Anda di halaman 1dari 7

Halaman biodata :

Nama lengkap : Syafril Rahmat Umar

Nomor WA/IG : 089617541064/@syafril.umr

Asal kota : Demak

Kata mutiara : pikiran tidak hanya untuk ditulis, tapi juga mempu

diamalkan.
Naskah cerita :

Mengajar dengan Motivasi

Cerita dua orang teman yang bernama Bajang Kharisudin dan Cahya
Rachmat Firmansyah yang membuat seseorang berbuah manis dan juga ada duka
di dalamnya. Mereka pertama kali dipertemukan dengan orang yang bernama
Ahmad Septian saat mulai memasuki kelas 7 atau SMP kelas 1. Waktu itu mereka
yang tanpa kenal dan belum pernah bertemu sama sekali disatukan dalam satu
kelas. Ya benar, hampir semua di dalam kelas tersebut belum kenal satu sama
lain. Begitu juga dengan Umar dan Bajang, mereka mulai kenal setelah 2 minggu
pembelajaran di dalam kelas. Keakraban yang dibilang lama tersebut diakibatkan
karena Septian bertempat duduk di depan (dekat meja guru) sedangkan Bajang
duduk di baris paling belakang. Pada kelas 7 ini mereka jarang berbicara berdua
atau berkomunikasi secara langsung berdua. Septian yang dikenal orangnya
pendiam dan sulit untuk bergaul dengan orang lain merasa malu-malu untuk
mengajak Bajang mengobrol bareng. Bajang Kharisudin sejak SMP ini mondok di
pondok pesantren Al-Huda yang sedang berusaha untuk menyelesaikan hafalan
Al-Qur’an dan dia juga dikenal sebagai orang yang pandai di kelas.

Bajang merupakan sosok yang karismatik atau multitalenta, dia anak yang
taat agama, pandai dibidang akademik maupun nonakademik. Apalagi masalah
matematika atau perhitungan, dia sangat lihai menyelesaian soal-soal dan bahkan
materi yang belum diajarkan oleh guru sudah dia kuasai terlebih dahulu. Dia tidak
sombong dengan kepandaian yang dimilikinya, dia mau membantu siapapun yang
berdiskusi dengannya. Namun disalah satu sisi, Bajang jika diajak untuk
berdiskusi dia saat menjelaskannya susah untuk dipahami sehingga membuat
orang lain masih bingung. Begitu juga dengan Septian, setelah mengetahui itu
Septian malas untuk bertanya kepada Bajang. Setelah 6 bulan sekolah, akhirnya
tibalah hari Ulangan Akhir Semester (UAS). Septian belajar biasa-biasa saja, tidak
peduli nilainya baik atau jelek, dan Septian waktu itu sangat jauh dengan Allah
SWT sehingga sulit, tetapi sebaliknya Bajang hanya belajar serius dan terpenting
paham konsep dan maksud materinya serta rajin beribadah dan berdoa agar
diberikan kelancaran. Perbedaan pandangan tersebut berujung pada buah hasil,
Septian yang belajar keras hanya menduduki peringkat 9 dari 34 siswa di kelas
sedangkan Bajang meraih peringkat terbaik. Hal ini sudah terbukti bahwa belajar
yang serius itu bukan cuma membaca namun juga memahami materi apa yang
dimaksud dan mengerti konsep yang telah diajarkan oleh guru. Septian
menanggapi itu semua sebagai pembelajaran baginya, bukan hanya belajar keras,
namun juga perlu doa dibalik usaha yang dilakukan.

Setelah melaksnakan UAS dan penerimaan rapot, kini siswa memasuki


masa libur semester selama 3 minggu. Septian mengisi liburannya dengan lebih
sering bermain bersama teman-temannnya, jarang sekali belajar atau membaca
buku-buku sedangkan Bajang mengisi liburannya dengan fokus kepada manghafal
Al-Qur’an dan juga diselingi belajar. Jalan pikir mereka sangat bertolak belakang
dan selalu berbeda pandangan waktu itu. Perbedaan antara mereka tidak
berlangsung lama, setelah memasuki kelas 9 SMP, Septian mulai kagum dengan
kemampuan yang Bajang miliki. Bajang mampu menyelesaikan soal-soal
matematika dengan begitu mudah dan bahkan materi yang belum diajarkan.
Septian juga tidak menyangka semangat yang dimiliki oleh Bajang dan
kemampuan yang dimilikinya sangat luar biasa hingga bisa mengetuk hati Septian
untuk menjadi yang lebih baik. Dari sinilah mental dan kemampuan seorang
Septian sebenarnya muncul atas izin Allah SWT, belajar sungguh-sungguh, dan
rajin beribadah sehingga Septian bisa memperoleh peringkat 9 terbaik di kelas 9
SMP. Walaupun masih terbilang tidak bagus, tetapi kemajuan yang dialami oleh
Septian sangat signifikan. Mulai dari motivasi-motivasi yang keluar dari mulut
Bajang sampai doa-doa yang senantiasa dipanjatkan orang tua Septian kepada
Allah SWT agar Septian menjadi anak yang bermanfaat bagi agama dan negara.

Waktu demi waktu telah berlalu, hingga tiba saatnya dipengujung


kelulusan SMP. Bajang, Cahya, dan Septian mempunyai harapan membuat orang
tuanya bangga dengan mereka. Pada saat pengumuman kelulusan, perwakilan
orang tua mereka datang ke sekolahan untuk mengambil hasil kelulusan mereka.
Orang tua mereka tampak sangat bahagia mendengar kabar kelulusan anaknya dan
bangga atas prestasi yang dimiliki oleh Bajang dan Septian. Bajang Kharisudin
telah menjadi nomor 5 lulusan terbaik di SMP N 3 Demak sedangkan Septian
tidak masuk 10 besar lulusan terbaik. Namun orang tua Septian tidak sedih, justru
orang tua Septian sangat bersyukur anaknya telah berubah menjadi lebih baik dari
sebelumnya dan selalu memberikan dorongan motivasi untuk terus mengejar cita-
citanya.

Kelulusan Bajang, Cahya, dan Septian bukan merupakan suatu perpisahan.


Setelah mereka lulus, jalan untuk ke depannya harus melanjutkan pendidikan ke
jenjang selanjutnya yaitu SMK/SMA/MA. Mereka sebelum diterima di salah satu
sekolah, mereka sempat berkomunikasi menanyakan tentang rencana mau lanjut
sekolah dimana. Bajang dan Septian telah mendapatkan keputusan untuk
melanjutkan sekolah dimana. Bajang melanjutkan di Madrasah Aliyah Negeri
Demak (MAN Demak) karena ingin juga mendapatkan pendidikan agama yang
baik disana sedangan Cahya dan Septian melanjutkan ke SMA N 2 Demak karena
dekat dengan rumah dan tidak terlalu sulit persaingannya. Semenjak itulah mereka
berpisah dan berbeda tempat pendidikannya, tetapi masih terjalin hubungan
komunikasi dan terkadang Septian berkunjung ke rumah Bajang. Septian telah
mendengarkan perintah dari gurunya yang bernama pak Darto mengajar mata
pelajaran IPA, beliau berpesan kepada anak didiknya “jika Anda ingin
meningkatkan prestasi paling mudah, masuk saja di SMA N 2 Demak karena di
situ persaingannya tidak terlalu ketat dan mudah untuk meningkatkan prestasi
Anda.” Seprian telah diterima sebagai siswa SMA N 2 Demak pada tahun 2016.
Bajang dengan keinginannya sendiri dan telah mendapatkan restu dari kedua
orang tuanya akhirnya berhasil diterima di MAN Denak. Mereka berusaha
menghadapi suasana yang baru dengan sikap yang lebih dewasa.

Mulai memasuki kelas 10 SMA, Septian beradaptasi dan bergaul dengan


teman-teman yang lainnya dan di kelas itu juga ada teman yang dulunya waktu
kelas 9 SMP yang bernama Cahya. Cahya inilah yang menjadi teman paling dekat
dengan Septian. Posisi tempat duduk Septian berada di sebelah Cahya dan saat di
sekolah mereka selalu bersama. Cahya juga merupakan sosok yang sangat berarti
bagi Septian, mereka mengalami suka duka di sekolah bersama-sama. Mereka
banyak menghabiskan waktu untuk belajar dan berorganisasi saat di sekolah.
Minat Septian untuk mengikuti organisasi intrasekolah timbul karena motivasi
yang diberikan oleh Cahya. Septian dan Cahya mengikuti berbagai organisasi
yang sama sehingga mereka selalu akrab. Selain keakraban antara Septian dengan
Cahya, mereka juga mudah berinteraksi dengan guru dan siswa lainnya. Sekolah
tidak hanya melulu pelajaran saja, namun skill juga harus dilatih dan
dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan di luar pembelajaran. Itulah alasan
mengapa Septian menjadi bergelut pada dunia organisasi sekolah.

Semangat Septian dalam belajar menuntut ilmu di SMA sangat


menggelora. Dibangku kelas 10 semester 1 ini Septian berhasil memperoleh
peringkat 5 terbaik sedangkan Cahya memperoleh peringkat 4. Mereka pada saat
itu masih sering berdiskusi menyelesaikan soal bareng dan bahas-bahas mengenai
organisasi. Seiring berjalannya waktu, prestasi Septian semakin meningkat.
Kemampuannya dalam matematika dan fisika menjadi sorotan siswa lain. Pada
pertengahan semester 2, Septian ditunjuk sebagai calon perwakilan siswa untuk
mengikuti lomba bergengsi yaitu Olimpiade Siswa Nasional (OSN) tingkat
kabupaten dibidang fisika. Calon-calon tersebut diseleksi terlebih dahulu, Septian
pun lolos dalam seleksi itu dan akan mewakili sekolah dalam OSN tingkat
kabupaten dibidang fisika tahun 2017. Perasaan Septian pada waktu itu bercampur
aduk, bahagia karena terpilih sebagai siswa untuk mewakili sekolah tetapi juga
tanggung jawab yang besar untuk melaksanakannya dengan sungguh-sungguh.
Karena baru pertama kali ikut dalam perlombaan ini, tim olimpiade SMA N 2
Demak bidang fisika Septian dan dua temannya belum bisa lolos ke tingkat yang
lebih tinggi yaitu provinsi. Semangat Septian tidak pernah padam, pada tahun
berikutnya Septian masih ditunjuk sebagai perwakilan OSN fisika bersama dua
temannya. Sebelum hari ujian dilaksanakan, Septian memperoleh kesempatan
untuk menimba ilmu di Salatiga yang langsung dididik oleh pakar OSN fisika
tingkat internasional. Setelah berpulang dari pendidikan di Salatiga selama satu
minggu, Septian diharapkan dapat menguasai materi dan konsep fisika secara
mendalam sehingga dapat memberikan ilmu yang didapatnaya kepada temannya
yang lain.

Bekal yang didapatkan Septian dari pendidikan di Salatiga tersebut


membuat Septian optimis dalam mengikuti OSN fisika berikutnya. Namun Allah
berkehendak lain, Septian gagal lolos ke tingkat provinsi tahun 2018. Septian
sudah belajar dengan sungguh-sungguh siang dan malam dia habiskan untuk
memahami dan mengerjakan soal OSN, tapi takdir berkata lain. Hal itu membuat
mental Septian hampir down dan Septian berkata di dalam hati “jika saya gagal
untuk saat ini, bukan berarti kedepannya saya akan gagal lagi. Jadi saya harus
berusaha untuk menjadi yang terbaik dari yang lain.” Septian selalu memotivasi
dirinya sendiri ketika dilanda kegagalan dan pasti ada orang lain juga yang
memotivasi Septian karena mereka tahu seperti apa sebenarnya Septian itu.

Pada tahun yang sama, Septian mengikuti OSN SMA tingkat provinsi
2018 yang diadakan oleh suatu universitas di Semarang. Hasil jerih payahnya
dalam dunia fisika terbayar sudah, Septian berhasil memperoleh peringkat 5 besar
dari 50 peserta yang berasal dari seluruh SMA di Jawa Tengah. Dia mendapatkan
piagam penghargaan sebagai juara harapan II dan mendapatkan uang tunai juga.
Selain kiprahnya di luar sekolah, Septian juga menjadi juara kelas pada kelas XI
sampai kelas XII SMA sehingga banyak orang kaget dengan perubahan yang
signifikan tersebut. Namun Septian menanggapinya itu adalah sebuah hidayah
dari Allah bagi hamba-Nya yang ingin berusaha dan berdoa. Prestasi akademik
juga perlu, namun yang lebih utama jangan lupakan kewajiban, baik dari segi
agama maupun sosial. Bukan hanya teori saja yang harus dimiliki, sikap yang baik
dan skill juga harus dikuasai sehingga teori yang telah dipelajari bisa
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan SMA Septian selama
3 tahun telah dilaluinya. Begitu banyak kenangan manis dan kisah yang tidak bisa
dilupakan, Septian sangat banyak belajar bagaimana cara memahami materi
dengan baik dan cara mengaplikasikannya. Pada saat acara Wasana Warsa
(perpisahan) Septian berangkat dari rumah bersama ayahnya dengan wajah
gembira. Tiba di suatu acara, nama Septian dipanggil untuk maju di atas
panggung. Septian menjadi lulusan terbaik pertama MIPA pada angkatan 2019.
Perasaan senang dan haru bercampur aduk saat itu melihat mata ayah Septian
yang berkaca-kaca. Septian mengucapkan banyak terima kasih kepada orang tua
dan orang-orang terdekatnya yang telah senantiasa memberikan semngat dan
dukungan sehingga Septian bisa menjadi yang sekarang, juga tidak lupa bersyukur
kepada Allah yang telah memberikan semua ini, Ilmu dan kepandaian adalah
titipan Allah kepada hamba-Nya yang suatu saat bisa dicabut kembali. Jadi
dengan kepandaian itu janganlah sombong dan berbangga diri, karena semua
adalah kehendak Allah dan itu tidak akan lepas dari campur tangan Allah yang
suatu saat kembali kepada-Nya lagi.

Anda mungkin juga menyukai