Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PERMASALAHAN PENDIDIKAN & SOLUSINYA


Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan
Dosen Pembimbing: Fitria Sulistyowati, M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 6
1. Maria Leonita Bau (2020004005)
2. Tiara Pramudianti (2020004006)
3. Hanna Uswatun Saputri (2020004011)
4. Erin Jihan Wahyu Kusuma (2020004016)
5. Imran Ahmad (2020004032)

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
nikmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Keberhasilan
makalah ini tidak lain disertai referensi yang didapat dari beberapa sumber.
Melalui makalah ini, kami berharap mahasiswa dapat mengetahui dan memahami
permasalahan Pendidikan dan solusinya yang menjadi salah satu materi pada mata kuliah
Pengantar Ilmu Pendidikan yang pada dasarnya penting dipelajari bagi seorang calon
pendidik.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih memiliki kekurangan dalam
penyusunan makalah, maka dari itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Demikian sebagai pengantar kata, kami mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang membantu dan terlibat baik secara langsung maupun tidak. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Yogyakarta, 13 November 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................... ii
BAB I............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ..........................................................................................................2
BAB II ..........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN ...........................................................................................................................3
2.1 Definisi Permasalahan Pendidikan ..............................................................................3
2.2 Permasalahan Pendidikan ............................................................................................3
2.3 Masalah Pendidikan di Indonesia ................................................................................7
2.4 Permasalahan Pendidikan Selama Masa Pandemi Covid-19 .................................... 14
2.5 Solusi Untuk Mengatasi Permasalahan Pendidikan .................................................. 15
2.6 Permasalahan Aktual Pendidikan dan Penanggulangannya .................................... 17
BAB III ....................................................................................................................................... 21
PENUTUP .................................................................................................................................. 21
3.1. Simpulan ..................................................................................................................... 21
3.2. Saran ........................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara fungsional, pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk menyiapkan manusia
menghadapi masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu maupun secara
kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa maupun antar bangsa. Hal ini berarti
pendidikan nasional mempunyai tugas untuk menyiapkan sumber daya manusia yang baik,
yang dapat berguna dalam pembangunan di masa depan. Derap langkah pembangunan
sendiri selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Tetapi, perkembangan zaman
selalu memunculkan tantangan-tantangan baru, yang sebagiannya tidak dapat diramalkan
sebelumnya. Sebagai konsekuensi logis, pendidikan selalu dihadapkan pada masalah-
masalah baru. Masalah-masalah tersebut kemudian berdampak kepada kualitas sumber
daya manusia dan pendidikan di Indonesia.

Mengenai masalah pendidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim.
Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas
siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan
aturan UU pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita
kedepannya makin terpuruk. Keterpurukkan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata
alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.

Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya
para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya
tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya.
Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para
siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan
sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang
baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan
sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.

Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang
sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram.Kurikulum hanya didasarkan pada
pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah
lagi,pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum
dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah.Jadi, para lulusan
hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal
lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas.Kualitas pendidikanIndonesia sangat
memprihatinkan.Berdasarkan analisa dari badanpendidikan dunia (UNESCO), kualitas para
guru Indonesia menempati peringkat terakhir dari 14 negara berkembang di Asia
Pasifik. Posisi tersebut menempatkan negeri agraris ini dibawah Vietnam yang negaranya
baru merdeka beberapa tahun lalu.Sedangkan untuk kemampuan membaca, Indonesia
berada pada peringkat 39 dari 42 negara berkembang di dunia. Lemahnya input quality,
kualitas guru kita ada diperingkat 14 dari 14 negara berkembang. Ini juga kesalahan negara
yang tidak serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dari sinilah penulis mencoba
untuk membahas lebih dalam mengenai pendidikan di Indonesia dan segala dinamikanya.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari permasalahan pendidikan?
2. Apa saja permasalahan pendidikan?
3. Apa saja permasalahan pendidikan di negara Indonesia?
4. Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan pendidikan?
5. Apa saja permasalahan aktual dan bagaimana penanggulangannya?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi dari permasalahan pendidikan.
2. Untuk mengetahui apa saja permasalahan pendidikan.
3. Untuk mengetahui apa saja permasalahan pendidikan di negara Indonesia.
4. Untuk mengetahui bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan
pendidikan.
5. Untuk mengetahui apa saja permasalahan aktual dan bagaimana penanggulangannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Permasalahan Pendidikan
Istilah permasalahan diterjemahkan dari bahasa inggris yaitu “problem“.
Masalah adalah segala sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Sedangkan
kata permasalahan berarti sesuatu yang dimasalahkan atau hal yang dimasalahkan.
Jadi Permasalahan pendidikan adalah segala-sesuatu hal yang merupakan masalah
dalam pelaksanaaan kegiatan pendidikan. Maka dapat disimpulkan bahwa
Permasalahan Pendidikan Indonesia adalah segala macam bentuk masalah yang
dihadapi oleh program-program pendidikan di negara Indonesia.

2.2 Permasalahan Pendidikan


Permasalahan pendidikan baik sebagai ilmu teoritik maupun sebagai ilmu
terapan tidak pernah lepas dari permasalahan. Sebagai ilmu teoritik telah terjadi
perbedaan-perbedaan konsep dalam berbagai hal yang tersangkut di dalamnya,
sedangkan dalam kegiatan penerapan ilmu tersebut terjadi juga hambatan-hambatan,
baik akibat perbedaan konsep yang dipakai sebagai dasar maupun akibat penghambat
yang sifatnya teknis.
A. Permasalahan Teoritis
Permasalahan Teoritis antara lain akibat perbedaan ilmu-ilmu pendukung
yang digunakan dan juga akibat perbedaan konsep dalam ilmu-ilmu pendukung
tersebut. Sebagian pemikir pendidikan hanya memasukkan filsafat, psikologi, dan
sosiologi dalam menyunsun konsep dan merancang pelaksanaan pendidikan,
sedangkan pemikir lain menggunakan acuan yang lain juga, misalnya politik,
ekonomi, IPTEK dan sebagainya.
Di negara tertentu sudah memasukkan unsur perkembangan IPTEK, Isu
Demokrasi, HAM, Keragaman Budaya, Politik dan sebagainya, dalam berfikir
tentang pendidikan, tetapi di negara tertentu, termasuk Indonesia relativ baru saja
berfikir pendidikan dengan memperhatikan hal-hal tersebut.
Permasalahan-permasalahan teoritik tersebut di atas, dan masih ada permasalahan
teoritik yang lain, akan menjadi ganjalan bagi pelaksanaan dan pengguna hasil
pendidikan karena pengaruhnya yang berupa seringnya terjadi perubahan
kabijakan pendidikan.

Menurut Umar Tirtaraharja ada lima jenis kesalahan yaitu:


1) Kesalahan teknis, misalnya pandangan yang mengatakan bahwa disiplin
dapat dididik melalui kekerasan.
2) Kesalahan sistematis, misalnya pandangan bahwa tempat belajar yang
paling afdol adalah sekolah.
3) Kesalahan teoretis, misalnya mengajar adalah memberikan ilmu.

3
4) Penerapan yang salah, misalnya pandangan bahwa semakin banyak ilmu
semakin membuat orang bahagia.
5) Kesalahan filosofis, misalnya pandangan bahwa kesuksesan seseorang
tergantung pada aspek keterampilan yang diperoleh (mengabaikan aspek
moral).
Di bagian lain Tirtaraharja mengklasifikasikan masalah-masalah pendidikan
tersebut menjadi tiga kelompok yaitu:
1) Masalah operasional, masalah yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan,
misalnya kesalahan pemilihan metode mengajar, memilih atau
menggunakan media, dan sebagainya.
2) Masalah struktural, atau mungkin dapat disebut masalah management,
misalnya masalah system pendidikan yang digunakan, misalnya koordinasi,
kebijakan, dan sebagainya.
3) Masalah fundamental, misalnya yang mendasar, misalnya masalah teoretis,
filosofis, dan sebagainya.
B. Permasalahan Praktis
Permasalahan praktis pendidikan, disamping akibat pegangan teoritik yang
tidak jelas seperti diuraikan diatas, timbul karena kondisi dan tuntutan dari
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan, yaitu:
1) Perkembangan IPTEK yang semakin cepat.
2) Pertambahan penduduk yang tidak seimbang dengan fasilitas pendidikan.
3) Peningkatan aspirasi masyarakat untuyk mendidik anaknya.
4) Kekurangan dana.
5) Belum adanya system management pendidikan yang mantap.
6) Munculnya konsep-konsep baru yang dulu belum mendapatkan perhatian
yang cukup.
Uraian singkat tentang jenis-jenis masalah tersebut diatas seperti berikut:
1) Perkembangan IPTEK yang semakin cepat.
Terdapat korelasi antara perkembangan pendidikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEK). Ilmu
pengetahuan merupakan hasil dari eksplorasi dan pembaharuan secara
sistemik dan terorganisir dengan baik, mengenai alam semesta. Adapun
teknologi adalah penerapan yang dirancang dan terencana dari ilmu
pengetahuan untuk memenuhi hajat hidup atau kebutuhan hidup manusia.
Sedangkan seni adalah kemajuan kebudayaan berupa aktivitas manusia
berkreasi, yang indah untuk melaksanakan tugas kehidupan dengan
menyenangkan.
Suatu contoh betapa pengaruh masalah kemajuan teknologi
mempengaruhi sistem pendidikan, misalnya perkembangan teknologi
informatika. Saat ini setiap saat ada kejadian suatu perkara dapat langsung
disiarkan melalui televisi dan media cetak dengan gambar kejadian yang
jelas. Demikian pula pendidikan yang dulu lebih banyak digunakan tatap
muka langsung saat ini dapat dilaksanakan melalui internet tv atau modul.
Peserta didik cukup duduk belajar dirumah. Kondisi ini mempengaruhi
perubahan isi pendidikan dan metodenya, bahkan mungkin rumusan baru

4
tujuan pendidikan selalu membutuhkan inovasi, termasuk sarana dan
prasarana laboratorium, dan ketenagaan serta pendanaan pendidikan.

2) Pertambahan penduduk yang tidak seimbang dengan fasilitas pendidikan.


Laju pertumbuhan penduduk akan menimbulkan masalah dalam
pendidikan. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali mengakibatkan
penyediaan layanan pendidikan berupa sarana prasarana pendidikan beserta
komponennya juga bertambah, hal ini menjadikan berkembangnya masalah
pendidikan. Pertambahan penduduk yang diikuti dengan meningkatnya usia
rata-rata dan penurunan angka kematian serta panjangnya usia rata-rata
manusia, mengakibatkan berubahnya struktur kependudukan, yaitu proporsi
penduduk usia dasar menurun dan meningkatnya anak usia sekolah lanjutan
menengah, angkatan kerja dan usia tua berkat kemajuan dibidang gizi serta
kesehatan. Dengan demikian terjadi pergeseran kebutuhan akan fasilitas
pendidikan. Untuk fasilitas sekolah dasar berkurang sedangkan untuk fasilitas
sekolah lanjutan dan perguruan tinggi meningkat termasuk juga angkatan
kerja. Sedangkan untuk usia lanjut juga meningkat di perlukan pendidikan
non formal dan keagamaan.
Sementara itu penyebaran penduduk yang tidak merata menjadi masalah
dalam penyediaan sarana prasarana pendidikan beserta komponennya. Contoh
dibangun SD kecil untuk daerah terpencil, namun kesulitan timbul dalam hal
penyediaan guru serta sarana lainnya. Di sisi lain kota-kota besar arus
urbanisasi terus-menerus terjadi. Peristiwa ini menimbulkan pola yang
dinamis dan labil, sehingga menimbulkan kesulitan bagi penyediaan sarana
pendidikan. Begitu juga penyediaan lapangan kerja setelah selesai pendidikan
juga mengalami kesulitan. Singkatnya pertuimbuhan penduduk yang tidak
terkendali menimbulkan perkembangan masalah secara nyata.

3) Peningkatan aspirasi masyarakat untuk mendidik anaknya.


Aspirasi masyarakat terhadap pendidikan semakin meningkat. Banyak
pakar sepakat bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang memadai,
teknologi yang tepat, hidup sehat yang lebih banyak, harus ada pekerjaan
yang menopang, dan pendidikan merupakan alternatif untuk memperoleh
pekerjaan yang layak dan tetap tersebut. Pendidikan memberikan harapan
bagi peningkatan taraf hidup dan menaikkan status sosial di masyarakat.
Di sisi lain sebagai peningkatan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan,
maka para orang tua mendorong anaknya untuk bersekolah, agar nantinya
anaknya memperoleh pekerjaan yang lebih baik daripada orangtuanya. Begitu
juga dorongan ini juga telah terkristal pada diri anak-anak itu sendiri. Mereka
merasa susah bila anaknya mendapat rintangan dalam sekolah, bahkan
mereka mengorbankan apa yang di milikinya untuk keperluan sekolah
anaknya. Inilah salah satu indikator dari meningkatnya aspirasi orangtua dan
anak atau masyarakat terhadap pendidikan saat ini.
Sebagai akibat tersebut maka membanjirnya pelamar sekolah, dan arus
pelajar meningkat secara drastis, sedangkan fasilitas sekolah berkembang
lambat. Dampaknya anggaran pendidikan harus meningkat untuk
5
menyediakan fasilitas pendidikan, sarana-prasarana beserta komponen
lainnya. Di kota-kota di samping berkembangnya pendidikan formal, juga
berkembang pula pendidikan nonformal yang beranekaragam. Ini semua
menjadikan berkembangnya masalah pendidikan.

4) Kekurangan dana.
Kekurangan dana merupakan problem klasik yang di alami semua negara
berkembang dalam melaksanakan pendidikan. Keadaan semakin parah
apabila pengambil kebijakan tidak atau kurang menempatkan posisi
pendidikan bukan sebagai prioritas. Memang kebanyakan pemimpin setuju
kalau pendidikan merupakan kunci keberhasilan pembangunan karena
menyangkut sumber daya manusia, tetapi dalam praktek masih lebih
memprioritaskan aspek pembangunan yang lain.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi problem dana ini
disamping mengetuk hati dan pikiran para pengambil kebijakan juga harus
pandai-pandai mengelola dana yang terbatas tersebut dengan mengadakan
efisiensi dan perencanaan yang baik. Salah satu terobosan untuk mengatasi
problem dana ini adalah dengan paradigma berfikir pendidikan yang inovatif
yaitu mencari jalan lebih efisien, misalnya dengan pengembangan pendidikan
yang dilaksanakan dalam ruang tertentu menjadi pendidikan yang sifatnya
terbuka sehingga dapat menambah daya tampung peserta didik tanpa harus
menambah gedung. Atau menggunakan media yang tepat sehigga tidak harus
selalu menambah jumlah guru atau pendidik. Dapat juga mengambil langkah
konkrit dalam upaya menyerahkan tanggungjawab pendidikan tidak hanya
pada pemerintah tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat.

5) Belum adanya sistem manajemen pendidikan yang mantap.


Kemajuan zaman menuntut adanya manajemen yang handal karena
kenyataan membuktikan bahwa faktor manajemen dapat merupakan faktor
penyebab kurang optimalnya keberhasilan suatu organisasi atau lembaga.
Meskipun sumber daya cukup memadai kalau tidak dikelola dengan baik
dapat menyebabkan kegiatan berjalan dengan baik.
Majemen pendidikan di negara ini masih termasuk manajemen yang
kurang mantap dengan indikator masih seringnya terjadi perubahan struktur
organisasi pendidikan, kurang koordinasinya lembaga-lembaga pendidikan
yang ada, arah pendidikan yang kurang jelas, perubahan kurikulum yang
tidak jelas landasannya, pembinaan karir para penyelenggara pendidikan yang
belum mantap, penggunaan anggaran yang belum efisien dan sebagainya.

6) Munculnya konsep-konsep baru yang dulu belum mendapatkan perhatian


yang cukup.
Pendidikan tidak boleh kedap lingkungan dan kedap perkembangan
konsep-konsep baru yang terjadi di lingkungan. Banyak konsep yang dulunya
belum mendapatkan perhatian sekarang mau tidak mau harus dipakai acuan
dalam berfikir dan berbuat dalam pendidikan. Konsep baru tentang
demokrasi, HAM, otonomi, keragaman budaya, masyarakat madani, tuntutan
6
global, peran politik, dan masih banyak lagi sekarang lebih mencuat keras
dalam masyarakat dan kalau pendidikan memang merupakan sarana untuk
pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan masyarakat, maka
konsep-konsep baru tersebut mau tidak mau harus digunakan dalam berfikir
dan berbuat dikalangan pemikir dan pelaksana pendidikan.
Konsep baru tentang demokrasi mengharuskan pendidikan
menyempurnakan dirinya dengan penyempurnaan rumusan tujuan pendidikan
materi pendidikan, metode, pengelolaan pendidikan dan sebagainya.

2.3 Masalah Pendidikan di Indonesia


Dalam Laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang
pendidikan, United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization
(UNESCO), yang dirilis pada kamis (29/11/07) menunjukkan, peringkat Indonesia
dalam hal pendidikan turun dari 58 menjadi 62 di antara 130 negara di dunia, yang
jelas, Education Development Index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah
Malaysia (0,945) dan Brunei Darussalam (0,965).
Mau tidak mau, itu mengilustrasikan bahwa kualitas pendidikan kita pun
semakin dipertanyakan. Sebab, tingkat pendidikan Indonesia kian melorot.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan mengapa kualitas pendidikan kita
bernasib sedemikian tragis.
Pertama, kondisi pemerintah yang sangat kental politis punya peran penting
serta signifikan untuk memperkeruh keadaan. Tatkala keadaan pemerintah berpolitis,
itu akan menyebabkan atmosfer pendidikan labil, sebut saja dalam hal kebijakan
Pendidikan yang dilahirkan pemerintah. Pendidikan selalu berada dalam rangkulan
kepentingan politik tertentu. Aroma “politik pendidikan penguasa” sangat lekat
dalam dunia pendidikan.
Kedua, kondisi keuangan negara yang sangat sedikit bisa memperburuk dunia
pendidikan. Sebab, minimnya dana akan menghambat pembangunan pendidikan
dalam segala hal, baik insfrastruktur maupun suprastruktur.
Miskinnya dana dalam dunia pendidikan akan membuat bangunan-bangunan
sekolah dan fasilitas pendidikan lain tidak bisa digarap dengan sedemikian maksimal
serta optimal. Dengan demikian, kondisi ironis itupun sangat mustakhil akan
menyegerakan tercapainya pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa secara
merata.
Justru, yang terjadi adalah kemiskinan pendidikan yang mengglobal di ibu
pertiwi ini akan membumi. Akibatnya, rakyat tetap buta huruf dan begitu seterusnya.
Jangan harap pula, kita bisa menjadi bangsa maju. Yang pasti, tidak adanya anggaran
cukup dan besar dari pemerintah pusat maupun daerah dalam bentuk anggaran
pendapatan belanja negara (APBN) serta anggaran pendapatan belanja daerah
(APBD) sangat memicu gagalnya pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang
diharapkan.
Ketiga, kondisi kota maupun kabupaten dengan sumber daya manusia (SDM)
yang terbatas sangat memberikan efek buruk bagi mandeknya pembangunan
pendidikan. Sebab, adanya SDM menjadi kata kunci bagi keberhasilan sekian banyak
agenda pendidikan di daerah.

7
Logikanya adalah bagaimana kota dan kabupaten akan bisa melakukan
pembangunan pendidikan, sementara para pejabat dan aparat terkait di daerah tidak
memiliki kemampuan-kemampuan tertentu dalam bidang yang diembannya.
Keempat, partisipasi semua pihak juga wajib hadir dalam konteks mendukung
program-program pendidikan yang mencerdaskan. Semua lapisan masyarakat ditagih
untuk ikut aktif dalam pengembangan dan pemajuan dunia pendidikan.
Kelima, memunculkan sikap sadar terhadap persoalan-persoalan pendidikan
harus pula dilakukan semua lapisan masyarakat. Sebab, pendidikan itu bukan hanya
milik segelintir oarang, tetapi milik seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai
Merauke.
Terdapat faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan mengapa kualitas pendidikan
di Indonesia bernasib tragis, antara lain
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan,khususnya di Indonesia
yaitu:
1. Faktor internal,meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen
Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada
di garis depan. Dalam hal ini, interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah
dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
2. Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya. Dimana,masyarakat
merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan
yaitu sebagai objek dari pendidikan.
Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia
semakin terpuruk.Faktok-faktor tersebut yaitu:
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik.
Untuk sarana fisik misalnya,banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita
yang gedungnya rusak,kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah,buku
perpustakaan tidak lengkap.Sementara laboraturium tidak standar,pemakaian
teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya.Bahkan masih banyak
sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri,tidak memiliki perpustakaan,tidak
memiliki laboraturium dan sebagainya.
2. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan.Kebanyakan guru
belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya
sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan
pembelajaran,melaksanakan pembelajaran,menilai hasil pembelajaran,melakukan
pembimbingan,melakukan pelatihan,melakukan penelitian dan melakukan
pengabdian masyarakat.
3. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat
rendahnya kualitas pendidikan Indonesia.Dengan pendapatan yang rendah, terang
saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar
lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang
mie rebus,pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.
4. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik,kualitas guru,dan
kesejahteraan guru)pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan.
8
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan
dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang
memerlukan penalaran.Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal
dan mengerjakan soal pilihan ganda.
Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science
Study-Repeat-TIMSS-R,1999(IEA,1999) memperlihatkan bahwa,diantara 38
negara peserta,prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32
untuk IPA,ke-34 untuk matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut
majalah Asia Week dari 77 universitas yang di survey di asia pasifik ternyata 4
universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61,ke-
68,ke-73,dank e-75.
5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat sekolah
dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jendral
Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukkan angka partisipasi murni
(AMP) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa)
pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi . angka partisipasi murni
pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54,8% (9,4 juta siswa).
6. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur . data
BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukkan angka
pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusa SMU sebesar 25,47 %,Diploma
/ SO sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%.
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja
ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap
keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
7. Mahalnya biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal, kalimat ini yang sering muncul untuk
menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk
mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari tamn kanak –
kanak (TK) hingga perguruan tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak
boleh sekolah.
Masalah yang dihadapi pemerintah Indonesia yang sampai sat ini dirumuskan
menjadi lima kelompok, yaitu:
1. Masalah Pemerataan Pendidikan
Dalam rangka memajukan bangsa dan kebudayaan nasional serta
melaksanakan fungsi dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas
demi pembangunan, maka perlu ditekankan bahwa pendidikan di Indonesia
harus mampu menerapkan pelaksanaan pendidikan yang merata. Adapun
yang dimaksud pelaksanaan pendidikan yang merata adalah pelaksanaan
program pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang seluas-
luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk dapat memperoleh
pendidikan atau biasa disebut perluasan kesempatan belajar. Pemerataan
pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu equality dan equity. Equality
atau persamaan mengandung arti persamaan kesempatan untuk memperoleh
pendidikan, sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh
9
kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok dalam
masyarakat. Sehingga dalam hal ini masalah pemerataan pendidikan
dikatakan timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia
sekolah yang tidak dapat mengenyam pendidikan atau dapat dikatakan tidak
dapat ditampung di dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya
fasilitas pendidikan yang tersedia.
Sejak awal perhatian terhadap pemerataan pendidikan telah mulai
digancarkan secara yuridis. Bagi anak-anak usia sekolah, mendapatkan
kesempatan untuk mengenyam pendidikan terutama SD merupakan hal yang
sangat penting. Diharapkan mereka dapat memperoleh bekal dasar seperti
kemampuan membaca, menulis dan berhitung sehingga mampu mengikuti
perkembangan bangsa.
Permasalahan Pemerataan dapat terjadi karena kurang tergorganisirnya
koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga
daerah terpencil. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara
pemerintah pusat dengan daerah. Sehingga menyebabkan kontrol pendidikan
yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak menjangkau daerah-daerah
terpencil. Jadi hal ini akan mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia
yang dalam usia sekolah, tidak dapat mengenyam pelaksanaan pendidikan
sebagaimana yang diharapkan.
2. Masalah Mutu Pendidikan
Mutu diartikan sama halnya dengan memiliki kualitas dan bobot.
Pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat
menghasilkan tenaga profesional yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan
negara dan bangsa pada saat ini. Dalam dunia pendidikan, mutu pendidikan
menjadi sorotan karena sangat berperan besar dalam menentukan kualitas
sumber daya manusia yang telah tercetak melalui pendidikan. Sejalan dengan
proses pemerataan pendidikan, peningkatan mutu untuk setiap jenjang
pendidikan melalui persekolahan juga dilaksanakan. Peningkatan mutu ini
diarahkan kepada peningkatan mutu masukan dan lulusan, proses, guru,
sarana dan prasarana, dan anggaran yang digunakan untuk menjalankan
pendidikan.
Mutu pendidikan menjadi suatu permasalahan apabila hasil dari
pendidikan tersebut belum mampu mencapai taraf yang diharapkan yaitu
menghasilkan keluaran berupa tenaga profesional yang berguna bagi
bangsanya. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh
lembaga penghasil sebagai produsen tenaga terhadap calon luaran, dengan
system sertifikasi. Selanjutnya jika luaran tersebut terjun ke lapangan kerja.
Penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan
system tes unjuk kerja.
Jika tujuan dari pendidikan nasional dijadikan sebagai kriteria kelulusan
suatu mutu pendidikan, maka keluaran dari suatu system pendidikan
menjadikan pribadi yang bertaqwa, mandiri dan berkarya, anggota
masyarakat yang yang social dan bertanggung jawab, warga Negara yang
cinta pada tanah air dan memiliki rasa kesetiakawanan social. Dengan
demikian keluaran tersebut diharapkan mampu mewujudkan diri sebagai
10
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan juga
lingkungan
Terkadang orang-orang melakukan penilaian salah terhadap mutu
pendidikan. Banyak yang berpendapat bahwa mutu pendidikan dapa dinilai
melalui hasil akhir belajar siswa, misalkan saja nilai UN (Ujian Nasional).
Sesungguhnya mutu pendidikan yang baik hanya akan didapatkan oleh
seseorang setelah melalui proses belajar yang baik pula. Memahami dan
mengikuti dengan baik proses belajar sehingga diharapkan dapat
menunjukkan hasil belajar yang bermutu. Meskipun hasil tes akhir terlihat
memuaskan dari segi nilai, namun jika tidak mengikuti proses dengan baik
maka hal hasil tidak akan tercipta keluaran yang berumutu secara pribadi
masing-masing. Sehingga proses suatu pendidikan sangat menentukan mutu
pendidikan.
Masalah mutu pendidikan yang harus disoroti dan diusahakan
penanggulangannya di Indonesia adalah masalah pemerataan mutu
pendidikan teruama antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan.
Pemerataan ini sangat penting adanya agar peningkatan mutu pendidikan
dirasakan oleh semua siswa di berbagai pelosok tanah air sehingga nantinya
memberi dampak posiif terhadap munculnya banyak keluaran yang
professional di tanah air ini..
3. Masalah Efisiensi Pendidikan
Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem
pendidikan menggunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan
pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan
efisisennya tinggi. Jika terjadi sebaliknya efisiensinya berarti rendah.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting adalah :
a. Bagaimana tenaga pendidikan difungsikan
b. Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan
c. Bagaimana pendidikan diselenggarakan
d. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga
Jika penggunaannya tepat sasaran maka dapat dikatakan efisiensinya
tinggi. Namun jika terjadi yang sebaliknya maka dikatakan pendidikan
memiliki efisiensi rendah.
Jika dikaitkan dengan permasalahan nyata di masyarakat, maka masalah
efisiensi pendidikan yang pelu memperoleh sorotan yaitu prihal
pengangkatan, penempatan dan pengembangan tenaga.
Pengangkatan yang dimaksud disini adalah pengangkatan tenaga
kependidikan untuk memenuhi kebutuhan dilapangan. Namun masalah yang
terjadi dalam pengangkatan ini adalah kesenjangan antara tenaga yang
berlomba-lomba untuk mendapakan pengangkatan dengan quota
pengangkatan yang sangat terbatas. Kebutuhan lapangan tidak mampu
menampung semua tenaga kependidikan yang ada sehingga hal ini berarti
keberadaan tenaga tersebut tidak dapat segera difungsikan.
Begitu pula dengan masalah penempatan, di Indonesia masalah
penempatan guru masih saja terjadi dalam lingkungan pendidikan. Seringkali
ditemukan bahwa seorang guru mengajar suatu bidang studi yang tidak sesuai
11
dengan lulusannya. Hal ini juga dikarenakan oleh masalah jatah
pengangkatan yang kurang efisien sehingga ada sekolah dengan jumlah guru
bidang studi tertentu berlebihan namun kekurangan guru untuk suatu bidang
studi. Sehingga kebberadaan guru yang berlebihan akan dialokasikan oleh
sekolah untuk mengajarkan bidang studi yang gurunya kurang meskipun
diluar kewenangan guru tersebut. Misalkan saja guru IPA harus mengajarkan
budi pekerti atau agama. Hal ini tentu menunjukkan bahwa kurangnya
efisiensi dalam pemanfaatan atau memfungsikan tenaga kependidikan.
Jika ditinjau dari masalah pengembangan tenaga kependidikan maka
kaitannya adalah penanganan pengembangan tenaga pelaksana di lapangan
sangat lambat. Sebagai salah satu contohnya yaitu kesiapan tenaga
kependidikan dalam menyambut kurikulum baru. Meskipun ada suatu
pembekalan namun para tenaga kependidikan seringkali beranggapan bahwa
perubahan kurikulum terlalu cepat dan tidak dibarengi oleh kesiapan dari
tenaga pendidik. Kesiapan ini kurang dikarenakan pengembangannya
dilapangan juga sangat lambat yaitu berupa penggalakan penyuluhan, latihan,
lokakarya serta penyebaran buku panduan baru yang kurang cepat dalam
pelaksanaannya. Sehingga masih ada istilah keterlambatan. Keputusan untuk
memberlakukan kurikulum ini pun menjadi perbincangan pro dan kontra
sehingga memerlukan waktu lama untuk menyepakatinya. Sehingga hal ini
dianggap bahwa proses pendidikan kurang efektif dan efisien.
Masalah efisiensi dalam penggunaan sarana dan prasarana sering juga
terjadi dalam dunia pendidikan. Kurangnya perencanaan dalam pengadaan
sarana dan prasarana dapat menjadi satu factor penyebabnya. Sebagai salah
satu contoh yaitu adanya pengadaan sarana pembelajaran tanpa dibarengi
dengan pembekalan kemampuan dan keterampilan dari pemakai.
4. Masalah Relevansi Pendidikan
Masalah relevensi adalah masalah yang timbul karena tidak sesuainya
sistem pendidikan dengan pembangunan nasional setara kebutuhan
perorangan, keluarga, dan masyarakat, baik dalam jangka pendek, maupun
dalam jangka panjang.
Pendidikan merupakan faktor penunjang bagi pembangunan ketahanan
nasional. Oleh sebab itu, perlu keterpaduan di dalam perencanaan dan
pelaksanaan pendidikan dengan pembangunan nasional tersebut. Sebagai
contoh pendidikan di sekolah harus di rencanakan berdasarkan kebutuhan
nyata dalam gerak pembangunan nasional, serta memperhatikan ciri-ciri
ketenagaan yang di perlukan sesuai dengan keadaan lingkungan di wilayah-
wilayah lingkungan tertentu.
Telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa tugas pendidikan ialah
menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Masalah relevansi
pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan
luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah
seperti yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan
yang beraneka ragam seperti sektor produksi, sektor jasa. Baik dari segi
jumlah maupun dari segi kualitas. Jika sistem pendidikan menghasilkan
12
luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik yang aktual
maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh
lapangan kerja, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi.
Sebenarnya kriteria relevansi seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal
jika dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan
gambaran tentang pekerjaan yang ada antara lain sebagai berikut:
a) Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam
kualitasnya.
b) Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai. Yang
ada ialah siap kembang.
c) Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang dapat
digunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk
menyusun programnya tidak tersedia.
Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut masing-masing
dikatakan teratasi jika pendidikan:
a) Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya semua
warga Negara yang butuh pendidikan dapat ditampung daalm suatu
satuan pendidikan.
b) Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan, pemprosesan
pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah
dirumuskan.
c) Dapat terlaksana secara efisien artinya: pemrosesan pendidikan sesuai
dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
d) Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya: hasil pendiidkan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.
Pada dasarnya pembangunan dibidang pendidikan tentu menginginkan
tercapainya pemerataan pendidikan dan pendidikan yang bermutu sekaligus.
Ada dua faktor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa
pendidikan yang bermutu belum dapat diusahakan pada saat demikian, yaitu:
Pertama: gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan
kesempatan pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan
pengerahan dana dan daya.
Kedua: kondisi satuan-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit
upaya peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak,
pengerahan tenaga pendidik yang kurang kompeten, kurikulum yang belum
mantap, sarana yang tidak memadai.
Meskipun demikian pemerataan pendidiakn tidak dapat diabaikan karena
upaya tersebut, terutama pada saat suatu bangsa sedang memulai membangun
mempunyai tujuan ganda, yaitu disamping tujuan politis juga tujuan
pembanguan yaitu memberikan bekal dasar kepada warga Negara agar dapat
menerima informasi dan memiliki pengetahuan dasar untuk mengembangkan
diri sehingga dapat perpatisipasi dalam pembanguanan.
Dalam uraian tersebut tampak bahwa masalah pemerataan berkaitan erat
dengan masalah mutu pendidikan.
Bertolak dari gambaran tersebut terlihat juga kaitannya dengan masalah
efisiensi. Karena kondisi pelaksanaan pendidikan tidak sempurna, maka
13
dengan sendirinya pelaksanaan pendidikan dan khususnya proses
pembelajaran berlangsung tidak efisien. Hasil pendidikan belum dapat
diharapkan relevan dengan kebutuhan masyarakat pembangunan, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.
5. Masalah Lemahnya Manajemen Pendidikan
Reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan
terjadinya penyelenggaraan pamerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi.
Kejadian ini telah bergulir ditandai dengan pemberian otonomi yang luas dan
nyata pada daerah termasuk dalam manajemen pendidikan. Manajemen yang
terpusat pada masa dulu, banyak kendala, misalnya kebijakan pusat yang
tidak sejalan atau sesuai dengan kondisi di daerah, pemberian sarana yang
tidak diperlukan.
Implementasi pemberian otonomi ini dimaksudkan untuk lebih
memandirikan daerah dan memberdayakan masyarakat sehingga keleluasan
dalam mengatur dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri.
Pemberian otonomi yang luas dan bertanggung jawab dilaksanakan dengan
penerapan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan,
berkeadilan, dan memperhatikan potensi serta keanekaragaman daerah
dengan titik sentral otonomi pada wilayah yang paling dekat dengan rakyat,
yaitu Daerah Kabupaten dan Kota.
Implementasi otonomi pendidikan di tingkat sekolah di Indonesia
peningkatan manajemen dilakukan melalui manajemen berbasis sekolah
(MBS). Hal ini dimaksudkan memberikan kewenangan yang lebih luas
kepada sekolah untuk mengambil kebijakan yang sesuai dengan sekolah.
Untuk pelaksanaan di tingkat SD dengan penerapan MBS sedangkan untuk
tingkat sekolah menengah menerapkan manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah (MPMPBS). MPMPBS merupakan bentuk alternatif dalam
program desentralisasi bidang pendidikan yang ditandai dengan adanya
otonomi yang luas di tingkat sekolah, agar manajemen sekolah dapat
meningkat sesuai dengan kondisi sekolah tersebut.

2.4 Permasalahan Pendidikan Selama Masa Pandemi Covid-19


1. Sarana Pendidikan yang Belum Siap
Permasalahan pendidikan pertama yang terjadi di Indonesia selama
masa pandemi adalah sarana pendidikan yang belum siap. Mungkin anak-anak di
perkotaan masih bisa menjalankan pendidikan secara daring atau online tanpa
hambatan. Tapi hal ini tidak berlaku di daerah atau pedesaan yang memang tidak
memiliki jaringan internet sebagus di kota. Tidak hanya soal jaringan internet,
tapi untuk melakukan pembelajaran online ini juga dibutuhkan sarana perangkat
berupa laptop atau smartphone. Nah dari sinilah muncul juga permasalahan
karena tidak semua anak di Indonesia, terutama di daerah yang memiliki
perangkat ini. Permasalahan lain yang muncul dari metode pembelajaran online
ini adalah masalah kuota. Pembelajaran daring ini memang membutuhkan kuota
yang harus dibeli dengan sejumlah rupiah. Dari sinilah kemudian banyak

14
orangtua dari kalangan menengah ke bawah yang kesulitan untuk membeli
kuota.
2. Materi yang Tidak Dipahami dan Tugas yang Terlalu Banyak
Dalam proses pembelajaran daring sendiri muncul juga permasalahan
cukup serius. Pembelajaran online yang tidak membuat anak-anak bertemu
langsung di kelas memang membuat penjelasan guru menjadi kurang maksimal.
Hasilnya tidak sedikit siswa yang tidak bisa memahami materi yang
disampaikan. Mungkin bagi siswa yang punya guru privat bisa saja
memperdalam materinya hingga kemudian mampu memahaminya. Tapi
kenyataannya tidak semua siswa di Indonesia memiliki guru privat. Belum lagi
bila membicarakan soal anak-anak berkebutuhan khusus atau disabilitas, maka
pembelajaran online ini akan semakin menambah permasalahan yang ada.
3. Keseriusan Anak dalam Belajar
Terakhir, permasalahan yang bisa dijumpai pada pembelajaran online di
Indonesia selama masa pandemi yaitu mental dan keseriusan anak dalam belajar.
Dalam pembelajaran daring ini memang banyak anak yang menyepelekan. Alih-
alih serius dalam belajar, mereka banyak yang menganggap belajar online ini
sebagai kegiatan mengisi waktu saat liburan. Ditambah lagi dengan kondisi di
mana banyak guru yang banyak memberikan tugas, menjadikan anak semakin
kurang serius dalam belajar. Mereka menganggap bahwa belajar online ini hanya
berisi kegiatan mengerjakan tugas.

2.5 Solusi Untuk Mengatasi Permasalahan Pendidikan


1. Solusi Masalah Pemerataan Pendidikan
Pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan, Banyak macam pemecahan
rnasalah yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah-
langkah ditempuh melalui cara konvensional dan cara inovatif.
Cara konvensional antara lain:
a) Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.
b) Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi
dan sore)
Cara inovatif antara lain:
a) Sistem pamong (pendidikan oreh masyarakat, orang tua, dan guru) atau
Inpacts system (Instructionar Management by parent, community and,
teacher). sistem tersebut dirintis di solo dan didiseminasikan ke beberapa
provinsi.
b) SD kecil pada daerah terpencil.
c) Sistem Guru Kunjung.
d) SMP Terbuka (ISOSA _ In School Out off School Approach),
e) Kejar Paket A dan B.
f) Belajar Jarak Jauh, seperti Universitas Terbuka.
2. Solusi Masalah Mutu, Efisiensi dan Relevansi Pendidikan
Meskipun untuk tiap-tiap jenis dan jenjang pendidikan masing-masing
memiliki kekhususan, namun pada dasarnya pemecahan masalah mutu

15
pendiidkan bersasaran pada perbaikkan kualitas komponen pendidikan serta
mobilitas komponen-komponen tersebut. Upaya tersebut pada gilirannya
diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses pendidikan dan pengalaman
belajar peserta didik, dan menghasilkan hasil pendidikan.
Upaya pemecahan masalah masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya
meliputi hal-hal yang bersifat sebagai fisik dan lunak, personalia, dan
manajemen. Sebagai berikut:
a) Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya untuk
SLTA dan PT.
b) Pengembangan kemanpuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut.
c) Penyempurnaaan kurikulum
d) Pengembangan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tenteram
untuk belajar
e) Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran
f) Peningkatan adminisrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran
g) Kegiatan pengendalian mutu.
Upaya untuk meningkatkan mutu dan relavansi pendidikan adalah dasar
pemikiran makro yang melandasi lahirnya Undang-Undang Nomor 22 tahun
1999, tentang Pemerintah Daerah adalah untuk menghadapi tantangan persaingan
global. Dengan otonomi dan desentralisasi diharapkan masing-masing daerah
termasuk warga masyarakatnya lebih terpacu dalam meningkatkan kualitas SDM
dalam memasuki persaingan global tersebut. Kemampuan bersaing tersebut
sebagian besar ditentukan oleh pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan
dimaksudkan bukan hanya tingkat nasional akan tetapi tingkat internasional,
untuk menjamin persaingan di tingkat internasional. Sehingga bangsa Indonesia
mampu menjadi “tuan rumah” di negaranya sendiri, sebagai akibat dari tingginya
kualitas SDM melalui pendidikan.
3. Perbaikan manajemen Pendidikan
Upaya untuk meningkatkan mutu manajemen sekolah, diterapkannya
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS). MPMBS ini
merupakan alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan.
Upaya ini ditandai adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat
yang tinggi, dan dalam kerangka kebijakan nasional. Otonomi sekolah diberikan
agar sekolah dapat mengelola dengan leluasa, mengelola sumber daya dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas, dan sekolah lebih tanggap terhadap
kebutuhannya sendiri. Dengan demikian kebutuhan sekolah dapat terpenuhi
sesuai dengan kondisi dan situasi yang berkembang di sekolah. Sedangkan
masyarakat dituntut berpartisipasi agar mereka lebih memahami pendidikan,
membantu serta mengontrol pengelolaan pendidikan.
MPMBS menawarkan kepada sekolah agar dapat menyediakan pendidikan
yang lebih baik dan lebih memadai bagi para siswanya. Dengan adanya otonomi
sekolah menjadikan kinerja para staf, guru dan pimpinan sekolah meningkat,
untuk memberikan layanan terbaiknya dalam pembelajaran dan pendidikan.
Dengan demikian manajemen sekolah dikelola dengan kebersamaan dan lebih
profesional, akhirnya terjadi peningkatan manajemen pendidikan.

16
MPMBS ditandai adanya otonomi sekolah dan partisipasi masyarakat yang
tinggi tanpa mengabaikan kebijakan nasional ditujukan untuk meningkatkan:
efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh
melalui antara lain: kekuasaan pengelola sumberdaya, partisipasi, masyarakat dan
penyederhanaan birokrasi.
Sedangkan peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain partisipasi orang
tua terhadap sekolah, fleksibelitas pengelolaan sekolah dan kelas,
profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem intensif/disitetif, dan
lainnya.
Dari beberapa macam masalah pendidikan tersebut masing-masing dikatakan
teratasi jika pendidikan:
• Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar artinya: semua warga
Negara yang butuh pendidikan dapat ditampung daalm suatu satuan
pendidikan.
• Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan, pemprosesan
pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
• Dapat terlaksana secara efisien artinya: pemrosesan pendidikan sesuai dengan
rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
• Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya: hasil pendidIkan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.

2.6 Permasalahan Aktual Pendidikan dan Penanggulangannya


Permasalahan aktual berupa kesenjangan-kesenjangan antara apa yang
diharapkan dengan hasil yang dapat dicapai dari proses pendidikan yang pada saat ini
kita hadapi perlu ditanggulangi secepatnya. Permasalahan aktual pendidikan meliputi
masalah-masalah keutuhan pencapaian sasaran, kurikulum, peranan guru, pendidikan
dasar 9 tahun, dan pendayagunaan teknologi pendidikan.
Masalah aktual dibagi menjadi dua, yaitu mengenai konsep dan mengenai
pelaksanaannya. Misalnya, munculnya kurikulum baru merupakan masalah konsep.
Maksudnya, apakah kurikulum tersebut cukup andal secara yuridis dan secara
psikologis ataukah tidak. Jika tidak, timbulah masalah pelaksanaan atau masalah
operasional.
Menurut Tirtarahardjapada (2010:252) masalah aktual tersebut adalah:
1. Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran
Pada Undang-Undang No 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan
nasional bab II pasal 4 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional
ialah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Kemudian dipertegas
lagi di dalam GBHN butir 2a dan b tentang arah dan tujuan pendidikan
bahwa yang dimaksud dengan manusia utuh adalah manusia yang sehat
jasmani dan rohani, manusia yang memiliki hubungan vertikal (dengan
Tuhan), horizontal (dengan lingkungan dan masyarakat), dan konsentris
(dengan diri sendiri); yang berimbang antara duniawi dan ukhrawi. Tetapi di
dalam pelaksanaanya pendidikan afektif belum ditangani semestinya.
Kecenderungan mengarah kepada pengutamaan pengembangan aspek

17
kognitif. Untuk itu banyak hambatan yang perlu dihadapi untuk mencapai
sasaran secara utuh. Adapun hambatan yang harus dihadapi adalah sebagai
berikut:
a) Beban kurikulum sudah terlalu sarat
b) Pendidikan afektif sulit diprogramkan secara eksplisit, karena
dianggap menjadi bagian dari kurikulum tersembunyi yang
keterlaksanaannya sangat tergantung kepada kemahiran dan
pengalaman guru.
c) Pencapaian hasil pendidikan afektif memakan waktu, sehingga
memerlukan ketekunan dan kesabaran pendidik.
d) Penilai hasil pendidikan afektif tidak mudah.
2. Masalah Kurikulum
Begitu banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang
dialami Indonesia. Masalah-masalah ini turut andil dalam dampaknya
terhadap pembelajaran dan pendidikan Indonesia. Masalah kurikulum
meliputi masalah konsep dan masalah pelaksanaannya. Sumber masalahnya
ialah bagaimana sistem pendidikan dapat membekali peserta didik untuk
terjun ke lapangan kerja (bagi yang tidak melanjutkan sekolah) dan
memberikan bekal dasar yang kuat untuk ke perguruan tinggi (bagi mereka
ingin lanjut).
Berikut ini adalah beberapa masalah kurikulum:
a. Kurikulum pendidikan Indonesia terlalu kompleks
Jika dibandingkan dengan kurikulum pendidikan di negara maju,
kurikulum yang dijalankan di Indonesia terlalu kompleks. Hal ini akan
berakibat bagi guru dan siswa. Siswa akan terbebani dengan segudang
materi yang harus dikuasainya. Sehingga siswa harus berusaha keras
untuk memahami dan mengejar materi yang sudah ditargetkan. Kedua
hal tersebut akan mengakibatkan ketidakpahaman siswa terhadap
keseluruhan materi yang diajarkan.
Siswa akan lebih memilih untuk mempelajari materi dengan hanya
memahami sepintas tentang materi tersebut. Selain berdampak pada
siswa, guru juga akan mendapat dampaknya. Tugas guru akan
semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam memberikan
pengajaran. Guru akan terbebani dengan pencapaian target materi
yang terlalu banyak, sekalipun masih banyak siswa yang mengalami
kesulitan, guru harus tetap melanjutkan materi. Hal ini tidak sesuai
dengan peran guru.
b. Seringnya berganti nama
Kurikulum pendidikan di Indonesia sering sekali mengalami
perubahan. Namun, perubahan tersebut hanyalah sebatas perubahan
nama semata. Tanpa mengubah konsep kurikulum, tentulah tidak akan
ada dampak positif dari perubahan kurikulum pendidikan Indonesia
Pengubahan nama kurikulum pendidikan tentulah memerlukan
dana yang cukup banyak. Apabila dilihat dari sudut pandang ekonomi,
alangkah baiknya jika dana tersebut digunakan untuk bantuan
pendidikan yang lebih berpotensi untuk kemajuan pendidikan.
18
c. Kurangnya sumber prinsip pengembangan
Pengembangan kurikulum pendidikan tentu saja berdasarkan
sumber prinsip, untuk menunjukan dari mana asal mula lahirnya suatu
prinsip pengembangan kurikulum. Sumber prinsip pengembangan
kurikulum yang dimaksud adalah data empiris (pengalaman yang
terdokumentasi dan terbukti efektif), data eksperimen (temuan hasil
penelitian), cerita/legenda yang hidup di masayaraksat (folklore of
curriculum), dan akal sehat (common sense).
Namun dalam fakta kehidupan, data hasil penelitian (hard data) itu
sifatnya sangat terbatas. Terdapat banyak data yang bukan diperoleh
dari hasil penelitian juga terbukti efektif untuk memecahkan masalah-
masalah yang komploks, diantaranya adat kebiasaan yang hidup di
masyarakat (folklore of curiculum). Ada juga hasil pemikiran umum
atau akal sehat (common sense).
Menurut Tirtarahardjapada (2010:252) Konep kurikulum 1984 juga
memiliki kelebihan kareana adanya keluwesan antara lain:
a) Disediakannya aneka program belajar untuk melanjutkan ke
perguruan tinggi dan untuk memasuki lapangan kerja
b) Adanya program inti yang sifatnya nasioal
c) Adanya program pusat dan program daerah (muatan lokal)
3. Masalah Peranan Guru
Sejalan dengan pengembangan IPTEK yang pesat dan realisasinya
dipandu oleh kurikulum yang selalu disempurnakan, maka guru sebagai
suatu komponen sistem pendidikan juga harus berubah. Dari sisi kebutuhan
murid, guru tidak mungkin seorang diri melayaninya. Untuk memandu
proses pembelajaran murid ia dibantu oleh sejumlah petugas lainnya seperti
konselor (guru BP), pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
Seorang guru diharapkan mampu mengelola proses pembelajaran
(sebagai manajer), menunjukkan tujuan pembelajaran (direktor),
mengorganisasikan kegiatan pembelajaran (koordinator),
mengkomunikasikan murid dengan berbagai sumber belajar (komunikator),
menyediakan dan memberikan kemudahan-kemudahan belajar (fasilitator),
dan memberikan dorongan belajar (stimulator).
Menurut Tirta rahardja pada (2010:249) beberapa upaya yang perlu dilakukan
untuk menanggulangi masalah-masalah actual pendidikan, antara lain sebagai
berikut:
a. Pendidikan afektif perlu ditingkatkan secara terprogram tidak cukup
berlangsung hanya secara incidental, pendekatan keterempilan proses yang
sudah disebarluaskan konsepnya perlu ditinjaklanjuti dengan penyebaran
buku penduannya kepada sekolah-sekolah. Dalam hubungan ini pelaksanaan
pendidikan kesenian perlu diperhatikan khusus sehingga tidak menjadi
pelajran yang dikesamingkan.
b. Pelaksanaan KO dan ekstrakulikurel dikerjakan dengan penuh kesungguhan
dan hasilnya diperhitungkan dalam menetapkan nilai akhir ataupun
pelulusan, untuk itu perlu dikaitkan dengan pemberian intensif bagi guru.
19
c. Pemilihan siswa atas kelompok yang akan melanjutkan belajar keperguruan
tinggi dengan yang akan terjun ke masyarakat, merupakan hal yang prinsip
karena pada dasarnya tidak semua siswa secara potensial mampu belajar
diperguruan tinggi. Oleh karena itu perlu disusun rancangan yang mantap
untuk itu. Misalnya antara lain sekolah menengah kejuruan tingkat atas
diperbanyak dengan berbagai jenisnya. Disegi lain pendirian perguruan
tinggi swasta dibatasi dan akreditasi terhadap PTS diperketat.
d. Pendidikan tenaga kependidiakn (pejabat dan dalam jabatan) perlu diberi
perhatian khusus, oleh karena tenaga kependidikan khususnya guru menjadi
penyebab utama lahirnya sumber daya manusia yang berkualitas untuk
pembangunan. PKG (pusat kegiatan guru),MGBS (musyawara guru bidang
studi) dan MGMP ( musyawara guru mata pelajaran) perlu
ditumbuhkembangkan terus sebagai model pengembangan kemampuan guru
(self sustaining competencies). Pendayagunaan dumber belajar yang
beraneka ragam perlu ditingkatkan, upaya ini menjadi tanggung jawab
kepala sekolah, guru dan teknisi sumber belajar.

20
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
1. Dalam usaha pemerataan pendidikan, diperlukan pengawasan yang serius oleh
pemerintah. Pengawasan tidak hanya dalam bidang anggaran pendidikan, tetapi
juga dalam bidang mutu, sarana dan prasarana pendidikan. Selain itu, perluasan
kesempatan belajar pada jenjang pendidikan tinggi merupakan kebijaksanaan
yang penting dalam usaha pemerataan pendidikan.
2. Sistem pendidikan Indonesia dapat berjalan dengan lancar jika kerja sama antara
unsur-unsur pendidikan berlangsung secara harmonis. Pengawasan yang
dilakukan pemerintah dan pihak-pihak pendidikan terhadap masalah anggaran
pendidikan akan dapat menekan jumlah korupsi dana di dalam dunia pendidikan.
3. Peningkatan mutu pendidikan akan dapat terlaksana jika kemampuan dan
profesionalisme pendidik dapat ditingkatkan.

3.2. Saran
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan
kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat
dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar
tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan
kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang
terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini
bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.

21
DAFTAR PUSTAKA
Cherrry, A. (2010). Makalah Tentang Permasalahan Pendidikan di Indonesia. In
Permasalaham Pendidikan di Indoneia.
Kurniawan, R. Y. (2016). Identifikasi Permasalahan Pendidikan Di Indonesia Untuk.
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun.
Megawanti, P. (2012). Permasalahan Pendidikan Dasar Di Indonesia. Jurnal Ilmiah
Pendidikan MIPA.
MEGAWANTI, P. (2012). MERETAS PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI
INDONESIA. Formatif. https://doi.org/10.30998/formatif.v2i3.105
Sujarwo, S. (2015). PENDIDIKAN DI INDONESIA MEMPRIHATINKAN. Jurnal
Ilmiah WUNY. https://doi.org/10.21831/jwuny.v15i1.3528

22

Anda mungkin juga menyukai