Anda di halaman 1dari 9

1.

Latar Belakang

Bioteknologi modern memanfaatkan keterampilan manusia dalam melakukan manipulasi


makhluk hidup agar dapat digunakan untuk menghasilkan suatu barang yang
diinginkan.Bioteknologi modern menggunakan organisme hasil rekayasa genetika melalui
perlakuan yang mengubah landasan penentu kemampuan hidup, yaitu mengubah tatanan gen
yang menentukan sifat spesifik suatu organisme, sehingga proses pengubahan yang dapat
berlangsung secara efektif dan efisien.

Kemajuan bioteknologi, tak terlepas dari peran mikroba. Karena materi genetika mikroba
sederhana, sehingga mudah dimanipulasi untuk disisipkan ke gen yang lain. Disamping itu
karena materi genetik mikroba dapat berperan sebagai vektor (plasmid) yang dapat
memindahkan suatu gen dari kromosom oganisme ke gen organisme lainnya, misalnya terapi gen
(Anonima, b, 2007).

Bioteknologi bak mesin ajaib, yang mampu melakukan berbagai proses penting dalam dunia
industri di beberapa bidang antara lain bidang kesehatan, pangan, pertanian, industri lainnya
serta lingkungan. Di bidang kesehatan, penerapan bioteknologi atau kegiatan rekayasa genetika
menghasilkan produk-produk penting berupa senyawa-senyawa yang mempunyai fungsi
terapeutik seperti antibiotik, vaksin, hormon, kit diagnostika atau memperbaiki gen rusak/ tidak
fungsional (terapi gen), produk farmasi lainnya.

Oleh karena itu, dalam masalah ini akan dibahas mengenai terapi gen sebagai salah satu produk
bioteknologi modern di bidang kesehatan.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan terapi gen?
2. Bagaimana mekanisme kerja terapi gen?
3. Bagaimana prinsip-prinsip terapi gen ?
4. Bagaimana penanggulanan penyakit melalui beberapa gen oleh terapi gen?

1. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian terapi gen.
2. Untuk mengetahui mekanisme kerja terapi gen.
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip terapi gen.
4. Untuk mengetahui penanggulanan penyakit melalui beberapa gen oleh terapi gen?

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Terapi Gen


Jika rekayasa genetika sudah banyak diterapkan dan berhasil, maka terapi gen baru boleh
dilakukan dalam skala penelitian dan para pakar memperkirakan masih sekitar tujuh sampai lima
belas tahun lagi terapi gen baru dapat terealisasi (Pray, 2004:Wang, et al., 2004 dalam Duwi,
2010). Namun demikian terapi gen cukup menjanjikan harapan bagi para penderita penyakit,
terutama penyakit keturunan (Dwi : 2010).

Menurut Farida (2007), terapi gen adalah teknik untuk mengoreksi gen-gen yang cacat yang
bertanggung jawab terhadap suatu penyakit. Pendekatan terapi gen yang perkembangan adalah :

1. Menambahkan gen-gen normal ke dalam sel yang mengalami ketidaknormalan.


2. Melenyapkan gen abnormal dengan gen normal dengan melakukan rekombinasi homolog.
3.gen abnormal dengan cara mutasi balik selektif, sedemikian rupa sehingga akan
mengembalikan fungsi gen tersebut.

4. Mengendalikan regulasi ekspresi gen abnormal tersebut, lebih kearah gagasan mencegah
diekspresikannya gen-gen yang jelek atau abnormal, dikenal dengan istilah gene silencing. Gene
silencing adalah satu proses membungkam ekspresi gen yang pada mulanya diketahui
melibatkan mekanisme pertahanan alami pada tanaman untuk melawan virus.

Terapi gen atau gen therapy merupakan modifikasi materi genetik (DNA) dari sel untuk tujuan
pengobatan. Berbeda dengan pengobatan umumnya saat ini, pengobatan ini dilakukan dengan
cara mengubah struktur gen yang kemudian disisipkan ke DNA target (Anonima : 2010).

Dengan menggunakan sistem tersebut, klinik percobaan terapi gen menunjukan bahwa terapi gen
mampu mengobati beberapa jenis penyakit diantaranya : penyakit kanker, peredaran darah,
monogenik dan beberapa jenis penyakit lainnya. Terapi gen merupakan pendekatan baru dalam
pengobatan kanker, yang saat ini masih bersifat eksperimental. Sejak mengetahui bahwa kanker
merupakan penyakit akibat mutasi gen, para ahli mulai berpikir bahwa terapi gen tentu efektif
untuk mengobatinya. Apalagi kanker jauh lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan
penyakit keturunan akibat kelainan genetis yang selama ini diobati dengan terapi gen (Anonima :
2010).

Berdasarkan sel target yang digunakan, terapi gen dibedakan dalam dua tipe utama, yaitu
Somatik dan Germ-line. Modifikasi gen yang tidak melewati keturunan disebut dengan terapi
gen somatik sedangkan modifikasi gen yang mencakup sel reproduksi adalah terapi gen Germ-
line. Sel target dari terapi gen somatik adalah sel stem, fibroblas dan sel stem lainnya. Target dari
terapi gen germ-line adalah sperma atau sel telur (Anonima : 2010).

1. Pengertian Terapi Gen

1. Terapi gen secara ex vivo dan in vivo

     Transfer gen merupakan langkah penting dalam proses terapi gen. Gen yang akan digunakan
mula-mula diisolasi dan kemudian di transformasikan ke sel target dengan cara di kloning
(Mohammad : 2008).
     Strategi utama dalam transfer gen somatik manusia dibedakan dalam dua kelompok, yaitu :
Ex vivo dan in vivo. Pada ex vivo, gen dibungkus vektor kemudian dikenalkan ke sel yang
diambil dari pasien (sel target) dan dikembangkan secara invitro dan kemudian di transformasi
ke sel yang diinjeksi kembali. Pada invivo pengiriman gen dilakukan secara langsung ke sel
pasien tanpa dikembangkan dulu secara invitro (Mohammad : 2008).

     Pada ex-vivo terdapat juga cara transfer gen nonviral yaitu pengiriman gen tanpa
menggunakan bakteri atau virus. Pengiriman gen dilakukan dengan cara injeksi langsung, gen
gun dan liposom. Injeksi secara langsung dilakukan dengan mengirimkan DNA ke tempat ekstra
seluler yang memiliki perbedaan hipertonik solution salinitas dan sukrosa. Gen gun digunakan
dengan cara memanfaatkan ledakan kecil helium yang membawa potongan DNA patogen yang
berukuran sangat kecil sehingga mampu masuk ke nukleus kulit dan sel otot. Teknik liposom
dilakukan dengan cara memanfaatkan virus yang mampu menginjeksi DNA nya ke dalam
nukleus sel target. Viral vektor yang digunakan dalam teknik ini adalah Adenovirus, Adeno-
associated Virus, Lentivirus dan Retrovirus. Tipe virus tersebut digunakan dengan alasan mampu
menginfeksi banyak varietas tipe sel, mudah dimanipulasi, dan sebagainya (Mohammad : 2008).

     Salah satu vektor dalam terapi gen adalah Sleeping beauty (SB). Sleeping beauty (SB)
merupakan gen yang dapat meloncat yang diisolasi dari ikan. Loncatan dari gen ini dimanfaatkan
dalam terapi gen karena mampu melakukan mutasi pada transpos penerjemahan gen. Gen SB ini
akan terpotong jika bertemu dengan enzim transposase, kedua ujungnya selanjutnya akan
berikatan dengan enzim tersebut dan bersama-sama berpindah ke rantai DNA yang lain.
Transposase akan memotong rantai DNA tersebut dan menyambungnya dengan gen SB. Apabila
dalam gen SB ini ditambahkan gen yang kita inginkan, gen tersebut juga akan ikut melompat
bersama dengan gen SB ke rantai DNA pasien, sehingga gen tersebut dapat diekspresikanm dan
mengembalikan fungsi tubuh pasien (Mohammad : 2008).

2. Mekanisme terapi gen berdasarkan sel target

     Berdasarkan sel target yang digunakan, terapi gen dibedakan dalam dua tipe utama, yaitu
Somatik dan Germ-line. Modifikasi gen yang tidak melewati keturunan disebut dengan terapi
gen somatik sedangkan modifikasi gen yang mencakup sel reproduksi adalah terapi gen Germ-
line. Sel target dari terapi gen somatik adalah sel stem, fibroblas dan sel stem lainnya. Target dari
terapi gen germ-line adalah sperma atau sel telur (Anonima: 2010).

3. Gene Transfer Agents (Agen Pembawa Gen)

     Tanggal 24 Juni 2010, Eurekanetwork mempublikasikan penemuan senyawa organik baru
yang dapat menjadi agen pembawa gen dalam proses terapi untuk penyembuhan penyakit
genetik. Proyek penelitian yang dinamakan EUREKA project E! 3371 Gene Transfer Agents
telah berhasil mengembangkan senyawa turunan dari kation amfifilik 1,4-dihidropiridin atau 1,4-
DHP (cationic amphiphilic 1,4-dihydropyridine) untuk menjadi pengantar gen normal ke dalam
inti sel dan mengganti gen sebelumnya yang rusak (Anonima : 2010).

     Kelebihan derivat 1,4-DHP sebagai pembawa gen ini adalah kesiapan untuk diproduksi dalam
skala besar, lebih efektif dibanding senyawa organik lain, dan karena bukan virus maka resistensi
kekebalan tubuh penerimanya dapat dihindari. Saat ini agen pembawa yang dianggap paling
efektif dalam terapi gen adalah virus yang telah dilemahkan (Anonima : 2010).

     Peneliti yang terlibat dalam proyek ini antara lain Professor Arto Urtti dari Helsinki
University, Finlandia; dan Dr. Aiva Plotniece, Dr. Arkadijs Sobolevs serta kolega-koleganya dari
Latvian Institute, Latvia. Selain itu terlibat juga Bapeks, salah satu produsen di bidang industri
kimia dari Latvia.EUREKAnetwork didirikan tahun 1985, bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas dan daya saing bisnis anggota-anggotanya melalui pengembangan
teknologi.Anggota-anggotanya berasal dari negara-negara Eropa dan Turki (Anonimb. 2010).

     Untuk memahami arti penting penemuan ini, terlebih dahulu harus mengetahui permasalahan
yang dihadapi metode terapi gen dalam penyembuhan penyakit-penyakit genetik seperti
hemofilia, diabetes, dan berbagai jenis kanker (Anonimb. 2010).
Beberapa metode pengobatan penyakit genetik lainnya yaitu dengan injeksi makromolekul
organik.Contohnya adalah pemberian hormon insulin untuk penderita diabetes atau pemberian
faktor pembekuan darah bagi pengidap hemofilia. Kelemahan cara ini yaitu, substansi tersebut
mudah terurai dalam darah dan adanya ketergantungan penderita terhadap pasokan zat tersebut
dari luar tubuhnya (Anonimb. 2010).

     Pengidap kanker dan penyakit kronis lain memperoleh pemberian obat beropium untuk
meredakan rasa sakit yang hebat. Efek samping obat beropium adalah rasa kantuk berlebihan,
gangguan mental, dan halusinasi (Anonimb. 2010).

     Aspek revolusioner dari terapi gen adalah terbukanya kemungkinan bahwa penderita kelainan
genetik dapat memproduksi senyawa-senyawa terapeutik yang diperlukannya secara endogen
(diproduksi tubuh sendiri). Hal ini tentu lebih murah dibandingkan penyuntikkan senyawa
terapeutik secara berkala yang mahal biayanya.Selain itu penderita juga terlepas dari
ketergantungan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya (Anonimb. 2010).

     Sayang sekali riset terapi gen ini bukanlah riset yang murah dan mudah. Pada era sebelum
tahun 1995 saja Amerika Serikat mengeluarkan dana 200 juta dollar tiap tahun untuk riset terapi
gen. Sementara itu hasil yang diperoleh masih jauh dari kategori memuaskan (Anonimb. 2010

4.  Masalah Gene Transfer Agents (Agen Pembawa Gen)

     Pemetaan dan pengamatan genome manusia secara lengkap memberi banyak manfaat dalam
penelusuran penyakit genetik. Lokasi gen yang mengalami kelainan dapat dilacak kaitannya
dengan penyakit atau gangguan yang ditimbulkannya (Anonimb. 2010).

     Setelah lokasi gen pemicu masalah diketahui, langkah selanjutnya adalah membawa gen
normal pengganti gen rusak di dalam inti sel. Untuk melaksanakan tugas ini diperlukan suatu
agen pembawa atau pengantar gen (gene transfer agents) yang dapat melakukannya secara
efektif, tepat sasaran, dan tanpa efek samping. Dewasa ini cara untuk melakukan penggantian
gen rusak yaitu dengan memanfaatkan agen virus yang telah dilemahkan, senyawa kimia
organik, atau dengan cara penyuntikkan (Anonimb. 2010).
     Penggunaan virus sebagai agen pembawa gen disebut metode viral. Metode ini memiliki
keuntungan efektivitas yang tinggi.Metode ini dapat memanfaatkan sifat serangan virus pada
jaringan tertentu yang khas.Sebagai contoh, retrovirus penyerang sel-sel yang membelah cepat,
mungkin cocok sebagai agen pembawa gen terapeutik untuk penyakit tumor. Adenovirus
penyerang sel dinding paru-paru mungkin cocok untuk mengirim duplikat gen cystic fibrosis
yang dibutuhkan dalam sistem pernapasan (Anonimb.2010).

     Metode viral cukup dapat diandalkan dari segi efektivitas.Kelemahannya adalah
pembiakkanya dalam skala besar memiliki potensi bahaya yang serius.Bagaimanapun juga virus
tetaplah virus yang mempunyai kemampuan mutagenik dan karakteristik yang sukar diramalkan.
Selain itu, tubuh manusia juga memiliki sistem kekebalan terhadap virus sehingga dapat
mengganggu proses terapi (Anonimb. 2010).

     Penggunaan senyawa kimia organik sebagai agen pengantar gen dapat mengatasi masalah
resistensi dari sistem kekebalan tubuh penerima. Senyawa kimia juga memiliki kemudahan
dalam produksi, baik dalam skala kecil maupun skala besar.Hanya saja efektivitas metode ini
sangat rendah apabila dibandingkan dengan metode viral.Saat ini agen senyawa kimia standar
yang digunakan secara luas yaitu DOTAP (dioleoyl trimethylammonium propane) dan PEI 25
(polyethylenimine) (Anonimb. 2010).

     Penemuan derivat 1,4-DHP sebagai senyawa organik pembawa gen memiliki keunggulan
gabungan metode viral dan metode kimiawi. Derivat-derivat 1,4-DHP saat ini masih dalam tahap
pengembangan, namun efektivitasnya lebih tinggi dibanding senyawa organik lain yaitu DOTAP
dan PEI 25. Sebagai senyawa kimia organik tentu saja 1,4-DHP akan lebih siap dan mudah
diproduksi dalam berbagai skala (Anonimb. 2010).

1. Prinsip-prinsip terapi gen

     Prinsip-prinsip terapi gen adalah gen yang akan dipindahkan itu harus diletakkan ke dalam sel
yang akan berfungsi normal dan efektif. Untuk hemofilia gen harus diletakkan ke dalam sel yang
akan menghantarkan protein faktor VIII atau faktor IX ke dalam peredaran darah. Saat ditransfer,
gen tersebut harus berfungsi dalam sel dalam jangka waktu yang lama, demikian pula sel baru
yang disebut transduced cell, harus pula bertahan lama.Program terapi gen terbagi dalam dua
jenis.Pertama, pemindahan gen dilakukan di dalam tubuh pasien (in vivo transfer).Kedua,
pemindahan gen dilakukan di luar tubuh pasien (ex vivo transfer). Terapi gen in vivo transfer
bersandarkan pada kemampuan sel-sel untuk menyerap DNA. Peneliti berharap dapat
memetakan gen yang berfungsi normal sehingga memungkinkan sel-sel menerimanya sesegera
mungkin, misalnya melalui penyuntikan. Sedangkan ex vivo transfer, gen yang berfungsi normal
disisipkan ke dalam sel di dalam laboratorium. Kemudian sel yang telah ditransferkan ke gen
baru tadi di letakkan ke dalam tubuh pasien. Sel penderita dapat digunakan untuk pemindahan
gen ini. Tentu kedua cara ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan in vivo transfer
adalah sangat sedikit membutuhkan manipulasi laboratorium dan dapat digunakan dalam skala
besar. Sedangkan ex vivo lebih sarat dengan operasi pembedahan, seperti bagaimana
mengangkat dan meletakkan kembali sel, karena meletakkan gen baru ke tubuh pasien tidaklah
segampang menelan pil atau semudah menyuntikkanya ke dalam darah (Farida :2007).
1. Penanggulangan penyakit melalui beberapa gen

1. Penghasil Enzim ADA

Wacana terapi gen mencuat tahun 1990 ketika untuk pertama kalinya gen normal adenosine
deaminase (ADA) dimasukkan ke dalam sel darah putih seorang penderita defisiensi kekebalan
kombinasi akut. Metode ini dilakukan oleh National Health Institute, Amerika Serikat pada
Ashanti De Silva, berusia 4 tahun (Anonimb. 2010).

Aplikasi terapi gen pertama kali dilakukan pada anak penderita defisiensi ADA pada September
1990. Terapi ini dilakukan terhadap anak perempuan berumur 4 tahun. Ashanthi De Silva di
Clnical Center of the US national Institutes of Health di Behtesda Washington D.C. USA.
Usulan untuk terapi gen yang diprakarsai oleh Anderson dan Blaese ini diajukan 3 tahun
sebelumnya. ADA merupakan enzim untuk metabolisme purin.Defisiensi ADA merupakan
penyakit Immunodeficiency, karena tubuh kekurangan enzim tersebut limfosit-T dan limfosit-B
yang mutlak dibutuhkan untuk pembentukan sistem kekebalan tidak dapat berkembang dengan
semestinya. Enzim ADA diperlukan untuk perkembangan sel T, gen ADA terletak pada
kromosom X. pada penderita defisiensi ADA, gen untuk menyandi enzim tersebut tidak ada,
akibatnya tidak dapat memproduksi enzim tersebut tidak ada, akibatnya tidak dapat
memproduksi enzim tersebut. Dengan tidak adanya enzim ini sel T dan sel B tidak terbentuk
dengan sempurna,dan menjadikan tidak berfungsinya sistem kekebalan. Jika bayi penderita
defisiensi ADA ini tidak berada dalam lingkungan bebas mikroba (steril) maka tidak dapat
mempertahankan hidup. Bayi ini terkenal dengan nama baby balloon karena bayi tersebut harus
dimasukkan dala bola plastik yang steril, baik mainan atau makanan yang akan disentuhnya
harus disterilkan terlebih dahulu. Meskipun begitu bayi tersebut hanya berumur sampai 4 tahun.
Injeksi langsung enzim ADA dalam darah tidak dapat menolong karena akan rusak dalam
beberapa menit. Dengan cara pemindahan sumsum tulangpun memiliki kelemahan, yaitu perlu
pendonor yang cocok. Telah pula diusahakan dan disepakati penggunaan “PEG-ADA”
(polyethylene glycol-conyugated ADA).Senyawa ini dapat bertahan dalam darah selama
beberapa hari. Namun injeksi yang dilakukan tiap minggu akan memakan biaya US $ 60,000
pertahunnya. Dengan rekayasa genetik yang diusulkan oleh Anderson dan Blaese melalui terapi
gen, gangguan ini telah dapat diatasi. Sel T diisolasi dari penderita, kemudian ditumbuhkan di
dalam kultur diatasi. Sel T diisolasi dari penderita, kemudian ditumbuhkan di dalam kultur
medium yang dibuat khusus untuk dapat menstimulasi aktivasi dan pertumbuhan sel T. Setelah
sel T berkembang biak, retrovirus (yang bertindak sebagai vektor) yang sudah mengandung
DNA penyandi ADA ditambahkan dan kemudian ditumbuhkan beberapa hari sebelum diberikan
kepada penderita. Disini retrovirus yang telah membawa gen ADA akan menginfeksi sel,
kemudian bergabung ke dalam DNA sel T. akhirnya larutan yang mengandung berjuta-juta sel-T
yang telah membawa gen ADA dimasukkan pada vena penderita. Dengan demikian gen
penyandi ADA di dalam sel T akan diekspresikan, sehingga tubuh penderita akan mampu
menghasilkan enzim tersebut. Sementara enzim tersebut belum diproduksi oleh tubuh, penderita
tetap diberi PEG-ADA.Salinan-salinan gen terklon untuk enzim ADA disisipkan ke dalam
retrovirus lemah (sebagai vector). Retrovirus ini dicampurkan dengan sel T Ashanti, retrovirus
kemudian mengjankiti sel T dan menyisipkan gen ADA ke dalam DNA sel T. setelah dilakukan
penyaringan, sel T rekombinan tersebut diklonkan, sebagan lagi disimpan dalam penyimpanan
gen (sebagai simpanan). Ashanti disuntik berulang kali, dan ternyata setelah lima tahun didapati
sel T Ashanti menunjukkan kehadiran gen ADA, diprediksikan satu milyar sel telah diberikan
pada Ashanti (Farida : 2007).

1.  Pengobatan Hemofilia

Penderita hemofilia adalah manusia yang faktor VIII dalam darahnya jumlahnya sedikit. Jika
orang normal memiliki jumlah factor VIII dalam darahnya sebanyak 100 unit, maka penderita
hemofili ringan hanya memiliki sekitar 30 unit saja (6-30 persen), sedangkan penderita hemofili
berat hanya memiliki factor VIII dalam darahnya kurang dari 5 unit atau 1 persen saja.
Akibatnya penderita tidak memiliki kemampuan dalam pemkuan darah. Terapi gen merupakan
salah satu cara penyembuhan penyakit hemofili dengan memperbaiki kerusakan genetis, yaitu
melalui penggantian gen yang tidak rusak dan berfungsi normal. Penyembuhan melalui terapi
gen ini tidak dapat secara permanen dan masih harus dilakukan secara berkala (Dwi : 2010).

Menurut Moeslichan (2005) dalam Duwi (2010), hingga saat ini terapi gen belum diterapkan
pada penderita hemofili Indonesia. Ditambahkannya bahwa di luar negeri studi terapi gen terus
dikembangkan. Bahkan percobaan kepada binatangpun telah dilakukan. Sebuah kasus terapi gen
yang dilakukan pada seekor anjing yang mengidap hemofilia dapat sembuh dalam waktu 30 hari.
Namun, serangan hemofilia kembali terjadi setelah itu.Pada manusia penderita hemofili, masa
penyembuhan setelah terapi gen, memakan waktu hingga satu atau dua tahun.

Risiko terapi gen adalah kemungkinan terjadinya viral vector yang akan beraksi layaknya virus
dan akan menyebabkan infeksi. Namun demikian sejauh ini viral vector yang telah dilakukan
investigasi tidak menyebabkan penyakit pada manusia. Penyembuhan penyakit hemofilia melalui
terapi gen saat ini masih terus dilakukan. Percobaan terhadap anjing telah berhasil, demikian
juga dengan manusia, percobaan terhadap dua penderita hemofilia pun telah dilakukan (Dwi :
2010).

1. Pengobatan Thalasemia

Thallasemia merupakan suatu penyakit darah bawaan yang menyebabkan sel darah merah pecah
(hemolisis), sel darah merah penderita mengandung sedikit hemoglobin dan sel darah putihnya
meningkat jumlahnya (Supriyadi, dkk, 1992 dalam Duwi, 2010)).Thallasemia merupakan
penyakit keturunan yang paling banyak dijumpai di Indonesia dan Italia.6 sampai 10% dari 100
orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Jika dua orang yang sama-sama membawa gen ini
menikah maka satu dari empat anak mereka akan menderita.

Kelainan gen ini akan mengakibatkan kekurangan salah satu unsur pembentuk hemoglobin (Hb),
sehingga produksi Hb berkurang. Terdapat tiga jenis thallasemia yaitu : mayor, intermediate dan
karier. Pada thallasemia mayor, Hb sama sekali tidak diproduksi. Akibatnya penderita akan
mengalami anemia berat. Dalam hal ini jika penderita tidak diobati, maka bentuk tulang
wajahnya akan berubah dan wama kulitnya menjadi hitam. Selama hidupnya penderta akan
tergantung pada transfusi darah. Hal ini dapat berakibat fatal, karena efek samping dari transfuse
darah yang terus menerus akan mengakibatkan kelebihan zat besi (Dwi : 2010).
Terapi gen merupakan harapan baru bagi penderita thallasemia di masa mendatang. Terapi
dilakukan dengan menggantikan sel tunas yang rusak pada sumsum tulang penderita dengan sel
tunas dari donor yang sehat. Hal ini sudah di uji cobakan pada mencit (Dwi : 2010).

1. Memperpanjang usia sel/ penanggulangan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan


keuzuran.

The Sunday Times (15 Januari 1998) mengabarkan, seorang ilmuwan AS telah berhasil
menyingkap rahasia penuaan. Dari “main-main dengan materi genetik, mereka menemukan
“sumber zat awet muda” untuk membuat sel manusia hidup lebih lama. Usaha memperpanjang
usia sel manusia dpandang akan sangat bermanfaat bagi penanggulangan penyakit-penyakit yang
berkaitan dengan keuzuran. Tim Dr. Woodring Wright, professor biologi sel di niversity of
Texas, Dallas, menggunakan enzim telomerase. Enzim ini dihasilkan oleh sel kecambah, seperti
sel telur dan sperma, dan mempengaruhi telomerase (ujung kromosom).Sebagian kecil telomer
ternyata hilang setiap kali sel biasa pada tubuh manusia membelah diri.Namun karena sel normal
tidak menghasilkan enzim telomer, telomere tidak tumbuh lagi. Tim Dr. Wright berhasil
menemukan cara untuk menumbuhkan kembali telomer ini dengan menggunakan enzim
telomerase. Hilangnya telomer berkaitan dengan keuzuran. Dengan telomerase, telomer bisa
diregenerasi sehingga penuaan (setidaknya ditingkat sel) dapat dihentikan ini tidak berarti
manusia dapat hidup selamanya, karena matinya sel hanya salah satu saja dari sekian banyak
proses yang membuat seseorang menjadi tua. Penuaan ini dapat membantu memperpanjang usia
sel dengan cukup berarti. Kebutuhan akan sel yang jauh lebih panjang umur dari yang sampai
kini ada, memang amat dibutuhkan oleh para terapis gendalam usahanya menyembuhkan pasien
berpenyakit menurun, misalnya cystic fibrosis. Dalam terapi ini yang biasa dilakukan adalah
mengambil sel-sel si pasien, memasukkan gen sehat ke dalam sel-sel itu, lalu mengembalikan ke
tubuh pasien. Diharapkan sel yang telah dimanipulasi itu akan mengambil alih peran sel-sel yang
membawa kelainan penyakit tadi. Sayangnya, seringkali sel-sel sehatnya keburu “menua” di saat
terapis selesai menanganinya, sehingga mati sebelum bisa berbuat banyak. Dengan mencegah
kematian sel, proses telomerase diharapkan juga akan merangsang sel-sel bekerja lebih baik
(Farida : 2007).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penulisan makalah ini, yaitu :

1. Terapi gen atau gen therapy merupakan modifikasi materi genetik (DNA) dari sel untuk tujuan
pengobatan.

2. Mekanisme terapi gen melalui transfer gen baik secara ex vivo maupun in vivo dan melalui
agen pembawa gen.

3. Prinsip-prinsip terapi gen adalah gen yang akan dipindahkan itu harus diletakkan ke dalam sel
yang akan berfungsi normal dan efektif.
4. Penanggulangan penyakit melalui terapi gen diantaranya penyakit defisiensi ADA (Adenosin
Deaminase), Hemofilia, Thallasemia, memperpanjang usia sel/ penanggulangan penyakit-
penyakit yang berkaitan dengan keuzuran.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan, agar dapat meningkatkan pemahaman kita mengenai
terapi gen.

DAFTAR PUSTAKA

http://arifahnoviaarifin.blogspot.com/2011/06/terapi-gen.html

http://majidsyahreza89.wordpress.com/2012/01/16/bioteknologi-dalam-bidang-kesehatan/

http://www.teknopreneur.com/bioteknologi/terapi-gen-bisa-hancurkan-tumor-leukimia

http://www.teknopreneur.com/bioteknologi/terapi-
gen-bisa-hancurkan-tumor-leukimia

Anda mungkin juga menyukai