Anda di halaman 1dari 11

KRITIK EVOKATIF

Dosen Pembimbing : Muhammad Naufal Fadhil, S.Ars., M.Arch.


Mata Kuliah : Kritik Arsitektur

KELOMPOK 9 :

1. Shinta Mutia
2. Elvira Juharnis
3. Billie Faisa Mahardika
4. Ina Rizkina
5. Ghina Fitria
6. Mairiel Farhan
7. Nanda Mauliya
2

PENGERTIAN KRITIK EVOKATIF


▪ “Evokatif” Menurut KBBI : Mampu menggugah Rasa

▪ “Evoke” Menurut Oxford Dictinory : To bring a feeling, a memory, or an image


into your mind

▪ Kritik Evokatif : Kritik Evokatif adalah kritik yang membangkitkan


rasa, menggugah pemahaman intelektual atas makna yang dikandung pada
suatu bangunan. Sehingga kritik ini tidak mengungkap suatu objek itu benar atau
salah melainkan pengungkapan pengalaman perasaan akan ruang. Metode ini
bisa disampaikan dalam bentuk naratif (tulisan) dan fotografis (gambar). (Nurun
Nisa,2019)
3

CIRI UTAMA KRITIK EVOKATIF

Kritik evokatif tidak perlu menyajikan argumentasi rasional dalam menilai


bangunan. Kritik evokatif tidak dilihat dalam konteks benar atau salah tetapi makna
yang terungkap dan pengalaman ruang yang dirasakan. Mendorong orang lain
untuk turut membangkitkan emosi yang serupa sebagaimana dirasakan.

Kritik evokatif menjadi Suatu ungkapan sebagai pengganti cara kita mencintai
sebuah bangunan. Menggugah pemahaman intelektual kita atas makna yang
dikandung bangunan. Membangkitkan emosi rasa kita dalam memperlakukan
bangunan. (Nurun Nisa,2019)
4
KRITIK EVOKATIF DI SAMPAIKAN
DALAM BENTUK

Narasi Fotografi

“Kata dari fotografi berasal dari dua istilah yunani:


photo dari phos (cahaya) dan graphy dari graphe (tulisan
Narasi merupakan suatu cerita atau
atau gambar). Maka makna harfiah fotografi adalah menulis
deskripsi kejadian atau peristiwa,
atau menggambar dengan cahaya. Dengan ini maka
kisahan, tema suatu karya.
identitas fotografi bisa digabungkan menjadi kombinasi dari
(sumber: KBBI)
sesuatu yang terjadi secara alamiah (cahaya) dengan
kegiatan yang diciptakan oleh manusia dengan budaya
(menulis dan menggambar/melukis).” (Bull, 2010)
5
CONTOH KRITIK EVOKATIF
Bentuk Narasi :
“Bangunan Pinggir Kali”

Bangunan liar atau biasa disingkat bangli yang berdiri berderet di sepanjang pinggiran Kali Jagir, Surabaya ini jika dilihat dari kacamata
pemikiran tunggal jelas tak layak disebut arsitektur. Pertama, bangunan itu dibangun tidak permanen dengan bahan seadanya dan jelas tidak
dirancang oleh arsitek. Kedua, ini lebih parah lagi, bangli tersebut dibangun di tempat yang terlarang, karena lahan itu bukan milik mereka.
Kalau mau menelisik lebih jauh ke tingkat ekonomi yang ada di dalam lingkungan kehidupan kota Surabaya, mereka yang membangun itu
adalah golongan tak berpunya yang tersingkir dalam percaturan politik, ekonomi, sosial dan budaya kota. Mereka seperti segerombolan
makhluk asing yang datang dari planet lain untuk mengadu nasib di Surabaya dan kemudian "kalah", maka arsitektur yang mereka ciptakan
juga arsitektur yang asing dan harus bersiap-siap untuk "kalah".

Desain bangli yang marjinal sering juga disebut kumuh, tak layak, merusak pemandangan serta lingkungan. Tetapi mengapa solusinya hanya
selalu menghancurkannya lewat penggusuran? Mengapa bukan dengan memperbaikinya dan menghasilkan lebih layak, lebih nyaman dan
indah seperti yang dilakukan Romo Mangun di Kali Code Jogja? Kita masih sering berpikir secara modern yang satu jalur, seperti bulldozer
yang tak kenal ampun. Meskipu katanya sudah jaman jamak yang mengakomodasi perbedaan, kita mas berarsitektur dengan tangan besi,
belum dengan pikiran terbuka.

Sumber : Buku Wastu Miruda hal 114-118.


6
Bentuk Fotografi

Pengalaman: Yang pernah dialami (dijalani, dirasai,


ditanggung, dan sebagainya) (Sumber: KBBI)

Ruang: “Menurut Aristoteles, ruang adalah sebagai tempat


(topos) suatu dimana, atau suatu place of belonging, ruang
menjadi lokasi yang tepat dimana setiap elemen fisik
cenderung berada.” (A Wijaya Satya 2018)
RASA 7

Tanggapan indra terhadap rangsangan saraf,


seperti manis, pahit, masam terhadap indra
pengecap, atau panas, dingin, nyeri terhadap
indra; tanggapan hati terhadap sesuatu (indra)
(sumber: KBBI)

PERASAAN
Rasa atau keadaan batin sewaktu menghadapi
(merasai) sesuatu; hasil atau perbuatan merasa
dengan pancaindra. (sumber: KBBI)

PERASAAN YANG DIALAMI :


- JIJIK
- SEDIH
- KASIHAN
8
9
Bentuk Fotografi

Garot, Kec. Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar, Aceh


Sumber : Pribadi
10
KESIMPULAN

Kritik evokasi merupakan salah satu metode dari kritik interpretative yang berarti kritik
yang dapat membangkitkan rasa atau pemahaman intelektual terhadap makna yang
terkandung pada suatu bangunan. Kritik evokasi tidak membenarkan atau menyalahkan suatu
objek yang dikritik. Kritik ini bisa disampaikan dalam bentuk narasi dan fotografi.

Dari contoh yang dipresentasikan berdasarkan hasil bacaan dari buku Wastu Miruda
karya Anas Hidayat, bahwasanya pengalaman ruang dan perasaan yang dialami setiap orang
berdasarkan hasil bacaan teks pada buku Wastu Miruda maupun melihat hasil fotografi suatu
kawasan yang dipresentasikan diatas tentu berbeda-beda. Hal ini bukan berarti pengalaman
ruang ataupun perasaan seseorang itu bisa dikatakan benar atau tidak. Akan tetapi ini
hanyalah sebuah kritik yang disampaikan oleh setiap individu berdasarkan pengalaman dan
perasaan masing-masing.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai