RENCANA AKSI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
WILAYAH PASCABENCANA GEMPA BUMI DI PROVINSI SUMATERA BARAT
TAHUN 20092011
Kejadian bencana gempabumi mengguncang wilayah Provinsi Sumatera Barat dan
sekitarnya pada tanggal 30 September 2009, pada pukul 17:16:09 WIB. Berdasarkan informasi
dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kekuatan gempa diperkirakan
berkisar 7,6 SR dengan pusat gempa berada pada koordinat 0.84 LS ‐ 99.65 BT pada kedalaman
71 km di dasar laut dan berjarak 57 km arah barat daya Pariaman, Sumatera Barat. Berselang
22 menit kemudian, tepatnya pada pukul 17:38:52 WIB terjadi gempa susulan berkekuatan 6,2
SR. Pusat gempa berada pada koordinat 0.72 LS ‐ 99.94 BT, pada kedalaman 110 km dan
berjarak 22 km arah barat daya Pariaman, Sumatera Barat
Kuatnya gempa yang terjadi juga dirasakan hingga Singapura dan Malaysia, serta di
daerah Sumatera lainya, yaitu Aceh, Jambi, Riau, Bengkulu dan Sumatra Utara.
Berdasarkan data terakhir yang diterbitkan oleh Satkorlak PB Provinsi Sumatera Barat
dan BNPB per tanggal 18 Oktober 2009, jumlah korban jiwa pascabencana gempa bumi di
Selatan Jawa Barat tercatat sebanyak 1.117 jiwa meninggal dunia, 1.214 jiwa korban luka berat,
1.688 luka ringan, serta pengungsi sejumlah 410 jiwa, yang sebagian besar berada di Kabupaten
Padang Pariaman dan Kota Padang. Selain itu, sesuai hasil pemutakhiran data terakhir pada
tanggal 28 Oktober 2009, total jumlah rumah yang mengalami kerusakan sebanyak 249.833
unit dengan rincian: 114.797 unit rumah rusak berat, 67.198 unit rumah rusak sedang dan
67.838 unit rumah rusak ringan. Dampak bencana juga mengakibatkan kerusakan sejumlah
gedung pemerintahan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas perdagangan, hotel dan
gedung/perkantoran keuangan dan perbankan.
Perkiraan kerusakan dan kerugian pascabencana mengindikasikan bahwa
kerusakan dan kerugian terparah terjadi pada komponen perumahan dengan nilai kerusakan
dan kerugian mencapai Rp. 15,41 triliun. Sektor infrastruktur mengalami kerusakan dan
kerugian mencapai Rp. 963 miliar, sektor sosial Rp. 1,52 triliun, sektor ekonomi Rp. 2,3 triliun,
dan lintas sektor (sub‐sektor pemerintahan dan lingkungan) menderita kerusakan dan kerugian
sebesar Rp. 674,6 miliar, sehingga total nilai kerusakan dan kerugian tercatat Rp 20,86 triliun.
Berdasarkan pengkajian kebutuhan pemulihan yang dilakukan melalui koordinasi
dengan pemerintah daerah dan BNPB, total kebutuhan pemulihan pascabencana gempa bumi di
Provinsi Sumatera Barat diperkirakan mencapai Rp 6,41 triliun, dengan rincian Rp 3,16 triliun
diperuntukkan bagi pemulihan perumahan, pemulihan infrastrukur Rp. 661,9 miliar; pemulihan
sarana dan prasarana sosial Rp. 1,268 triliun; pemulihan ekonomi Rp. 189,43 miliar dan lintas
sektor, termasuk didalamnya kantor pemerintahan sebesar Rp. 1,097 triliun.
Potensi bencana alam di wilayah Provinsi Suamtera Barat antara lain adalah gempa
bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, kekeringan, angin topan, gelombang pasang dan
abrasi serta gerakan tanah/longsor. Pembelajaran untuk Provinsi Sumatera Barat yang dapat
diambil dari peristiwa ini adalah belum tersedianya sistem peringatan dini dan pengenalan
terhadap faktor‐faktor penyebab risiko bencana; kurangnya pengetahuan dan kesiapsiagaan
i
masyarakat dalam menghadapi bencana; dan belum tersedianya kerangka kebijakan dan
kelembagaan penanggulangan bencana di daerah.
Kerangka kerja rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah Provinsi Sumatera Barat.
Prinsip pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi mengguna Berdasarkan perkiraan kerusakan
dan kerugian serta pengkajian kebutuhan pemulihan pascabencana di wilayah Provinsi
Sumatera Barat, maka strategi pemulihan akan lebih diprioritaskan pada: (1) Pemulihan
Perumahan dan Prasarana Lingkungan Permukiman; (2) Pemulihan Prasarana Publik;
(3) Pemulihan Sosial; yang difokuskan untuk pemulihan layanan dasar masyarakat serta
pemenuhan layanan bagi kelompok rentan dan miskin; (4) Pemulihan Ekonomi Produktif;
yang bertujuan untuk segera memulihkan kegiatan perekonomian daerah dan masyarakat; dan
(5) Pemulihan Lintas Sektor; terutama membangun kembali dan memperbaiki bangunan
pemerintah guna memulihkan fungsi pelayanan kepada masyarakat.
Dengan pertimbangan skala dan dampak kerusakan yang ditimbulkan, pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi direncanakan akan berlangsung selama 2 tahun anggaran, dimulai
dengan persiapan pada triwulan IV tahun anggaran 2009, selama tahun anggaran 2010 dan
berakhir pada tahun anggaran 2011.
Strategi umum pemulihan pascabencana gempa bumi di wilayah selatan Provinsi
Sumatera Barat ditetapkan dengan memperhatikan: (1) Kondisi sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat; (2) Kelestarian lingkungan hidup dan pengurangan risiko bencana; (3) Manfaat
dan efektivitas bantuan bagi korban bencana alam; dan (4) Lingkup luas wilayah meliputi 12
(duabelas) kabupaten/kota yang terkena dampak bencana gempa bumi di wilayah Provinsi
Sumatera Barat.
Perencanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan nasional yang diatur dalam Undang Undang
Nomor 25 Tahun 2004. Pendanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi bersumber dari
APBN, APBD Provinsi dan APBD Kota/Kabupaten dan masyarakat. Rencana Aksi Rehabilitasi
dan Rekonstruksi merupakan kebijakan yang di‐integrasikan dalam sistem perencanaan
pembangunan nasional dan daerah. Dalam kaitannya dengan mekanisme perencanaan dan
penganggaran pembangunan tahunan, Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi dituangkan
dalam Rencana Kerja Pemerintah untuk penyusunan RAPBN, dan Rencana Kerja Pemerintah
Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk penyusunan RAPBD, sesuai dengan mekanisme dalam
peraturan dan perundang‐undangan.
Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi. Rencana aksi rehabilitasi dan
rekonstruksi yang disusun melalui koordinasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera
Barat dan BNPB akan di tindaklanjuti oleh BNPB untuk ditetapkan melalui keputusan Kepala
BNPB. Sementara pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi adalah Pemerintah Daerah Provinsi
Sumatera Barat melalui dukungan Tim Teknis yang akan dibentuk di tingkat Pusat.
Penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan secara sistematis, terpadu
dan terkoordinasi sehingga kebutuhan untuk memperbaiki sarana dan parasarana di setiap
sektor dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien serta sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Pemantauan penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan sebagai
upaya pengendalian proses rehabilitasi dan rekonstruksi, sedangkan evaluasi pelaksanaan
dilakukan dalam rangka pencapaian standar minimum pelayanan dan peningkatan kinerja
ii
penanggulangan bencana serta sesuai dengan peraturan dan perundang‐undangan. Kegiatan
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang bersumber dari APBN
dilaksanakan oleh Pemerintah, dalam hal ini melalui koordinasi Kementerian Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
dan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB). Untuk sumber pendanaan APBD
Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota maka kegiatan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota wilayah pascabencana.
Kesinambungan pemulihan pascabencana dilaksanakan melalui reformasi kerangka
peraturan penanggulangan bencana ke dalam kerangka pembangunan daerah jangka menengah
dan panjang, dan reformasi kelembagaan penanggulangan sesuai amanat Undang Undang
Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan peraturan perundangan lainnya
yang terkait.
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................................................... ix
DAFTAR DIAGRAM .......................................................................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................................................... I.1
I.2. MAKSUD DAN TUJUAN ............................................................................................................................. I.2
I.3. RUANG LINGKUP ......................................................................................................................................... I.3
I.4. JANGKA WAKTU PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ............................ I.4
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH YANG TERKENA DAMPAK BENCANA .................................. II.1
II.1. LOKASI YANG TERKENA DAMPAK BENCANA .............................................................................. II.2
II.2. STATUS RESIKO ......................................................................................................................................... II.3
II.3. KONDISI PERUMAHAN, SARANA DAN PRASARANA PUBLIK ................................................ II.4
II.4. KONDISI SOSIAL DAN BUDAYA .......................................................................................................... II.7
II.5. KONDISI PEREKONOMIAN ................................................................................................................... II.8
II.6. KONDISI KESIAPAN PEMERINTAH, MASYARAKAT DAN SWASTA ................................... II.13
BAB III GAMBARAN DAMPAK KERUSAKAN ................................................................................................ III.1
III.1. KEJADIAN BENCANA DAN WILAYAH KERUSAKAN ................................................................... III.1
III.2 RESPON TERHADAP KEJADIAN BENCANA.................................................................................... III.2
III.2.1 RESPON PEMERINTAH ........................................................................................................ III.2
III.2.2 RESPON INTERNASIONAL ................................................................................................. III.6
III.3 PENGKAJIAN KEBUTUHAN PASCABENCANA ............................................................................ III.12
III.3.1 PENILAIAN KERUSAKAN DAN KERUGIAN ............................................................... III.13
III.3.2 PENGKAJIAN KEBUTUHAN PEMULIHAN MANUSIA (HUMANITARIAN
RECOVERY NEEDS ASSESSMENT) ............................................................................... III.13
III.4 PERKIRAAN KERUSAKAN DAN KERUGIAN ................................................................................ III.14
III.4.1 SEKTOR PERUMAHAN ...................................................................................................... III.14
iv
III.4.2 SEKTOR INFRASTRUKTUR.............................................................................................. III.15
III.4.3 SEKTOR SOSIAL ................................................................................................................... III.16
III.4.4. SEKTOR PRODUKTIF ......................................................................................................... III.16
III.4.5. LINTAS SEKTOR ................................................................................................................... III.17
III.4.6. DAMPAK BENCANA ............................................................................................................ III.18
DAMPAK TERHADAP PEREKONOMIAN .................................................................... III.18
DAMPAK TERHADAP MATA PENCAHARIAN DAN KETENAGAKERJAAN ... III.20
DAMPAK TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT .............................. III.20
III.5. PENILAIAN KEBUTUHAN PEMULIHAN MANUSIA .................................................................. III.21
BAB IV UPAYA PENGURANGAN RISIKO PADA KONTEKS PASCA BENCANA ................................. IV.1
IV.1. POTENSI BENCANA ALAM DI PROVINSI SUMATERA BARAT ............................................... IV.1
IV.1.1. JENIS BAHAYA ......................................................................................................................... IV.1
IV.1.2. KERENTANAN ......................................................................................................................... IV.4
IV.1.3. KEMAMPUAN ........................................................................................................................... IV.5
IV.2. PEMBELAJARAN DARI PERISTIWA BENCANA GEMPABUMI ................................................ IV.6
IV.3. PERUBAHAN PARADIGMA PENANGGULANGAN BENCANA .................................................. IV.7
IV.3.1. REFORMASI PERANGKAT PERATURAN DAN KELEMBAGAAN .......................... IV.7
IV.3.2. PERENCANAAN PENANGGULANGAN BENCANA ..................................................... IV.9
IV.4. MITIGASI RISIKO BENCANA .............................................................................................................. IV.10
IV.5. KESIAPSIAGAAN ..................................................................................................................................... IV.12
BAB V KERANGKA KERJA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ..................................................... V.1
V.1. PRINSIP DASAR REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ............................................................. V.1
V.2. KEBIJAKAN UMUM REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ..................................................... V.1
V.3. SKENARIO REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ........................................................................ V.3
V.4. RUANG LINGKUP KEBIJAKAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI.................................. V.3
V.5. STRATEGI UMUM REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ...................................................... V.5
V.5.1. STRATEGI UMUM PEMULIHAN PERUMAHAN DAN PRASARANA
LINGKUNGAN PERMUKIMAN ............................................................................................ V.6
v
V.5.2. STRATEGI UMUM PEMULIHAN PRASARANA PUBLIK ............................................ V.8
V.5.3. STRATEGI UMUM PEMULIHAN SOSIAL ........................................................................ V.8
V.5.4. STRATEGI UMUM PEMULIHAN EKONOMI PRODUKTIF ........................................ V.9
V.5.5. STRATEGI UMUM PEMULIHAN LINTAS SEKTOR .................................................... V.10
V.5.6. PENGURANGAN RISIKO BENCANA ............................................................................... V.11
V.6. PENTAHAPAN PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ......................... V.11
V.7. SKEMA PENDANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI .............................................. V.13
BAB VI PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ................................................ VI.1
VI.1. KEBIJAKAN PENDANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI .................................... VI.1
VI.1.1. DANA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PEMERINTAH DAN
PEMERINTAH DAERAH ....................................................................................................... VI.2
VI.1.1. DANA HIBAH ............................................................................................................................ VI.3
VI.2. KEBUTUHAN PENDANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI .................................... VI.4
VI.3. MEKANISME PENDANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ...................................... VI.5
VI.3. KELEMBAGAAN PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ....................... VI.6
VI.4. PENGENDALIAN PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI ........................ VI.7
VI.5. PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN REHABILITASI DAN
REKONSTRUKSI ......................................................................................................................................... VI.7
VI.6. PENGAKHIRAN MASA TUGAS DAN KESINAMBUNGAN PEMULIHAN .............................. VI.9
VI.6.1. PENATAUSAHAAN ASSET REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI .................. VI.10
VI.6.2. PENGAKHIRAN MASA TUGAS ........................................................................................ VI.10
VI.6.3. KESINAMBUNGAN PEMULIHAN PASCA REHABILITASI DAN
REKONSTRUKSI ................................................................................................................... VI.11
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel II.8. Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB atas Dasar Harga Berlaku
(Persen) Tahun 2004‐2008 .................................................................................................... II.10
Tabel II.10. Perkembangan Ekonomi Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005‐2008 ............... II.11
Tabel III.1. Data Korban ................................................................................................................................... III.2
Tabel III.2. Bantuan Tanggap Darurat Bilateral ..................................................................................... III.6
Tabel III.3. Bantuan Tanggap Darurat Multilateral ........................................................................... III.12
Tabel III.5. Data Sebaran Kerusakan Sektor Perumahan ................................................................ III.15
Tabel III.6. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Infrastruktur ........................................ III.15
Tabel III.7. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Sosial ....................................................... III.16
Tabel III.8. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Produktif ................................................ III.17
Tabel III.9. Penilaian Kerusakan dan Kerugian ................................................................................... III.17
Tabel III. 10. Kontribusi sektor terhadap PDB Nasional ..................................................................... III.18
Tabel III. 11. Distribusi Nilai Kerugian ....................................................................................................... III.19
Tabel III.12. Perbandingan Kondisi Kependudukan Sebelum Terjadi Bencana dengan
Jumlah Kerusakan Bidang Perumahan Pasca Gempa Bumi 30 September
2009 di Provinsi Sumatera Barat ....................................................................................... III.22
Tabel V.1. Kerangka pentahapan dan ruang lingkup rehabilitasi dan rekonstruksi ........... V.12
Tabel V.2. Skema pembiayaan rehabilitasi dan rekonstruksi ....................................................... V.15
Tabel V.3. Matriks Strategi dan Pentahapan Pemulihan Pascabencana Gempa Bumi
di Provinsi Sumatera Barat .................................................................................................... V.16
vii
Tabel VI.1. Rekening Menteri Keuangan untuk Penerimaan Bantuan Bencana Alam
Sumatera ......................................................................................................................................... VI.3
Tabel VI.3. Rekapitulasi Kebutuhan Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi ................................. VI.5
Tabel VI.4. Mekanisme pelaporan pemantauan dan evaluasi sumber dana APBN ................ VI.8
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 Intensitas Gempa bumi di Sumatera Barat, 30 September 2009 ......................... I.2
Gambar II.1. Peta Lokasi Gempa Bumi Provinsi Sumatera Barat ................................................. II.3
Gambar III.1. Peta Wilayah Terdampak ................................................................................................... III.1
Gambar IV.1. Tektonik dan sebaran sesar aktif di Indonesia ......................................................... IV.2
Gambar IV.2. Peta Indeks Bahaya Tsunami ........................................................................................... IV.3
Gambar IV.3. Jumlah Kejadian Bencana Alam di Provinsi Sumatera Barat tahun
2002 – 2009 ............................................................................................................................. IV.4
Gambar IV.4 Kedudukan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB)
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Rencana Aksi Daerah Pengurangan
Risiko Bencana (RAD PRB) dalam Konstelasi Sistem Perencanaan
Pembangunan Daerah ...................................................................................................... IV.10
Gambar V.1. Penilaian Kebutuhan Pasca Bencana ............................................................................. V.4
Gambar V.2. Sumber pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi ................................................. V.14
Gambar VI.1. Mekanisme Koordinasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi ........................................ VI.6
ix
DAFTAR DIAGRAM
Diagram II.1. Bagan Alur Basis Data Guna Kepentingan Perencanaan ................................................ II.1
x
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam selang waktu yang tidak lama, bencana gempa bumi kembali mengguncang
wilayah Indonesia dan masih jelas dalam ingatan kejadian gempa bumi berkekuatan 7,3 pada
Skala Richter (SR) yang melanda wilayah Tasikmalaya dan sekitarnya, pada tanggal 2
September 2009 yang lalu. Dalam kurun waktu kurang dari sebulan, tepatnya hari Rabu, 30
September 2009 pukul 17:16:09 WIB, gempa bumi berkekuatan besar kembali mengguncang
wilayah tanah air tepatnya di bagian barat Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan informasi dari
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kekuatan gempa diperkirakan berkisar
7,6 SR dengan pusat gempa berada pada koordinat 0.84 LS ‐ 99.65 BT pada kedalaman 71 km di
dasar laut dan berjarak 57 km arah barat daya Pariaman, Sumatera Barat. Berselang 22 menit
kemudian, tepatnya pada pukul 17:38:52 WIB terjadi gempa susulan berkekuatan 6,2 SR. Pusat
gempa berada pada koordinat 0.72 LS ‐ 99.94 BT, pada kedalaman 110 km dan berjarak 22 km
arah barat daya Pariaman, Sumatera Barat.
Gempa tersebut telah mengakibatkan kerusakan gedung/bangunan dan rumah yang parah
di beberapa wilayah, terutama yang paling dekat dengan pusat gempa. Dampak kerusakan
meliputi kabupaten/kota:
7. Kabupaten Agam
1. Kota Padang
8. Kabupaten Padang Pariaman
2. Kota Padang Panjang
9. Kabupaten Tanah Datar
3. Kota Solok
10. Kabupaten Pesisir Selatan
4. Kota Pariaman
11. Kabupaten Kepulauan Mentawai
5. Kabupaten Pasaman
12. Kabupaten Solok
6. Kabupaten Pasaman Barat
Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman merupakan daerah yang
paling parah terkena dampak gempa bumi. Kuatnya guncangan gempa mengakibatkan banyak
bangunan‐bangunan perkantoran dan rumah penduduk yang mengalami kerusakan. Di samping
itu, kondisi geologis Kota Padang dan sekitarnya yang berada paling dekat dengan pusat gempa
tersusun dari aluvium dan endapan batuan vulkanik berumur kuarter serta batuan sedimen
berumur tersier yang mempunyai sifat lepas, urai, dan belum terkompaksi dengan baik,
sehingga mempunyai sifat memperkuat efek goncangan gempa bumi.
Gambar I.1
Intensitas Gempa bumi di Sumatera Barat, 30 September 2009
Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, ESDM
Gempa terjadi akibat penunjaman lempeng tektonik Samudera Hindia di bawah
lempeng Asia di Pantai Barat Sumatra. Gempa tidak menyebabkan tsunami karena pusat gempa
berada di lokasi yang cukup dalam, sehingga energinya tidak cukup kuat untuk menimbulkan
tsunami. Kuatnya gempa yang terjadi juga dirasakan hingga Singapura dan Malaysia, serta di
daerah Sumatera lainya, yaitu Aceh, Jambi, Riau, Bengkulu dan Sumatra Utara.
Selang sehari pascagempa bumi di Provinsi Sumatera Barat, pada tanggal 1 Oktober
2009, pukul 08.52.29 WIB gempa bumi dengan kekuatan 7,0 SR kembali mengguncang wilayah
Provinsi Jambi. Pusat gempa berada di darat dengan kedalaman 10 km dan berjarak 46 km arah
tenggara Sungai Penuh, Provinsi Jambi. Diperkirakan wilayah terkena dampak paling parah
adalah di wilayah Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Marangin.
I.2. MAKSUD DAN TUJUAN
Buku Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana Gempa Bumi di
Provinsi Sumatera Barat ini disusun sebagai rencana program dan kegiatan untuk:
1. Membangun kesepahaman dan komitmen antara pemerintah pusat, pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dunia usaha, masyarakat, perguruan
tinggi/akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat, dalam membangun kembali
I ‐ 2
seluruh sendi kehidupan masyarakat yang terkena dampak bencana di Provinsi
Sumatera Barat;
2. Menyelaraskan seluruh kegiatan perencanaan rehabilitasi pascabencana gempa yang
disusun oleh pemerintah pusat, dalam hal ini adalah kementerian/lembaga, dan
pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang terkena
bencana di Provinsi Sumatera Barat;
3. Menyesuaikan perencanaan yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD);
4. Memaduserasikan perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana dengan
perencanaan tahunan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota yang dituangkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah, Pusat dan
Daerah;
5. Memberikan gambaran yang jelas kepada pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya
mengenai pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa, sehingga
tidak terjadi tumpang tindih kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi;
6. Mengembangkan sistem dan mekanisme mobilisasi pendanaan dari sumber APBN,
APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten/Kota dan masyarakat secara efisien, efektif,
transparan, partisipatif dan akuntabel, sesuai dengan prinsip tata pemerintahan yang
baik (good governance).
Sedangkan tujuan diterbitkannya Buku Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Wilayah Pascabencana Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat ini adalah:
1. Terbentuknya saling pengertian antara pemerintah pusat dan daerah serta unsur‐unsur
swasta, masyarakat nasional dan daerah agar pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana gempa bumi dapat berlangsung dengan baik;
2. Perencanaan program dan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa
sesuai dengan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
3. Perencanaan dan penganggaran program dan kegiatan, sesuai dan selaras dengan
dokumen perencanaan nasional dan daerah;
4. Perencanaan dan penganggaran yang partisipatif dan konsultatif, yakni program dan
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa telah dikonsultasikan dan memuat
masukan dari dan kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholders);
5. Memudahkan dilakukannya pemantauan dan pengendalian atas kegiatan rehabilitasi
dan rekonstruksi pascabencana gempa;
6. Penggunaan dan pengelolaan sumber dana untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana gempa yang mematuhi prinsip "prudent" (kehati‐hatian) dan
"accountable" (bertanggung‐jawab).
I.3. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi ini meliputi: (1)
Sektor perumahan dan prasarana lingkungan permukiman; (2) Sektor infrastruktur; (3) Sektor
I ‐ 3
sosial; (4) Sektor ekonomi produktif; dan (5) Lintas sektor, yang diuraikan dalam masing‐
masing Bab sebagai berikut:
Bab Pertama Buku Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana
Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat ini berisikan latar belakang, maksud dan tujuan, ruang
lingkup, serta jangka waktu pelaksanaan dari rencana aksi ini.
Bab Kedua berisi gambaran singkat terhadap karakteristik wilayah sebelum bencana,
yang ditinjau dari: (1) kondisi perumahan, sarana dan prasarana; (2) kondisi sosial dan budaya;
dan (3) kondisi perkonomian serta faktor‐faktor lainnya yang mempengaruhi tingkat
kerentanan wilayah dan masyarkat.
Bab Ketiga, memaparkan kondisi wilayah yang terkena dampak bencana yang meliputi:
kejadian bencana, jumlah korban jiwa dan kerusakan rumah dan bangunan serta respon yang
telah dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Dalam Bab ini juga
dipaparkan secara singkat mengenai metode pengkajian kebutuhan pemulihan yang dilakukan,
di antaranya: (1) Metode penilaian kerusakan dan kerugian; (2) metode pengkajian kebutuhan
pemulihan kemanusiaan; (3) Perkiraan kerusakan dan kerugian pada sektor perumahan dan
permukiman, sektor infrastruktur, sektor sosial, sektor ekonomi produktif dan lintas sektor;
dan (4) Dampakbencana gempa bumi terhadap perekonomian daerah dan masyarakat.
Bab Keempat, memaparkan tentang analisis risiko bencana serta upaya‐upaya
penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana di tingkat pemerintah dan
masyarakat, yang ditinjau dari aspek kebijakan, kelembagaan, kapasitas dan ketersediaan
sumberdaya baik dari pemerintah, masyarakat maupun lembaga internasional.
Bab Kelima berisikan penjelasan mengenai strategi pendanaan rehabilitasi dan
rekonstruksi termasuk kebutuhan pendanaan dan ketersediaan alokasi sumber pendanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pascabencana gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat.
Bab Keenam berisikan prinsip, kebijakan dan strategi pelaksanaan rehabilitasi dan
rekonstruksi wilayah pascabencana gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat.
Bab Ketujuh memamparkan tentang manajemen pelaksanaan rehabilitasi dan
rekonstruksi yang meliputi: (1) Kelembagaan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi; (2)
Penatausahaan aset rehabilitasi dan rekonstruksi; (3) Pengakhiran masa tugas; serta (4)
keberlanjutan dan kesinambungan pemulihan pascarehabilitasi dan pascarekonstruksi.
I.4. JANGKA WAKTU PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
I ‐ 4
Pelaksanaan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Gempa Bumi di
Provinsi Sumatera Barat ini mencakup kurun waktu 18 (delapan belas) bulan, dengan mulai
berlakunya sejak tahun anggaran 2009 hingga tahun 2011 dengan mengikuti tahun anggaran
yang berlaku.
Dengan memperhatikan sektor‐sektor yang terkena dampak, kegiatan pemulihan lebih
diprioritaskan pada sektor‐sektor yang mengalami dampak paling parah yang berdampak
signifikan terhadap kehidupan ekonomi dan sosial daerah dan masyarakat. Sebagai gambaran,
berdasarkan penilaian kerusakan dan kerugian serta pengkajian kebutuhan pemulihan, sektor
paling parah terkena dampak adalah perumahan dan prasarana lingkungan permukiman,
kemudian diikuti dengan sektor ekonomi produktif, sektor sosial, sektor infrastruktur dan lintas
sektor lainnya. Sehingga, pada pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa
bumi di Provinsi Sumatera Barat akan lebih difokuskan pada pemulihan sektor perumahan dan
permukiman, diikuti dengan pemulihan dan revitalisasi ekonomi masyarakat dan daerah,
pemulihan sarana dan parasana sosial (pendidikan dan kesehatan), pemulihan sarana dan
prasarana pemerintahan yang diharapkan dapat segera diselesaikan pada tahun anggaran
2010, dengan tujuan:
1. Masyarakat korban bencana gempa dapat segera kembali ke rumah masing‐masing
2. Pelayanan umum dapat segera terselenggara untuk mendukung pemulihan kehidupan
dan kegiatan masyarakat seperti sediakala
3. Untuk mendukung upaya revitalisasi perekonomian daerah.
I ‐ 5
BAB II
GAMBARAN UMUM DAERAH
YANG TERKENA DAMPAK
BENCANA
Evaluasi
Pelaksanaan
Data Dasar Perkiraan
Sebelum Pelaksanaan
Kerusakan dan
Bencana Pemulihan
Kerugian
Perubahan
Kebijakan Rencana Tahapan
Data Sesudah
Bencana Pemulihan Pemulihan
Evaluasi
Perencanaan
Pada penyusunan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana
Gempa Bumi di Provinsi Sumatera Barat ini, disepakati antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah untuk menggunakan data potensi desa Tahun 2007 dan 2008 yang disusun
oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. Sebagai data tambahan, juga digunakan data
yang bersumber dari pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
II.1. LOKASI YANG TERKENA DAMPAK BENCANA
Wilayah kabupaten/kota yang terkena dampak gempa bumi tektonik tersebut meliputi
seluruh wilayah kabupaten/kota di Sumatera Barat, namun kerusakan terparah terjadi di Kota
Padang, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Pesisir Selatan.
Kabupaten Agam yang kondisinya cukup parah terjadi di Kecamatan Tanjung Mutiara
dan Lubuk Basung, Pasaman Barat yakni Kecamatan Kinali dan Tiku kerusakannya parah.
Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang merupakan dua wilayah yang terkena dampak
kerusakan paling parah, gedung dan infrastruktur hancur, serta korban jiwa terbanyak.
Getaran gempa yang menurut USGS mencapai 7,9 SR dirasakan hingga ke sebagian pulau
Sumatera seperti Bengkulu, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Aceh, Riau hingga ke negara
tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Peringatan bahaya tsunami sempat dikeluarkan untuk
wilayah Indonesia, Malaysia, Thailand dan India namun kemudian dicabut oleh Pusat
Peringatan Tsunami Pasifik karena setelah diamati selama satu jam gempa tersebut tidak
memicu timbulnya gelombang tsunami. Berikut adalah sebaran lokasi yang tercatat terkena
dampak gempa bumi di Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009.
II ‐ 2
Gambar II.1.
Peta Lokasi Gempa Bumi Provinsi Sumatera Barat
Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana
II.2. STATUS RISIKO
Ditinjau dari sejarah kegempaan di zona gempa bumi Sumatera Barat, gempa bumi
Padang dan sekitarnya yang terjadi saat ini sebenarnya hanyalah bagian dari sejarah panjang
gempa bumi yang sudah berlangsung sejak masa lampau. Data sejarah gempa bumi kuat dan
merusak di Padang merupakan cerminan dari kondisi tektonik yang merupakan kawasan
seismik aktif dan kompleks.
Sejarah Gempa bumi berdasarkan catatan data sejarah kegempaan, daerah Sumatera
Barat memang sudah berapa kali mengalami gempa bumi merusak. Sejak 1822 hingga 2009
telah terjadi setidaknya 14 kali kejadian gempa bumi kuat dan merusak di Sumatera Barat dan
di antaranya menyebabkan tsunami.
II ‐ 3
Kondisi seismik yang aktif dan kompleks zona gempa bumi Sumatera Barat tersusun
atas dua generator gempa bumi. Pertama, pembangkit gempa bumi berasal dari kawasan barat
Sumatera yaitu zona subduksi lempeng yang berpotensi menimbulkan gempa kuat yang besar
kemungkinan diikuti tsunami. Gempa bumi ‐ gempa bumi yang dipicu oleh aktivitas penyusupan
lempeng sebagian besar hiposenternya berpusat di perairan sebelah barat Sumatera. Hal ini
berkaitan dengan adanya pertemuan lempeng benua di dasar laut. Untuk kawasan Sumatera
Barat, potensi gempa besar justru akibat aktivitas lempeng di zona subduksi yang dicirikan
dengan magnitudonya yang relatif lebih besar.
Generator gempa bumi kedua adalah zona patahan Sumatera atau yang populer dikenal
sebagai Semangko Fault. Semangko Fault merupakan patahan sangat aktif di daratan yang
membelah Pulau Sumatera menjadi dua, membentang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan,
mulai dari Teluk Semangko di Selat Sunda sampai ke wilayah Aceh di utara. Gempa bumi
berkekuatan 7,0 skala Richter yang mengejutkan masyarakat Sungai Penuh pada hari Kamis
(1/10/2009) yang episentrumnya sekitar 160 kilometer dari Kota Padang merupakan gempa
bumi akibat aktivitas Patahan Semangko. Tampaknya pelepasan energi gempa bumi utama
Padang berkekuatan 7.6 skala Richter yang dibangkitkan oleh aktivitas subduksi lempeng
berdampak telah memicu aktivitas sesar di daratan.
Dengan demikian berdasarkan data sejarah gempa bumi di Sumatera, dalam 100 tahun
terakhir, sudah sekitar 20 gempa besar dan merusak terjadi zona patahan ini. Berdasarkan
penelitian, aktivitas gempa bumi di patahan Semangko rata‐rata sekitar 5 tahun sekali.
Meskipun gempa bumi di zona patahan ini magnitudonya relatif kecil, namun dampaknya bisa
sangat berbahaya disebabkan sumbernya di daratan yang berdekatan dengan kawasan
pemukiman.
Dalam status kehidupan ‘’normal”, masyarakat Sumbar harus mewaspadai adanya
ancaman gempa tektonik besar yang sangat dikhawatirkan akan terjadi, di mana oleh para
pakar geologi dikatakan berpotensi untuk menimbulkan tsunami yang sangat berbahaya bagi
pemukiman padat penduduk yang terletak di sepanjang pantai Barat pulau Sumatera, terutama
Provinsi Sumbar dan Bengkulu.
Lokasi pusat gempa tanggal 30 September 2009 yang terletak 52 km dari kota Padang
arah Barat Daya Pariaman, mengindikasikan bahwa gempa ini bukanlah gempa besar
dimaksud, yang seharusnya memiliki epicentrum yang terletak di patahan tektonik benua
yang terletak sebelah Barat kepulauan Mentawai. Inilah segmen patahan yang sampai saat ini
dideteksi belum melepaskan energi luar biasa yang dihimpunnya selama 200‐300 tahun
terakhir. Inilah sumber gempa sebenarnya terjadi pada tahun 1797 dan 1833 yang lalu yang
menurut catatan sejarah dan jejak yang ditinggalkannya menimbulkan gelombang tsunami
besar yang menghantam pantai barat Sumatera Barat dan Bengkulu.
II.3. KONDISI PERUMAHAN, SARANA DAN PRASARANA PUBLIK
Kondisi prasarana publik secara umum di Provinsi Sumbar memiliki jaringan prasarana
transportasi yang memadai seperti jaringan jalan raya, pelabuhan pada beberapa kota yang
terletak di tepi Samudera Indonesia itu, bandar udara seperti Bandar Udara Internasional
Minangkabau (BIM), Pangkalan Angkatan Udara Tabing, Lapangan Terbang Perintis Rokot
(pulau Sipora), dan airstrip Simpang Empat yang pernah dibangun tapi tidak pernah digunakan.
II ‐ 4
Pelabuhan laut antara lain terdapat di Padang (Teluk Bayur dan Bungus), Air Bangis, dan Tiku,
dan beberapa pelabuhan di kepulauan Mentawai (Siberut, Tuapejat, Sioban, Sikakap).
Jaringan jalan Sumbar sebagian berupa jalan di daerah pegunungan (mountainous
road), daerah perbukitan (hilly road), dan sebagian lagi terdapat di daerah pedataran. Sebagian
pula dari jalan di daerah pedataran ini merupakan jalan dengan alignment/route yang
menyusuri sepanjang garis pantai dengan jarak yang relatif dekat antara badan jalan dan bibir
pantai yang bervariasi. Tiga buah lapangan terbang : Bandara Minangkabau, Tabing, dan Rokot
yang disebutkan di atas berjarak relatif sangat dekat ke pantai yang menghadap ke Samudera
Indonesia. Lapangan terbang terdekat ke Sumbar adalah bandara Jambi, Pekanbaru, Bengkulu,
dan lapangan perintis di Sibolga (Pinagsori).
Dalam keadaan normal, secara umum seluruh prasarana transportasi tersebut berada
dalam kondisi “sedang” sampai “baik”. Hampir seluruh prasarana transportasi ini berfungsi
melayani angkutan manusia dan barang yang sangat penting bagi denyut kehidupan dan
ekonomi wilayah Sumbar sendiri dan wilayah sekitarnya. Namun usai bencana gempa bumi 30
Septemebr 2009, kota Padang menjadi kota mati karena padamnya bekalan arus listrik,
telekomunikasi terganggu. Selain itu fasilitas umum seperti Pasar Raya Padang sebagian
terbakar dan runtuh, sejumlah gedung perkantoran termasuk hotel/penginapan, rumah sakit
seprti RS M. Jamil, dan beberapa pusat perbelanjaan turut runtuh, sehingga banyak yang
terjebak di dalam reruntuhan bangunan. Proses evakuasi korban yang sebagian besar diduga
masih tertimbun reruntuhan gedung dan pertokoan cukup mengalami kendala karena kondisi
peralatan yang terbatas, akses jalan ke Sumatera Barat terputus, kondisi gelap dan diguyur
hujan deras selama beberapa hari pascagempa. Jalan lintas yang menghubungkan Kota Padang
dengan Panjangpanjang terputus akibat longsornya tebing bukit di jalur lintas itu. Selain itu
jalur Bukittinggi‐Medan hingga Bengkulu juga terputus. Tidak ada kendaraan yang bisa lewat
pada beberapa hari setelah waktu gempa. Di Padang pariaman banyak ruas jalan terputus
karena longsor.
Tidak hanya jalan‐jalan yang retak dan tertutup longsor, rumah penduduk pun terlihat
banyak yang roboh seperti terlihat di Kabupaten Padang Pariaman. Di Padang Panjang, jalan
tertutup longsor berada di Selaying Bawah dekat lokasi air terjun hingga pasar Padang Panjang
sepanjang kurang lebih 10 kilometer. Akses jalan lain menuju ke Padang seperti melalui
Maninjau Kabupaten Agam pun juga tidak luput dari longsor, kondisi jalannya rusak parah.
Sekitar 85 persen infrastruktur di Sumatera Barat rusak akibat gempa (Sumber : Dinas
Prasarana Jalan Sumbar, 19 Oktober 2009). Dari data Satkorlak Penanggulangan Bencana
Sumbar, tercatat untuk jalan sebanyak 178 unit yang mengalami rusak berat, 63 unit rusak
sedang dan 51 unit rusak ringan. Sedangkan jembatan yang mengalami rusak akibat gempa
sebanyak 68 buah yang terdiri dari 21 buah rusak berat, 30 buah rusak sedang, serta 17 rusak
ringan. Empat titik kerusakan jalan yang parah di wilayah Padang Pariaman dan satu titik di
jalur Padang‐Solok Kilometer 18 mendesak untuk diperbaiki. Kerusakan empat titik jalan di
wilayah Padang Pariaman relatif akan mengganggu pengiriman bantuan dan aktivitas
pemulihan serta tahap rekonstruksi di sejumlah wilayah pedalaman di kabupaten tersebut.
Empat titik tersebut semuanya terletak di Kecamatan V Koto Timur, yang menuju ke arah
Nagari Padang Alai serta Patamuan. Dua wilayah yang menjadi area terparah dampak gempa
dan saat ini sebagian besar warganya masih dalam pengungsian. Di Jalur Padang‐Solok di Km 18
juga mengkhawatirkan. Jalur ini merupakan jalan nasional yang menghubungkan Padang
dengan Kabupaten Solok serta kabupaten‐kabupaten lain di wilayah tenggara.
II ‐ 5
Gempa juga merusak fasilitas pendidikan. Sebanyak 1.384 bangunan sekolah rusak
berat, 1.018 rusak sedang, dan 744 rusak ringan. Selain itu, gempa mengakibatkan 237 kantor
pemerintah rusak berat, 78 rusak sedang, dan 73 rusak ringan. Sebanyak 168 jalan rusak berat,
65 rusak sedang, dan 26 rusak ringan. Begitu pula dengan jembatan, sebanyak 16 jembatan
rusak berat, 28 rusak sedang, dan lima rusak ringan. Sebanyak 40 unit saluran irigasi rusak
berat, 24 rusak sedang, dan 22 rusak ringan.
Gempa berkekuatan sebesar 7,9 pada skala Richter tidak hanya berdampak terbatas
pada sebagian besar jaringan jalan, bandar udara, dan pelabuhan, ternyata gempa ini
mengakibatkan terjadinya longsoran hebat pada sejumlah bukit yang antara lain mampu
mengubur 3 buah desa yang terletak di kaki sebuah perbukitan. Longsoran ini juga
menimbulkan keretakan dan amblesnya beberapa badan jalan (bukan jalan Negara dan
Provinsi). Dinding perbukitan di pinggiran Danau Maninjau juga mengalami keruntuhan yang
hebat di banyak tempat.
Longsoran dan keruntuhan cukup parah terjadi di banyak lokasi seperti ini belum
pernah terjadi pada gempa‐gempa sebelumnya di Sumbar. Getaran gempa yang merusak
kekokohan dan stabilitas lereng ini diperburuk oleh kondisi hujan lebat yang terus mengguyur
Sumbar pada hari‐hari awal pascagempa tersebut.
Menurut para pakar, jika gempa 30 September 2009 di Sumatera Barat terjadi dengan
kekuatan di atas 8.0 pada skala Richter maka akan berpotensi menimbulkan kelongsoran yang
benar‐benar perlu diwaspadai, karena sebagian jaringan jalan di Sumatera Barat adalah berupa
jalan pegunungan (mountainous road) dan jalan yang terletak di daerah perbukitan (hilly road)
seperti jalan melintasi lembah Anai, jalan Padang‐Solok, Lubuk Selasih‐Muara Labuh,
Bukittinggi‐Maninjau, Matur‐Lubuk Basung, Payakumbuh‐Batas Riau, sebagian jalan Lintas
Sumatera, dan lain‐lain. Apabila badan jalan dari sejumlah jalan yang terletak di kawasan
pegunungan dan perbukitan ini kemudian runtuh akibat getaran gempa yang hebat, sejumlah
daerah bencana di Sumbar (terutama kota Padang) berpotensi untuk menjadi terisolir dan
menghambat langkah pertolongan pertama yang punya arti sangat penting dalam suatu langkah
penyelamatan.
Meski gempa tersebut tidak menimbulkan bencana tsunami, namun Sumatera Barat
sangat berpotensi akan terjadi gempa besar diikuti oleh tsunami sebagaimana yang
dikhawatirkan. Masalahnya adalah jalan raya terletak hampir di sepanjang bibir pantai
Sumatera Barat. Bandara Minangkabau dan Tabingpun hanya berjarak kurang dari 2 km dari
bibir pantai yang menghadap ke Samudera Indonesia, sebagaimana halnya juga dengan
pelabuhan Telukbayur, Airbangis, dan lain‐lainnya. Pelabuhan sepanjang pantai Barat inipun
juga berpotensi untuk mengalami kerusakan yang parah dan tidak dapat berfungsi.
Kondisi umum transportasi seperti itu perlu dicermati karena apabila bandara
Minangkabau dan Tabing mengalami kerusakan dan tidak dapat berfungsi, maka lapangan
terdekat yang dapat digunakan adalah bandar udara Pekanbaru, Jambi, Pinangsori, dan
Bengkulu yang berlokasi cukup jauh. Apabila jalan pantai ini putus dihantam misalnya sebutlah
oleh gelombang tsunami di sejumlah tempat, sejumlah lokasi kota/desa berpenduduk padat
yang terletak di sepanjang pantai maka akan sangat berpotensi menjadi kawasan bencana atau
akan terisolir dari dunia luar. Dengan gempa yang terjadi pada 30 september 2009 yang
menimbulkan kerusakan prasarana transportasi yang cukup besar tersebut, sejumlah kawasan
bencana akan menjadi terisolir dan mengakibatkan bantuan awal akan mengalami kesulitan
untuk mencapai para korban yang sangat memerlukan pertolongan segera.
II ‐ 6
Kondisi lain yang harus diperhitungkan adalah apabila terjadi tsunami, perlu dicermati
kondisi Sungai Batang Arau sebelum Muaro di mana alirannya bercabang melalui Banda Buek
yang melingkari bagian Timur kota Padang untuk kemudian kembali berbelok menuju laut.
Sejumlah jalan menuju daerah yang lebih tinggi di Timur kota harus menyeberangi sungai‐
sungai tersebut. Ke arah Utarapun ada sungai yang menuju ke laut. Tsunami Aceh 2004
menunjukkan bahwa gelombang tsunami masuk ke tengah kota Banda Aceh justru melalui
sungai yang meliwati tengah kota tersebut. Apa yang terjadi apabila ancaman tsunami datang di
Sumatera Barat yang secara tiba‐tiba melambung langsung masuk melalui sungai‐sungai yang
melingkari kota Padang tersebut dan merusak jembatan‐jembatan di sepanjang aliran sungai
tersebut (antara lain jembatan Siti Nurbaya). Bagaimana kemudian nasib pengungsi yang
sedang berjuang menuju tempat‐tempat yang tinggi yang melalui jembatan di atas sungai‐
sungai tersebut menuju ke arah di bagian Timur Padang (Indarung, Gunung Padang, Limau
Manih, dll) yang terpaksa terhenti akibat jembatan yang terlebih dahulu putus akibat terjangan
tsunami.
II.4. KONDISI SOSIAL DAN BUDAYA
Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk/Number of Population
Perempuan/
Regency/Municipality Lakilaki/Male Jumlah/Total
Female
Kabupaten/ Regency
Mentawai 35.418 31.799 67.217
Pesisir Selatan 214.715 221.245 435.960
Solok 176.588 174.927 351.515
Swl/Sijunjung 97.625 99.981 197.606
Tanah Datar 160.464 174.668 335.132
Padang Pariaman 178.687 205.849 384.536
Agam 213.520 214.825 428.345
Lima Puluh Kota 164.114 165.407 329.521
Pasaman 124.367 128.781 253.148
Pasaman Barat 166.096 161.692 327.788
Dharmasraya 89.279 86.294 175.573
Solok Selatan 64.716 65.642 130.358
Kotamadya/ Municipality
Padang 406.368 431.822 838.190
Solok 29.137 27.983 57.120
II ‐ 7
Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk/Number of Population
Perempuan/
Regency/Municipality Lakilaki/Male Jumlah/Total
Female
Sawahlunto 26.419 27.494 53.913
Padang Panjang 24.748 27.269 52.017
Bukit Tinggi 51.336 52.942 104.278
Payakumbuh 54.516 50.532 105.048
Pariaman 33.539 36.960 70.499
Sumatera Barat 2.311.652 2.386.112 4.697.764
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Barat, 2008
Dari data Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana alam (Satkorlak PB
Sumbar) hingga Kamis (8/10/2009), tercatat sebanyak 242 warga Sumbar yang hilang, 784
meninggal, 867 luka berat, 1.374 luka ringan, dan 410 warga mengungsi. Akibat gempa,
sebanyak 122.964 rumah penduduk rusak berat, 58.457 rusak sedang, dan 59.186 rusak ringan.
Dari aspek kebudayaan Sumatera Barat, sebanyak tiga Rumah Gadang yang selama ini
menjadi bagian dari cagar budaya Kota Pariaman, Sumatera Barat, juga tidak luiput dari
kerusakan karena kondisinya yang rusak parah akibat gempa. Hal ini diketahui dari hasil Tim
Survei Kerusakan Benda Cagar Budaya (BCB) Pascagempa Koordinator Crisis Center
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Sumbar Selasa (6/10/2009) yang menyebutkan
sejumlah rumah gadang cagar budaya di Pariaman rusak akibat gempa.
Hasil tim survei ini juga menemukan bahwa bangunan cagar budaya di Kota Padang
umumnya dalam kondisi rusak berat. Di lima kawasan Kota Padang yakni Batang Arau, Pasar
Mudi, Pasar Malintang, dan Pasar Gadang kerusakan bangunan BCB rata‐rata sekitar 80 persen.
Sedangkan di kawasan Pasar Batimpuk, bangunan BCB yang rusak hanya sebagian. Kerugian
yang ditanggung akibat kerusakan itu ditaksir hampir Rp 1 miliar di luar kerugian immaterial
mengingat benda cagar budaya tersebut merupakan bagian dari aset bangsa yang tidak ternilai
harganya.
Kelima kawasan yang disurvei tersebut merupakan daerah yang mempunyai tinggalan
bangunan BCB di masa Kolonial Belanda sekitar 50 unit bangunan. Umumnya, kerusakan terjadi
pada struktur bangunan. Gedung Perpustakaan dan Arsip Nasional Sumbar juga dilaporkan
dalam kondisi rusak berat bahkan ambruk. Bangunan lain yang juga menyimpan berbagai
koleksi sejarah yakni Museum Adityawarman mengalami rusak ringan bagian belakang
sedangkan Taman Budaya Sumbar rusak di bagian luar.
II.5. KONDISI PEREKONOMIAN
Sumatera Barat memiliki potensi ekonomi yang cukup banyak. Perairan pantai barat
serta kawasan Kepulauan Mentawai memiliki banyak kehidupan laut yang memiliki nilai
ekonomi tinggi. Nelayan dapat menangkap beragam jenis ikan di kawasan ini. Ikan kerapu,
udang, rumput laut, kepiting, dan mutiara merupakan beberapa hasil perikanan laut andalan.
Daerah pesisir pantai, terutama kawasan Kepulauan Mentawai menghasilkan banyak kelapa. Di
II ‐ 8
daerah perbukitan dan pegunungan terdapat perkebunan karet, cengkeh, dan lada. Kawasan
pegunungan yang ditutupi hutan juga menghasilkan kayu. Medan yang berat karena banyaknya
lereng perbukitan atau pegunungan yang curam merupakan tantangan utama pengembangan
sektor pertanian dan perkebunan di provinsi Sumatera Barat ini.
Potensi bahan tambang di Sumatera Barat terdiri dari golongan A, B dan C. Bahan
tambang golongan A, yaitu batu bara terdapat di Kabupaten Sijunjung dan Kota Sawahlunto.
Sedangkan Bahan tambang golongan B yang terdiri dari air raksa, belerang, pasir besi, tembaga,
timah hitam dan perak menyebar di wilayah kabupaten Sijunjung, Solok, Lima Puluh Kota,
Pasaman, dan Tanah Datar. Bahan tambang golongan C menyebar di seluruh kabupaten kota di
Sumatera Barat, sebagian besar terdiri dari pasir, batu dan kerikil sedangkan di Padang
Pariaman terdapat obsidian dan batu andesit. Salah satu yang telah banyak memberi manfaat
bagi Sumatera Barat adalah batuan kapur sebagai bahan dasar industri semen. PT Semen
Padang di Padang telah memanfaatkan kekayaan alam Sumatera Barat ini selama puluhan
tahun. Batu kapur banyak terdapat di sekitar Padang, daerah sekitar Danau Singkarak dan
Padang Panjang. Di Padang Panjang saja, deposit batu kapur yang dapat dieksploitasi mencapai
43 juta ton.
Industri Sumatera Barat didominasi oleh industri skala kecil dan rumah tangga. Jumlah
unit industri sebanyak 47.819 unit, terdiri dari 47.585 unit industri kecil dan 234 unit industri
besar menengah, dengan perbandingan 203 : 1. Pada tahun 2001 investasi industri besar
menengah di Sumatera Barat mencapai Rp 3.052 milyar, atau 95,60% dari total investasi,
sedangkan industri kecil investasinya hanya Rp. 1.412 milyar atau 4,40% saja dari total
investasi. Nilai produksi industri besar menengah Sumatera Barat mencapai Rp. 1.623 milyar,
yaitu 60 % dari total nilai produksi, dan nilai produksi industri kecil hanya mencapai Rp. 1.090
milyar, atau 40% dari total nilai produksi. Pada negara‐negara maju seperti Amerika Serikat dan
Eropa Barat sumbangsih dari industri kecil ini dapat mencapai 80% dari total nilai produksi.
Sumatera Barat juga kaya akan sumber air yang melimpah juga telah banyak memberi
manfaat bagi pembangunan daerah ini. Perairan danau Singkarak dan Maninjau telah lama
dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga air. Sumber air ini juga memiliki potensi besar
untuk diolah dan dikemas menjadi air mineral.
Selain itu, dari bidang pariwisata terdapat keindahan alam dan budaya Minangkabau di
propinsi Sumatera Barat sudah terkenal dan mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai
objek pariwisata. Umumnya tiap kabupaten dan kota di Sumatera Barat mempunyai obyek
pariwisata minimal satu kategori yang potensi untuk dijadikan daerah tujuan wisata alam dan
budaya. Kategori dari obyek pariwisata ini dapat berupa obyek pemandangan alam dari pantai
seperti Teluk Bayur, wilayah pegunungan yang sangat mempesona, danau, ngarai dan lembah
atau obyek kebudayaan. Tujuan wisata budaya di Sumatera Barat mempunyai prospek yang
tinggi untuk dikembangkan, di mana kekayaan budaya Minangkabau seperti rumah Gadang
maupun kebudayaan suku Mentawai termasuk salah satu yang unik di nusantara dan dapat
menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Provinsi Sumatera Barat memiliki berbagai jenis daearah dan tempat wisata antara lain:
Danau Singkarak (terbesar di Sumatera Barat), Danau Maninjau, Danau Kembar, Ngarai Sianok,
Lembah Anai, Lembah Harai maupun pulau Cubadak.
Tidak kalah penting dengan sektor sebelumnya, di mana untuk sektor UKM, pengalaman
selama krisis ekonomi telah memberikan isyarat kepada kita semua, bahwa usaha kecil dan
II ‐ 9
menengah yang didukung oleh sumber daya lokal (daerah) terutama di bidang pertanian dan
industri kecil mempunyai daya resistensi terhadap pengaruh dampak krisis ekonomi, sehingga
relatif mampu bertahan dibandingkan usaha skala besar yang menggunakan komponen bahan
baku dari impor. Di samping itu usaha skala kecil merupakan lapangan usaha yang menjadi
sumber pendapatan dari sebagian besar penduduk Sumatera Barat, yaitu mencapai sekitar 80 %
dari rumah tangga yang ada di daerah ini. Namun karena permasalahan yang dihadapinya dalam
mengembangkan usaha seperti keterbatasan modal, penguasaan teknologi dan pemasaran,
menyebabkan sebagian besar usaha skala kecil ini belum mampu mengangkat pendapatan
pelakunya ke tingkat yang lebih layak untuk dapat memenuhi kebutuhan‐kebutuhan hidupnya.
Sektor pertanian masih merupakan sektor yang paling dominan dalam perekonomian
Sumatera Barat. Hampir seluruh Kabupaten mencatatkan peranan sektor pertaniannya rata‐
rata lebih dari 30 persen. Sedangkan di daerah Kota sektor yang menjadi andalan adalah sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Angkutan dan Telekomunikasi dan sektor Jasa‐Jasa.
Kontribusi sektor industri pengolahan dalam pembentukan PDRB Sumatera Barat dalam lima
tahun terakhir mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 mengalami penurunan dari 12,25 persen
tahun 2004 menjadi 11,38 persen pada tahun 2005. Mulai tahun 2006 ‐ 2008 mengalami
peningkatan menjadi 11,42 persen; 12,01 persen; 12,11 persen. Peningkatan ini signifikan
dengan meningkatnya subsektor industri kecil, barang dari kulit dan alas kaki yang merupakan
penyumbang terbesar yaitu sebesar 4,78 persen pada tahun 2007, naik menjadi 4,85 persen
pada tahun 2008, dan sub sektor semen dan barang galian bukan logam yang kontribusinya
naik 2,70 persen tahun 2007 menjadi 2,81 persen pada tahun 2008. Sub sektor makanan,
minuman, dan tembakau yang merupakan penyumbang kedua terbesar dalam pembentukan
sektor industri, tahun 2008 ini kontribusinya turun dari 3,08 persen tahun 2007 menjadi 3,06
persen pada tahun 2008.
Tabel II.8.
Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB atas Dasar
Harga Berlaku (Persen) Tahun 20042008
Sampai tahun 2008 struktur perekonomian Sumatera Barat masih di dominasi oleh tiga
sektor utama yakni sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa‐jasa.
Peranan sektor‐sektor tersebut secara total melebihi 57 persen. Pada tahun 2004 peranan
II ‐ 10
sektor pertanian 24,27 persen, tahun 2005 kembali meningkat menjadi 25,59 sedangkan dari
tahun 2006 hingga tahun 2008 kembali menurun menjadi 25,26 persen tahun 2006, 24,67 pada
tahun 2007, dan 24,46 pada tahun 2008. Kontribusi terbesar diberikan oleh sub sektor tanaman
bahan makanan, terutamanya padi yang merupakan produk utama Sumatera Barat. Sektor
perdagangan, hotel dan restoran yang merupakan penyumbang kedua terbesar dalam
pembentukan PDRB Sumatera Barat. Pada tahun 2004 kontribusinya sebesar 18,80 persen
mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi 17,46 persen, dan kembali menurun pada
tahun 2006 menjadi 16,96 persen. Pada tahun 2007 hingga tahun 2008 mulai menunjukkan
peningkatan menjadi 17,34 persen tahun 2007 dan 17,74 persen tahun 2008.
Sektor jasa‐jasa yang menjadi penyumbang ketiga terbesar dalam pembentukan PDRB
Sumatera Barat. Namun pada tahun 2005 kontribusinya mengalami penurunan dari 16,87
persen tahun 2004 menjadi 16,31 persen tahun 2005. Pada tahun 2006 hingga 2007
kontribusinya juga kembali mengalami penurunan menjadi 15,79 persen pada tahun 2006
turun menjadi 15,64 persen pada tahun 2007. Sedangkan pada tahun 2008 ini mengalami
sedikit peningkatan menjadi 15,68 persen. Di samping ketiga sektor di atas, sektor lainnya yang
cukup besar peranannya adalah sektor industri pengolahan dan sektor pengangkutan dan
komunikasi yang dalam kurun waktu lima tahun terakhir mencapai kisaran di atas 11 persen.
Pada tahun 2008 peranan sektor industri pengolahan tercatat sebesar 12,11 persen sementara
sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 15,02 persen.
Tabel II.10.
Perkembangan Ekonomi Provinsi Sumatera Barat Tahun 20052008
PDRB Sumbar, harga
1. 44.67 53.03 59.79 71.21
berlaku (Rp.Trilyun )
PDRB Perkapita, harga
2. 9.783,91 11.448,15 12.908,03 14.950,0
berlaku (Rp. 000)
Pendapatan Regional
3. 9.022,74 10.557,30 11.689,47
Perkapita, harga berlaku
Laju Pertumbuhan
4. 5,73 6,14 6,34 6,41*
Ekonomi (%)
5. PMDN ( Rp.Miliar) 607,06 234,86 780,00
6. PMA ( US$ juta) 85,57 87,42 58,00
7. Nilai Ekspor ( US$ juta) 884,89 1.142,99 1.250,00
8. Nilai Impor ( US$ juta ) 60,08 95,58
Inflasi (%), sampai
9. 20,47 8,06 5,30 12,45
Nov.2008
II ‐ 11
Tabel II.11.
Data Peningkatan Kesempatan Kerja Sektoral di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 20052008
TAHUN
USAHA PARIWISATA
2005 2006 2007 2008
Pertanian 824.940 542.538 596.792 656.471
Pertambangan 13.671 12.494 13.792 15.171
Indutri pengolahan 122.476 65.753 72.328 79.560
Listrik, gas dan air 5.169 3.071 3.378 3.715
Bangunan 61.862 62.788 69.067 75.973
Perdagangan, hotel dan
139.881 162.105 178.316 196.147
Restoran
Angkutan dan komunikasi 83.171 80.364 88.400 97.240
Keuangan 15.405 9.741 10.715 11.786
Jasa ‐ jasa 209.041 119.964 131.960 145.156
Lainnya 1.666 ‐ ‐ ‐
Kondisi perekonomian Sumatera Barat pascagempa bumi, terlihat kegiatan ekonomi
masyarakat sempat terganggu akibat rusaknya pasar rakyat. Tercatat, 37 pasar rusak berat, 22
rusak sedang, dan 22 rusak ringan. Namun selang beberapa hari, pihak Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, fungsi‐fungsi vital di Sumbar yang sempat
terganggu akibat gempa sudah mendekati normal.
Berdasarkan pengalaman gempa bumi di Sumatera Barat pada 2006, kawasan ini
memiliki kemampuan yang cepat memulihkan perekonomian akibat bencana alam. Sebab
kawasan Sumatera Barat dinilai memiliki potensi ekonomi yang masih cukup besar untuk terus
tumbuh. Sejak Tahun 2003, perekonomian Sumbar selalu tumbuh di atas lima persen apabila
tidak terjadi gempa, karena Sumatera Barat berpotensi tumbuh sehingga bentuk penanganan
yang cepat akan memperkecil dampak negatif dari gempa. Berdasarkan data Tahun 2006 di
mana terjadi gempa di kawasan ini, pada triwulan III 2006 setelah terjadi gempa, pertumbuhan
ekonomi Propinsi Sumbar anjlok menjadi ‐9,6 persen. Namun pada kuartal IV 2006,
pertumbuhan propinsi ini langsung positif 5,5 persen setelah penanganan yang sigap dari
pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan juga pemerintah daerah kabupaten dan kota. Hal ini
membuat pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumbar masih positif 2,1 persen meski lebih rendah
dibanding 2005 yang mencapai 5,7 persen. Sedangkan pada 2007, pertumbuhan ekonomi
Sumatera Barat melejit 10,5 persen.
II ‐ 12
II.6. Kondisi Kesiapan Pemerintah, Masyarakat dan Swasta
Pemerintah daerah dan masyarakat telah menyadari potensi bencana luar biasa itu, dan
sejumlah langkah yang merupakan bagian dari mitigasi bencana telah dilakukan. Sejumlah
peralatan modern yang dapat secara dini menangkap sinyal gempa dan mengirimkannya ke
sejumlah stasiun meteorologi dan geofisika dalam dan luar negeri telah dipasang, sejumlah
pamflet telah dibuat dan disosialisasikan kepada penduduk di kawasan yang terancam bencana,
jalur evakuasi telah ditetapkan, latihan evakuasi telah diadakan beberapa kali, dan lain
sebagainya.
Bentuk kesiapan para pemangku kepentingan ini dapat dilihat dan disimpulkan dari
peristiwa Gempa Sumbar 30 September 2009 yang baru berlalu. Gempa ini secara aktual dapat
mengungkapkan kesiapan semua pihak dalam menghadapi bencana sebesar ini. Dengan
keruntuhan sejumlah besar bangunan, baik yang berupa bangunan pribadi sampai pada yang
berupa perkantoran dan fasilitas publik, ternyata walau sudah ada peraturan menyangkut
bangunan (building code) telah tersedia, namun isi peraturan tersebut tampaknya belum
dipenuhi atau difahami oleh sebagian masyarakat sebagaimana semestinya.
II ‐ 13
BAB III
Gambaran Dampak Kerusakan
III.1. Kejadian Bencana dan Wilayah Kerusakan
Gempa bumi kembali menguncang wilayah Sumatera Barat tanggal 30 September 2009
bencana. Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa
utama yang mengguncang Sumatera bagian Barat tersebut terjadi pada hari Rabu sore, 30
September 2009, pada pukul 17:16:09 WIB dengan kekuatan gempa mencapai 7,6 Scala Richter
(SR). Pusat gempa berada pada koordinat 0.84 LS ‐ 99.65 BT, pada kedalaman 71 km, berjarak 57
km di barat daya Pariaman, Sumatera Barat. 22 menit kemudian, pada pukul 17:38:52 WIB terjadi
gempa susulan dengan kekuatan mencapai 6,2 SR, dengan pusat gempa berada pada koordinat 0.72
LS ‐ 99.94 BT, pada kedalaman 110 km dan berjarak 22 km barat daya Pariaman, Sumatera Barat.
Gambar III.1.
Peta Wilayah Terdampak
Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Akibat gempabumi tersebut telah menimbulkan korban jiwa serta korban luka di 12
wilayah kabupaten/kota yang meliputi: Kota Padang, Kota Pariaman, Kota Solok, Kota Padang
Panjang, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Mentawai, Kabupaten
Agam, Kabupaten Solok, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kabupaten Pesisir
Selatan. Total keseluruhan korban jiwa mencapai 1.117 orang meninggal, 1.214 orang luka berat,
1.688 orang luka ringan, 2 orang hilang, dan 410 jiwa mengungsi.
Tabel III.1.
Data Korban
LukaLuka
No Lokasi Kabupaten/Kota Meninggal Hilang Pengungsi
Berat Ringan
1. Kota Padang 313 431 771 2
2. Kota Pariaman 32 148 278 ‐
3. Kota Solok 3 ‐ ‐ ‐
4. Kota Padang Panjang ‐ 6 14 ‐
5. Kab. Tanah Datar ‐ ‐ ‐ ‐
6. Kab. Padang Pariaman 675 527 528 ‐
7. Kab. Kepulauan Mentawai ‐ ‐ ‐ ‐
8. Kab. Agam 80 90 47 ‐
9. Kab. Solok ‐ ‐ 5 ‐
10. Kab. Pasaman ‐ ‐ ‐ ‐
11. Kab. Pasaman Barat 5 5 25 ‐ 410
12. Kab. Pesisir Selatan 9 7 20 ‐
TOTAL 1.117 1.214 1.688 2 410
Sumber: Pusdalops BNPB, 18 Oktober 2009
III.2 Respon Terhadap Kejadian Bencana
III.2.1 Respon Pemerintah
Dalam rangka merespon kejadian bencana gempa bumi yang terjadi pada tanggal 30
September 2009, tanggap darurat diberlakukan sejak kejadian bencana sampai dengan tanggal 30
Oktober 2009. Upaya pertama yang dilakukan sesuai dengan instruksi Presiden Republik Indonesia
adalah penyelamatan korban selamat yang masih tertimbun reruntuhan bangunan serta evakuasi
korban meninggal dunia yang dilakukan terus menerus selama 24 jam selama lebih dari 7 hari
sejak kejadian bencana. selanjutnya respon pemerintah dalam rangka upaya tanggap darurat
dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang meliputi, antara lain:
1. Telah dilaksanakan rapat koordinasi yang dipimpin oleh Wakil Presiden bersama dengan 7
menteri dengan kesimpulan sebagai berikut:
a. Ditetapkan bahwa kegiatan tanggap darurat akan dilaksanakan selama 2 bulan.
III ‐ 2
b. Menko Kesra bersama 6 menteri telah berangkat menuju lokasi kejadian pada 1
Oktober 2009 dengan membawa bantuan sebesar Rp. 100 milyar yang
pemanfaatannya akan dikoordinasikan oleh BNPB.
c. Departemen Kesehatan telah memberangkatkan tim dokter dari Sumatera Utara.
d. Telah diberangkatkan tim SAR untuk mendukung proses evakuasi dan penyelamatan
korban.
e. Mobilisasi kapal TNI AL untuk mengangkut peralatan berat guna proses evakuasi.
f. Pengerahan 2 unit hercules untuk mengangkut bantuan kemanusiaan.
g. Distribusi 20.000 unit tenda serta 10.000 lembar selimut oleh BNPB
h. Bantuan bagi korban bencana sebagian telah diberangkatkan melalui jalur darat.
i. Mabes POLRI mengirimkan 339 personil untuk mendukung proses evakuasi.
j. Pemulihan jaringan distribusi listrik, sehingga sebagian kota padang telah teraliri
listrik, dan rencananya akan pulih secara keseluruhan dalam waktu sepekan
mendatang.
2. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengirimkan Tim Reaksi Cepat
(TRC) dan memberikan bantuan dana sebesar Rp. 5 miliar kepada Pemerintah Daerah, serta
dana on call sebesar Rp 100 miliar untuk penanganan tahap tanggap darurat. BNPB juga
memberikan bantuan tenda pleton 20 unit, tenda keluarga 30 unit, tenda gulung 1.000 unit,
genset 10 unit, kelambu 4.600 lembar, selimut 5.000 lembar, tikar 5.000 lembar, Kids Ware
100 paket, peralatan dapur 100 paket, dan sandang 100 paket.
3. Departemen Kesehatan juga telah mengirimkan bantuan berupa :
a. Biaya operasinal sebesar Rp. 200 juta, 1,5 ton obat‐obatan, 200 buah kantong mayat, 5
ton MP‐ASI dan 196 personil terdiri dari 3 tenaga RHA, 75 tenaga medis, 60 tenaga
paramedis, 5 tenaga kesehatan dan 53 tenaga lainnya.
b. Pusat Penanganan Krisis (PPK) Sub Regional Sumatera Barat telah mendirikan Rumah
Sakit Lapangan.
c. PPK Regional Sumatera Utara mengirimkan 1 paket obat, 100 buah kantong mayat, 30
dus MP‐ASI, 10 kotak masker, 3 buah oksigen, 10 buah spanduk dengan menggunakan
3 unit ambulan dan 1 unit mobil operasional.
d. PPK Regonal Sumatera Selatan mengirimkan obat‐obatan, 60 dus MP‐ASI, 20 kantong
mayat dengan menggunakan 1 unit ambulans, 1 unit mobil klinik dan 2 unit mobil
operasional.
e. Dinkes Provinsi Bengkulu membawa bantuan obat‐obatan dengan menggunakan
ambulan.
4. Departemen Sosial mengrimkan bantuan berupa bahan makanan sebanyak 3 ton.
5. Dukungan BUMN dan Swasta terutama terkait dengan kebutuhan terhadap alat angkut guna
menyalurkan bantuan dan logistik
6. Presiden RI didampingi Menko Kesra, Mensesneg, Mendagri, Menhub, Menteri PU, Kapolri
dan Panglima TNI telah melakukan pertemuan dengan Gubernur Provinsi Sumatera Barat
dan jajarannya, pada hari Jum’at, tanggal 2 Oktober 2009, dan memberikan arahan agar
penyelamatan korban terus diupayakan, meliputi pencarian korban yang tertimbun,
perawatan korban luka‐luka dan sakit, evakuasi jenazah, serta pemakaman korban
meninggal. Utilitas‐utilitas yang lumpuh segera diperbaiki seperti listrik (PLN), bahan bakar
(Pertamina) dan air bersih.
III ‐ 3
7. Departemen kesehatan telah mengirimkan 3000 tenaga medis dan 766 tenaga medis
spesialis serta 3 ton obat‐obatan
8. Departemen ESDM mengirimkan tim penyelamat ke Padang Pariaman.
9. Departemen Keuangan akan menerbitkan PMK yang terkait dengan pengaturan bantuan
asing untuk tahap tanggap darurat, baik berupa bantuan pendanaan maupun bantuan
barang, yang akan diatur dalam bidang perpajakan dan bea cukai.
10. Departemen Keuangan telah membuka 4 (empat) rekening untuk penerimaan bencana alam
Sumatera Barat dalam 3 jenis valuta asing (US dolar, Euro, Yen Jepang), yang selanjutnya
akan dikonversi ke dalam rupiah.
11. Ditjen Bea Cukai telah mengeluarkan Surat Edaran tentang petunjuk pelaksanaan
penanganan importasi barang‐barang/alat‐alat dalam rangka bantuan bencana alam, yang
akan diberlakukan di seluruh wilayah Kantor Pelayanan Bea Cukai terkait di wilayah
bencana. Kantor Perwakilan Bea Cukai di Bandara Internasional Minangkabau telah
ditambah personil, khususnya untuk mempermudah/membantu kelancaran importasi
barang‐barang/peralatan bantuan bencana.
12. Departemen Luar Negeri telah menerbitkan 60 flight clearance untuk masuknya bantuan
asing yang ditujukan untuk penanganan pascabencana gempa di Sumatera Barat.
13. Departemen PU telah mengirimkan bantuan :
a. Melakukan upaya pemulihan pelayanan air bersih di Kota Padang dan Kab. Padang
Pariaman berupa 5 truk tanki air, 6 IPA mobile, 30 unit hydrant umum, 600 jerigen, 5
pompa alkon, 124 toilet darurat, 200 tenda hunian darurat, 10 unit pompa tangan, 100
meter pipa spiral, 4 reservoir darurat.
b. Akan dikirimkan 3 toilet mobile, 40 hydrant umum, dan 3 genset.
14. Dep. Dalam Negeri
a. Telah mengirimkan surat edaran kepada para Gubernur yang berisi tentang dukungan
penanganan bencana gempa bumi untuk Sumatera Barat.
b. Daerah‐daerah yang telah membantu di antaranya Riau, Bengkulu, DIY, Jawa Tengah,
dan Jawa Timur.
15. Dep. Luar Negeri
a. Telah mengirimkan tim untuk membantu ijin/clearance Bantuan internasional.
b. Keimigrasian, kepabeanan, dan karantina.
c. Bantuan keprotokolan.
d. Bantuan akreditasi media asing.
e. Penghubung/LO antara perwakilan asing dengan BNPB.
16. Dep. Komunikasi dan Informasi
Memfasilitasi Media Center Posko Terpadu penanganan gempa bumi Sumatera Barat untuk
melayani masyarakat, wartawan dan relawan dengan fasilitas sebagai berikut :
a. Internet Wireless
b. Fixed Phone
c. Polycom Conference Phone
III ‐ 4
d. Fasilitas Hot Spot Internet di Pariaman
17. Sektor ESDM
Menurunkan Tim Emergency Response Group lengkap dengan dukungan dokter, paramedis
dan rescuer, unit mobil rescue dan obat‐obatan di beberapa lokasi yaitu :
a. Hotel Ambacang: PT. BA Ombilin, PT. BA Tanjung Enim, PT. AIC, PT. KPC, PT. Newmont
Nusa Tenggara, dan PT. Freeport.
b. Pariaman: Badan Geologi, Indominco, Vico, PLN Pusat, dan Paiton.
c. Koto Tengah: PT. Pertamina
d. Tandikat (longsor): PT. Berau Coal dan PT. Pama Persada.
Mengkoordinasikan dan melaksanakan perbaikan utilitas‐utilitas dengan segera dengan hasil
sebagai berikut:
a. Pemulihan kelistrikan di Kota Padang, trafo telah beroperasi sejumlah 257 unit dari
425 trafo yang ada (81%).
b. Pemulihan kelistrikan di Pariaman, sebanyak 88 unit dari 261 unit trafo telah
beroperasi (34%) di mana daerah yang telah pulih adalah Sunur dan Kota Pariaman.
c. Mengupayakan konsinyasi suplai bahan bakar minyak dari daerah sekitar Sumatera
Barat yaitu Sibolga, Dumai, dan Pekanbaru, sekitar ± 20 SPBU di Kota Padang dan ± 88
SPBU telah beroperasi di seluruh Sumatera Barat.
d. Memantau perkembangan gempa bumi susulan dan dampak yang ditimbulkan.
e. Menyalurkan bantuan berupa sembako, pakaian, ambulance dan obat‐obatan, alat
berat, tenda, genset, trafo, jaringan, tower, GI, dan rescue car.
18. TNI memberikan bantuan berupa :
a. Mengerahkan personil sebanyak 1.200 personil TNI AD, 300 personil TNI AL, dan 100
personil TNI AU.
b. Membantu distribusi bantuan dengan mengerahkan Pesawat Hercules, KRI Teluk
Cirebon, dan KRI Gilimanuk 531.
c. Bantuan RS Terapung KRI Dr. Suharso.
d. Bantuan yang telah disalurkan berupa 4 koli tenda serba guna, 6 buah tenda VIP, 40
unit tenda pleton, 25 buah velbed, 40 pak kompor lapangan, dan 40 pak paravin.
19. POLRI memberikan bantuan berupa :
a. Mengerahkan personil sebanyak 1.200 personil untuk membantupengamanan, SAR,
distribusi bantuan, pelayanan kesehatan, dan penanganan darurat lainnya.
b. Membantu distribusi bantuan dengan mengerahkan 3 Pesawat Foker F‐50 dan 5
Helicopter.
c. Membantu komunikasi dengan mengaktifkan peralatan Tele Conference yang
menghubungkan antara BNPB, Mabes Polri, Posko Terpadu Rumah Dinas Gubernur,
dan Polda Sumatera Barat.
20. BASARNAS Medan telah mengirimkan pengerahan personil dan 2 buah helicopter untuk
bantuan logistik di Kabupaten Pariaman serta evakuasi.
21. PMI telah nenberikan bantuan berupa:
III ‐ 5
a. Mendirikan posko di Pariaman Selatan, Padang Padang Panjang dan Padang Pariaman
b. Menyediakan mobil klinik di 21 desa Pariaman Selatan.
c. Pengobatan dan pelayanan primary kepada 600 pasien di Pariaman Selatan.
22. Ditjen Bea Cukai telah mengeluarkan surat edaran (petunjuk teknis) tentang petunjuk
pelaksanaan penanganan importasi barang‐barang/alat‐alat dalam rangka bantuan bencana
alam. Surat edaran tersebut merupakan perpanjangan terhadap surat yang sama bagi
penanganan pascabencana di Provinsi Jawa Barat.
23. Untuk pelayanan KPBC di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), DJBC telah
mengirimkan tenaga bantuan dalam rangka peningkatan kelancaran proses importasi baran‐
barang/alat‐alat bagi bantuan pascabencana.
III.2.2 Respon Internasional
Peralatan bantuan darurat Peralatan bantuan darurat berupa family kit melalui
PMI (estimasi biaya $ 100.000), 50 tenda ukuran
keluarga, pengiriman barang bantuan ke Padang
(estimasi biaya $ 150.000), airfreight ke Indonesia
untuk barang bantuan (estimasi biaya $ 165.000)
III ‐ 6
No. Nama Negara Jumlah/Bentuk Bantuan Keterangan
5. Belanda Bantuan keuangan senilai EUR Telah disalurkan melalui Red Cross, dan sedang
500.000 menjajaki untuk mengirimkan bantuan‐bantuan
berikutnya melalui UN dsb.
Bantuan emergency kits, berupa obat‐
obatan bagi 30.000 orang korban
selama 1 bulan
6. Belgia Paket bantuan dari Medicine Sans Paket Bantuan berupa tenda, selimut, medical
Frontiers Belgium supplies, dan obat‐obatan
8. Republik Rakyat Bantuan keuangan senilai USD Sesuai dengan pernyataan resmi Duta Besar RRC
China 550.000 untuk Indonesia tanggal 1 Oktober 2009, bantuan
diberikan dalam bentuk uang tunai
• USD 500.000 bantuan dari Pemerintah China
• USD 50.000 bantuan dari Palang Merah RRC
9. Denmark Bantuan keuangan senilai DKK 1,8 • Deplu Denmark telah menyalurkan ke Red Cross
juta sebesar DKK 1,5 juta
• 2 anjing pelacak
• Peralatan SAR
Bantuan personil terdiri dari 5 orang
relawan kemanusiaan, 60 orang
pencari dan penyelamat
III ‐ 7
No. Nama Negara Jumlah/Bentuk Bantuan Keterangan
12. Italia Bantuan darurat berupa 10 genset, Tambahan bantuan akan disertakan setelah GoI
selimut, dan tenda menginformasikan kebutuhannya. Nilainya belum
dikalkulasikan
• Bergabung di dalamnya 6 expert dari THW yang
telah dikirim bersama dengan 24 anggota tim
ISAR. Ada juga bantuan personil dari Malteser
Hilfsdienst, Carits, HELP, Humedica,
Welthungerlife, ABS, Johanniter, Aktion
Deutchland Hilft, dll.
Pengiriman tim SAR berikut 2 personil SAR yang akan bergabung dengan
perlengkapannya (search camera, international rescue team
delsar accoustic/sysmic search device)
Tim SAR Pengiriman personel 48 orang
III ‐ 8
No. Nama Negara Jumlah/Bentuk Bantuan Keterangan
17. Malaysia Pengiriman Special Malaysia Disaster Tim SMART sebanyak 20 orang, wartawan 26
Assistance and Rescue (SMART) dan orang dari kantor berita, koran, dan tv Malaysia
wartawan
19. Perancis Bantuan personil terdiri dari 1 regu Tim sudah tiba di Padang pada 4 Oktober 2009,
penyelamat sebanyak 75 orang, 2 akan datang penerbangan kedua yang mengangkut
dokter berpengalaman, dan 6 ekor 25 ton bantuan. Nilai bantuan belum dikalkulasi.
anjing pelacak
• Heavy USAR team
22. Selandia Baru Bantuan keuangan awal senilai NZD Menurut pernyataan resmi dari kedutaan Selandia
600.000 Baru, bantuan keuangan telah disalurkan melalui
IFRC terhadap PMI. Bantuan keuangan juga
disalurkan secara langsung ke surfAID dan/atau
Mercy Corps.
Troppodoc Sebuah organisasi relawan yang akan mengirimkan
seorang dokter bernama Derek Norman Allen
untuk membantu penanganan medis korban gempa
di Padang. Ybs memiliki pengalaman di Nias dan
menurut pengakuannya memiliki helikopter yang
dapat digunakan untuk kegiatan kemanusiaan
Bantuan barang darurat senilai USD Bantuan darurat berupa tenda, selimut, obat‐
50.000 obatan dan peralatan medis (sumber: deplu
Singapura)
III ‐ 9
No. Nama Negara Jumlah/Bentuk Bantuan Keterangan
27. Swiss Bantuan personil selama 7 hari Menurut pernyataan resmi dari deplu Swiss, para
personil telah tiba pada 2 Oktober 2009 sebanyak
120 staf terdiri dari search unit, rescue unit, medical
unit (13 dokter dan 3 paramedis), support staf serta
18 anjing pelacak
29. Taiwan Bantuan keuangan sebesar USD Bantuan disalurkan melalui Taipei Economic and
150.000 Trade Office
• 2 alat komunikasi dan IT module KIT+staf ahli
• 10 SOCC module
• 1 tight basw camp module
• 200 tenda dan 1 advance medical post module
III ‐ 10
No. Nama Negara Jumlah/Bentuk Bantuan Keterangan
Electrical generator Tipe dan kapasitas sesuai yang dibutuhkan
Sumber: Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral, Bappenas, 8 Oktober 2009
Tabel III.3.
Bantuan Tanggap Darurat Multilateral
Sumber: Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral, Bappenas, 8 Oktober 2009
III ‐ 11
III.3 Pengkajian Kebutuhan Pascabencana
Untuk menilai kerusakan dan kerugian pascagempa bumi di Jawa Barat dan Jawa Tengah,
tim gabungan BAPPENAS, BNPB, pemerintah daerah, serta mitra international telah melaksanakan
penilaian kerusakan dan kerugian dengan menggunakan metodologi yang dikembangkan oleh PBB,
yaitu Economic Commission for Latin America and the Caribbean (ECLAC). Metodologi ECLAC
tersebut pertama kali digunakan pada awal tahun 1970‐an dan telah dimodifikasi dan
dikembangkan lebih dari 3 dekade dalam konteks bencana di seluruh dunia.
Metodologi ini menghasilkan sebuah penilaian awal dari dampak kerugian dalam aset fisik
yang akan diperbaiki/diganti bahkan kerugian lain yang ditimbulkan, sampai aset tersebut
diperbaiki atau dibangun kembali.
Penilaian menganalisis 3 aspek utama:
1. Damage/Kerusakan (Dampak Langsung) yang berhubungan dengan aset, persediaan/ternak,
dan kepemilikan lainnya (tanah, bangunan/rumah) dinilai dengan harga per unit sebesar nilai
ganti yang sesuai (bukan rekonstruksi). Untuk perkiraan kerusakan, digunakan satuan harga
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. Losses/Kerugian (Dampak tidak langsung) pada hal‐hal yang akan berpengaruh, seperti
income/pendapatan yang berkurang dan pertambahan biaya‐biaya, hingga saat aset‐aset
tersebut diperoleh kembali/recovered. Kerugian ini diukur sebesar nilai sekarang (present
value). Pendefinisian periode waktu tsb adalah hal yang tidak mudah (sulit/paling kritis). Jika
kegiatan pemulihan menghabiskan waktu lebih dari yang diharapkan, seperti di Aceh,
kerugian mungkin akan terus bertambah banyak.
3. Economic effects/pengaruh pada kondisi ekonomi makro (sering disebut dampak
kedua/secondary impacts) termasuk dampak fiskal/keuangan, yang berimplikasi pada
GDP/PDB (Produk Domestik Bruto). Analisis ini juga dapat diaplikasikan pada tingkat
wilayah.
III.3.2 Pengkajian Kebutuhan Pemulihan Manusia (Humanitarian Recovery Needs
Assessment)
III ‐ 12
pendataan kuantitatif mengenai “apa” yang telah terjadi berdasarkan data sekunder yang berasal
dari pemerintah yang diverifikasi melalui kunjungan lapangan, maka secara komparatif dapat
dikatakan bahwa proses penilaian kebutuhan pemulihan manusia (HRNA) didasarkan pada
penilaian lapangan data primer kualitatif mengenai persepsi orang dan masyarakat tentang
“bagaimana” untuk melakukan apa yang sebaiknya dilakukan berdasarkan persepsi masyarakat
mengenai implikasi dari kerusakan dan kebutuhan pascabencana.
Secara keseluruhan, HRNA dan DaLA membentuk penilaian kebutuhan pascabencana (Post
Disaster Needs Assessment/PDNA) di mana keduanya bersama‐sama digunakan untuk
mengidentifikasi “mengapa” terjadi bencana dan “bagaimana” mencegah terulangnya kembali,
sehingga risiko bencana di masa datang dapat dikurangi dalam proses menempatkan masyarakat
yang terkena dampak bencana kembali pulih.
Metodologi HRNA dirancang untuk mendapatkan masukan langsung dari masyarakat
korban bencana mengenai pemahaman mereka terhadap kebutuhan pemulihan terkait masalah
kebutuhan dasar serta akses terhadap layanan dasar.
III.4 Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
Dampak Bencana Kepemilikan
Kerusakan Kerugian Total Swasta Pemerintah
Perumahan 13.450 1.960 15.410 15.410
Infrastruktur 930,1 32,8 963 483,2 479,8
Sosial 1454,1 72,3 1526,3 633,9 892,2
Sektor Produktif 773,8 1519 2292,7 1942,9 349,7
Lintas Sektor 660,6 14 674,6 0 674,6
Total 17.268,60 3.598,10 20.866,60 18.470,00 2.396,30
Total (USD) 1,837.1 382.8 2,219.8 1,964.9 254.9
Sumber: Penilaian Kerusakan dan Kerugian, BNPB; 2009
III ‐ 13
III.4.1 Sektor Perumahan
Kondisi Prabencana
Rusak Rusak
Kabupaten/Kota Jumlah Rusak Berat
Jumlah KK Sedang Ringan
Rumah
Kota Padang 150.421 178.970 33.597 35.816 37.615
Kota Pariaman 15.154 17.124 6.514 3.960 2.931
Kota Solok 11.234 12.805 2 2 6
Kota Padang Panjang 9.177 10.941 17 164 413
Kab. Tanah Datar 82.717 89.400 28 115 105
Kab. Padang Pariaman 91.069 86.690 57.788 16.430 13.694
Kab. Kepulauan Mentawai 16.191 17.188 3 ‐ 136
Kab. Agam 97.907 112.029 11.796 3.797 4.353
Kab. Solok 80.211 89.863 145 243 357
Kab. Pasaman 53.925 59.454 197 13 931
Kab. Pasaman Barat 75.580 78.236 3.240 3.046 2.862
Kab. Pesisir Selatan 102.903 112.387 1.156 3.596 5.510
Total 786.489 865.087 114.483 67.182 68.913
Sumber: Penilaian Kerusakan dan Kerugian, BNPB; 2009
III.4.2 Sektor Infrastruktur
Sektor infrastruktur yang terkena dampak bencana gempa bumi meliputi, sub‐sektor
transportasi; sub‐sektor komunikasi; sub‐sektor energi; serta sub‐sektor air dan sanitasi. Total
nilai kerusakan dan kerugian pada sektor infrastruktur mencapai Rp. 963 miliar.
III ‐ 14
Tabel III.6.
Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Infrastruktur
Sumber: Penilaian Kerusakan dan Kerugian, BNPB; 2009
Dampak yang ditimbulkan akibat rusaknya infrastruktur tersebut adalah terputusnya jalur
transportasi darat dari dan ke beberapa kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Pada
sub‐sektor komunikasi, energi, serta air dan sanitasi, gempa telah mengakibatkan terhentinya
pasokan dan distribusi layanan kepada masyarakat serta potensi hilangnya pendapatan selama
beberapa waktu akibat tidak beroperasinya kegiatan produksi.
III.4.3 Sektor Sosial
Kerusakan dan kerugian yang timbul akibat kejadian bencana gempa bumi di Provinsi
Sumatera Barat, sesuai hasil penilaian yang dilakukan intansi‐instansi berwenang, di bawah
koordinasi BNPB menunjukan nilai Rp. 1,5 triliun yang beliputi sub‐sektor pendidikan sebesar Rp.
588,7 miliar; sub‐sektor kesehatan Rp. 611,5 miliar; sub‐sektor agama dan budaya Rp. 307,2 miliar;
serta sub‐sektor sosial sendiri mencapai Rp. 18,9 miliar. Dari distribusi nilai kerusakan dan
kerugian tersebut, terlihat bahwa yang paling terkena dampak akibat terjadinya gempa bumi
adalah sub‐sektor pendidikan, dan sub‐sektor kesehatan pada urutan berikutnya. Akibat yang
ditimbulkan dari rusaknya infrastruktur sektor sosial adalah terhentinya kegiatan pelayanan
pendidikan dan kesehatan terhadap masyarakat.
Tabel III.7.
Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Sosial
Dampak Bencana Kepemilikan
Kerusakan Kerugian Total Swasta Pemerintah
Sosial 1.454,1 72,3 1.526,3 633,9 892,2
Pendidikan 563,7 25 588,7 103,5 485,1
Kesehatan 569,1 42,4 611,5 223 388,4
Budaya&Agama 304,2 3,1 307,2 300,5 6,7
Lembaga Sosial 17,1 1,8 18,9 6,9 12
Sumber: Penilaian Kerusakan dan Kerugian, BNPB; 2009
III ‐ 15
III.4.4. Sektor Produktif
Pada sektor ekonomi nilai kerugian lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kerusakan, yang
salah satu penyebabnya adalah terhentinya kegiatan ekonomi di wilayah yang terkena dampak
gempa bumi 30 September 2009. Yang paling parah terkena dampak gempa bumi adalah sub‐
sektor perdagangan dengan nilai kerusakan dan kerugian mencapai Rp. 1,1 triliun akibat rusaknya
prasarana perdagangan seperti pasar. Rentetan akibat dari tidak berfungsinya prasarana
perdagangan adalah terhentinya kegiatan ekonomi masyarakat yang bepengaruh kepada kondisi
perekonomian daerah.
Selain sub‐sektor perdagangan, sub‐sektor lainnya yang terkena dampak bencana gempa
bumi adalah, pertanian, perikanan, peternakan, keuangan dan perbankan serta pariwisata dengan
tingkat kerugian yang cukup besar.
Tabel III.8.
Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Produktif
Dampak Bencana Kepemilikan
Kerusakan Kerugian Total Swasta Pemerintah
Sektor Produktif 773,8 1519 2.292,7 1.942,9 349,7
Pertanian 56,1 223 279,1 228,8 50,3
Tanaman 0,6 172 172,6 172,6 0
Peternakan 5,2 2 7,2 4,4 2,8
Perikanan 6,8 49 55,8 51,8 4
Irigasi 43,5 0 43,5 0 43,5
Perdagangan 567,8 574,7 1.142,40 1.094,2 48,2
Industri 10,9 114,8 125,6 125,6 0
Bisnis & Keuangan 68 230,2 298,3 64,5 233,8
Bank 63,6 152,2 215,9 61,1 154,8
Non‐Perbankan 4,4 78 82,4 3,4 79
Pariwisata 71 376,3 447,3 429,8 17,4
Sumber: Penilaian Kerusakan dan Kerugian, BNPB; 2009
III.4.5. Lintas Sektor
Pada lintas sektor, kerusakan yang terjadi sangat didominasi oleh rusaknya infrastruktur
kantor‐kantor pemerintah mulai dari kantor unit pelaksana teknis Pemerintah Pusat, kantor
pemerintahan provinsi sampai dengan rusaknya kantor kecamatan, nagari, serta kelurahan.
Kerusakan yang terjadi sangatlah parah di mana dalam tarap rehabilitasi dan rekonstruksi
nantinya, diperlukan upaya tambahan berupa penghancuran sisa bangunan serta pembersihan
puing bangunan yang akan menjadi tambahan biaya dalam proses pemulihan.
III ‐ 16
Tabel III.9.
Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Dampak Bencana Kepemilikan
Kerusakan Kerugian Total Swasta Pemerintah
Lintas Sektor 660,6 14 674,6 0 674,6
Pemerintahan 660,5 13,9 674,4 0 674,4
Lingkungan Hidup 0,1 0,1 0,2 0 0,2
Sumber: Penilaian Kerusakan dan Kerugian, BNPB; 2009
III.4.6. Dampak Bencana
Bagian ini merupakan gambaran dampak bencana gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat
terhadap mata pencaharian masyarakat dengan menganalisa dampak terhadap perekonomian
nasional, daerah dan masyarakat, keuangan pemerintah daerah dan dampak terhadap
ketenagakerjaan serta pengaruh terhadap kemiskinan dan kehidupan masyarakat yang langsung
terkena dampak bencana gempa bumi tersebut.
Dampak Terhadap Perekonomian
Secara umum, kondisi perekonomian daerah Provinsi Sumatera Barat pascabencana gempa
bumi tidak terdampak secara signifikan. Setelah terjadinya bencana gempa bumi tersebut,
pertumbuhan perekonomian Provinsi Sumatera Barat diperkirakan akan menurun sebesar 1,2%.
Akibat penurunan pertumbuhan ekonomi tersebut diperkirakan akan mengalami kerugian sebesar
Rp. 1 triliun. Sementara penurunan pertumbuhan perekonomian yang signifikan diperkirakan akan
dialami kabupaten/kota yang paling terkena dampak, dan diperkirakan akan mengalami
penurunan sebesar 3% pada tahun 2009, terutama pada sektor‐sektor yang terkena dampak
langsung. Secara keseluruhan Provinsi Sumatera Barat menyumbang sebesar 1,4% terhadap
Produk Domestik Bruto Nasional (PDB‐N), yang sebagian besar disumbangkan sektor transportasi
dan komunikasi serta sektor pertanian dengan masing‐masing kontribusi sebesar 3,3% dan 2,6%.
Untuk sektor perdagangan, kontribusi Provinsi Sumatera Barat terhadap perdagangan nasional
sebesar 1,2% relatif tidak berpengaruh akibat bencana gempa bumi tersebut, walaupun beberapa
perusahaan terkena dampak langsung.
III ‐ 17
Tabel III. 10.
Kontribusi sektor terhadap PDB Nasional
Sumber: Laporan Penilaian Kerusakan dan Kerugian; 2009
Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang paling parah terkena
dampak bencana gempa bumi. Sektor‐sektor ini diproyeksikan akan mengalami kerugian sebesar
4,3%, belum termasuk kerusakan bangunan. Sektor keuangan dan perbankan diperkirakan akan
mengalami penambahan biaya operasional sebesar 1,7% dari sebelum terjadinya gempa. Dampak
terhadap perindustrian diperkirakan kecil dan akan segera pulih kembali, namun diproyeksikan
akan terjadi penurunan sebesar 0,5% pada tahun mendatang, di mana beberapa industri kecil akan
menderita kerugian dalam jangka yang lama. Sektor pertanian menyumbang 25 % persen dari
pendapatan daerah Provinsi Sumatera Barat. Dampak bencana gempa bumi terhadap sektor ini
diperkirakan sangat kecil. Sebagian besar kerugian pada sektor ini diakibatkan terganggunya
produksi pertanian akibat kerusakan sistem irigasi, yang diproyeksikan akan mengalami
penurunan sebesar 1,2% dibandingkan sebelum terjadinya bencana gempa bumi.
Peningkatan aktivitas pada sektor konstruksi pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi
diharapkan akan turut mendorong peningkatan perekonomian. Di mana, sebagian besar kerusakan
pada rumah masyarakat dan infrastruktur milik pemerintah akan diperbaiki, namun hal ini masih
tergantung pada ketersediaan pendanaan dan ketersediaan sumberdaya. Diperkirakan, pada tahun
2010 dan 2011 akan terjadi peningkatan pertumbuhan pada sektor konstruksi sebesar 0,5%.
III ‐ 18
Tabel III. 11.
Distribusi Nilai Kerugian
rasio pertambahan
Kerugian nilai berdasarkan Kerugian sektor Ketenagakerjaan
Sektor pendapatan sektor
miliar % proyeksi
miliar Rp rasio 2008 perubahan
Rp GDP 2009
Pertanian 223,0 194,0 1,00% 866.247 ‐8.736
Lahan Pertanian 172,0 0.9 154,8
Peternakan 2,0 0.7 1,5
Perikanan 49,0 0.8 37,7
Industri 114,8 0.4 47,0 0,50% 97.715 ‐508
Utilitas 13,1 7,6 0,80% 9.129 ‐75
Listrik 6,0 0.6 3,3
Air bersih dan
7,1 0.6 4,3
sanitasi
Perdagangan, hotel dan
951,0 590,4 4,30% 371.044 ‐15.978
restoran
Perdagangan 574,7 0.7 402,3
Pariwisata 376,3 0.5 188,1
Bisnis dan Keuangan 237,6 0.3 66,4 1,70% 20.187 ‐352
Pelayanan Sosial 72,2 0.4 30,0 0,20% 345.542 ‐812
Dampak langsung 1.625,5 941,3 1,20% 1.959.928 26.462
Ket:
Peningkatan aktivitas
623,1 0,1 362,3 8.3% 71,32 14,264
konstruksi
Dampak konstruksi 1997,6 579 0.7% 12,198
Sumber: Laporan Penilaian Kerusakan dan Kerugian; 2009
Posisi keuangan pemerintah daerah yang terkena dampak akan terpengaruh dengan
kehilangan pendapatan dari sektor perusahaan dan penambahan biaya untuk rekonstruksi. Pada
tahun 2007, pendapatan pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat hampir sebagian besar
berasal dari dalam daerah, yakni sebesar 43% yang berasal dari pendapatan pajak bangunan dan
sektor formal. Dengan perkiraan adanya penurunan pertumbuhan pada sektor hotel dan bisnis
property, diperkirakan akan berdampak pada penurunan pendapatan pemerintah daerah dari
sektor pajak sebesar 4%. Dengan adanya biaya tambahan untuk memperbaiki bangunan
pemerintah yang rusak, biaya rekonstruksi dan tingginya biaya operasional pada phase awal
rehabilitasi dan rekonstruksi mempengaruhi posisi keuangan daerah. Akan tetapi, hal ini akan
terkoreksi dengan adanya tambahan dana dari pemerintah pusat untuk rehabilitasi dan
rekonstruksi.
Dampak Terhadap Mata Pencaharian dan Ketenagakerjaan
III ‐ 19
menyerap sekitar 44% tenaga kerja di Provinsi Sumatera Barat diperkirakan akan kehilangan
lapangan pekerjaan sebesar 1% akibat kerusakan lahan pertanian. Sementara dampak terhadap
industri besar (industri semen dan pengolahan minyak kelapa sawit) tidak terlalu berpengaruh,
walaupun sempat mengalami gangguan operasi, namun saat ini sudah beroperasi dengan normal.
Dari 100.000 lebih UMKM yang ada di Provinsi Sumatera Barat, hanya sebagian kecil yang
mengalami kerusakan (peralatan produksi dan tempat usaha) dan diperkirakan akan
membutuhkan waktu yang lebih lama agar pulih pada keadaan semula.
Kegiatan rehabilitasi pada tahap‐tahap awal diharapkan akan dapat memicu peningkatan
jumlah lapangan pekerjaan dan diharapkan akan pulih dengan perkiraan bahwa perbaikan dan
pembangunan kembali infrastruktur, perdagangan, hotel dan restoran dapat diselesaikan dalam 2
tahun. Pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi, seiring dengan meningkatnya aktivitas pada
sektor perumahan dan infrastruktur akan meningkatkan kebutuhan tenaga kerja pada sektor
konstruksi yang diperkirakan dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru sebanyak 10.000 –
15.000.
Dampak Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat
Penilaian kebutuhan pemulihan manusia dilaksanakan pada masa tanggap darurat masih
berlangsung, sekaligus untuk mendapatkan prioritas kebutuhan yang paling mendesak bagi korban
bencana. pelaksanaan penilaian kebutuhan pemulihan manusia dikoordinasikan oleh BNPB melalui
dukungan lembaga donor internasional. Sebagai dasar pelaksanaannya adalah data dan informasi
terkait dengan kerentanan dan ancaman pada kondisi tidak terjadi bencana (pra‐bencana), serta
kondisi kependudukan sebelum terjadinya bencana.
Sebagai gambaran awal dari keseluruhan proses penilaian kebutuhan pemulihan manusia
menunjukkan potensi peningkatan jumlah penduduk miskin akibat rusaknya perumahan
masyarakat serta masalah sosial yang mengikutinya, terutama terhadap masalah akses masyarakat
terhadap kebutuhan dan layanan dasar.
III ‐ 20
Tabel III.12.
Perbandingan Kondisi Kependudukan Sebelum Terjadi Bencana dengan Jumlah Kerusakan Bidang Perumahan Pasca Gempa Bumi 30 September 2009
di Provinsi Sumatera Barat
% Jumlah
% Jumlah
Jumlah Penduduk Jumlah % Jumlah % Jumlah
Keluarga Jumlah Jumlah
Penduduk Sangat Keluarga Kepadatan Rumah Non Rumah
Jumlah Jumlah Sangat Jumlah Rumah Rumah
No. Kabupaten/Kota Sangat Miskin + Sangat Penduduk Permanen Rusak Berat
Penduduk KK Miskin + Rumah Non Rusak
Miskin + Miskin / Miskin + (Jiwa/KM2) / Jumlah / Jumlah
Miskin / Permanen Berat
Miskin Jumlah Miskin Rumah Rumah
Jumlah KK
Penduduk
1 Pasaman Barat 347.051 78.236 65.445 18,9% 13.814 17,7% 90 75.580 17.814 23,6% 3.240 4,3%
2 Agam 455.591 112.029 52.557 11,5% 10.578 9,4% 204 97.907 16.294 16,6% 11.796 12,0%
3 Padang Pariaman 388.098 86.690 48.837 12,6% 10.503 12,1% 249 91.069 9.025 9,9% 57.931 63,6%
4 Tanah Datar 344.143 89.400 31.153 9,1% 6.854 7,7% 256 82.717 13.064 15,8% 28 0,0%
5 Pesisir Selatan 458.515 112.387 81.972 17,9% 18.698 16,6% 77 102.903 23.600 22,9% 1.156 1,1%
6 Pasaman 245.862 59.454 61.806 25,1% 13.135 22,1% 59 53.925 6.334 11,7% 197 0,4%
7 Kep. Mentawai 75.379 17.188 57.838 76,7% 13.099 76,2% 12 16.191 11.343 70,1% 3 0,0%
8 Solok 358.602 89.863 58.878 16,4% 13.100 14,6% 106 80.211 18.914 23,6% 145 0,2%
9 Kota Padang 777.893 178.970 79.116 10,2% 14.981 8,4% 1.437 150.421 15.383 10,2% 33.597 22,3%
10 Kota Padang Panjang 47.824 10.941 2.108 4,4% 488 4,5% 4.470 9.177 1.435 15,6% 17 0,2%
11 Kota Solok 53.563 12.805 4.231 7,9% 902 7,0% 825 11.234 656 5,8% 2 0,0%
12 Kota Pariaman 78.920 17.124 5.595 7,1% 1.105 6,5% 730 15.154 615 4,1% 6.685 44,1%
TOTAL 3.631.441 865.087 549.536 15,1% 117.257 13,6% 8.516 786.489 134.477 17,1% 114.797 14,6%
Sumber: Data Podes; tahun 2008 dan Hasil Verifikasi Kerusakan Bidang Perumahan, BNPB; tahun 2009
Gambaran umum potensi peningkatan kemiskinan akibat terjadinya bencana gempa bumi di
Provinsi Sumatera Barat seperti dalam tabel III.11 adalah dengan membandingkan antara kondisi
kependudukan sebelum terjadi bencana dengan jumlah kerusakan bidang perumahan. Hasil yang
ditunjukkan dalam tabel tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Potensi peningkatan jumlah penduduk miskin terjadi pada kabupaten/kota yang paling
terkena dampak akibat terjadinya bencana gempa bumi dengan melihat perbandingan antara
persentase jumlah rumah non permanen, persentase penduduk miskin sebelum bencana
dengan persentase jumlah rumah rusak berat akibat bencana. Terdapat 4 kabupaten/kota
yang berpotensi terjadi peningkatan kemiskinan akibat tingginya jumlah kerusakan rumah,
antara lain Kabupaten Padang Pariaman; Kota Pariaman; Kota Padang; dan Kabupaten Agam.
2. Terjadinya potensi peningkatan jumlah masyarakat miskin dapat diakibatkan karena
hilangnya harta benda akibat rusaknya rumah, serta akibat terputusnya akses masyarakat
terhadap kebutuhan dasar serta akses terhadap layanan dasar, seperti akses terhadap
pangan, akses terhadap pemenuhan tempat tinggal yang layak, akses terhadap kebutuhan air
bersih, serta akses terhadap kebutuhan lainnya.
Peningkatan potensi kemiskinan diperkuat lagi dengan hasil penilaian kebutuhan pemulihan
yang menggambarkan bahwa isu mendasar yang paling dirasakan secara luas akibat terjadinya
gempa bumi 30 September 2009 di Provinsi Sumatera Barat adalah keresahan akan
hilang/berkurangnya pendapatan, ancaman fisik, rumah hilang/rusak, pemenuhan kebutuhan
pangan, air bersih dan masalah kesehatan.
Hasil penilaian kebutuhan pemulihan manusia secara ringkas diuraikan sebagai berikut
berdasarkan persepsi masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan dasar dan akses kepada
layanan dasar.
Pola bencana akibat gempa yang menimpa wilayah ini relatif sama dengan pola bencana di
wilayah lain di Indonesia, dengan tiga karakteristik utama yaitu:
1. Tingkat kehancuran rumahrumah pedesaan yang tinggi. Pola ini terjadi karena metode
yang dibutuhkan untuk membangun rumah‐rumah tahan gempa tidak secara luas dikenal
oleh kontraktor lokal atau keluarga yang membangun rumah‐rumah mereka sendiri.
2. Tingginya tingkat sekolahsekolah yang sepenuhnya roboh atau rusak berat. Pola
kerusakan utama lainnya yang berulang di seluruh Indonesia dan juga di Sumatera Barat
adalah tingginya jumlah sekolah‐sekolah yang sepenuhnya roboh atau rusak berat.
3. Banyaknya akses pedesaan terputus akibat tanah longsor. Hal ini umumnya diakibatkan
oleh kondisi tanah yang tidak stabil yang kurang diperhitungkan selama proses perencanaan,
perancangan dan pembangunan jalan ke daerah pedesaan.
Gempa di Sumatera Barat membawa dampak yang signifikan terhadap berbagai aspek
kebutuhan dasar manusia di wilayahwilayah yang terkena dampak bencana. Secara garis
besar, hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Akses terhadap Makanan ‐ Akses korban bencana ke makanan telah terganggu tetapi tidak
sampai pada tingkat di mana mereka menganggap diri mereka berada pada risiko besar
kelaparan. Dukungan pemulihan awal bagi akses terhadap makanan sangat dibutuhkan
karena terganggunya pola makan masyarakat, yang diperburuk oleh menurunnya tingkat
pendapatan mereka.
III ‐ 22
2. Kesetiakawanan Sosial ‐ Keeratan sosial di dalam masyarakat menjadi hal yang penting untuk
diperhatikan, khususnya yang menyangkut potensi konflik akibat perebutan sumber daya air
pasca terjadinya gempa.
3. Akses ke Air Bersih, Sanitasi dan Kebersihan ‐ Tergantung pada seberapa cepat pemerintah
daerah bisa memulihkan kembali pelayanan dasar mereka termasuk penyediaan air bersih,
rumah tangga perkotaan yang membutuhkan dukungan untuk memastikan keberlanjutan
akses mereka ke air bersih. Keterbatasan akses dan ketersediaan fasilitas sanitasi juga perlu
mendapat perhatian.
4. Akses terhadap Hunian – Dalam jangka pendek, hunian sementara/tempat tinggal sementara
sangat diperlukan untuk memungkinkan rumah tangga yang terkena dampak dapat
memperoleh perlindungan dan melaksanakan fungsi produktif.
5. Akses terhadap Mata Pencaharian – Dua pertiga dari rumah tangga yang disurvei menyatakan
bahwa mata pencaharian mereka telah terganggu dengan adanya gempa bumi yang terjadi
meskipun tingkatannya bervariasi. Perlu adanya dukungan intervensi terhadap mata
pencaharian masyarakat pada skema pemulihan awal seperti hibah, pinjaman lunak,
dukungan teknis/ pemasaran atau pelatihan ulang terutama pada wilayah yang terkena
dampak gempa bumi terparah seperti Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Agam.
6. Akses terhadap Pendidikan ‐ Bahwa gedung sekolah sementara yang tersedia tidak cukup
aman untuk melanjutkan kegiatan sekolah. Hal ini serupa dengan pola kerusakan gempa
nasional, di mana sepertiga sampai setengah dari semua sekolah runtuh seluruhnya atau
tidak bisa dipakai. Untuk itu, dibutuhkan adanya sekolah sementara yang memenuhi
persyaratan keamanan agar proses belajar mengajar dapat terus berlangsung.
7. Lingkungan yang aman dan berkelanjutan – Sebagian besar responden menyatakan bahwa
bahaya lingkungan terbesar adalah adanya puing‐puing bangunan yang berbahaya bagi
mereka. Untuk itu, diperlukan adanya dukungan bagi mereka dalam menangani puing‐puing
yang diakibatkan oleh gempa tersebut. Di sisi lain, gempa juga telah menyebabkan
peningkatan dalam penggunaan kayu sebagai sumber bahan bakar. Hal ini perlu diantisipasi
sejak dini agar tidak menimbulkan kerusakan lebih lanjut terhadap lingkungan sekitar.
8. Akses ke Fasilitas/ Prasarana Komunitas ‐ Sepertiga dari rumah tangga yang disurvei
mengatakan bahwa fasilitas keagamaan seperti mesjid desa (Surau) adalah pusat kegiatan
masyarakat yang memerlukan perbaikan atau rekonstruksi mendesak. Disamping itu, tiga
jenis infrastruktur yang juga perlu segera mendapat perbaikan/penggantian atau
pembangunan kembali adalah sumber air dan jaringannya (termasuk irigasi), jalan setapak
desa dan jembatan serta pembangkit listrik di desa.
9. Akses terhadap Pelayanan Publik – Secara garis besar, masyarakat menginginkan: peran
fasilitasi dari Pemerintah Daerah; kejelasan informasi mengenai jenis‐jenis bantuan yang
tersedia; adanya keterbukaan akses mengenai informasi tentang upaya penanggulangan
bencana dan pemulihan; kesempatan berpartisipasi dalam proses perencanaan kegiatan
pemulihan.
III ‐ 23
BAB IV
UPAYA PENGURANGAN RISIKO
PADA KONTEKS PASCA BENCANA
IV.1. POTENSI BENCANA ALAM DI PROVINSI SUMATERA BARAT
IV.1.1. Jenis Bahaya
Berdasarkan Ketentuan Umum dalam UU nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, maka bencana dapat dibedakan menjadi Bencana Alam, Bencana Non–alam dan
Bencana Sosial. Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, seperti gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai
potensi bencana cukup bervariasi dan tinggi di bandingkan dengan wilayah lainnya di
Indonesia. Serangkaian peristiwa bencana alam yang digambarkan dalam Rencana
Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat tahun 2008 – 2012 adalah sebagai berikut:
Gempabumi
kekuatan 7,9 Skala Richter yang mengakibatkan 25 korban meninggal dunia serta sejumlah
88.375 rumah roboh.
Gambar IV.1.
Tektonik dan sebaran sesar aktif di Indonesia
Sumber: (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi/ PVMBG, 2008).
Tsunami
Tsunami adalah gelombang panjang yang timbul karena adanya perubahan dasar laut
atau perubahan badan air yang terjadi secara tiba‐tiba dan impulsif, akibat gempabumi, erupsi
gunung api bawah laut, longsoran bawah laut, atau runtuhan gunung es bahkan akibat terjangan
benda‐benda angkasa ke permukaan laut. Kerusakan dan kehancuran karena tsunami
merupakan hasil langsung dari tiga faktor: banjir , dampak gelombang terhadap struktur, dan
erosi. Arus kuat yang disebabkan oleh tsunami menyebabkan terjadinya erosi pada pondasi dan
rubuhnya jembatan atau dinding air laut.
Hasil kajian para ahli geologi menunjukkan adanya sumber gempa yang berpusat pada
zona subduksi Sumatera yang berada di dekat Kepulauan Mentawai di pantai barat pulau
Sumatera dan memiliki potensi menimbulkan tsunami yang akan menggenangi daerah pantai
wilayah Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan dokumen dari Pemerintahan Belanda
menunjukkan bencana tsunami pernah terjadi di wilayah Sumatera Barat pada tanggal 10
February 1797 dan 24 November 1833, ketinggian lebih kurang 3 sampai 4 meter dan
landaannya menjangkau lebih kurang 1 km.
IV ‐ 2
Gambar IV.2.
Peta Indeks Bahaya Tsunami
Sumber: PMBITB, 2009
Gunungapi
Provinsi Sumatera Barat mempunyai potensi bencana letusan gunung merapi yang
berasal dari Gunung Merapi, Gunung Tandikat, Gunung Talang dan Gunung Kerinci . Pada Tahun
2007, Gunung Talang di Kabupaten Solok menunjukkan peningkatan aktivitas melalui
semburan laharnya dan sementara Gunung Merapi juga terus mengeluarkan asap pada
beberapa tahun belakang ini,
Banjir
Di Provinsi ini terdapat sungai‐sungai besar yang mengalir dari wilayah pegunungan di
sebelah timur menuju ke arah pantai di bagian barat. Kawasan tepian sungai merupakan basis
perkembangan tradisionil penduduk seperti halnya masyarakat di Kabupaten Solok, Pasaman,
Damasraya, dan Agam, yang hal ini merupakan potensi timbulnya banjir karena kurangnya
kesadaran penduduk untuk upaya pencegahan banjir.
Longsor
Gerakan tanah merupakan salah satu jenis bahaya alam yang paling sering terjadi dan
memiliki penyebaran kejadian cukup merata di wilayah Tanah Air termasuk di Sumatera Barat.
Bencana longsor terbesar terjadi pada tanggal 4 Mei 1987 di Padang Panjang yang menelan 143
korban jiwa, 49 rumah rusak, dan 1 buah bangunan sekolah tertimbun.
IV ‐ 3
Abrasi
Posisi geografis wilayah Provinsi Sumatera Barat yang berbatasan langsung dengan Lautan
India di arah barat menimbulkan potensi abrasi yang merubah garis pantai. Bangunan‐
bangunan di sepanjang pantai ini seringkali runtuh karena adanya abrasi.
Gambar IV.3.
Jumlah Kejadian Bencana Alam di Provinsi Sumatera Barat tahun 2002 2009
Sumber: DIBI – BNPB 2009
4.1.2. KERENTANAN
Dalam Undang‐undang nomor 24 Tahun 2007 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 tidak
diketemukan istilah kerentanan,namun terdapat istilah rawan bencana. Rawan Bencana yaitu
suatu kondisi atau karakteristik geologis, biologis hidrologis, klimatologis, geografis, sosial,
budaya, politik, ekonomi, dan tehnologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam,mencapai kesiapan, dan mengurangi
kemampuan untuk menanggapi dampak bahaya tertentu.
Secara umum kerentanan di bedakan menjadi kerentanan fisik dan kerentanan non‐fisik.
Kerentanan non‐fisik secara umum dapat ditengarai misalnya terkait dengan kondisi sosial
ekonomi penduduk, seperti; jumlah penduduk, distribusi penduduk, tingkat kemiskinan/
jumlah penduduk miskin, stuktur demografi (tingkat pendidikan, stukrur umur), dan lain‐lain.
Dalam Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat telah diidentifikasikan kedua
jenis kerentanan yang dihadapi terkait dengan tiap‐tiap jenis ancaman bencana, sebagaimana
tabel di bawah ini.
IV ‐ 4
Tabel IV.1.
Kerentanan di Provinsi Sumatera Barat berdasarkan Jenis Ancaman Bencana
IV ‐ 5
4.1.3. KEMAMPUAN
Berbeda dengan kerentanan, maka kemampuan akan memberikan penurunan terhadap
risiko yang timbul dari dampak bencana yang terjadi. Unsur kemampuan ini pada umum nya
terkait dengan bagaimana kapasitas kelmebagaan yang ada di suatu daerah guna dapat
melaksanakan penanggulangan bencana secara terorganisir dan sistematis yang didukung
dengan sumber daya yang ada.
Sebagaimana yang diidentifikasikan dalam Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi
Sumatera Barat 2008‐2012, maka kemampuan yang sudah dimiliki oleh Provinsi Sumatera
Barat adalah sebagai berikut:
1. Aspek kerangka peraturan telah terbitnya Peraturan daerah Nomor 5 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, Namun kelembagaan penanggulangan bencana di tingkat
Provinsi Sumatera Barat ini di bentuk dengan berdasarkan Persetujuan Mendagri untuk
Pembentukan BPBD Provinsi Sumatera Barat Nomor 061/3218/SJ tanggal 2 September
2009.
2. Sistem perencanaan penanggulangan bencana telah terbit sesuai dengan Peraturan
Gubernur Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008 tentang Rencana Panggulangan
Bencana Provinsi Sumatera Barat 2008 ‐ 2012
3. Sistem Penanggulangan Bencana sudah ada walaupun ada keterbatasan pada bidang
belum semua daerah memiliki Prosedur Tetap Penanggulangan Bencana, minimnya
latihan; dan kurangnya peralatan.
4. Sebagian besar daerah telah memiliki rencana penanganan pengungsi yang memerlukan
peningkatan dalam implementasi.
5. Sistem komando darurat bencana telah ditetapkan walaupun belum memadai, misalnya
dalam hal peralatan dan sosialisasi; pemangku kepentingan belum dilibatkan
sepenuhnya;
6. Jejaring penanggulangan bencana sudah ada walaupun belum optimal akibat kurangnya
komunikasi dan koordinasi antara pemerintah dengan lembaga nonpemerintah.
7. Materi dan bahan kesiapsiagaan telah ada tetapi kurang memadai dan menyebabkan
proses sosialisasi kurang optimal.
8. Pencatatan sejarah kejadian bencana.
9. Proses monitoring dan evaluasi telah dilaksanakan
10. Proses pembangunan kesiap‐siagaan telah dilaksanakan.
11. Susunan masyarakat tergolong homogen dan memudahkan pemberdayaan.
IV.2. PEMBELAJARAN DARI PERISTIWA BENCANA GEMPABUMI
Beberapa hal yang dapat dipetik sebagai pembelajaran dari peristiwa gempa bumi
adalah sebagai berikut:
A. Pemulihan yang tidak tuntas melemahkan kesiapsiagaan sistem penanggulangan
bencana. Provinsi Sumatera Barat tergolong sebagai salah satu provinsi yang paling
rawan gempabumi dan mengalami bencana ini berulang kali. Peluang untuk penguatan
sistem penanggulangan bencana yang tersedia pada fase pemulihan tidak digunakan
secara optimal untuk mendorong perubahan paradigm penanggulangan bencana. Dalam
IV ‐ 6
proses pemulihan yang berulang kali telah dilaksanakan ini, maka sistem
Penanggulangan bencana, kesadaran/budaya masyarakat, dan pemulihan dalam kerangka
perencanaan pembangunan tidak menanamkan investasi yang memadai bagi peningkatan
penguatan dayatahan dan dayalenting terhadap gempa. Akibatnya kepekaan dan
ketahanan masyarakat dan sistem penanggulangan terhadap gempa justru menurun.
B. Manusia tidak terbunuh oleh gempabumi melainkan oleh konstruksi bangunan
rentan gempa. Gedung‐gedung yang sudah terkena gempa dibangun kembali tanpa
mengindahkan kaidah ketahanan terhadap gempa dan tidak dikenakan sanksi. Gedung –
gedung yang rusak sedang dan ringan tidak diperbaiki dengan menganut pada struktur
yang sesuai ketentuan, hal ini mungkin juga karena belum adanya peraturan terkait
struktur bangunan tahan gempa (buiding code) yang disertakan dengan penagakan
hukumnya. Untuk bangunan yang tidak mengalami kerusakan tidak diinspeksi
ketahanannya terhadap gempa. Beberapa gedung pemerintah mungkin dibangun atau
dibangun ulang dengan penyimpangan spesifikasi dan standar yang semestinya.
Akibatnya manakala terkena gempa lagi, gedung‐gedung yang roboh itu justru yang
mengakibatkan jatuhnya korban manusia.
IV.3. PERUBAHAN PARADIGMA PENANGGULANGAN BENCANA
Pada tataran ideologis, Sumatera Barat tidak dapat lagi bersikap reaktif dan menunggu
kejadian bencana melainkan merubah paradigma untuk secara proaktif mengendalikan faktor‐
faktor risiko dengan mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas penanggulangan
bencana secara terintegrasi didalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan sehari‐hari.
IV ‐ 7
Ini berarti betul‐betul menggunakan fase pemulihan pada dua tahun mendatang, dan
melibatkan semua pemangku kepentingan pada semua tataran termasuk dan terutama
masyarakat luas yang baru saja terkena dampak bencana.
Salah satu langkah terpenting pada perubahan paradigma pada fase pasca bencana kali
ini adalah menerjemahkan ketentuan‐ketentuan Peraturan Daerah no. 5/2007 tentang
Penanggulangan Bencana dari tataran normatif menjadi peraturan, tatanan, dan perilaku
konkrit yang protektif dan progresif.
Berdasarkan tiga serangkai perundangan yang paling terkait, yaitu UU 24 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, dan UU 27/2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau‐Pulau Kecil, Pemerintah Daerah pada periode dua tahun
kedepan akan menerbitkan perangkat‐perangkat ketentuan peraturan antara lain:
1. Peraturan tentang rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan fisik berdasarkan standar
tentang ketahanan terhadap gempa.
2. Peraturan tentang rehabilitasi dan rekonstruksi yang menempatkan infrastruktur,
fasilitas, dan ruang publik sebagai garis pertahanan terdepan dan terkuat terhadap
bencana.
3. Peraturan tentang penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis pengurangan risiko
bencana.
Pada sisi tatanan kelembagaan, Sumatera Barat, berdasarkan Peraturan Daerah nomor
5/2007, dan berlandasakan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 46 tahun 2008 tentang
Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dan (2) Peraturan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana nomor 3 tahun 2008 tentang Pedoman
Pembentukan Penanggulangan Benacana Daerah, akan segera membentuk dan memberikan
otoritas sebagaimana mestinya kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Badan ini
dirancang untuk menjadi salah satu badan yang terbaik di Indonesia baik dalam tatanan, sikap,
tindakan, sumberdaya dan pelayanan dalam fungsi‐fungsi koordinasi, komando dan pelaksana
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Fungsi BPBD adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan
pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien.
2. Mengkordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, dan menyeluruh.
Sedangkan tugasnya adalah:
1. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah dan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang
mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi
secara adil dan setara.
2. Menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
berdasarkan peraturan perundang‐undangan.
3. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana.
4. Menyusun dan menetapkan Prosedur Tetap Penanganan Bencana.
5. Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya.
IV ‐ 8
Sumatera Barat memposisikan perencanaan penanggulangan bencana sebagai, pertama,
tangga dimana ketentuan peraturan yang abstrak turun menjadi kegiatan‐kegiatan konkrit yang
setelah diselenggarakan akan memberikan ketangguhan provinsi terhadap bencana. Kedua,
sebagai jembatan yang menghubungkan prinsip‐prinsip penanggulangan bencana dengan
arusutama proses dan sumberdaya pada sistem perencanaan pembangunan.
Dalam kaitan ini peran sentral akan dimainkan oleh BPBD, Bappeda, dan Dinas Tata
Ruang dan Permukiman dibawah koordinasi langsung Sekretariat Daerah atas nama Gubernur
sebagai pimpinan. Perencanaan ini akan menitikberatkan pada periode rehabilitasi dan
rekonstruksi 2010 dan 2011 dimana upaya pemulihan menggabungkan mandate dan
sumberdaya nasional dan propinsi. RPJMD dari Gubernur terpilih 2010 akan menjadi suatu
produk yang krusial. Oleh karena itu segala upaya akan dilakukan untuk memastikan bahwa
agenda pengurangan risiko bencana dalam konteks pasca bencana akan menjadi salah satu
issue kunci dalam kancah pemilihan Gubernur dan dalam visi dan misinya setelah yang
bersangkutan terpilih nanti. Semua ini dibingkai dengan Peraturan Daerah no. 7/2008 tentang
Rencana Pembangunan jangka Panjang Daerah (RPJPD) Sumatera Barat 2005 – 2025.
Kerangka besar ini kemudian diterjemahkan menjadi Renstra‐Renstra SKPD yang
unsur‐unsur penanggulangan bencananya diikat bersama menjadi Rencana Aksi Daerah (RAD)
Pengurangan Risiko Bencana. Pada titik ini RAD dilaksanakan melalui SKPD yang mendampingi
Rencana Kerja SKPD.
IV ‐ 9
Gambar IV.4
Kedudukan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Provinsi/Kabupaten/Kota
dan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana (RAD PRB)
dalam Konstelasi Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah
IV.4. MITIGASI RISIKO BENCANA
Visi Provinsi Sumatera Barat terkait penanggulangan bencana sebagaimana dinyatakan
dalam rencana Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat 2008‐2012 adalah:
“SUMATERA BARAT SIAGA, TANGGUH DAN TAWAKAL MENGHADAPI BENCANA”
Untuk mencapai visi tersebut ditetapkan misi sebagai berikut:
1. Mengurangi risiko bencana dengan membangun kesiap‐siagaan dan infrastruktur
diseluruh lini secara terencana dan terpadu.
2. Membangun ketahanan masyarakat dan kelembagaan pada masa krisis.
3. Memulihkan dampak bencana secara fisik dan psikologis.
Upaya mitigasi telah direncanakan secara sistematis dalam Rencana Pananggulangan
Bencana Provinsi Sumatera Barat, yaitu sebagai berikut:
Peraturan dan kebijakan Peningkatan kapasitas masyarakat
1. Pembentukan aturan perundangan terkait 1. Meningkatkan kapasitas Aparatur Daerah di
penanggulangan bencana di tingkat Provinsi Provinsi Sumatera Barat tentang
2. Pembentukan Kelompok Kerja percepatan penanggulangan bencana,
penyusunan Perda Penanggulangan Bencana 2. Penyusunan standarisasi peningkatan
Kota/Kabupaten kapasitas masyarakat dalam penanggulangan
3. Pendampingan Kelompok Kerja dalam bencana,
penyiapan Paturan/perundangan terkait 3. Penyusunan modul standarisasi sistem
penanggulangan bencana di kota/kabupaten komunitas siaga bencana di masyarakat
4. Pemenuhan kualitas dan kuantitas 4. Replikasi modul dan standarisasi sistem
sumber‐daya manusia lembaga BPBD kesiapsiagan masyarakat di Sumatera Barat
5. Pengadaan sarana dan pra‐sarana BPBD 5. Penyusunan kurikulum siaga bencana Sekolah
IV ‐ 10
Peraturan dan kebijakan Peningkatan kapasitas masyarakat
6. Penyusunan Modul dan Standarisasi BPBD 6. Pengadaan sarana dan pra‐sarana penunjang
Kota/Kabupaten, pelaksanaan kurikulum muatan local
7. Replikasi modul dan standarisasi BPBD di 7. Melaksanakan Pekan Budaya Siaga Bencana
Provinsi Sumatera Barat
Penyediaan anggaran serta kemampuan teknis Diversifikasi penghasilan bagi penduduk di
yang memadai. daerah rawan bencana,
1. Membangun kerjasama antar Kepala Daerah 1. Pembangunan mata pencaharian alternatif
dalam upaya penanggulangan bencana bagi masyarakat pesisir di daerah aman
2. Membangun jaringan kerja internal wilayah 2. Monitoring keberhasilan diversifikasi mata
Provinsi Sumatera Barat pencaharian penduduk didaerah rentan
3. Membangun jaringan kerja Provinsi dengan
Nasional dalam penanggulangan bencana,
Peningkatan kemampuan infrastruktur
1. Penyusunan rencana pengembangan dan
pengelolaan wilayah berbasis Penanggulangan
Bencana
2. Pengelolaan dan pengembangan wilayah
berbasis Penanggulangan Bencana
3. Penyusunan Pedoman Pembuatan Dokumen
Analisis Risiko Bencana (ARB) Provinsi
Sumatera Barat,
IV.5. KESIAPSIAGAAN
IV ‐ 11
Peringatan dini dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan tepat dalam rangka
mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat. Peringatan
dini dilakukan melalui:
1. Pengamatan gejala bencana
2. Analisis hasil pengamatan gejala bencana
3. Pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang
4. Penyebarluasan informasi tentang peringatan bencana;
5. Pengambilan tindakan oleh masyarakat.
Masyarakat juga harus turut dalam kesiapsiagaan bencana. Kesiapsiagaan masyarakat
terhadap bencana dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan dan pemahaman
mengenai:
1. Rencana penanggulangan kedaruratan bencana,
2. Pengorganisasian masyarakat,
3. Sistem peringatan dini,
4. Penyediaan dan penyiapan barang/bahan pemenuhan kebutuhan dasar,
5. Mekanisme tanggap darurat,
6. Penyiapan lokasi evakuasi, dan
7. Memberi prioritas terhadap kelompok rentan.
IV ‐ 12
BAB V
KERANGKA KERJA REHABILITASI
DAN REKONSTRUKSI
V.1. PRINSIP DASAR REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Kejadian bencana gempa bumi di wilayah Provinsi Sumatera Barat tanggal 30
September 2009 telah direspon oleh Pemerintah dengan menetapkan 4 langkah strategis
penanganan bencana Sumatera Barat dalam Sidang Kabinet Terbatas 15 Oktober 2009, yaitu:
1) Menetapkan status bencana sebagai Bencana Provinsi Sumatera Barat, yang
berdampak luas secara ekonomi dan sosial, serta mendapatkan perhatian dan dukungan
penanggulangan bencana dari Pemerintah;
2) Penyediaan Dana yang terdiri dari Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi sektor terkait yang
bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan Dana Hibah yang bersumber dari
dana bantuan bencana dan hibah Lembaga/Donor Bilateral dan Bantuan Lembaga/Donor
Multilateral
3) Melaksanakan penilaian kerusakan dan kerugian; yang kemudian dilanjutkan dengan
perkiraan kebutuhan pemulihan termasuk dimensi kemasyarakatan
4) Pembentukan lembaga pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang ditetapkan
melalui peraturan presiden
5) Langkah strategis pemerintah dijabarkan dalam komponen pemulihan yang selaras
dengan penilaian kerusakan dan kerugian serta pengkajian kebutuhan pemulihan
kemasyarakatan, yaitu terdiri dari 5 (lima) kelompok pemulihan sebagai berikut: 1)
Perumahan dan prasarana permukiman; 2) Prasarana publik; 3) Sosial; 4) Ekonomi
Produktif; dan 5) Lintas Sektor.
V.2. KEBIJAKAN UMUM REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Selaras dengan upaya pengurangan risiko pada konteks pasca bencana alam, termasuk
didalamnya pembelajaran dari peristiwa gempa bumi tanggal 30 September 2009 dan 1
Oktober 2009 di wilayah Provinsi Sumatera Barat, serta perubahan paradigma penanggulangan
bencana berdasarkan Undang Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;
maka dengan pertimbangan bahwa dampak kerusakan sangat dominan pada komponen
perumahan, serta akan memberikan dampak bagi kehidupan sosial‐ekonomi masyarakat
korban bencana, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di Provinsi Sumatera Barat
mengutamakan prinsip‐prinsip dasar sebagai berikut:
1. Menggunakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai sebagai sarana membangun
komunitas, membuka lapangan kerja dan menstimulasi ekonomi masyarakat; dalam
rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan jangka menengah dan panjang
dengan pendekatan kesiapsiagaan, mitigasi dan pengurangan risiko bencana;
2. Dilaksanakan dengan pendekatan pengendalian korupsi dan tata pemerintahan yang baik,
melalui koordinasi yang efektif antar pelaksana kegiatan serta mengedepankan aspirasi
masyarakat korban bencana bencana gempa bumi
3. Dilaksanakan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, sehingga kegiatan
pembangunan perlu memperhatikan dampak jangka panjang;
4. Dilaksanakan dalam upaya pengelolaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan
manusia dan masyarakat masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan
memenuhi kebutuhannya;
5. Dilaksanakan dengan memperhatikan aspek kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat
korban bencana dengan pendekatan kesetaraan gender, dan dengan lebih memperhatikan
kelompok rentan seperti: penyandang cacat, miskin, keluarga orang tua tunggal
perempuan, usia lanjut dan anak yatim piatu;
6. Dilaksanakan dengan memanfaatkan sumber daya alam lokal dengan mengedepankan
prinsip alokasi ruang yang efisien, mengurangi pencemaran, melaksanakan pola efisiensi
yang tinggi dalam penggunaan kembali dan daur ulang sumber daya yang tersedia, dan
memanfaatkan energi terbarukan sebagai alternatif sumber energi;
7. Khusus untuk kegiatan pemulihan komponen perumahan dan kehidupan masyarakat,
keduanya dilaksanakan dengan pendekatan partisipatisi masyarakat sesuai dengan
karakteristik budaya lokal; sekaligus meningkatkan pemahaman masyarakat tentang
pengurangan risiko bencana;
8. Dilaksanakan dengan memperhatikan standar teknis perbaikan lingkungan permukiman
di daerah rawan bencana termasuk gempa bumi, termasuk building code dan sebagainya,
sesuai peraturan yang berlaku;
9. Dilaksanakan dengan mengedepankan keterbukaan bagi semua pihak melalui penyediaan
informasi yang akurat serta pelayanan teknis, perijinan dan termasuk penyediaan unit
pengaduan masyarakat korban bencana di wilayah Provinsi Sumatera Barat
10. Dilaksanakan dengan mekanisme penyaluran dana yang berpedoman kepada peraturan
dan perundang‐undangan yang berlaku;
11. Dilaksanakan terutama oleh Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya, melalui
koordinasi yang efektif dan kerjasama antar pihak lintas sektor, dengan mekanisme
pemantauan dan pengendalian sesuai peraturan dan perundang‐undangan yang berlaku;
12. Dengan pertimbangan skala dan dampak kerusakan yang ditimbulkan, kegiatan
pemulihan dilaksanakan selama 2 tahun anggaran; yaitu dimulai dengan kegiatan
persiapan pada triwulan IV tahun anggaran 2009, selama tahun anggaran 2010 dan
berakhir pada tahun anggaran 2011.
V ‐ 2
V.3. SKENARIO REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana alam pada prinsipnya adalah upaya
mengembalikan kondisi dan kehidupan masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena
V ‐ 3
bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana dan sarana di wilayah yang
terkena dampak bencana.
Kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi diperkirakan berdasarkan penilaian kerusakan
dan kerugian (Damages and Losses Assessment) yang dilaksanakan oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), Bappenas dan Bank Dunia, serta dilengkapi dengan
penelitian kebutuhan masyarakat korban bencana (Human Recovery Needs Assessment) yang
dilaksanakan oleh Inter Agency Steering Committee yang dikoordinasikan oleh UNDP untuk
memperoleh gambaran kebutuhan pemulihan pasca bencana (Post Disaster Needs Assessment).
Keterkaitan antara Damages and Losses Assessment dengan Human Recovery Needs
Assessment memberikan umpan balik bagi kebutuhan pemulihan dengan menempatkan
masyarakat korban bencana dan lingkungan budidaya dan non‐budidaya sebagai sasaran
pemulihan pasca bencana.
Gambar V.1.
Penilaian Kebutuhan Pasca Bencana
PENILAIAN KEBUTUHAN PASCA BENCANA
RENCANA STRATEGI
DaLA dan PEMULIHAN PENDANAAN
IDENTIFIKASI
BANTUAN PASCA BENCANA PEMULIHAN
KEBUTUHAN
KEMANUSIAAN
KERUSAKAN SUMBER:
KEBUTUHAN
• APBN
PEMULIHAN
REKONSTRUKSI • APBD
PASCA
• DONOR
BENCANA
• MASYARAKAT
KERUGIAN
8
Berdasarkan hasil penelitian kebutuhan masyarakat yang menjadi masukan untuk
pemulihan system pemerintahan, sosial dan budaya serta ekonomi masyarakat Provinsi
Sumatera Barat pasca bencana, terdapat kebutuhan mendasar untuk segera beralih dari situasi
darurat menuju situasi terselenggaranya aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pasca bencana sebagai berikut:
1. Tersedianya akses terhadap pemenuhan kebutuhan pangan, air bersih dan sanitasi, serta
hunian
2. Tersedianya mata pencaharian
3. Tersedianya akses pada pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan sosial lainnya
4. Tersedianya akses pada pelayanan pendidikan dan pelayanan sosial lainnya
5. Terselenggaranya akses pada pelayanan pemerintah bagi aspek kependudukan (KTP,
kelahiran, kematian, pernikahan, ijin, status kepemilikan dan sebagainya)
V ‐ 4
6. Tersedianya ruang publik untuk melakukan kegiatan keagamaan, sosial dan budaya
Masyarakat korban bencana, terutama masyarakat miskin di daerah perdesaan,
kehilangan sebagian besar pilihan/opsi untuk mengatasi krisis pasca bencana alam, sehingga
pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan sedini mungkin harus memberikan
bantuan untuk penanggulangan krisis pasca bencana. Pemberian bantuan pemerintah dimulai
dari kegiatan tanggap darurat, dilanjutkan dengan bantuan transisi dalam rangka
mempersiapkan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi. Filosofi pemberian bantuan dari
pemerintah pada prinsipnya adalah memberikan akses kepada pengetahuan kesiapsiagaan,
mitigasi dan pengurangan risiko bencana, agar supaya kejadian bencana tidak menimbulkan
situasi krisis berkepanjangan yang akan menimbulkan gangguan pada keamanan dan
ketertiban.
Ruang lingkup kebijakan umum rehabilitasi dan rekonstruksi meliputi:
1. Pemberian bantuan/stimulasi dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk komponen
pangan/nutrisi, air bersih dan sanitasi, hunian dan mata pencaharian
2. Penyelenggaraan pelayanan pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial lainnya
3. Penghancuran sisa bangunan yang tidak layak fungsi dan tidak layak huni dan
pembersihan puing untuk dibangun kembali sesuai zoning code dan building code
4. Pembangunan ulang atau perbaikan fisik berbagai infrastruktur publik dengan memenuhi
kaidah keselamatan bangunan publik untuk memulihkan fungsi pelayanan kepada
masyarakat.
5. Dukungan peraturan/kebijakan bagi percepatan pemulihan dan upaya lainnya yang dapat
mendorong pemulihan ekonomi masyarakat dan daerah.
6. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan, pencegahan dan
pengurangan risiko bencana melalui berbagai kegiatan peningkatan pemahaman dan
pendidikan untuk membangun budaya keselamatan melalui kearifan lokal.
7. Dengan pendekatan keselamatan, maka sesuai dengan Undang Undang no. 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana pasal 32, Pemerintah dapat menetapkan daerah rawan
bencana menjadi daerah terlarang untuk permukiman dan/atau mencabut atau
mengurangi sebagian atau seluruh hak kepemilikan perorangan atas suatu benda sesuai
peraturan dan perundang‐undangan.
V.5. STRATEGI UMUM REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Strategi umum pemulihan pascabencana gempa bumi di wilayah selatan Provinsi
Sumatera Barat ditetapkan dengan memperhatikan:
1. Kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
2. Kelestarian lingkungan hidup dan pengurangan risiko bencana.
3. Manfaat dan efektivitas bantuan bagi korban bencana alam.
4. Lingkup luas wilayah, yaitu 12 (duabelas) kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera
Barat, yang meliputi:
a) Kota Padang
b) Kota Pariaman
c) Kota Solok
d) Kota Padang Panjang
V ‐ 5
e) Kabupaten Tanah Datar
f) Kabupaten Padang Pariaman
g) Kabupaten Kepulauan Mentawai
h) Kabupaten Agam
i) Kabupaten Solok
j) Kabupaten Pasaman
k) Kabupaten Pasaman Barat
l) Kabupaten Pesisir Selatan
Berdasarkan penilaian awal kerusakan dan kerugian yang dilaksanakan oleh BNPB,
Bappenas, UNDP dan World Bank status 26 Oktober 2009, bencana alam gempa bumi 30
September dan 1 Oktober 2009 di wilayah Provinsi Sumatera Barat; prosentase kerusakan dan
kerugian terbesar pada komponen perumahan milik masyarakat (74%); kemudian komponen
ekonomi produktif (11%), komponen sosial (7%) dan komponen infrastruktur (5%) dan
komponen lintas sektor terutama perkantoran pemerintah (3%). Komposisi kerusakan dan
kerugian asset milik pemerintah dan swasta adalah 11% dan 89%, dengan jumlah total
kerusakan dan kerugian sebesar Rp 20,86 triliun. Memperhatikan kondisi pascabencana alam
tersebut, maka strategi umum pemulihan adalah sebagai berikut:
1. Pemulihan Perumahan dan Prasarana Lingkungan Permukiman; yang bertujuan
untuk mendorong segera pulihnya kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
yang terdampak bencana
2. Pemulihan Prasarana Publik; yang bertujuan untuk segera memulihkan akses antar
daerah, memulihkan pelayanan listrik, air bersih dan sanitasi
3. Pemulihan Sosial; yang bertujuan untuk segera memulihkan kegiatan belajar‐
mengajar, pelayanan kesehatan, kegiatan budaya dan keagamaan, serta pelayanan bagi
kelompok rentan dan miskin
4. Pemulihan Ekonomi Produktif; yang bertujuan untuk segera memulihkan kegiatan
ekonomi masyarakat, perdagangan antar daerah, kegiatan industri yang menyerap
tenaga kerja serta pelayanan perbankan/lembaga keuangan, dan revitalisasi kegiatan
pariwisata beserta pendukungnya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
5. Pemulihan Lintas Sektor; terutama membangun kembali dan memperbaiki bangunan
pemerintah dengan kaidah konstruksi tahan gempa serta memulihkan fungsi pelayanan
kepada masyarakat.
V.5.1. STRATEGI UMUM PEMULIHAN PERUMAHAN DAN PRASARANA
LINGKUNGAN PERMUKIMAN
A. ISU POKOK YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Hilangnya tempat tinggal dan asset rumah tangga di daerah permukiman rusak
berat/tidak layak huni yang dihuni mayoritas kelompok rentan; berpotensi
meningkatkan kemiskinan dan timbulnya kerawanan sosial;
2. Sejumlah penghuni rumah rusak berat/sedang/ringan membangun kembali
rumahnya tanpa bimbingan teknis struktur tahan gempa, akan menimbulkan
V ‐ 6
risiko terulangnya kerusakan dan tidak certified untuk menerima stimulan dari
Pemerintah
3. Rumah roboh/rusak berat terletak pada lokasi bukan hunian dalam rencana
pemanfaatan ruang yang sebagian besarnya dihuni oleh kelompok rentan;
4. Penghuni rumah roboh/rusak berat yang tidak memiliki status kepemilikan tanah
dan bangunan yang sah,
5. Penghuni rumah roboh/rusak berat adalah perempuan kepala keluarga dengan
sejumlah tanggungan;
6. Penghuni rumah roboh/rusak berat yang terletak di kawasan berpotensi risiko
tinggi, sehingga perlu direlokasi;
7. Potensi munculnya bencana lain, seperti wabah penyakit dan permasalahan
kesehatan di tempat pengungsian, akibat menurunnya kualitas sanitasi
lingkungan;
8. Hilang/rusaknya peralatan produksi pada rumah yang digunakan sebagai tempat
usaha mikro/kecil;
9. Lokasi rumah rusak roboh/rusak berat yang tidak berkelompok dengan akses
transportasi terbatas untuk memobilisasi bahan bangunan dan penyediaan
pelayanan pendampingan.
B. STRATEGI PEMULIHAN
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 21 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana, pokok‐pokok bantuan perbaikan rumah masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Bantuan dimaksud merupakan bantuan Pemerintah bagi masyarakat untuk
memperbaiki rumahnya yang mengalami kerusakan akibat bencana dengan
mengikuti standar teknis tahan gempa sesuai ketentuan peraturan dan
perundang‐undangan;
2. Bantuan dimaksud dapat berupa tempat tinggal sementara, bahan bangunan,
komponen rumah atau uang yang besarnya ditetapkan berdasarkan evaluasi
tingkat kerusakan rumah;
3. Guna percepatan pemulihan, prioritas pemulihan awal adalah perbaikan rumah
rusak ringan dari sumber pendanaan Pemerintah Daerah, dan perbaikan rumah
rusak sedang dari sumber pendanaan Pemerintah
4. Mengingat perbaikan rumah masyarakat yang rusak berat memerlukan waktu
yang lebih lama, maka penyediaan hunian transisi serta prasarana air bersih dan
sanitasi yang memenuhi standar pelayanan minimum menjadi prioritas
pemulihan awal
5. Bantuan yang dimaksud diberikan dengan pola pemberdayaan masyarakat
dengan memperhatikan karakter daerah dan budaya masyarakat dengan
mekanisme yang ditetapkan oleh pemerintah;
6. Pembangunan kembali prasarana dan sarana permukiman harus berdasarkan
pedoman perencanaan teknis dengan memperhatikan masukan dari
instansi/lembaga terkait dan aspirasi masyarakat daerah bencana;
7. Pelaksanaan pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat dilakukan melalui
bimbingan teknis dan bantuan teknis instansi/lembaga terkait yang dimobilisasi
sedini mungkin untuk membantu masyarakat yang ingin segera memperbaiki
rumah;
V ‐ 7
8. Relokasi permukiman dengan konsep yang ditetapkan pemerintah, apabila
pemerintah menetapkan daerah rawan bencana menjadi daerah terlarang untuk
permukiman;
9. Perbaikan rumah dan prasarana permukiman bertujuan untuk menciptakan
lingkungan yang lebih aman dan lebih sehat, dapat dikelola langsung
pelaksanaannya oleh masyarakat sebagai bagian dari tanggung‐jawab bersama;
10. Melalui pelaksanaan perbaikan rumah dan prasarana permukiman dapat
disampaikan pendidikan dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam
kesiapsiagaan, mitigasi dan pengurangan risiko bencana.
V.5.2. STRATEGI UMUM PEMULIHAN PRASARANA PUBLIK
A. ISU POKOK YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Terputusnya akses transportasi darat dari dan menuju Kabupaten Padang
Pariaman akibat gempa dan longsor.
2. Terputusnya pelayanan listrik dan telekomunikasi bagi bangunan umum dan
rumah penduduk yang dinilai tidak layak huni pasca gempa bumi.
3. Terputusnya pelayanan air bersih akibat kerusakan bangunan umum.
4. Tidak optimalnya pelayanan sanitasi karena kekurangan pasokan air bersih.
B. STRATEGI PEMULIHAN
Berdasarkan Peraturan Pemerintah 21/2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana, pasal 67, pokok‐pokok pemulihan prasarana publik adalah sebagai berikut:
1. Pembangunan kembali prasarana dan sarana publik harus memperhatikan
kebijakan sektor terkait dan rencana tata ruang wilayah provinsi dan
kabupaten/kota;
2. Pembangunan kembali prasarana dan sarana publik harus berdasarkan
perencanaan teknis sesuai peraturan yang berlaku dengan memperhatikan
masukan dari instansi/lembaga terkait;
3. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik
dilakukan dengan cara mengembangkan rancang bangun hasil penelitian dan
pengembangan, memperhatikan kondisi kerusakan, memperhatikan kearifan lokal
dan menyesuaikan dengan tingkat kerawanan bencana pada daerah yang
bersangkutan.
V.5.3. STRATEGI UMUM PEMULIHAN SOSIAL
A. ISU POKOK YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Terganggunya kegiatan belajar mengajar akibat hilang/rusaknya prasarana dan
sarana pendidikan, sehingga mengakibatkan ± 120.000 siswa sekolah dasar dan
menengah harus belajar di sekolah darurat.
2. Berkurangnya kapasitas pelayanan rawat‐inap, pelayanan tindakan medis dan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
V ‐ 8
3. Berkurangnya kapasitas pelayanan sosial yang mengakibatkan menurunnya
kualitas hidup penderita cacat, usia lanjut dan anak yatim piatu.
4. Hilang/rusaknya fasilitas peribadatan sebagai simpul pengikat kekerabatan
masyarakat Minang dan wadah kohesi sosial.
B. STRATEGI PEMULIHAN
Berdasarkan Peraturan Pemerintah 21/2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana, pasal 67, pokok‐pokok pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
diselenggarakan melalui upaya sebagai berikut:
1. Prioritas pemulihan awal adalah prasarana dan sarana pendidikan, kesehatan dan
pelayanan sosial.
2. Pembangunan kembali prasarana dan sarana harus berdasarkan perencanaan
teknis dengan memperhatikan masukan dari instansi/lembaga terkait,
pemerintah daerah dan aspirasi masyarakat daerah bencana.
3. Kegiatan fisik pembangunan kembali prasarana dan sarana dimaksud
memperhatikan rencana tata ruang.
4. Perencanaan teknis dimaksud disusun dengan memperhatikan potensi risiko
bencana dan standar konstruksi bangunan sipil sesuai peraturan yang berlaku,
sedemikian rupa sehingga bangunan dapat berfungsi sebagai tempat evakuasi.
5. Tetap menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar dan melengkapi sekolah
darurat dengan SDM pengajar dan sarana yang layak.
6. Tetap menyelenggarakan pelayanan kesehatan melalui pusat layanan kesehatan
bagi yang memerlukan, termasuk a) bantuan konseling dan konsultasi keluarga, b)
pendampingan pemulihan trauma dan c) pelatihan pemulihan kondisi psikologis.
7. Tetap menyelenggarakan pelayanan sosial terutama bagi penyandang cacat, anak‐
anak dan usia lanjut.
8. Dalam lingkungan permukiman, membantu masyarakat membangun kembali
fasilitas peribadatan.
V.5.4. STRATEGI UMUM PEMULIHAN EKONOMI PRODUKTIF
A. ISU POKOK YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Gempa bumi memberikan dampak yang signifikan pada sektor produktif terutama
perdagangan dan industri/usaha kecil dan menengah di daerah perkotaan dan
pertanian/tambak di daerah pesisir; yang rumahnya menjadi tempat usaha.
2. Kegiatan yang terkait dengan sektor pariwisata akan menjadi tantangan
pemulihan, karena sektor ini akan menjadi stimulan kegiatan perdagangan dan
industri kecil/menengah.
3. Pada sektor keuangan diperkirakan lebih dari 2.000 peminjam terkena dampak
dan sebagian dari portofolio pinjaman di lembaga perbankan diperkirakan
menjadi kredit macet.
4. Pada sektor pertanian, kerusakan infrastruktur seperti sistem irigasi dan tambak
ikan mempengaruhi mata pencaharian penduduk di desa dan daerah pesisir.
V ‐ 9
5. Pada sektor perikanan, kerusakan infrastruktur dermaga pendaratan ikan dan TPI
akan mempengaruhi pendapatan nelayan.
B. STRATEGI PEMULIHAN
1. Prioritas pemulihan awal adalah memberikan bantuan berupa stimulan bagi usaha
mikro/kecil yang terdampak bencana untuk memulihkan mata pencaharian.
2. Selanjutnya memberikan bantuan sesuai sasaran untuk membantu UKM, termasuk
permodalan bagi usaha yang layak namun belum bankable.
3. Khususnya bagi debitur yang terdampak bencana, diperlukan kebijakan
restrukturisasi pinjaman dan bantuan untuk memulai usaha.
4. Bagi usaha mikro/kecil di daerah perumahan, bantuan disampaikan bersamaan
atau segera setelah pembangunan rumah.
5. Pembangunan kembali prasarana dan sarana perdagangan, pariwisata, lembaga
keuangan/perbankan harus berdasarkan perencanaan teknis dengan
memperhatikan potensi risiko bencana dan standar konstruksi bangunan sipil
sesuai peraturan yang berlaku.
6. Kegiatan fisik pembangunan kembali prasarana dan sarana dimaksud
memperhatikan rencana tata ruang.
7. Penyediaan fasilitas perdagangan sementara bagi pasar milik pemerintah pada
lokasi yang strategis untuk selama waktu pemulihan.
8. Pemerintah mendorong penggunaan skim asuransi untuk perlindungan bangunan
terhadap risiko bencana alam.
V.5.5. STRATEGI UMUM PEMULIHAN LINTAS SEKTOR
A. ISU POKOK YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Terdapat banyak gedung pemerintahan yang runtuh baik di Kota Padang maupun
di kabupaten/kota lainnya yang menyebabkan terganggunya pelayanan
pemerintah.
2. Diperlukan penyelamatan dan pengamanan dokumen pemerintah untuk
menyelenggarakan pelayanan.
3. Diperlukan bantuan peralatan perkantoran untuk menyelenggarakan fungsi
pelayanan.
4. Diperlukan upaya mitigasi untuk pengamanan hutan dan lereng bahaya longsor,
serta revitalisasi fungsi daerah pesisir sebagai kawasan pembangunan terbatas.
B. STRATEGI PEMULIHAN
1. Prioritas pemulihan awal adalah menyediakan tempat sementara bagi kegiatan
pemerintahan untuk memulihkan pelayanan kepada masyarakat, terutama bagi
sektor yang menjadi key player kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.
2. Pembangunan kembali prasarana dan sarana pemerintah harus berdasarkan
perencanaan teknis dengan memperhatikan potensi risiko bencana dan standar
konstruksi bangunan sipil sesuai peraturan yang berlaku.
V ‐ 10
3. Kegiatan fisik pembangunan kembali prasarana dan sarana dimaksud
memperhatikan rencana tata ruang.
4. Menyediakan bantuan teknis bagi penguatan kapasitas pemerintah daerah untuk
pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi.
5. Pengelolaan tempat pembuangan dan pendauran puing.
6. Pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam rencana pemulihan.
V.5.6. PENGURANGAN RISIKO BENCANA
Pembelajaran dari kejadian bencana gempa bumi 12 September 2007 dan 30 September 2009
menjadi isu strategis yang mengemuka, bahwa pengurangan risiko bencana menjadi
pendekatan strategis dalam kerangka rehabilitasi dan rekonstruksi dan pemulihan jangka
panjang. Selain yang telah di‐integrasikan kedalam setiap strategi komponen pemulihan;
pemerintah daerah mengusulkan kerangka kebijakan dan kelembagaan pengurangan risiko
bencana sebagai berikut:
1. Revisi dan penyusunan rencana kontijensi serta penyusunan prosedur tetap
kota/kabupaten.
2. Revisi dan penyusunan rencana penanggulangan bencana provinsi/kabupaten/kota.
3. Revisi dan penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
4. Penyusunan pedoman zoning code dan building code.
5. Fasilitasi pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
6. Penguatan pusat pengendalian dan operasi penanggulangan bencana termasuk
peringatan dini.
7. Penguatan kelembagaan masyarakat dalam kesiapsiagaan, mitigasi dan pengurangan
risiko bencana.
V.6. PENTAHAPAN PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Sesuai dengan ruang lingkup kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi dan skala kerusakan
akibat bencana alam gempa bumi, maka kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan
selama 2 tahun anggaran; yaitu dimulai pada tahun anggaran 2010 dan berakhir pada tahun
anggaran 2011. Pentahapan pemulihan pascabencana gempa Sumatera Barat terdiri dari 3
(tiga) tahapan, yaitu: tahap pemulihan awal, tahap rehabilitasi dan tahap rekonstruksi. Tujuan
umum dari pelaksanaan tiap tahapan tersebut adalah untuk mempercepat pemulihan
kehidupan masyarakat di wilayah pascabencana alam.
1. Tahap Pemulihan Awal dilaksanakan segera dalam waktu 1‐3 bulan, sangat mungkin
masih bersinggungan dengan kegiatan bantuan kemanusiaan, bertujuan untuk
memulihkan kondisi sosial psikologis korban bencana alam, menyediakan tempat tinggal
sementara dan pelayanan dasar seraya melakukan berbagai persiapan bagi pelaksanaan
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi termasuk mobilisasi pendanaan sesuai mekanisme
peraturan dan perundang‐undangan yang berlaku. Pada tahap pemulihan awal yang
merupakan perioda transisi pasca tanggap darurat menuju rehabilitasi, diperlukan skim
penyaluran dana yang cepat sehingga pelayanan dasar bagi masyarakat korban bencana
dapat terselenggara.
V ‐ 11
2. Tahap Rehabilitasi dilaksanakan dalam waktu 3 – 12 bulan setelah masa tanggap
darurat berakhir sebagai respon atas berbagai isu yang bersifat mendesak dan
membutuhkan penanganan yang segera. Sesuai dengan Undang Undang no. 24 tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 58, rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan:
perbaikan lingkungan daerah bencana; perbaikan prasarana dan sarana umum;
pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat; pemulihan sosial psikologis; pelayanan
kesehatan; rekonsiliasi dan resolusi konflik; pemulihan sosial‐ekonomi‐budaya;
pemulihan keamanan dan ketertiban; pemulihan fungsi pemerintahan dan pemulihan
fungsi pelayanan publik. Pada tahap ini, mekanisme pemberian bantuan kepada
masyarakat maupun upaya revitalisasi prasarana publik perlu menyertakan kebijakan
mitigasi dan pengurangan risiko bencana.
3. Tahap Rekonstruksi dilaksanakan dalam waktu 6 – 24 bulan bersinggungan dengan
kegiatan rehabilitasi, serta bertujuan untuk memulihkan sistem secara keseluruhan serta
mengintegrasikan berbagai program pembangunan ke dalam pendekatan pembangunan
daerah. Sesuai dengan Undang Undang no. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana pasal 59, rekonstruksi dilakukan melalui pendekatan membangun lebih baik
(building back better) meliputi: (i) pembangunan kembali prasarana dan sarana, (ii)
pembangunan kembali sarana sosial masyarakat, (iii) pembangkitan kembali kehidupan
sosial budaya masyarakat, (iv) penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan
penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, (v) peningkatan partisipasi dan
peranserta lembaga/organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat, (vi)
peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, (viii) peningkatan fungsi pelayanan
publik, dan (ix) peningkatan pelayanan utama kepada masyarakat. Pada tahap
rekonstruksi, diperlukan pergeseran paradigma kebijakan menuju pengurangan risiko
bencana, yang diintegrasikan kedalam perencanaan pembangunan dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
Pada tabel V.1. berikut ini diuraikan prioritas tindakan berdasarkan pentahapan
rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai pedoman penyusunan kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi.
Tabel V.1.
Kerangka pentahapan dan ruang lingkup rehabilitasi dan rekonstruksi
V ‐ 12
Tahapan Rehabilitasi dan Rehabilitasi dan
Pemulihan Awal
Rekonstruksi Rekonstruksi
Komponen Triwulan IV2009
2010 2011
Pemulihan • Pemulihan akses • Pembangunan jalan dan • Penyediaan pelayanan
Prasarana Publik transportasi jembatan air bersih, listrik dan
• Penyediaan pelayanan air • Pemulihan jaringan komunikasu bagi
bersih dan sanitasi pelayanan listrik, air kantor pemerintah dan
bersih dab telekomunikasi fasilitas umum yang
• Penyediaan pelayanan telah pulih
listrik dan telekomunikasi bagi perumahan, kantor
untuk prasarana strategis pemerintah dan fasilitas
umum
• Perbaikan sistim irigasi
sederhana untuk • Perbaikan sistim irigasi
revitalisasi kegiatan teknis dan non‐teknis
pertanian peranian
V ‐ 13
1. Dalam melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi, pemerintah kabupaten/kota wajib
menggunakan dana APBD kabupaten/kota;
2. Dalam hal APBD tidak memadai, pemerintah kabupaten/kota dapat meminta bantuan
kepada pemerintah provinsi dan/atau Pemerintah untuk melaksanakan kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi;
3. Dalam hal pemerintah kabupaten/kota meminta bantuan dana rehabilitasi dan
rekonstruksi, permintaan tersebut harus melalui pemerintah provinsi bersangkutan;
4. Selain permintaan dana tersebut, pemerintah kabupaten/kota dapat meminta bantuan
kepada pemerintah provinsi dan/atau Pemerintah berupa: a) Tenaga Ahli, b) Peralatan,
dan c) Pembangunan prasarana.
Gambar V.2.
Sumber pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
• MULTILATERAL • APBN-P
• BILATERAL
• RKP
• ONBUDGET
• OFF BUDGET • RAPBN
BANTUAN
LUAR NEGERI
APBN
APBD APBD
KAB/KOTA PROVINSI
• APBD-P • APBD-P
• RKPD • RKPD
• RAPBD • RAPBD
Sumber: Bappenas, 2009
Dengan pendekatan membangun lebih baik, sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 22
tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, sumber dana
penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah dan pemerintah
daerah. Dana penanggulangan bencana Sumatera Barat terdiri dari:
1) APBN melalui dana siap pakai
2) APBN yang dikoordinasikan oleh BNPB
3) APBD yang dikoordinasikan oleh BPBD
4) Bantuan bencana alam melalui ABPN/ APBD
5) Realokasi Pinjaman Luar Negeri
6) Dana Alokasi Umum (DAU)
7) Dana Dekonsentrasi
8) Dana Alokasi Khusus (DAK)
9) Mandatory (licensing)/Insurance
10) Hibah Luar Negeri melalui Rekening Menteri Keuangan
11) Hibah dari perusahaan/swasta/masyarakat nasional
12) Penyertaan dana swadaya masyarakat
V ‐ 14
Berdasarkan penilaian kerusakan dan kerugian; asset yang rusak akibat gempa bumi 30
September 2009 dan 1 Oktober 2009 sebagian besar terdiri dari asset milik masyarakat (88%).
Berdasarkan kepemilikan asset dan komponen pemulihan, maka skema pendanaan rehabilitasi
dan rekonstruksi adalah sebagai berikut:
Tabel V.2.
Skema pembiayaan rehabilitasi dan rekonstruksi
Sumber Swasta/ Pembiayaan
Swasta/ Sepenuhnya
Perusahaan Pemerintah*)
Perusahaan/ pembiayaan
Didukung Didukung pemerintah*)
Komponen Masyarakat
Pemerintah*) masyarakat
Pemulihan
Rumah dan Stimulan perbaikan
Perumahan dan
prasarana rumah milik
Prasarana
permukiman masyarakat**)
Permukiman
Pemulihan Jalan & jembatan
Prasarana Publik Listrik, air bersih
Irigasi dan prasarana
dan peningkatan dan telekomunikasi
pelayanan pertanian
Fasilitas pendidikan,
Pemulihan Sosial Fasilitas pendidikan, Fasilitas pendidikan,
kesehatan, sosial
dan Budaya kesehatan, sosial kesehatan, sosial
milik swasta+skema
Masyarakat milik swasta milik pemerintah
asuransi
Pemulihan Perdagangan, hotel, Perdagangan, hotel,
Ekonomi Produktif pariwisata, lembaga pariwisata, lembaga
dan ekonomi keuangan, pertanian keuangan, pertanian
masyarakat milik swasta milik pemerintah
Stimulan keuangan Stimulan keuangan
Pemulihan Lintas
(CSR) dengan (CSR) dengan
Sektor terutama Stimulan PNPM Kantor pemerintah
dukungan kebijakan dukungan kebijakan
Pemerintahan
UKM UKM
*) termasuk dukungan dari lembaga/negara donor internasional, serta dukungan pendanaan APBD
**) pendanaan perumahan berupa stimulan yang bersumber dari APBN dan APBD
V ‐ 15
Tabel V.3.
Matriks Strategi dan Pentahapan Pemulihan Pascabencana Gempa Bumi
di Provinsi Sumatera Barat
V ‐ 16
Komponen/ Lokasi Sasaran/ Perioda
Kegiatan Pelaksanaan Sumber
No Program Daerah Terdampak
Prioritas Pendanaan
Pemulihan Bencana 2009 2010 2011
Penyaluran Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
stimulan bangunan Solok,Padang Panjang Pemerintah*)
rumah dengan Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
struktur tahan Pariaman, Agam, Solok, masyarakat
gempa Pasaman,Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Penyediaan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
bantuan teknis Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
peralatan dan Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
pengoperasian Pariaman, Agam, Solok, √ √ masyarakat
system informasi Pasaman,Pasaman Barat,
dan pemantauan Pesisir Selatan
kemajuan dan
kualitas konstruksi
3 Pembangunan Pelatihan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
prasarana perencanaan Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
permukiman partisipatif dan Kab. Tanah Datar, Padang √ √ Didukung
pembentukan Pariaman, Agam, Solok, masyarakat
kelompok Pasaman,Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Perencanaan dan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
penataan Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
lingkungan Kab. Tanah Datar, Padang √ √ Didukung
permukiman Pariaman, Agam, Solok, masyarakat
sesuai rencana tata Pasaman,Pasaman Barat,
ruang Pesisir Selatan
Penyediaan sarana Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
air bersih dan Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
sanitasi Kab. Tanah Datar, Padang √ √ Didukung
Pariaman, Agam, Solok, masyarakat
Pasaman,Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Perbaikan sarana Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
lingkungan:mesjid, Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
balai desa, surau, Kab. Tanah Datar, Padang √ √ Didukung
jalan lingkungan Pariaman, Agam, Solok, masyarakat
dsb Pasaman,Pasaman Barat, dan swasta
Pesisir Selatan
Penyediaan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
peralatan medis Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
sesuai standar Kab. Tanah Datar, Padang √ √ Didukung
untuk pustu Pariaman, Agam, Solok, masyarakat
Pasaman,Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Bantuan teknis Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
bagi evaluasi Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
keamanan Kab. Tanah Datar, Padang √ Didukung
lingkungan Pariaman, Agam, Solok, masyarakat
permukiman Pasaman,Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
4 Relokasi Sosialisasi konsep Kab. Padang Pariaman, Pembiayaan
perumahan dan relokasi kepada Agam √ Pemerintah*)
prasarana masyarakat
Didukung
permukiman
V ‐ 17
Komponen/ Lokasi Sasaran/ Perioda
Kegiatan Pelaksanaan Sumber
No Program Daerah Terdampak
Prioritas Pendanaan
Pemulihan Bencana 2009 2010 2011
dari daerah masyarakat
rawan bencana
Penyediaan hunian TBD Pembiayaan
transisi dan sarana Pemerintah*)
transisi √
Didukung
masyarakat
Penyediaan TBD Pembiayaan
stimulan Pemerintah*)
pembangunan √ √
Didukung
rumah
masyarakat
Pembangunan TBD Pembiayaan
prasarana Pemerintah*)
permukiman √
Didukung
masyarakat
II PRASARANA PUBLIK
1 Jalan dan Rehabilitasi dan Kota Padang, Sepenuhnya
Jembatan rekonstruksi jalan Pariaman,Solok, Padang pembiayaan
dan jembatan Panjang, Tanah Datar pemerintah*)
nasional, provinsi, Kab. Padang Pariama,
kab/kota √
Kepulauan, Mentawai,
Agam, Solok, Pasaman,
Pasaman Barat, Pesisir
Selatan
2 Energi Perbaikan Kota Padang, Pariaman, PLN
sambungan rumah Solok, Padang Panjang
Kab. Tanah Datar, Padang √
Pariaman, Agam, Solok,
Pasaman,Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Perbaikan dan Kota Padang, Pariaman, PLN
penyediaan Solok, Padang Panjang
pelayanan listrik Kab. Tanah Datar, Padang
bagi kantor √ √
Pariaman, Agam, Solok,
pemerintah dan Pasaman,Pasaman Barat,
bangunan umum Pesisir Selatan
3 Telekomunikasi Perbaikan dan Kab. Pesisir Selatan PT. POS
penyediaan
pelayanan listrik
√ √
bagi kantor
pemerintah dan
bangunan umum
4 Terminal Perbaikan Kota Padang Sepenuhnya
transportasi prasarana dan √ pembiayaan
darat fasilitas terminal pemerintah*)
5 Dermaga dan Perbaikan Kota Padang, Kepulauan Sepenuhnya
terminal prasarana dan Mentawai, Pesisir pembiayaan
√
pelabuhan fasiltas dermaga Selatan,Kepulauan pemerintah*)
Mentawai
Perbaikan Kota Padang, Kepulauan Sepenuhnya
prasarana dan Mentawai, Pesisir pembiayaan
√
fasiltas pelabuhan Selatan,Kepulauan pemerintah*)
Mentawai
V ‐ 18
Komponen/ Lokasi Sasaran/ Perioda
Kegiatan Pelaksanaan Sumber
No Program Daerah Terdampak
Prioritas Pendanaan
Pemulihan Bencana 2009 2010 2011
6 Air Bersih Perbaikan fasilitas Kota Padang, Padang PDAM
produksi Pariaman, Agam, Pesisir
Selatan, Pasaman, √
Pasaman Barat,Tanah
Datar
Perbaikan pipa Kota Padang, Padang PDAM
transmisi dan Pariaman, Agam, Pesisir
distribusi Selatan, Pasaman, √
Pasaman Barat,Tanah
Datar
Penyediaan Kota Padang, Padang PDAM
pelayanan bagi Pariaman, Agam, Pesisir
kantor pemerintah Selatan, Pasaman, √ √
dan bangunan Pasaman Barat,Tanah
umum Datar
Jaringan distribusi Kota Padang, Padang PDAM
tersier dan Pariaman, Agam, Pesisir
sambungan rumah Selatan, Pasaman, √ √
Pasaman Barat,Tanah
Datar
Penyediaan dan Kota Padang, Padang PDAM
pengoperasian Pariaman, Agam, Pesisir didukung
mobil tangki Selatan, Pasaman, √ Didukung
Pasaman Barat,Tanah Pemerintah*)
Datar
Penyediaan bak Kota Padang, Padang PDAM
penampungan air Pariaman, Agam, Pesisir didukung
Selatan, Pasaman, √ Didukung
Pasaman Barat,Tanah Pemerintah*)
Datar
Penyediaan dan Kota Padang, Padang PDAM
pengoperasian Pariaman, Agam, Pesisir didukung
generator Selatan, Pasaman, √ Didukung
Pasaman Barat,Tanah Pemerintah*)
Datar
4 Prasarana SDA Perbaikan irigasi Kota Padang, Pariaman, Sepenuhnya
teknis Tanah Datar, Padang pembiayaan
Pariaman, Kepulauan pemerintah*)
√ √
Mentawai, Agam, Solok,
Pasaman, Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Perbaikan irigasi Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
non teknis Tanah Datar, Padang Pemerintah*)
Pariaman, Kepulauan
√ √ Didukung
Mentawai, Agam, Solok,
masyarakat
Pasaman, Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Perbaikan irigasi Kota Padang, Pariaman, Swasta/
sederhana Tanah Datar, Padang Perusahaan
Pariaman, Kepulauan
Didukung
Mentawai, Agam, Solok, √ Pemerintah*)
Pasaman, Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
V ‐ 19
Komponen/ Lokasi Sasaran/ Perioda
Kegiatan Pelaksanaan Sumber
No Program Daerah Terdampak
Prioritas Pendanaan
Pemulihan Bencana 2009 2010 2011
III SOSIAL
1 Kesehatan Penyediaan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
peralatan Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
pembongkaran dan Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
pembersihan puing Pariaman, Kepulauan √
masyarakat
Mentawai, Agam, Solok,
Pasaman, Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Perbaikan rumah Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
sakit pemerintah Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
Pariaman, Kepulauan √
masyarakat
Mentawai, Agam, Solok,
Pasaman, Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Perbaikan rumah Kota Padang, Pariaman, Swasta/
sakit swasta Solok, Padang Panjang Perusahaan
Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
Pariaman, Kepulauan √ √ √ Pemerintah*)
Mentawai, Agam, Solok,
Pasaman, Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Perbaikan dan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
pembangunan Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
Puskesmas, Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
Poliklinik, Pustu Pariaman, Kepulauan √ √
masyarakat
dan Polindes Mentawai, Agam, Solok,
Pasaman, Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Penguatan Kota Padang, Pariaman, Swasta/
pelayanan Solok, Padang Panjang Perusahaan
kesehatan bagi ibu Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
dan anak Pariaman, Kepulauan √ Pemerintah*)
Mentawai, Agam, Solok,
Pasaman, Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Penyediaan tempat Kota Padang, Pariaman, Swasta/
pelayanan medis Solok, Padang Panjang Perusahaan
sementara, Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
termasuk untuk Pariaman, Kepulauan √ Pemerintah*)
pencegahan Mentawai, Agam, Solok,
epidemic pasca Pasaman, Pasaman Barat,
bencana Pesisir Selatan
Penyediaan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
peralatan tindakan Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
medis dan obat2an Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
Pariaman, Kepulauan √
masyarakat
Mentawai, Agam, Solok,
Pasaman, Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Penyediaan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
peralatan Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
√
pengolahan limbah Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
medis sementara Pariaman, Kepulauan
V ‐ 20
Komponen/ Lokasi Sasaran/ Perioda
Kegiatan Pelaksanaan Sumber
No Program Daerah Terdampak
Prioritas Pendanaan
Pemulihan Bencana 2009 2010 2011
Mentawai, Agam, Solok, masyarakat
Pasaman, Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Penyediaan tenaga Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
medis dan Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
penyuluhan Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
kesehatan Pariaman, Kepulauan √ √
masyarakat
Mentawai, Agam, Solok,
Pasaman, Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Penyediaan Kota Padang, Pariaman, Swasta/
pelayanan trauma Solok, Padang Panjang Perusahaan
psikologis dan Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
konseling Pariaman, Kepulauan √ √ √ Pemerintah*)
Mentawai, Agam, Solok,
Pasaman, Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
2 Pendidikan Penyediaan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
peralatan Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
pembongkaran dan Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
pembersihan puing Pariaman, Kepulauan √ √ masyarakat
Mentawai, Agam,Solok
Kab. Pasaman, Pasaman
Barat, Pesisir Selatan
Perbaikan dan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
pembangunan Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
prasarana Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
pendidikan TK, SD, Pariaman, Kepulauan √ masyarakat
SLP, SMU/SMK dan Mentawai, Agam,Solok
SLB milik
Kab. Pasaman, Pasaman
pemerintah
Barat, Pesisir Selatan
Perbaikan dan Kota Padang, Pariaman, Swasta/
pembangunan Solok, Padang Panjang Perusahaan
prasarana Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
pendidikan TK, SD, Pariaman, Kepulauan √ √ Pemerintah*)
SLP, SMU/SMK dan Mentawai, Agam,Solok
SLB milik swasta
Kab. Pasaman, Pasaman
Barat, Pesisir Selatan
Penyediaan lokal Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
belajar‐mengajar Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
sementara Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
Pariaman, Kepulauan √ masyarakat
Mentawai, Agam,Solok
Kab. Pasaman, Pasaman
Barat, Pesisir Selatan
Penyediaan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
peralatan belajar Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
mengajar Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
Pariaman, Kepulauan masyarakat
Mentawai, Agam,Solok √
Kab. Pasaman, Pasaman
Barat, Pesisir Selatan
V ‐ 21
Komponen/ Lokasi Sasaran/ Perioda
Kegiatan Pelaksanaan Sumber
No Program Daerah Terdampak
Prioritas Pendanaan
Pemulihan Bencana 2009 2010 2011
Penyediaan tenaga Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
guru pengganti dan Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
tambahan guru Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
Pariaman, Kepulauan √ masyarakat
Mentawai, Agam,Solok
Kab. Pasaman, Pasaman
Barat, Pesisir Selatan
Penyediaan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
pelayanan Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
konseling Kab. Tanah Datar, Padang
pemulihan Didukung
Pariaman, Kepulauan √ √ masyarakat
psikososial bagi Mentawai, Agam,Solok
siswa dan guru
Kab. Pasaman, Pasaman
Barat, Pesisir Selatan
Penuediaan paket Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
pelatihan Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
ketrampilan hidup Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
bagi anak2 Pariaman, Kepulauan √ √ masyarakat
Mentawai, Agam,Solok
Kab. Pasaman, Pasaman
Barat, Pesisir Selatan
3 Peribadatan Penyediaan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
peralatan Solok,Padang Panjang Pemerintah*)
pembongkaran dan Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
pembersihan puing Pariaman, Kepulauan √ √
masyarakat
Mentawai, Agam,Solok,
Pasaman, Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Perbaikan dan Kota Padang, Pariaman, Swasta/
pembangungan Solok,Padang Panjang Perusahaan
mesjid dan Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
mushola, gereja, Pariaman, Kepulauan √ √
Pemerintah*)
vihara Mentawai, Agam,Solok,
Pasaman, Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
4 Lembaga Sosial Penyediaan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
peralatan Padang Panjang Pemerintah*)
pembongkaran dan √ √
Kab. Padang Pariaman, Didukung
pembersihan puing Agam masyarakat
Perbaikan dan Kota Padang Pembiayaan
pembangunan Pemerintah*)
panti dan UPT √
Depsos Didukung
masyarakat
Penyediaan tempat Kota Padang, Pariaman, Swasta/
penitipan dan Padang Panjang Perusahaan
perawatan anak Kab. Padang Pariaman, √
Didukung
dan usia lanjut Agam Pemerintah*)
sementara
Penyediaan paket Kota Padang, Pariaman, Swasta/
pelatihan Padang Panjang Perusahaan
ketrampilan bagi √
Kab. Padang Pariaman, Didukung
anak2 dan manula Agam Pemerintah*)
V ‐ 22
Komponen/ Lokasi Sasaran/ Perioda
Kegiatan Pelaksanaan Sumber
No Program Daerah Terdampak
Prioritas Pendanaan
Pemulihan Bencana 2009 2010 2011
Penyediaan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
fasilitas air bersih Padang Panjang Pemerintah*)
dan sanitasi √ √
Kab. Padang Pariaman, Didukung
Agam masyarakat
Penyediaan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
pelayanan Padang Panjang Pemerintah*)
kesehatan dan Kab. Padang Pariaman, √ √
Didukung
konseling trauma Agam masyarakat
psikologis
IV EKONOMI PRODUKTIF
1 Pertanian Revitalisasi Kota Pariaman Pembiayaan
produktivitas Kab. Padang Pariaman, Pemerintah*)
lahan pertanian √ √
Agam Didukung
masyarakat
Perikanan Perbaikan dan Kota Padang, Pariaman Pembiayaan
pembangunan TPI Pemerintah*)
√
Didukung
masyarakat
Perbaikan dan Kota Padang, Pariaman Pembiayaan
pembangunan Pemerintah*)
pangkalan √
Didukung
pendaratan ikan
masyarakat
Perbaikan dan Kota Padang, Pariaman Pembiayaan
pembangunan Kab. Pesisir Selatan Pemerintah*)
balai benih ikan √
Didukung
masyarakat
Revitalisasi Kota Padang Pembiayaan
tambak ikan Kab. Padang Pariaman, Pemerintah*)
√ √
Agam Didukung
masyarakat
Penyediaan TPI Kota Padang, Pariaman Pembiayaan
sementara serta Pemerintah*)
fasilitas √ √
penyimpanan Didukung
masyarakat
Penyediaan Kota Padang, Pariaman Pembiayaan
pangkalan Pemerintah*)
pendaratan ikan √ √
Didukung
sementara
masyarakat
Penyediaan Kota Padang Swasta/
peralatan nelayan Kab. Padang Pariaman, Perusahaan
dan peningkatan √ √ √
Agam Didukung
usaha perikanan
Pemerintah*)
Bantuan Kota Padang Pembiayaan
penyediaan benih Kab. Padang Pariaman, Pemerintah*)
√ √
Agam Didukung
masyarakat
3 Peternakan Rehabilitasi usaha Kota Padang, Pariaman √ √ √ Swasta/
peternakan
V ‐ 23
Komponen/ Lokasi Sasaran/ Perioda
Kegiatan Pelaksanaan Sumber
No Program Daerah Terdampak
Prioritas Pendanaan
Pemulihan Bencana 2009 2010 2011
kecil/menengah Perusahaan
Didukung
Pemerintah*)
4 Industri Rehabilitasi dan Kota Padang, Pariaman Swasta/
pemulihan Kab. Padang Pariaman, Perusahaan
kapasitas produksi Agam, Pesisir Selatan √ √ √
Didukung
industry dan
Pemerintah*)
menengah
Bantuan Kota Padang, Pariaman Pembiayaan
revitalisasi Kab. Padang Pariaman, Pemerintah*)
peralatan produksi Agam, Pesisir Selatan √ √
Didukung
bagi industry kecil
dan mikro masyarakat
V ‐ 24
Komponen/ Lokasi Sasaran/ Perioda
Kegiatan Pelaksanaan Sumber
No Program Daerah Terdampak
Prioritas Pendanaan
Pemulihan Bencana 2009 2010 2011
7 Hotel, Rumah Penyediaan Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
Makan, peralatan Solok, Padang Panjang Pemerintah*)
Restoran pembongkaran dan √ √ √
Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
pembersihan puing Pariaman masyarakat
Perbaikan dan Kota Padang, Pariaman, Swasta/
pembangunan Solok, Padang Panjang Perusahaan
gedung (milik √ √ √
Kab. Tanah Datar, Padang Didukung
swasta) Pariaman Pemerintah*)
V LINTAS SEKTOR
1 Kantor Penyediaan Kota Padang, Pariaman Pembiayaan
Pemerintah peralatan Kab. Agam, Solok, Pemerintah*)
pembongkaran, √ √
Pasaman, Pasaman Barat, Didukung
pembersihan puing Pesisir Selatan masyarakat
Penyediaan kantor Kota Padang, Pariaman Pembiayaan
sementara dan Kab. Agam, Solok, Pemerintah*)
peralatan √ √
Pasaman, Pasaman Barat, Didukung
Pesisir Selatan masyarakat
Penyediaan Kota Padang, Pariaman Pembiayaan
sumber Kab. Agam, Solok, Pemerintah*)
listrik/genset √ √
Pasaman, Pasaman Barat, Didukung
Pesisir Selatan masyarakat
Pemulihan fungsi Kota Padang, Pariaman Pembiayaan
dan pengoperasian Kab. Agam, Solok, Pemerintah*)
teknologi √ √ √
Pasaman, Pasaman Barat, Didukung
informasi Pesisir Selatan masyarakat
Penguatan Kota Padang, Pariaman Pembiayaan
kapasitas Kab. Agam, Solok, Pemerintah*)
pelaksanaan dan Pasaman, Pasaman Barat, √ √ √ Didukung
pengendalian Pesisir Selatan masyarakat
rehabilitasi dan
rekonstruksi
2 Lingkungan Bantuan teknis Kota Padang, Pariaman Pembiayaan
Hidup penyusunan Kab. Agam, Solok, Pemerintah*)
AMDAL untuk Pasaman, Pasaman Barat, √ Didukung
tempat Pesisir Selatan masyarakat
pembuangan dan
pendauran puing
Stabilisasi Kab. Agam, Padang Pembiayaan
kemiringan lereng Pariaman Pemerintah*)
dan pengendalian √ √
Didukung
pemanfaatan
masyarakat
lereng
Mitigasi longsor Kab. Agam Pembiayaan
Danau Maninjau Pemerintah*)
√ √
Didukung
masyarakat
Konservasi hutan Kab. Agam, Padang Pembiayaan
dan lahan Pariaman, Tanah Datar, Pemerintah*)
√ √
Pesisir Selatan, Solok,
Didukung
Kota Padang
V ‐ 25
Komponen/ Lokasi Sasaran/ Perioda
Kegiatan Pelaksanaan Sumber
No Program Daerah Terdampak
Prioritas Pendanaan
Pemulihan Bencana 2009 2010 2011
masyarakat
AMDAL Kota Padang, Pariaman, Pembiayaan
rehabilitasi dan Solok Pemerintah*)
rekonstruksi pasca Padang Panjang Didukung
gempa
Kab. Tanah Datar, Padang √ √ masyarakat
Pariaman,
Agam, Solok,
Pasaman,Pasaman Barat,
Pesisir Selatan
Peningkatan Kab. Agam Pembiayaan
kapasitas Kab. Pesisir Selatan Pemerintah*)
manajemen
Kota PadangKab. Pesisir √ √ √ Didukung
lingkungan dalam
Selatan masyarakat
rehabilitasi dan
rekonstruksi
Revitalisasi Kab. Agam Pembiayaan
sumber daya Kab. Pesisir Selatan Pemerintah*)
pesisir √ √ √
Kota PadangKab. Pesisir Didukung
Selatan masyarakat
Revitalisasi DAS Kab. Padang Pariaman,
Agam
KEGIATAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA
1 Pengurangan Revisi dan Kota Padang, Pembiayaan
Risiko Bencana penyusunan Pariaman,Bukit Tinggi, Pemerintah*)
Rencana kontijensi Solok, Padang
Didukung
dan penyusunan Panjang,Payakumbuh,
masyarakat
Protap Sawah Lunto
Kab. Tanah Datar,Padang
Pariaman, Kepulauan √ √
Mentawai, Agam, Lima
Puluh Kota, Solok,
Darmasraya, Pasaman,
Pasaman Barat,Sijunjung,
Solok Selatan,Pesisir
Selatan
Gladi dan simulasi Kota Padang, Pembiayaan
Pariaman,Bukit Tinggi, Pemerintah*)
Solok, Padang
Panjang,Payakumbuh, Didukung
masyarakat
Sawah Lunto
Kab. Tanah Datar,Padang
Pariaman, Kepulauan √ √
Mentawai, Agam, Lima
Puluh Kota, Solok,
Darmasraya, Pasaman,
Pasaman Barat,Sijunjung,
Solok Selatan,Pesisir
Selatan
Revisi dan Kota Padang, Pembiayaan
penyusunan Pariaman,Bukit Tinggi, Pemerintah*)
Rencana Solok, Padang √ √ Didukung
Penanggulangan Panjang,Payakumbuh,
masyarakat
Bencana Sawah Lunto, Kab. Tanah
Datar,Padang Pariaman,
V ‐ 26
Komponen/ Lokasi Sasaran/ Perioda
Kegiatan Pelaksanaan Sumber
No Program Daerah Terdampak
Prioritas Pendanaan
Pemulihan Bencana 2009 2010 2011
Kepulauan Mentawai,
Agam, Lima Puluh Kota,
Solok, Darmasraya,
Pasaman, Pasaman
Barat,Sijunjung, Solok
Selatan,Pesisir Selatan
Permetaan detail Kota Padang, Pembiayaan
jalur gempa Pariaman,Bukit Tinggi, Pemerintah*)
Solok, Padang
Didukung
Panjang,Payakumbuh,
Sawah Lunto masyarakat
Kab. Tanah Datar,Padang
Pariaman, Kepulauan √ √
Mentawai, Agam, Lima
Puluh Kota, Solok,
Darmasraya, Pasaman,
Pasaman Barat,Sijunjung,
Solok Selatan,Pesisir
Selatan
Kampanye dan Kota Padang, Pembiayaan
pendidikan Pariaman,Bukit Tinggi, Pemerintah*)
penyadaran publik Solok, Padang
Didukung
Panjang,Payakumbuh,
masyarakat
Sawah Lunto
Kab. Tanah Datar,Padang
Pariaman, Kepulauan √ √
Mentawai, Agam, Lima
Puluh Kota, Solok,
Darmasraya, Pasaman,
Pasaman Barat,Sijunjung,
Solok Selatan,Pesisir
Selatan
Pembangunan Kab. Agam Pembiayaan
Monumen di Pemerintah*)
Tandike (longsor) √ √
Didukung
masyarakat
Pemetaan rawan Kota Padang, Pembiayaan
longsor detail Pariaman,Bukit Tinggi, Pemerintah*)
Solok, Padang
Didukung
Panjang,Payakumbuh,
masyarakat
Sawah Lunto
Kab. Tanah Datar,Padang
Pariaman, Kepulauan √ √
Mentawai, Agam, Lima
Puluh Kota, Solok,
Darmasraya, Pasaman,
Pasaman Barat,Sijunjung,
Solok Selatan,Pesisir
Selatan
Revisi rencana tata Kota Padang, Pembiayaan
ruang wilayah Pariaman,Bukit Tinggi, Pemerintah*)
Solok, Padang
Didukung
Panjang,Payakumbuh,
√ √ masyarakat
Sawah Lunto
Kab. Tanah Datar,Padang
Pariaman, Kepulauan
Mentawai, Agam, Lima
V ‐ 27
Komponen/ Lokasi Sasaran/ Perioda
Kegiatan Pelaksanaan Sumber
No Program Daerah Terdampak
Prioritas Pendanaan
Pemulihan Bencana 2009 2010 2011
Puluh Kota, Solok,
Darmasraya, Pasaman,
Pasaman Barat,Sijunjung,
Solok Selatan,Pesisir
Selatan
Perkuatan Kota Padang, Pembiayaan
kelembagaan di Pariaman,Bukit Tinggi, Pemerintah*)
masyarakat Solok, Padang
Didukung
Panjang,Payakumbuh,
masyarakat
Sawah Lunto
Kab. Tanah Datar,Padang
Pariaman, Kepulauan √ √
Mentawai, Agam, Lima
Puluh Kota, Solok,
Darmasraya, Pasaman,
Pasaman Barat,Sijunjung,
Solok Selatan,Pesisir
Selatan
Pembangunan Kota Padang, Pembiayaan
sistem komunikasi Pariaman,Bukit Tinggi, Pemerintah*)
Solok, Padang
Didukung
Panjang,Payakumbuh,
masyarakat
Sawah Lunto
Kab. Tanah Datar,Padang
Pariaman, Kepulauan √ √
Mentawai, Agam, Lima
Puluh Kota, Solok,
Darmasraya, Pasaman,
Pasaman Barat,Sijunjung,
Solok Selatan,Pesisir
Selatan
Pembangunan dan Kota Padang, Pembiayaan
perkuatan Pariaman,Bukit Tinggi, Pemerintah*)
pusdalops Solok, Padang
Didukung
Panjang,Payakumbuh,
Sawah Lunto masyarakat
Kab. Tanah Datar,Padang
Pariaman, Kepulauan √ √
Mentawai, Agam, Lima
Puluh Kota, Solok,
Darmasraya, Pasaman,
Pasaman Barat,Sijunjung,
Solok Selatan,Pesisir
Selatan
Fasilitasi Kota Pembiayaan
pembentukan Pariaman,Solok,Padang Pemerintah*)
BPBD Panjang, Payakumbuh,
Didukung
Sawah Lunto
masyarakat
Kab. Tanah Datar, Padang
Pariaman, Agam, Lima √ √
Puluh Kota,Solok,
Darmasraya,
Pasaman,Pasaman Barat,
Sijunjung, Solok Selatan,
Pesisir Selatan
Pembangunan Kota Padang, Pembiayaan
sistem peringatan Pariaman,Bukit Tinggi, √ √
Pemerintah*)
V ‐ 28
Komponen/ Lokasi Sasaran/ Perioda
Kegiatan Pelaksanaan Sumber
No Program Daerah Terdampak
Prioritas Pendanaan
Pemulihan Bencana 2009 2010 2011
dini multihazard Solok, Padang Didukung
Panjang,Payakumbuh, masyarakat
Sawah Lunto
Kab. Tanah Datar,Padang
Pariaman, Kepulauan
Mentawai, Agam, Lima
Puluh Kota, Solok,
Darmasraya, Pasaman,
Pasaman Barat,Sijunjung,
Solok Selatan,Pesisir
Selatan
Pembangunan Kota Padang, Pembiayaan
PUSDIKLAT dan Pariaman,Bukit Tinggi, Pemerintah*)
Depo Solok, Padang
Didukung
Panjang,Payakumbuh,
masyarakat
Sawah Lunto
Kab. Tanah Datar,Padang
Pariaman, Kepulauan √ √
Mentawai, Agam, Lima
Puluh Kota, Solok,
Darmasraya, Pasaman,
Pasaman Barat,Sijunjung,
Solok Selatan,Pesisir
Selatan
Penyusunan Kota Padang, Pembiayaan
pedoman zoning Pariaman,Bukit Tinggi, Pemerintah*)
code dan building Solok, Padang
Didukung
code Panjang,Payakumbuh,
masyarakat
Sawah Lunto
Kab. Tanah Datar,Padang
Pariaman, Kepulauan √ √
Mentawai, Agam, Lima
Puluh Kota, Solok,
Darmasraya, Pasaman,
Pasaman Barat,Sijunjung,
Solok Selatan,Pesisir
Selatan
V ‐ 29
BAB VI
PENYELENGGARAAN REHABILITASI
DAN REKONSTRUKSI
VI.1. KEBIJAKAN PENDANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Pendanaan penanggulangan bencana sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor
22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana. Dana penanggulangan
bencana adalah dana yang digunakan bagi penanggulangan bencana pada tahap prabencana,
saat tanggap darurat dan/atau pascabencana. Dana penanggulangan bencana menjadi
tanggungjawab bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dana penanggulangan
bencana berasal dari: a) APBN, b) APBD; dan/atau c) Masyarakat. Dana penanggulangan
bencana yang bersumber dari APBN menyediakan juga dana kontijensi bencana, dana siap pakai
dan dana bantuan sosial berpola hibah, dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
BNPB, dan/atau BPBD sesuai tugas pokok dan fungsinya. Sehubungan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008, maka untuk pendanaan penanggulangan bencana dari
sumber APBD (Provinsi/Kabupaten/Kota), baik sistem perencanaan dan penganggarannya
maupun pelaksanaan, penata usahaan keuangan dan pertanggungjawabanya perlu disesuaikan
dengan pengaturan mengenai pengelolaan keuangan daerah (APBD), yaitu:
1. Peraturan Pemerintah nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 Tahun 2006 junto nomor 59 Tahun 2007
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Penyusunan APBD (diterbitkan tiap
tahun anggaran;
4. Peraturan lainnya yang terkait dengan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan
daerah.
Pendanaan untuk pemulihan pascabencana gempa bumi di wilayah Provinsi Sumatera
Barat ditujukan bagi komponen pemulihan sesuai komponen kerusakan dan kerugian pada
Penilaian Kerusakan dan Kerugian (Damages and Losses Assessment): a) Perumahan dan
prasarana permukiman, b) Prasarana publik, c) Sosial, (d) Ekonomi Produktif, dan (e) Lintas
Sektor. Pendanaan yang menggunakan pendekatan stimulan berpola hibah, dilaksanakan untuk
bantuan perumahan masyarakat dan bantuan bagi ekonomi masyarakat; sedangkan untuk
pemulihan infrastruktur dan bantuan teknis menggunakan pola pendanaan pembangunan
sesuai peraturan dan perundang‐undangan.
Pokok‐pokok kebijakan pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana di
Provinsi Sumatera Barat dituangkan dalam Petunjuk Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
yang ditetapkan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Kebijakan pendanaan stimulan perumahan ditetapkan dengan komponen sebagai berikut:
1) Bantuan untuk Rumah Rusak Berat Rp 15 juta, dari sumber APBN
2) Bantuan untuk Rumah Rusak Sedang Rp 10 juta, dari sumber APBN
3) Bantuan untuk Rumah Rusak Ringan Rp 1 juta, dari sumber APBD Kabupaten/Kota
4) Penyediaan fasilitator Teknis dan Fasilitator Sosial
5) Penyediaan peralatan pertukangan
6) Pendekatan pembangunan yang berbasis komunitas mengacu pada pedoman teknis dari
Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum.
Kebijakan pendanaan bagi pemulihan prasarana dan fasilitas umum milik pemerintah
ditetapkan sebagai berikut:
1) Komponen yang didanai adalah prasarana dan sarana publik, sosial, ekonomi produktif
dan lintas sektor milik pemerintah yang mengalami kerusakan akibat gempa bumi,
termasuk pemulihan pelayanan, yang telah diverifikasi oleh Pemerintah dan Pemerintah
Daerah.
2) Sumber pendanaan adalah APBN dan APBD sesuai kewenangan; termasuk dukungan
dari masyarakat dan donor/lembaga internasional.
Kebijakan pendanaan stimulan ekonomi produktif ditetapkan sebagai berikut:
1) Komponen yang didanai adalah bantuan langsung kepada masyarakat korban bencana
untuk sektor‐sektor pertanian, peternakan, perikanan, jasa, perdagangan, industri
pengolahan berbasis komunitas, yang telah di‐identifikasi oleh Pemerintah Daerah.
2) Sumber pendanaan adalah APBN dan APBD sesuai kewenangan; termasuk dukungan
dari masyarakat dan donor/lembaga internasional.
VI.1.1. DANA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PEMERINTAH DAN
PEMERINTAH DAERAH
Perencanaan dan penganggaran kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang bersumber
dari APBN dan APBD pada tahap pascabencana dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
dan perundang‐undangan. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyusun dokumen
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai
landasan penyusunan RAPBN dan RAPBD. Penyusunan rancangan RKP dilakukan melalui
proses pembahasan yang terkoordinasi antara Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/BAPPENAS dengan seluruh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah melalui
penyelenggaraan Rapat Koordinasi Pusat (Rakorpus) Penyusunan RKP dan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Nasional. Penyusunan rancangan RKPD dilakukan
melalui proses pembahasan yang terkoordinasi antara Bappeda dengan seluruh satuan kerja
perangkat daerah (SKPD) melalui penyelenggaraan Musrenbang Daerah, untuk menghasilkan
kesepakatan antar pelaku pembangunan tentang rancangan RKP dan RKPD, yang kemudian
dituangkan kedalam RKA‐KL dan RKA‐SKPD sesuai peraturan dan perundang‐undangan.
VI ‐ 2
VI.1.1. Dana Hibah
Dana yang tersedia dalam rekening Penerimaan Bantuan Bencana Alam Sumatera hanya
dapat dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan penanganan dan penanggulangan bencana alam
di Sumatera dan sekitarnya. Pemanfaatannya menggunakan mekanisme APBN melalui Menteri
Keuangan sebagai Pengguna Anggaran, sedangkan Sekretaris Utama Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).Berdasarkan status
tanggal 23 Oktober 2009, dana yang telah diterima dari berbagai sumber telah mencapai jumlah
setara Rp 480 Miliar.
Selain penerimaan melalui rekening tersebut diantas, bantuan internasional dapat
diterima melalui skema Multi Donor Fund Sumatera Barat, yang akan ditetapkan lebih lanjut
oleh Pemerintah.
Donor multilateral dan bilateral yang telah menyampaikan komitmen dukungan dana
sebagai berikut:
VI ‐ 3
Tabel VI.2.
Perkiraan penerimaan dana bantuan dari sumber multilateral dan bilateral
Komitmen Executing
No Sumber Status
(juta) Agency
1 The World Bank
UPP/PNPM Urban USD 20‐30 Reprogramming DJCK, Dep. PU
KDP/PNPM Rural USD 17 Reprogramming Depdagri
PAMSIMAS USD 5 Reprogramming DJCK, Dep. PU
ILGR USD 3 Reprogramming Depdagri
WASAP USD 0,5 ‐ 1 Reprogramming World Bank
Early Childhood Education and USD 1,5 Reprogramming Depdiknas
Development
WINRIP USD 6 Reprogramming DJBM, Dep. PU
2 ADB
Asia Pacific Disaster Response Fund USD 3
Project USD 18‐25 Reprogramming
3 IDB USD 30,5 Gabungan hibah, soft
loan,pinjaman
4 UN‐Family USD 38,5 Tersedia USD 14,5 M
5 UN‐OCHA
Bantuan Teknis In‐kind
Emergency USD 0,17
6 UNDP
Bantuan Teknis In‐kind
Project RISE USD 0,2
7 UK Government
Emergy Response £ 1,5
Project £ 1,5
8 AUSAID AUD 12
9 Germany £ 0,75
10 Government of Netherland £ 0,5
11 Government of Japan Belum ditetapkan
Sumber: Bappenas, 29 Oktober 2009.
VI.2. KEBUTUHAN PENDANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
VI ‐ 4
Tabel VI.3.
Rekapitulasi Kebutuhan Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Nilai Kebutuhan Kepemilikan
NO SEKTOR/SUBSEKTOR Sumatera Barat Pemerintah Swasta
(Rp Juta) (%) (Rp Juta) (%) (Rp Juta) (%)
1. Perumahan 3.165.518,18 49,33 3.165.518,18 92,05
2. Infrastruktur 661.935,20 10,32 578.046,92 19,41 83.888,28 2,44
3. Sosial 1.268.176,02 19,76 1.268.176,02 42,58
4. Ekonomi 189.433,43 2,95 5.697,00 0,19 183.736,43 5,34
5. Lintas Sektor 1.097.387,18 17,10 1.091.528,18 36,65 5.859,00 0,17
6. Pengurangan Risiko Bencana 34.650,00 0,54 34.650,00 1,16
Total 6.417.100,00 100,00 2.978.098,12 100,00 3.439.001,88 100,00
Kebutuhan dana yang teridentifikasi tersebut adalah estimasi awal, berdasarkan asumsi
perencanaan. Untuk kebutuhan dana pembangunan fisik, diperlukan perencanaan teknis dan
valuasi enjiniring lebih lanjut berdasarkan skala kerusakan dan persyaratan teknis sektor
masing‐masing. Untuk kebutuhan pemulihan non‐fisik seperti stimulan perumahan dan
stimulan ekonomi masyarakat, diperlukan pendataan calon penerima manfaat dan jenis
intervensi yang diperlukan sebagai umpan balik perumusan kebijakan intervensi dan
kebutuhan pendanaan bagi bantuan kepada masyarakat, termasuk mekanisme penyalurannya.
VI.3. MEKANISME PENDANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
1. Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Kementerian/Lembaga melaksanakan program rehabilitasi dan rekonstruksi sesuai
tugas pokok dan fungsinya melalui mekanisme APBN, termasuk Dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan. Satuan Kerja Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota
melaksanakan program rehabilitasi dan rekonstruksi sesuai tugas pokok dan fungsinya
melalui mekanisme APBD.
2. Hibah Perumahan, Sosial dan Ekonomi
Untuk meningkatkan efektivitas bantuan, penyaluran bantuan kepada masyarakat
dilaksanakan bersamaan dengan pemulihan perumahan. Berdasarkan Petunjuk
Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang ditetapkan oleh Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, maka tatacara bantuan langsung masyarakat adalah sebagai
berikut:
a) Khususnya untuk bantuan perumahan, penyaluran bantuan dilaksanakan melalui
Kelompok Masyarakat
b) Bantuan untuk komponen sosial dan ekonomi produktif dikoordinasikan oleh
BNPB bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
c) Alokasi dana bantuan dari sumber APBN diserahkan melalui Nota Kesepahaman
antara BNPB dengan Bupati/Walikota melalui Gubernur Sumatera Baratnyang
selanjutnya diserahkan kepada Satuan Kerja Pemerintah Daerah sesuai tugas
pokok dan fungsinya.
VI ‐ 5
VI.3. KELEMBAGAAN PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Segera setelah masa tanggap darurat diumumkan oleh Pemerintah, maka pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi segera dimulai. Dengan pertimbangan bahwa fungsi pemerintah
daerah tidak terpengaruh oleh kejadian bencana 30 September 2009, maka pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah Provinsi Sumatera Barat dilaksanakan oleh Pemerintah
Sumatera Barat, dibawah koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan bertugas memberikan arahan
kebijakan, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat bertugas memberikan arahan teknis berupa
pedoman operasional, sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota bertugas melaksanakan
rehabilitasi dan rekonstruksi sesuai pedoman operasional yang disusun oleh Pemerintah
Provinsi Sumatera Barat. Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Klinik Rehabilitasi dan
Rekonstruksi sebagai forum koordinasi antar SKPD dan pelayanan bagi masyarakat, sedangkan
di tingkat kecamatan atau nagari dibentuk Unit Pemantauan untuk memastikan kegiatan
pemulihan dan penyaluran dana dilaksanakan tepat sasaran dan akuntabel.
Gambar VI.1.
Mekanisme Koordinasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Dalam hal Pemerintah Daerah memerlukan dukungan kapasitas bagi pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi, maka dapat dibentuk Tim Teknis di tingkat Pusat yang
dikoordinasikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan bertugas memberikan bantuan
teknis bagi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi oleh Pemerintah Daerah, yang selanjutnya
ditetapkan struktur kelembagaan dan tanggung jawabnya oleh Pemerintah.
VI ‐ 6
VI.4. PENGENDALIAN PELAKSANAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
VI ‐ 7
Tabel VI.4.
Mekanisme pelaporan pemantauan dan evaluasi sumber dana APBN
Periode
Jenis Laporan Pelapor Penerima Laporan Tembusan
Pelaporan
Sumber: Peraturan Pemerintah no. 39 tahun 2006
Untuk pembiayaan dengan sumber APBD, perlu dicermati Peraturan Menteri Dalam
Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang Keuangan Daerah dan Permendagri nomor 55 Tahun
2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban
Bendahara serta Penyampaiannya, yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah nomor 8
tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah Pasal 31 Ayat 4 yang
berbunyi “ Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penatausahaan dan penyusunan laporan
pertanggungjawaban bendahara serta penyampaiannya untuk tingkat pusat diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan dan untuk tingkat Pemda diatur dengan Peraturan
Gubernur/Bupati/Walikota dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam
Negeri.”
Pelaporan kinerja keuangan dan instansi pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah
no. 8 tahun 2006, yang berpedoman pada Undang‐undang nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, Undang‐undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang‐undang nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah Daerah. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban
VI ‐ 8
pengelolaan keuangan negara/daerah dalam satu periode, sedangkan Laporan Kinerja adalah
ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian kinerja berdasarkan
rencana kerja yang ditetapkan dalam pelaksanaan APBN/APBD. Pada prinsipnya, Laporan
Keuangan dan Laporan Kinerja harus menunjukkan konsistensi antara input (pengerahan
sumber daya manusia, peralatan, dana) dengan output (dalam bentuk barang/jasa) dengan
indikator kinerja yang terukur. Mekanisme Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota telah diatur dengan rinci dalam
Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2006 untuk dilaksanakan. Dalam peraturan ini
terkandung upaya pengawasan dan pengendalian yang berpedoman pada peraturan dan
perundang‐undangan yang berlaku.
Dalam rangka melakukan pengendalian terhadap partisipasi masyarakat dunia usaha dan
masyarakat international, penatausahaan akan berpedoman pada Peraturan Pemerintah nomor
2 tahun 2006, Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2008 dan peraturan pelaksanaan yang
diterbitkan oleh Menteri Keuangan.
Untuk mengevaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, akan digunakan 5 (lima)
indikator yaitu:
1. Konsistensi pelaksanaan kebijakan dan strategi pemulihan, kegiatan prioritas, dan
pendanaan dengan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi;
2. Koordinasi antara Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, yang menghasilkan
sinkronisasi perencanaan dan penganggaran;
3. Partisipasi melalui mekanisme konsultasi yang menjaring aspirasi masyarakat penerima
manfaat;
4. Kapasitas lembaga pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi dalam perencanaan dan
pelaksanaan rehabilitasi melalui laporan keuangan dan laporan kinerja; serta kapasitas
pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;
5. Potensi keberlanjutan dalam kerangka pembangunan jangka menengah dan panjang.
Kegiatan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
dilaksanakan oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Penanggulangan Bencana
Nasional.
VI.6. PENGAKHIRAN MASA TUGAS DAN KESINAMBUNGAN PEMULIHAN
Dengan pertimbangan bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan selama 2 (dua)
tahun anggaran, maka untuk mendukung proses pengalihan dari pemulihan pasca bencana
kedalam proses pembangunan regular diperlukan langkah‐langkah sebagai berikut:
VI.6.1. PENATAUSAHAAN ASSET REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Dalam pengakhiran masa tugas perlu diperhatikan aspek‐aspek pengelolaan barang milik
negara/daerah sesuai Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 termasuk hibah dalam arti
pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, dari Pemerintah
VI ‐ 9
Daerah kepada Pemerintah, antar pemerintah daerah, atau dari Pemerinta/Pemerintah Daerah
kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian, seperti misalnya asset berupa bangunan
rumah masyarakat yang dibiayai Pemerintah. Tata cara pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan,
penghapusan, dan pemindahtanganan Barang Milik Negara harus memperhatikan Peraturan
Menteri Keuangan nomor 96/PMK.06/2007.
Asset yang dibangun oleh masyarakat internasional, tatakelolanya merupakan
kewenangan Pemerintah, sedangkan Pemerintah Daerah hanya menatausahakan penerimaan
dari masyarakat dalam negeri, dengan ketentuan yang diatur lebih lanjut dalam peraturan
Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri. Dalam rangka membantu Menteri Keuangan,
Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi dapat:
1. Meminta keterangan, data, dan dokumen yang diperlukan untuk penyelesaian tugas dari
Kementerian/Lembaga dan instansi Pemerintah Daerah;
2. Melaksanakan kerjasama dengan instansi pemerintah dan/atau pihak lain yang
diperlukan, dalam batas kewenangannya sesuai ketentuan yang berlaku; dan
3. Meminta kajian dan bantuan dari tenaga ahli, pakar dan praktisi di bidang yang
diperlukan.
VI.6.2. PENGAKHIRAN MASA TUGAS
Menjelang pengakhiran masa tugas, Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi diwajibkan
memberi informasi kepada Pemerintah mengenai:
1. Dokumen keuangan/kekayaan negara maupun yang bukan dokumen keuangan/kekayaan
negara, serta sistem pengelolaannya;
2. Keberlanjutan pelaksanaan Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) dan proyek non‐
konstruksi yang belum selesai pada saat pengakhiran masa tugas yang dibiayai sumber
APBN maupun non pemerintah;
3. Status penanganan permasalahan hukum perdata dan tata usaha negara yang belum
berkekuatan hukum tetap;
4. Status pemrosesan sertifikasi tanah untuk kepentingan umum dan relokasi perumahan
yang dibangun Pemerintah maupun pihak lainnya;
5. Status pemenuhan kewajiban pajak, bea masuk dan cukai yang terhutang; dan
6. Tindakan yang sudah dan/atau masih perlu dilakukan guna menindaklanjuti temuan
pemeriksaan, baik yang 'berasal dari Satuan Pengawasan Internal Pemerintah maupun
dari Badan Pemeriksa Keuangan.
VI.6.3. KESINAMBUNGAN PEMULIHAN PASCAREHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
Strategi pengakhiran masa tugas Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi harus disusun
sesuai dengan siklus perencanaan dan penganggaran guna memastikan kesinambungan operasi
dan pemeliharaan asset rehabilitasi dan rekonstruksi sesuai kewenangan lembaga berdasarkan
peraturan dan perundang‐undangan. Sesuai amanat Undang‐undang nomor 24 tahun 2007,
maka dalam situasi tidak terjadi bencana dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana,
Pemerintah Daerah diamanatkan untuk melaksanakan:
VI ‐ 10
1. Perencanaan penanggulangan bencana, melalui pengenalan dan pengkajian ancaman
bencana, melakukan kajian analisis risiko bencana, melakukan analisis kerentanan dan
Kapasitas daerah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana, identifikasi tindakan
pengurangan risiko bencana dan penyusunan dokumen RPB dan RAD PRB;
2. Pengurangan faktor‐faktor penyebab risiko bencana, melalui pengendalian dan
pelaksanaan penataan ruang melalui review tata ruang berbasis mitigasi bencana,
pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam RPJMD, RKPD, RKA‐SKPD dan
RTRW;
3. Penelitian, Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana dan Kesiapsiagaan melalui
penyelenggaraan pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam sistem pendidikan
formal dan informal dan penyelenggaraan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat
di daerah rawan bencana;
4. Membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah di tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota yang rawan bencana, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 46
tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana
Daerah, dan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana nomor 3 tahun
2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
a) Mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana dari sumber APBD secara
memadai.
b) Berdasarkan potensi bencana, pencegahan dan pengurangan risko bencana,
mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah melalui mekanisme perijinan dan
persyaratan teknis pembangunan sesuai kewenangan lembaga yang terkait.
VI ‐ 11
LAMPIRAN
Rekapitulasi Identifikasi Kebutuhan
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M2/Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
PERUMAHAN K t ) 2.149.201,56 722.205,43 72.013,98 3.278.242,61
1 Perumahan A. Perumahan 114.483 67.182 68.913 1.946.212,70 671.819,00 68.912,90 2.987.421,31
Rumah Kota Padang 33.597 35.816 37.615 Unit 503.955,00 358.160,00 37.615,00 899.730,00 Data Verifikasi BNPB
Kota Pariaman 6.514 3.960 2.931 Unit 97.710,00 39.600,00 2.931,00 140.241,00
Kota Solok 2 2 6 Unit 30,00 20,00 6,00 56,00
Kota Padang Panjang 17 164 413 Unit 255,00 1.640,00 413,00 2.308,00
Kab. Tanah Datar 28 115 105 Unit 420,00 1.150,00 105,00 1.675,00
Kab. Padang Pariaman 57.788 16.430 13.694 Unit 866.820,00 164.300,00 13.694,00 1.044.814,00
Kab. Kepulauan Mentawai 3 - 136 Unit 45,00 - 136,00 181,00
Kab. Agam 11.796 3.797 4.353 Unit 176.940,00 37.970,00 4.353,00 219.263,00
Kab. Solok 145 243 357 Unit 2.175,00 2.430,00 357,00 4.962,00
Kab. Pasaman 197 13 931 Unit 2.955,00 130,00 931,00 4.016,00
Kab. Pasaman Barat 3.240 3.046 2.862 Unit 48.600,00 30.460,00 2.862,00 81.922,00
Kab. Pesisir Selatan 1.156 3.596 5.510 Unit 17.341,50 35.959,00 5.509,90 58.810,40
-
Hunian Transisi 2,00 228.966,20 228.966,20
Air dan Sanitasi Hunian Transisi 34.344,93 34.344,93 15% dari kebutuhan hunsisi
‐
Infrastruktur
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M2/Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
INFRASTRUKTUR K t ) 294.970,28 166.686,97 92.277,95 553.935,20
1. Transportasi A. Transportasi Darat 173.125,00 147.981,25 87.835,95 408.942,20
Jalan Nasional Kota Padang 4.667 - - meter 9.334,00 - - 9.334,00 Data PU Kabupaten/Kota
Kota Pariaman - - - meter - - - -
Kota Solok - - - meter - - - -
Kota Padang Panjang - - - meter - - - -
Kab. Tanah Datar 2.104 - - meter 4.208,00 - - 4.208,00
Kab. Padang Pariaman 1.796 - - meter 3.592,00 - - 3.592,00
Kab. Kepulauan Mentawai - - - meter - - - -
Kab. Agam 1.261 1.540 - meter 2.522,00 2.695,00 - 5.217,00
Kab. Solok - - - meter - - - -
Kab. Pasaman - - - meter - - - -
Kab. Pasaman Barat - - - meter - - - -
Kab. Pesisir Selatan - - - meter - - - -
- - - -
Jalan Provinsi Kota Padang - - - meter - - - -
Kota Pariaman - - - meter - - - -
Kota Solok - - - meter - - - -
Kota Padang Panjang - - - meter - - - -
Kab. Tanah Datar - 265 - meter - 463,75 - 463,75
Kab. Padang Pariaman 1.171 - - meter 2.342,40 - - 2.342,40
Kab. Kepulauan Mentawai - - - meter - - - -
Kab. Agam 61 - - meter 122,00 - - 122,00
Kab. Solok 2.180 - - meter 4.360,00 - - 4.360,00
Kab. Pasaman - - - meter - - - -
Kab. Pasaman Barat 135 - - meter 270,00 - - 270,00
Kab. Pesisir Selatan 35 - - meter 70,00 - - 70,00
- - -
Jalan Kabupaten/Kota Kota Padang 14.750 21.300 - meter 29.500,00 37.275,00 - 66.775,00
Kota Pariaman - 3.580 - meter - 6.265,00 - 6.265,00
Kota Solok - - 30 meter - - 40,50 40,50
Kota Padang Panjang - 400 - meter - 700,00 - 700,00
Kab. Tanah Datar - 5.230 - meter - 9.152,50 - 9.152,50
Kab. Padang Pariaman 3.685 16.170 51.845 meter 7.370,00 28.297,50 69.990,75 105.658,25
Kab. Kepulauan Mentawai - - 7.500 meter - - 10.125,00 10.125,00
Kab. Agam 15.200 23.500 - meter 30.400,00 41.125,00 - 71.525,00
Kab. Solok - - - meter - - - -
Kab. Pasaman 398 - - meter 795,60 - - 795,60
Kab. Pasaman Barat - - - meter - - - -
Kab. Pesisir Selatan 18.750 2.900 1.200 meter 37.500,00 5.075,00 1.620,00 44.195,00
-
Jembatan Nasional Kota Padang 35 90 - meter 70,00 157,50 - 227,50
Kota Pariaman - - - meter - - - -
Kota Solok - - - meter - - - -
Kota Padang Panjang - - - meter - - - -
Kab. Tanah Datar - - meter - - - -
Kab. Padang Pariaman 562 - - meter 1.124,00 - - 1.124,00
Kab. Kepulauan Mentawai - - - meter - - - -
Kab. Agam - - - meter - - - -
Kab. Solok - - - meter - - - -
Kab. Pasaman - - - meter - - - -
Kab. Pasaman Barat 75 - - meter 150,00 - - 150,00
Kab. Pesisir Selatan - - - meter - - - -
- - -
Jembatan Provinsi Kota Padang - - - meter - - - -
Infrastruktur
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M2/Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
K
Kota Pariaman t ) - - - meter - - - -
Kota Solok - - - meter - - - -
Kota Padang Panjang - - - meter - - - -
Kab. Tanah Datar - - - meter - - - -
Kab. Padang Pariaman 258 - - meter 515,00 - - 515,00
Kab. Kepulauan Mentawai - - - meter - - - -
Kab. Agam - - - meter - - - -
Kab. Solok - - - meter - - - -
Kab. Pasaman - - meter - - - -
Kab. Pasaman Barat - - 22 meter - - 29,70 29,70
Kab. Pesisir Selatan meter - - - -
Jembatan Kabupaten Kota Padang 8 13 2 Unit 300,00 2.400,00 1.950,00 180,00 4.530,00
Kota Pariaman 1 12 Unit 300,00 300,00 - 1.080,00 1.380,00
Kota Solok - 1 - Unit 300,00 - 150,00 - 150,00
Kota Padang Panjang - - - Unit 300,00 - - - -
Kab. Tanah Datar - - - Unit 300,00 - - - -
Kab. Padang Pariaman 99 90 46 Unit 300,00 29.700,00 13.500,00 4.140,00 47.340,00
Kab. Kepulauan Mentawai 3 1 Unit 300,00 900,00 - 90,00 990,00
Kab. Agam 2 3 - Unit 300,00 600,00 450,00 - 1.050,00
Kab. Solok - - - Unit 300,00 - - - -
Kab. Pasaman - - 2 Unit 300,00 - - 180,00 180,00
Kab. Pasaman Barat - - 4 Unit 300,00 - - 360,00 360,00
Kab. Pesisir Selatan 6 2 - Unit 300,00 1.800,00 300,00 - 2.100,00
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M2/Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
b. Terminal Pelabuhan K
Kab. Kepulauan t )
Mentawai 1 Unit - 500,00 - 500,00
c. Kapal
d. Navigasi Pelayaran
C. Transportasi Udara - - - -
a. Landasan Pacu
c. Terminal Penumpang
e. Pesawat
B. Listrik - - - -
- Jaringan Utama
- Gardu Induk
- Gardu Pembangkit
- Kantor Pelayanan Listrik
- Jaringan Distribusi
- Sambungan Listrik Pelanggan
3. Pos dan
Telekomunikasi - - - -
a. Telkom
- Bangunan dan Gedung
- Jaringan Utama Telekomunikasi
- Kantor Pelayanan
- Jaringan Distribusi
- Sambungan Pelanggan
b. Radio
- Bangunan dan Gedung
- Jaringan Utama Radio
c. Televisi
- Bangunan dan Gedung
- Jaringan Utama Pemancar
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M2/Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
K
Kab. Agam t ) 1 5 Unit 350,00 350,00
Kab. Pesisir Selatan 3 Unit 1.220,00 1.220,00
Kab. Pasaman Barat 4 Unit 800,00 800,00
-
Jaringan Pipa Kota Padang 2 Unit -
Kab. Padang Pariaman 4.295 meter 0,075 322,13 - - 322,13
Kab. Agam 37.900 meter 0,075 2.842,50 - - 2.842,50
Kab. Pesisir Selatan 8.682 meter 0,075 651,15 - - 651,15
Kab. Pasaman - meter 0,075 - - - -
Kab. Pasaman Barat 13.260 meter 0,075 994,50 - - 994,50
Kab. Tanah Datar 2.000 meter 0,075 150,00 - - 150,00
-
Jaringan Distribusi Kota Padang 20.000 Unit 0,25 5.000,00 - - 5.000,00
Kab. Padang Pariaman 5.900 Unit 0,25 1.475,00 - - 1.475,00
Kab. Agam 1.452 Unit 0,25 363,00 - - 363,00
Kab. Pesisir Selatan 932 Unit 0,25 233,00 - - 233,00
Kab. Pasaman Barat 1.500 Unit 0,25 375,00 - - 375,00
Distribusi Pelanggan
Penyediaan Penampungan Air Bersih Kab. Pasaman 1 Unit 30,00 30,00 - - 30,00
Kab. Pesisir Selatan 7 Unit 30,00 210,00 - - 210,00
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M2/Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
K t )
c. Irigasi Sederhana Kota Padang 70 - - meter 35,00 - - 35,00
Kota Pariaman - - - meter - - - -
Kota Solok - - - meter - - - -
Kota Padang Panjang - - - meter - - - -
Kab. Tanah Datar - - - meter - - - -
Kab. Padang Pariaman 5.641 - - meter 2.820,50 - - 2.820,50
Kab. Kepulauan Mentawai - - - meter - - - -
Kab. Agam - 6.795 - meter - 2.038,50 - 2.038,50
Kab. Solok - - - meter - - - -
Kab. Pasaman - - - meter - - - -
Kab. Pasaman Barat - - - meter - - - -
Kab. Pesisir Selatan 9 23 - Unit 50,00 450,00 575,00 - 1.025,00
- - - -
a. Normalisasi Sungai Kab. Pesisir Selatan 12 Unit
d. Bangunan Tanggul
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana 2 Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M /Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
SEKTOR SOSIAL K t ) 616.249,38 232.596,00 153.000,75 1.268.176,02
1. Kesehatan 118.654,88 98.100,00 77.643,00 329.794,00
a. Rumah Sakit Pemerintah Kota Padang 1 1 2 Unit 10000 3,00 30.000,00 15.000,00 18.000,00 63.000,00 Data WB
Kota Pariaman - - 1 Unit 5000 3,00 - - 4.500,00 4.500,00
Kota Solok - - - Unit 5000 3,00 - - - -
Kota Padang Panjang - 1 - Unit 5000 3,00 - 7.500,00 - 7.500,00
Kab. Tanah Datar - - - Unit 5000 3,00 - - - -
Kab. Padang Pariaman - 1 - Unit 5000 3,00 - 7.500,00 - 7.500,00
Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 5000 3,00 - - - -
Kab. Agam - 1 - Unit 5000 3,00 - 7.500,00 - 7.500,00
Kab. Solok - - - Unit 5000 3,00 - - - -
Kab. Pasaman - - - Unit 5000 3,00 - - - -
Kab. Pasaman Barat - 1 - Unit 5000 3,00 - 7.500,00 - 7.500,00
Kab. Pesisir Selatan - 1 - Unit 5000 3,00 - 7.500,00 - 7.500,00
b. Rumah Sakit Swasta Kota Padang 3 4 10 Unit 5000 3,00 45.000,00 30.000,00 45.000,00 120.000,00
Kota Pariaman 1 - - Unit 5000 3,00 15.000,00 - - 15.000,00
Kota Solok - - 1 Unit 5000 3,00 - - 4.500,00 4.500,00
Kota Padang Panjang - 1 - Unit 5000 3,00 - 7.500,00 - 7.500,00
Kab. Tanah Datar - - - Unit 5000 3,00 - - - -
Kab. Padang Pariaman - - - Unit 5000 3,00 - - - -
Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 5000 3,00 - - - -
Kab. Agam - - - Unit 5000 3,00 - - - -
Kab. Solok - - - Unit 5000 3,00 - - - -
Kab. Pasaman - - - Unit 5000 3,00 - - - -
Kab. Pasaman Barat - - - Unit 5000 3,00 - - - -
Kab. Pesisir Selatan - - - Unit 5000 3,00 - - - -
c. Puskesmas Kota Padang 4 4 11 Unit 200 1,80 1.440,00 720,00 1.188,00 3.348,00
Kota Pariaman 2 3 Unit 200 1,80 720,00 540,00 - 1.260,00
Kota Solok - - 1 Unit 200 1,80 - - 108,00 108,00
Kota Padang Panjang - 1 - Unit 200 1,80 - 180,00 - 180,00
Kab. Tanah Datar 1 1 Unit 200 1,80 360,00 180,00 - 540,00
Kab. Padang Pariaman 14 6 2 Unit 200 1,80 5.040,00 1.080,00 216,00 6.336,00
Kab. Kepulauan Mentawai - - 1 Unit 200 1,80 - - 108,00 108,00
Kab. Agam 1 1 - Unit 200 1,80 360,00 180,00 - 540,00
Kab. Solok - - 1 Unit 200 1,80 - - 108,00 108,00
Kab. Pasaman - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Pasaman Barat 1 5 1 Unit 200 1,80 360,00 900,00 108,00 1.368,00
Kab. Pesisir Selatan 1 1 4 Unit 200 1,80 360,00 180,00 432,00 972,00
d. Puskesmas Pembantu Kota Padang 5 8 25 Unit 100 1,80 900,00 720,00 1.350,00 2.970,00
Kota Pariaman 1 2 7 Unit 100 1,80 180,00 180,00 378,00 738,00
Kota Solok 3 Unit 100 1,80 - - 162,00 162,00
Kota Padang Panjang 2 1 Unit 100 1,80 - 180,00 54,00 234,00
Kab. Tanah Datar 1 Unit 100 1,80 - 90,00 - 90,00
Kab. Padang Pariaman 51 11 Unit 100 1,80 9.180,00 990,00 - 10.170,00
Kab. Kepulauan Mentawai Unit 100 1,80 - - - -
Kab. Agam 5 4 7 Unit 100 1,80 900,00 360,00 378,00 1.638,00
Kab. Solok 2 Unit 100 1,80 - - 108,00 108,00
Kab. Pasaman 1 2 Unit 100 1,80 - 90,00 108,00 198,00
Sosial
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M2/Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
K
Kab. Pasaman t )
Barat 4 1 Unit 100 1,80 720,00 90,00 - 810,00
Kab. Pesisir Selatan 7 6 7 Unit 100 1,80 1.260,00 540,00 378,00 2.178,00
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M2/Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
K
Kab. Pasaman t )
Barat RKB 45 1,80 - - - -
Kab. Pesisir Selatan 4 3 0 RKB 45 1,80 324,00 121,50 - 445,50
- -
b. Sekolah Dasar Kota Padang 699 448 354 RKB 45 1,80 56.619,00 18.144,00 8.602,20 83.365,20
Kota Pariaman 162 100 RKB 45 1,80 13.122,00 4.050,00 - 17.172,00
Kota Solok 0 4 0 RKB 45 1,80 - 162,00 - 162,00
Kota Padang Panjang 15 65 84 RKB 45 1,80 1.215,00 2.632,50 2.041,20 5.888,70
Kab. Tanah Datar 2 RKB 45 1,80 - - 48,60 48,60
Kab. Padang Pariaman 1469 243 430 RKB 45 1,80 118.989,00 9.841,50 10.449,00 139.279,50
Kab. Kepulauan Mentawai RKB 45 1,80 - - - -
Kab. Agam 347 196 174 RKB 45 1,80 28.107,00 7.938,00 4.228,20 40.273,20
Kab. Solok 17 2 13 RKB 45 1,80 1.377,00 81,00 315,90 1.773,90
Kab. Pasaman 1 9 RKB 45 1,80 81,00 - 218,70 299,70
Kab. Pasaman Barat 21 35 9 RKB 45 1,80 1.701,00 1.417,50 218,70 3.337,20
Kab. Pesisir Selatan 88 71 106 RKB 45 1,80 7.128,00 2.875,50 2.575,80 12.579,30
- -
c. Sekolah Menengah Pertama Kota Padang 213 124 157 RKB 45 1,80 17.253,00 5.022,00 3.815,10 26.090,10
Kota Pariaman 6 16 RKB 45 1,80 486,00 648,00 - 1.134,00
Kota Solok 6 RKB 45 1,80 - 243,00 - 243,00
Kota Padang Panjang 12 51 35 RKB 45 1,80 972,00 2.065,50 850,50 3.888,00
Kab. Tanah Datar 1 1 RKB 45 1,80 - 40,50 24,30 64,80
Kab. Padang Pariaman 116 105 RKB 45 1,80 9.396,00 4.252,50 - 13.648,50
Kab. Kepulauan Mentawai RKB 45 1,80 - - - -
Kab. Agam 70 38 69 RKB 45 1,80 5.670,00 1.539,00 1.676,70 8.885,70
Kab. Solok 9 2 RKB 45 1,80 - 364,50 48,60 413,10
Kab. Pasaman 1 0 1 RKB 45 1,80 81,00 - 24,30 105,30
Kab. Pasaman Barat 11 30 6 RKB 45 1,80 891,00 1.215,00 145,80 2.251,80
Kab. Pesisir Selatan 5 40 61 RKB 45 1,80 405,00 1.620,00 1.482,30 3.507,30
- -
d. Sekolah Menengah Atas Kota Padang 308 149 151 RKB 45 1,80 24.948,00 6.034,50 3.669,30 34.651,80
Kota Pariaman 3 8 RKB 45 1,80 243,00 324,00 - 567,00
Kota Solok 1 RKB 45 1,80 - 40,50 - 40,50
Kota Padang Panjang 3 25 15 RKB 45 1,80 243,00 1.012,50 364,50 1.620,00
Kab. Tanah Datar 1 RKB 45 1,80 81,00 - - 81,00
Kab. Padang Pariaman 83 31 RKB 45 1,80 6.723,00 1.255,50 - 7.978,50
Kab. Kepulauan Mentawai RKB 45 1,80 - - - -
Kab. Agam 84 38 92 RKB 45 1,80 6.804,00 1.539,00 2.235,60 10.578,60
Kab. Solok 2 RKB 45 1,80 - 81,00 - 81,00
Kab. Pasaman RKB 45 1,80 - - - -
Kab. Pasaman Barat 23 RKB 45 1,80 - 931,50 - 931,50
Kab. Pesisir Selatan 13 16 28 RKB 45 1,80 1.053,00 648,00 680,40 2.381,40
- -
e. Sekolah Menengah Kejuruan Kota Padang 114 53 15 RKB 45 1,80 9.234,00 2.146,50 364,50 11.745,00
Kota Pariaman 7 9 RKB 45 1,80 567,00 364,50 - 931,50
Kota Solok 3 RKB 45 1,80 - 121,50 - 121,50
Kota Padang Panjang 11 19 16 RKB 45 1,80 891,00 769,50 388,80 2.049,30
Kab. Tanah Datar 1 1 RKB 45 1,80 81,00 - 24,30 105,30
Kab. Padang Pariaman 9 2 RKB 45 1,80 729,00 81,00 - 810,00
Kab. Kepulauan Mentawai RKB 45 1,80 - - - -
Kab. Agam 3 8 51 RKB 45 1,80 243,00 324,00 1.239,30 1.806,30
Kab. Solok 4 RKB 45 1,80 - 162,00 - 162,00
Kab. Pasaman RKB 45 1,80 - - - -
Kab. Pasaman Barat 14 5 7 RKB 45 1,80 1.134,00 202,50 170,10 1.506,60
Kab. Pesisir Selatan 10 9 10 RKB 45 1,80 810,00 364,50 243,00 1.417,50
- -
Sosial
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M2/Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
f. Sekolah Luar Biasa K
Kota Padang t ) 1 1 RKB 45 1,80 81,00 40,50 - 121,50
Kota Pariaman 4 RKB 45 1,80 324,00 - - 324,00
Kota Solok RKB - -
Kota Padang Panjang RKB - -
Kab. Tanah Datar RKB - -
Kab. Padang Pariaman RKB - -
Kab. Kepulauan Mentawai RKB - -
Kab. Agam RKB - -
Kab. Solok RKB - -
Kab. Pasaman RKB - -
Kab. Pasaman Barat RKB - -
Kab. Pesisir Selatan RKB - -
f. Pendidikan Luar Sekolah Kota Padang 17 1 RKB 45 1,80 1.377,00 40,50 - 1.417,50
Kota Pariaman RKB 45 1,80 - - - -
Kota Solok RKB 45 1,80 - - - -
Kota Padang Panjang RKB 45 1,80 - - - -
Kab. Tanah Datar 1 RKB 45 1,80 - 40,50 - 40,50
Kab. Padang Pariaman 70 9 4 RKB 45 1,80 5.670,00 364,50 97,20 6.131,70
Kab. Kepulauan Mentawai RKB 45 1,80 - - - -
Kab. Agam RKB 45 1,80 - - - -
Kab. Solok RKB 45 1,80 - - - -
Kab. Pasaman RKB 45 1,80 - - - -
Kab. Pasaman Barat RKB 45 1,80 - - - -
Kab. Pesisir Selatan RKB 45 1,80 - - - -
b. Musholla Kota Padang 99 122 112 Unit 50 1,80 8.910,00 5.490,00 3.024,00 17.424,00
Sosial
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M2/Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
K
Kota Pariaman t ) - - - Unit 50 1,80 - - - -
Kota Solok - - - Unit 50 1,80 - - - -
Kota Padang Panjang - - - Unit 50 1,80 - - - -
Kab. Tanah Datar 1 3 - Unit 50 1,80 90,00 135,00 - 225,00
Kab. Padang Pariaman 314 89 24 Unit 50 1,80 28.260,00 4.005,00 648,00 32.913,00
Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 50 1,80 - - - -
Kab. Agam 71 30 40 Unit 50 1,80 6.390,00 1.350,00 1.080,00 8.820,00
Kab. Solok - - - Unit 50 1,80 - - - -
Kab. Pasaman 1 - 8 Unit 50 1,80 90,00 - 216,00 306,00
Kab. Pasaman Barat - - - Unit 50 1,80 - - - -
Kab. Pesisir Selatan 1 14 9 Unit 50 1,80 90,00 630,00 243,00 963,00
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M2/Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
K t )
b. Kantor UPT Depsos Kota Padang 1 1 Unit 8.444,50 108,75 8.553,25
c. Kantor Liga Dakwah Kota Padang 1 1 Unit 100 1,80 180,00 180,00
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana 2 Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M /Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
SEKTOR EKONOMI K t ) 21.236,00 24.164,80 9.870,00 189.433,43
1. Pertanian 4.754,00 9.920,00 - 15.861,88
a. Sawah Kota Padang - - - Ha 4,00 - - - - Data Pemkab/ko
Kota Pariaman - 75 - Ha 4,00 - 150,00 - 150,00
Kota Solok - - - Ha 4,00 - - - -
Kota Padang Panjang - - - Ha 4,00 - - - -
Kab. Tanah Datar - - - Ha 4,00 - - - -
Kab. Padang Pariaman 1.126 4.753 - Ha 4,00 4.504,00 9.506,00 - 14.010,00
Kab. Kepulauan Mentawai - - - Ha 4,00 - - - -
Kab. Agam - 132 - Ha 4,00 - 264,00 - 264,00
Kab. Solok - - - Ha 4,00 - - - -
Kab. Pasaman - - - Ha 4,00 - - - -
Kab. Pasaman Barat - - - Ha 4,00 - - - -
Kab. Pesisir Selatan - - - Ha 4,00 - - - -
-
b. Perkebunan Kota Padang -
Kota Pariaman - - - Ha 5,00 - -
Kota Solok - - - Ha 5,00 - -
Kota Padang Panjang - - - Ha 5,00 - -
Kab. Tanah Datar - - - Ha 5,00 - -
Kab. Padang Pariaman 45 - - Ha 5,00 225,00 225,00
Kab. Kepulauan Mentawai - - - Ha 5,00 - -
Kab. Agam - - - Ha 5,00 - -
Kab. Solok - - - Ha 5,00 - -
Kab. Pasaman - - - Ha 5,00 - -
Kab. Pasaman Barat - - - Ha 5,00 - -
Kab. Pesisir Selatan 5 - - Ha 5,00 25,00 25,00
e. Revitalisasi pertanian
-
2. Perikanan 3.307,00 1.414,80 672,00 6.112,55
a. Tempat Pelelangan Ikan Kota Padang 2 - - Unit 200 1,80 720,00 - - 720,00 1.764,00
Kota Pariaman - 1 1 Unit 200 1,80 - 180,00 108,00 288,00
Kota Solok - - - Unit 200 1,80 - - - - Data Pemkab/ko
Kota Padang Panjang - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Tanah Datar - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Padang Pariaman - - 2 Unit 200 1,80 - - 216,00 216,00
Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Agam - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Solok - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Pasaman - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Pasaman Barat - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Pesisir Selatan - 3 - Unit 200 1,80 - 540,00 - 540,00
b. Pangkalan Pendaratan Ikan Kota Padang - - 1 Unit 200 1,80 - - 108,00 108,00 468,00
Kota Pariaman - 1 - Unit 200 1,80 - 180,00 - 180,00
Kota Solok - - - Unit 200 1,80 - - - -
Ekonomi
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana 2 Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M /Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
K Panjang
Kota Padang t ) - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Tanah Datar - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Padang Pariaman - 1 - Unit 200 1,80 - 180,00 - 180,00
Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Agam - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Solok - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Pasaman - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Pasaman Barat - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Pesisir Selatan - - - Unit 200 1,80 - - - -
Pembersihan Puing
c. Balai Benih Ikan Kota Padang 1 - - Unit 200 1,80 360,00 - - 360,00 1.188,00
Kota Pariaman - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kota Solok - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kota Padang Panjang - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Tanah Datar - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Padang Pariaman 1 - 1 Unit 200 1,80 360,00 - 108,00 468,00
Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Agam - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Solok - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Pasaman - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Pasaman Barat - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Pesisir Selatan 1 - - Unit 200 1,80 360,00 - - 360,00
-
Pembersihan Puing 3 62,44 187,32 187,32
c. Pasar Ikan Kota Padang - 1 - Unit 200 1,80 - 180,00 - 180,00 180,00
Kota Pariaman - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kota Solok - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kota Padang Panjang - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Tanah Datar - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Padang Pariaman - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Agam - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Solok - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Pasaman - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Pasaman Barat - - - Unit 200 1,80 - - - -
Kab. Pesisir Selatan - - - Unit 200 1,80 - - - -
Pembersihan Puing
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana 2 Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M /Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
K t )
g. Revitalisasi perikanan
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana 2 Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M /Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
K
Kota Solok t ) - - - Unit
Kota Padang Panjang - - - Unit
Kab. Tanah Datar - - - Unit
Kab. Padang Pariaman 5 8 3 Unit
Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit
Kab. Agam 133 8 - Unit
Kab. Solok - - - Unit
Kab. Pasaman - - - Unit
Kab. Pasaman Barat - - - Unit
Kab. Pesisir Selatan 6 - 5 Unit
d. Pembersihan Puing
Biaya Sewa Sementara 235 Unit 6 0,50 705,00 705,00 sewa 6 bulan
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana 2 Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M /Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
K t )
Restorasi Obyek Wisata
-
b. Hotel/Motel/Penginapan Kota Padang - - - Unit 400 3,00 - - - -
Kota Pariaman - - 6 Unit 400 3,00 - - 2.160,00 2.160,00
Kota Solok - - - Unit 400 3,00 - - - -
Kota Padang Panjang - 1 2 Unit 400 3,00 - 600,00 720,00 1.320,00
Kab. Tanah Datar - - - Unit 400 3,00 - - - -
Kab. Padang Pariaman - - - Unit 400 3,00 - - - -
Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 400 3,00 - - - -
Kab. Agam - - - Unit 400 3,00 - - - -
Kab. Solok - - - Unit 400 3,00 - - - -
Kab. Pasaman - - - Unit 400 3,00 - - - -
Kab. Pasaman Barat - - - Unit 400 3,00 - - - -
Kab. Pesisir Selatan - 1 - Unit 400 3,00 - 600,00 - 600,00
-
c. Rumah Makan/Restoran Kota Padang - - - Unit 100 1,80 - - - -
Kota Pariaman 20 32 42 Unit 100 1,80 3.600,00 2.880,00 2.268,00 8.748,00
Kota Solok - - - Unit 100 1,80 - - - -
Kota Padang Panjang - - - Unit 100 1,80 - - - -
Kab. Tanah Datar - - - Unit 100 1,80 - - - -
Kab. Padang Pariaman - - - Unit 100 1,80 - - - -
Kab. Kepulauan Mentawai - - - Unit 100 1,80 - - - -
Kab. Agam - - - Unit 100 1,80 - - - -
Kab. Solok - - - Unit 100 1,80 - - - -
Kab. Pasaman - - - Unit 100 1,80 - - - -
Kab. Pasaman Barat - - - Unit 100 1,80 - - - -
Kab. Pesisir Selatan - 1 - Unit 100 1,80 - 90,00 - 90,00
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana 2 Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M /Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
LINTAS SEKTOR K t ) 533.261,80 265.162,50 204.329,25 1.093.662,75
1. Lingkungan Hidup 169.625,00 - - 169.625,00
a. Revitalisasi Hutan Lindung Kab. Agam 4.514 191 Ha
Kab. Padang Pariaman 126 Ha 153.125,00 153.125,00
Kab. Tanah Datar 1 -
Kab. Pesisir Selatan 1 Unit -
Kab. Solok -
Kota Padang 4 Unit -
-
b. Revitalisasi Mangrove Kab. Pesisir Selatan 1 Unit -
-
c. Revitalisasi Terumbu Karang Kab. Agam 1 Pulau -
Kab. Pesisir Selatan 1 Unit -
Kota Padang 1 -
-
d. Revitalisasi Pantai -
-
e. DAS Kab. Padang Pariaman 5 Km 16.500,00 16.500,00
g.
h.
b. Kantor Pemerintah Provinsi Kota Padang 29 49 51 Unit 1500 3,00 130.500,00 110.250,00 68.850,00 309.600,00
- - - -
Pembersihan Puing 27 62,44 1.685,88 - - 1.685,88
c. Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota Kota Padang 26 88 35 Unit 450 2,50 29.250,00 49.500,00 11.812,50 90.562,50
Kota Pariaman 4 2 2 Unit 450 2,50 4.500,00 1.125,00 675,00 6.300,00
Kota Solok 2 Unit 450 2,50 - - 675,00 675,00
Kota Padang Panjang 2 3 Unit 450 2,50 - 1.125,00 1.012,50 2.137,50
Kab. Tanah Datar Unit 450 2,50 - - - -
Kab. Padang Pariaman 4 7 4 Unit 450 2,50 4.500,00 3.937,50 1.350,00 9.787,50
Kab. Kepulauan Mentawai Unit 450 2,50 - - - -
Kab. Agam 2 - 3 Unit 450 2,50 2.250,00 - 1.012,50 3.262,50
Kab. Solok 7 1 3 Unit 450 2,50 7.875,00 562,50 1.012,50 9.450,00
Lintas Sektor
Lokasi Data Kerusakan Luas/Jumlah Rata- Harga Satuan (Rp. Nilai Kerusakan (Rp. Juta) Total Kebutuhan
Sektor / Sub Sektor Sarana dan Prasarana 2 Keterangan
(Kab/Kota/ Berat Sedang Ringan Satuan rata (M /Unit) dalam juta) Berat Sedang Ringan (Rp. Juta)
K
Kab. Pasaman t ) 1 - 3 Unit 450 2,50 1.125,00 - 1.012,50 2.137,50
Kab. Pasaman Barat - 4 9 Unit 450 2,50 - 2.250,00 3.037,50 5.287,50
Kab. Pesisir Selatan 7 12 33 Unit 450 2,50 7.875,00 6.750,00 11.137,50 25.762,50
d. Asrama/Rumah Dinas TNI/POLRI Kota Padang 159 214 20 Unit 45 1,50 10.732,50 7.222,50 405,00 18.360,00
Kota Pariaman 2 18 Unit 45 1,50 135,00 607,50 - 742,50
Kota Solok Unit 45 1,50 - - - -
Kota Padang Panjang 7 Unit 45 1,50 - 236,25 - 236,25
Kab. Tanah Datar Unit 45 1,50 - - - -
Kab. Padang Pariaman 3 2 2 Unit 45 1,50 202,50 67,50 40,50 310,50
Kab. Kepulauan Mentawai 9 Unit 45 1,50 - 303,75 - 303,75
Kab. Agam 2 - - Unit 45 1,50 135,00 - - 135,00
Kab. Solok Unit 45 1,50 - - - -
Kab. Pasaman Unit 45 1,50 - - - -
Kab. Pasaman Barat Unit 45 1,50 - - - -
Kab. Pesisir Selatan 2 25 Unit 45 1,50 135,00 - 506,25 641,25
e. Kantor Kecamatan/Nagari/Kelurahan Kota Padang 30 9 7 Unit 100 1,80 5.400,00 810,00 378,00 6.588,00
Kota Pariaman 74 Unit 100 1,80 - - 3.996,00 3.996,00
Kota Solok Unit 100 1,80 - - - -
Kota Padang Panjang 2 Unit 100 1,80 - 180,00 - 180,00
Kab. Tanah Datar Unit 100 1,80 - - - -
Kab. Padang Pariaman 32 25 18 Unit 100 1,80 5.760,00 2.250,00 972,00 8.982,00
Kab. Kepulauan Mentawai Unit 100 1,80 - - - -
Kab. Agam 2 2 - Unit 100 1,80 360,00 180,00 - 540,00
Kab. Solok Unit 100 1,80 - - - -
Kab. Pasaman Unit 100 1,80 - - - -
Kab. Pasaman Barat Unit 100 1,80 - - - -
Kab. Pesisir Selatan Unit 100 1,80 - - - -
Harga Satuan
Program dan Kegiatan Lokasi/Sasaran Total
(juta rupiah)
Evaluasi Rencana kontijensi 19 250,00 4.750,00
Penyusunan Protap 19 100,00 1.900,00
Gladi dan simulasi 19 200,00 3.800,00
Permetaan mikro zonasi untuk kegempaan 19 250,00 4.750,00
Kampanye penyadaran publik 19 50,00 950,00
Pembangunan Monumen di Tandike (longsor) 1 300,00 300,00
Pemetaan rawan longsor detail 8 200,00 1.600,00
Perkuatan kelembagaan di masyarakat 19 50,00 950,00
Pembangunan sistem komunikasi 20 50,00 1.000,00
Pembangunan dan perkuatan pusdalops 20 100,00 2.000,00
Fasilitasi pembentukan BPBD 19 250,00 4.750,00
Pembangunan sistem peringatan dini multihasard 19 100,00 1.900,00
Penyusunan Pedoman Zoning Code dan Building
Code
Pembangunan PUSDIKLAT dan Depo 1 5.000,00 5.000,00
Total 202 33.650,00
Tabel Asumsi Penilaian
Asumsi Penilaian
No. Sektor/SubSektor Keterangan
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak Ringan
1. Sektor Perumahan
Bangunan Rumah dihitung dengan menggunakan dihitung dengan menggunakan dihitung dengan menggunakan
kebijakan stimulus dari pemerintah kebijakan stimulus dari pemerintah kebijakan stimulus dari pemerintah
sebesar Rp. 15 juta/unit sebesar Rp. 10 juta/unit sebesar Rp. 1 juta/unit
Prasarana Permukiman dihitung dengan asumsi nilai dihitung dengan asumsi nilai dihitung dengan asumsi nilai
prasarana permukiman adalah sebesar prasarana permukiman adalah sebesar prasarana permukiman adalah sebesar
15% dari nilai total rumah rusak berat 15% dari setinggi‐tingginya 50% dari 15% dari setinggi‐tingginya 30% dari
per‐kabupaten nilai total rumah rusak sedang per‐ nilai total rumah rusak ringan per‐
kabupaten kabupaten
Hunian Transisi dihitung dengan asumsi harga satuan
unit hunian transisi sebesar Rp. 2 juta,
dan hanya diperuntukkan bagi korban tidak ada tidak ada
dengan rumah rusak berat
Air dan Sanitasi Hunian Transisi dihitung dengan asumsi kebutuhan air
dan sanitasi hunian transisi adalah
tidak ada tidak ada
sebesar 15% dari nilai total kebutuhan
hunian transisi
Penyediaan Lahan Relokasi Asumsinya adalah akan
disediakan oleh Pemerintah
Daerah
Penyediaan PLP Relokasi Asumsinya adalah mengikuti
kebutuhan relokasi
Bantuan Teknis Pendampingan Pelayanan teknis bagi
masyarakat dalam membangun
kembali rumah dengan kaidah
dan struktur tahan gempa
Jaminan Hidup dinilai dengan asumsi bahwa jumlah
rumah rusak berat adalah sebanding
dengan jumlah kepala keluarga,
dimana satu keluarga berjumlah 4 tidak ada tidak ada
orang dengan uang lauk pauk sebesar
Rp. 3.000/kepala dengan beras
400gram/kepala
2. Sektor Infrastruktur
Transportasi
Jalan dihitung dengan mengikuti harga dihitung dengan mengikuti harga dihitung dengan mengikuti harga
satuan yang digunakan rata‐rata satuan yang digunakan rata‐rata satuan yang digunakan rata‐rata
pemerintah kabupaten sebesar Rp. 2 pemerintah kabupaten sebesar Rp. pemerintah kabupaten sebesar Rp.
juta/meter 1,75 juta/meter 1,35 juta/meter
Tabel Asumsi Penilaian
Asumsi Penilaian
No. Sektor/SubSektor Keterangan
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak Ringan
Jembatan Nasional dan Kabupaten dihitung dengan mengikuti harga dihitung dengan mengikuti harga dihitung dengan mengikuti harga
satuan yang digunakan rata‐rata satuan yang digunakan rata‐rata satuan yang digunakan rata‐rata
pemerintah kabupaten sebesar Rp. 2 pemerintah kabupaten sebesar Rp. pemerintah kabupaten sebesar Rp.
juta/meter 1,75 juta/meter 1,35 juta/meter
Jembatan Kabupaten dihitung dengan asumsi harga dihitung dengan asumsi setinggi‐ dihitung dengan asumsi setinggi‐
pengadaan dan pembangunan tingginya sebesar 50% dari harga tingginya sebesar 30% dari harga
jembatan yang nilai harga rata‐rata‐ pengadaan dan pembangunan pengadaan dan pembangunan
nya mencapai Rp. 300juta/ unit jembatan yang nilai harga rata‐rata‐ jembatan yang nilai harga rata‐rata‐
jembatan (unit jembatan x harga nya mencapai Rp. 300juta/ unit nya mencapai Rp. 300juta/ unit
satuan) jembatan (50% x unit jembatan x jembatan (30% x unit jembatan x
harga satuan) harga satuan)
Drainase Perkotaan dihitung dengan mengikuti harga dihitung dengan asumsi setinggi‐ dihitung dengan asumsi setinggi‐
satuan yang digunakan rata‐rata tingginya 50% dari harga rata‐rata tingginya 30% dari harga rata‐rata
pemerintah kabupaten sebesar Rp. 1 yang digunakan rata‐rata yang yang digunakan rata‐rata yang
juta/meter mencapai Rp. 1 juta/meter (50% x mencapai Rp. 1 juta/meter (30% x
volume x harga satuan) volume x harga satuan)
Terminal dihitung dengan asumsi luas terminal
adalah 1.000m2 dengan harga satuan
biaya pembangunan bangunan tidak
tidak ada tidak ada
sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (luas
bangunan x harga satuan)
Dermaga Penilaian diterima dari
pemerintah daerah
Energi
Pos dan Telekomunikasi
Air dan Sanitasi
PDAM Penilaian dilakukan oleh Tim
Bank Dunia
Infrastruktur Sumberdaya Air
Irigasi Teknis dihitung dengan mengikuti harga dihitung dengan mengikuti harga dihitung dengan mengikuti harga
satuan yang digunakan rata‐rata satuan yang digunakan rata‐rata satuan yang digunakan rata‐rata
pemerintah kabupaten sebesar Rp. 2 pemerintah kabupaten sebesar Rp. pemerintah kabupaten sebesar Rp.
juta/meter (volume x harga satuan) 1,75 juta/meter (volume x harga 1,35 juta/meter (volume x harga
satuan) satuan)
Irigasi Non‐Teknis dihitung dengan asumsi harga satuan dihitung dengan asumsi harga satuan dihitung dengan asumsi harga satuan
rata‐rata sebesar Rp. 1 juta/meter rata‐rata sebesar Rp. 750 ribu/meter rata‐rata sebesar Rp. 500 ribu/meter
(volume x harga satuan) (volume x harga satuan) (volume x harga satuan)
Tabel Asumsi Penilaian
Asumsi Penilaian
No. Sektor/SubSektor Keterangan
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak Ringan
Irigasi Sederhana dihitung dengan asumsi harga satuan dihitung dengan asumsi harga satuan dihitung dengan asumsi harga satuan
rata‐rata sebesar Rp. 500 ribu/meter rata‐rata sebesar Rp. 300 ribu/meter rata‐rata sebesar Rp. 100 ribu/meter
(volume x harga satuan) (volume x harga satuan) (volume x harga satuan)
3. Sektor Sosial
Kesehatan
Rumah Sakit (Kota Padang) dihitung dengan asumsi luas bangunan dihitung setinggi‐tingginya 50% dari dihitung setinggi‐tingginya 30% dari
rumah sakit di kota padang adalah nilai bangunan, dengan asumsi luas nilai bangunan, dengan asumsi luas
10.000m2 dengan harga satuan biaya bangunan rumah sakit di kota padang bangunan rumah sakit di kota padang
pembangunan bangunan tidak adalah 10.000m2 dengan harga satuan adalah 10.000m2 dengan harga satuan
sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (luas biaya pembangunan bangunan tidak biaya pembangunan bangunan tidak
bangunan x harga satuan) sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (50% sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (30%
x luas bangunan x harga satuan) x luas bangunan x harga satuan)
Pembersihan Puing Bangunan RS dihitung dengan asumsi sewa alat
berat dan operasional sebanyak 2 unit
dengan waktu kerja selama 7 hari (2 x tidak ada tidak ada
3,5 juta x 7 hari)+(2 x 960 ribu x 7
hari)
Puskesmas dihitung dengan asumsi luas bangunan dihitung setinggi‐tingginya 50% dari dihitung setinggi‐tingginya 30% dari
puskesmas adalah 200m2 dengan nilai bangunan, dengan asumsi luas nilai bangunan, dengan asumsi luas
harga satuan biaya pembangunan bangunan puskesmas adalah 200m2 bangunan puskesmas adalah 200m2
bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 dengan harga satuan biaya dengan harga satuan biaya
juta/m2 (luas bangunan x harga pembangunan bangunan sederhana pembangunan bangunan sederhana
satuan) sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (50% x luas sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (30% x luas
bangunan x harga satuan) bangunan x harga satuan)
Puskesmas Pembantu dihitung dengan asumsi luas bangunan dihitung setinggi‐tingginya 50% dari dihitung setinggi‐tingginya 30% dari
puskesmas pembantu adalah 100m2 nilai bangunan, dengan asumsi luas nilai bangunan, dengan asumsi luas
dengan harga satuan biaya bangunan puskesmas pembantu bangunan puskesmas pembantu
pembangunan bangunan sederhana adalah 100m2 dengan harga satuan adalah 100m2 dengan harga satuan
sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (luas biaya pembangunan bangunan biaya pembangunan bangunan
bangunan x harga satuan) sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2
(50% x luas bangunan x harga satuan) (30% x luas bangunan x harga satuan)
Tabel Asumsi Penilaian
Asumsi Penilaian
No. Sektor/SubSektor Keterangan
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak Ringan
Polindes dan Klinik/Poliklinik dihitung dengan asumsi luas bangunan dihitung setinggi‐tingginya 50% dari dihitung setinggi‐tingginya 30% dari
adalah 50m2 dengan harga satuan nilai bangunan, dengan asumsi luas nilai bangunan, dengan asumsi luas
biaya pembangunan bangunan bangunan adalah 50m2 dengan harga bangunan adalah 50m2 dengan harga
sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 satuan biaya pembangunan bangunan satuan biaya pembangunan bangunan
(luas bangunan x harga satuan) sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2
(50% x luas bangunan x harga satuan) (30% x luas bangunan x harga satuan)
Pembersihan Puing dihitung dengan asumsi sewa alat
berat dan operasional sebanyak 1unit
dengan waktu kerja selama 7 hari (1 x tidak ada tidak ada
3,5 juta x 7 hari)+(1 x 960 ribu x 7
hari)
Penyediaan Tempat Sementara dihitung dengan asumsi sewa tempat
sementara selama sebulan dengan nilai
sewa sebesar Rp. 2,5 juta (jumlah tidak ada tidak ada
bangunan rusak berat x 1 bulan x Rp.
2,5 juta)
Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan pengadaan peralatan dan
perlengkapan dihitung dengan asumsi
sebesar 25% dari total nilai kebutuhan tidak ada tidak ada
pembangunan infrastruktur
Pendidikan
Ruang Kelas Belajar dihitung dengan asumsi luas Ruang dihitung setinggi‐tingginya 50% dari dihitung setinggi‐tingginya 30% dari
Kelas Belajar adalah 45m2 dengan nilai bangunan, dengan asumsi luas nilai bangunan, dengan asumsi luas
harga satuan biaya pembangunan Ruang Kelas Belajar adalah 45m2 Ruang Kelas Belajar adalah 45m2
bangunan sederhana sebesar Rp. 1,8 dengan harga satuan biaya dengan harga satuan biaya
juta/m2 (luas bangunan x harga pembangunan bangunan sederhana pembangunan bangunan sederhana
satuan) sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (50% x luas sebesar Rp. 1,8 juta/m2 (30% x luas
bangunan x harga satuan) bangunan x harga satuan)
Pembersihan Puing dihitung dengan asumsi kebutuhan
pembersihan puing senilai Rp. 200
ribu per‐ruang kelas belajar (ruang tidak ada tidak ada
kelas belajar x Rp. 200 ribu)
Penyediaan Lokal Belajar Sementara dihitung dengan asumsi bahwa 1 lokal
belajar sementara sama dengan 2
ruang kelas belajar dengan nilai lokal tidak ada tidak ada
belajar sementara sebesar Rp. 2,5 juta
Tabel Asumsi Penilaian
Asumsi Penilaian
No. Sektor/SubSektor Keterangan
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak Ringan
Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan pengadaan peralatan dan
perlengkapan dihitung dengan asumsi
sebesar 25% dari total nilai kebutuhan tidak ada tidak ada
pembangunan infrastruktur
Agama
Masjid, Gereja, Vihara dihitung dengan asumsi luas bangunan dihitung setinggi‐tingginya 50% dari dihitung setinggi‐tingginya 30% dari
adalah 100m2 dengan harga satuan nilai bangunan, dengan asumsi luas nilai bangunan, dengan asumsi luas
biaya pembangunan bangunan bangunan adalah 100m2 dengan harga bangunan adalah 100m2 dengan harga
sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 satuan biaya pembangunan bangunan satuan biaya pembangunan bangunan
(luas bangunan x harga satuan) sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2
(50% x luas bangunan x harga satuan) (30% x luas bangunan x harga satuan)
Pembersihan Puing dihitung dengan asumsi sewa alat
berat dan operasional sebanyak 1unit
dengan waktu kerja selama 7 hari (1 x
3,5 juta x 7 hari)+(1 x 960 ribu x 7
hari)
Lembaga Sosial
Bangunan Panti dihitung dengan asumsi luas bangunan dihitung setinggi‐tingginya 50% dari dihitung setinggi‐tingginya 30% dari
adalah 100m2 dengan harga satuan nilai bangunan, dengan asumsi luas nilai bangunan, dengan asumsi luas
biaya pembangunan bangunan bangunan adalah 100m2 dengan harga bangunan adalah 100m2 dengan harga
sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 satuan biaya pembangunan bangunan satuan biaya pembangunan bangunan
(luas bangunan x harga satuan) sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2
(50% x luas bangunan x harga satuan) (30% x luas bangunan x harga satuan)
4. Sektor Ekonomi
Pertanian
Tabel Asumsi Penilaian
Asumsi Penilaian
No. Sektor/SubSektor Keterangan
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak Ringan
Lahan Pertanian dihitung dengan asumsi biaya produksi dihitung setingi‐tingginya 50% dari dihitung setingi‐tingginya 30% dari
pertanian adalah sebesar Rp. 4 total biaya produksi, dengan asumsi total biaya produksi, dengan asumsi
juta/hektar (luas lahan pertanian x biaya produksi pertanian adalah biaya produksi pertanian adalah
harga satuan produksi/hektar) sebesar Rp. 4 juta/hektar (50% x luas sebesar Rp. 4 juta/hektar (30% x luas
lahan pertanian x harga satuan lahan pertanian x harga satuan
produksi/hektar) produksi/hektar)
Lahan Perkebunan dihitung dengan asumsi biaya produksi dihitung setingi‐tingginya 50% dari dihitung setingi‐tingginya 30% dari
pertanian adalah sebesar Rp. 5 total biaya produksi, dengan asumsi total biaya produksi, dengan asumsi
juta/hektar (luas lahan pertanian x biaya produksi pertanian adalah biaya produksi pertanian adalah
harga satuan produksi/hektar) sebesar Rp. 5 juta/hektar (50% x luas sebesar Rp. 5 juta/hektar (30% x luas
lahan pertanian x harga satuan lahan pertanian x harga satuan
produksi/hektar) produksi/hektar)
Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan pengadaan peralatan dan
perlengkapan dihitung dengan asumsi
sebesar 25% dari total nilai kebutuhan tidak ada tidak ada
biaya produksi
Perikanan
Infrastruktur /Bangunan dihitung dengan asumsi luas bangunan dihitung setinggi‐tingginya 50% dari dihitung setinggi‐tingginya 30% dari
adalah 200m2 dengan harga satuan nilai bangunan, dengan asumsi luas nilai bangunan, dengan asumsi luas
biaya pembangunan bangunan bangunan adalah 200m2 dengan harga bangunan adalah 200m2 dengan harga
sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 satuan biaya pembangunan bangunan satuan biaya pembangunan bangunan
(luas bangunan x harga satuan) sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2
(50% x luas bangunan x harga satuan) (30% x luas bangunan x harga satuan)
Peternakan
Sarana dan Prasarana/Bangunan dihitung dengan asumsi luas bangunan dihitung setinggi‐tingginya 50% dari dihitung setinggi‐tingginya 30% dari
adalah 100m2 dengan harga satuan nilai bangunan, dengan asumsi luas nilai bangunan, dengan asumsi luas
biaya pembangunan bangunan bangunan adalah 100m2 dengan harga bangunan adalah 100m2 dengan harga
sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 satuan biaya pembangunan bangunan satuan biaya pembangunan bangunan
(luas bangunan x harga satuan) sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2
(50% x luas bangunan x harga satuan) (30% x luas bangunan x harga satuan)
Industri
Tabel Asumsi Penilaian
Asumsi Penilaian
No. Sektor/SubSektor Keterangan
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak Ringan
Industri Besar Belum dilakukan valuasi
Industri Menengah Belum dilakukan valuasi
Industri Kecil Belum dilakukan valuasi
Perdagangan
Pasar dihitung dengan asumsi bahwa 1 pasar dihitung setinggi‐tingginya 50% dari dihitung setinggi‐tingginya 30% dari
terdiri dari 150 kios dengan harga 1 nilai bangunan, dengan asumsi bahwa nilai bangunan, dengan asumsi bahwa
kios adalah Rp. 5 juta atau sama 1 pasar terdiri dari 150 kios dengan 1 pasar terdiri dari 150 kios dengan
dengan Rp. 750 juta/unit pasar harga 1 kios adalah Rp. 5 juta atau harga 1 kios adalah Rp. 5 juta atau
sama dengan Rp. 750 juta/unit pasar sama dengan Rp. 750 juta/unit pasar
(50% x harga perunit bangunan) (30% x harga perunit bangunan)
Pembersihan Puing dihitung dengan asumsi sewa alat
berat dan operasional sebanyak 2 unit
dengan waktu kerja selama 7 hari (2 x tidak ada tidak ada
3,5 juta x 7 hari)+(2 x 960 ribu x 7
hari)
Sewa Tempat Sementara dihitung dengan asumsi sebesar 10%
dari nilai pembangunan infrastruktur tidak ada tidak ada
rusak berat
Pariwisata
Hotel/Penginapan dihitung dengan asumsi luas bangunan dihitung setinggi‐tingginya 50% dari dihitung setinggi‐tingginya 30% dari
adalah 400m2 dengan harga satuan nilai bangunan, dengan asumsi luas nilai bangunan, dengan asumsi luas
biaya pembangunan bangunan tidak bangunan adalah 400m2 dengan harga bangunan adalah 400m2 dengan harga
sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (luas satuan biaya pembangunan bangunan satuan biaya pembangunan bangunan
bangunan x harga satuan) tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2
(50% x luas bangunan x harga satuan) (30% x luas bangunan x harga satuan)
5. Lintas Sektor
Lingkungan Hidup
Pemerintahan
Tabel Asumsi Penilaian
Asumsi Penilaian
No. Sektor/SubSektor Keterangan
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak Ringan
Kantor Pusat/UPT/Kanwil (Kota dihitung dengan asumsi luas bangunan dihitung setinggi‐tingginya 50% dari dihitung setinggi‐tingginya 30% dari
Padang) adalah 1.500m2 dengan harga satuan nilai bangunan, dengan asumsi luas nilai bangunan, dengan asumsi luas
biaya pembangunan bangunan tidak bangunan adalah 1.500m2 dengan bangunan adalah 1.500m2 dengan
sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (luas harga satuan biaya pembangunan harga satuan biaya pembangunan
bangunan x harga satuan) bangunan tidak sederhana sebesar Rp. bangunan tidak sederhana sebesar Rp.
3 juta/m2 (50% x luas bangunan x 3 juta/m2 (30% x luas bangunan x
harga satuan) harga satuan)
Pembersihan Puing dihitung dengan asumsi sewa alat
berat dan operasional sebanyak 2 unit
dengan waktu kerja selama 7 hari (2 x tidak ada tidak ada
3,5 juta x 7 hari)+(2 x 960 ribu x 7
hari)
Kantor Pemerintah Provinsi dihitung dengan asumsi luas bangunan dihitung setinggi‐tingginya 50% dari dihitung setinggi‐tingginya 30% dari
adalah 1.500m2 dengan harga satuan nilai bangunan, dengan asumsi luas nilai bangunan, dengan asumsi luas
biaya pembangunan bangunan tidak bangunan adalah 1.500m2 dengan bangunan adalah 1.500m2 dengan
sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (luas harga satuan biaya pembangunan harga satuan biaya pembangunan
bangunan x harga satuan) bangunan tidak sederhana sebesar Rp. bangunan tidak sederhana sebesar Rp.
3 juta/m2 (50% x luas bangunan x 3 juta/m2 (30% x luas bangunan x
harga satuan) harga satuan)
Pembersihan Puing dihitung dengan asumsi sewa alat
berat dan operasional sebanyak 2 unit
dengan waktu kerja selama 7 hari (2 x tidak ada tidak ada
3,5 juta x 7 hari)+(2 x 960 ribu x 7
hari)
Tabel Asumsi Penilaian
Asumsi Penilaian
No. Sektor/SubSektor Keterangan
Rusak Berat Rusak Sedang Rusak Ringan
Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota dihitung dengan asumsi luas bangunan dihitung setinggi‐tingginya 50% dari dihitung setinggi‐tingginya 30% dari
adalah 450m2 dengan harga satuan nilai bangunan, dengan asumsi luas nilai bangunan, dengan asumsi luas
biaya pembangunan bangunan tidak bangunan adalah 450m2 dengan harga bangunan adalah 450m2 dengan harga
sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 (luas satuan biaya pembangunan bangunan satuan biaya pembangunan bangunan
bangunan x harga satuan) tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2 tidak sederhana sebesar Rp. 3 juta/m2
(50% x luas bangunan x harga satuan) (30% x luas bangunan x harga satuan)
Pembersihan Puing dihitung dengan asumsi sewa alat
berat dan operasional sebanyak 2 unit
dengan waktu kerja selama 7 hari (2 x tidak ada tidak ada
3,5 juta x 7 hari)+(2 x 960 ribu x 7
hari)
Asrama TNI/POLRI dihitung dengan asumsi luas bangunan dihitung setinggi‐tingginya 50% dari dihitung setinggi‐tingginya 30% dari
adalah 45m2 dengan harga satuan nilai bangunan, dengan asumsi luas nilai bangunan, dengan asumsi luas
biaya pembangunan bangunan rumah bangunan adalah 45m2 dengan harga bangunan adalah 45m2 dengan harga
sebesar Rp. 1,5 juta/m2 (luas satuan biaya pembangunan bangunan satuan biaya pembangunan bangunan
bangunan x harga satuan) rumah sebesar Rp. 1,5 juta/m2 (50% x rumah sebesar Rp. 1,5 juta/m2 (30% x
luas bangunan x harga satuan) luas bangunan x harga satuan)
Pengadaan Peralatan dan Perlengkapan pengadaan peralatan dan
perlengkapan dihitung dengan asumsi
sebesar 25% dari total nilai kebutuhan tidak ada tidak ada
biaya produksi
Keuangan dan Perbankan
Bangunan Koperasi dihitung dengan asumsi luas bangunan dihitung setinggi‐tingginya 50% dari dihitung setinggi‐tingginya 30% dari
adalah 50m2 dengan harga satuan nilai bangunan, dengan asumsi luas nilai bangunan, dengan asumsi luas
biaya pembangunan bangunan bangunan adalah 50m2 dengan harga bangunan adalah 50m2 dengan harga
sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 satuan biaya pembangunan bangunan satuan biaya pembangunan bangunan
(luas bangunan x harga satuan) sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2 sederhana sebesar Rp. 1,8 juta/m2
(50% x luas bangunan x harga satuan) (30% x luas bangunan x harga satuan)