Kata mutiara : pikiran tidak hanya untuk ditulis, tapi juga mempu
diamalkan.
Naskah cerita :
Cerita dua orang teman yang bernama Bajang Kharisudin dan Cahya
Rachmat Firmansyah yang membuat seseorang berbuah manis dan juga ada duka
di dalamnya. Mereka pertama kali dipertemukan dengan orang yang bernama
Ahmad Septian saat mulai memasuki kelas 7 atau SMP kelas 1. Waktu itu mereka
yang tanpa kenal dan belum pernah bertemu sama sekali disatukan dalam satu
kelas. Ya benar, hampir semua di dalam kelas tersebut belum kenal satu sama
lain. Begitu juga dengan Umar dan Bajang, mereka mulai kenal setelah 2 minggu
pembelajaran di dalam kelas. Keakraban yang dibilang lama tersebut diakibatkan
karena Septian bertempat duduk di depan (dekat meja guru) sedangkan Bajang
duduk di baris paling belakang. Pada kelas 7 ini mereka jarang berbicara berdua
atau berkomunikasi secara langsung berdua. Septian yang dikenal orangnya
pendiam dan sulit untuk bergaul dengan orang lain merasa malu-malu untuk
mengajak Bajang mengobrol bareng. Bajang Kharisudin sejak SMP ini mondok di
pondok pesantren Al-Huda yang sedang berusaha untuk menyelesaikan hafalan
Al-Qur’an dan dia juga dikenal sebagai orang yang pandai di kelas.
Bajang merupakan sosok yang karismatik atau multitalenta, dia anak yang
taat agama, pandai dibidang akademik maupun nonakademik. Apalagi masalah
matematika atau perhitungan, dia sangat lihai menyelesaian soal-soal dan bahkan
materi yang belum diajarkan oleh guru sudah dia kuasai terlebih dahulu. Dia tidak
sombong dengan kepandaian yang dimilikinya, dia mau membantu siapapun yang
berdiskusi dengannya. Namun disalah satu sisi, Bajang jika diajak untuk
berdiskusi dia saat menjelaskannya susah untuk dipahami sehingga membuat
orang lain masih bingung. Begitu juga dengan Septian, setelah mengetahui itu
Septian malas untuk bertanya kepada Bajang. Setelah 6 bulan sekolah, akhirnya
tibalah hari Ulangan Akhir Semester (UAS). Septian belajar biasa-biasa saja, tidak
peduli nilainya baik atau jelek, dan Septian waktu itu sangat jauh dengan Allah
SWT sehingga sulit, tetapi sebaliknya Bajang hanya belajar serius dan terpenting
paham konsep dan maksud materinya serta rajin beribadah dan berdoa agar
diberikan kelancaran. Perbedaan pandangan tersebut berujung pada buah hasil,
Septian yang belajar keras hanya menduduki peringkat 9 dari 34 siswa di kelas
sedangkan Bajang meraih peringkat terbaik. Hal ini sudah terbukti bahwa belajar
yang serius itu bukan cuma membaca namun juga memahami materi apa yang
dimaksud dan mengerti konsep yang telah diajarkan oleh guru. Septian
menanggapi itu semua sebagai pembelajaran baginya, bukan hanya belajar keras,
namun juga perlu doa dibalik usaha yang dilakukan.
Pada tahun yang sama, Septian mengikuti OSN SMA tingkat provinsi
2018 yang diadakan oleh suatu universitas di Semarang. Hasil jerih payahnya
dalam dunia fisika terbayar sudah, Septian berhasil memperoleh peringkat 5 besar
dari 50 peserta yang berasal dari seluruh SMA di Jawa Tengah. Dia mendapatkan
piagam penghargaan sebagai juara harapan II dan mendapatkan uang tunai juga.
Selain kiprahnya di luar sekolah, Septian juga menjadi juara kelas pada kelas XI
sampai kelas XII SMA sehingga banyak orang kaget dengan perubahan yang
signifikan tersebut. Namun Septian menanggapinya itu adalah sebuah hidayah
dari Allah bagi hamba-Nya yang ingin berusaha dan berdoa. Prestasi akademik
juga perlu, namun yang lebih utama jangan lupakan kewajiban, baik dari segi
agama maupun sosial. Bukan hanya teori saja yang harus dimiliki, sikap yang baik
dan skill juga harus dikuasai sehingga teori yang telah dipelajari bisa
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan SMA Septian selama
3 tahun telah dilaluinya. Begitu banyak kenangan manis dan kisah yang tidak bisa
dilupakan, Septian sangat banyak belajar bagaimana cara memahami materi
dengan baik dan cara mengaplikasikannya. Pada saat acara Wasana Warsa
(perpisahan) Septian berangkat dari rumah bersama ayahnya dengan wajah
gembira. Tiba di suatu acara, nama Septian dipanggil untuk maju di atas
panggung. Septian menjadi lulusan terbaik pertama MIPA pada angkatan 2019.
Perasaan senang dan haru bercampur aduk saat itu melihat mata ayah Septian
yang berkaca-kaca. Septian mengucapkan banyak terima kasih kepada orang tua
dan orang-orang terdekatnya yang telah senantiasa memberikan semngat dan
dukungan sehingga Septian bisa menjadi yang sekarang, juga tidak lupa bersyukur
kepada Allah yang telah memberikan semua ini, Ilmu dan kepandaian adalah
titipan Allah kepada hamba-Nya yang suatu saat bisa dicabut kembali. Jadi
dengan kepandaian itu janganlah sombong dan berbangga diri, karena semua
adalah kehendak Allah dan itu tidak akan lepas dari campur tangan Allah yang
suatu saat kembali kepada-Nya lagi.