Anda di halaman 1dari 4

Spesies yang Punah

Widya Granawati

Adakah hal-hal yang mengganggumu?

Hari ini semuanya berakhir, ketika kamu dengan mudahnya menyelesaikan kita. Aku ingat betul
ketika kamu bilang, kamu merasakan sesuatu padaku dimana itu bukan cinta, bukan eros, bukan
cinta pertama, tapi kamu merasakan hal dimana rasa candu nyaman, kamu membuatku ragu,
seperti candu sementara, tapi kamu meyakinkanku bahwa kamu tidak sesembrono itu. Aku yakin
kamu sembrono, tapi aku mencintaimu, tapi aku juga takut kamu Cuma bosan lalu mampir dan
pergi meninggalkan luka. Ternyata hari ini terbukti, kamu pergi. Harusnya sedari awal, jangan
pernah singgah, aku ini mudah kecanduan jangan beri aku narkobamu lalu lari.

Hari ini kamu bilang, kamu tidak bisa bersamaku, kita berbeda. Bukankah kamu tahu dari awal
kita berbeda? Kenapa baru sekarang kamu ragu. Aku bukanlah mantan pacarmu yang
memaksamu untuk ikut menjadi islam, memaksamu berhijab, aku juga bukan mantanmu yang
lain, yang memaksamu untuk masuk suatu gereja tertentu, mengatur caramu bernyanyi dan
berdoa pada Tuhanmu, aku juga bukan dia yang mengatakan kamu “sesat” mengkritik caramu
menginterpretasikan Alkitabmu, aku tidak pernah menarikmu dalam dramatisasi politik agama
Vatikan, aku tidak pernah melarangmu meriset semua aliran gereja, pindah dari satu kebaiktian
agama Kristen aliran satu kealiran lain, aku tidak pernah melarangmu ketika kamu berpura-pura
menjadi orang Katolik dan ikut berdoa rosario, aku tidak pernah mengatakan itu, aku biarkan
kamu ya kamu. Tapi kamu masih tidak puas dan mengatakan bahwa kita berbeda.

Aku ingat saat kita pertama kali bertemu di kotamu, kamu mengajakku jalan-jalan pagi di pusat
kota. Tanpa masker sebelum covid-19, aku lihat wajahmu bercahaya senyum merekah, hatiku
berdebar, ingin memiliki namun aku tahu diri. Kamu bilang kamu suka jalan kaki sambil ngobrol
denganku, mencari minuman dingin sehabis lari lalu tersesat karna sama-sama tak bisa
membedakan Senayan City dan Plaza Senayan, dan yang kamu cari malah Patal Senayan. Kamu
memang konyol.

Aku ingat betul setiap malam di depan rumahmu, matamu berbinar-binar menceritakan semua
kisah yang kamu anggap seru, mamamu, teman-temanmu, mantan orang yang kamu suka. Kamu
selalu menceritakan kebencian dan rasa syukur disaat yang bersamaan. Kamu selalu bilang “aku
benci, tapi aku bersyukur pernah bertemu mereka”. Hingga aku mengantuk dan pamit pulang.
Tapi kamu tahu? Aku merasa senang karna aku adalah orang yang kamu anggap, orang yang
pertama mendengar semua ceritamu, kisah burukmu, aku jatuh cinta karna kamu menganggap
aku ada. Ya semudah itu hatiku.

Kamu biarkan aku jatuh cinta, aku ingin kamu selalu bertanya bagaimana kabarku, aku suka
perhatianmu dengan cara mencetuskan pertengkaran kecil yang kadang membuatmu marah dan
mendiamkanku, tapi aku selalu punya bahan baru memancingmu untuk buka mulut. Satu kata,
dua kata, akhirnya kamu lupa pada masalah awal dan kita kembali seperti semula. Aku mencintai
semua proses itu, dimana hal menyakiti disakiti, melukai adalah hal yang paling wajar terjadi.
Kita tak akan pernah merasa disakiti jika tidak menyayanginya, dan kamu menyayangiku aku
tahu.

Aku ingat betul bagaimana kamu menganggapku ada, kamu menangis menceritakan kesedihan
hatimu. Membuatku ingin berpijak bersamamu selamanya, membuatku merasakan menjadi
pahlawan, akhirnya ada seseorang yang aku lindungi di hidupku, yaitu kamu. Akhirnya..

“Aku suka kamu, aku mau jadi pacar kamu”, katamu.

Aku kaget setengah mati, hatiku yang pernah terluka tak siap jika dilukai lagi, apalagi terlihat
jelas kamu bukan tipe yang mau diatur. Kamu tidak mempercayai segala hal, sampai kamu
membuktikan segalanya, kamu terlalu liar untuk aku yang cukup mencintai wajahmu diam-diam.

“Gak ah, udah jadi seperti ini aja, aku akan tetap sayang kamu, tapi aku gak mau pacaran dulu,
nanti kalo gak cocok malah jadi musuhan”, kataku, harap-harap cemas takut kamu tersakiti
dengan jawabanku.

“Ya itu kan seleksi alam, kita gak bisa maksa semua orang cocok ama kita, makanya kita harus
coba pacaran biar tau kita cocok atau enggak”

Coba-coba? Kamu memang gila, mana ada orang yang menyatakan cinta memberikan
penawaran “seleksi alam”, “kalo gak cocok yaudah putus”, seolah-olah hatiku Cuma mainan dan
yang bisa kamu tinggal seperti pacar-pacarmu terdahulu. Pantas saja, gadis cantik, pintar seperti
kamu lama sendiri, karena kamu jahat dan tidak bertanggung jawab.

“Lagian kalo kita gak coba next step, kita akan kejebak lama di hubungan HTSan ini lho, serius..
Kita kejebak rasa nyaman HTS, padahal gak tau kita sebenernya cocok jadi pacar atau enggak.
Aku pengen dengan kita pacaran, hubungan gak jelas kita bisa berakhir, kalo akhirnya gak cocok
aku pengen kita jadi temen pure, tapi jangan kecampur-campur gini”

Nada bicaramu mulai serius, aku takut jika aku menolaknya, kali ini aku benar-benar pergi. Jadi
aku iyakan permintaanmu, akhirnya kita punya hubungan spesial.

“Enak kan pacaran, gak usah jaim gandengan tangan lagi, sini ayo gandengan”, katamu.

Kamu telah banyak mengubah hidupku, kadang aku tidak mengerti yang kamu bicarakan, kamu
terlalu realistis dan apa adanya, selalu mendorongku jatuh ke jurang jika aku tak percaya dengan
semua teorimu. Kamu terlihat begitu kejam dan tak bertanggung jawab, padahal kamu hanya
ingin apa adanya, menampakkan wujudmu sebagai manusia, bukan iblis, bukan malaikat, kamu
manusia yang punya dua sisi dan kelebihanmu adalah terlalu jujur sebagai kombinasi iblis dan
malaikat. Membuat orang lain mengganggapmu jahat, padahal kamu realistis “kalo kita gak
cocok ya putus”.
Aku suka semua gayamu, kamu berbeda dari yang lain.

Tapi hari ini kamu bilang, kita tidak cocok? Setelah setahun lebih bersama?

“Apasih yang bikin kita gak cocok? Aku ngerasa cocok-cocok aja kok”, kataku.

“Kamu nih percaya klenik, kamu gasuka baca buku, aku gamau punya anak termakan tahayul,
kita gak bisa, kita beda agama, agamaku adalah tidak beragama”, katamu sambil menangis.

Aku tahu, ini lebih rumit daripada kisah cinta Gadis Kristen dan Laki-Laki Islam. Kisah cinta
kita adalah, kisah cinta antara orang percaya neraka dan tidak percaya neraka. Kisah cinta antara
dua orang yang tidak percaya teori evolusi dan sangat meyakini teori evolusi. Ini adalah kisah
cinta antara seseorang yang meyakini kita ini bersaudara dengan rumput laut, dan yang satu
meyakini bahwa manusia makhluk manusia Tuhan, bukan semua agama seperti itu. Tapi sayang,
agamamu adalah ilmu pengetahuan. Hatimu tak sampai bisa merasakan kebencian jika agamamu
dinistakan, kamu tidak pernah peduli, yang kamu peduli hanya kenyataan-kenyataan, filsafat
matrealismemu.

“Kamu nih ya kalo ibarat orang bilang, kamu nih penganut filsafat idealism termasuk agama,
moral-moral-moral, agama, sementara aku aliran filsafat matrealisme, aku percaya ketika ada
pembuktian ketika benda itu ada, skeptismu dan cara pikirmu membuat aku tersiksa, aku gak
bisa sama kamu”, katamu sambil mencelaku.

“Iya, kamu mau apa masalahnya? Kamu mau aku ikut filsafat matrealisme? Oke aku ikutin, udah
dong jangan aneh-aneh”

Kamu Cuma diam, kamu melihatmu seakan aku ini Cuma seorang yang syirik dan wajib di
rukyah, aku ini menjijikan.

“Aku gak mau ngubah kamu jadi siapa-siapa, aku ingin sama kamu ya karna kamu bukan karna
aku pengen ngubah kamu”, katamu dengan nada pelan dan mulai meneteskan air mata.

“Gimana dong? Aku udah suka kamu, apapun keadaanmu, aku gak peduli kamu selogis apa, aku
gak peduli kalo kamu gak percaya ada hantu, aku gak peduli, aku suka kamu yang selalu cerita
semuanya sama aku, aku suka kamu yang bikin aku ketawa dengan perdebatan gak penting, aku
mau belajar semuanya, aku akan belajar cara pikirmu dari awal”, kataku memohon.

“Aku percaya teori evolusi…”, katamu pelan

“Yaudah aku akan percaya”

“Kamu tahu, dalam teori evolusi, makhluk hidup itu menyesuaikan keadaan lingkungan untuk
bertahan, semut, mamut, harimau, mereka pemenang, dan mereka sudah cocok sama alam
sekarang”
“Ya terus…”

“Kita gagal, kita gak cocok menyesuaikan satu sama lain, pada akhirnya salah satu dari kita akan
mati, aku gak ngomongin kamu muslim dan KTPku Kristen, aku ngomong aku gak nyambung
ngomong sama kamu dengan mencampur adukan surga neraka, hantu jin islammu, aku gak
membenci kamu sebagai seseorang muslim, aku membencimu sebagai seseorang orang mudah
termakan dogmatis dalam hal apapun, budayamu, permoralanmu, caramu memandang agama,
kita beda, maaf tapi aku kali ini pergi”

Aku Cuma diam melihat kamu yang mengambil uang dan membayarkan makanan kita.

“Aku aja yang bayar”, katamu dan aku masih diam.

Kamu pergi, keputusanmu sudah bulat, kamu pergi dari café ini, kamu meninggalkan kita, jadi
ini katamu dengan teori seleksi alammu. Aku paham, disini akulah yang mati, aku tidak mampu
beradaptasi dengan kamu, alam semestaku. Kamu menjadikanku sebagai salah satu spesies di
hatimu, yang pada akhirnya punah karena tak pernah memahami duniamu. Pada akhirnya aku
Cuma bisa menunda kematian karena perbedaan kita yang sedari awal sangat jelas. Bukan-bukan
ini bukan hanya tentang agama, kita memiliki cara berfikir yang beda, cara kita memandang
sesuatu. Pada akhirnya aku hari ini punah.

Anda mungkin juga menyukai