.
Menurut Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi
tiga katagori, yaitu:

1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,

2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,

3  Konsep Lanjut Usia dan Proses Penuaan 

3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas

dengan masalah kesehatan.

Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian:

1. Fase iuventus antara 25dan 40 tahun

2. Verilitia antara 40 dan 50 tahun

3. Fase praesenium antara 55 dan 65 tahun

4. Fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia

C. TIPE -TIPE LANSIA

Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri


daripada tinggal bersama anaknya. Menurut Nugroho W ( 2000) adalah:

1. Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri


dengan perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.

2. .Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan, mempunyai


kegiatan.

3. Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses penuaan
yang menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani, kehilangan
kekuasaan, jabatan, teman.
4.Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.

5.Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,


minder, pasif, dan kaget.

E.TEORI PENUAAN

1.Teori Biologis

Proses penuaan merupakan proses secara berangsur yang


mengakibatkan perubahan secara komulatif dan serta berakhir dengan
kematian. Proses menua merupakan suatu yang fisiologis yang akan dialami
oleh setiap orang.

Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No 13 tahun


1998 adalah 60 tahun.Teori biologis tentang penuaan dibagi menjadi :

a) Teori InstrinsikTeori ini berati perubahan yang berkaitan dengan usia


timbul akibat penyebab dalam diri sendiri.

b) Teori Ekstrinsik Teori ini menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi


diakibatkan pengaruh lingkungan.

Teori lain menyatakan bahwa teori biologis dapat dibagi menjadi :

a) Teori Genetik Clock Teori tersebut menyatakan bahwa menua telah


terprogram secara genetik untuk species –species tertentu. Tiap species
mempunyai didalam nuklei ( inti selnya )suatu jam genetik yang telah diputar
menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan akan
menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam
kita berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai
kecelakaanlingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal. Konsep ini
didukung kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan mengapa pada
beberapa species terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang
nyata.Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yangdiprogram
oleh molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
b) Teori Mutasi Somatik ( teori error catastrophe )Menurut teori ini faktor
lingkungan yang menyebabkan mutasi somatik . sebagai contoh diketahui
bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur sebaliknya
menghindarinya dapqaat mempperpanjang umur.menurut teori ini terjadinya
mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan fungsi sel tersebut. Sebaai salah satu hipotesis yang
berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah hipotesis error catastrope.

c) Teori Auto imun

Dalam proses metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi oleh zat


khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut,
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.Pada proses metabolisme
tubuh , suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Sad jaringan tubuh tertentu
yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi
lemah dan mati.

d) Teori Radikal

BebasRadikal bebas dapat dibentuk di alam bebas. Tidak stabilnya


radikal bebas mengakibatkan oksigenasi bahan -bahan organik seperti KH
dan protein.radikal ini menyebabkansel –sel tidak dapat beregenerasi.Tidak
stabilnya redikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan bahan
organik seperti karbohidrat dan protein . radikal ini menyebabkan sel-sel tidak
dapat regenerasi.

e) Teori stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan.


Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.

2. Teori Sosialal

Teori aktifitasLanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan
ikut banyak dalam kegiatan socialb)Teori PembebasanSalah satu teori sosial
yang berkenaan dengan proses penuaan adalah teori pembebasan
( disengagement teori ). Teori tersebut menerangkan bahwa dengan
berubahnya usi seseorang secara berangsur –angsur mulai melepaskan diri
dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lansia
menurun, baik secara kualitatif maupun kuantitasnya sehingga sering terjadi
kehilangan ganda yaitu:Kehilangan peranHambatan kontrol
socialBerkurangnya komitmenc)Teori KesinambunganTeori ini
mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia.
Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada usatu saat merupakan
gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia.Pokok-pokok dari teori
kesinambungan adalah :

lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam proses
penuaan, akan tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa lalu, dipilih
peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan Peran lansia yang
hilang tak perlu digantiLansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara
adaptasi

3. Teori Psikologia

Teori Kebutuhan manusia mneurut Hirarki MaslowMenurut teori ini,


setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan yang memotivasi
seluruh perilaku manusia (Maslow 1954).

Kebutuhan ini memiliki urutan prioritas yang berbeda. Ketika


kebutuhan dasar manusia sidah terpenuhi, mereka berusaha menemukannya
pada tingkatselanjutnya sampai urutan yang paling tinggi dari kebutuhan
tersebut tercapai.b)Teori individualCarl Jung (1960)

Menyusun sebuah terori perkembangan kepribadian dari seluruh fase


kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak , masa muda dan masa
dewasa muda, usia pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri
dari Ego, ketidaksadaran sesorang dan ketidaksadaran bersama. Menurut
teori ini kepribadian digambarkan terhadap dunia luar atau ke arah subyektif.
Pengalaman-pengalaman dari dalam diri (introvert). Keseimbangan antara
kekuatan ini dapat dilihat pada setiap individu, dan merupakan hal yang
paling penting bagi kesehatan mental.

D. PERUBAHAN -PERUBAHAN MULTISISTEM YANG TERJADI PADA


LANSIA

Pada lansia terjadi perubahan-perubahan akibat proses menua


diantaranya adalah perubahan pada sistem pencernaan seperti :Kehilangan
gigi penyebab utama periodontal disiase yang biasa terjadii setelah umur 30
tahunIndra pengecap menurun,adanya iritasi selaput lendir yang kronis,
atrofi indra pengecap, hilangnya sensivitas saraf pengecap lidah terutama
rasa manis,asin,pahitRasa lapar menurun Peristaltik lemah dan biasanya
timbul konstipasi atau gangguan pada sistem gastrointestinal seperti penyakit
gastritisFungsi absorbsi melemahHati semakin mengecil dan tempat
penyimpanan menurun, aliran darah berkurang Lansia yang menderita
gastritis akan mengalami perubahan pada sistem pencernaannya.

.G.DAMPAK KEMUNDURAN DAN MASALAH-MASALAH KESEHATAN


PADA LANSIA

Proses penuaan merupakan proses alamiah setelah tiga tahap


kehidupan, yaitu masa anak, dewasa, dan masa tua yang tidak dapat
dihindari oleh setiap individu dimana akan menimbulkan perubahan-
perubahan struktur dan fisiologis dari beberapa sel/jaringan/organ dan system
yang ada pada tubuh manusia (Mubarak,2009:140)

Kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik,


diantaranya yaitu :

- Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang
menetap Rambut kepala mulai memutih atau beruban Gigi mulai lepas
(ompong)

- Penglihatan dan pendengaran berkurang 


- Mudah lelah dan mudah jatuh Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah
akibat penurunan kelemahan otot ekstremitas bawah dan kekuatan sendi
Gangguan gaya berjalanSinkope-dizziness; Disamping itu, juga terjadi
kemunduran kognitif antara lain : Suka lupa, ingatan tidak berfungsi dengan
baik Ingatan terhadap hal-hal di masa muda lebih baik dari pada hal-hal
yang baru saja terjadiSering adanya disorientasi terhadap waktu, tempat
dan orang Sulit menerima ide-ide baru Dampak kemunduranKemunduran
yang terjadi pada lansia dipandang dari sudut biologis mempunyai dampak
terhadap tingkah laku dan perasaan orang yang memasuki lanjut usia. Jika
berbicara tentang menjadi tua, kemunduran yang paling banyak
dikemukakan. Selain berbagai macam kemunduran ada sesuatu yang dapat
meningkat dalam proses menua, yaitu sensitivitas emosional seseorang. Hal
ini yang akhirnya menjadi sumber banyak masalah pada masa tua. Coba
dilihat sepintas mengenai beberapa dampak kemunduran tersebut yaitu
semakin perasanya orang yang memasuki lanjut usia. Misalnya kemunduran
fisik, yang berpengaruh terhadap penampilan seseorang. Pada umumnya
saat usia dewasa, seseorang dianggap tampil paling cakap, tampan atau
paling cantik. Kemunduran fisik yang terjadi pada dirinya membuat membuat
yang bersangkutan berkesimpulan bahwa kecantikan atau ketampanan yang
mereka miliki mulai hilang. Baginya, hal ini berarti kehilangan daya tarik
dirinya.

Masalah Yang di alami oleh Lansia

1. Mudah jatuh

Jatuh pada lanjut usia merupakan masalah yang sering terjadi. Penyebabnya
multi-faktor. Dari faktor instrinsik misalnya : gangguan gaya berjalan,
kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, dan sinkope atau
pusing. Untuk faktor ekstrinsik, misalnya lantai licin dan tidak rata, tersandung
benda, penglihatan yang kurang karena cahaya kurang terang, dan
sebagainya sehingga dapat menyebabkan keterbatasan dalam melakukan
aktivitas.
2. Mudah lelah Hal ini disebabkan oleh Faktor psikologis seperti perasaan
bosan, keletihan, atau depresi dan penyebab lainnya adalah :oGangguan
organis : anemia, kekurangan vitamin, perubahan pada tulang (osteomalasia),
gangguan pencernaan,kelainan metabolisme (diabetes melitus, hipertiroid),
gangguan ginjal dengan uremia, gangguan faal hati, gangguan sistem
peredaran darah dan jantung. oPengaruh obat, misalnya obat penenang, obat
jantung, dan obat yang melelahkan daya kerja otot. oBerat badan menurun
Berat badan menurun disebabkan oleh : -Pada umumnya nafsu makan
menurun karena kurang adanya gairahhidup atau kelesuan serta kemampuan
indera perasa menurun-Adanya penyakit kronis -Gangguan pada saluran
pencernaan sehingga penyerapan makananterganggu -Faktor sosio-
ekonomis (pensiunan)

3. Gangguan KardiovaskulerNyeri dadaSesak nafas pada kerja


fisikPalpitasiEdema kaki

4. Nyeri atau ketidaknyamananNyeri pinggang atau punggungNyeri sendi


pinggul

5.Keluhan pusing

6.Kesemutan pada anggota badan

7.Berat badan menurun

8. Gangguan eliminasiInkontinensia urin atau ngompolInkontinensia alvi

9. Gangguan ketajaman penglihatan

10.Gangguan pendengaran

11.Gangguan tidur

12.Mudah gatal
BAB II

Legal Etik Keperawatan Gerontik


A.Konsep Legal Etik

Pengertian Etika keperawatan (nursing ethic) merupakan bentuk


ekspresi bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika
keperawatan diatur dalam kode etik keperawatan.Aspek Legal Etik
Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada
berbagai tatananpelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur
dalam undang-undang keperawatan.Keperawatan adalah suatu bentuk
pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan
kepadaindividu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun
sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Perawat sebagai
profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja
membutuhkan kesabaran.

Kemampuannya untuk ikut mengatasi masalah-masalah kesehatan


tentu harus juga bisa diandalkan. International Council of Nurses (ICN)
mengeluarkan kerangka kerja kompetensi bagi perawat yang mencakup tiga
bidang, yaitu bidang Professional, Ethical and Legal Practice, bidang Care
Provision and Management dan bidang Professional Development “Setiap
profesi pada dasarnya memiliki tiga syarat utama, yaitu kompetensi yang
diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, komponen intelektual yang
bermakna dalam melakukan tugasnya, dan memberikan pelayanan yang
penting kepada masyarakat”. (Budi Sampurna, Pakar Hukum Kesehatan UI
2006)

Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang


batasan legal yang ada dalam praktik perawat. Sama dengan semua aspek
keperawatan, pemahaman tentang implikasi hukum dapat mendukung
pemikiran kristis perawat. Perawat perlumemahami hukum untuk melindungi
hak kliennya dan dirinya sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu takut
hukum, tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa
yang masyarakat harapkan dari penyelenggara pelayanan keperawatan yang
profesional
.B. Prinsip –Prinsip Etik pada pelayanan Kesehatan Lansia

Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada lansia
adalah (Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) :

a. Empati: istilah empati menyangkut pengertian “simpati atas dasar


pengertian yang dalam”artinya upaya pelayanan pada lansia harus
memandang seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan
memahami rasa penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut. Tindakan
empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak
memberi kesan over protective dan belas-kasihan. Oleh karena itu semua
petugas geriatrik harus memahami peroses fisiologis dan patologik dari
penderita lansia.

b. Non maleficence dan beneficence. Pelayanan pada lansia selalu


didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang baik dan harus
menghindari tindakan yang menambah penderitaan (harm). Sebagai contoh,
upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk menghindari rasa nyeri,
pemberian analgesik (kalau perlu dengan derivat morfina) yang cukup,
pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang mungkin
mudah dan praktis untuk dikerjakan.

c. Otonomi yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk

menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri. Tentu saja


hak tersebut mempunyai batasan, akan tetapi di bidang geriatri hal tersebut
berdasar pada keadaan, apakah lansia dapat membuat keputusan secara
mandiri dan bebas. Dalam etika ketimuran, seringakali hal ini dibantu (atau
menjadi semakin rumit ?) oleh pendapat keluarga dekat. Jadi secara hakiki,
prinsip otonomi berupaya untuk melindungi penderita yang fungsional masih
kapabel (sedangkan non-maleficence dan beneficence lebih bersifat
melindungi penderita yang inkapabel). Dalam berbagai hal aspek etik ini
seolah-olah memakai prinsip paternalisme, dimana seseorang menjadi wakil
dari orang lain untuk membuat suatu keputusan (misalnya seorang
ayahmembuat keputusan bagi anaknya yang belum dewasa).
Masalah Legal Dalam Keperawatan

Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh warga
negara. Setiap orang yang tidak mematuhi hukun akan terikat secara hukum
untuk menanggung denda atau hukuman penjara. Beberapa situasi yang
perlu dihindari seorang perawat :

a) Kelalaian

Seorang perawat bersalah karena kelalaian jika mencederai pasien dengan


cara tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan ataupun
tidak melakukan tugas dengan hati-hati sehingga mengakibatkan pasien jatuh
dan cedera.

b) Pencurian

Mengambil sesuatu yang bukan milik anda membuat anda bersalah karena
mencuri. Jika anda tertangkap, anda akan dihukum. Mengambil barang yang
tidak berharga sekalipun dapat dianggap sebagai pencurian.

c) Fitnah

Jika anda membuat pernyataan palsu tentang seseorang dan merugikan


orang tersebut, anda bersalah karena melakukan fitnah. Hal ini benar
jikaanda menyatakan secara verbal atau tertulis.

d) False imprisonment

Menahan tindakan seseorang tanpa otorisasi yang tepat merupakan


pelanggaran hukum atau false imprisonment. Menggunakan restrein fisik atau
bahkan mengancam akan melakukannya agar pasien mau bekerja sama bisa
juga termasuk dalam false imprisonment. Penyokong dan restrein harus
digunakan sesuai dengan perintah dokter

e) Penyerangan dan pemukulan

Penyerangan artinya dengan sengaja berusahan untuk menyentuh tubuh


orang lain atau bahkan mengancam untuk melakukannya. Pemukulan berarti
secara nyata menyentuh orang lain tanpa ijin.Perawatan yang kita berikan
selalu atas ijin pasien atau informed consent. Ini berarti pasien harus
mengetahui dan menyetujui apa yang kita rencanakan dan kita lakukan.

f) Pelanggaran privasi

Pasien mempunyai hak atas kerahasiaan dirinya dan urusan


pribadinya.Pelanggaran terhadap kerahasiaan adalah pelanggaran privasi
dan itu adalah tindakan yang melawan hukum.

g) Penganiayaan

Menganiaya pasien melanggar prinsip-prinsip etik dan membuat anda terikat


secara hukum untuk menanggung tuntutan hukum. Standar etik meminta
perawat untuk tidak melakukan sesuatu yang membahayakan pasien. Setiap
orang dapat dianiaya, tetapi hanya orang tua dan anak-anaklah yang paling
rentan. Biasanya,pemberi layanan atau keluargalah yang bertanggung jawab
terhadap penganiayaan ini. Mungkin sulit dimengerti mengapa seseorang
menganiaya ornag lain yang lemah atau rapuh, tetapi hal ini terjadi. Beberapa
orang merasa puas bisa mengendalikan orang lain. Tetapi hampir semua
penganiayaan berawal dari perasaan frustasi dan kelelahan dan sebagai
seorang perawat perlu menjaga keamanan dan keselamatan pasiennya.

4. Landasan Aspek Legal Keperawatan

Landasan aspek legal keperawatan adalah undang-undang keperawatan


Aspek legal Keperawatan pada kewenangan formalnya adalah izin yang
memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik
profesi perawat yaitu0Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja di dalam suatu
institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan
atau berkelompok. Kewenangan itu, hanya diberikan kepada mereka yang
memiliki kemampuan. Namun, memiliki kemampuan tidak berarti memiliki
kewenangan. Seperti juga kemampuan yang didapat secara berjenjang,
kewenangan yang diberikan juga berjenjang. Kompetensi dalam keperawatan
berarti kemampuan khusus perawat dalam bidang tertentu yang memiliki
tingkat minimal yang harus dilampaui. Dalam profesi kesehatan hanya
kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh Departemen
Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang kesehatan dan
kedokteran. Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam arti
tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi
masingmasing.

5. Aplikasi Aspek Legal Dalam Keperawatan

Hukum mengatur perilaku hubungan antar manusia sebagai subjek


hukumyang melahirkan hak dan kewajiban. Dalam kehidupan manusia, baik
secara perorangan maupun berkelompok, hukum mengatur perilaku
hubungan baik antara manusia yang satu dengan yang lain, antar kelompok
manusia, maupun antara manusia dengan kelompok manusia. Hukum dalam
interaksi manusia merupakan suatu keniscayaan (Praptianingsih, S., 2006).

Berhubungan dengan pasal 1 ayat 6 UU no 36/2009 tentang kesehatan


berbunyi : “Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.”
BAB III

SCREENING FAAL (RESIKO JATUH)

1. Definisi

Jatuh adalah kejadian yang tidak disengaja yang mengakibatkan


lansia terbaring di lantai atau berada pada tingkat yang lebih rendah”
(Kellogg International Work Group, 1987 dalam Newton, 2003).
Menutrut Reuben (1996, dalam Darmojo, 2004) mengartikan jatuh
sebagai suatu kejadian yang dilaporkan oleh penderita atau saksi mata
yang melihat kejadian dan mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring atau terduduk di lantai dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran atau luka.
2. Faktor yang Berhubungan Risiko Jatuh

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan risiko jatuh yaitu


osteoporosis yang menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat
menyebabkan fraktur. Perubahan refleks baroreseptor cenderung membuat
lansia mengalani hipotensi postural, menyababkan pandangan berkunang –
kunang, kehilangan keseimbangan, dan jatuh. Lansia dapat mengalami
hambatan untuk menangkap dirinya sendiri, saat jatuh karena perlambatan
waktu reaksi akibat penuaan normal (Meridean Maas, 2014).

Perubahan lapang pandang, penurunan adaptasi terhadap keadaan


gelap, dan penurunan penglihatan perifer, dan persepsi warna dapat
menyebabkan salah interpretasi terhadap lingkungan, dan dapat
mengakibatkan lansia terpleset dan jatuh (Meridean Maas, 2014).

Gaya berjalan dan keseimbangan berubah akibat penurunan fungsi


sistem saraf, otot, rangka, sensori, sirkulasi, dan pernapasan. Semua
perubahan ini mengubah pusat gravitasi dan menyebabkan limbung dan pada
akhirnya akan jatuh (Meridean Maas, 2014).

3. Faktor Risiko Terjadinya Jatuh

Adapun beberapa faktor risiko spesifik terjadinya jatuh dapat dikategorikan


sebagai berikut:

• Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik dapat menyebabkan insiden jatuh termasuk proses penuaan


dan beberapa kondisi penyakit, termasuk penyakit jantung, stroke (CVA), dan
gangguan ortopedik serta neurologik. Faktor intrinsik lain, yang umumnya
dikaitkan dengan insiden jatuh pada lansia adalah kebutuhan eliminasi
individu. Beberapa kasus jatuh terjadi saat lansia sedang menuju,
menggunakan, atau kembali kekamar mandi. Jatuh yang berkaitan dengan
eliminasi dapat diakibatkan oleh pergerakan yang tidak fokus, yang berkaitan
dengan perasaan urgensi, atau terpleset cairan tubuh yang bocor dan
berceceran dilantai. Selain itu, berkemih ke kamar mandi pada malam hari
sangat berbahaya karena penurunan penglihatan dimalam hari, yang terjadi
sebagai bagian dari proses penuaan (Meridean Maas, 2014).

• Faktor Ekstrinsik

Adapun faktor risiko yang menyebabkan terjadinya jatuh yaitu:

1. Obat.

2. Individu yang mengalami hambatan mobilitas.

3. Permukaan lantai yang tidak merata.

4. Ketinggian tempat tidur.

5. Tidak ada anak tangga ditempat yang strategis.

6. Individu yang terpasang restrain cenderung menderita cedera serius


dibandingkan dengan yang penderita yang kondisi fisiknya sama namun tidak
menggunakan restrain.

4. Pencegahan Jatuh

Usaha pencegahan jatuh merupakan langkah yang harus dilakukan karena


bila sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetapi
memberatkan. Dan bertujuan untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan
menghindari komplikasi yang terjadi serta mengembalikan kepercayaan diri
penderita.

Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan risiko jatuh, antara lain:

1. Identifikasi faktor risiko

Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya

faktor intrinsik dan ekstrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan

sensorik, neurologik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering

menyebabkan jatuh.
Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan
jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak
menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda – benda kecil
yang susah diliat. Peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk,
dapat bergeser sendiri) sebaiknya di ganti, peralatan rumah ini sebaiknya
diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mmenggangu jalan atau tempat
aktivitas lansia. Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya diberi pegangan
pada dindingnya, pintu yang sudah dibuka. Wc sebaiknya dengan kloset
duduk dan diberi pegangan pada dinding. Alat bantu berjalan yang dipakai
lansia baik berupa tongkat, kruk, atau walker harus dibuat dari bahan yang
kuat tetapi ringan, aman tidak mudah bergeser serta sesuai dengan ukuran
tinggi badan lansia.

2. Penilaiaan keseimbangan dan gaya berjalan

Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya


dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Penilaian postural
swai sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia. Bila
goyangan badan pada saat berjalan sangat berisiko jatuh maka diperlukan
bantuan latihan oleh rehabilitasi medik. Penilaian gaya berjalan harus juga
dilakukan secara cermat, apakah penderita mengangkat kaki dengan benar
pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup
untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus di koreksi bila terdapat
kelainan atau penurunan.

3. Mengatur/ mengatasi fraktur situasional

Faktor situasional yang bersifat serangan akut/ eksaserbasi akut, penyakit


yang diderita lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan
lansia secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan yang berupa
aktivitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan penderita. Perlu
diberitahukan pada penderita aktivitas fisik seberapa jauh yang aman bagi
penderita, aktivitas tersebut tidak boleh melampauin batas yang
diperbolehkan baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik. Bila lansia
sehat dan tidak ada batasan aktivitas fisik, maka dianjurkan lansia tidak
melakukan aktivitas fisik sangat melelahkan atau berisiko tinggi untuk
terjadinya jatuh. Adapun program yang mencegah terjadinya jatuh yang
berhasil menurunkan insiden jatuh, dengan memfokuskan pada intervensi
yang menurunkan atau menghilangkan insiden jatuh, saat risiko jatuh
teridentifikasi. Adapun metode pengkajian yang diidentifikasi yaitu metode
lingkaran. Dengan memberikan gelang warna kuning untuk menandakan
risiko jatuh (Meridean Maas, 2014).

Penggunaan bantal sebagai penahan dan konsultasi bila pasien harus

berpindah dari tempat tidur ke kursi merupakan salah satu pencegah jatuh

(Meridean Maas, 2014).

5. Kewaspadaan Keamanan untuk Lansia di Rumah

Berbagai alat keamanan untuk fasilitas rumah dan layanan kesehatan


tersedia. Bak mandi dan pancuran dapat dilengkapi dengan permukaan
antilicin. Lampu malam esensial untuk kamar mandi dan kamar tidur. Adapun
beberapa cara untuk pencegahan jatuh dirumah yaitu, berjalan dengan hati –
hati terutama di tangga atau dipinggiran jalan, berdiri secara perlahan,
amankan rumah, pastikan pencahayaan memadai diseluruh area rumah.
Lampu harus dinyalakan saat malam hari dikamar tiidur, kamar mandi, dan
tangga. Gunakan peralatan ambulasi. Laksanakan praktik keperawatan
rumah yang baik. Bereskan barang yang berserakan. Tetapkan sebuah
sistem panggilan darurat bersama keluarga dan teman, tetangga, dan
layanan medis darurat setempat. Letakkan pemadam kebakaran di dapur,
dan ketahui cara menggunakannya. Kenakan pakaian yang cocok dan aman
(Rosdahl & Kowalski, 2015).

6. Pengkajian

Pengkajian risiko jatuh pada individu mencakup penentuan apakah


individu tersebut memiliki risiko yang relevan. Faktor risiko internal tercakup
dalam kategori berikut, biokimia, disfungsi integratif, disfungsi efektor, fisik,
hambatan mobilitas, usia perkembangan, dan psikologis. Faktor risiko
eksternal tercakup dalam kategori berikut, agens kimia, lingkungan fisik,, dan
cara transfortasi. Menurut Judith M. Wilkinson, 2012.

Pengkajian risiko jatuh yang harus dilakukan yaitu:

1) Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan, sebagai


contoh perubahan status mental, tingkat intoksikasi, keletihan, usia,
kematangan, medikasi, dan defisit motorik atau sensorik misalnya, gaya
berjalan, keseimbangan.

2) Lakukan pengkajian risiko jatuh pada pasien yang masuk rumah sakit.

3) Identifikasi karakteristik lingkungan yang meningkatkan potensi jatuh


(misalnya lantai yang licin dan tangga tanpa pengaman).

4) Pantau cara berjalan, keseimbangan, dan tingkat keletihan pada saat


ambulasi.

Tiap faktor risiko yang ditemukan untuk memperkirakan jatuh, diberi skor
yang mencerminkan nilai masing – masing faktor. Tiga faktor risiko
pertambahan disertakan dalam formulir pengkajian berdasarkan hasil
penelitian, yaitu medikasi (sedatif, obat penenang, narkotik, dan ansietas
umum) dalam 24 jam, gangguan eliminsi (sering berkemih, urgensi, dan
nokturia), dan riwayat jatuh (Meridean Maas, 2014).

Tabel 1. Pengkajian Faktor Risiko.

Pengkajian faktor Risiko


Faktor Risiko skor

Morse Fall Scala (MFS) merupakan salah satu instrumen yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang
Usia 65 – 79 tahun 0.5 berisiko jatuh. Dengan
menghitung skor MFS pada pasien dapat ditentukan risiko jatuh dari pasien
- Usia ≥ 80 tahun 1
tersebut, sehingga dengan demikian dapat diupayakan pencegahan jatuh
- Konfusi (tidakyang perlu
dapat dilakukan.
mengikuti petunjuk untuk tetap 2

berada di tempat tidur).

Tabel
- Berusaha turun dari2.tempat
Pengkajian Menurut Morse Fall Scala 5
tidur / agitasi.

- Pernah jatuh karena kondisi klien. 1

- Hambatan mobilitas, keseimbangan atau gaya berjalan. 1 no pengkajian

- Kelemahan umum. 1

- Gangguan eliminasi (frekuensi, urgensi, nokturia,

inkontinensia). 1

- Pengobatan dalam 24 jam (benzodiazepin, obat penenang,


narkotik, dan anestesi).
1
- Imobal.

-5

Skor Total Pengkajian Risiko


1 Riwayat jatuh: apakah Tidak 0
lansia

pernah jatuh dalam 3


ya 25
Total bulan
Nilai

terakhir?

2 Diagnosa sekunder: Tidak 0


apakah lansia

memiliki lebih dari satu


Ya 15
penyakit?

3 Alat bantu jalan: 0

- Bed rest/ dibantu


perawat

15

- Kruk/ tongkat/walker
30

Berpegangan pada
benda –

benda disekitar.

4 Terapi intravena: Tidak 0


apakah saat ini

lansia terpasang infus?


ya 20

5 Gaya berjalan/ cara


berpindah:
0
Keterangan:

Nilai 0-24 =Tidak beresiko jatuh

25-50=Resiko Rendah

>51=Resiko tinggi untuk jatuh

Tingkat Risiko Nilai MFS Tindakan

Tidak berisiko 0-24 Perawatan dasar

Risiko rendah 25-50 Pelaksanaan intervensi


pencegahan jatuh

standar

Risiko tinggi ≥ 51 Pelaksanaan intervensi


pencegahan jatuh

risiko tinggi

Tabel 3.Pengkajian Risiko Jatuh Menurut LITTLE SCHIDMY

Mobilitas Tidak bisa bergerak 0


sama sekali

Berjalan tanpa
0
gangguan

Berjalan/ berpindah
dengan bantuan lain

Berjalan dengan tidak


seimbang dan tanpa
1
alat

bantu.

Status Mental Koma/ tidak merespon 0

Respons sesuai dan


waspada
0

Respons tertunda
1

Disorientasi
1

Toileting Popok 0

Mandiri 1

Perlu bantuan untuk 1


BAB/BAK
Mandiri dengan adanya
poliuria atau diare

Riwayat Jatuh Tidak ada 0

Obat

Ya, sebelum admisi 1

Ya, setelah admisi 2

Antikejang, diuretik, 1
sedative

Nilai Total

Keterangan:

Jika nilai sama dengan atau lebih dari tiga ( ≥ 3), atau berdasarkan diagnosis
klien, atau berdasarkan panduan program pencegahan jatuh maka segera
aktifkan Rencana Pengelolaan Risiko Jatuh Tinggi.

Pengkajian Bahaya di Rumah

1) Eksterior Rumah
Apakah jalan diluar rumah tidak rata?

Apakah kondisi tangga baik?

Apakah pencahayaan cukup?

Apakah perabot di luar rumah cukup kokoh?

2) Interior Rumah

Apakah semua ruangan, tangga, dan koridor telah diberi pencahayaan yang
cukup dan tidak menyilaukan?

Apakah tersedia pencahayaan malam?

Apakah karpet telah dipasang dengan aman?

Apakah rumah tersebut memiliki lantai kayu?

Apakah lokasi perabot memungkinkan mobilitas yang baik?

Apakah perabot cukup kokoh untuk memberikan dukungan saat bangkit dan
berbaring?

Apakah suhu dan kelembapan berada pada kisaran normal?

Apakah ada tangga atau pembatas yang mengacam keselamatan?

Apakah semua pintu dan jendela dengan kunci pengaman dapat dibuka dari
dalam tanpa dikunci?

3) Dapur

Apakah tersedian fasilitas cuci tangan?

Apakah area penyimpanan mudah dijangkau?

Appakah ada area bersih untuk penyimpanan dan persiapan makanan?

Apakah lemari makan cukup luas? Apakah suhunya tepat?

4) Kamar Mandi

Apakah tersedia fasilitas cuci tangan?


Apakah telah dipasang antiselip di bak rendam atau pancuran?

Apakah klien membutuhkan pegangan didekat bak rendam dan toilet?

Apakah klien membutuhkan dudukan toilet yang ditinggikan?

Apakah klien telah membuang obat yang kadaluwarsa?

5) Kamar Tidur

Apakah tinggi tempat tidur memungkinkan klien untuk bangkit dan berbaring
dengan mudah?

Apakah pencahayaan siang dan malam cukup?

Apakah alas lantai bersifat antiselip?

Apakah klien memasang telepon didekat tempat tidur?

7. Analisa Data

Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan
klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri,
dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus
adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap
kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan
yang dilaksanakan terhadap klien (Potter & Perry, 2010).

8. Rumusan Masalah

Berdasarkan pengkajian dan analisa data, ditemukan alternatif diagnosa


keperawatan yang mungkin muncul pada masalah gangguan keamanan dan
perlindungan: risiko jatuh, menurut (NANDA, 2012) yaitu:

1. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal ditandai


dengan kekakuan dan kelemahan otot ekstremitas atas dan bawah sebelah
kiri
2.Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
ditandai dengan perubahan cara berjalan, pergerakan lamban, dispnea
setelah beraktivitas.

4. Risiko trauma ditandai dengan kurang peralatan antislip di kamar mandi

5. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan lingkungan ditandai


dengan perasaan tidak adekuat.

9. Perencanaan

Perencanaan adalah teori dari perilaku keperawatan dimana tujuan


yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan
intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. Selama
perencanaan, dibuat prioritas. Selain berkolaborasi dengan klien dan
keluarganya, perawat berkonsul dengan anggota tim perawat kesehatan
lainnya, menelaah literatur yang berkaitan memodifikasi asuhan, dan
mencatat informasi yang relevan tentang kebutuhan perawatan kesehatan
klien dan penatalaksanaan klinik (Potter & Perry, 2010).

10. Implementasi

Setelah intervensi asuhan keperawatan disusun, penulis melakukan


implementasi sesuai jadwal implementasi yang telah direncanakan. Selain itu
penulis juga menyusun implementasi yang tidak ada di intervensi seperti
implementasi untuk mengkaji kondisi emosional kien dan mengontrol
emosinya yang labil dengan cara teknik relaksasi,pencegahan terjadinya jatuh
dengan memberikan bantal pengganjal pada tempat tidur, dikarenakan
penulis melakukanimplementasi tidak pada saat klien tidur, memberi pelatihan
senam stroke pada klien, mengkaji tanda – tanda vital saat melakukan
implementasi, meskipun tidak tercantum didalam intervensi.

11. Evaluasi
Tujuan dan kriteria hasil yang direncanakan pada dua masalah pada
klien dapat tercapai. Beberapa kendala yang dihadapi penulis dalam
pengelolaan kasus dengan prioritas masalah gangguan masalah keamanan
atau perlindungan: risiko jatuh, hal ini terjadi karena beberapa sebab antara
lain: keterbatasannya pengetahuan penulis tentang risiko jatuh, saat
melakukan intervensi ada beberapa keadaan lingkungan yang tidak dapat
dirubah, seperti sekat – sekat yang memungkinkan klien untuk jatuh tidak
dapat disingkirkan begitu saja berhubung sekat yang dibuat itu permanen
dengan menggunakan semen. Namun, kendala yang dihadapi penulis dapat
terselesaikan dengan adanya faktor pendukung. Seperti, memberi tahu
keluarga untuk selalu berada di samping klien saat klien ingin keluar rumah.
Kooperatifnya klien dan keluarga klien saat melakukan pengkajian sampai
evaluasi. Serta dukungan dari teman – teman selama pengelolaan kasus
dilaksanakan.
BAB IV
BIODATA LANSIA

I IDENTITAS LANSIA

Nama : Tn L
Jenis Kelamin :L
Umur : 77 tahun
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Palembang

Tanggal Pengkajian : 1 Juni 2021

II KELUHAN UTAMA
Tn L mengatakan kakinya terasa lemah untuk berjalan,ngilu dan
nyeri,3 tahun yang lalu Tn pernah mengalami operasi prostat ,ketajaman
penglihatan sudah rabun ,Tn L mengatakan Tidak ada menderita penyakit
Hipertensi dan lainnya

III RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG


Tn Mengatakan sekarang penyakit yang dialaminya hanya nyeri
tulang terasa ngilu-ngilu dan lemah jika berjalan,jika berjalan harus
mengunakan tongkat.

IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

A. Penyakit yang pernah dialami : Prostat


B. Pengobatan / tindakan yang dilakukan : Operasi
C. Pernah dirawat / dioperasi : Dirawat dirumah sakit saat
operasi
D. Lama dirawat : .1 Minggu
E. Alergi : Tidak ada

V RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


-  Penyakit keturunan : Di dalam keluarga pasien mengatakan
tidak ada penyakit keturunan seperti
Hipertensi dan Diabetes

- Penyakit menular : di dalam keluarga tidak ada penyakit menular

VI. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL


A. Persepsi pasien tentang penyakitnya : Tn L Mengatakan dengan
penyakit yang dideritanya
merupakan tanda peringatan dari
Allah untuk lebih meningkatkan
ibadahnya
B. Konsep diri
-Gambaran diri : Tn L mengatakan penyakityang diderita adalah ujian dari
Allah
-Ideal diri : Tn L mengatakan ingin sekali bisa berjalan normal
seperti dulu
-Harga diri : Tn Mengatakan Sedih tidak bisa beraktipitas seperti
dulu
- Peran diri : Tn L Adalah seorang kepala keluarga ,tetapi Tn L tidak
bisa lagi mencari uang hanya mengandalkan pemberian
anakl-anaknya
-Identitas : Tn L adalah seorang kepala keluarga yang mempunyai
anak sudah menikah

C.Keadaan emosi : Keadaan emosi Tn L tidak stabil.Tn L Sering tampak


murung dan sedih dengan kondisinya saat ini

D.Hubungan sosial
-Orang yang berarti : Istri dan anak anaknya
-Hubungan dengan keluarga : Tn L membina hubungan yang baik dengan istri
dan anak-anaknya
-Hubungan dengan oranglain : Tn adalah orang yang ramah hubungan dengan
tetanga baik
-Hambatan dalam : Tidak ada.
berhubungan dengan
oranglain

E.Spiritual
-Nilai dan keyakinan : Tn L menganut agama Islam

-Kegiatan ibadah : Tn L Sebelum mengalami lemah berjalan rajin


melakukan ibadah di masjit tapi semenjak susah
berjalan tn L melakukan ibadah hanya dirumah
saja

VII.PEMERIKSAAN FISIK

A.KeadaanUmum
Kesadaran kompos mentis ,GCS : E4 M5 V6,
keadaan umum lemas, lemah, terlihat seperti kelelahan saat selesai
berjalan.

B.Tanda-tanda vital
- Suhu Tubuh : 36 0C.
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg.
- Nadi : 84 x/menit.
- Pernafasan : 24 x/menit.
- TB : 170 cm.

Rambut
- Penyebaran dan Keadaan Rambut : Tipis dan tidak merata
- Warna kulit : Hitam dan putih
- Bau : Tidak

Wajah
- Warna kulit : Hitam
-Kelengkapan dan kesimetrisan : Kedua mata lengkap dan simetris.

-Konjungtiva dan sclera : Konjungtiva tidak anemis dan


sclera berwarna putih.
-Pupil : Hitam dan bulat.
-Kornea dan iris : Kornea transparan dan iris
matajernih.

Hidung
-Tulang hidung dan posisi septum nasi : Simetris dan posisi septumnasi
berada di garis tengah.
-Lubang hidung : Tidak ada sekret atau lendir.
-Cuping hidung : Tidak ada.

Telinga
-Bentuk telinga : Simetris dan kembali setelah
dilipat.
-Ukuran posisi telinga : Simetris.
-Lubang telinga : Normal dan simetris
-Ketajaman pendengaran : Berkurang

Mulut dan Faring


-Keadaan bibir : Bibir tidak pucat, simetris.
-Keadaan gusi dan gigi : Gigi sudah ada yang copot dan berwarna kuning.
- Keadaan lidah : Posisi lidah ditengah, warna merah pucat,

Leher
- Posisi trakhea : Simetris.
- Thyroid : Tidak ada pembengkakan.
- Suara : Nyaring.
- Kelenjar limfe : Tidak ada pembengkakan.
- Vena jugularis : Teraba.
- Denyut nadi karotis : Teraba.

Pemeriksaan Integumen
- Kebersihan : Bersih.
- Kehangatan : Hangat.
- Warna : Tidak pucat
- Turgor : Baik, pada saat dicubit dengan ujung jari kulit
kembali ke posisi semula.
- Kelembapan : Lembab.
- Kelainan pada kulit : Tidak ada.

Pemeriksaan Muskuloskeletal / Ekstremitas


- Kesimetrisan : simetris.
- Kekuatan otot : Baik
POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI

I. Pola makan dan minum


- Frekuensi makan/hari : 3 x sehari.
- Nafsu makan : Baik.
- Nyeri ulu hati : Tidak ada.
- Alergi : Tidak ada.
- Mual dan muntah : Tidak ada.
- Waktu minum : Tn L sering minum air putih dan kopi

II. Perawatan diri/personal hygiene


- Kebersihan tubuh : Bersih.

- Kebersihan gigi dan mulut : Kurang bersih.

- Kebersihan kuku kaki dan tangan : Tidak bersih.

III. Pola kegiatan/aktivitas


Tn L mengatakan Bisa melakukan aktifitas sendiri seperti
makan,Buang Air besar,Mandi dan laian-lain.
IV. Pola eliminasi

1.BAB
- Pola BAB : 2 - 3 x sehari.
- Karakter feses : Lunak.
- Riwayat perdarahan : Tidak ada
perdarahan.
- Diare : Tidak ada.
- Penggunaan laksatif : Tidak ada.

2.BAK
- Pola BAK : Tidak teratur.
- Karakter urine : Kuning keruh.
- Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : Tidak ada.
- Penggunaan diuretik : Tidak ada.
- Upaya mengatasi masalah : Tidak ada.

BAB V
HASIL PENGKAJIAN

Nama : Tn L

Jenis Kelamin : Laki-laki


Umur : 77 Tahun

FORMULIR PENGKAJIAN RESIKO JATUH MORSE PUSKESMAS SUNGAI


LILIN

Tanggal ; Jam :

NO PENGKAJIA SKALA NILAI KET.


N
1. Riwayat jatuh: apakah lansia pernah Tidak 0 0 Tidak
Ya 25
jatuh dalam 3 bulan terakhir?
2. Diagnosa sekunder: apakah lansia Tidak 0 0 Tidak
Ya 15
memiliki lebih dari satu penyakit?
3. Alat Bantu jalan: 15 Ya
- Bed rest/ dibantu perawat 0
- Kruk/ tongkat/ walker 15
- Berpegangan pada benda-benda di 30
sekitar
(kursi, lemari, meja)
4. Terapi Intravena: apakah saat ini Tidak 0 0 Tidak
Ya 20
lansia terpasang infus?
5. Gaya berjalan/ cara berpindah: 10 Kaki
- Normal/ bed rest/ immobile (tidak 0 terasa
dapat bergerak sendiri) lemah
- Lemah (tidak bertenaga) 10
bila
- Gangguan/ tidak normal (pincang/ 20
berjala
diseret)
n
6. Status Mental 0 Menya
- Lansia menyadari kondisi dirinya 0 dari
- Lansia mengalami keterbatasan 15
kondisi
daya ingat
nya
Total Nilai 35

Keterangan:
Nilai 0-24 = tidak
beresiko jatuh
25-50 = risiko
rendah
≥ 51 = risiko tinggi untuk jatuh

Hasil pengkajiam menurut MFS lansia memiliki tingkat resiko jatuh Rendah

Pengkajian Risiko Jatuh Menurut LITTLE SCHIDMY

Mobilitas Tidak bisa 0


bergerak sama
sekali

0
Berjalan tanpa
gangguan

Berjalan/
berpindah
1 1
dengan bantuan
lain

Berjalan dengan
tidak seimbang
dan tanpa alat

bantu.
Status Mental Koma/ tidak 0
merespon

Respons sesuai
0 0
dan waspada

1
Respons tertunda

1
Disorientasi

Toileting Popok 0

Mandiri 1 1

Perlu bantuan 1
untuk BAB/BAK

Mandiri dengan
adanya poliuria
atau diare

Riwayat Jatuh Tidak ada 0 0


Obat

Ya, sebelum 1
admisi

2
Ya, setelah
admisi
1

Antikejang,
diuretik, sedative

Nilai Total 2

Keterangan:

Jika nilai sama dengan atau lebih dari tiga ( ≥ 3), atau berdasarkan diagnosis
klien, atau berdasarkan panduan program pencegahan jatuh maka segera
aktifkan Rencana Pengelolaan Risiko Jatuh Tinggi.

Hasil Dari pengkajian didapat nilai 2 jadi Tn L tidak memiliki resiko jatuh
Tinggi
Pengkajian Bahaya di Rumah
1. Eksterior Rumah

Apakah jalan diluar rumah tidak rata? = Ya, di depan rumah Tn L belum di
semen masih tanah yang tidak rata

Apakah kondisi tangga baik? = Ya, di

Apakah pencahayaan cukup? = Ya,di rumah Tn L mempunyi banyak


jendela sehingga penerangan cukup,dan terdapat lampu disetiap ruangan.

2. Interior Rumah

Apakah semua ruangan, tangga, dan koridor telah diberi pencahayaan


yang cukup dan tidak menyilaukan? = cukup,
apabila lampu dinyalakan.
Apakah tersedia pencahayaan malam? = Tersedia

Apakah karpet telah dipasang dengan aman? = Ya,Karpet terpasang


rapi

Apakah rumah tersebut memiliki lantai kayu? = Tidak, lantai Tn Terbuat


dari semen yang telah dikeramik

Apakah lokasi perabot memungkinkan mobilitas yang baik? = Iya.

Apakah perabot cukup kokoh untuk memberikan dukungan saat bangkit


dan berbaring? = Ya,Perabotan rumah cukup kokoh
Apakah suhu dan kelembapan berada pada kisaran normal? = Iya.

Apakah ada tangga atau pembatas yang mengacam keselamatan? = Tidak

3. Dapur

Apakah tersedian fasilitas cuci tangan? = Ada, di dapur terdapat wastafel.

Apakah area penyimpanan mudah dijangkau? = Ya ,didalam lemari


Apakah ada area bersih untuk penyimpanan dan persiapan makanan? =
Ada, Bersih

4. Kamar Mandi

Apakah tersedia fasilitas cuci tangan? = Ada

Apakah telah dipasang antiselip di bak rendam atau pancuran? =Ada

Apakah klien membutuhkan pegangan didekat bak rendam dan toilet? =


Iya.

Apakah klien membutuhkan dudukan toilet yang ditinggikan? = Iya, klien


memerlukan toilet duduk.

Apakah klien telah membuang obat yang kadaluwarsa? = Iya, klien


membuat obat yang kadaluwarsa

5. Kamar Tidur

Apakah tinggi tempat tidur memungkinkan klien untuk bangkit dan berbaring
dengan mudah?
Ya,Tempat Tidur Tn L tidak terlalu tinggi
Apakah pencahayaan siang dan malam cukup? = Ya,terdapat jendela untuk
siang hari dan lampu pada malam hari
Apakah alas lantai bersifat antiselip? = Ya,lanatai tidak licin
Apakah klien memasang telepon didekat tempat tidur? = Tidak

Tabel 9. Analisa Data dengan Gangguan Keamanan atau Perlindungan :

Risiko Jatuh
No Data Etiologi Masalah
.
1 Ds : Kaki yang terasa lemah Gangguan

Tn L mengatakan Keamanan atau

kakinya terasa lemah Perlindungan :


Lingkungan yang tidak Risiko Jatuh
dan berjalan harus
terorganisasi
mengunakan Tongkat
Do
-Tn L Berjalan
mengunakan tongkat
yang tebuat dari kayu
Jalan di depan rumah yang
-Jalan di depan rumah
tidak rata
yang tidak rata

Gangguan Keamanan

Perlindungan : Risiko

Jatuh
2. Ds: Gangguan muscoluskeletal Hambatan berjalan
-          Klien
mengatakan kaki
terasa lemah dan
ngilu
Do:
-          Klien terlihat
berjalan
mengunakan tongkat
-          Klien terlihat
berjalan berhati- hati
-          Klien terlihat
melindungi dari
lingkungan sekitar
saat berjalan dan
terkadang
berpegangan di
pada benda di
sekitarnya

C.    DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.      Hambatan berjalan berhubungan dengan gangguan muscoluskeletal
2.      Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan (berjalan)
3. Perencanaan

-kaji Lingkungan fisik yang mengakibatkan anacaman keselamatan

-Ajarkan Keluarga untuk mengenal faktor penyebab jatuh dan resiko yang
terjadi bila jatuh

-Anjurkan keluarga untuk meletakan barang-barang yang sering digunakan


klien

-Pantau gaya berjalan saat ambulasi

4. Implementasi
- Mengkaji Lingkungan yang mengakibatkan ancaman keselamat klien

-Mengajarkan Keluarga untuk mengenal faktor penyebab jatuh dan resiko


yang terjadi bila jatuh

-Mengnjurkan keluarga untuk meletakan barang-barang yang sering


digunakan klien

-Memantau gaya berjalan saat ambulasi


6. Evaluasi
Setelah di beri penjelasan tentang resiko jatuh klien mengerti apa yang
harus dilakukan untuk menghindari terjadinya jatuh

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. Jakarta:


EGC

Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi

2012– 2014. Jakarta : EGC.

Hidayat, A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia 2. Jakarta: Salemba

Medika.

Hidayat, A& Uliyah, M.(2012).Buku Ajar Kebutuhan Manusia : Pendekatan

Kurikulum Berbasis KBK. Surabaya: Health Books Publishing.

Maas, M., Buckwalter, K., & Hardy, M. (2014). Asuhan Keperawatan


Geriatrik:

Diagnosa NANDA, Kriteria Hasil NOC & Intervensi NIC. Jakarta: EGC.

Maryinani, Anik. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia. Bogor: IN MEDIA.

Potter, Patricia & Perry, Anne. (2010). Fundamental Keperawatan. Edisi 7.


Buku 2. Singapura: Elsevier.

Rosdahl, Caroline & Kowalski, Mary. (2015). Buku Ajar Keperawatan Dasar.

Edisi 10. Jakarta: EGC.

Wilkinson, & Ahern. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan NANDA,

Intervensi NIC, Hasil Kriteria NOC. Edisi 9. Jakarta: EGC.


.American Nurses Association (ANA) 1986, Standard of Home Care Nursing
Practise, Washington, DC : Author

.Bailon, S.G dan A.S Maglaya 1987, Family Health Nursing : the Proses,
Philippiness : UP College on Nursing Diliman.

Anda mungkin juga menyukai